1
DISRUPTIVE PRODUCT INNOVATION STRATEGY: KASUS
IPHONE 5
Galih Permadi
Abstrak Innovasi adalah kata kunci dalam kompetisi industri teknologi. Berbagai perusahaan dalam industri
tersebut berlomba-lomba menawarkan inovasi dalam produknya. Apple sebagai salah satu pemain utama
di industri tersebut telah berulang kali memanfaatkan inovasi dalam strategi utamanya. Sejak peluncuran
iPhone generasi pertama di tahun 2007, Apple telah banyak menciptakan inovasi produk yang mengisi gap
di dalam pasar yang telah ada (existing market) serta kemudian menciptakan sebuah pasar baru yang saat itu
belum terdapat persaingan yang berarti (blue ocean). Hal tersebut terus dilakukan sampai dengan
pengembangan produk terbarunya, iPhone 5 yang menuai banyak pujian serta kritik. Paper ini mencoba
menjelaskan strategi inovasi Apple melingkupi analisis internal-eksternal, strategi, serta implikasinya.
Disamping itu paper ini juga mencoba menunjukan hubungan sequential antara strategi disruptive innovation
dan sustaining innovation.
Kata kunci: Disruptive Innovation Strategy, Sustaining Innovation Strategy, Apple, iPhone 5.
Pendahuluan Apple terkenal melalui produk-produknya yang dianggap inovatif dan menjawab kebutuhan konsumen.
Kesuksesan ini tercapai melalui visi Apple yang memang di-set demikian, mengisi gap yang ada di existing
market yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor-kompetitornya. Beberapa contoh inovasi Apple
dengan strategi demikian adalah iPod yang melakukan inovasi dalam industri music player (Islam et al,
2012), iPhone yang melakukan inovasi dalam cara orang menggunakan smartphone, serta iPad yang
menjadi leader di industri computer tablet.
Banyak yang menilai bahwa kesuksesan Apple dikarenakan pemilihan strategi sampai dengan eksekusi
strategi yang dilakukan sejalan dengan visi perusahaan yang diformulasikan dengan baik oleh para
CEOnya. Apple juga perusahaan yang dikenal berinvestasi terhadap detil-detil produknya sehingga
produk-produknya tidak hanya digemari konsumen tapi juga menciptakan loyalitas yang tinggi diantara
2
para konsumennya. Hal-hal demikianlah yang menyebabkan perusahaan ini sering diangkat profil dan
aksinya dalam ranah akademis, khususnya untuk pembahasan manajemen strategik.
Lahirnya iPhone
Sebelum membahas tentang strategi iPhone 5, diperlukan pendahuluan mengenai analisis strategi pra
kelahiran iPhone generasi pertama meliputi peluang serta strength yang dimiliki Apple sehingga mereka
memutuskan untuk mengambil risiko berinvestasi di pasar yang belum pernah ada sebelumnya.
Analisis Eksternal - Peluang Dengan strategi dan visinya, Apple melahirkan iPhone pada tahun 2007. Sebelumnya, konsep telepon
genggam tidak jauh dari alat komunikasi. Steve Jobs, CEO Apple saat itu, mengambil risiko dengan
melakukan terobosan baru dalam industri tersebut. Ide inovasi disruptif tersebut bermula dari kebencian
Jobs terhadap perangkat telepon genggam yang ada di pasar pada saat itu, dan juga betapa industri
telepon genggam memiliki peluang yang begitu menggiurkan.
“We all had cell phones. We just hated them, they were so awful to use. The software was terrible.
The hardware wasn't very good. We talked to our friends, and they all hated their cell phones too.
Everybody seemed to hate their phones. And we saw that these things really could become much more
powerful and interesting to license. It's a huge market. I mean a billion phones get shipped every year,
and that's almost an order of magnitude greater than the number of music players. It's four times the
number of PCs that ship every year.” (Fortune, 2009)
Dari peluang inilah Jobs memformulasikan strateginya dan menciptakan iPhone. Perlu dicatat bahwa
menangkap peluang tersebut tidak hanya sekedar menciptakan sebuah pasar yang baru, tapi juga
diperlukan kemampuan untuk menangkap dinamika industri yang ada dan key success factor yang
menetukan kinerja. Disamping itu dibutuhkan juga pemetaan konteks lingkungan makro untuk
menganalisis dampaknya terhadap ekonomi, demografi, sosial-budaya, dan pasar global. Dengan analisis
demikian, seorang CEO dapat mengamati gap yang ada, dan kemudian bergerak menjadi first mover.
Terbukti strategi ini berhasil melihat kesuksesan iPhone generasi pertama hingga sekarang.
Analisis Internal – Kekuatan (Strength) Tahun-tahun awal 2000-an bukanlah tahun yang buruk bagi Apple. Mac dan iPod buatannya sudah
memiliki fans tersendiri dengan loyalitas yang mengagumkan. Sistem operasi Macintosh yang ada saat itu
juga dianggap Apple cukup unggul, serta ke-simple-an iPod yang digemari banyak orang saat itu
menjadikan komposisi kekuatan internal untuk menciptakan iPhone.
3
“It was a great challenge. Let's make a great phone that we fall in love with. And we've got the
technology. We've got the miniaturization from the iPod. We've got the sophisticated operating system
from Mac. Nobody had ever thought about putting operating systems as sophisticated as OS X inside
a phone, so that was a real question. We had a big debate inside the company whether we could do
that or not. And that was one where I had to adjudicate it and just say, 'We're going to do it. Let's
try.' The smartest software guys were saying they can do it, so let's give them a shot. And they did.” –
(Fortune, 2009)
Apple juga memiliki budaya yang kuat yang ditanamkan kepada para pegawainya khususnya untuk urusan
produk. Para analis menyebutkan Halo Effect yang diberikan Apple kepada produk-produknya. Hal ini
terjadi dikarenakan produknya yang didesain dan direncanakan dengan baik dan dapat saling melengkapi
satu sama lain.
Analisis Value Chain
Apple menitik beratkan inovasinya pada Research and Development. Terlihat juga dari tahun ke tahun Apple
menyisihkan porsi yang cukup besar dari keuntungannya bagi departemen ini.
Gambar 1. Value Chain Apple
Teknologi dan produk menjadi elemen penting dalam value chain Apple. Hal tersebut yang membantu
meningkatkan ekspertis Apple dalam mengembangkan produk-produknya serta interkonektivitas yang
dimiliki, misalnya iPhone dengan iTunes dan iOS.
Tidak berhenti pada proses di Gambar 1, Apple juga melanjutkan proses value chain pada tahap marketing,
penjualan, distribusi serta pelayanan konsumen. Proses penjualan dan distribusi dalam strategi Apple
cukup berbeda. Apple menangani sendiri proses tersebut yang berujung kepada dibukanya Apple Store.
Menurut Apple hal ini penting selain karena sales experience yang dialami konsumen merupakan bagian
integral dalam product mix, juga dapat digunakan untuk mengukur sentimen konsumen serta perubahan
dalam tren.
iPhone - Disruptive Innovation Dalam hal inovasi, terkenal dua konsep yang cukup populer; sustaining innovation dan disruptive innovation.
Konsep yang pertama menjelaskan mengenai inovasi yang tidak menciptakan pasar baru, namun
4
melakukan perubahan di pasar yang ada dengan memberikan value yang lebih baik sehingga dapat
berkompetisi dengan yang lain (Christensen, 1997). Sedangkan konsep disruptive innovation menjelaskan
mengenai perubahan dalam bisnis dan teknologi yang mengimprovisasi produk atau jasa dengan cara-
cara yang tidak pernah terpikirkan oleh pasar sebelumnya. Konsep disruptive innovation ini juga pertama kali
disebutkan oleh Clayton M. Christensen pada artikelnya berjudul Disruptive Technologies: Catching the Wave.
Dalam industri teknologi kedua konsep ini sadar tidak sadar dapat menentukan masa depan perusahaan.
Disatu sisi karena hubungan teknologi dan bisnis dapat saling mempengaruhi, teknologi dapat mengubah
proses bisnis dan juga proses bisnis dapat mengubah bagaimana teknologi berkembang, disisi lain karena
ekspektasi konsumen akan teknologi itu sendiri yang cukup tinggi dan semakin meningkat.
Apple dan Disruptive Product Innovation Strategy Lahirnya iPhone menegaskan keunggulan Apple dalam mengeksekusi disruptive product innovation strategy.
Apple melihat adanya gap yang dapat dieksploitasi mengingat angka-angka yang dicetak industri telepon
genggam sangat baik. Gap tersebut diisi dengan pemanfaatan layar sentuh secara penuh sebagai
antarmuka iPhone. Pada saat itu, teknologi layar sentuh untuk industri telepon genggam belum banyak
dijumpai dan telepon genggam yang memanfaatkan teknologi tersebut masih memiliki beberapa
kekurangan seperti kurang responsif, membutuhkan alat bantu (stylus), atau parsial (masih menggunakan
keypad untuk proses input). Disamping dari segi tampilan dan teknologi, Apple mengisi gap tersebut
dengan sistem operasinya. iPhone kemudian dikembangkan sebagai telepon genggam berbasis aplikasi.
Pada saat itu hal ini cukup revolusioner, sehingga cara orang memandang dan menggunakan telepon
genggam mulai berubah.
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, ekspektasi konsumen juga menentukan dalam keberhasilan
produk. Dengan inovasinya, iPhone tidak hanya memuaskan ekspektasi konsumennya, tapi juga
memberikan pengalaman pengguna (user experience) yang benar-benar baru dalam menggunakan telepon
genggam. Hal ini membuat bergesernya ekspektasi pengguna telepon genggam pada umumnya yang
mempengaruhi pasar, sehingga munculah kompetitor yang mencoba memenuhi ekspektasi serupa, seperti
Google dengan Androidnya dan Microsoft dengan Windows Phone/Windows Mobilenya.
iPhone 5 Tidak Lagi Disruptif? iPhone yang diluncurkan pada tahun 2007 terbukti menjadi senjata andalan Apple dalam portofolio
produknya untuk men-generate sales yang luar biasa besar. Keberhasilan ini salah satunya disebabkan
strategi disruptif yang dilakukan Apple sejak peluncuran iPhone generasi pertama.
5
Gambar 2. Grafik Penjualan iPhone sejak 2007 – Per kuartal (Statista, 2012)
Dapat dilihat pada gambar 2 grafik penjualan seri iPhone yang cenderung meningkat dengan angka
penjualan yang cukup tinggi. Terbukti dengan mengisi gap yang ada di existing market dapat memberikan
penjualan produk yang baik. Bagaimana dengan iPhone 5? Jelas bahwa kemunculan iPhone generasi
pertama pada tahun 2007 menciptakan pasar smartphone yang baru. Sejak saat itu banyak perusahaan yang
mencoba menggeser Apple pada pasar ini, sebut saja Samsung dengan Androidnya. Kemudian, ketika
pasar smartphone tersebut sudah tidak lagi dapat disebut baru, dan tidak terlihat dengan jelas gap yang dapat
diisi, muncul pertanyaan apakah iPhone 5 masih dapat mendulang kesuksesan dengan strategi yang sama.
iPhone 5 dan Inovasi
Bagi perusahaan teknologi, inovasi menjadi faktor kunci kesuksesan. Selain disruptif, terdapat konsep lain
dari pengembangan inovasi yaitu sustaining. Setelah berhasil dengan disruptifnya menciptakan pasar baru,
Apple dituntut untuk mempertahankan pasar tersebut juga dengan inovasi-inovasi nya yang menciptakan
value yang lebih baik dibanding kompetitor. Untuk membentuk value tersebut, ada beberapa framework
yang dapat digunakan salah satunya adalah Four Actions Framework yang dicetus oleh Kim dan Mauborgne
pada tahun 2010. Dalam framework tersebut dilakukan kegiatan yang berfokus kepada empat hal;
mengurangi, menambah, menghilangkan, dan menciptakan hal-hal dengan perbandingan industri.
6
Gambar 3. Four Actions Framework
Reduce
Apple melakukan pengurangan terhadap ketebalan, volume serta berat perangkat. Apple mengklaim
bahwa iPhone 5 lebih tipis 18%, lebih ringan 20%, dan memiliki 12% volume lebih sedikit disbanding
iPhone sebelumnya.
Raise
Apple melakukan penambahan terhadap tinggi layar, kejernihan layar serta kecepatan prosesor dan daya
tahan baterai.
Eliminate
Apple menghilangkan ketergantungan dengan vendor lain. Layanan peta dari google serta supply
semikonduktor dari Samsung.
Create
Apple menciptakan user experience baru dalam menikmati musik dengan desain earphone barunya, fitur
panorama di kamera, navigasi pada layanan petanya (flyover feature), fitur-fitur baru pada Siri, serta layanan
komputasi awan iCloud.
Keempat aksi tersebut dirangkai Apple dengan presentasi produk yang menarik sehingga para konsumen
loyalnya kembali membeli produk Apple ini. Melihat penjualan iPhone 5 yang menembus angka 5 juta
unit pada minggu pertama penjualan sampai-sampai stok iPhone 5 yang ada sold-out di semua Negara
(theinquirer, 2012) dapat disimpulkan bahwa Apple masih meraih kesuksesan dengan strategi berbasis
inovasinya.
7
Satu hal tambahan yang dapat disimpulkan dari pengamatan kasus iPhone ini adalah ketika sebuah
perusahaan mengadopsi strategi inovasi disruptif dalam produknya, maka untuk jangka panjang
perusahaan tersebut perlu memfokuskan pada strategi selanjutnya, sustaining innovation strategy untuk dapat
tetap bertahan di pasar yang dulu mereka ciptakan.
Downside – Kasus iPhone 5 Disamping menerapkan strategi disruptive product innovation, Apple juga terkenal menggunakan strategi
diferensiasi. Hal ini berakibat harga produk yang premium dengan konsekuensi pangsa pasar yang
terbatas. Dari sisi ini sudah terdeteksi beberapa weakness dan threat yang dimiliki Apple, misalnya dengan
diferensiasi yang demikian, sangat mudah bagi pesaing utama Apple untuk menyasar kelas atau pangsa
pasar lain yang tidak dapat dijangkau Apple sehingga penetrasi sistem operasi kompetitor menduduki
pangsa pasar yang lebih besar dibanding Apple. Hal inilah yang telah dilakukan Google dengan
Androidnya yang dipimpin Samsung.
Disisi lain, dengan menerapkan strategi disruptive product innovation, Apple telah mengubah ekspektasi para
konsumen loyalnya. Terdapat beberapa downside dari strategi ini dan fakta yang menjawab hal tersebut
mencakup kondisi internal dan eksternal Apple.
Ekspektasi iPhone 5
Setelah sukses dengan iPhone 4 nya, banyak rumor beredar mengenai seri iPhone selanjutnya. Namun
ternyata Apple mendapat banyak kritik setelah rilis iPhone 4S nya yang tidak memberikan perubahan
signifikan dibandingkan iPhone 4. Sebagaimana telah disebutkan diatas, Apple dengan inovasinya telah
mengubah ekspektasi konsumen sehingga konsumen mengharapkan sebuah produk yang mengejutkan
mereka. Hal yang sama terjadi dengan iPhone 5. Beberapa bulan sebelum dirilisnya iPhone 5 ke pasar,
banyak yang memprediksi hal-hal baru yang akan ditampilkan dalam iPhone 5 seperti layar yang
transparan, kemampuan sensor holografis, dan teknologi menarik lainnya, namun ketika iPhone 5
diluncurkan, banyak yang mengkritik bahwa tidak ada perubahan yang berarti.
Terlihat bahwa salah satu downside dari disruptive product innovation adalah kesulitan memenuhi ekspektasi
konsumen yang kian meningkat. Terkadang ekspektasi konsumen melampaui teknologi yang ada, atau
tidak praktikal. Sebuah tantangan bagi Apple untuk meyakinkan konsumennya bahwa produk barunya
adalah sebuah inovasi juga.
Kondisi pasar juga cukup sengit mengingat rival utamanya, Samsung, telah merilis Galaxy SIII dengan
spesifikasi high-end yang tinggi serta fitur-fitur menarik yang ditawarkan. Hal ini dinilai memperburuk
8
kondisi Apple yang mengeluarkan iPhone 5 yang memiliki spesifikasi cukup jauh dibawah Galaxy SIII.
Merasa diatas angin dalam hal spesifikasi, Samsung pun merilis sebuah iklan cetak (juga digital) yang
cukup provokatif dengan tagline “It Doesn’t Take a Genius” yang diikuti oleh list perbandingan
spesifikasi Galaxy SIII dan iPhone 5.
Hal tersebut merupakan sebuah threat yang cukup besar bagi Apple yang kemudian juga mengalami
masalah pada sistem operasi barunya iOS6 yang bermasalah khususnya pada fitur peta.
Gambar 4. Iklan Galaxy SIII
Dari segi harga saham, sedikit banyak tampak berpengaruh. Kesuksesan iPhone 4 dan 4S yang berhasil
menjual jutaan unit pada minggu pertamanya menyebabkan para analis berestimasi bahwa penjualan
iPhone 5 akan mencapai 10 juta unit pada minggu pertamanya. Faktanya pada minggu pertama tersebut,
iPhone 5 terjual sebanyak 5 juta unit. Angka tersebut memang bukan angka yang kecil untuk penjualan
barang dalam waktu satu minggu bahkan lebih banyak dari penjualan iPhone 4 di minggu pertama yang
hanya mencapai 4 juta unit, namun ekspektasi konsumen dan investor yang terlanjur terbentuk
mengundang “kekecewaan” yang terwujud dalam turunnya saham Apple (AAPL) sebesar 1% (Yahoo!
Finance, 2012).
9
Gambar 5. Harga Saham Apple Dengan Milestone Rilis Produk (Alexander, 2012) Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa secara umum terjadi lonjakan saham paska dirilisnya produk baru
Apple. Hal yang serupa terjadi sebelum iPhone 5 dirilis, namun mengalami penurunan setelahnya.
Meskipun fenomena ini bisa dijelaskan dari sudut pandang lain seperti konspirasi analis untuk
menurunkan saham Apple dan lain sebagainya, namun garis besarnya adalah ekspektasi investor dan
masyarakat jelas mempengaruhi pergerakan harga saham, terlebih untuk perusahaan teknologi seperti
Apple.
Tabel 1. Statistik Penjualan iPhone 5 Terlepas dari hal-hal negatif yang telah disebutkan, iPhone 5 tetap mencetak rekor penjualan dengan
angka 5 juta unit pada minggu pertamanya. Hal ini didukung dari strength Apple yang memiliki
konsumen yang sangat loyal serta program upgrade yang ditawarkan bagi pemilik iPhone 4S dan
iPhone 4, juga penciptaan value baru melalui four actions frameworknya yang menunjukan sustaining
innovation.
10
Managerial Implication
Sebagai sebuah perusahaan yang mengedepankan teknologi dalam produk-produknya, kesuksesan
Apple bergantung pada inovasi-inovasi yang ditawarkan. Memilih strategi disruptive product innovation
dengan bertindak sebagai first mover di pasar yang masih terkategori sebagai blue ocean telah membawa
Apple menuju leader di industri.
Tidak cukup sampai disitu, suatu saat blue ocean pun akan menjadi jenuh (red ocean) sehingga perusahaan
harus memikirkan cara untuk survive: mencari blue ocean lain atau bertahan dengan menciptakan value
yang mengungguli produk kompetitor. Sejalan dengan konsep tersebut, Apple melanjutkan strategi
inovasi disruptifnya dengan strategi sustaining innovation. Meski demikian, strategi disruptive product
innovation juga memiliki beberapa downside yang menjadi weakness dan threat tersendiri bagi Apple.
Diperlukan strategi tambahan lain untuk mengantisipasi downside yang tersebut.
Deduksi yang dapat diambil dari kasus iPhone 5 ini adalah sisi positif dari strategi disruptif yang diikuti
oleh pengembangan value dengan strategi sustaining membuat penjualan iPhone 5 tetap sukses dipasar,
bahkan memecahkan rekor penjualan iPhone dalam seminggu, meskipun terdapat banyak kritikan
seperti ekspektasi konsumen terhadap bentuk dan spesifikasi iPhone yang tidak terpenuhi serta error
yang banyak dijumpai di layanan peta sampai ke isu penurunan harga saham karena penjualan iPhone 5
tidak dapat mencapai prediksi yang dibuat analis.
11
Referensi
American’s Most Admired Company: Steve Jobs Speaks Out. (2008), CNN Money.com - http://money.cnn.com/galleries/2008/fortune/0803/gallery.jobsqna.fortune/, Diakses September 2012. Apple's Iphone 5 sales figures fall short of analyst expectations. (2012), theinquirer.net -
http://www.theinquirer.net/inquirer/news/2207620/apples-iphone-5-sales-figures-fall-short-of-analyst-expectations ,
Diakses September 2012
Apple Shares Fall After iPhone 5 Sales Fail to Meet Analyst’s Expectations. (2012), Yahoo! Finance - http://finance.yahoo.com/blogs/daily-ticker/apple-shares-fall-iphone-5-sales-fail-meet-145041575.html , Diakses September 2012 Apple Strategic Management Study Case. (2011), - http://www.slideshare.net/NightDev/apple-strategic-management-study- case/, Diakses September 2012. Alexander, Anson. (2012), Apple Sales Statistics 2012 [infographic] - http://ansonalex.com/infographics/apple-sales-statistics-2012-infographic/ , Diakses September 2012, Christensen, Clayton M. (1997), The innovator's dilemma: when new technologies cause great firms to fail, Boston, Massachusetts, USA: Harvard Business School Press. Global Apple iPhone sales from 3rd quarter 2007 to 3rd quarter 2012 (in million units). (2012). Statista.com - http://www.statista.com/statistics/12743/worldwide-apple-iphone-sales-since-3rd-quarter-2007/ iPhone 5 Sales Statistics. (2012) Statistic Brain - http://www.statisticbrain.com/iphone-5-sales-statistics/ , Diakses September 2012 Islam, Nazrul., Ozcan Sercan. (2012). Disruptive Product Innovation Strategy: The Case of Portable Digital Music Player. IGI Global Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2010). Blue ocean strategy tools, frameworks and methodologies. Diambil dari http://www.blueoceanstrategy.com
Top Related