Download - Diktat Penj.mutu

Transcript
Page 1: Diktat Penj.mutu

I. MUTU BAHAN PANGAN

Bahan pangan adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan pangan. Sedangkan

produk pangan adalah hasil penanganan atau pengolahan bahan pangan. Meskipun

kondisinya jauh berbeda, keduanya mengalami proses penurunan mutu. Bahan pangan

mengalami penurunan mutu dari sejak dipanen atau ditangkap hingga ke tangan konsumen,

baik konsumen akhir maupun antara. Konsumen akhir merupakan konsumen yang langsung

menangani bahan bangan tersebut untuk dikonsumsi. Konsumen antara menangani bahan

pangan untuk dikirim kepada konsumen akhir (pedagang) atau ditangani dan diolah lebih

dahulu menjadi produk pangan (industri) bagi kebutuhan konsumen akhir. Meskipun

keduanya adalah konsumen antara, mempengaruhi penurunan mutu, dan upaya yang dapat

dilakukan untuk menghambat penurunan mutu tersebut

I.1 Sifat bahan pangan

Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu sifat

fisik, kimiawi, dan biologis.

I.1.1 Sifat fisik

Sifat fisik yang memiliki hubungan erat dengan sifat dari bahan pangan antara lain

sifat alometrik, tekstur, kekenyalan, koefisien gesek, dan konduktivitas panas. Sifat

fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan

sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode penanganan dan atau

bagaimana mendesain peralatan pengolahan terutama peralatan pengolahan yang

bersifat otomatis.

Sifat Alometrik

Kekuatan, ukuran, bentuk bahan pangan merupakan sifat fisik penting yang berperan

dalam pengolahan. Sifat fisik tersebut dapat menentukan metode penanganan dan

disain peralatan pengolahan. Ukuran dan bentuk fisik merupakan sifat dasar yang

penting. Pada kerang-kerangan, dimensi kerang, rasio dimensi kerang, rasio volume

ruang dengan volume total dan berat kerang dapat membantu dalam penetuan

peralatan penanganan dan potensi daging per wadah. Informasi mengenai ukuran dan

bentuk bahan pangan dapat membantu dalam pembuatan alat seleksi (Gambar 1.1.).

Jenis bahan pangan, kondisi pertumbuhan, tempat hidup dan faktor lingkungan

lainnya akan berpengaruh terhadap dimensi bahan pangan dan dengan sendirinya akan

berpengaruh terhadap rasio dimensi peralatan.

1

Page 2: Diktat Penj.mutu

Gambar 1.1. Alat sortasi buah

Tekstur

Tekstur dapat dinyatakan sebagai manifestasi sensoris dari struktur pangan dan

bagaimana struktur bereaksi terhadap gaya yang dikenakan, rasa khusus terlibat yang

terlihat, kinestetis dan pendengaran (Szczesniak, 1990).

Tekstur adalah kumpulan dari sifat-sifat (atribut) yang timbul dari elemen struktur

pangan dan bagaimana dia akan mendaftar rasa fisiologis (Sherman, 1970).

Tekstur bahan pangan beraneka ragam, mulai dari yang tekstur halus hingga kasar.

Tekstur bahan pangan berkaitan dengan perlindungan alami dari bahan pangan

tersebut. Namun dari sisi sebagai bahan pangan, tekstur memiliki kaitan erat dengan

cara penanganan dan pengolahan bahan pangan. Pengujian tekstur bahan pangan

sudah banyak dilakukan dengan menggunakan alat penggunting atau penusuk.

Informasi yang diperoleh akan berguna untuk menentukan berapa kekuatan yang

diperlukan apabila akan menggunakan produk tersebut.

Kekenyalan

Kekenyalan bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah dan jenis tenunan pengikat

yang dimiliki dan tingkat kesegaran. Setiap bahan pangan akan memiliki jumlah dan

jenis tenunan pengikat yang berbeda dengan bahan pangan lainnya dan akan

mempengaruhi kekenyalannya. Daging sapi lebih kenyal daripada Pengukuran

kekenyalan bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan hardness tester atau

pnetrometer. Penggunaan pnetrometer sangat mudah. Tekan tombol di bagian atas

untuk mengatur agar jarum indikator berapa pada posisi angka nol. Letakkan ujung

bagian bawah pnetrometer ke permukaan bahan pangan yang akan diukur. Tekan

pnetrometer secara perlahan hingga jarum bergerak. Apabila jarum sudah tidak

2

Page 3: Diktat Penj.mutu

bergerak lagi, penekanan dihentikan dan angka yang ditunjuk oleh jarum adalah nilai

kekenyalan dari bahan pangan tersebut.

Koefisien Gesek

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap bahan pangan memiliki tekstur yang

berbeda dengan bahan pangan lainnya. Ada bahan pangan yang memiliki tekstur halus

(misalnya biji-bijian) atau kasar (nenas, durian, dan nangka). Tekstur ini berpengaruh

terhadap koefisien gesek. Bahan pangan dengan tekstur lebih kasar memiliki koefisien

gesek lebih besar dibandingkan bahan pangan dengan tekstur lebih halus. Dibutuhkan

energi lebih besar untuk menggeser bahan pangan dengan koefisien gesek besar.

Salah satu cara pananganan bahan pangan yang memanfaatkankoefisien gesek dari

bahan tersebut adalah pengangkutan dengan sistim ban berjalan. Pengangkutan buah

rambutan yang dilakukan dengan menggunakan sistem ban berjalan lebih mudah bila

dibandingkan dengan pengangkutan buah melon. Hal ini dikarenakan koefisien gesek

buah rambutan lebih besar, jadi relatif lebih sulit bergeser selama pengangkutan

dibandingkan buah melon. Tumpukan buah jeruk bali akan lebih tinggi dibandingkan

buah semangka. Bulatan jeruk bali yang kurang sempurna menyebabkan koefisien

geseknya lebih besar dibandingkan semangka yang bentuknya bulat sempurna.

Pengetahuan mengenai koefisien gesekan berbagai bahan pangan sangat penting

sebagai informasi dalam mendisain peralatan dan merancang sarana transportasi

produk selama penanganan atau pengolahan.

Konduktivitas panas

Pengertian konduktivitas panas adalah jumlah panas yang dapat mengalir per satuan

waktu melalui suatu bahan dengan luas dan ketebalan tertentu per unit temperatur.

Konduktivitas panas banyak digunakan dalam proses pendinginan atau pemanasan

karena berkaitan dengan transfer panas secara konduksi. Nilai konduktivitas panas

suatu bahan pangan akan bervariasi terhadap kandungan air dan temperatur.

Meningkatnya nilai kandungan air dan temperatur akan meningkatkan konduktivitas

panas.

Nilai konduktivitas panas bahan pangan juga dipengaruhi oleh kombinasi antara arah

aliran panas dengan arah serat bahan pangan. Besarnya aliran panas akan meningkat

bila memiliki sejajar dengan arah serat. Pada produk daging beku, perbedaan aliran

3

Page 4: Diktat Penj.mutu

panas antara aliran panas yang sejajar dan tegak lurus searah serat berkisar antara 10-

20 persen.

I.1.2 Sifat Kimiawi

Sifat kimiawi dari bahan pangan ditentukan oleh senyawa kimia yang

terkandung sejak mulai dari bahan pangan dipanen/ditangkap hingga diolah.

Perubahan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan tergantung dari tingkat

kematangan biologis, jeniskelamin, kematangan seksual, temperatur, suplai makanan

atau pupuk, stres, atau parameter lingkungan lainnya. Sebagian besar bahan pangan

memiliki kandungan air relative tinggi. Dengan kandungan air demikian, bahan

pangan tersebut merupakan media yang baik bagi mikroba pembusuk untuk tumbuh

dan berkembang. Upaya dilakukan untuk menurunkan kandungan air dalam bahan

pangan sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang masih

terus dikembangkan. Keberhasilan upaya ini akan dapat meningkatkan masa simpan

bahan pangan.

Pada komoditas perikanan dan beberapa bahan pangan nabati lainnya diketahui

mengandung minyak yang dapat diekstrak. Hati ikan hiu, kelapa, bunga matahari, dan

jagung merupakan sejumlah bahan pangan yang telah diketahui banyak mengandung

minyak. Minyak memiliki beberapa sifat khas, yaitu temperatur beku dan leleh,

jumlah ikatan rangkap yang menentukan tingkat kejenuhan. Jumlah minyak yang

dapat diekstrak tergantung dari jenis bahan pangan, musim, makanan yang

dikonsumsi, siklus perkawinan, dan temperature lingkungan. Tingkat kemanisan yang

dimiliki bahan pangan dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Jagung muda (baby

corn) atau ubi jalar lebih terasa manis apabila sebelum dimasak disimpan terlebih

dahulu pada suhu rendah. Pada suhu rendah, karbohidrat yang dikandung oleh jagung

muda atau ubi jalar berada dalam bentuk glukosa sehingga terasa manis. Kandungan

senyawa kimia juga akan berubah apabila bahan pangan mengalami stres menjelang

kematiannya. Ternak dan ikan yang mengalami stres berat menjelang kematiannya

akan memiliki masa simpan relatif lebih singkat dibandingkan dengan ternak dan ikan

yang tidak stres. Selama stres, ternak dan ikan banyak menggunakan energinya

sehingga cadangan energi yang dimilikinya menjadi berkurang. Energi cadangan ini

sangat diperlukan bagi ternak dan ikan untuk mempertahankan kesegaran daging

setelah kematian.

4

Page 5: Diktat Penj.mutu

I.1.3 Sifat Biologis

Sifat biologis mempunyai peranan sangat penting dalam merancang proses

penanganan dan pengolahan. Sifat biologis yang utama dari bahan pangan adalah

kandungan mikrobanya. Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan mikroba

sejak dipanen atau ditangkap. Mikroba ini tersebar di seluruh permukaan. Sebagian

mikroba tersebut merupakan mikroba asli (flora alami) yang berasal dari alam dan

melekat pada bahan pangan. Sebagian mikroba lainnya berasal dari kontaminasi.

Kontaminasi mikroba dapat berasal dari lingkungan, pakaian yang dikenakan saat

menangani atau mengolah bahan pangan, dan dari bahan pangan yang sudah tercemar.

Bila kondisi memungkinkan, kedua jenis mikroba ini secara bersamaan akan

menurunkan tingkat kesegaran bahan pangan.

I.2 Mutu dan Kualitas Bahan

Apa sesungguhnya mutu itu ?

Pertanyaan ini sangat banyak jawabannya, karena maknanya akan berlainan bagi setiap

orang dan tergantung pada konteksnya. Mutu sendiri memiliki banyak kriteria yang berubah

secara terus menerus. Mutu akan sulit didefinisikan dengan tepat.

Dari beberapa definisi diatas intisari elemen elemen mutu (Tjiptono dan Diana, 1995),

dipahami adalah sebagai berikut ::

• Mutu meliputi usaha memnuhi atau melebihi harapan pelanggan

• Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan

• Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya yang dianggap bermutu saat

ini mungkin dianggap kurang bermutu pada masa datang)

Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk

pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter

kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983). Menurut Hubeis

(1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang

dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat

organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga)

yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Berdasarkan

ISO/DIS 8402 – 1992, mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud

apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan

kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997).

5

Page 6: Diktat Penj.mutu

Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan

menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi

penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan

dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik

tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu berbeda dengan kualitas.

Pisang batu mempunyai kualitas lebih baik sebagai bahan baku rujak gula, namun pisang

yang bermutu baik adalah Cavendish karena memiliki sejumlah atribut baik. Hanya satu

karakteristik baik yang dimiliki oleh pisang batu, yaitu daging buahnya berbiji sehingga

cocok untuk rujak. Pisang cavendish memiliki sejumlah karakteristik baik, yaitu rasa yang

manis, kulitnya mulus, bentuknya menarik, dan tekstur daging buahnya lembut. Dengan

demikian, cavendish merupakan buah pisang yang bermutu baik sedangkan pisang batu

merupakan pisang berkualitas baik untuk dibuat rujak. Istilah kualitas berbeda pengertiannya

antara satu orang dengan lainnya. Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena

karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga jual bahan pangan yang mahal dianggap

lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah. Sebagai contoh, durian

monthong dari Thailand dianggap lebih berkualitas dibandingkan durian lokal yang harganya

relative murah.

I.3 Faktor yang mempengaruhi mutu

Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun

ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis

kelamin, ukuran, spesies, perkawinan, dan cacat. Faktor eksternal berasal dari lingkungannya,

seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tempat konsumen, pakan yang diberikan, lokasi

penangkapan atau budidaya, keberadaan organisme parasit, kandungan senyawa beracun,

atau kandungan polutan.

I.3.1 Spesies

Spesies ternak atau ikan mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap bahan

pangan. Spesies yang satu dapat diterima atau banyak diminta oleh konsumen

dibandingkan spesies yang lain. Demikian pula harga spesies yang satu dapat lebih

mahal bila dibandingkan spesies lainnya. Penerimaan konsumen terhadap bahan

pangan dipengaruhi oleh kecocokan kenampakan, rasa, adanya tulang halus atau

duri,tabu menurut agama, atau kebiasaan sosial.Bahan pangan yang cocok untuk

dibuat produk tertentu dianggap lebih berkualitas bila dibandingkan dengan bahan

pangan lainnya. Sebagai contoh yang khas, nenas Bogor yang rasanya manis paling

6

Page 7: Diktat Penj.mutu

enak dibuat selai nenas, sehingga nenas Bogor dianggap lebih berkualitas sebagai

bahan baku pembuatan selai nenas manis dibandingkan nenas yang berasal dari

Palembang atau si madu dari Subang.

Spesies yang satu lebih diterima oleh masyarakat di suatu daerah, sedangkan di

daerah lain spesies tersebut kurang diterima oleh konsumen. Contoh yang paling khas

adalah cumi-cumi. Di wilayah Propinsi Jawa Barat, cumi-cumi disukai dan harganya

mahal, namun di Sumatera Utara cumi-cumi ini banyak digunakan sebagai umpan

pancing. Lokasi tempat tinggal juga dapat menentukan mutu dari bahan pangan.

Masyarakat yang tinggal ditepi laut menganggap ikan lebih berkualitas dibandingkan

dengan daging ternak atau tumbuhan, namun berlaku sebaliknya bagi masyarakat

yang tinggal disekitar pegunungan.

Banyak jenis salak yang sudah dikenal, namun masyarakat lebih menyukai salak

yang berasal dari daerah Pondoh atau pulau Bali. Sebagian masyarakat menyukai

daging ayam negeri (ras) karena dagingnya dianggap lebih lunak, namun sebagian lagi

menyukai ayam kampung (buka ras) yang aroma dagingnya lebih enak. Masyarakat

ada yang menyukai sate ayam madura, namun ada pula yang cenderung mencari sate

kambing dari Brebes karena menggunakan daging kambing muda sebagai bahan

bakunya. Beberapa penggemar sate lebih menyukai sate padang yang memiliki ciri

khas menggunakan jeroan sapi sebagai bahan baku dan bubur sebagai kuahnya.

I.3.2 Ukuran

Ukuran bahan pangan juga dapat mempengaruhi mutu. Bahan pangan yang

memiliki ukuran besar dianggap lebih bermutu dibandingkan dengan bahan pangan

berukuran lebih kecil. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan pangan

berukuran besar lebih banyak dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk

membelibahan pangan sejenis namun memiliki ukuran relatif lebih kecil. Bahan

pangan berukuran besar dianggap dapat memberikan citarasa lebih baik, bagian yang

dapat dimakan (edible part) lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih

murah . Untuk membuat sayuran cap cay lebih disukai jagung muda (baby corn)

karena lebih manis dan mudah dikunyah.

I.3.3 Jarak ke konsumen

7

Page 8: Diktat Penj.mutu

Untuk beberapa jenis bahan pangan yang mudah mengalami proses penurunan

mutu, jarak antara tempat produksi bahan pakan ke tempat dimana konsumen berada

akan berpengaruh terhadap mutu. Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban

lingkungan relatif tinggi, sehingga jarak ke konsumen berpengaruh nyata terhadap

penurunan mutu bahan pangan. Bahan pangan yang mudah rusak sebaiknya diangkut

menggunakan sarana transportasi yang dilengkapi unit pendingin atau menggunakan

pesawat terbang untuk mempersingkat waktu. Di Sulawesi Tengah dan Selatan, ikan

laut dipasarkan sampai ke daerah pegunungan dengan mengendarai sepeda motor

yang dilengkapi sarana pengangkut berupa kotak berlapis stirofom. Stirofom tersebut

berperan sebagai isolator. Kotak yang diberi lapisan stirofom akan mampu

mempertahankan suhu di dalam lingkungan kotak tetap rendah, sehingga penurunan

kesegaran ikan dapat dihambat. Mahalnya harga ikan di daerah pegunungan tersebut

bukan karena mutunya yang baik tetapi lebih sebagai pengganti biaya untuk

mengangkut ikan tersebut ke pegunungan.

I.3.4 Pakan

Pakan yang diberikan kepada ikan atau ternak akan berpengaruh terhadap

citarasa ikan dan hewan ternak. Ikan yang diberi pelet akan menghasilkan daging

dengan citarasa seperti pelet, demikian pula bandeng yang memakan ganggang

tertentuakan memiliki rasa seperti lumpur. Tomat yang diberi pupuk dengan

komposisi tertentu dapat dikendalikan citarasanya, apakah mau manis, terasa asam,

atau tawar.Ikan mas di Jepang diberi pakan berupa kepompong ulat sutra, di Israel

diberi ampas kacang dan tepung darah, sedangkan di Indonesia menggunakan pelet.

Dengan pemberian jenis pakan yang berbeda, ketiga ikan tersebut memiliki

aroma daging yang spesifik dan berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya.

I.3.5 Lokasi

Lokasi budidaya atau penangkapan ikan maupun ternak akan berpengaruh

terhadap mutu ikan atau ternak. Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi

air, dan pola migrasi akan mempengaruhi jenis dan kelimpahan makanan ikan

sehingga berpengaruh terhadap citarasa ikan. Hasil ikan yang diperoleh di daerah

dimana sedang musim perkawinan, memiliki mutu lebih rendah dibandingkan ikan

yang sama tetapi ditangkap di daerah lain. Tanaman yang dipanen di daerah Cipanas

Bogor memiliki citarasa dan penampilan berbeda dengan tanaman yang jenisnya sama

8

Page 9: Diktat Penj.mutu

tetapi dipanen di daerah Lembang. Demikian pula halnya apabila dibandingkan

dengan penampilan tanaman yang dipanen di tepi jalan raya yang ramai dilalui

kendaraan atau di sisi rel kereta api.

Tanaman kangkung darat dapat dianggap memiliki mutu lebih baik

dibandingkan kangkung air, terutama yang dipanen dari perairan yang tercemar

limbah.

I.3.6 Jenis kelamin dan masa perkawinan

Ikan dan ternak memiliki jenis kelamin dan masa perkawinan. Jenis kelamin

akan berpengaruh terhadap cita rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang

berjenis kelamin jantan lebih disukai karena rasa dagingnya menyerupai aroma daging

sapi. Kepiting Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih

memiliki telur. Udang galah berjenis kelamin jantan dengan capitnya yang besar

dianggap memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan betinanya.

Bagian daging yang dapat dimakan dari udang galah jantan lebih kecil

dibandingkan udang galah betina. Masa perkawinan juga berpengaruh terhadap mutu

daging atau ternak. Energi yang banyak dikeluarkan melakukan perkawinan

menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak mengalami perubahan.

I.3.7 Organisme parasit

Organisme parasit yang menyerang akan berpengaruh nyata terhadap mutu

bahan pangan. Parasit dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga cacing. Bakteri

dan jamur banyak menimbulkan kerugian karena kemampuannya merusak bahan

pangan. Selain penampakan bahan pangan menjadi tidak menarik, serangan bakteri

dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk.

Protozoa sering menyerang ikan dan ternak. Serangan protozoa dapat

mengakibatkan jaringan daging melunak atau luka pada kulit. Serangga juga sering

menyerang bahan pangan, baik ikan, ternak, maupun hasil pertanian. Serangga

cenderung meletakkan telurnya pada bahan pangan dan efek dari serangannya baru

terlihat setelah telur menetas.

I.3.8 Kandungan senyawa racun

9

Page 10: Diktat Penj.mutu

Kasus keracunan makanan sudah sering terjadi, baik yang dialami buruh pabrik

hingga polisi dan pengacara. Keracunan dapat disebabkan oleh tiga cara, yaitu

kimiawi, biologis, dan mikrobiologis. Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa faktor

yang dapat menyebabkan timbulnya keracunan makanan, yaitu sifat bahan pangan itu

sendiri, cara pengolahan atau penyimpanannya, dan bisa pula karena pengaruh dari

luar. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), penyakit yang timbul karena

mengonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi

makanan dan intoksikasi (keracunan makanan). Infeksi adalah peristiwa dimana

seseorang mengkonsumsi bahan pangan atau minuman yang mengandung bakteri

patogen yang tumbuh dalam saluran usus dan menimbulkan penyakit. Contoh dari

bakteri patogen tersebut adalah Clostridium perfringens, Vibrio dan

parahaemolyticus, Salmonella. Intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan

pangan mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh bakteri atau jamur. Jadi,

peristiwa keracunan terjadi karena menelan bahan pangan yang mengandung racun

(toksin) yang dihasilkan oleh mikroba. Mungkin mikroba tersebut sudah mati setelah

memproduksi racun pada bahan pangan. Beberapa jenis racun tidak dapat dirusak oleh

proses pemasakan, sehingga orang yang mengkonsumsi bahan pangan tersebut akan

tetap mengalami keracunan. Mikroba patogen yang telah diketahui dapat

menyebabkan bahan pangan menjadi beracun adalah Stapilococcus aureus,

Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus. Sebagian besar ikan aman untuk

dikonsumsi namun ada beberapa jenis ikan yang secara alami mengandung racun,

baik karena keseluruhan badannya memang mengandung racun maupun bagian

tertentu saja. Racun yang dikandung ikan tersebut dapat menyebabkan keracunan atau

mengakibatkan kematian bagi yang mengkonsumsinya. Sebagian besar ikan beracun

tersebut hidup di perairan tropis dan sub tropis.

I.3.9 Kandungan polutan

Akhir-akhir ini marak diberitakan penggunaan senyawa formalin (formaldehid)

sebagai pengawet bahan dan produk pangan. Senyawa formalin memiliki gugus

CH2OH yang mudah mengikat air dan gugus aldehid yang mudah mengikat protein.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan senyawa

formalin sebagai pengawet bahan pangan dan badan ini juga telah menginformasikan

bahwa 56 persen produk pangan yang beredar ternyata mengandung formalin. Produk

tersebut terutama pada mie, tahu, ikan segar, dan ikan asin. Sebelumnya telah

10

Page 11: Diktat Penj.mutu

diketahui penggunaan bahan pewarna non pangan dan boraks. Penggunaan kedua

bahan ini menjadi sumber polutan dalam bahan pangan. Sumber polutan dapat berasal

dari lingkungan yang mencemari, penggunaan bahan-bahan kimia non pangan, dan

penggunaan bahan-bahan yang memiliki efek samping mencemari. Polutan banyak

berasal dari lingkungan yang tercemar. Media tumbuh, peralatan dan wadah yang

digunakan dapat menjadi sumber polutan.

I.3.10 Cacat

Beberapa bahan pangan memiliki penampilan cacat sehingga terlihat kurang

menarik. Penampilan cacat ini dapat disebabkan oleh sifat genetis, faktor lingkungan,

atau serangan organisme lain.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk/Bahan Pangan 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Departemen Pendidikan Nasional.

Anonim. 2010. Interaksi bahan pangan dengan kemasan. Didownload di www. ocw.usu.ac.id tanggal 1 Februari 2012.

Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Penerbit Tarsito, Bandung.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Status regulasi cemaran dalam produk pangan. Buletin Kemanan Pangan. Nomor 6. halaman 4-5.

Winarno, FG. Keamanan Pangan 2. 2004. M Brio Press. Bogor

11

Page 12: Diktat Penj.mutu

II. JAMINAN MUTU HASIL PERTANIAN

II.1 Keamanan Pangan

Keamanan Pangan penting dalam menjamin pangan yang aman dan layak

dikonsumsi. Suplai pangan yang aman tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat

Indonesia, tetapi juga meningkatkan kualitas generasi muda kita dengan pangan yang aman

dan layak dikonsumsi. Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk terus menerus

meningkatkan mutu dan keamanan pangan dan menumbuhkan kesadaran di kalangan

masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan, sehingga kasus keracunan yang sering

terjadi di kalangan masyarakat dapat dihindari.

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang

hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman

dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu

industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar

mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Keamanan pangan bukan hanya

merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan

pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar

terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik,

nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.

Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik

perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran

dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital

peranannya dalam perdagangan dunia. Dalam modul ini akan dibahas berbagai aturan yang

melingkupi aspek keamanan pangan, analisis bahaya keamanan pangan dan berbagai

peluang untuk menguranginya.

II.2 Penyimpangan Mutu Pangan

Penyimpangan mutu adalah penyusutan kualitatif dimana bahan mangalami

penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan rusak

mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi dimakan karena

mengganggu kesehatan. Pada kondisi ini maka makanan sudah kadaluarsa atau melewati

masa simpan (shelf life).

12

Page 13: Diktat Penj.mutu

Penyusutan kuantitatif mengakibatkan kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian,

dan ini disebabkan oleh penanganan yang kurang baik atau karena gangguan biologi (proses

fisiologi, serangan serangga dan tikus). Susut kuantitatif dan kualitatif ini penting dalam

pengemasan, dan susut kualitatif lebih penting dari kuantitatif. Pengemasan dapat

mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui: perubahan fisik dan kimia karena migrasi

zat-zat kimia dari bahan kemas (monomer plastik, timah putih, korosi). perubahan aroma

(flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan O2.

Mutu hasil pertanian pangan akan dapat mengalami penyimpangan sebagai akibat

kegiatan fisiologis dari komoditas tersebut, terutama akan cepat tampak perubahannya pada

komoditas yang bersifat cepat rusak. Penanganan yang kurang baik setelah dipanen dapat

mengakibatkan terjadinya kontaminasi dengan hama dan penyakit tertentu, yang selanjutnya

dapat merubah kondisi atau tingkat kesegaran atau kesempurnaan bahan pangan tersebut.

Mikrobia adalah penyebab yang paling banyak terjadi yang akan mengakibatkan

penyimpangan mutu. Perlakuan fisik dan atau mekanis selama penanganan segar, dapat

menyebabkan luka atau memar pada bahan pangan tertentu. Luka atau memar akan

menimbulkan adanya kontaminasi atau proses pelayuan dan pembusukan berlangsung lebih

cepat.

Penggunaan bahan-bahan kimia baik sebelum ataupun sesudah panen, seringkali

meninggalkan residu pada bahan pangan. Residu kimia banyak yang bersifat racun, yang

tentunya akan berdampak pada gangguan kesehatan manusia. Hasil pertanian pangan

setelah dipanen biasanya disortir untuk memperoleh keseragaman dalam satu atau beberapa

hal tertentu, misalnya ukuran berat, keseragaman bentuk, warna, tingkat kematangan, dan

lain sebagainya. Sortasi dapat dilakukan pula dengan tujuan untuk memperoleh keutuhan

secara fisik (tidak cacat), yang disebabkan oleh adanya serangan hama atau penyakit

sebelum panen atau sebelum disortasi. Pada komoditas serealia, keseragaman bentuk,

ukuran, dan tingkat kematangan biji sangat dipentingkan. Pada beras, mutu beras dibedakan

menjadi : beras kepala, beras pecah (broken), dan menir. Tingkat kematangan yang seragam

pada buah-buahan dapat ditunjukkan oleh warna kulit buah yang seragam. Seperti telah

dikemukakan sebelumnya, penyimpangan mutu dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara

lain akibat hama dan penyakit sebelum dipanen, pada waktu penyimpanan di gudang,

kerusakan fisik, kerusakan mekanis, dan kerusakan fisiologis. Kerusakan dapat pula terjadi

oleh karena “salah simpan” misalnya buah-buahan terlalu lama disimpan di lemari

pendingin.

13

Page 14: Diktat Penj.mutu

Hama tanaman atau hama gudang akan meninggalkan bekas pada buah atau biji,

serangan mikroba juga akan menimbulkan tandatanda tertentu seperti bercak-bercak hitam

atau abu-abu, atau ada pula yang mengakibatkan pangan tersebut mengalami proses

pembusukan. Pembusukan ini pada gilirannya menyebabkan kerusakan fisiologis.

II.3 Pengembangan Sistem Jaminan Mutu

Pengembangan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan sektor Pertanian

mengacu sepenuhnya kepada Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang

Standardisasi Nasional. Secara teknis, seluruh operasional standardisasi tersebut sudah

dituangkan dalam Sistem Standardisasi Nasional (Surat Keputusan Kepala BSN

No.3401/BSN-l/HK.71/11/2001) yang mengatur tentang Kelembagaan, Sumber Daya

Manusia, Sistem Mutu dan proses Sertifikasi dan Akreditasi.

Ruang lingkup Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan ini meliputi Produk

Pangan dan Non Pangan untuk komoditi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan

Peternakan dengan mengadopsi berbagai sistem mutu yang berkembang terutama Sistem

Mutu ISO 9001:2000, Sistem Mutu Lingkungan ISO 14000 : 1997 dan Sistem Mutu

berdasarkan Sistem HACCP. Di samping itu pengembangan Sistem Pangan Organik,

Sistem Jaminan Varietas dan Registrasi/Pendaftaran Produk Pangan yang beredar baik yang

berasal dari produksi dalam negeri maupun produk pangan impor.

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1) Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian selanjutnya disebut Sistem Jaminan

Mutu adalah tatanan dan upaya untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu

sesuai standar atau persyaratan teknis minimal.

2) Pangan hasil pertanian adalah pangan segar yang berasal dari tumbuhan dan hewan

yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang

dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan.

3) Bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk

mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

4) Program Keamanan Pangan berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP) adalah suatu konsepsi manajemen mutu untuk memberikan jaminan

keamanan dari produk pangan dengan menerapkan SNI.

5) Jaminan varietas adalah keterangan yang menunjukan kebenaran kemurnian keaslian

varietas yang dinyatakan dalam label.

14

Page 15: Diktat Penj.mutu

6) Good Agriculture Practices (GAP)/Good Farming Practices (GFP) adalah suatu

pedoman yang menjelaskan cara budidaya tumbuhan/ternak yang Baik agar

menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi.

7) Good Handling Practices (GHP) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara

Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian yang Baik agar menghasilkan pangan

bermutu, aman, dan layak dikonsumsi.

8) Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara

Pengolahan Hasil Pertanian yang Baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan

layak dikonsumsi.

9) Inspektor adalah orang memenuhi kriteria tertentu dan ditunjuk oleh lembaga penilai

untuk melakukan penilaian kesesuaian kepada pelaku usaha yang melaksanakan

operasi produksi jaminan keamanan pangan suatu unit usaha.

10)Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan

dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

11)Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau

membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak

12)Label pangan yang selanjutnya disebut label adalah setiap keterangan mengenai

pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang

disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan

bagian kemasan pangan.

13)Laboratorium penguji adalah Laboratorium penguji mutu dan keamanan pangan hasil

pertanian.

14)Lembaga Penilai Kesesuaian yang selanjutnya disebut LPK adalah lembaga yang

melakukan penilaian atau pengujian kesesuaian terhadap suatu standar.

15)Lembaga sertifikasi adalah lembaga yang menerbitkan sertifikat jaminan mutu pangan

hasil pertanian.

16)Mutu adalah nilai pangan yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,

kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan

minuman.

17)Lembaga Sertifikasi Organik yang selanjutnya disebut LSO adalah Lembaga

independen yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi organik kepada unit

usaha yang menghasilkan produk dengan menerapakan sistem organik.

15

Page 16: Diktat Penj.mutu

18)Lembaga Sertifikasi Jaminan Varietas yang selanjutnya disebut LSJV adalah

Lembaga independen yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi jaminan

atas produk dari varietas kepada unit usaha yang menerapkan sistem jaminan varietas.

19)Otoritas Kompeten Keamanan Pangan yang dalam hal ini disebut OKKP adalah unit

kerja di lingkup Kementerian Pertanian atau Pemerintah Daerah yang sesuai dengan

tugas dan fungsinya diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan sistem

jaminan mutu pangan hasil pertanian.

20)Pangan organik adalah pangan yang berasal dari suatu pertanian organik yang

menerapkan SNI Sistem Pangan Organik.

21)Pangan produk rekayasa genetik adalah pangan yang diproduksi atau menggunakan

bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses

rekayasa genetik.

22)Standar adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara

dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan

memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman perkembangan

masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-

besarnya.

23)Sertifikat hasil uji adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh laboratorium yang telah

diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang telah memenuhi standar yang

dipersyaratkan.

24)Sertifikat jaminan mutu adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga yang

telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa proses dan/atau produk telah memenuhi

standar yang dipersyaratkan

25)Ketelusuran adalah kemampuan untuk menelusur informasi pangan segar hasil

pertanian sampai pada tahapan budidaya, pasca panen, pengolahan, pengemasan dan

distribusinya, melalui skim pencatatan yang dapat diakses oleh pihak yang

berkepentingan.

26)Setiap orang adalah orang-perseorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan

hukum maupun tidak.

Menurut Hubeis (1999), konsep mutu yang berlaku umum maupun khusus pada

bidang pangan erat kaitannya dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau

16

Page 17: Diktat Penj.mutu

pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Pada tahun 1960

mengarah kepengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika berupa grafik,

histogram, tabel, diagram pencar dan perancangan percobaan. Tahun 1980-an

berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-an terfokus pada

manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM). Masih dalam Hubeis

(1999), dikatakan pula bahwa permasalahan mutu bukan sekedar masalah pengendalian

mutu atas barang dan jasa atau standar mutu barang (product quality), tetapi sudah

bergerak kepenerapan dan penguasaan TQM menuju world class performance yang

dimanifestasikan dalam ISO (International Standar’s Organization)

Sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup :

• Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh produk atau jasa, yang

menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang ditentukan (tersurat)

maupun yang (tersirat)

• Kebijakan Mutu adalah keseluruhan maksud dan tujuan organisasi (perusahaan)

yang berkaitan dengan mutu yang secara formal dinyatakan oleh pimpinan puncak

• Manajemen Mutu adalah seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan

melaksanakan kebijakan mutu yang telah dinyatakan oleh pimpinan puncak

• Pengendalian Mutu, teknik teknik dan kegiatan kegiatan operasional yang digunakan

untuk memenuhi persyaratan umum. Pengendalian mutu meliputu monitoring suatu

proses, melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian den menghilangkan

penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada tahapan rangkaian mutu yang

relevan untuk mencapai efektivitas yang ekonomis

• Jaminan Mutu adalah seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan

untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan

memenuhi persyaratn tertentu.

II.4 Manajemen Mutu Terpadu

Salah satu upaya untuk memenangkan persaingan dagang di pasar internasional

adalah memasarkan produk berkualitas baik. Komoditas yang ditawarkan harus memiliki

mutu lebih baik dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Untuk menghasilkan bahan

pangan dengan mutu yang baik, pemerintah telah menerapkan konsep Manajemen Mutu

Terpadu (MMT). Setiap industri pangan diharuskan menerapkan MMT.

17

Page 18: Diktat Penj.mutu

Memasuki era perdagangan bebas, setiap negara berusaha untuk dapat memperluas

pangsa pasar bagi komoditas yang dihasilkannya. Berbagai upaya terus dilakukan guna

mengatasi sejumlah hambatan yang menghadangnya. Pemasaran bahan pangan dapat

dilakukan di pasar lokal maupun pasar manca negara. Sebagai negara dengan penduduk lebih

dari 200 juta orang, Indonesia merupakan kawasan potensial bagi negara lain untuk

memasarkan produknya. Produsen dari berbagai negara berusaha untuk menguasai pasar

Indonesia bagi produknya.

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah wujud dari kesepakatan negara-negara di

Asia Tenggara dan kawasan sekitarnya untuk membentuk kawasan perdagangan bebas guna

meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia

serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.

Berdasarkan perjanjian AFTA, akan dilakukan penghapusan hambatan tarif (bea

masuk) dan non tarif bagi negara-negara ASEAN. Setiap negara harus mengijinkan produk

dari negara lain untuk memasuki wilayahnya, apabila negara tersebut tidak memiliki produk

sejenis. Dengan demikian, apabila tidak memiliki produk sejenis dengan kualitas yang sama,

maka negara kita akan kebanjiran produk yang berasal dari negara lain. Hal ini sudah terasa

pada komoditas buah-buahan, barang elektronik, obat-obatan, dan kosmetik. Dalam

perdagangan bebas antar negara telah dikenal dua jenis hambatan pemasaran, yaitu hambatan

tarif dan non tarif. Bila tidak dipenuhi, maka produk dari negara produsen tidak dapat

dipasarkan ke negara konsumen. Hambatan tarif antara lain berupa penentuan harga, pajak

dan kuota. Harga komoditas yang berlaku di negara tujuan ekspor, besarnya nilai pajak yang

harus dibayar ke negara tujuan, dan pembatasan kuota merupakan hambatan tarif yang dapat

mempengaruhi perdagangan antar negara.

Hambatan non tarif merupakan syarat yang spesifik dari setiap negara konsumen,

sehingga perlu dicermati agar komoditas dapat dipasarkan ke negara tersebut. Syarat yang

diajukan oleh negara konsumen dapat berkaitan dengan negaranya atau negara produsen.

Hambatan non tarif antara satu bahan pangan dengan lainnya berbeda.

Untuk menghasilkan bahan atau produk pangan yang bermutu tinggi, pemerintah

telah menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT) untuk berbagai industri pangan.

Landasan hukum yang mendasari penerapan MMT di setiap industri berbeda. Misalnya,

landasan hukum penerapan MMT dalam bidang industri perikanan adalah : (a) landasan

hukum internasional yang meliputi Code of Conduct for Responsible Fisheries, HACCP

Regulation US-FDA, Own Check UE–HACCP, dan HACCP plus– Canada; dan (b) landasan

18

Page 19: Diktat Penj.mutu

hukum nasional yang berupa : Undang-Undang Perikanan No. 9 tahun 1985; Peraturan

Pemerintah No. 12 tahun 1991; dan Keputusan Presiden No. 15 tahun 199.

Secara umum penerapan PMMT bertujuan untuk menghasilkan produk pangan

bermutu tinggi. Secara khusus, penerapan MMT bertujuan untuk : (a) mengevaluasi cara

memproduksi produk pangan untuk mengetahui bahaya yang mungkin terjadi; (b)

memperbaiki cara memproduksi bahan pangan dengan memberikan perhatian khusus

terhadap tahap-tahap proses atau mata rantai produksi yang dianggap kritis; (c) memantau

dan mengevaluasi cara menangani dan mengolah pangan serta menerapkan sanitasi dalam

memproduksi pangan; dan (d) meningkatkan pemeriksaan secara mandiri terhadap industri

pangan oleh operator dan karyawan.

Di samping tujuan yang telah diuraikan di atas, penerapan MMT dapat memberikan

manfaat khususnya bagi industri/produsen antara lain sebagai berikut : (a) memberikan dan

meningkatkan jaminan mutu (keamanan) produk yang dapat lebih dipercaya; (b) menekan

kerusakan produk karena cemaran; (c) melindungi kesehatan konsumen dari bahaya dan

pemalsuan; (d) menekan biaya pengendalian mutu dan kerugian lainnya; (e) memperlancar

pemasaran sehingga dapat mencegah terjadinya kehilangan pembeli atau pasar; (f) mencegah

penarikan produk dan pemborosan biaya produksi atau kerugian; dan (g) membenahi dan

membersihkan tempat-tempat produksi (pabrik).

Untuk memenangkan persaingan dalam era perdagangan bebas diperlukan bahan

atau produk pangan yang bermutu. Banyak bahan dan produk pangan yang belum memenuhi

standar mutu seperti ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Sebagian besar

produsen bahan atau produk pangan ternyata masih belum menjadikan mutu sebagai

orientasi. Hal ini dapat terjadi karena modalnya relatif kecil, rendahnya tingkat pengetahuan,

dan tuntutan masyarakat. Sebagian besar produsen bahan pangan masih belum menjadikan

mutu sebagai tujuan akhir. Hal ini dapat dimengerti karena modal yang dimiliki relatif kecil,

rendahnya tingkat pengetahuan, dan rendahnya tuntutan masyarakat.

Rendahnya tuntutan dari masyarakat akan mutu pangan telah berpengaruh terhadap

rendahnya orientasi mutu dari produsen. Sebagian produsen bahan pangan adalah home

industry (industri rumah tangga) yang memiliki modal terbatas sehingga perlu menerapkan

skala prioritas. Berdasarkan MMT, bagi produsen yang berskala industri rumah tangga

diwajibkan untuk menerapkan GMP secara benar di setiap proses produksinya. Dengan

demikian diharapkan kualitas bahan pangan yang dihasilkan memiliki daya tarik dan daya

saing lebih baik.

19

Page 20: Diktat Penj.mutu

Susut produksi bahan pangan dapat mencapai 20-30 persen. Susut bobot ini dapat

berasal dari limbah pasar/industri, kesalahan penanganan, dan pasar yang tidak memiliki

kemampuan untuk menyerap bahan pangan yang dihasilkan. Penerapan MMT diharapkan

dapat menekan susut bobot dengan cara menghasilkan produk sesuai prosedur yang berlaku.

Persyaratan mutu produk pangan yang ditetapkan dalam perdagangan bebas

cenderung makin ketat. Negara produsen yang mampu secara terus menerus meningkatkan

mutu akan memenangkan persaingan. Sebagai contoh, batas maksimum kandungan antibiotik

chloramphenicol yang diperkenankan dalam bahan pangan adalah 0.3 ppm Dengan

ditemukan alat pendeteksi yang lebih akurat, maka batas maksimum senyawa tersebut telah

diturunkan menjadi 0.1 ppm.

Negara berkembang tidak memiliki kemampuan untuk membuat alat pendeteksi

tersebut sehingga harus membelinya dari negara maju. Harga satu unit pendeteksi tersebut

mencapai 1 miliar. Dari fenomena di atas, terlihat bahwa produsen dari negara berkembang

harus mengeluarkan biaya dahulu untuk dapat memasarkan produknya ke negara maju.

Dengan kata lain, berapa udang yang harus diekspor ke Amerika agar keuntungan

yang diperoleh dapat menutupi biaya pembelian alat pendeteksi tersebut.

II.5 Pelaksanaan MMT

Kondisi industri pangan di negara Indonesia masih beragam, baik dari teknologi

yang digunakan maupun skala usahanya. Berdasarkan keragaman tersebut, penerapan MMT

di industri pangan dilakukan secara bertahap. Pada dasarnya, MMT merupakan gabungan

dari dua kegiatan utama, yaitu kelayakan dasar dan Hazard Analisys and Critical Control

Point (HACCP). Dalam pelaksanaan MMT, penerapan HACCP dapat dilakukan apabila

produsen tersebut sudah melaksanakan kelayakan dasar secara baik. Kelayakan dasar yang

dimaksud adalah Good Manufacturing Practice (GMP) atau cara memproduksi yang baik

dan Standard Sanitation Operasional Procedure (SSOP).

20

Page 21: Diktat Penj.mutu

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk/Bahan Pangan 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Departemen Pendidikan Nasional.

Anonim. 2010. Interaksi bahan pangan dengan kemasan. Didownload di www. ocw.usu.ac.id tanggal 1 Februari 2012.

Cahyono, Budi. ____ . Food Safety dan Implementasi Quality System Industri Pangan di Era Bebas. BAPPENAS.

Rachmawan, Obin. 2001. Pengelompokan dan Penyimpangan Mutu Hasil Pertanian. Departemen Pendidikan Nasional.

WHO 1998 Food Safety Programmes in The South East Asia Region, Overview and Perspective. WHO Regional Office South East Asia, New Delhi, India

21

Page 22: Diktat Penj.mutu

III.SIFAT DAN KERUSAKAN FISIK HASIL PERTANIAN

3.1 Sifat Fisik Hasil Pertanian

Hasil pertanian atau pangan mempunyai sifat yang dapat dibau, berwarna, berasa

dan memiliki perilaku mekanis. Pangan akan bereaksi dengan cara tertentu jika suatu gaya

menekan dan menghancurkannya. Pangan dapat keras, lunak, empuk atau liat, renyah atau

lembek, halus atau kasar. Selain itu pangan juga mempunyai sifat mudah atau sukar

mengalir.

Perilaku pangan ini dapat diketahui dengan dua cara yaitu pendekatan sensoris dan

pendekatan fisik. Pangan dapat disentuh, diperas, digigit, dikunyah dan lain-lain setelah itu

penguji akan memberi pendapat tentang produk tersebut. Penilaian sensoris ini bervariasi

tergantung pada subjektivitas perorangan. Sifat sensoris dapat diealuasi oleh panelis yang

menempatkan pangan pada tingkat tertentu atau kesukaan.

Dalam analisa fisik, pengetahuan dasar dan pengertian –pengertian dasar yang

mendukung analisa perlu dipahami. Hal ini ditujukan untuk memeudahkan analisa serta

pengembangan metode analisa lain.

III.1.1 Rheologi

Rheologi berasal dari bahasa yunani yaitu rheo dan logos. Rheo berarti mengalir dan

logos berarti ilmu. Sehingga rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair

dan deformasi zat padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Viskositas merupakan

suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Viskositas dinyatakan dalam

symbol “ƞ”.

Dalam mempelajari rheologi ada dua kesulitan dalam pengelompokan bahan. Jenis-

jenis pangan sangat banyak dan pada umumnya dikelompokkan dalam pangan padat dan cair.

Tetapi dari beberapa produk pangn, pengelompokan ini juga relatif sulit, sebagai contohnya

adalah susu, krim, mentega dan lain-lain tentunya sangat sulit mengelompokkan padat atau

cair.

Kesulitan pengelompokkan juga karena sifat pangan memunyai perilaku yang

berbeda pada kondisi berbeda. Dalam rheologi, beberapa pengertian dasar yang banyak

digunakan dan berhubungan erat dengan pengujian fisik bahan.

22

Page 23: Diktat Penj.mutu

Gaya, tarikan dan tekanan.

Gaya merupakan sutu kekuatan ntuk menghasilkan percepatan. Selain dapat

menghasilkan percepatan, gaya juga dapat merubah bentuk bahan (deformasi). Dalam

analisa, gaya (F) bukan merupakan kriteria yang berguna. Sebagai ilusrasi, dua produk tahu

yang beratnya sama, yang satu diletakkan di atas meja, sedangkan yang lain ditaruh diatas

meja, sedangkan yang lain ditaruh di atas paku. Gaya yang bekerja pada tahu adalah sama

besar yaitu sebesar berat tahu, tetapi luas permukaan yang kontak dengan tahu sangat

berbeda. Akibat yang ditibulkannya juga sangat berbeda. Dengan demikian, gaya dibagi

dengan luas permukaan kontak lebih berarti daripada gaya itu sendiri yang biasa disebut

dengan tekanan. Untuk kasus lain, dapat juga disebut dengan tarikan jika gaya menarik

bahan per satuan luas.

Deformasi dan Strain

Gaya yang bekerja pada bahan akan mengakibatkan terjadinya keadaan tertekan

(stress) dan bahan mengalami perubahan ukuran/bentuk (deformasi) yaitu bertambah panjang

atau menjadi lebih pendek. Pengukuran deformasi yang sangat berguna adalah pengukuran

deformasi relatif. Sebagai contoh adalah produk dodol yang mempunyai panjang mula-mula

L dan mengalami pertambahan panjang l etika diterapkan gaya. Panjang dodol akhir adalah

sebesar L + l sehingga l/L adalah deformasi relatif atau disebut strain.

Adanya stress menyebabkan strain, tetapitingkatnya bergantung pada jenis bahan

yang diuji. Dengan stress yangsama pada produk dapat menunjukkan strain yang lebih besar

atau lebih kecil. Untuk beberapa material denan strain yang sedang, penelitian menunjukkan

bahwa stress secara numerik sama dengan strain yang dikalikan dengan satuan konstanta

(modulus elastisitas).

Stress = Strain x Modulus

Aliran dan laju strain

Deformasi yang terjadi produk-produk cair biasanya disebut dengan aliran (flow).

Dalam perhitungan ini waktu sangat menentukan dalam pengukuran. Seagai contoh jiika ada

dua cairan, air dan saus tomat dimasukan dalam corong yang berukuran sama, begitu corong

dibuka maka cairan akan mengalir ke bawah. Waktu yang diperlukan untuk cairan melalui

corong berbeda-beda. Jika dalam deformasi elastis, hanya tingkat dformasi yang

23

Page 24: Diktat Penj.mutu

diperhatikan sedangkan dalam viskositas, tingkat deforasi dibagi waktu yang perlu

diperhatikan. Dengan kata lain pada bahan cair, laju deformasi merupakan pertimbangan

utama.

Jika pada produk elastis, strss dan strain dimasukan dalam perhitungan, maka pada

produk cairan, keadaan yang menghubungkan stress dan strain adalah laju strain. Jika pada

produk padat, elatis konstanta disebut modulus, sedangkan pada produk cair disebut

koefisien viskositas. Dengan demikian persamaannya adalah :

Stress = laju strain x koefisien viskositas

III.1.2 Kelembaban

Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat

diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan relatif.

Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer. Sebuah humidistat digunakan

untuk mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah

pengawalembap (dehumidifier). Dapat dianalogikan dengan sebuah termometer dan termostat

untuk suhu udara. Perubahan tekanan sebagian uap air di udara berhubungan dengan

perubahan suhu. Konsentrasi air di udara pada tingkat permukaan laut dapat mencapai 3%

pada 30 °C (86 °F), dan tidak melebihi 0,5% pada 0 °C (32 °F).

Kelembapan absolut mendefinisikan massa dari uap air pada volume tertentu

campuran udara atau gas, dan umumnya dilaporkan dalam gram per meter kubik (g/m3).

Kelembapan spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap air di udara dengan rasio

terhadap uap air di udara kering. Kelembapan spesifik diekspresikan dalam rasio kilogram

uap air, mw, per kilogram udara, ma . Rasio tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

III.1.3 Warna

Warna merupakan paramater fisik pangan yang sangat penting. Kesukaan

konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan olah warna. Konsumen telah mempunyai

gambaran tertentu tentang produk dari warnanya. Sebagai contoh, pada umumnya warna

daging sapi yang menarik adalah merh cerah, kalau warnanya berubah menjadi lebih gelap,

maka penerimaan konsumen juga berkurang.

24

Page 25: Diktat Penj.mutu

Walaupun merupakan parameter penting, pernyataan warna lebih banyak dinyatakan

dalam bentuk kata. Dengan menyatakan dalam verbal, pernyataan warna merupakan bagian

paling sulit. Beda orang akan memberikan pertanyaan yang berbeda tentang warna. Sebagai

contoh warna merah, ada yang menyatakan merah saja, ada yang menyatakan merah darah,

merah gelap dan lain-lain. Kondisi ini akan dipersulit jika faktor yang menentukan warna

tidak diperhatikan. Sebagai contoh, warna apel yang sama dapat menjadi berbeda pada

sumber cahaya yang berbeda. Dengan demikian , faktor-faktor yang menentukan warna

adalah :

- Sumber cahaya

- Individu

- Ukuran

- Latar belakang

- Sudut pandang

Jika warna dinyatakan dalam bentuk verbal, pada umumnya dinyatakan dalam

bentuk warnanya sendiri (merah, kuning dan lain-lain). Sedangkan ntuk menyatakan warna

yang lebih sistematis dapat diikuti dengan kata tambahan di belakang warna itu sendiri

seperti merah cerah, hijau muda dan lain-lain. Walaupun demikinan pernyataan ini juga

sangat relatif bergantung siapa yang menyatakan. Untuk itu penggunaan alat ukur warna

akan memudahkan dalam menyatakan warna. Aplikasi alat ukur warna akan memudahkan

dalam menyatakan warna.

3.1 Kerusakan Fisik Hasil Pertanian

Faktor-faktor fisik/mekanis yang dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian segar

dan bahan pangan olahan adalah :

a. Stress atau tekanan fisik, yaitu kerusakan yang diakibatkan karena jatuh atau oleh

adanya gesekan.

b. Vibrasi (getaran), yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan atau kemasan

selama dalam perjalanan atau distribusi.

Untuk menanggulanginya dapat digunakan bahan anti getaran. Jenis perlindungan yang dapat

diberikan kepada bahan pangan atau kemasan bahan pangan untuk mencegah kerusakan

mekanis tergantung dari model dan jumlah tumpukan barang atau kemasan, jenis transportasi

(darat, laut atau udara) dan jenis barang. Kemampuan kemasan untuk melindungi bahan yan

25

Page 26: Diktat Penj.mutu

dikemasnya dari kerusakan mekanis tergantung pada kemampuannya terhadap kerusakan

akibat tumpukan di gudang atau pada alat transportasi, gesekan dengan alat selama

penanganan, pecah atau patah akibat tubrukan selama penanganan atau getaran selama

transportasi. Beberapa bahan pangan misalnya buah-buahan yang segar, telur dan biskuit

merupakan produk yang sangat mudah rusak dan memerlukan tingkat perlindungan yang

lebih tinggi untuk mencegah gesekan antara bahan, seperti penggunaan kertas tissue,

lembaran plastik, kertas yang dibentuk sebagai kemasan individu (misalnya karton untuk

telur, wadah buah dan lain-lain). Bahan-bahan pangan lain, dilindungi dengan cara

mengemasnya dengan kemasan yang kaku dan pergerakannya dibatasi dengan dengan

kemasan plastik atau stretch/shrink film yang dapat mengemas produk dengan ketat. Peti

kayu atau drum logam merupakan kemasan dengan perlindungan mekanis yang baik

Kemasan ini sekarang sudah digantikan dengan bahan komposit yang lebih murah yang

terbuat dari kotak serat (fiberboard) dan polipropilen.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. ____. Kelembaban. Didownload di www.wikipedia.org. Pada tanggal 1 Februari 2012.

Mulier, HG. 1973. An Introduction to Food Rheology. Heinemann. London.

Rachmawan, Obin. 2001. Pengelompokan dan Penyimpangan Mutu Hasil Pertanian. Departemen Pendidikan Nasional.

Yuwono, Sudarminto. 2001. Pengujian Fisik Pangan. UNESA Press. Surabaya.

26

Page 27: Diktat Penj.mutu

IV. PENYIMPANGAN PENGGUNAAN

BAHAN TAMBAHAN MAKANAN KIMIA

IV.1 Bahan Tambahan Makanan

Bahan makanan dan hasil pertanian umumnya, pada hakikatnya merupakan bahan

kimiawi alam yang tidak menyimpang dari kaidah-kaidah kimiawi bahan lainnya.

Demikian juga sifat-sifat fisisnya tak menyimpang dari benda-benda alam lainnya.

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya

tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan

penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan

pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah

bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk

pangan atau produk pangan.

Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja

ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam

proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk

memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan,

dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut Codex, bahan tambahan

pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan

secara sengaja pada proses pengolahan makanan.

Bahan tambahan makanan ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak

(Saparinto, 2006). Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh

Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih

mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan

tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat

27

Page 28: Diktat Penj.mutu

mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh

pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak

mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik

dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,

pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau

kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan

mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang

akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah

residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),

antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan;

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak

memenuhi persyaratan;

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara

produksi yang baik untuk pangan;

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas

yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini

aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI

(Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily

intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen. Di Indonesia telah disusun peraturan

tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut

Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.

28

Page 29: Diktat Penj.mutu

IV.2 Jenis Bahan Tambahan Makanan

Berdasarkan sumbernya terbagi menjadi alami dan buatan sedangkan berdasarkan

fungsinya dapat di golongkan sebagai berikut :

IV.2.1 Penyedap Rasa

1. Pemanis

Alami

Merupakan bahan pemberi rasa manis yang diperoleh dari bahan-bahan

nabati maupun hewani. Contoh : gula tebu, gula merah, madu dan kulit kayu

manis.

Buatan

Adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan bahan tambahan

makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis

buatan tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Sebagaimana pemanis

alami, pemanis buatan juga mudah larut dalam air. Beberapa pemanis buatan

yang beredar di pasaran di antaranya adalah aspartam, sakarin, siklamat,

sorbitol,dan assesulfam K

2. Penguat rasa dan aroma

Alami

Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan.

Jenis bahan penyedap ini banyak sekali. Biasanya bahan-bahan ini

dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan, Contoh: bawang,

merica, terasi, daun salam, jahe, cabai, daun pandan dan kayu manis dll.

Buatan

Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah

vetsin atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai

micin. MSG tidak berbau dan rasanya merupakan campuran rasa manis dan

asin yang gurih. Mengonsumsi MSG secara berlebihan akan menyebabkan

timbulnya gejala-gejala yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome.

Tanda-tandanya antara lain berupa munculnya berbagai keluhan seperti

pusing kepala, sesak napas, wajah berkeringat, kesemutan pada bagian leher,

rahang, dan punggung.

IV.2.2 Konstituen

Alami

29

Page 30: Diktat Penj.mutu

a) Agar-agar adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah dari rumput laut

atau alga.

b) Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis Kolagen yang secara

alami terdapat pada tulang atau kulit binatang.

1. Gom Arab adalah salah satu produk getah (resin) yang dihasilkan dari

penyadapan getah pada batang tumbuhan legum

Buatan

1. Aluminium amonium sulfat (pada acar ketimun botol)

2. Kalium glukonat (pada buah kalengan)

3. Aluminium silikat (untuk susu bubuk)

4. Kalsium aluminium silikat (untuk garam meja)

IV.2.3 Pewarna

Pewarna adalah bahan yang dapat memberikan atau memperbaiki warna pada

makanan. Dengan menggunakan pewarna, makanan bisa tampak lebih menarik dan

menjadi lebih bervariasi. Berikut ini adalah jenis-jenis pewarna alami dan buatan

yang sering di gunakan :

Alami :

1. Anato (oranye), antara lain digunakan untuk es krim keju dan lain-lain.

2. Karamel (coklat hitam), biasanya digunakan dalam proses pembuatan selai,

jeli,atau jamur kalengan .

3. Beta-karoten (kuning), terdapat dalam wortel.

4. Kapsaisin (merah), terdapat dalam cabai merah.

5. Klorofil (hijau), terdapat dalam daun suji dan daun pandan biasanya

6. digunakan pada saat proses pembuatan kue.

7. Kunyit (kuning)

Buatan :

1. Tartazine (kuning-jingga)

2. Sunset Yellow (merah-jingga)

3. Carmoisine (merah)

4. Quinoline Yellow

5. Ponceau 4R (merah terang)

6. Brilliant Blue FCF, biasanya digunakan untuk es krim

7. Eritrosit (merah

30

Page 31: Diktat Penj.mutu

IV.2.4 Pengawet

Alami

Bagaimana cara nelayan menjaga agar sisa ikan yang tidak terjual dalam keadaan

segar tidak cepat membusuk dan tetap laku di pasaran? Yah, mereka

menggunakan garam sebagai bahan pengawet untuk membuat ikan asin.

Meskipun rasanya sudah berbeda dengan ikan segar, ikan asin masih tetap

berprotein tinggi. Contoh-contoh pengawet alami adalah gula merah, garam,

kunyit, kulit kayu manis, cengkih, gulatebu.

Buatan

Pengawet buatan ini ada berbagai macam, antara lain benzoat, sulfit, propil galat,

garam nitrit, asam asetat, propionat, dan sorbat

IV.3 Penyimpangan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Aturan penggunaan bahan tambahan makanan di Indonesia telah dituangkan di dalam

Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Bahan tambahan makanan yang dilarang

adalah sebagai berikut :

1. Natrium Tetraborat (Boraks)

2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)

4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)

Selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti

rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis),

dan kalsium bromat (pengeras).

Walaupun sudah terdapat larangan yang pasti tentang penggunaan bahan tambahan

makanan tersebut, dewasa ini masih banyak terdapat penyimpangan penggunaan bahan

tambahan makanan yang dilakukan oleh seorang produsen maupun penjual makanan.

Tujuan mereka semata-mata hanya untuk meningkatkan keuntungan semata tanpa

memandang kesehatan konsumen.

31

Page 32: Diktat Penj.mutu

Menurut Syah (2005) pengaruh bahan tambahan makanan terhadap kesehatan

umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali tidak

menyadari bahaya penggunaan bahan makanan yang tidak sesuai dengan peraturan.

Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan makanan yang

sering dilakukan oleh produsen makanan, yaitu :

o Menggunakan bahan makanan yang dilarang penggunaannya untuk makanan. Misalnya :

Pengawet makanan menggunakan formalin, Pewarna makanan menggunakan rodamin

(pewarna pakaian)

o Menggunakan bahan tambahan makanan melebihi dosis yang diizinkan.

Misalnya pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir (nimbrah)

dan bisa menyebahkan mual dan pusing.

Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk

memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel yang

dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003,

dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia

berbahaya, seperti :

· Rhodamin B

· Boraks

· Formalin

Di Indonesia, industri kecil, menengah dan besar diawasi oleh tenaga inspektur

pangan yang profesional untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi syarat dan

aman. Sedangkan untuk industri pangan yang tidak terdaftar, tidak rutin dikunjungi oleh

inspektur pangan dan produsen mungkin tidak sadar hukum atau bahaya yang ditimbulkan

oleh bahan kimia yang mereka gunakan.

Laporan food watch ini menjelaskan tentang masalah penggunaan BT (bahan

tambahan) yang dilarang oleh produsen pangan, menggambarkan hasil analisisnya dan

menyediakan informasi tentang BTP yang aman.

Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat

menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak disalahgunakan pada pangan dan

kosmetik di beberapa negara. Kelebihan dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan,

berbahaya jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi

32

Page 33: Diktat Penj.mutu

iritasi pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di pasar

untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai besar, dikemas ulang

dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat terbeli oleh industri kecil untuk

digunakan dalam pangan.

Boraks

Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan flavor.

Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks

untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3)

digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat

masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit

kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan

5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian.

Formalin

Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri

pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam industri plastik, anti busa, bahan

konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan mebel. Formaldehida juga digunakan untuk

mengawetkan mayat dan mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat

menyebabkan kanker dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada

tenggorokan dan perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat

menyebabkan kematian.

Hasil yang akan dipaparkan berikut ini mungkin tidak menggambarkan keamanan

pangan yang beredar secara akurat. Karena proses pengambilan sampel dilakukan oleh

inspektur pangan yang mengumpulkan sampel untuk melihat apakah produk tersebut

memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS). Mereka menggunakan

ketrampilan dan pengalaman untuk menyeleksi sampel yang akan dianalisis yang diduga

mengandung BT yang dilarang. Beberapa pangan ditemukan mengandung rhodamin B,

boraks atau formalin Hasil analisis sampel yang TMS adalah rhodamin B (dari 315 sampel,

155 sampel mengandung rhodamin-B / 49%), boraks (dari 1222 sampel, 129 sampel

mengandung boraks /11%) serta formalin (dari 242 sampel 80 sampel mengandung

ormalin / 33%). Berikut ini adalah data hasil survei pangan yang mengandung maupun tidak

mengandung bahan berbahaya. Data MS berarti sampel tidak mengandung bahan

berbahaya. Pangan yang mengandung rhodamin B di antaranya kerupuk, makanan ringan,

terasi, kembang gula, sirup, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, dawet, bubur,

33

Page 34: Diktat Penj.mutu

gipang, ikan asap dan es cendol. Produk yang terbanyak ditemukan mengandung rhodamin

B adalah kerupuk, terasi dan makanan ringan ( Tabel 1).

Seperti yang terlihat pada Tabel 2, pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah

mie basah, bakso, makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak

mengandung boraks.

Tabel 3 menunjukkan lebih dari separuh sampel mie (51%) dan lebih dari 1/5 (22%) tahu

yang dianalisis mengandung formalin. Hanya satu sampel pangan yang lain (bakso)

engandung formalin. Sebanyak 13 sampel mie basah mengandung formalin dan boraks.

34

Page 35: Diktat Penj.mutu

DAFTAR PUSTAKA

BSN.1995.SNI Bahan Tambahan Makanan SNI No01.0222.1995. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.

Cahaya, S. 2003 . Bahan Tambahan Makanan, Manfaat dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Info Kesehatan. USU. Medan.

Departemen Kesehatan Republik Indanesia, 1979. Peraturan Menteri Kesehatan 235/Men.Kes/PerNU1979. Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.

Depmmen Kesehatan RepubIik Indonesia, 1985. Peraturan Menteri Kesehatan 235&kn.Kes/Per/V/l985. Tentang Zat Pewama Tertentu Yang Berbahaya, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Buku Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup bersih dan Sehat Ditatanan Tempat;Tempat Umum. Penyuluhan Kesehatan masyarakat, Jakarta.

35

Page 36: Diktat Penj.mutu

V. BAHAYA MIKROBIOLOGI PADA PRODUK PERTANIAN

5. 1 Salmonella

Salmonella adalah jenis bakteri yang pertama diisolasikan oleh Theobald Smith

taahun 1885 dari isolate babi. Nama jenis Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari

Daniel Edward Salmon adalah ahlipatologi Amerika. Walaupun sebenarnya rekannya

Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali

menemukan bacterium tahun 1885 pada tubuh babi. Bentuk bakteri Salmonella adalah

berbentuk batang dengan diameter 0,7- 1,5um, panjang 2 – 5 um, flagellated, gram stain –

negative, tidak menghasilkan spora . Hampir seluruh Salmonella mampu menghasilkan

Hydrogen sulfide yang dapat dengan mudah dideteksi dengan cara menumbuhkan pada

media yang mengandung ferrous sulfate. Salmonella yang tumbuh disekitarnya akan

berwarna hitam pada area pertumbuhannya. Salmonella dapat menyebabkan penyakit pada

manusia , hewan dan burung (unggas). Henis Salmonella sebanyak 2.500 tipe.

Gejala-gejala salmonella

Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan. Penyakit

yang disebabkan Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciriorang yang mengalami serangan

salmonellosis adalah , diare, keram perut dan demam dalam waktu 8 -72 jam setelah makan

makanan yang terkontaminasi oleh salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala,

mual dan muntah-muntah. . Tiga serotype utama jenis S. enteric adalah S. typhi, S.

typhimurium dan S. entiritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus ( Typhoid fever),

karena invasi bakteri kedalam pembuluh darah dan gastroenritis, yang disebabkan keracunan

makanan/intoksikasi. Gejalam dema tifus meliputi demam, mual-mual, muntah dan kematian

( karena dehidrasi). S. typhi hanya menyerang pada manusia dan tidak ada inang yang lain.

Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal terhadap bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya

serta orang lanjut usia.. hal ini disebabkan karenakekebalan tubuh ( imun) mereka yang

menurun.

36

Page 37: Diktat Penj.mutu

Pencegahan

Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan menggunakan

air panas, sabun , terutama setelah menangani telur-telur , unggas dan daging mentah serta

menjaga kebersihan makan yang dikonsumsi.. Penggunaan sabun anti bakteri telah

direkomendasikan oleh beberapa penyelidik. Dan memakan makan yang mentah atau

setengah matang sepertitelur, daging atau yang lain. Menghindari kontak langsung dengan

carrier hewan dari Salmonella ( contohnya kura-kura, ular, babi) juga mungkin mencegah

Otoritas kesehatan publik melaksanakan peraturan perundangan kebersihan rumah

makan atau restoran dan dilengkapi dengan tempat cuci tangan, pengeriing atau tisutelah

membantupencegahan adanya penyakit salmonella.Otorita-otoritas kesehatan juga melakukan

penarikan-penarikan produk ketika produk-produk tercemar Salmonella atau organisme yang

mengeluarkan racun. Pada tahun 2009, ada penarikan makanan yang mengandung kacang

( peanut bytter, coolies, crakers) . Pada bulan bmaret 2009 di California ada penarikan

produk-produk dari kacang-kacang pistachiodan juga untuk tomat pada tahun 2008.

Peneliti sudah dapat menemukan beberapavaksi musalkan Ty21 untuk demam

typhoid untuk bentik oral dan suntikan (Vicps). Demikian juga untuk hewan dan unggas.

Peneliti juga sedang berusaha untuk mengembangkan vaksin-vaksin lain untuk semua tipe

infeksi salmonella.

Media tumbuh

Untuk menumbuhkan Salmonella dapat digunajan berbagai macam media, salah

satunya adalah media Hektoen Enteric Agar . media yang lain dapat digunakan adalah SS

agar, bismuth sulfide agar, brilliant green agar, dan xylose-lisine-deoxycholate (XLD) agar.

HEA merupakan media selektif-diferensial. Media ini tergoong selektif karena terdiri dari

bile salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan beberapa

gram negative, sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella.Media ini

digolongkan menjadi media defrensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella dengan

bakteri lainnya dengan cara memberikan tiga jenis karbohidrat padamedia, yaitu laktosa,

glukosa san salisin, dengan komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella tidak dapat

memperfermentasi laktosa, sehinggaasam yang dihasilkan hanya sedikit karena hanya berasal

dari fermentasi glukosa saja. Halini menyebabkan koloni Salmonella akan berwarna hijau-

37

Page 38: Diktat Penj.mutu

kebiruan karena asam yang dihasilkannya bereaksi dengan indikatror yang ada pada media

HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue.

5. 2 Escherichia coli ( E. Coli)

Pengertian

E. coli merupakan bakteri negative yang berbentuk batang yang hidup nya pada usus

manusia dan binatang. Yang menemukan adalah Theodor Escherichia coli, pada tahun

1885berbentuk batang (coccobasi) gram negative, ukuran kuman 0,4 – 0,7 µm x 1.4 µm.

Bakteri tersebut dapat digunakan sebagai indicator sanitasi karena hidup pada tinja yang

dapat menyebabkan diare, mutaber atau maslah pencemaran lainnya. E. Coli merupakan flora

normal didalam usus manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk kedalam organ

atau jaringan lain. Dapat menimbulkan pneumonia, endocarditis, infeksi pada luka, abses

pada berbagaiorgan, menigtis dan dapat menyebabkan diare (Enjang I, 2003).

Kebanyakan strain E.Coli tidak berbahaya , tetapi E. coli (EHEC) OUO4:H2I mampu

menghasilkan toksin (verotoxin) mapu menyebabkan kerusakan pada sel-sel darah dan ginjal

. Jenis bakteri ini menyebabkan wabah di jerman. Escherichia coli OIO4:H4 adalah starain

langka dasi baktreri E. coli . Meskipun stain kaebanyakan tidak berbahaya dan tinggal di usus

manusia sehat dan hewan , strain ini menhasilkan racun yang kuat dan dapat menyebabkan

penyakit yang serius seperti sidrom uremik hemolitik. Kombinasi huruf dan anggka dalam

nama bakteri mengacu pada penanda spesifikm ditemukan pada permukaan dan

membedakannya dengan jenis lain E.Coli

Escherichia coli OIO4:H4 menyebakan wabah serupa dengan Escherichia coli OI57:H7

strain memproduksi toksin Shiga. Shiga racun bertindak dengan menghambat sintesis protein

dalam sel target dengan mekanisme yang mirip dengan racun risin dihasilkan oleh Ricinus

communis. Setelah masuk sel , fungsi protein sebagai glikosidase-N, membelah nukleobasa

terdiri beberapa RNA sintentis, protein ribosom demikian berhenti, juga disebut SLTEC

( Inggris coli toksin Shiga seperti coli) SLTEC adalah penyebab paling umum gejala

gastrointestinal dan diare.

38

Page 39: Diktat Penj.mutu

Konsumen dapat mencegah infeksi dengan Escherichia coli OI57:H7pnfeksi dengan

memasak daging sapi, susu yang di pasturesasi dean mecico tangan dengan hati-hati. Sumber

lain yang mudah terinfeksi adalah taoge, slada , susu dan jus. Maka bahan-bahan tersebut

sebelum di konsumsi perlu dilakukan perlakuan misalkan dengan pemanasan .

Klasifikasi ilmiah Escherichia coli

Domain : Bacteria

Phylum : Protebacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Pemeriksaan laboratorium

1. Media Pemupuk

Spesimen ditanam pada media Escherichia coli broth, dimana media tersebut

meningkatkan E . coli. Setelah diinkubasikan 18 – 24 jam, dimana pada media

differensial dan selektif

2. Media Differential dan selektif ( Soemarnom 2000)

Blood Agar Plate : Koloni sedang, abu-abu, smooth, keeping, haemolytis atau

anhaemolytis

Mac Conkey : koloni sedang, merah bata atau merah tua, metallic, smooth, keeping

atau sedikit cembung

EMB Agar : koloni sedang, smooth, keeping kehijauan – hijauan, metallic

Endo Agar : Koloni besar, bulat, smooth, merah – merah tua, metallic.

39

Page 40: Diktat Penj.mutu

Epidemiologi

Dalam air yang kotor, bakteri golongan coliform terdapat dalam kepekaan yang secara

kasar menyampai tingkat [encemaran tinja. Dengan kata lain bilamana anggota bakteri

golongan coliform ditemukan dalam air, kemungkinan bakteri penyebab penyakit juga

terdapat didalam air tersebut, misalnya Salmonella dan vibrio cholera (Jawatz, melnick dan

Adelberg’s, 2005)

Diagnose Laboratorium

Diagnose laboratorium penyakit diare yang disebabkan oleh E. coli masih sulit

dilakukan secara rutin , karena pemeriksaan secara tradisional dan serologi seringkali tidak

mampu mendeteksi kuman penyebabnya. Deteksi sebagian besar strain E. coli pathogen

memerlukan metode khusus untuk mengidentifikasi toksin yang dihasilkan. Sampai saat ini

metode yang ada masih memerlukan tes dengan binatang percobaan dan kultur jaringan yang

cukup mahal dan nkurang praktis. Beberapa metode baru berdasarkan tes imunologi dan

teknik hibridasi DNA sudah dikembangkan , tetapi belum beredar di pasaran luas. Misalnya

tes Elisa ( Anzyme –linked immunosorbent assay). Particle agglunation methods Co-

agglutination dengan protein A Staphylococus aureus yang telah berikatan dengan

antibodyterhadap enterotoksin E. coli, hibridasi DNA – DNA pada kolonikuman atau

langsung pada specimen tinja ( Karsinah, H.M. lucky, Suharto dan H>W.

Mardiastuti, 1994)

Pengobatan

Kuman E. coli yang diisolasi dari onfeksi di dalam masyarakat biasanya sensitive

terhadap-obat antimikroba yang digunakan untuk organism gram negative, meskipun terdapat

juga strain- strain resisten, terutama pada pasien dengan riwayat pengobatan antibiotika

sebelumnya. Pada pasien yang terkena diare, perlu dijaga keseimbangan cairan dan

elektrolitnya (Karsinah, H.M. lucky, Suharto dan H>W. Mardiastuti, 1994)

Antibiotik tidak boleh digunakan atau obat anti diare comoloperamida untuk wabah ringan.

Untuk diare menyarakan konsumsi banyak cairan dan menghindari hidrasu

40

Page 41: Diktat Penj.mutu

Pencegahan

Untuk menhindari supaya tidak tertular E. coli, berikut cara pencegahan yang bias

dilakukan adalah :

1. Pemberian air susu Ibu (ASI) secara eklusif, sampai umur 4 – 6 bulan. Pemberian ASI

mempunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya. Bayi yang mendapat ASI lebih

sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah resiko kematiaanya jika

disbanding bayi yang tidak mendapat ASI. Dalam 6 bulan pertama, kehidupan resiko

mendapat diare yang membutuhan perawatan dirumah sakit mencapai 30 kali lebih

besar pada bayi yang tidak disusui daripada bayi yang mendapat ASI penuh. Hal ini

disebabkan karena ASI tidak membutuhkan botol, dot dan air yang mudah

terkontaminasi dengan bakteri yang mungkin menyebabkan diare. ASI juga

mengundang antibody yang melindungi bayi terhadap infeksi yeruttam diare, yang

tidakterdapat pada susu sapi atau formula

2. Konsumsi buah dan sayuran mentah

Cuci buah dan sayur nyaman dengan air, konsumsi direkomendasikan dalam kasus

buah-buah dan sayur-sayuran tanpakulit. . pencucian diharapkan selama 5 menit dan

dalam air ditambahkan sodium hipoklorit air minu yang aman ( 70 ppm) . kemudian

buah atau sayur dicuci dengan air mengalir

Hindari terjadi kontaminasi silang, seperti penggunaan khusus pisau , piring,

permukaan dll, sehingga dapat mencegah kontaminasi produk disanitasi produk tidak

cocok untuk konsumsi.

3. Air yang cukup, biisa membantu membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan,

mencuci peralatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi.

4. Mencuci tangan ( sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum

menyiapkan makanan atau makan)

5. Disinfeksi permukaan dan peralatan, dengan menggunakan sodium hipoklorit, garam

kaurtener, dll dan telah disetujui untuk digunakan dalam industry makanan.

6. Membuang tinja yang benar. Karena tinja merupakan sumber infeksi yang dapat

menyebabkan diare.

41

Page 42: Diktat Penj.mutu

VI. STANDAR SANITASI OPERATIONAL PROCEDURE (SSOP)

Standar Sanitasi Operaional adalah suatu prosedur standar operastional sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah terjadi kontaminasi terhadap bahan panganm Kontaminasi dapat didefinisikan sebagai pecemar an yang disebabkan oleh unsure dari luar, baik berupa bahan asing maupun mahluk asing. Mahluk yang sering menyebabkan pencemaran adalah mikroba, protozoa, cacing, serangga dan tikus.

Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi sebelum bahan pangan dipanen atau ditangkap, Setelah dipanen atau ditangkap, proses kontaminasi dapat berlangsung disetiap tahapan penanganan, pengolahan hoiingga bahan pangan dikonsumsi oleh konsumen. Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi karena bahan pangan merupakan media yang baik bagi mikrobia . Sebagin besar unsure yang terdapat di dalam bahan pangan merupakan unsure yang dibutuhkan oleh mikrobia untuk tumbuh dan berkembang.

Kontaminasi dapat terjadi karena bahan pangan bersentuhan dengan sumber kontaminasi yang ada pada tubuh hewan. Selama penanganan, bagian daging yang bersinggungan dengan saluran pecernaan tau kukit ajan mengalami kontaminasi karena kuduanya nerupakan sumber pencemar mar. . kulit dan saluran pencemaran merupakan sumber utama mikrobia.

Akibat yang ditimbulkan karena kontaminasi adalah bahan pangan menjadi tidak baik dan mengalami susut bobo, mutu, kesehatan , ekomi, maupun sosial. Untuk mencegah terhadinya kerugian tersebut diatas, sebaikknya pemilihan bahan pangan harus memperhatikan tingkat segerannya, lokasi tempat asal bahan pangan tersebut dan hindari pemilihan bahanpangan yang beracun atau tercemar.

Untuk mencegah pencemaran bahan pangan, pr5odusen harus memperhatikan sanitasii lingkungan. Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam dalam melakukan sanitasi lingkungan

KOMPONEN- KOMPONEN SANITASI

1. Air

Air merupakan komponenpenting karena dapat melarutkan bahan kontaminan yang terdapat pada bahan atau alat . Maka air yang digunakan hrus memenuhi syarat baik dari fisdsik, kimia maupun mikrobiologis. Secara fisik dari warna, kekeruhan, baua , rasa. Kimia keasaman harus netral dengan ph sekitar 7, Mikrobiologi tidak terdapat mikrobia terutama mikrobia pathogen. Maka air yang tidak bersih menyebakan kontaminasi terhadap bahan atau alat yang dibersihkan dengan air

Sebaiknya digunakan air bersih dan mengalir agar kotoran dari bahan pangan sebelumnya ridak dicemari bahan pangan yng dicuci kemudian.. Padas beberapa industry apangan air yang digunakan dicamopur dengan es, fungsinya untuk menurunkan suhu . Hal ini digunakan terhadap bahan yang mudah mengalami

42

Page 43: Diktat Penj.mutu

penurunan mutu.. Sumber air yang dapat digunakan dapat berasal dari PAM, air sumur atau air laut. Apabila air berasal dari sungai perlu dilakukan perlakuan misalkan dilakukan pengendapan, penyaringan secara bertahap kemudian dilakakun pemberian tawas, kaporit sehingga air akan terbebas dari mikrobia terutama patogen Untuk menjamin kebersihan air tersebut perlu dilakukan monitoring secara berkala setiap hari.

2. Peralat dan pakian

Peralat dan pakuian kerja yang digunakanoleh pekerja dalam menangani atau mengolah bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminansi. Peralatan akan kontak langsung terhadap bahan pangan atau produk pangan harus mudah dibersihkan, tahan karat (korosi), tidak merusak, dan tidak bereaksi dengan bahan.

Peralatan harus dicuci dengan air hangat untuk memudahkan untuk menghilangkjan kerak atau minyak yang melekat pada alat dan kemudian dibersihkan dengan air bersih, kemudian dijemur dengan panas matahari. Setelah kering dilanjutkan dengan proses sterilisasi dapat menggunakan pada peralatan dapat digunakan air denngan kandungan klorin berkisar 100 – 150 ppm. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi ulang, peralatan yang sudah dicuci harus ditiriskan dan disimpan ditempat yang bersih.

Peralatan yang digunakan untuk membersihkan peralatan pengolah dan mendesinfeksinya sebaiknya tersedia dalam jumlayh memadai. Peralat yang digunakan untuk bahan pangan semuanya harus dijaga kebersihan setiap saat

Berbagai bahan yang digunakan sebagai pelumas peralatan atau mesin pengolah dan berbagai bahan kimia untuk memversihkan dan mendesinfeksi harus dibei label yang jelas. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan.

Pakaian kerja yang digunakan dalam industry pangan harus dijamun kebersihannya. Pakian kerja meliputi sepatu boot, jas kerja, sarung tangan, masker , pakian kerja dan tutup rambut . Pkian kerja harus dicuci setiap hari kemudian dikeringkan dan disimpan ditempat yang bersih.. Sepatu harus dicuci dan disikat kemudian dicuci dengan air yang dicampur dengan klorun 150 ppm.

3. Pencegahan kontaminan silang

Kontaminan silang adalah kontaminasi yang terjadi karena adanya kontak langsung atau tidak langsungn antara bahan pangan yang sudah bersih dengan bahan pangan yang masih kotor. Kontaminasi silang dapat terjadi dalam industry pangan .

Beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi silang adalah :

a. Konstruksi, disain dan lay out pabrik pangan.

43

Page 44: Diktat Penj.mutu

Kontruksi, desain bangunan, dan lay out pabrik pangan dapat menjadi penyebab kontaminasi silang bahan pangan. Bangunan industry oangan akan mempengaruhi penempatan sarana dan prasarana yang digunakan.

Fasilatas untuk penerimaan bahan pangan harus selalu dalam keadaan bersih, bebas dari kerikil atau bahan lain yang dapat dimanfaatkan seranggadan hama untuk tinggal. Fasilitas penerimaan sebainya ditutupdengan aspal atau semen atau bahan lainnya dan dilengkapim dengan drainase yang memadai.

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, penempatan sarana dan prasarana di ruangan penangnan atau pengolahan harus dapat memisahkan alur antara bahan yang belum bersih dengan alur bahan yang telah bersih . Pemisahan tersebut harusnya berjauhan untuk menghindari terjadinya kontak.

Pintu masuk dan keluar harusn selalu tertutup dan dapat dibuka padasaat keryawan, bahan baku, produk pangan , peralatan dan bahan lainnya akan masuk atau keluar meninggalkan ruangan,

Bangunandurancang sedemikian rupa sehingga mampi untuk mengeluarjan udara dari ruangan . Bangunan garus naoy nebcegahnya nasuknya serangga dan tikus

Jendelakacaharus diperhatikan jumlahnya. Jumlah jendela akan akn berpengaruh intensitas masuknya sinar matahari sehingga akan mempengaruhi suhu ruangan. Selain juga akan berpengaruh kerjadari AC , intensitas matahari juga akan berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan mikrobia pencemar.

b. Kebersihan karyawan

Karyawan yang terlibar dalam kegiatan penganganan dan pengolahanbahan pangan akan berpengaruh terhadap kontaminasi silang. Pakaian seragam yang tidak bersih dapat sebagai sarana mikrobia penyebab kontaminasi silang.. Karyawan yang kurang sehatjuga merupakan sumber kontamisasi sehingga harus dilarang untuk bekerja.

Sebelum melakukan penanganan atau pengolahanbahan pangan, kedua tangan harus dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun . Lakukan disinfektan yerhadap tangan atau penutup tangan apabila akan menyentuh bahan pangan. Gunakan baju pelindung yang tahan air.

Apabila prosesprodiksi tekah sekesai cucilah ttangan dengan sabun khusun cuci dan keringkan pakaian pelindungyang tahan air. Dan apabila perlu dilakukan disenfejsi terhadap tangan atau penutup tangan. Segera tinggalkan ruang oenangan atau pengolahan, buka pakian pelindung kemudian disimpan pada tempat untuk mencegah terjadinya kontaminasi

44

Page 45: Diktat Penj.mutu

c. Aktivitas dan perilaku karyawan

Aktivitas dan perilaku karyawan sebaiknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan karena dapat menyebabkan kontaminasi silang. Kebiasaan menggaruk dan bersenda gurau dapat menjadi sumber kontaminasu. Bahan pangan yang jatuh ke lantai jangan diambil dndisatukan bahan pangan lainnya meskipun jatuhnya belum lima menit.

Selama bekerja jangan ada satupun karyawan yang merokok meludahm, makan , mengunyah permen karet atau menyimpan makanan di ruang pengolahan. Konsentrasi selama bekerja akan memperkecil resiko kecelakaan kerja. Biasakan untuk membuang sampah pada tempatnya.

d. Pisahkan bahan baku dengan produk pangan

Bahan baku kemungkinan masih mengandung bmikrobia pencemar, sedangkan produk pangan sudah tidak mengandungmikrobia. Tindakan yang dilakukanuntuk memisahkan antara bahan baku dan produk pangan dapat memperkecil peluang terjadinya kontaminasi silang.

Pemisahan bahan baku dengan produk pangan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan mengatur alur proses sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak langsung n diantara keduanya maupun kontak tidak langsung melalui pekerja Oleh kerenanya, karyawan yang bekerja dibagiuan bahan baku sebaiknya tidak berada ndibagian produk akhir.

e. Kondisi sanitasi ruang kerja dan peralatan yang digunakan

Ruang kerja dan peralatan yang tidak terjaga sanitasinya, dapat menjadi sumber terjadinya kontaminasi. Ruang kerja harus selalu dibersihkan agar tidak menjadi sumber penyebab kontaminasi silang. Harus juga diperhatikan sanitasi disekitar ruang kerja yang data mempengaruhi sanitasi ruang kerja

Peralatan kerja harus tersedia dalam jumlah memada, tergantung volume pekerjaan . Penggunaan satu peralatan untuk satu jenis bahan atau produk pangan harus dilaksanakan dengan ketat. Peminjama peralatan dari bagaian bahan baku untuk digunakan di bagaian produk akhir tidak boleh dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi silang.

f. Penyumpanan dan perawatan bahan pengemas

Bahan pengemas harus disimpan dalam ruang penyimpanan yang bersih dan terjaga suhu maupun kelembaban udaranya. Kelembaban dan suhu udara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Jamur biasanya tumbuhy baik pada kemasan dari karton yang lembab.Demikian pulaterhadap serangga yang kecil.

Bahan pengemas yang sudah rusak harus dikeluarkan dari ruang penyimpanan karena berpengaruh terhadap bahan pengemas lainnya. Jamur yang sudah tumbuh

45

Page 46: Diktat Penj.mutu

pada bahan pengemas akan berusaha tumbuh dan menyebarkan diri ke bahan pengemasan yang ada disekitarnya. Bahan pengemas yang sudah rusak dimakan serangga atau tikus sebaiknya dibuang. . Demikian pula bahan pengemas yang sudah kena iar seni atau kotoran tikus. Bila ada potongan tubuh, air seni, atau kotoran serangga maupun tikus maka sebaiknya ruang penyimapanan bahan pengemas segera dibersihkan.

Selama penyimpanan, bahan pengemas harus dikemas secara baik . Pengemasan ditujukan untuk mencegah pencemarandan memudahkan penggunaan produk pangan . Kemasan harus mampu mengatasi gangguan terhadap produk pangan, baik yang disebabkan oleh serangan jamur serangga atau tikus.

g. Cara penyimpanan dan kondisi ruang penyimpanan produk

Cara penyimpanan dan kondisi ruang tempat penyimapoapanan dapat mempengaruhi terjadinya proses konytaminasi silang. Kondisi ini sangat terasa pada industry sekala besar, dimana pengiriman produkdilakukan dalam partai besar sehingga kangkala produk perlu disimpan dahulu sebelum tiba wktu pengiriman.

Produk yang disimpan pertama kali harus dikeluarkan lebih awal dibandingkan produk yang disimpan kemudian . Proses penyimpanan yang kur4ang baik bapat menyebakan produk sudah kedaluarsaseelum keluar dari ruang penyimpanan. Cara penyimpanan produk harus diatur sedemukian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Tata letak penyimpanan harus memperhatikan dan menjaga serkulai udara diantara produk-produk yang disimpan. Sirkulasi udara yang kuranglancar sering menyebabkan peningkatan suhu maupun kelembaban udara pada titik-titik tertentu.

Peningkatan suhu dan kelembaban udara akan memicu pertumbuhan mikrobia atau serangga tertentu pada bahan pangan. Penyimppanan bahan pangan harus dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan peralatan yang sesuai.

Kondisi lingkungan penyimpanan juga diperhatikan. Suhu dan kelembaban udara serta adanya cahaya matahari secara langsung dapat mempengaruhi penurunan mutu bahan atau produk pangan yang disimpan. Penurunan mutu bahan pangan biasaya diikuti dengan serangan mikrobia pecemar. Kondisi demikian pada akhirnya dapat menjadi sumber kontaminasi silang.

Penyimpanan bahan mentah dan produk pangan dilakukan dengan menyimpannya pada tempat yang telah disediaakan. Selalu hindari kontak dengan sumberkontaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perhatikan lama penyimpanan, karena bahan mentah memiliki masa simpan terbatas.

Apabila penggunakan ruang yang dilengkapi sarana pendingin untuk penyimpanan bahan pangan atau produk olahan nya harus diperhatikan suhunya. Suhu lingkungan penyimpanan bahan hewani yang sudah dibekukan diruang

46

Page 47: Diktat Penj.mutu

dingain ( cold storage) harus dipertahan suhunya [ada -18oC atau lebih rendah lagi. Suhu ruang pendingin untuk penyimpan bahan pangan asal hewani suhunya diatur berkisar 4oC hingga -1oC.

h. Penanganan Limbah

Limbah bahan pangan dikumpulkan dalam satu wadah khusus yang memiliki tutup. Limbah harus segera dibuang. Apabila akan dibuang, tidak boleh menarik perhatian serangga maupun binatang lainnya. Tutuplah wadah limbah dengan benar agar tidak tumpah dan baunya tidak mencemari ruang kerja atau menyebabkan kontaminasi.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, pembuangan limbah bahan pangan harus selalu dimonitor oleh seseorang operator karyawan yang khususnya ditugaskan menangani limbah.

4. TOILET

Toilet adalah tempat keryawan untuk buang air dengan demikian harus selalu bersih . Toilet harus dilengkapi dengan sabun, tissue dan tempat sampah. Ventilasi toilet harusn diatur sedemikian rupa agar tidak mencemari bahan pangan. Pintu toilet harus tidak menyerapair dan bersifat anti karat.

Kebersihan toilet harus selalu dijaga . Toilet yang tidak terjaga kebersihannya akan menjadi sumber kontaminasi yang dapat mencemari bahan pangan, baik melalui perantaraan karyawan atau binatang.

Toilet selain bersih, jumlah toilet harus memadahau dengan jumlah karyawan yang ada. Sebagai patokan , satu toilet maksimal diperuntukkan bagi 15 Karyawan.

5. Tempat Cuci Tangan dan Kaki

Tempat untuk karyawan mencuci tangan harus tersedia dalam jumlah memadai dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau. Tempat cuci tangan biasanya terletak disekitar toilet, pintu masuk, atau di disekitar cuci kaki. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan sarana pembersih tangan dan dan pengering. Bahan yang digunakan sebagai pembersih tangan harus bahan yang tidak memiliki bau agar tidak mencemari bahan pangan yang dihasilkan. Tempat untuk mencuci tangan yang terletak dibagian awal dari alur proses dilengkapi dengan sabun.

Tempat untuk cuci tangan berikutnya dapat berupa wadah berisi air yang telah ditambahkan senyawa klorin sebagai anti mikrobia. Konsentrasi senyawa klorin yang digunakan sebagai senyawa anti mikrobia adalah 50 ppm

Tempat untuk mencuci tangan dilengkapi dengan peralatan pengering ( hand drying). Tempat untuk mencuci tangan juga dapat dilengkapi dengan tissue untuk mengeringkan tangan atau bagian tubuh laiinya Sediakan tempat sampah yang memiliki tutup. Keberadaan tempat sampah diperlukan untuk mempertahankan

47

Page 48: Diktat Penj.mutu

kondisi higienes. Tempat sampah diletakkan didekat toilet, tempat untuk mencuci tangan, atau sekitar tempat unit pengolahan. Buanglah tisu dan kotoran lainnya ke tempat sampah yang telah tersedia.

Tempat untuk mencuci kaki ( sepatu) dibutuhkan untuk mencegah masuknyamikrobia dan bahan pencemar lainnya melalui kaki. Fasilitas cuci kaki biasanya terletak berdekatan dengan tempat mencuci tangan atau kamar mandi. Tempat mencuci kaki berupa genangan air yang telah ditambahkan klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi klorin berkisar 100 – 200 ppm.

6. Bahankimia Pembersih dan Sanitiser

Jenis bahan kimia pembersih dan sanitiser yang digunakn dalam industry pangan harus sesuai persyaratan yang ditetapkan. Bahan kimia harus mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri (anti mikroba). Senyaw antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba.

Antimikroba ddapat dikelompokkan menjadi antiseptic dan desinfekta. Antiseptik adalah pembunuh mikroba dengan daya rendah dan biasanya dibunakan pada kulit, misalnya alcohol dan deterjen. Desinfektam adalah senyawa kimia yangdapat membunuh mikroba dan biasanya digunakan untuk pembersih meja, lantai dan peralatan. Contoh desinfektan yang digunakan adalah senyawa klorin, hipolcorit, dan tembaga sulfat.

Bahan kimia yang umum digunakan sebagai pembersih atau sanitiser mengandung klorin sebagai bahan aktifnya.

Bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba disebut bahan pengawet (preservative). Bahan pengawet yang banyak digunakan pada makanan daan tidak beracun

Bahan Pengawet makanan yang umum digunakan

Bahan Pengawet

Konsentrasi Penggunaan

Asam propionate

0.32 % Senyawa anti jamur pada roti dan keju

Asam sorbet 0.2 % Senyawa anti jamur pada jeli, sirup dan keju

Asam Benzoat 0,1 % Senyawa anti jamur pada margarine, cuka dan minuman ringan

Na diasetat 0.32 % Senyawa anti jamur pada roti

Asam laktat Tidak diketahui

Senyawa anti jamur pada susu, yoghurt, acar dan keju

48

Page 49: Diktat Penj.mutu

Sulfur dioksida,

Sulfite

200 – 300 Senyawa anti jamur pada pada buah kering,anggur, molasess

Na nitrit 200 ppm Senyawa anti bakteri pada daging dan ikan olahan

Na klorida Unknown Mencegah bakteri pembusuk pada daging dan ikan

Gula Tidak diketahui

Mencegah mikroba pembusuk pada selai, sirup, jeli

Asap Kayu Tidak diketahui

Mencegah mikroba pembusuk pdaging, ikan dan lainnya

7. Pelabelabelan, penggunaan dan penyimpanan bahan beracun

a. Pelabelan bahan beracun

Untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan, bahan kimia untuk pembersih dan sanitasi harus diberi label secara jelas. Pemberian label yang kurang jelas memungkinkan terjadinya kesalahan penggunaan

Pemberian label untuk bahanberacun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pelabelan pada wadah asli dan wadah yang isinya akan segera digunakan. Label pada wadah asli harus memperhatikan naman dan alamat produsen, nomor register, dan intruksi cara penggunaan secara benar.

Label padawadah bahan kimia yang siap digunakan harus tertera secara jelas memperlihatkan naman bahan atau larutan dan intruksi cara penggunaan secara benar

b. Penggunaan bahan beracun

Penggunaan bahan kimia beracun, pembersih, dan sanitasi dalam industry pangan harus disesuaikan dengan petunjuk dan persyaratan pabrik

Senyawa anti septic dan Desinfektan

49

Page 50: Diktat Penj.mutu

Senyawa Kimia Mekanisme Pengerusakan Penggunaan

Etanol

(50 % – 70 %)

Denaturasi protein dan kelarutanlemak

Sebagai antiseptic padakulit skin

Isopropanol

(50 %– 70 %)

Denaturasi protein dan kelarutan lemak

Sebagai antiseptic padakulit skin

Formaldehide ( 8 %) Reaksi dengan NH2, SH dan gugus COOH

Disinfectant,kills endospores

Yodium Tincture

(2% 12 in70% alcohol)

Mengahambat aktivitas protein

Antisepticdigunakan di kulit

Gas Klorin

(Cl2) gas

Membentuk asam Hipoklorous Forms hypochlorousacid ( HClO) a Sebagai antiseptic padakulit skin sstrong oxidizing agent

Disinfektan pada air minum

Ag nitrat (Ag No3) Pengumpalan protein Antiseptik umum yang digunakan untuk mata bayi yang baru lahir

Hg Klorida Inactivates proteins by reacting with sulfide groups

Detergen ( e.g

Quarternary ammonium

Compounds)

Disrupts cell membranes Desenfiktan dan antiseptic pada kulit

Senyawa fenol (e.g asam kabolonat, lisol, hexylresorsinol, hexakhlorophen)

Denature proteins and disrupt cell membranes

Antiseptik pada konsentrasi rendah dan disinfektan pada konsentrasi tinggi

Gas etilen oksida Alkylating agent Sebagai disinfektan pada bahan sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti karet dan plastik

Prosedur penggunaan bahan beracun harus dapat mencegah pencemarn pada bahan pangan

50

Page 51: Diktat Penj.mutu

c. Penyimpanan bahan beracun

Bahan kimia pembersih harus disimpan di tempat yang khusus dan terpisah dai bahan lainnya. Demikian pula dengan bahan kimia untuk sanitasi

Bahan beracun harus disimpan diruang dengan akses terbatas. Hanya karyawan yang diberi kewenangan dapat memasuki ruangan penyimpanan tersebut.

Pisahkan bahan kimia yang digunakan untuk pangan dan non pangan. Jauhkan dari peralatan dan benda lain yang kontak dengan bahan pangan.

8. Kesehatan Karyawan

Kondisi kesehatan setiap karyawan yang bekerja harus selalu dimonitor oleh oihak oerusahaan. Karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat mencermari bahan atau produk pangan dilarang bekerja di unit penangan atau pengolahan

Jenis penyakit yang dapat menjadi pencemar dan mengkontaminasi bahan dan produk pangan antara lain batuk, flu, diare dan penyakit kulit.

Pekerja yang mengalami luka pada telapak tangannya juga harus dilarang bekerja di unit penangan dan pengolahan. Rambut pekerja sebaiknya dipotong pendek agar tidak mencemari produk pangan. Bila tidak dipotong, sebaiknya menggunakan topi pelindung. Rambut yang tidak tertutup dapat menjadi sumber mikroba pencemar.

9. Pengendalian hama

Hama harus dicegah agar tidak masuk dalam penagan atau pengolahan. Hama dapat mencemari bahan pangan dengan kotorannya maupun potongan tubuhnya. Hama juga dapat menjadi hewan perantara bagi mikroba pencemar.

Rodentia pembawa Salmonella, dan parasit. Lalat dan kecoa merupakan serangga pembawa Staphylococcus, Shhigella, Clostridium perfrigens dan C. Botulinum Sedangkan burung ia.

Pada biji-bijian, serangga menyimpan telurnya di dalam biji dan menutup lubang tersebut dengan lapisan khusus untuk melindungi telurnya dari kemungkinan gangguan. Setelah telur menetas menjadi larva , maka larva akan memakan biji tersebut dari bagian dalam. Setelah dewasa serangga tersebut meninggalkan biji yang telah berongga.

Ujntuk mengatasi serangan hama sebaiknya disiapkan program pemusnahan hama secara berkala. Fumigasi merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk mengatasi serangan hama digudang penyimpanan

VII. SANITASI DAN FITOSANITASI

51

Page 52: Diktat Penj.mutu

7. 1 Hygiene dan Sanitasi

Dalam kesehatan ada dua kata yang mempunyai arti yang hampir sama pengertiannya

yaitu hygiene dengan sanitasi. Kedua kata tersebut membahas tentang kebersihan agar

supaya kesehatan tetap terjaga. Sanitasi merupakan bahan atau lingkungan yang sehat untuk

mendapatkan manusia, hewan atau tumbuhan yang sehat. Sanitasi menitikberatkan pada

kegiatan dan tindakan untuk membebaskan dari hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya dan

dapat menggangu atau merusak kesehatan. Sedangkan hygiene adalah upaya kesehatan

dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan. Hygiene dan sanitasi mempunyai

hubungan erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Kedua hal tersebut

merupakan usaha kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit

pada manusia, hewan dan tumbuhan

7.2 Sanitasi dan Fitosanitasi (SPS)

Dalam globalisasi perdagangan dan perjalanan internasional telah mengalami

perluasan secara signifikan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Hal ini berakibat

meningkatnya perpindahan produk dari suatu negara ke negara lain, terutama pertanian arti

luas yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko kesehatan pada manusia, hewan atau

tumbuhan. Dalam perdagangan internasional (Word trade organistion,WTO) anggota-

anggotanya diwajibkan mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Tidak hanya

melindungi dari risiko yang disebabkan oleh masuknya hama, penyakit, dan gulma

(selanjutnya disebut organisme penganggu tumbuhan, OPT). Tetapi juga untuk

meminimalkan efek negatif dari ketentuan SPS terhadap perdagangan. Sehingga WTO akan

dapat melindungi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan dengan menerapkan ketentuan-

ketentuan SPS untuk mengelola risiko yang berhubungan dengan impor. Ketentuan tersebut

biasanya dalam bentuk persyaratan karantina atau keamanan pangan.

Pada perdagangan internasional dikenal dengan sanitasi yang terkait dengan

kehidupan manusia atau hewan. Sedangkan Fitosanitasi merupakan kehidupan untuk

tumbuhan. Dalam aspek perdagangan internasional secara prinsip diwajibkan melindungi

kesehatan, pada manusia, hewan dan tumbuhan baik secara ekspor maupun impor

Aspek perdagangan internasional ada kesepakatan SPS, secara prinsip berarti bahwa

dalam usaha melindungi kesehatan. Anggota WTO tidak seharusnya menggunakan ketentuan

52

Page 53: Diktat Penj.mutu

SPS yang tidak diperlukan, tidak berdasarkan pada pertimbangan ilmiah, tidak mengada-ada

atau secara tersembunyi ( tersamar) sehingga akan membatasi perdagangan internasional

Dalam kesepakatan SPS terdapat 14 pasal dan 3 lampiran , berisi tentang hak dan

kewajiban yang telah disetujui oleh anggota WTO

Hak dan kewajiban dasar yang terletak pada pasal 2 antara lain :

1. Anggota akan menjamin bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang diperlukan

untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan selama

ketetuan tersebut tidak bertentangan dengan persyaratan yang ada dalam kesepakatan

ini

2. Angggota akan menjamin bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang diterapkan

hanya untuk kepentingan menjaga kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan

tumbuhan didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah , dan tidak diberlakukan tanpa

adanya bukti ilmiah yang cukup.

3. Anggota akan menjamin bahwa ketentuan sanitasi dan fitosanitasi tidak sewenang-

wenang atau tidak dibenarkan melakukan diskriminasi diantara anggota apabila

kondisi yang sama terpenuhi, termasuk antara wilayahnya sendiri dengan wilayah

anggota lain. Ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang tidak akan diterapkan adalah

dengan tujuan tersembunyi untuk membatasi perdangangan inernasional

4. Ketentuan sanitasi dan fitosanitasi yang sesuai dengan persyaratan relevan dalam

Kesepakatan ini akan dijalankan sesuai dengan kewajiban anggota sepeti tertulis

dalam persyaratan GATT 1994 yang terkait dengan penggunaan ketentuan sanitasi

dan fitosanitas,khususnya persyaratan pada pasal 20b.

Kesepakatan SPS dijalankan oleh Komite Ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi , dimana

semua anggota WTO dapat berpartisipasi. Komite sanitasi dan fitosanitasi merupakan

konsultasi anggota WTO, secara reguler bertemu untuk berdiskusi tetang ketentuan SPS dan

efeknya terhadap perdagangan, mengawasi pelaksanaan Kesepakatan SPS dan mencari cara

untuk menghindari terjadinya potensi perbedaan pendapat . Anggoa WTO memperoleh

manfaat dengan berpastisipasi aktif dalam komite SPS. Komite ini mempunyai berbagai

aktifitas untuk membantu anggota dalam mengimplementasikan Kesepaktan SPS.

RESIKO KOMODITI

53

Page 54: Diktat Penj.mutu

Kesepakatan SPS diterapkan pada dasarnya untuk seluruh ketentuan yang perlu

dilkukan oleh anggota WTO dalam melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan

atau tumbuhan diwilayahnya dari resiko tertentu dan yang mungkin mempengaruhi

perdagangan internasional,

Resiko bagi kehidupan atau kesehatan hewan datang dari : Masuk, mapan, atau

menyebarnya OPT, organisme pembawa penyakit, organisme penyebab penyakit atau aditif,

kontaminan ( termasuk residu atau obat ternak , serta bahan-bahan dari luar) toksin atau

organisme penyebab penyakit dalam bahan pakan . Oleh karena itu impor makanan,

tumbuhan ( termasuk produk tumbuhan ) dan hewan ( termasuk produk hewan) adalah tiga

jalur masuk saling beresiko, tetapi resiko tidak hanya terdapat pada makanan dan komoditas

pertanian OPTK kelas I misalnya dari Amareka Selatan untuk menanggulangi penyakit hawar

daun Amarika Selatan.

SUMBERDAYA YANG DIBUTUHKAN UNTUK MENERAPKAN Kesepakatan SPS

Tanggung jawab dalam penerapkan Kesepakatan SPS umumnya terletak pada

departemen pemerintah dan institusi nasional yang mempunyai keahlihan dan informasi yang

terkait dengan kesehatan tumbuhan dan hewan , serta hal-hal yang terkait dengan keamanan

pangan. Organisasi yang menerapkan diantaranya termasuk Organisasi Perlindungan

Tumbuhan ( National Plant Protection Organizatiton, NPPO) dan otoritas setara untuk

kesehatan hewan dan keamanan pangan.

Maka koleksi, referensi hama dan penyakit adalah sangat penting dalam determinasi

dan demotrnsi status kesehtan tumbuhan .

Kerangka kerja kelembagaan domestik diperlukan untuk mengatur ruang lingkup

kerja, tanggung jawab dan kewenangan dari masing-masing lembaga penyusun. Di samping

itu, sistem untuk menegakkan kepatuhan terhadap ketentuan yang ada harus tersdia. Hal ini

akan meningkatkan kepercayaan dalam proses evaluasi dan penerbitan sertifikasi terkait

dengan ketentuan SPS.

Penetapan status kesehatan hewan atau tumbuhan dan pengembangan ketentuan SPS

yang tepat memerlukan pengumpulan berbagai macam informasi dari berbagai macam

sumber. Informasi tersebut mempunyai nilai jangka panjang sehingga penting untuk ditata,

dikelompokan dan disimpan dalm format yang mudah diambil apabila diperlukan.

54

Page 55: Diktat Penj.mutu

Untuk mengidentifikasi resiko dan untuk melakukan penelitian, pengembangan dan

penerapan ketentuan SPS yang didasarkan pada kaidah ilmiah , anggota WTO perlua akses

untuk mendapatkan pelatihan di bidang keahlihan yang sesuai. Akses ke bidang keahlihan

dideteksi dan diaknosis hama dan penyakit tumbuhan serta hewan diperlukan untuk

mendukung perdagangan komoditas pertanian, termasuk ketrampilan di bidang entomologi,

fitopatologi , patologi hewan, epidomologi dan taksonomi. Petugas karantina dan petugas

inspeksi yang terlatih di bidang teknik pengambilan sampel dan pendeteksian dibutuhkan

pada pintu-pintu masuk (impor) dan keluar (ekspor).

Negara-negara berkembang yang menerapkan standar internasional mampu menjaga

bahkan meningkatkan akses ke pasar untuk komoditas pertanian dan mereka dalam kondisi

yang menguntungkan untuk terus melakukannya.

PRINSIP UTAMA DALAM KESEPAKATAN SPS.

Prinsip Utama yang dimuat secara khusus dalam sepakatan SPS adalah

1. Harmonisasi

Anggota WTO berhak menetapkan ketentuan SPS untuk negara masing-masing dengan

mengacu pada persyaratan yang ada di dalam Kesepakatan SPS. Namun demikian,

anggotaWTO dalam menetapkan ketentuan SPS diharapkan tetap ada dan berpedoman

pada standar internasional sehingga pedomandan rekomendasi yang ada agar prinsip

harmonisasi dapat tercapai. Komite SPS mempromosikan dan memantau harmonisasi

internasional .

Ada tiga lembaga yang international yang diperlukan dan secara spesifik dimuat dalam

kesepaktan SPS. Ketiga lembaga tersebut sering disebut sebagai “tiga bersaudara” ( Three

Sister) antara laian :

a. Konvensi Perlindungan Tumbuhan Internasional ( International Plant Protection

Convention , IPPC) yang menangani masalah kesehatan Tumbuhan.

b. Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan ( Word Organisation for Animal Health,

OIE) yang mengani masalah kesehatan Hewan.

c. Komisi Kodeks Alimentarius (Codex Alimentarius Commsion, Codex) yang

menangani masalah keamanan pangan.

55

Page 56: Diktat Penj.mutu

Konvesi Perlindungan Tumbuhan Inernational (IPPC) adalah lembaga resmi yang

menangani masalah kesehaan tumbuhan dan dibentuk oleh Organisasi Pertanian dan Pangan

( Food and Agriculture Organization, FAO) tetapi dilaksanakan melalui kerjasama antara

pemerintah negara anggota dan Organisasi Perlindungan Tumbuhan Regional (Regional

Plant Protection Organization).

Tujuan dari IPPC adalah untuk mengkoordinasikan pekerjaan mencegah menyebarannya

danmasuknya OPT dan OPT pascapanen, dan untuk mempromosikan metode pengendalian

yang sesuai dengan efek negatif terhadap perdagangan seminal mungkin. IPPC

mengembangkan standar Inernational untuk Ketentuan Fitosanitasi (International Standar for

Phytosanitasi Measures, ISPMs). Lebih dari 25 ISPMs telah dipublikasikan sampai saat ini

termasuk : ISPMs 1 yang mencangkup prinsip-prinsip dalam perlindungan tumbuhan dan

penerapan ketenuan fitosanitasi dalam perdagangan international , 5 yang merupakan

glosarium istilah-istilah yang digunakan dalam fitosanitasi. Daftar lengkap tetang ISPMs

dapat ditemukan pada Portal Fitosanitasi Internasional (International Phytosanitary 6, yang

merupakan forum untuk melaporkan dan bertukar informasi diantara pemerintah.

Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan

Organisasi Kesehatan Hewan (OIE) dibentuk berdasarkan kesepakatan international pada

tahun 1924 dengan 28 negara anggota. Organisasi ini telah berkembang menjadi 167 negara

anggota.

Tujuan organisasi ini di antaranya meliputi pemberian jaminan tetang transparansi tetang

situasi zoonosis dan penyakit hewan global, publikasi standar kesehatan untuk perdagangan

hewan dan produk hewan, peningkatan ketrampilan di bidang peternakan, peningkatan

keamanan pangan yang berasal dari hewan dan peningkatan kesejahteraan hewan ( animal

welfare) melaui pendekatan berdasarkan kaidah ilmiah.

Standar, pedoman dan rekomendasi OIE dimuat dalam Peraturan Kesehatan Hewan Darat

(Terrestrial Animal Health Code) Petunjuk Uji Diagnosis dan Vaksin untuk Hewan Darat

( Manual of Diagnostic Test and Vacciens for Terrestral Animals), Peraturan Kesehatan

Hewan Air ( Aquatic Animal Health Code) dan Petunjuk Uji Diagnosis untuk Hewa Air

( Manual of Diagnostic Test for Aquatic Animals)

Komisi Kodeks Alimentarius

56

Page 57: Diktat Penj.mutu

Komisi Kodeks Alimentarius ( the food code, Peraturan Pangan ) adalah suatu lembaga

gabungan antara Program Standar Pangan ( Fod Standards Programme) dari Organisasi

Pangan dan Pertanian ( FAO) dan Organisasasi Kesehatan Dunia (World health

Organization). Codex mengembangkan dan mendoron implementasi standar , aturan

praktek, pedoman, dan rekomendasi yang memuat semua aspek keamanan pangan, termasuk

penanganan dan distribusi. Dalam menetapkan standar international untuk pangan, Codex

mempunya dua mandat yaitu melindungi kesehatan konsumen dan untuk menjamin untuk

diterapkannya perdagangan pangan yang adil. Codex telah mengembangkan berbagai

macam naskah khusus yang mencangkup berbagai aspek keamanan dan kulitas pangan yang

dapat ditemukan pada situs internet Codex.

2. Kesetaraan

Kesepakatan SPS mensyaratkan bahwa negara mengimpor anggota WTO menerima

ketentuan SPS dari negara peekspor anggota WTO untuk menjaga kesetaraan selam

negara peekspor secar obyektif menunjukkan pada negara pengimpor bahwa semua

ketentuan SPS yang dijalnkan mencapai ALOP negara peimpor. Kesepahaman

tentang kesetaraan dapat dicapai melalui konsultasi bilateral dn berbagai informasi

teknis.

3. Tingkat perlindungan yang sesuai ( appropriatelevel of protection, ALOP)

Menurut kesepakatan SPS, tingkat perlindungan yang sesuai (ALOP) adlah

tingkatperlindungan yang dianggap sesuai oleh anggota WTO untuk melindungi

kehidupan atau kesehatan mnusia, ewan, atu tumuhan dalam wilayahnya. Pemahaman

dan peningkatan kesejahteraan hewantentang perbedaan antara ALOP yang ditetapkan

oleh anggota WTO dan ketentuan SPS adalah penting. ALOP adalah suatu tujuan umum,

sedangkan ketentuan SPS yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tsb. Determinasi

ALOP, semestinya dilakukan sebelum ditetapkannya ketentuan SPS. Masig-masing

anggota WTO mempunyai hak untuk menetapkan ALOP bagi negaranya. Namun

demikian, setiap anggota perlu pertimbangkan untuk minimalkan efek negatifnya

terhadap perdagangan . Lebih dari itu, anggota WTO disyaratkan untuk menerapkan

konsep ALOP secara konsisten; misalnya, mereka harus menghindari pembedaan yang

57

Page 58: Diktat Penj.mutu

bersifat mengada - ada atau tidak dapat dipertanggung jawabkan yang akhirnya bersifat

diskrimiatif atau pembatasan yang tersembunyi dalam perdangan international.

Pengembangan kapasitas untuk implemtasi ketentuan SPS dapat juga menguntungkan

bagi ndustri pertanian demostik.

PENILAIAN RISIKO

Kesepakatan SPS mensyarakatan anggota WTO untuk mendasarkan ketentuan SPS

mereka pada hasil enilaian resiko sesuai dengan kondsi ang ada. Dalam pelaksanaan

penilan resiko, anggota WTO disyarakatkan untuk menggunakan teknik penilaian resiko

yang dikembangkan oleh organisasi international yang relevan. Alasan anggota WTO

melakukan penilain risiko adalah untuk menetapkan ketentuan SPS yang diperlukan

pada suatu barang impor memenuhi ALOP mereka. Namun demikian, ketentuan SPS

yang diadopsi anggota WTO harus ditujukan hanya untuk memenuhi ALOP mereka dan

bukan untuk pebatasan perdagangan, perlu dipertimbangkan juga kelayakan secara teknis

dan ekonomis.

Penilaian risiko dalam kesepakatan SPS didefinisikan sebagai : Evaluasi kemungkinan

masuk, menyebar atau menetapnya suatu OPTdalam wilayah anggota WTO pengimpor

menurut ketentuan SPS yang diterapkan, dan konsekuensi potensi biologis dan ekonomis

yang terkait dengan masuk, menyebar , atau menetapnya OPT tersebut. Evaluasi potensi

efek yang merugikan pada kesehatan manusia atau hewan yang muncul akibat adanya

bahan aditif, kontaminan, toksin, atu organisme penyebab penyakit dalam makanan,

minuman, atau bahan pakan.

Pengertian praktisnya, penilaian resiko adalah suatu proses pengumpulan bukti ilmiah

dan faktor ekonomis yang relevan tentang risiko karena diijinkannya suatu barang impor

tertentu masuk ke dalam suatu negara. Suatu negara pengimpor seyogyanya mencari

informasi hal-hal terkait, misalnya OPT yang mungkin berasosiasi dengan komoditas

yang ijin impornya sedang diproses dan mencari informasi apakah OPT tersebut ada pada

pengekspor

Jenis pertanyan yang perlu dicari jawababnya adlah

Apakah OPT tersebut ada di negara anda ?

Apakah OPT tersebut telah dikendalikan ?

58

Page 59: Diktat Penj.mutu

Apakah OPT tersebut hanya ada terbatas di bagian wilayah tertentu dari negara anda ?

Sebarangan efektif prosedur yang telah diterapkan dapat menjamin produk ekspor

tersebut bebas dari OPT dan kontaminan lainnya ?

IPPC telah mengeluarkan tiga standar yangsecara khusus terkait dengan analisis risiko :

1. ISPM 2 Petunjuk untuk analisis risiko OPT (pest risk analysis, PRA)

2. ISPM 11 PRA untk OPT karantina (OPTK) termasuk analisis risiko bagi lingkungan

3. ISPM 21 PRA untuk OPT non Karantina yang perlu diatur

Analisisrisiko yang terkait dengan tangungjawab OIE dimuat dalam Buku pegangan

tetang analisis risiko untuk impor hewan dan produk hewan (Handbook on import risk

analysis for animals and animal products ) dan peraturan kesehatan hewan darat dan

air. Codex telah mempublikasikan Prinsip dan pedoman untuk penlain resiko

mikrobiologis dan Pisip untuk analisis risiko pangan hasil dari bioteknologi modern

Anggota WTO mungkin akan mengadopsi ketentuan PS ketika bukti ilmiah untuk

menyelesaikan penilaian risiko belum tercukupi. Dalam kondisi tersebut anggota WTO

disyaratkan untuk mencari dan mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan

untuk dapat melakukan penilaian risiko secara obyektif dalam kurun waktu yang dapat

diterima.

4. Kondisi regional

Kondisi regional dalam Kesepakatn SPS diartikan sebagai krakeristik SPS dari suatu

wilayah dari suatu negara, atau seluruh atau sebagian dari beberapa negara. Halitu

dapat memengaruhi besar kecilnya risiko bagi kehidupan atau kesehatan manusia,

hewan atau tumbuhan . Kesepakatan SPS mensyaratkan anggota WTO untuk

menyusaikan ketentuan SPS mereka dengan kondisi regional darimana produk itu

berasal dan kemana produk tersebu ditujukan. Secara khusus, anggota WTO

disyratkan untuk menyampaikan nformasi tetang konsep area bebas OPT atau area

kejdian OPT rendah harus menunjukkan kepada negara pengimpor anggota WTO

bahwa area tersebut masih atau kemungkinan besar meruakan area bebas OPT atau

area dengan kejadian OPT rendah.

PENETAPAN AREA BEBEBAS OPT

59

Page 60: Diktat Penj.mutu

OIE dan IPPC telah mengembakan standar untuk rea bebas OPT (PFAs). Standar yang

dipublikasikan IPPCmemberikan pedoman secara lengkap penetapan PFA untuk OPT.

ISM2 dan ISPM 4 memberikan untuk menangani pertanyaan seputar SPS pedoman

tetang survei spesifik utnuk mediteksi suatu OPTatau ntukmemetakan batas kejadian

OPT. ISMP 6 memberikan pedoman ntuk surveleinsi. ISMP 8 memberikan secara

lengkap informasi tentak teknik untuk menetapkan status OPT ada suatu area

berdasarkan catatan OPT. Pemerintah Australia baru-baru ini mempublikasikn

Pedoman surveilensi organisme peganggu tumbuhan di Asia dan Fasifik

4. Transparansi

Prinsip transparansi dalam Kesepakaan SPSmensaratkan anggota WTO untuk

menyediakan informasi tetang ketentuan SPS meekadan menyampaikan apbila ada

perubahan dalm ketentuan SPS mereka. Anggota WTO juga disyaratkan untuk

mempublikasikan peraturan SPSmereka . Persyaratan notifikasi dapat dilakukan melalui

otoritas notifikasi nasional. Masing-masing aggota WTO juga harus menominasikan suatu

lembaga nasional untuk menangani pertanyaan seputar SPS dari anggota WTO lain. Satu

lembaga mungkin bisa menjalankan dua fungsi yaitu notifikasi dan menjawab pertanyaan.

VIII. ISO MASALAH PANGAN

60

Page 61: Diktat Penj.mutu

Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di

dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang

akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk

menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan. Salah

satu contohnya adalah penetapan standar ukuran dan format kartu kredit, atau kartu-kartu

“pintar” (smart) lainnya yang telah mengikuti standar internasional ISO dan dapat digunakan

di berbagai mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di seluruh dunia, dan banyak contoh-contoh

lainnya. Dengan demikian standar internasional telah membantu kehidupan manusia menjadi

lebih mudah, serta lebih meningkatkan keandalan dan kegunaan barang dan jasa.

8.1 Pengertian ISO

Organisasi Standar Internasional (ISO) adalah suatu asosiasi global yang terdiri dari

badan-badan standardisasi nasional yang beranggotakan tidak kurang dari 140 negara. ISO

merupakan suatu organisasi di luar pemerintahan (Non-Government Organization/NGO)

yang berdiri sejak tahun 1947. Misi dari ISO adalah untuk mendukung pengembangan

standardisasi dan kegiatan-kegiatan terkait lainnya dengan harapan untuk membantu

perdagangan internasional, dan juga untuk membantu pengembangan kerjasama secara global

di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan ekonomi. Kegiatan pokok ISO adalah

menghasilkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang kemudian dipublikasikan sebagai

standar internasional.

Nama ISO

Banyak pihak melihat adanya suatu ketidakcocokan antara nama lengkap “International

Organization for Standardization” dengan kependekannya ‘ISO’, dimana ‘IOS’ dianggap

lebih tepat. Anggapan itu benar bila penetapan nama didasarkan pada kependekannya. Yang

sebenarnya, istilah ISO bukan merupakan kependekan, tapi merupakan nama dari organisasi

internasional tersebut. “ISO” berasal dari Bahasa Latin (Greek) “isos” yang mempaunyai arti

“sama” (equal). Awalan kata “iso-“ juga banyak dijumpai misalnya pada kata “isometric”,

“isomer”, “isonomy”, dan sebagainya.

Dari kata “sama” (equal) menjadi “standar” inilah “ISO” dipilih sebagai nama organisasi

yang mudah untuk dipahami. ISO sebagai nama organisasi juga dalam rangka menghindari

penyingkatan kependekannya bila diterjemahkan ke dalam bahasa lain dari negara anggota,

misalnya IOS dalam bahasa Inggris, atau OIN (Organisation Internationale de Normalisation)

61

Page 62: Diktat Penj.mutu

dalam bahasa Perancis, atau OSI (Organsiasi Standardisasi Internasional) dalam bahasa

Indonesia. Dengan demikian apapun bahasa yang digunakan, organisasi ini namanya tetap

ISO.

8.2 Kebutuhan Standar Internasional

Dengan adanya standar-standar yang belum diharmonisasikan terhadap teknologi

yang sama dari beberapa negara atau wilayah yang berbeda, kiranya dapat berakibat

timbulnya semacam “technical barriers to trade (TBT)” atau “hambatan teknis perdagangan”.

Industri-industri pengekspor telah lama merasakan perlunya persetujuan terhadap standar

dunia yang dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam proses

perdagangan internasional. Dari timbulnya permasalahan inilah awalnya organisasi ISO

didirikan.

Standardisasi internasional dibentuk untuk berbagai teknologi yang mencakup

berbagai bidang, antara lain bidang informasi dan telekomunikasi, tekstil, pengemasan,

distribusi barang, pembangkit energi dan pemanfaatannya, pembuatan kapal, perbankan dan

jasa keuangan, dan masih banyak lagi. Hal ini akan terus berkembang untuk kepentingan

berbagai sektor kegiatan industri pada masa-masa yang akan datang.

Perkembangan ini diperkirakan semakin pesat antara lain karena hal-hal sebagai berikut :

• Kemajuan dalam perdagangan bebas di seluruh dunia

• Penetrasi teknologi antar sektor

• Sistem komunikasi di seluruh dunia

• Standar global untuk pengembangan teknologi

• Pembangunan di negara-negara berkembang

Standardisasi industri adalah suatu kenyataan yang diperlukan di dalam suatu sektor

industri tertentu bila mayoritas barang dan jasa yang dihasilkan harus memenuhi suatu

standar yang telah dikenal. Standar seperti ini perlu disusun dari kesepakatan-kesepakatan

melalui konsensus dari semua pihak yang berperan dalam sektor tersebut, terutama dari pihak

produsen, konsumen, dan seringkali juga pihak pemerintah. Mereka menyepakati berbagai

spesifikasi dan kriteria untuk diaplikasikan secara konsisten dalam memilih dan

mengklasifikasikan barang, sarana produksi, dan persyaratan dari jasa yang ditawarkan.

Tujuan penyusunan standar adalah untuk memfasilitasi perdagangan, pertukaran, dan alih

teknologi melalui :

Peningkatan mutu dan kesesuaian produksi pada tingkat harga yang layak

62

Page 63: Diktat Penj.mutu

Peningkatan kesehatan, keamanan dan perlindungan lingkungan, dan pengurangan

limbah

Kesesuaian dan keandalan inter-operasi yang lebih baik dari berbagai komponen

untuk menghasilkan barang maupun jasa yang lebih baik

Penyederhanaan perancangan produk untuk peningkatan keandalan kegunaan barang

dan jasa

Peningkatan efisiensi distribusi produk dan kemudahan pemeliharaannya

Pengguna (konsumen) lebih percaya pada barang dan jasa yang telah mendapatkan jaminan

sesuai dengan standar internasional. Jaminan terhadap kesesuaian tersebut dapat diperoleh

baik dari pernyataan penghasil barang maupun melalui pemeriksaan oleh lembaga

independen.

8.3 Sejarah singkat perubahan

Pre ISO 9000

Selama perang dunia ke-2, terdapat banyak sekali persoalan mutu dalam industri

teknologi tinggi di Inggris, seperti amunisi yang meledak saat masih di pabrik pembuatnya.

Solusi yang dilakukan adalah dengan mensyaratkan pabrik untuk mendokumentasikan

prosedur serta menunjukannya dengan bukti-bukti terdokumentasi untuk membuktikan

bahwa prosedur tersebut telah dilakukan sesuai dengan yang dituliskan. Nama standar itu

dikenal dengan kode BS 5750, dan diakui sebagai standar manajemen sebab ia tidak

menyatakan apa yang dibuat, tapi bagaimana mengelola proses pembuatannya. Pada tahun

1987, pemerintah Inggris meyakinkan ISO untuk mengadopsi BS 5750 sebagai standar

internasional, dan kemudian BS 5750 menjadi ISO 9000.

Versi 1987

Standar ISO tentang SMM versi 1987 memiliki struktur yang sama dengan BS 5750,

dengan 3 (tiga) model SMM, pemilihan didasarkan pada ruang lingkup aktivitas suatu

organisasi:

ISO 9001:1987 Model, untuk penjaminan mutu (QA = quality assurance) dalam

desain, pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan bagi organisasi yang

memiliki aktivitas menciptakan produk baru.

63

Page 64: Diktat Penj.mutu

ISO 9002:1987 Model, untuk QA dalam produksi, instalasi dan pelayanan yang

dasarnya sama dengan ISO 9001:1987 namun tanpa aktivitas menciptakan produk

baru.

ISO 9003:1987 Model, untuk QA dalam pengujian dan inspeksi akhir saja.

ISO 9000:1987 dipengaruhi oleh standar militer di Amerika Serikat khususnya,

namun juga cocok diterapkan pada manufaktur. Penekanan standar ini adalah pada

kesesuaian dengan prosedur-prosedur daripada terhadap proses manajemen secara

keseluruhan.

Versi 1994

Standar ISO tentang SMM versi 1994 menekankan QA melalui tindakan preventif,

sebagai ganti dari hanya melakukan pemeriksaan pada produk akhir, namun tetap

melanjutkan pembuktian kepatuhan dengan prosedur-prosedur terdokumentasi. Dan

karenanya, seperti versi sebelumnya, organisasi cenderung menghasilkan begitu banyak

manual prosedur sehingga membebani organisasi tersebut dengan rangkaian birokrasi yang

tidak perlu.

Versi 2000

Standar ISO tentang SMM versi 2000 memadukan ketiga standar ISO 9001, 9002, and

9003 menjadi hanya satu standar yaitu 9001. Prosedur desain dan pengembangan disyaratkan

hanya jika organisasi berkaitan secara langsung dengan aktivitas penciptaan produk baru.

Versi 2000 ini membuat perubahan mendasar dalam konsep SMM ISO 9000 ini dengan

menempatkan manajemen proses sebagai landasan pengukuran, pengamatan dan peningkatan

tugas dan aktivitas organisasi, daripada hanya melakukan inspeksi pada produk akhir. Versi

2000 ini juga menuntut keterlibatan manajemen puncak dalam mengintegrasikan manajemen

mutu dengan sistem bisnis secara keseluruhan, dan juga menghindari pendelegasian fungsi-

fungsi manajemen mutu ke administrator yunior. Tujuan lainnya adalah meningkatkan

efektivitas melalui pengukuran-pengukuran statistik untuk memenuhi kepuasan pelanggan

dan peningkatan berkesinambungan.

Kritisi terhadap versi 1994, terkait dengan beban dokumentasi sistem manajemen mutu,

ditanggapi pada versi 2000 sebagai berikut:

64

Page 65: Diktat Penj.mutu

Untuk membuktikan pemenuhan persyaratan ISO 9001:2000, organisasi harus mampu

menyediakan bukti objektif (tidak perlu terdokumentasi) bahwa SMM telah diterapkan secara

efektif. Analisis dari proses sebaiknya merupakan sumber untuk menetapkan jumlah

dokumen yang diperlukan bagi SMM, guna memenuhi persyaratan ISO 9001:2000. Bukan

dokumentasi yang menentukan proses. ISO 9001:2000, memberikan fleksibilitas bagi

organisasi untuk memilih pendokumentasian SMM, memungkinkan setiap organisasi

mengembangkan jumlah minimum dari dokumentasi yang diperlukan untuk

mendemonstrasikan perencanaan yang efektif, operasi dan kontrol prosesnya serta

penerapannya dan peningkatan dari efektifitas SMM.

Penekanan bahwa ISO 9001 mensyaratkan ”documented quality management system”, and

not a “system of documents”.

Versi 2008

Pada tanggal 14 Nopember 2008, ISO telah menerbitkan standar SMM versi 2008,

yaitu ISO 9001:2008, Quality management system – Requirements. Secara umum tidak

muncul adanya persyaratan baru pada standar ini dibandingkan versi sebelumnya. Revisi

yang dilakukan adalah untuk mempertegas pernyataan-pernyataan dalam standar yang

dianggap perlu untuk dijelaskan. Misalnya: jenis pengendalian yang dapat diterapkan untuk

outsourced processes, satu prosedur tunggal dapat digunakan untuk mengatur beberapa

kegiatan yang wajib didokumentasikan, dan penyelarasan dengan standar-standar terkait yang

terbit dalam periode 2000-2008, seperti ISO 9000:2005, ISO 19011:2002, dan ISO

14001:2004.

Terkait dengan masa transisi, dari ISO 9001:2000 ke ISO 9001:2008, ISO dengan IAF

(International Accreditation Forum) menyetujui skema sebagai berikut:

12 bulan setelah publikasi ISO 9001:2008, semua sertifikat yang diterbitkan (baru

maupun re-sertifikasi) harus mengacu ke ISO 9001:2008

24 bulan setelah publikasi ISO 9001:2008, semua sertifikat yang diterbitkan sesuai

ISO 9001:2000 tidak berlaku.

Meskipun dalam masa transisi, sertifikat ISO 9001:2000 mempunyai status yang sama

dengan sertifikat ISO 9001:2008, namun organisasi yang telah memiliki sertifikat ISO

65

Page 66: Diktat Penj.mutu

9001:2000 sebaiknya menghubungi Lembaga Sertifikasi untuk menyetujui program untuk

menganalisa klarifikasi ISO 9001:2008 dengan SMM yang diterapkannya.

Organisasi yang sedang dalam proses sertifikasi ISO 9001:2000 sebaiknya berubah

menggunakan ISO 9001:2008 untuk sertifikasinya. Lembaga Sertifikasi yang telah

diakreditasi harus menjamin bahwa auditornya mengetahui akan klarifikasi ISO 9001:2008,

dan implikasinya, dalam melaksanakan audit sesuai ISO 9001:2008 tersebut. Konsultan dan

lembaga pelatihan disarankan untuk mengetahui akan klarifikasi ISO 9001:2008 serta

menentukan kebutuhan untuk memperbaharui program pelatihan/dokumentasi dan

perubahannya yang diperlukan untuk pelaksanaan pelatihan/konsultasi ISO 9001:2008.

8.4 Sistem Manajemen Keamanan Pangan : ISO 22000

Seiring dengan perkembangan kemajuan industri pangan, banyak ditemui masalah

yang berkaitan dengan ”food borne illness” atau penyakit yang disebabkan karena makanan.

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan adanya fakta ditemukannya makanan yang mengandung

susu beracun. Sebelum itu, kita juga dikejutkan dengan adanya penolakan China terhadap

produk ikan Indonesia karena dianggap tidak memenuhi standar keamanan pangan. Kejadian-

kejadian itu mengindikasikan butuhnya perusahaan untuk memiliki manajemen keamanan

pangan yang efektif (Anonymousa,2010).

Di negara Eropa dan Amerika, permasalahan ini telah diantisipasi dengan menerbitkan

suatu metode untuk melakukan risk analysis / analisa resiko terhadap bahaya yang

disebabkan oleh makanan dalam proses penyediaannya. Metode tersebut disebut HACCP

(Hazard Analysis & Critical Control Points) dan setiap organisasi yang menjual produknya di

Eropa dan Amerika, mereka wajib memenuhi persyaratan tersebut. Namun pada

kenyataannya, metode ini hanya sekedar berfungsi untuk risk analysis saja. Sedangkan

kebutuhan dunia industri pada umumnya dan industri makanan pada khususnya adalah

bagaimana meningkatkan produktivitas dari kinerja organisasi sehingga dapat meningkatkan

profit margin dan efisiensi organisasi.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) menjamin dari segi keamanannya

sedangkan ISO 9001 lebih fokus dalam menjamin kualitas produk. Dengan mengaplikasikan

HACCP dengan ISO 9001 quality management system menghasilkan sistem yang lebih

efektif daripada hanya menggunakan HACCP atau ISO 9001 secara sendiri-sendiri. Hal ini

juga bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan memperbaiki keefektifan dalam

pengorganisasiannya.

66

Page 67: Diktat Penj.mutu

Berdasarkan kebutuhan ini, dunia internasional sepakat untuk menerbitkan satu sistem

baru. ISO 22000 adalah perbaruan dari standar ISO 9000 : 9001 dan  mengkombinasikan

antara standar ISO 9000 : 9001 dengan konsep HACCP ke dalam satu standar.

8.5 Definisi ISO 22000

ISO 22000 adalah suatu standar internasional yang menggabungkan dan melengkapi

elemen utama ISO 9001 dan HACCP dalam hal penyediaan suatu kerangka kerja yang efektif

untuk pengembangan, penerapan, dan peningkatan berkesinambungan dari Sistem

Manajemen Keamanan Pangan (SMKP).

ISO 22000 menjaga keselarasan dengan sistem manajemen lainnya, misalnya ISO

9001 dan ISO 14001, untuk memastikan keefektifan integrasi sistem-sistem tersebut

(Anonymousc, 2010).

ISO 22000 merupakan standar internasional yang menggambarkan kebutuhan dari

suatu sistem manajemen keamanan pangan yang mencakup semua organisasi dalam rantai

makanan dari panen sampai produk. Unsur-unsur kunci yang menentukan keamanan pangan

sepanjang rantai makanan, meliputi :

- Komunikasi interaktif

- Sistem manajemen.

- Pengendalian dari bahaya keamanan pangan ke arah persyaratan penuh dari program

dan perencanaan HACCP.

- Peningkatan yang berkelanjutan dan pembaharuan dari sistem manajemen keamanan

pangan.

TUJUAN DICIPTAKAN ISO 22000

Tujuannya adalah untuk menyediakan satu standar yang dikenal secara internasional

untuk sistem manajemen keselamatan pangan yang dapat diterapkan dalam produk pangan

(Anonymouse, 2010).

8.6 Perbedaan ISO 22000 dengan ISO dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Lain

67

Page 68: Diktat Penj.mutu

Perbedaan yang utama antara ISO 22000 dan ISO 9000 adalah mengenai ruang

lingkupnya. Pertama dengan tujuan keamanan pangan, sedangkan yang lainnya mengarahkan

pada mutu pangan. Standar ISO 22000 dimaksud untuk menjadi bagian yang independen dan

dapat digunakan untuk semua jenis organisasi di dalam penyedia rantai makanan.

ISO 22000 lebih konsentrasi pada keamanan pangan dan prosedur instruksi

bagaimana membangun sistem keamanan pangan tersebut (Anonymousd, 2010).

Perbedaan ISO 9001:2000 HACCP ISO 22000:2005

Model SistemModel jaminan proses secara global

Analisa risiko Model jaminan proses dan analisa resiko

Lingkup Pengendalian

Mencakup ke sistem manajemen secara global tidak termasuk persyaratan teknis

Tidak mencakup ke pengendalian sistem manajemen tetapi hanya ke persyaratan teknis saja

Mencakup pengendalian terhadap sistem manajemen dan terhadap persyaratan teknis

Penerapan General. Dapat diterapkan oleh setiap jenis industri.

Spesifik. Hanya diterapkan untuk industri pangan (tidak termasuk pengendalian di industri pakan ternak yang menjadi pendukung bagi industri pangan)

Spesifik. Diterapkan di semua industri pangan dan pakan ternak yang terkait dengan industri pangan

Sertifikasi Sertifikat ISO 9001:2000

Sertifikat HACCP Sertifikat ISO 22000:2005 sudah termasuk di dalamnya ISO 9001 dan HACCP

Biaya Lebih mahal jika diwajibkan sertifikasi untuk ISO 9001 dan HACCP (2 kali sertifikasi)

Lebih mahal jika diwajibkan sertifikasi untuk ISO 9001 dan HACCP (2 kali sertifikasi)

Lebih murah karena hanya 1 kali sertifikasi sudah mencakup sistem ISO 9001 dan HACCP

Pemeliharaan Memakan waktu, tenaga dan biaya lebih besar jika diwajibkan untuk pemisahan sertifikasi antara ISO 9001 dan HACCP.Catatan : jika terpisah akan ada 2 kali internal audit, 2 kali surveillance audit dan 2 kali Rapat Tinjauan Manajemen

Memakan waktu, tenaga dan biaya lebih besar jika diwajibkan untuk pemisahan sertifikasi antara ISO 9001 dan HACCP.Catatan : jika terpisah akan ada 2 kali internal audit, 2 kali surveillance audit dan 2 kali Rapat Tinjauan Manajemen

Waktu, tenaga dan biaya lebih murah karena sistem ISO 9001 dan HACCP sudah terintegrasi

Sumber : SIEN Consultant (Anonymoush, 2008)

68

Page 69: Diktat Penj.mutu

8.7 Turunan ISO 22000

Pengembangan standar ISO 22000 dimulai pada tahun 2001, dengan rekomendasi dari

Badan Standardisasi Denmark ke sekretaris ISO

Komite teknis ISO / TC 34 (Makanan Produk). ISO kemudian mengembangkan

standarisasinya dengan Codex Alimentarius Commission (Badan Internasional Bersama,

didirikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi Pertanian) dan para ahli dari

industri makanan. Pada bulan Agustus 2005, rancangan akhir dengan suara bulat disetujui

oleh semua 23 badan standar nasional berpartisipasi dalam kelompok kerja. ISO 22000

kemudian dipublikasikan pada September 1, 2005 (Nygren, 2010).

Berikut adalah turunan ISO 22000 : (Anonymousd, 2009)

- ISO/TS 22004, sistem manajemen keamanan pangan: mengarah kepada aplikasi dari

ISO 22000:2005, yang dipublikasikan bulan November 2005, yang menyediakan

bimbingan penting yang dapat membantu organisasi yang mencakup perusahaan

sedang dan menengah yang ada diseluruh dunia.

- ISO/TS 22003, sistem manajemen keamanan pangan: merupakan kebutuhan dari asal

badan audit dan sertifikasi dari sistem manajemen keamanan pangan, akan memberi

bimbingan yang seimbang pada akreditasi (penerimaan) tentang ISO 22000 dengan

badan sertifikasi dan menggambarkan aturan untuk pengauditan sistem manajemen

keamanan pangan ketika menyesuaikan diri kepada standar ini. Dan akan diterbitkan

dalam kwartal pertama tahun 2006.

- ISO 22005, penerapan treaceability dalam makanan ternak dan rantai makanan: prinsip

umum dan bimbingan dari desain sistem dan pengembangan, akan segera dikeluarkan

sebagai draf standar internasional.

 

8.8 ISO 22003

Sistem manajemen keamanan pangan

ISO/TS 22003:2007 akan membantu untuk menciptakan kepercayaan dalam sertifikasi

keseluruh dalam persediaan rantai makanan. ISO /TS 22003 merupakan dokumen yang

terakhir dalam rangkaian ISO untuk sistem manajemen keamanan pangan, yang

menyeimbangkan kelayakan keamanan pangan dalam prakteknya di seluruh dunia. Ini

diluncurkan pada tahun 2005 dengan ISO 22000, yang didukung oleh suatu konsensus

internasional antar tenaga ahli dari pemerintah dan industri.

69

Page 70: Diktat Penj.mutu

8.9 ISO 22005

Penerapan traceability dalam makanan ternak dan rantai makanan. Standarisasi ini

memperbolehkan pengoperasian pada tiap tahapan dari rantai makanan untuk :

- Melacak alir bahan (makanan ternak, makanan, ramuan dan pengemasan mereka).

- Mengidentifikasi keperluan dokumentasi dan pelacakan dari masing-masing langkah dari

produksi.

- Memastikan koordinasi yang cukup antara para pemeran yang dilibatkan secara berbeda.

- Membutuhkan masing-masing pihak yang diinformasikan langsung dari penyalur yang

paling sedikit dan pelanggan dan lain sebagainya.

Sebuah sistem traceability memperbolehkan organisasi untuk membuat dokumen dan atau

lokasi produk melalui tahapan dan dioperasikan yang dilibatkan dalam manufaktur,

pemprosesan, distribusi, dan penanganan dari makanan ternak dan makanan, dari produk

utama ke konsumen. Oleh sebab itu mendapat fasilitas untuk identifikasi penyebab dari tidak

sesuaian dari produk, dan kemampuan untuk menggambarkan dan atau mengingat kembali

itu dibutuhkan.

CARA MENDAPATKAN SERTIFIKASI ISO 22000

Kemudahan penerapan ISO 22000 tergantung pada tiga hal pokok, yaitu kelengkapan

program sistem mutu perusahaan, besar kecilnya skala usaha dan kecanggihan teknologi

proses (Anonymousi, 2010).

            Berikut langkah-langkah pentingnya : (Anonymousc, 2010)

-    Aplikasi permohonan pendaftaran dilakukan dengan melengkapi kuestioner SMKP Audit

ISO 22000 dilaksanakan oleh NQA dengan dua tahapan utama, yang dikenal sebagai

Audit Sertifikasi Awal

-    Permohonan pendaftaran disetujui oleh NQA, berikut tahapan selanjutnya harus

dilakukan oleh klien. Pemeliharaan sertifikasi dikonfirmasikan melalui program Audit

pengawasan (surveilans) tahunan dan proses sertifikasi ulang setelah tiga tahun masa

berlakunya sertifikasi tersebut.

 

70

Page 71: Diktat Penj.mutu

Langkah Implementasi (Anonymouse, 2010)

1.      Bentuk Tim FSMS

Tim ini akan merancang dan mengembangkan FSMS dan berperan aktif dalam sistem

manajemen berkelanjutan.

2.      Bentuk tim manajemen

Tim ini akan aktif pada perancangan dan pengembangan sistem serta penerapannya

dalam kegiatan sehari-hari.  Tim Manajemen akan bertindak sebagai tim inti , membagi

tanggung jawab, menyediakan sumber daya dan mengkoordinasikan kegiatan. Tim

Manajemen dapat membuat tim kerja yang bekerja pada proses khusus yang dibutuhkan

dalam dokumentasi FSMS.

- Tiap tim kerja akan mengevaluasi proses yang ada dan persyaratan yang diperlukan.

- Proses baru atau yang dimodifikasi akan dibuat, didokumentasikan dan dikirim ke

tim manajemen untuk di review dan disetujui.

- Setelah tim kerja merancang dan mendokumentasikan proses. Latih seluruh

karyawan yang terlibat dalam proses untuk melaksanakan proses tersebut

- Bila semua proses telah dijalankan, lakukan internal audit dan tinjauan manajemen.

- Gunakan informasi dari internal audit dan management review untuk melakukan

improvement FSMS. Terapkan sistem dalam kurun waktu tertentu guna

mengumpulkan bukti untuk audit sertifikasi.

- Pastikan semua karyawan telah di training ISO 22000

- Lakukan audit sertifikasi.

Persyaratan Sertifikasi ISO 22000 (Anonymouse, 2010)

1. Persyaratan : Umum

- Organisasi harus membangun sistem yang efektif dan dapat memenuhi

persyaratan standar, dokumentasi, implementasi dan pemeliharaan sistem.

- Sistem harus di evaluasi dan diperbaharui.

2. Persyaratan : Manajemen

- Management harus terlibat dan berkomitmen pada FSMS. Manajemen membuat

kebijakan Keamanan Pangan dan harus dikomunikasikan dan diimplementasikan.

- Top Management harus terlibat dalam desain dan implementasi FSMS.

71

Page 72: Diktat Penj.mutu

- Setelah implementasi, manajemen akan melaksanakan tinjauan manajemen untuk

memastikan keefektifan sistem.

3. Persyaratan : Sumber Daya

- FSMS harus menjelaskan sumberdaya manusia dan fisik yang dibutuhkan untuk

membuat produk yang aman.

- Selama pengembangan sistem, organisasi akan mengidentifikasikan kompetensi

personil, training yang dibutuhkan serta lingkungan kerja dan infrastruktur yang

dibutuhkan

4. Persyaratan : Pembuatan produk

- Organisasi harus merencanakan semua proses yang berkaitan dengan pembuatan

produk untuk menjamin keamanan produk.

- Program pendahuluan harus ditetapkan, diimplementasikan dan dievaluasi terus

menerus.

- Tetapkan dan dokumentasikan sistem untuk :

Pengumpulan informasi awal analisis bahaya

Lakukan analisa bahaya

Tetapkan Rencana HACCP

Laksanakan aktifitas verifikasi

Telusuri produk, material dan distribusi produk

5. Persyaratan : Produk Tidak Sesuai

- Tetapkan - dokumentasi sistem untuk pengendalian semua produk tidak sesuai

- Saat Titik Kendali Kritis terlampaui, produk berpotensi tidak aman harus

diidentifikasi, di periksa, di kendalikan dan dipisahkan. Dibuat prosedur

pemisahan produk cacat untuk memastikan tindakan dapat cepat dilakukan.

- Identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan untuk

menghilangkan ketidaksesuaian dan penyebabnya.

6. Persyaratan : Validasi

- Tetapkan dan dokumentasikan proses untuk validasi control measure sebelum di

implementasikan.

- Pastikan semua pengukuran dan alat ukur serta metodenya mampu menghasilkan

akurasi yang diinginkan.

7. Persyaratan : Verifikasi

72

Page 73: Diktat Penj.mutu

- Tetapkan dan dokumentasikan proses internal audit. Training auditors, dan

rencanakan internal audit untuk memastikan FSMS berjalan efektif dan selalu

diperbaharui.

- Implementasikan proses evaluasi serta analisa hasil verifikasi dan tindakan yang

diperlukan.

8. Persyaratan : Perbaikan

- Lakukan perbaikan berkelanjutan untuk FSMS dengan menggunakan:

o         Management review/tinjauan manajemen

o         Internal audits

o         Tindakan Perbaikan

o         Hasil verifikasi

o         Hasil validasi

- Perbaharui FSMS

LEMBAGA YANG MELAKUKAN SERTIFIKASI ISO 22000

Sertifikasi ISO 22000 dilaksanakan oleh National Quality Assurance (NQA).

Lembaga tersebut merupakan lembaga jaminan mutu Amerika Serikat (Anonymousc, 2010).

KONSULTAN DAN TRAINER ISO 22000 DI INDONESIA

- ISO SIEN Consultant (Yoyo, 2010).

- PT. Bika Solusi Perdana (Anonymousf, 2010).

- QPI Quality & Productivity Improvement Consulting (Anonymousg, 2010).

APLIKASI ISO 22000

ISO 22000 dapat digunakan oleh berbagai macam organisasi yang berhubungan

secara langsung maupun tidak langsung dengan rantai makanan termasuk : (Anonymousd,

2009).

a. Produsen utama :

- Kebun.

- Peternakan

- Perikanan

- Pabrik susu

73

Page 74: Diktat Penj.mutu

b. Pengolah :

- Pengolahan ikan.

- Pengolahan daging.

- Pengolahan unggas.

- Pengolahan makanan ternak

c. Manufaktur :

- Pabrikan sup.

- Pabrikan makanan kecil.

- Pabrikan roti.

- Pabrikan gandum.

- Pembalut luka pabrikan.

- Pabrikan hidangan.

- Pabrikan bumbu.

- Pabrikan pengemasan.

- Pabrikan makanan yang dibekukan.

- Pabrikan makanan kalengan.

- Pabrikan manisan.

- Pabrikan tambahan aturan makanan.

d. Penyedia layanan makanan :

- Toko bahan makanan.

- Rumah makan.

- Kafe.

- Rumah sakit.

- Hotel.

- Tempat peristirahatan.

- Perusahaan penerbangan.

- Pelayaran.

- Rumah tua.

- Rumah pengasuh anak.

e. Penyedia layanan lainnya :

74

Page 75: Diktat Penj.mutu

- Penyedia layanan gudang.

- Penyedia layanan catering.

- Penyedia layanan logistic.

- Penyedia layanan transpotasi.

- Penyedia layanan distribusi.

- Penyedia layanan sanitasi.

- Penyedia layanan kebersihan.

f. Produk penyalur :

- Para penyalur perlengkapan.

- Para penyalur perkakas pertukangan.

- Para penyalur peralatan.

- Para penyalur bahan tambahan.

- Para penyalur ramuan.

- Para penyalur bahan baku.

- Para penyalur dari agen kebersihan.

- Para penyalur dari agen sanitasi.

- Para penyalur bahan pengemasan.

- Para penyalur dari bahan kontak dari makanan lain.

CONTOH PERUSAHAAN YANG TELAH MENERAPKAN ISO 22000

a. Contoh perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 22000 adalah

Alltech Cina. Alltech merupakan perusahaan yang memproduksi pakan ternak.

Alltech Cina memperoleh sertifikat ISO 22000 karena perusahaan tersebut sangat

menjaga sistem quality control berdasarkan program HACCP (Hazard Analysis

and Critical Control Points) (Anonymousj, 2010).

b. Selama ini PT. CPB telah membina hubungan kemitraan dengan petambak dalam

bidang budidaya maupun penyediaan pakan udang. Dengan demikian, perusahaan

dapat mengendalikan kualitas bahan baku udang. PT. Central Pertiwi Bahari (PT

CPB) adalah salah satu anak perusahaan Charoen Phokphan Grup Indonesia yang

berlokasi di Lampung, pulau Sumatera, Indonesia. Perusahaan ini memproduksi

udang mentah dan udang masak beku. Produk akhir kemudian diekspor ke USA,

negara-negara di Eropa dan Jepang (Friana, 2006).

75

Page 76: Diktat Penj.mutu

c. PT. Eastern Pearl Flour Mills (EPFM) mendapatkan sertifikat International

Organization for Standardization (ISO) 22000. Perusahaan terigu itu memiliki

tingkat keamanan pangan berkualifikasi internasional (Anonymousk, 2010).

d. GMF AeroAsia, perusahaan penerbangan internasional terbesar di kawasan Asia.

Di Indonesia pusatnya berada di Jakarta (Anonymousl, 2010).

MANFAAT PENERAPAN ISO 22000 (Anonymousc, 2010)

- Kepuasan pelanggan – melalui pengiriman produk yang secara konsisten memenuhi

persyaratan pelanggan termasuk kendali mutu, keamanan dan kepatuhan hukum

- Mengurangi ongkos-ongkos operasional – melalui peningkatan berkesinambungan dari

proses-proses yang dilalui yang berakibat pada efisiensi-efisiensi operasional

- Efisiensi-efisiensi operasional – dengan mengintegrasikan bagian awal dari

programprogram (PRP & OPRP), HACCP dengan filsafat ISO 9001 berupa Rencana-

Tindakan-Periksa-Lakukan mengenai peningkatan efektifitas dari Sistem

- Manajemen Keamanan Pangan

- Meningkatkan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan – termasuk para

karyawan, pelanggan dan rekanan

- Persyaratan kepatuhan hukum – dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu

peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh penting pada suatu

organisasi dan para pelanggan anda dan kebenaran pengujian produk melalui audit

internal dan tinjauan-tinjauan manajemen

- Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko – dengan konsistensi secara

sungguhsungguh dan kemampu-telusuran produk dari yang diproduksi

- Tercapainya kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang dijalankan – dibuktikan

dengan adanya verifikasi pihak ketiga yang independen pada standar yang diakui

- Kemampuan untuk mendapatkan lebih banyak bisnis – khususnya spesifikasi pengadaan

yang memerlukan sertifikasi sebagai suatu persyaratan sebagai rekanan

KENDALA PENERAPAN ISO 22000

Pada beberapa negara maju dan berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan

sistem HACCP mengalami kendala dalam penerapannya terutama pada usaha kecil. Kendala

yang dihadapi usaha kecil, seperti sumber keuangan, keahlian manajemen dan teknis.

Sedangkan pada usaha katering hambatannya adalah pengetahuan, pelatihan, petinggi staf,

76

Page 77: Diktat Penj.mutu

variasi produk yang besar, variasi dalam permintaan dan beban kerja, dan banyaknya pekerja

paruh waktu (Anonymousd, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung.

Kuhre, Lee, W. 1996. Sistem Pengelolaan Lingkungan. Prehalindo. Jakarta.

Pranawiyanti, Hiasinta.1999. Sanitasi, Higienis dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan

Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

Srikandi, Fardiaz. 1989. Petunjuk Praktek Mikrobiologi Pangan. IPB. Bogor

77

Page 78: Diktat Penj.mutu

IX. GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP)

9.1 Pendahuluan

Era globalisasi menuntut persaingan, khususnya untuk komoditi pertanian tidak dapat

dihindari lagi dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat, apabila pengaruh era

globalisasi tersebut tidak dapat diantisipasi, maka tidak mustahil akan berakibat pada

menurunnya daya saing yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi

pertanian Indonesia yang dipasarkan ke negara-negara mitra bisnis. Dalam kondisi ini

tantangan aspek mutu di sektor pertanian perlu diikuti dengan pemantapan penerapan sistem

standardisasi dalam seluruh rangkaian kegiatan pertanian sesuai dengan dinamika pasar di

tingkat internasional (Afrianto, 2008).

Pada abad 21 dunia pertanian dan budidaya tanaman akan menemukan tiga tantangan

yaitu:

1. memperbaiki ketahanan pangan, mata pencaharian di daerah dan peningkatan

pendapatan;

2. meningkatkan kepuasan dan variasi permintaan untuk makanan yang aman/keamanan

pangan dan produk lainya;

3. menjaga dan melindungi sumber alami FAO yakin bahwa GAP berpotensi membantu

mengadaptasi perubahan ini.

Di Thailand penerapan GAP pada produk buah dan sayuran segar telah dilaksanakan

beberapa tahun ini dan menjadi prioritas menteri pertanian. Hasilnya sangat signifikan

dimana produk pertanian baik buah maupun sayuran Thailand mampu menembus pasar dunia

sehingga tidak mengherankan apabila GAP akhir-akhir ini dipromosikan dan digunakan di

berbagai belahan dunia (Changchui,H.2005).

Di Indonesia sendiri sudah saatnya antisipasi akan quality system yang konsisten dan

keamanan pangan terutama di industri pangan dicermati dan diimplementasikan di era pasar

bebas ini. Kebijakan mutu akan kepentingan keamanan dan konsistensi quality system dari

pemerintah: aplikasi scientific theory dari para scientist; dan implementasi oleh para pelaku

bisnis perlu dijalani secara terpadu melalui teknik-teknik Pedoman Cara Yang Baik (Good

Practices): (1) GAP (Good Agriculture Practice)/GFP (Good Farming Practice); (2) GHP

(Good Handling Practice); (3) GMP (Good Manufacturing Practice) & GLP (Good

Laboratory Practice); (4) GDP (Good Distribution Practice); dan (5) GRP (Good Retailing

78

Page 79: Diktat Penj.mutu

Practice). Pemahaman dan persamaan persepsi akan kepentingan serta sertifikasi ISO 9000 –

9002–9005; ISO-25 dan HACCP sudah sangat-sangat diperlukan agar industri pangan

Indonesia mampu bersaing dengan industri pangan luar negeri (Cahyono, 2010).

Jika harga suatu produk tergantung pada keamanannya, maka akan membuat para

petani/pengusaha mendukung sistim keamanan ini. Selain itu, pada pihak konsumen hal ini

juga menandakan bahwa tanggapan konsumen mengenai keamanan pangan mulai kritis.

Karena konsumen yang kritis adalah jika konsumen menilai keamanan pangan mulai dari

penanamannya, kemudian lingkungannya (Matsuda,2007).

Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang

dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan. Hal

ini secara jelas menunjukkan upaya untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak

memenuhi standar dan persyaratan kesehatan. Sasaran program keamanan pangan adalah: (1)

Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin

dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan

pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain dicerminkan oleh adanya

peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan

jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

(Winarno,2004).

Dengan diberlakukannya UU No. 7 tentang Pangan tahun 1996 sebuah langkah maju

telah dicapai pemerintah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan produsen akan

pangan yang sehat, aman dan halal. Dalam upaya penjabaran UU tersebut, telah disusun

Peraturan Pemerintah (PP) No.69/1999 tentang keamanan pangan serta label dan iklan

pangan. Demikian juga PP No.28/2004 tentang mutu dan gizi pangan serta ketahanan pangan.

Dinamika pasar konsumen menuntut produk pertanian yang aman untuk dikonsumsi,

bermutu baik, dan diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan. Sifat produk pertanian

pada umumnya mudah rusak dan memerlukan teknik budidaya dan penanganan yang khusus.

Petani dan pelaku usaha perlu difasilitasi dengan pedoman tentang teknik budidaya yang baik

( Good Agriculture Practices ) sebagai proses belajar untuk meningkatkan produktivitas,

mutu, dan daya saing (Azril , 2007).

Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor terhadap

keamanan pangan tampak dari penerapan Sistem Jaminan Mutu Pada Produksi Pertanian

dalam diagram dibawah ini :

79

Page 80: Diktat Penj.mutu

9.2 Good Agricultural Practices (GAP)

GAP adalah panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman buah, sayur,

biofarmaka, dan tanaman hias secara benar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tinggi,

mutu produk yang baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan dan memperhatikan aspek

keamanan, keselamatan dan kesejahteraan petani, serta usaha produksi yang berkelanjutan

(Sudiarto,2010).

GAP difokuskan pada kegiatan budidaya, pengolahan primer komoditas pertanian dan

penyimpanannya yang diperdagangkan dan digunakan dalam industri makanan, pakan, obat,

penambah rasa (flavor) dan parfum. Penerapannya telah berkembang di negara-negara

anggota Uni Eropa. GAP juga dapat diaplikasikan untuk berbagai sistem pertanian, termasuk

pertanian organik.

Tujuan dari penerapan GAP diantaranya; (1) Meningkatkan produksi dan produktivitas,

(2) Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi, (3) Meningkatkan efisiensi

produksi dan daya saing, (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam, (5)

Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang

berkelanjutan, (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang

bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, (7) Meningkatkan

peluang penerimaan oleh pasar internasional, dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap

konsumen. Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya keamanan pangan,

80

Page 81: Diktat Penj.mutu

jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing

(Anonim, 2009)

Prinsip GAP adalah menyelaraskan secara bijaksana pengendalian hama terpadu

(integrated pest management/IPM) dan pengelolaan tanaman terpadu (integrated crop

management).

Penerapan GAP melalui Standar Operasional Prosedur (SOP) yang spesifik lokasi,

spesifik komoditas dan spesifik sasaran pasarnya, dimaksudkan untuk meningkatkan

produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani agar memenuhi kebutuhan

konsumen dan memiliki daya saing tinggi dibandingkan dengan produk padanannya dari luar

negeri. Dasar hukum penerapan GAP di Indonesia adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor

: 61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah,

sedangkan untuk komoditas sayuran masih dalam proses penerbitan menjadi Permentan.

Dengan demikian penerapan GAP oleh pelaku usaha mendapat dukungan legal dari

pemerintah pusat maupun daerah (Anonim, 2009).

Pendekatan pengelolaan ini penting untuk perbaikan dan berkelanjutan produksi

pertanian jangka panjang. Fitur kuncinya adalah penggunaan yang hati-hati terhadap produk

agrokimia termasuk insektisida, fungisida, herbisida, dan zat pengatur tumbuh. Karena itu,

GAP memanfaatkan pengendalian hama, penyakit dan gulma (tumbuhan pengganggu)

sampai taraf aman yang dikehendaki, yaitu pada batas biaya yang ekonomis bagi petani

dengan bahaya minimal bagi operator, orang lain di sekitarnya, dan lingkungan hidup.

Penggunaan pestisida dan herbisida hasil industri kimia sedapat mungkin dihindari.

Selain itu, kehati-hatian ditujukan juga pada penggunaan pupuk kimia dan air irigasi agar

optimal untuk pertumbuhan tanaman, minimal terhadap degradasi tanah dan lingkungan dan

mengonservasikan sumber daya air.

81

Page 82: Diktat Penj.mutu

9.3 Ruang Lingkup Penerapan GAP

Kegiatan dasar yang perlu dilakukan pada program GAP secara umum adalah :

1. Produsen memiliki pengetahuan proses produksi yang juga mempertimbangkan

pencegahan kontaminasi yang tidak dikehendaki terhadap produk terutama

kontaminasi dari mikroba dan pestisida.

2. Perlindungan terhadap pencemaran lingkungan terutama pada air dan tanah.

3. Pemahaman produsen terhadap penggunaan pestisida yang benar.

4. Peningkatan kapasitas produsen melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga

yang terpercaya.

Pencegahan kontaminasi terhadap produk hortikultura dilakukan melalui :

Lingkungan lokasi produksi bebas dari penggunaan pestisida yang telah dilarang.

Perlindungan produk dari kontak dengan kotoran hewan, binatang dan material lain

yang berpotensi membawa mikroba berbahaya.

Menghindari penggunaan air, untuk irigasi, perlindungan tanaman dan pasca panen,

yang mengandung patogen/parasit yang berbahaya bagi manusia.

Pencegahan kontaminasi mikroba pada tahap pasca panen mulai dari penanganan

awal sampai pengepakan dan transportasi. Kegiatan yang dilakukan adalah sanitasi

terhadap peralatan/bahan yang digunakan oleh pekerja, kontainer packing yang

terlindung dari serangan binatang (tikus, burung), dan tempat penyimpanan dijaga

tetap mampu menurunkan aktivitas mikroba. Peralatan/bahan yang perlu disanitasi

misalnya pisau, kaus tangan, keranjang, air untuk mencuci dan sebagainya. Alat-alat

sanitasi harus mencukupi, layak beroperasi, dan tersedia pada lokasi yang mudah

dijangkau serta pekerja mampu mengoperasikan secara benar.

Pencegahan terhadap kontaminasi pestisida dilakukan melalui penerapan teknologi

pengendalian yang meminimalkan penggunaan pestisida.

82

Page 83: Diktat Penj.mutu

Pencemaran air dimaksudkan adalah adanya kontaminasi mikroba tertentu dalam

jumlah tertentu dalam air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanaman.

Tindakan yang bisa dilakukan adalah melindungi sumber air dari kontaminasi yang

berasal dari adanya run off permukaan atau kotoran hewan yang masuk kedalam

sumber air tersebut.

Penggunaan pestisida yang benar diarahkan pada tujuan untuk meminimalkan

residu pada produk hortikultura, menjaga keselamatan pekerja, dan mengurangi

pencemaran terhadap lingkungan. Meminimalkan residu dapat dilakukan dengan cara

mengurangi interval aplikasi melalui penggunaan pestisida berdasarkan kebutuhan dan

yang memiliki sifat mudah terdegradasi. Kedua strategi ini juga berdampak pada

pengurangan pencemaran terhadap lingkungan. Keselamatan pekerja dapat terjaga bila

pedoman aplikasi pestisida dan cara operasionalnya diterapkan secara baik dan

konsisten.

Kiat GAP untuk menjamin hasil panen dan pengolahan primer bermutu tinggi,

aman, efisien, berwawasan lingkungan dapat dikatakan berorientasi pendekatan

pemakaian input eksternal rendah untuk pertanian berkelanjutan atau low external input

(for) sustainable agriculture (LEISA).

Pedoman GAP disusun untuk dijadikan acuan praktis prinsip dan tata cara

pencapaiannya mulai dari :

(1) bahan tanaman (varietas, identitas botani).

(2) budidaya, termasuk pemilihan lahan dan pemupukan, pengairan, pemeliharaan,

dan pengendalian organisme pengganggu.

(3) Panen antara lain dilakukan pada kondisi tanaman memberikan kualitas hasil

terbaik dari kondisi cuaca yang memungkinkan dan tidak merusak hasil dan

mutunya.

(4) Pengolahan primer termasuk menghilangkan tanah dan bagian tanaman yang tidak

dibutuhkan secara dibasuh dengan air bersih, perajangan, pengeringan, dan

penyulingan.

(5) Pengepakan harus higienis dan menggunakan bahan pengemasan yang baru, bersih

dan kering.

(6) Penyimpanan dan pengiriman harus sesuai dengan kebutuhan untuk menjaga

kualitas hasil, terlindung dari antara lain hama, burung, tikus dan ternak.

83

Page 84: Diktat Penj.mutu

(7) Peralatan yang digunakan harus mudah dibersihkan untuk mengelimansi risiko

kontaminasi.

(8) Personel dan fasilitas untuk personel sebaiknya yang sudah terlatih, sehat dan

higienis serta mendapat fasilitas kebersihan yang memadai termasuk toilet,

perlindungan terhadap hasil tanaman yang bersifat alergi dan fasilitas

kesejahteraan terjamin.

Kriteria GAP dibagi menjadi dua kategori. Pertama, kriteria yang dikehendaki

(required), di mana 100 persen pemenuhan target yang tercantum dalam kriteria ini

harus dicapai. Kegagalan dari pemenuhan 100 persen target yang dicantumkan

memerlukan tindakan koreksi. Kedua, kriteria dianjurkan (encourage).

Kriteria ini bersifat rekomendasi tetap tidak wajib. Untuk setiap tahapan kegiatan

disusun uraian kriteria yang dikehendaki dan yang direkomendasikan, mulai dari

perjanjian dengan petani (termasuk kewajibannya), penentuan dan riwayat lokasi

budidaya, persyaratan dan sistem penomoran batch, rencana dari setiap tahapan

budidaya sampai penyimpanan, inspeksi, pelaporan, higienis, pelatihan, dan sebagainya.

Untuk lokasi budidaya dikehendaki disertai data catatan tentang batas-batas

lahan, nama desa, kecamatan, dan kabupaten. Lebih dihargai apabila batas-batas lahan

budidaya dilengkapi koordinat secara geografis dengan memakai alat Global

Positioning System (GPS).

9.3 Pelaksanaan Penerapan GAP

Untuk melakukan penerapan dan pelaksanaan GAP dilakukan melalui,

1.Sosialisasi GAP dan SOP budidaya

2.Koordinasi antar instansi dalam penerapan  GAP dan SOP

3.Penyusunan,penyempurnaan, dan perbanyakan SOP budidayakomoditas

4.Penerapan GAP / SOP budidaya

5.Penerapan system pencatatan / traceability system

6.Identifikasi kebun / lahan usahatani

7  Penilaian kebun / lahan usahatani

8.Pencatatan / regestrasi kebun / lahan usahatani

84

Page 85: Diktat Penj.mutu

9.Pemberian penghargaan untuk kebun / lahan usahatani yang menerapkan

GAP katagori Prima 3, Prima 2, dan Prima 1.

10.Labelisasi produk prima

Kunci keberhasilan dalam penerapan GAP antara lain,

1.Sumber daya manusia  petani dan petugas dalam memahami

GAP,SOP,dan Buku Kerja.

2.Sistem pencatataan yang baik.

3.Komitmen petani dan petugas pendamping / Pembina

4.Jaminan pasar dan kemitraan

5.Pendampingan penerapan SAP, SOP, dan pencatataan dalam buku kerja

GAP adalah tata cara bertani yang baik sehingga akan menghasilkan produk

yang berkualitas. GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan,

penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejateraan pekerja, pencegahan penularan OPT

dan prinsip traceability ( suatu produk dapat ditelusuri asal-usulnya, dari pasar sampai

ke kebun).

Tujuan yang akan dicapai dari penerapan GAP adalah

1. Meningkatan produksi dan produktivitas tanaman hortikultura/pangan/perkebunan

dan ternak.

2. Meningkatan mutu hasil pertanian dan peternakan

3. Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing

4. Memperbaiki effisiensi penggunaan sumberdaya alam

5. Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan system produksi

yang berkelanjutan

6. Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yan

bertanggungjawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan

7. Meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional

8. Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen

85

Page 86: Diktat Penj.mutu

Contoh GAP : PEDOMAN BUDIDAYA BUAH DAN SAYUR YANG BAIK(GOOD AGRICULTURE PRACTICES FOR FRUIT AND VEGETABLES) LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIANNOMOR : 48/Permentan/OT.140/2009TANGGAL : 19 Oktober 2009

PEDOMAN BUDIDAYA BUAH DAN SAYUR YANG BAIK(GOOD AGRICULTURE PRACTICES FOR FRUIT AND VEGETABLES)

I. PENDAHULUANA.Latar Belakang

Pada era perdagangan global yang tidak lagi mengandalkan hambatan tarif tetapilebih menekankan pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, keamananpangan, sanitary dan phytosanitary. Kondisi ini menuntut negara-negara produsenuntuk meningkatkan daya saing produk antara lain buah dan sayur.Menghadapi tuntutan persyaratan tersebut, dan dalam rangka menghasilkanproduk buah dan sayur aman konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramahlingkungan serta menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan PemerintahNomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, maka perludisusun ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik, mengacu kepadaketentuan Good Agriculture Practices (GAP) yang relevan dengan kondisiIndonesia (Indo-GAP). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramahlingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT),penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsippenelusuran balik (traceability).

B. MaksudMaksud diterbitkannya Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (GoodAgriculture Practices for Fruit and Vegetables) ini sebagai panduan dalamkegiatan budidaya tanaman buah dan sayur secara baik.

C. TujuanTujuan penerapan Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik untuk:1. meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman;2. meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi;3. meningkatkan efisiensi produksi;4. memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam ;5. mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan system produksi yang berkelanjutan;6. mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan;7. meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan oleh pasar internasional maupun domestik;8. memberi jaminan keamanan terhadap konsumen; dan9. meningkatkan kesejahteraan petani.

D. Ruang LingkupRuang Lingkup Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik, meliputi:1. Kriteria2. Registrasi dan Sertifikasi3. Lahan4. Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman5. Penanaman6. Pupuk7. Perlindungan Tanaman8. Pengairan

86

Page 87: Diktat Penj.mutu

9. Panen10. Penanganan Panen dan Pasca Panen11. Alat dan Mesin Pertanian12. Pelestarian Lingkungan13. Pekerja14. Fasilitasi Kebersihan dan Kesehatan Pekerja15. Kesejahteraan Pekerja16. Tempat Pembuangan17. Pengawasan, Pencatatan dan Penelusuran Balik18. Pengaduan19. Evaluasi Internal20. Penutup

E. PengertianDalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:1.Tanaman buah adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanaman buah

pohon, tanaman buah merambat dan semusim, tanaman buah terna, dantanaman buah perdu.a. Tanaman buah pohon yaitu tanaman tahunan berbentuk pohon, antaralain mangga, durian, manggis;b. Tanaman buah merambat dan/atau semusim yaitu tanaman yangtumbuh merambat dan/atau tanaman semusim yang berumur di bawah 1tahun, antara lain melon, semangka, markisa, strawbery;c. Tanaman buah terna yaitu tanaman yang memiliki batang lunak, antaralain pepaya, pisang, nenas; dand. Tanaman buah perdu yaitu tanaman yang tumbuh berbentuk perdu,antara lain jeruk, salak, sirsak, jambu biji.

2.Tanaman Sayur adalah tanaman budidaya yang terdiri atas tanamansayuran buah, tanaman sayuran daun, tanaman sayuran umbi, dan jamur.a. Tanaman sayuran buah yaitu tanaman berbentuk buah, antara lain cabemerah, tomat, terong, kacang panjang, ketimun, paprika;b. Tanaman sayuran daun yaitu tanaman berbentuk daun, antara lainkubis, sawi, kangkung, bayam, selada, bawang daun;c. Tanaman sayuran umbi yaitu tanaman berbentuk umbi, antara lainkentang, bawang merah, bawang putih, wortel, lobak; dand. Jamur yaitu golongan tanaman yang tidak berdaun, tidak berbunga, tidakberakar dan tidak berklorofil serta dikembangbiakan melalui spora,antara lain jamur tiram, jamur kuping, jamur merang.

3. Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakan tanaman.

4.Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman,pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapatdibedakan dalam jenis yang sama.

5.Varietas unggul adalah varietas yang telah dilepas oleh pemerintah baik berupa varietas baru maupun varietas lokal yang mempunyai kelebihan dalam potensi hasil dan/atau sifat-sifat lainnya.

6. Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugianpada budidaya tanaman buah dan sayur yang diakibatkan oleh organismepengganggu tumbuhan.

7. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasiatau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan denganmenggunakan teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatukesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dankerusakan lingkungan hidup

8. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yangdapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematiantumbuhan.

9. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh danperangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yangdigunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.

10. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak

langsung. 11. Perwilayahan komoditas adalah penentuan wilayah yang diperuntukan bagi

pengembangan suatu komoditas karena dinilai sesuai dengan

87

Page 88: Diktat Penj.mutu

pertimbangan agreokologi, sosio ekonomi dan pemasaran serta persediaanprasarana, sarana dan teknologinya.

12. Registrasi kebun/lahan usaha adalah proses penomoran atau pengkodean kebun/lahan usaha yang telah memenuhi persyaratan 13. Kebun/lahan usaha adalah tempat diusahakannya budidaya tanaman buah dan sayur yang ada batas-batasnya. 14. Pelaku usaha adalah petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani,

asosiasi, atau badan usaha yang bergerak dibidang budidaya buahdan/atau sayur.

II KRITERIAKriteria yang digunakan dalam Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang baik adatiga kelompok, yaitu:1. Dianjurkan/A (*) yaitu dianjurkan untuk dilaksanakan; atau2. Sangat dianjurkan/SA (**) yaitu sangat dianjurkan untuk dilaksanakan; atau3. Wajib/W (***) yaitu harus dilaksanakan.

III REGISTRASI DAN SERTIFIKASI1. Kebun/Lahan Usaha yang dinilai dan memenuhi persyaratan GAP diberi nomor registrasi.2. Registrasi dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi tanaman hortikultura.3. Kebun/Lahan usaha yang telah diregistrasi siap untuk disertifikasi.4. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi terakreditasi atau yang ditunjuk.

IV LAHANA. Pemilihan Lokasi

1. Lokasi kebun/lahan usaha sesuai dengan RUTR /RDTRD dan petapewilayahan komoditas. A2. Lahan bebas dari cemaran limbah bahan berbahaya dan beracun. W3. Kemiringan lahan <30% untuk komoditas sayur dan buah semusim.W4. Kemiringan lahan <30% untuk komoditas buah dan sayur tahunan/pohon.SA

B. Riwayat LokasiAda catatan riwayat penggunaan lahan. A

C. Pemetaan Lahan1. Terdapat rotasi tanaman pada tanaman semusim. A2. Tersedia peta penggunaan lahan. A

D. Kesuburan Lahan1. Tingkat kesuburan lahan cukup baik. A2. Dilakukan tindakan untuk mempertahankan kesuburan lahan. SA

E. Penyiapan Lahan1. Penyiapan lahan/media tanam dilakukan dengan cara yang dapat memperbaiki atau memelihara struktur tanah. SA2. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara yang dapat menghindarkan erosi. SA3. Pemberian bahan kimia untuk penyiapan lahan dan media tanam tidak mencemari lingkungan. SA

F. Media Tanam1. Media tanam diketahui sumbernya. A2. Media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3). W

G. Konservasi LahanTindakan konservasi dilakukan pada lahan miring. W

V PENGGUNAAN BENIH DAN VARIETAS TANAMANA. Mutu Benih

1. Benih yang ditanam merupakan varietas unggul komersial. SA2. Benih bersertifikat. SA3. Label benih disimpan. A

B. Perlakuan BenihBahan kimia untuk perlakuan benih sesuai anjuran. SA

VI PENANAMANPenanaman sudah dilakukan sesuai dengan teknik budidaya anjuran. SA

VII PUPUKA. Jenis

1. Pupuk organik dan anorganik terdaftar atau diijinkan oleh pejabat yangberwenang. SA2. Pupuk organik telah mengalami dekomposisi dan layak digunakan. SA

88

Page 89: Diktat Penj.mutu

B. Penggunaan1. Pemupukan sesuai anjuran. SA2. Kotoran manusia tidak digunakan sebagai pupuk.W

C. Penyimpanan1. Pupuk disimpan pada tempat yang aman, kering, terlindung dan bersih. A2. Pupuk disimpan pada tempat yang terpisah dari pestisida. SA3. Pupuk disimpan dengan cara yang baik dan mengurangi risiko pencemaranair dan lingkungan. SA4. Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian. W

D. KompetensiPelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan pemupukan.SA

VIII PERLINDUNGAN TANAMANA. Prinsip Perlindungan Tanaman

1. Pengendalian OPT sesuai prinsip PHT. SA2. Penggunaan pestisida sesuai dengan anjuran rekomendasi dan aturanpakai. SA

B. KompetensiPelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilanmengaplikasikan pestisida.W

C. Pestisida1. Pestisida yang digunakan terdaftar dan diijinkan. SA2. Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa. W

D. Penyimpanan Pestisida1. Pestisida disimpan di lokasi yang layak, aman, berventilasi baik, memilikipencahayaan baik dan terpisah dari materi lainnya. SA2. Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian.W3. Pestisida tetap berada dalam kemasan asli. SA4. Pestisida cair diletakkan terpisah dari pestisida bubuk. SA5. Tempat penyimpanan pestisida mampu menahan tumpahan. A6. Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan darurat. SA7. Terdapat pedoman/tata cara penanggulangan kecelakaan akibat keracunan pestisida yang terletak pada lokasi yang mudah dilihat. SA8. Tanda-tanda peringatan potensi bahaya pestisida diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan strategis. SA

E. Penanganan Wadah Pestisida1. Wadah bekas pestisida ditangani dengan benar agar tidak mencemarilingkungan. SA2. Wadah bekas pestisida dirusakkan agar tidak digunakan untuk keperluanlain. SA3. Kelebihan pestisida dalam tabung penyemprotan digunakan untukpengendalian ditempat lain. SA

F. Peralatan1. Peralatan aplikasi pestisida dirawat secara teratur agar selalu berfungsidengan baik. A2. Peralatan aplikasi pestisida dikalibrasi secara berkala untuk menjagakeakurasiannya. SA3. Tersedia peralatan yang memadai untuk menakar dan mencampurpestisida. SA4. Tersedia panduan penggunaan peralatan dan aplikasi pestisida. A

IX PENGAIRAN1. Ketersedian air sesuai dengan kebutuhan tanaman. SA2. Air yang digunakan untuk irigasi tidak mengandung limbah bahan berbahaya danberacun (B3).W3. Terdapat fasilitas pengelolaan air limbah. A4. Penggunaan air pengairan tidak bertentangan dengan kepentingan umum. A

X PANEN1. Tersedia pedoman cara menghindari kontaminasi terhadap produk segar. SA2. Pemanenan dilakukan dengan cara yang dapat mempertahankan mutu produk. SA3. Wadah hasil panen yang akan digunakan dalam keadaan baik, bersih dan tidak

terkontaminasi.WXI PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANENA. Perlakuan Awal

Hasil panen diletakkan pada tempat yang ternaungi dan diperlakukan secara

89

Page 90: Diktat Penj.mutu

hati-hati. SAB. Pembersihan Hasil Panen

1. Hasil panen dibersihkan dari cemaran. SA2. Pencucian hasil panen menggunakan air bersih.W

C.Sortasi dan Pengkelasan Dilakukan sortasi dan pengkelasan terhadap hasil panen. AD. Pengepakan atau pengemasan

1. Pengemasan atau pengepakan yang dilakukan bisa melindungi produk dari kerusakan dan kontamina 2. Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi dan terlindung dari hama dan pengganggu lainnya. A

3. Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk.WE. Pemeraman Pemeraman dilakukan pada lokasi distribusi terakhir. AF. Penyimpanan Ruang penyimpanan mampu melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan.SAG. Penggunaan Bahan Kimia diijinkan

1. Bahan kimia yang digunakan dalam proses pasca panen terdaftar dan SA2. Penggunaan bahan kimia dalam proses pasca panen sesuai dengan anjuran.SA3. Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan bahan kimia. SA

H. Tempat PengemasanTempat/areal pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupuk danpestisida.W

XII ALAT DAN MESIN PERTANIAN1. Penggunaan alsintan untuk pengolahan lahan sesuai rekomendasi. A2. Peralatan dan mesin pertanian dirawat secara teratur. A3. Peralatan dan mesin yang terkait dengan pengukuran dikalibrasi secara berkala.SA

XIII PELESTARIAN LINGKUNGANKegiatan budidaya memperhatikan aspek usaha tani yang berkelanjutan, ramahlingkungan dan keseimbangan ekosistem. SA

XIV PEKERJAA. Kualifikasi Pekerja

1. Pekerja telah mendapat pelatihan sesuai bidang dan tanggung jawabnya. SA2. Pekerja memahami risiko tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. SA3. Pekerja memahami mutu dan keamanan pangan dari produk yangdihasilkan. SA

B. Keselamatan dan Keamanan Pekerja1. Pekerja telah mendapat pelatihan penggunaan alat dan/atau mesin. A2. Tersedia prosedur penanganan kecelakaan. SA3. Tersedia fasilitas P3K di tempat kerja. A4. Pekerja memahami tata cara penanganan P3K di tempat kerja. SA5. Peringatan bahaya terlihat jelas. SA6. Pekerja memahami bahaya pestisida dalam keselamatan kerja. SA7. Pekerja menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran. SA8. Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah dari kontaminan. SA9. Pekerja yang menangani pestisida mendapatkan pengecekan kesehatan secara berkala. A

XV FASILITAS KEBERSIHAN DAN KESEHATAN PEKERJA1. Tersedia tata cara/ aturan tentang kebersihan bagi pekerja. A2. Tersedia toilet dan fasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja. A3. Toilet dan fasilitas cuci tangan selalu terjaga kebersihannya dan dapat berfungsibaik. A4. Pekerja memiliki akses terhadap air minum, tempat makan, tempat istirahat. A

XVI KESEJAHTERAAN PEKERJAPekerja dapat berkomunikasi dengan pihak pengelola. A

XVII TEMPAT PEMBUANGANTersedia tempat untuk pembuangan sampah dan limbah. SA

XVIIIPENGAWASAN, PENCATATAN DAN PENELUSURAN BALIK1. Tersedia sistem pencatatan yang memudahkan penelusuran. SA2. Tersedia catatan penggunaan benih; kegiatan pemupukan; stok pestisida dan penggunaan pestisida; kegiatan pengairan; kegiatan pasca panen dan

90

Page 91: Diktat Penj.mutu

penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pasca panen; pelatihan pekerja; perlakuan untuk tanah/media tanam. SA3. Catatan disimpan selama minimal 2 tahun. SA4. Seluruh catatan dan dokumentasi selalu diperbaharui. SA

XIX PENGADUAN1. Tersedia catatan tentang keluhan/ ketidakpuasan konsumen. A2. Tersedia catatan mengenai langkah koreksi dari keluhan konsumen. A3. Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan. A

XX EVALUASI INTERNAL1. Tersedia bukti bahwa evaluasi internal dilakukan secara periodik. A2. Tersedia catatan tindakan perbaikan sesuai hasil evaluasi. A

XXI PENUTUPPedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agriculture Practices for Fruitand Vegetables) bersifat umum, belum spesifik komoditi, dan bersifat dinamis yangakan disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi.Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agriculture Practices for Fruitand Vegetables) agar disosialisasikan kepada pemangku kepentingan dan pelakuusaha untuk dapat menerapkan dan meregistrasi kebun atau lahan usaha dalambudidaya buah dan sayur.

MENTERI PERTANIAN,

ttd

ANTON APRIYANTONO

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Edi dkk. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 1.

Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Anonim. (2009). Peranan GAP dalam agribisnis di Indonesia www.magri.undip.ac.id

Azril, A,  2008 .  Sanitation Standar Operating Procedure (SSOP).  Ditjen P2HP

Deptan, Jakarta

Cahyono, Budi. ____ .Food Safety dan Implementasi Quality System Industri Pangan di Era

Pasar Bebas. Diakses di www.bappenas.go.id pada tanggal 24 April 2010

91

Page 92: Diktat Penj.mutu

Changchui, H. (2005). FAO-THAILAND Joint Workshop on Good Agricultural

Practices (GAP) for Fresh Fruit and Vegetables in Thailand

www.fao.org/world/regional/rap/speeches/2005/20050914.html

Deptan. 2009. Permentan Nomor : 48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman

Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agriculture Practices For Fruit

And Vegetables)

Latifah, Siti. ___. Sistem Manajemen Lingkungan untuk Menyongsong Era Ramah

Lingkungan. Diakses di www.library.usu.ac.id pada tanggal 1 Mei 2010.

Matsuda, T. (2007). GAP as a Baseline, Traceability As a Pipeline to Build Consumer

Confidence. www.agnet.org/library/bc/54001/bc54001.pdf

Sudiarto. 2010. Praktek Pertanian yang Baik untuk Antisipasi Pasar Global. Diakses di

http://www.litbang.deptan.go.id/artikel pada tanggal 7 Juni 2010.

Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. M.Brio Press. Bogor.

X. GOOD HANDLING PRACTICES (GHP), GOOD MANUFACTURING

PRACTICES (GMP) & GOOD DISTRIBUTION PRACTICES (GDP)

10.1 Pendahuluan

Era globalisasi menuntut persaingan, khususnya untuk komoditi pertanian tidak dapat

dihindari lagi dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat, apabila pengaruh era

globalisasi tersebut tidak dapat diantisipasi, maka tidak mustahil akan berakibat pada

menurunnya daya saing yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi

pertanian Indonesia yang dipasarkan ke negara-negara mitra bisnis. Dalam kondisi ini

tantangan aspek mutu di sektor pertanian perlu diikuti dengan pemantapan penerapan sistem

standardisasi dalam seluruh rangkaian kegiatan pertanian sesuai dengan dinamika pasar di

tingkat internasional (Afrianto,2008)

92

Page 93: Diktat Penj.mutu

Salah satu tahapan produksi yang penting dalam bidang pertanian adalah pada

kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil. Dua kegiatan ini dilakukan untuk

menghasilkan pangan yang berkualitas dan tetap terjaga aspek mutunya. Penanganan pasca

panen dan pengolahan hasil pangan organik bertujuan untuk menjaga kualitas dan

meningkatkan daya simpan produk, meningkatkan nilai tambah, menjaga kualitas pangan

yang dihasilkan dan memberikan kemudahan bagi konsumen (Chairul, 2007).

Keamanan pangan, masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan

merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini

sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan. Karena

di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing

dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam

sistem mutunya (Cahyono, 2010).

Menurut Cahyono 2010, salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah

terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang

berbahaya bagi kesehatan. Hal ini secara jelas menunjukkan upaya untuk melindungi

masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan. Sasaran

program keamanan pangan adalah: (1) Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang

berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran

produsen terhadap mutu dan keamanan pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang

antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur

keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Di Indonesia sendiri sudah saatnya antisipasi akan quality system yang konsisten dan

keamanan pangan terutama di industri pangan dicermati dan diimplementasikan di era pasar

bebas ini. Kebijakan mutu akan kepentingan keamanan dan konsistensi quality system dari

pemerintah: aplikasi scientific theory dari para scientist; dan implementasi oleh para pelaku

bisnis perlu dijalani secara terpadu melalui teknik-teknik Pedoman Cara Yang Baik (Good

Practices): (1) GAP (Good Agriculture Practice)/GFP (Good Farming Practice); (2) GHP

(Good Handling Practice); (3) GMP (Good Manufacturing Practice) & GLP (Good

Laboratory Practice); (4) GDP (Good Distribution Practice); dan (5) GRP (Good Retailing

Practice). Pemahaman dan persamaan persepsi akan kepentingan serta sertifikasi ISO 9000 –

93

Page 94: Diktat Penj.mutu

9002–9005; ISO-25 dan HACCP sudah sangat-sangat diperlukan agar industri pangan

Indonesia mampu bersaing dengan industri pangan luar negeri (Cahyono, 2010).

Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang

dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan. Hal

ini secara jelas menunjukkan upaya untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak

memenuhi standar dan persyaratan kesehatan. Sasaran program keamanan pangan adalah: (1)

Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin

dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan

pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain dicerminkan oleh adanya

peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan

jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

(Winarno,2004).

Dengan diberlakukannya UU No. 7 tentang Pangan tahun 1996 sebuah langkah

maju telah dicapai pemerintah untuk memberi perlindungan kepada konsumen dan

produsen akan pangan yang sehat, aman dan halal. Dalam upaya penjabaran UU tersebut,

telah disusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang keamanan pangan serta label dan iklan

pangan. Demikian juga PP tentang mutu dan gizi pangan serta ketahanan pangan.

Masih kurangnya tanggung jawab dan kesadaran produsen dan distributor terhadap

keamanan pangan tampak dari penerapan Good Agricultural Practice (GAP) dan teknologi

produksi berwawasan lingkungan yang belum sepenuhnya oleh produsen primer, penerapan

Good Handling Pratice (GHP) dan Good Manufacturing Pratice (GMP) serta Hazard

Analysis Critical Control Point (HACCP) yang masih jauh dari standar oleh

produsen/pengolah makanan berskala kecil dan rumah tangga.

Penerapan Sistem Jaminan Mutu terhadap keamanan pangan pada Produksi Pertanian

tampak dalam diagram dibawah ini :

94

Page 95: Diktat Penj.mutu

Pemeriksaan terhadap sarana produksi makanan/minuman skala rumah tangga

menengah dan besar menemukan sekitar 33,15% - 42,18% sarana tidak memenuhi

persyaratan higiene dan sanitasi. Sedangkan pengawasan di tempat pengolahan makanan

(TPM) yang mencakup jasa boga, restoran/rumah makan dan TPM lainnya hanya sekitar

19,98% yang telah mempunyai izin penyehatan makanan dan hanya sekitar 15,31% dari

rumah makan/restoran yang diawasi yang memenuhi syarat untuk diberi grade A, B dan C

(Afrianto, 2008).

Distributor pangan umumnya juga belum memahami Good Distribution Practice

(GDP). Pemeriksaan terhadap sarana distribusi produk pangan dalam hal sanitasi, bangunan

dan fasilitas yang digunakan, serta produk yang dijual menemukan sekitar 41,60% - 44,29%

sarana yang tidak memenuhi syarat sebagai distributor makanan. Banyak terjadi kasus

keracunan makanan yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi

penyebabnya.

Rendahnya pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab produsen pangan

(produsen bahan baku, pengolah dan distributor) tentang mutu dan keamanan pangan, yang

ditandai dengan ditemukannya sarana produk dan distribusi pangan yang tidak memenuhi

persyaratan (GAP, GHP, GMP, GDP, dan GRP), terutama pada industri kecil/rumah tangga

serta rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan yang disebabkan

95

Page 96: Diktat Penj.mutu

pengetahuan yang terbatas dan kemampuan daya beli yang rendah, sehingga mereka masih

membeli produk pangan dengan tingkat mutu dan keamanan yang rendah.

10.2 Good Handling Practices, Good Manufacturing Practices dan Good Distribution

Practices

Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,

mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau

mengubah bentuk pangan.

Good Handling Practices (GHP) adalah cara penanganan pascapanen yang baik

yang berkaitan dengan penerapan teknologi serta cara pemanfaatan sarana dan

prasarana yang digunakan. Bagian ini berisi tentang tata cara, bangunan dan

lingkungan, lokasi serta persyaratan dalam penanganan pangan pada setiap tahapan

kegiatan penanganan pasca panen.

Good Handling Practices (GHP) ini meliputi pelaksanaan kegiatan penanganan

pasca panen produk pertanian secara baik dan benar, sehingga mutu produk dapat

dipertahankan, menekan kehilangan karena penyusutan, kerusakan dan memperpanjang

daya simpan dengan tetap menjaga status produk yang ditangani.

Penanganan pasca panen sangat menentukan terhadap mutu hasil produksi

komoditi tanaman, maka dalam penanganan proses harus memperhatikan dan

menerapkan teknologi pemanenan dan penanganan pasca panen yang baik dan benar

yang berbasis GHP (Good Handling Practices)

Dalam globalisasi ternyata hasil panen Indonesia kerap kalah bersaing di

pasaran internasional, karena mutu hasil rendah yang disebabkan terkontaminasi dengan

kotoran dan bahan asing, pengeringan kurang sempurna sehingga perjalan sampai

konsumen sering berbau dan berjamur. Maka hal ini mengindikasikan bahwa

penanganan pasca panen belum dilaksanakan dengan baik dan benar. Kegiatan

penanganan pasca panen hasil pertanian khususnya baik perkebunan, hortikultura,

tanaman pangan terutama pada kelompok tani maupun pedagang pengumpul umumnya

dilakukan secara tradisional dengan peralatan sederhana.

Panen juga sering dilakukan tidak tepat waktu sehingga mempengaruhi mutu

hasil. Maka perlu terus menerus dilakukan pembinaan kepada petani/ kelompok petani

oleh petugas/penyuluh /pendamping agar dapat menerapkan teknologi pemanenan dan

penanganan pasca panen yang baik dan benar yang berbasis GHP (Good Handling

Practices).

96

Page 97: Diktat Penj.mutu

Informasi tentang pasca panen dapat digunakan sebagai pegangan/pedoman bagi

para petugas penyuluh/ pendamping dan kelompoktani dalam menyusun Standar

Prosedur Operasional (SPO) masing komoditas hasil pertanian sehingga dapat

melaksanakan penanganan panen dan pasca panen hasil pertanian dengan baik dan

benar sehingga mutu hasil memenuhi standar mutu yang berlaku seperti Standar

Nasional Indonesia (SNI). Pemahaman pengetahuan tentang pasca panen yang baik dan

benar yang dapat disebarluaskan terutama pengetahuan tentang manfaat pasca panen

perkebunan antara lain untuk :

- Mempertahankan dan meningkatkan mutu hasil pertanian

- Meminimalkan kehilangan atau susut hasil peternakan

- Memudahkan dalam pengangkutan

- Meningkatkan efisiensi usaha pasca panen hasil pertanian

- Meningkatkan nilai tambah dan hasil

- Meningkatkan daya saing

Untuk memberikan acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka

Good Handling Practice dan Good Manufacturing Practices diperlukan panduan.

Panduan ini dibuat untuk memberikan pedoman bagi pelaku produksi pangan organik

dalam menyusun sistem produksi pangan organik yang baik.

Salah satu faktor yang menentukan daya saing suatu produk dalam perdagangan

bebas yaitu adanya jaminan mutu dan keamanan (safety) pangan bagi konsumen dalam

mengkonsumsi/menggunakan produk yang bersangkutan. Sebagai suatu upaya minimal

harus dilakukan oleh setiap pelaku usaha yang bersangkutan untuk terciptanya jaminan

mutu dan keamanan bagi konsumen produk olahan hasil-hasil pertanian dengan

menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan yang Baik

(CPB) .

Good Manufacturing Practices (GMP), merupakan serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk memproduksi suatu produk olahan antara lain mencakup lokasi,

bangunan, ruang dan sarana pabrik, proses pengolahan, peralatan pengolahan,

penyimpanan dan distribusi produk olahan, kebersihan dan kesehatan pekerja, serta

penanganan limbah dan pengolahan lingkungan. Hal tersebut diupayakan untuk dapat

mencegah terjadinya kontaminasi/pencemaran oleh mikro organisme, benda/bahaya

97

Page 98: Diktat Penj.mutu

fisik dan senyawa manusia dan masyarakat serta menjaga kesehatan dan keselamatan

pekerja. Untuk mendapatkan suatu produk yang berkualitas dalam proses produksi hasil

pertanian maupun hasil peternakan berpedoman pada Good Manufacturing Practice

(GMP).

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan

benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa GMP adalah kelayakan dasar yang harus dapat

dilaksanakan secara baik sebelum dapat menerapkan HACCP. Adapun ruang lingkup

GMP meliputi kegiatan disaat pra panen, pemanenan atau penangkapan, penanganan

awal, cara pengangkutan ke tempat konsumen, cara penanganan bahan baku dan cara

pengolahan menjadi produk pangan, cara pengemasan, cara penyimpanan, cara

distribusi, dan cara pemasaran produk pangan, serta cara pengendalian kondisi

lingkungan.

Tujuan utama penerapan GMP adalah menghasilkan produk pangan sesuai

standar mutu dan memberikan jaminan keamanan pangan. Untuk mencapai tujuan

tersebut, semua tahapan dalam kegiatan produksi pangan harus dilaksanakan secara

baik dan benar, berdasarkan prinsip GMP. Untuk dapat melaksanakan GMP secara

benar perlu dilandaskan dengan ilmu pengetahuan dan standar yang telah ditetapkan

oleh pemerintah Indonesia. Ilmu pengetahuan mutlak diperlukan agar proses

penanganan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan dapat dilakukan

dengan benar. Sedangkan standar diperlukan dalam menentukan apakah hasil pekerjaan

sudah baik. Indonesia telah memiliki standar yang dapat digunakan, yaitu Standar

Nasional Indonesia (SNI). Menurut Afrianto (2008), prinsip dari praktek produksi yang

baik ada empat, yaitu :

(a) Cepat.

Beberapa bahan dan produk pangan perlu sesegera mungkin ditangani atau

diolah,terutama bila bahan dan produk pangan cepat mengalami proses pembusukan.

Pada bahan pangan demikian, proses penanganan dan pengolahan harus dilakukan

sesegera mungkin agar dapat menghambat penurunan mutu;

(b) Cermat.

98

Page 99: Diktat Penj.mutu

Penanganan dan pengolahan bahan baku atau penanganan produk pangan harus

dilaksanakan secara cermat. Hindari cara penanganan dan pengolahan yang dapat

menyebabkan bahan atau produk.

Usaha Industri kecil atau usaha rumah tangga pada umumnya masih kurang memperhatikan

hal-hal yang akan mempengaruhi kualitas produk, seperti faktor lingkungan kerja ataupun

penggunaan bahan kimia yang seringkali tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh

karena itu, Persyaratan dan Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara

Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik ini perlu disosialisasikan secara luas

untuk diterapkan oleh setiap pelaku usaha pengolahan hasil pertanian asal tumbuhan.

Good Distribution Practices (GDP) atau Cara Distribusi Pangan yang Baik adalah cara

distribusi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :

a. melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan

pada pangan;

b. mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan

khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara;

c. mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali

pangan yang didistribusikan.

Transportasi dan distribusi merupakan kegiatan-kegiatan yang berada pada satu

rangkaian untuk peredaran atau perdagangan buah. Tahapan ini mengambil waktu yang

cukup lama dari masa simpan buah, sekitar 50-75% masa simpan buah berada pada

transportasi dan distribusi (Cantwell, 2007). Oleh karena itu, menjaga kualitas buah selama

transportasi dan distribusi menjadi bagian penting dalam penanganan buah. Kondisi kritis

yang sangat berpengaruh pada kualitas buah adalah suhu. Mempertahankan suhu buah berada

pada kondisi dingin (optimal) yang sesuai jenis buah dan mencegah pengaruh suhu

lingkungan luar kemasan yang umumnya lebih tinggi harus dilakukan. Dengan kata lain,

sangat penting untuk menjaga rantai dingin selama transportasi dan distribusi.

Upaya mempertahankan kualitas buah tersebut terkait dengan pengelolaan suhu,

yaitu mempertahankan suhu buah tetap berada pada kisaran optimal untuk menghambat

kemunduran mutu. Dari uraian di atas, jelas bahwa mempertahankan rantai dingin selama

99

Page 100: Diktat Penj.mutu

transportasi, distribusi dan ritel adalah hal terbaik. Gambar berikut adalah penanganan saat

distribusi, dan penanganan di tingkat pengecer.

9.3 Ruang Lingkup Good Handling Practices, Good Manufacturing Practices dan Good

Distribution Practices

Contoh 1 : Panduan GHP untuk Tanaman Pangan Organik

100

Page 101: Diktat Penj.mutu

Panduan Penyusunan Cara Penanganan Pasca Panen Pangan Organik yang Baik (GHP Pangan Organik) disusun mengikuti sistematika sebagai berikut (Deptan , 2007) :

■ Bab I. Pendahuluan

■ Bab II. Definisi dan Lingkup Kegiatan Penanganan Pasca Panen

■ Bab III. Penanganan Pasca Panen

■ Bab IV. Keselamatan Kerja

■ Bab V. Pengelolaan Lingkungan

■ Bab VI. Pengawasan dan Pembinaan

Bab I. Pendahuluan Bagian ini memuat mengenai latar belakang, maksud dan tujuan panduan yang disusun.

Bab II. Definisi dan Lingkup Kegiatan Penanganan Pasca Panen Bagian ini berisi uraian tentang definisi dan lingkup kegiatan penanganan pasca panen yang dilakukan.

Bab III. Penanganan Pasca Panen Bagian ini berisi tentang tata cara, bangunan dan lingkungan, lokasi serta persyaratan dalam penanganan pangan organik pada setiap tahapan kegiatan Uraian ini meliputi pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen produk organik secara baik dan benar, sehingga mutu produk dapat dipertahankan, menekan kehilangan karena penyusutan, kerusakan dan memperpanjang daya simpan dengan tetap menjaga status organik produk yang ditangani.

3.1. Bangunan dan Lingkungan Bagian ini menjelaskan persyaratan bangunan dan lingkungan pada kegiatan pasca panen 3.1.1. Lokasi

Bagian ini memuat syarat lokasi yang digunakan untuk penanganan pasca panen pangan organik. Syarat lokasi yang utama adalah bebas pencemaran dan berada pada tempat yang layak.

3.1.2. Bangunan Bagian ini memuat syarat bangunan yang digunakan untuk kegiatan penanganan pasca panen pangan organik. 3.1.2.1. Bangunan dan Lingkungan Sekitar

Bagian ini memuat penjelasan mengenai bangunan yang digunakan dan kondisi lingkungan sekitar bangunan penanganan pasca panen. Penjelasan meliputi persyaratan teknik dan higiene, lay out, penerangan dan suasana kerja

3.1.3. Fasilitas Sanitasi Bagian ini memuat penjelasan tentang syarat sanitasi yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Fasilitas sanitasi meliputi sarana penyediaan air bersih, sarana pembuangan, sarana toilet dan bak pencucian tangan (wastafel)

3.2. Alat Penanganan Pasca Panen Bagian ini menjelaskan mengenai persyaratan alat penanganan pasca panen yang digunakan pada kegiatan pasca panen produk organik. Alat penanganan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis bagi produk organik dan hygiene.

3.2.1. Lingkungan dan Sarana Prasarana Bagian ini memuat penjelasan tentang persyaratan sarana prasarana pasca panen yang digunakan, termasuk untuk pengemasan dan penyimpanan.

3.2.2. Peralatan dan Bahan-bahan Bagian ini memuat penjelasan tentang persyaratan untuk peralatan dan bahan-bahan yang kontak dengan produk yang ditangani.

3.2.3. Pembersihan dan Pengendalian Hama Bagian ini memuat penjelasan tentang pembersihan dan pengendalian hama yang meliputi instruksi tertulis untuk pembersihan wadah, sanitasi dan penggunaan perangkap-perangkap hama 3.3. Proses Penanganan Pasca Panen

Bagian ini menjelaskan proses penanganan pasca panen yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene produk organik.

3.3.1. Pengumpulan

101

Page 102: Diktat Penj.mutu

Bagian ini menjelaskan kegiatan pengumpulan yang dilakukan. Pada kegiatan pengumpulan dijelaskan cara pengumpulan dan wadah yang digunakan

3.3.2. Sortasi Bagian ini menjelaskan kegiatan sortasi yang dilakukan. Pada kegiatan sortasi dijelaskan cara pemisahan kotoran dan pemisahan produk yang tidak layak

3.3.3. Pembersihan Bagian ini menjelaskan kegiatan pembersihan yang dilakukan. Pada kegiatan pembersihan dijelaskan cara pembersihan, alat dan bahan yang digunakan. Bila menggunakan air, perlu dijelaskan persyaratan air yang digunakan, pengeringan air dan pewadahannya

3.3.3. Grading Bagian ini menjelaskan kegiatan grading yang dilakukan. Pada kegiatan grading dijelaskan teknik dan alat yang digunakan

3.3.4. Pemeraman Bagian ini menjelaskan kegiatan pemeraman yang dilakukan. Kegiatan pemeraman menggunakan bahan-bahan yang diijinkan dalam pertanian organik.

3.3.5. Pengemasan Bagian ini menjelaskan kegiatan pengemasan yang dilakukan. Pada kegiatan pengemasan dijelaskan teknik, alat dan bahan yang digunakan 3.3.5.1. Jenis Kemasan

Bagian ini memuat jenis kemasan yang digunakan untuk pengemasan produk organik.

3.3.5.2. Syarat kemasan Bagian ini memuat syarat kemasan yang digunakan. Syarat ini mencakup desain bahan kemasan dan kualitas kemasan.

3.3.5.3. Cara Pengemasan Bagian ini memuat cara pengemasan yang dilakukan

3.3.5.4. Alat Bagian ini memuat alat kerja yang digunakan untuk membantu proses pengemasan

3.3.5.5. Operator Bagian ini memuat operator yang melaksanakan proses pengemasan

3.4. Pelabelan Bagian ini menjelaskan ketentuan pelabelan produk pangan organik 3.4.1. Label Produk

Bagian ini menjelaskan label yang dicantumkan dalam kemasan yang berkaitan dengan produk seperti nama komoditi, nama produsen, alamat produsen, tanggal produksi, berat atau volume produk dan kadaluarsa.

3.4.2. Label organik Bagian ini menjelaskan label organik yang didapatkan oleh produk bersangkutan.

3.5. Pengangkutan Bagian ini menjelaskan proses pengangkutan produk pangan organik 3.5.1. Alat Pengangkut Bagian ini menjelaskan alat angkut yang digunakan 3.5.1. Teknik Pengangkutan Bagian ini menjelaskan ketentuan mengenai teknik pengangkutan untuk produk organik. 3.5.2. Operator Bagian ini menjelaskan persyaratan dan tugas operator yang melaksanakan pengangkutan

Bab IV. Keselamatan Kerja Bagian ini berisi penjelasan tentang keselamatan kerja pada saat melakukan penanganan pasca panen. Keselamatan kerja berkaitan dengan penyediaan, pengaturan, dan penggunaan alat-alat pelindung diri untuk menjaga keselamatan kerja.

Bab V. Pengelolaan Lingkungan Bagian ini berisi penjelasan mengenai pengelolaan lingkungan yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen dilakukan. A. Minimisasi Pencemaran Pengelolaan lingkungan ini mengedepankan minimisasi kerusakan, dan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan pasca panen. B. Pengelolaan Gangguan Lingkungan

102

Page 103: Diktat Penj.mutu

Bagian ini berisi penjelasan tentang pengelolaan gangguan lingkungan karena aktivitas produksi dan transportasi C. Pengendalian Hama Bagian ini berisi ketentuan mengenai teknik dan persyaratan pengendalian hama yang dilakukan dalam rangka penanganan pasca panen pertanian organik yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik..

Bab VI. Pengawasan dan Pembinaan Bagian ini berisi ketentuan-ketentuan dalam sistem pengawasan dan pembinaan penanganan pasca panen pertanian/pangan organik baik yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun oleh pihak eksternal (instansi Dinas terkait).

Contoh 2 : Panduan GHP untuk Tanaman Pangan Organik

Panduan Penyusunan Pengolahan Hasil Pangan Organik Yang Baik (Good Manufacturing Practices/GMP Pangan Organik)Disusun mengikuti sistematika sebagai berikut (Deptan , 2007)■ Bab I. Pendahuluan ■ Bab II. Definisi dan Lingkup Kegiatan Pengolahan Hasil Pangan Organik ■ Bab III. Pengolahan Hasil ■ Bab IV. Keselamatan Kerja ■ Bab V. Pengelolaan Lingkungan ■ Bab VI. Kesehatan dan Kebersihan Pekerja ■ Bab VII. Pengawasan dan Pembinaan Uraian setiap Bab dari Panduan Penyusunan Cara Pengolahan Pangan Organik yang Baik (GMP Pangan Organik) adalah sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan

Bagian ini memuat mengenai latar belakang, maksud dan tujuan panduan pengolahan pangan organik. Bab II. Definisi dan Lingkup Kegiatan Pengolahan Hasil Pangan Organik

Bagian ini berisi uraian tentang definisi dan lingkup kegiatan pengolahan hasil pangan organik yang dilakukan. Bab III. Pengolahan Hasil Pangan Organik

Bagian ini berisi tentang tata cara, bangunan dan lingkungan, lokasi serta persyaratan pada setiap tahapan kegiatan pengolahan hasil pangan organic. Uraian ini meliputi pelaksanaan kegiatan pengolahan hasil pangan organik secara baik dan benar, sehingga mutu produk dapat dipertahankan, menekan kehilangan hasil, kerusakan dan meningkatkan nilai tambah serta menjaga kelestarian lingkungan dengan tetap mempertahankan integritas produk yang bersangkutan sebagai pangan organik. 3.1. Bangunan dan Lingkungan

Bagian ini berisi tentang persyaratan bangunan dan lingkungan untuk pengolahan pangan organik. 3.1.1. Lokasi

Bagian ini memuat syarat lokasi yang digunakan pada pengolahan pangan organik. Syarat lokasi yang utama adalah bebas pencemaran dan berada pada tempat yang layak.

3.1.2. Bangunan Bagian ini memuat syarat bangunan yang digunakan untuk kegiatan pengolahan pangan organik.

3.1.2.1. Bangunan dan Lingkungan Sekitar Bagian ini memuat bangunan yang digunakan dan kondisi lingkungan sekitar bangunan pengolahan pangan organik

3.1.2.2. Saluran Air Bagian ini memuat syarat dan kondisi saluran air yang terdapat di dalam dan sekeliling bangunan pengolahan

3.1.2.3. Sarana Penanganan Sampah Bagian ini memuat syarat dan kondisi penanganan sampah di dalam dan sekeliling bangunan pengolahan 3.1.2.3.1. Lokasi

Bagian ini memuat lokasi penempatan sarana penanganan sampah

3.1.2.3.2. Jenis Bagian ini memuat jenis sarana penanganan sampah

3.1.2.3.3. Operator Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang menangani sarana penanganan sampah

3.1.2.4. Sarana Penanganan Limbah Bagian ini memuat syarat dan kondisi penanganan limbah di dalam dan sekeliling bangunan pengolahan 3.1.2.4.1. Lokasi

Bagian ini memuat lokasi penempatan sarana penanganan limbah 3.1.2.4.2. Jenis

103

Page 104: Diktat Penj.mutu

Bagian ini memuat jenis sarana penanganan limbah 3.1.2.4.3. Operator

Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang menangani sarana penanganan limbah

3.1.2.5. Tata Letak Bagian ini memuat tata letak peralatan pengolahan 3.1.2.5.1. Ruangan

Bagian ini memuat ketentuan menganai ruangan yang digunakan untuk penempatan peralatan pengolahan

3.1.2.5.2. Pencahayaan Bagian ini memuat syarat pencahayaan pada ruangan-ruangan pengolahan

3.1.2.6. Lantai Bagian ini memuat syarat lantai yang digunakan pada bangunan pengolahan 3.1.2.6.1. Lantai Ruang Produksi

Bagian ini memuat syarat lantai ruang produksi 3.1.2.6.2. Lantai Ruang Cuci

Bagian ini memuat syarat lantai ruang pencucian 3.1.2.6.3. Lantai Lorong dan Tangga

Bagian ini memuat syarat lantai lorong dan tangga 3.1.2.7. Dinding

Bagian ini memuat syarat dinding yang digunakan pada bangunan pengolahan 3.1.2.7.1. Dinding Ruang Produksi

Bagian ini memuat syarat dinding ruang produksi 3.1.2.7.2. Dinding Ruang Cuci

Bagian ini memuat syarat dinding ruang pencucian 3.1.2.8. Atap

Bagian ini memuat syarat atap yang digunakan pada bangunan pengolahan 3.1.2.9. Langit-langit

Bagian ini memuat syarat langit-langit yang digunakan pada bangunan pengolahan 3.1.2.10. Pintu

Bagian ini memuat syarat pintu yang digunakan pada bangunan pengolahan 3.1.2.11. Jendela

Bagian ini memuat syarat jendela yang digunakan pada bangunan pengolahan3.1.2.12. Penerangan

Bagian ini memuat syarat penerangan dan peralatan penerangan yang digunakan pada bangunan pengolahan

3.1.2.13. Ventilasi Bagian ini memuat syarat ventilasi yang digunakan pada bangunan pengolahan

3.1.3. Fasilitas Sanitasi Bagian ini memuat fasilitas sanitasi yang digunakan untuk kegiatan pengolahan pangan organik.

3.1.3.1. Air Bersih Bagian ini memuat air bersih yang digunakan pada pengolahan pangan organik 3.1.3.1.1. Kualitas Air

Bagian ini memuat syarat kualitas air yang digunakan 3.1.3.1.2. Sumber Air

Bagian ini memuat sumber air yang digunakan untuk memenuhi kuantitas dan kualitas air yang diperlukan

3.1.3.1.3. Peralatan Bagian ini memuat peralatan yang digunakan dalam penyediaan dan pendistribusian air bersih

3.1.3.2. Fasilitas Pencucian Bagian ini memuat fasilitas pendudian yang digunakan

3.1.3.3. Sarana Pembuangan Bagian ini memuat fasilitas pembuangan limbah padat, cair dan gas 3.1.3.3.1. Limbah Cair

Bagian ini memuat sarana pembuangan limbah cair yang digunakan 3.1.3.3.2. Limbah Padat

Bagian ini memuat sarana pembuangan limbah padat yang digunakan 3.1.3.3.3. Limbah Gas

Bagian ini memuat sarana pembuangan limbah gas yang digunakan 3.1.3.4. Toilet

Bagian ini memuat syarat dan sarana toilet yang digunakan 3.1.3.5. Peringatan-peringatan

Bagian ini memuat peringatan-peringatan yang dibuat dan disosialisasikan oleh perusahaan kepada karyawannya 3.1.4. Gudang dan Ruang Penyimpanan

Bagian ini memuat fasilitas penyimpanan berupa gudang atau ruang-ruang tertentu untuk penyimpanan bahan dan produk hasil olahan organik.

104

Page 105: Diktat Penj.mutu

3.1.4.1. Lokasi Bagian ini memuat lokasi gudang

3.1.4.2. Ventilasi Bagian ini memuat sistem dan peralatan ventilasi yang digunakan

3.1.4.3. Pengelolaan Hewan dan Serangga Bagian ini memuat pengelolaan hewan dan serangga yang dilakukan 3.1.4.3.1. Alat

Bagian ini memuat alat yang digunakan pada pengelolaa hewan dan serangga 3.1.4.3.2. Bahan

Bagian ini memuat bahan yang digunakan pada pengelolaa hewan dan serangga 3.1.4.3.3. Pengoperasian

Bagian ini memuat operasional alat dan bahan yang digunakan pada pengelolaan hewan dan serangga

3.1.4.3.4. Operator Bagian ini memuat operator yang melaksanakan pengelolaan hewan dan serangga

3.1.4.4. Pembersihan Bagian ini memuat tatacara pembersihan gudang 3.1.4.4.1. Alat

Bagian ini memuat alat yang digunakan pada pembersihan gudang 3.1.4.4.2. Bahan

Bagian ini memuat bahan yang digunakan pada pembersihan gudang 3.1.4.4.3. Pengoperasian

Bagian ini memuat operasional alat dan bahan yang digunakan pada pembersihan gudang

3.1.4.4.4. Operator Bagian ini memuat operator yang melaksanakan pembersihan gudang

3.2. Mesin dan Alat Pengolahan Bagian ini memuat mesin dan alat yang digunakan pada proses pengolahan pangan organik 3.2.1. Mesin

Bagian ini memuat mesin-mesin yang digunakan pada proses pengolahan pangan organik 3.2.1.1. Jenis

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis mesin yang digunakan 3.2.1.2.Fungsi

Bagian ini memuat ketentuan mengenai fungsi-fungsi yang dapat dimekanisasi pada produk organik.

3.2.1.3.Tata Letak Bagian ini memuat penjelasan tata letak mesin yang digunakan

3.2.1.4.Operator Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang melakukan tugas mengoperasikan mesin-mesin yang ada

3.2.2. Peralatan Bagian ini memuat ketentuan peralatan yang digunakan pada proses pengolahan pangan organik 3.2.2.1. Jenis dan Bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis dan persyaratan peralatan yang digunakan. 3.2.2.2. Fungsi

Bagian ini memuat ketentuan mengenai fungsi-fungsi peralatan yang digunakan 3.2.2.3. Tata Letak

Bagian ini memuat ketentuan tata letak peralatan yang digunakan 3.2.2.4. Operator Bagian ini memuat ketentuan bagi operator yang melakukan tugas mengoperasikan peralatan pengolahan produk organik. 3.3. Pemeliharaan Bagian ini memuat ketentuan menganai pemeliharaan terhadap gedung, mesin dan peralatan 3.3.1.Pemeliharaan Gedung Bagian ini memuat ketentuan mengenai pemeliharaan gedung 3.3.1.1. Alat Bagian ini memuat ketentuan mengenai alat yang digunakan pada pemeliharaan gedung 3.3.1.2. Bahan Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan pada pemeliharaan gedung 3.3.1.3. Pengoperasian Bagian ini memuat ketentuan operasional penggunaan alat dan bahan yang digunakan pada pemeliharaan gedung 3.3.1.4.Waktu Bagian ini memuat jadwal waktu pemeliharaan gedung 3.3.1.5. Operator

105

Page 106: Diktat Penj.mutu

Bagian ini memuat ketentuan bagi operator yang melaksanakan pemeliharaan gedung 3.3.2. Pemeliharaan Mesin

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pemeliharaan mesin 3.3.2.1. Alat

Bagian ini memuat ketentuan mengenai alat yang digunakan pada pemeliharaan mesin 3.3.2.2. Bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan pada pemeliharaan mesin 3.3.2.3. Pengoperasian

Bagian ini memuat ketentuan operasional pemeliharaan alat dan pengunaan bahan yang digunakan dalam pemeliharaan mesin

3.3.2.4. Waktu Bagian ini memuat ketentuan mengenai jadwal waktu pemeliharaan mesin

3.3.2.5. Operator Bagian ini memuat operator yang melaksanakan pemeliharaan mesin

3.3.3. Pemeliharaan Peralatan Bagian ini memuat ketentuan mengenai pemeliharaan peralatan

3.3.3.1. Alat Bagian ini memuat ketentuan mengenai alat yang digunakan pada pemeliharaan peralatan

3.3.3.2. Bahan Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan pada pemeliharaan peralatan

3.3.3.3. Pengoperasian Bagian ini memuat ketentuan operasional pemeliharaan alat dan bahan yang digunakan pada pemeliharaan peralatan

3.3.3.4.Waktu Bagian ini memuat ketentuan mengenai jadwal waktu pemeliharaan peralatan

3.3.3.5. Operator Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang melaksanakan pemeliharaan peralatan

3.4. Bahan Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan dalam pengolahan pangan organik 3.4.1. Bahan Baku

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan baku yang digunakan 3.4.1.1. Jenis

Bagian ini memuat ketentuan jenis dan persyaratan bahan baku yang digunakan 3.4.1.2. Jumlah

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jumlah bahan baku yang digunakan 3.4.1.3. Asal bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai asal bahan baku yang digunakan 3.4.1.4. Status bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai status keorganikan bahan baku yang digunakan 3.4.1.5. Penyimpanan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai penyimpanan bahan baku 3.4.1.6. Pelabelan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pelabelan bahan baku 3.4.2. Bahan Tambahan Pangan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan tambahan pangan yang digunakan 3.4.2.1. Jenis

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan tambahan pangan yang digunakan 3.4.2.2. Jumlah

Bagian ini memuat jumlah bahan tambahan pangan yang digunakan 3.4.2.3. Asal bahan tambahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai asal bahan tambahan pangan yang digunakan 3.4.2.4. Status bahan tambahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai status keorganikan bahan tambahan pangan yang digunakan 3.4.2.5. Penyimpanan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai penyimpanan bahan tambahan pangan 3.4.2.6. Pelabelan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pelabelan bahan tambahan pangan 3.4.3. Air

Bagian ini memuat ketentuan mengenai air yang digunakan 3.4.3.1. Jenis

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis air yang digunakan 3.4.3.2. Jumlah

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jumlah air yang digunakan 3.4.3.3. Asal bahan

106

Page 107: Diktat Penj.mutu

Bagian ini memuat ketentuan mengenai asal air yang digunakan 3.4.1.3.4. Kualitas Air

Bagian ini memuat ketentuan mengenai kualitas air yang digunakan 3.4.1.3.5. Penyimpanan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai penyimpanan air 3.4.1.3.6. Pengaliran Air

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pengaliran air 3.5. Proses Produksi

Bagian ini berisi ketentuan-ketentuan yang terkait dengan proses produksi pengolahan pangan organik. 3.5.1. Penyiapan Bahan

Bagian ini memuat ketentuan-ketentuan yang terkait dengan penyiapan bahan yang dilakukan dalam rangka pengolahan pangan organik 3.5.1.1. Bahan Baku

Bagian ini memuat penjelasan ketentuan mengenai penyiapan bahan baku 3.5.1.1.1. Alat

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis dan persyaratan alat yang digunakan 3.5.1.1.2. Bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan 3.5.1.1.3. Proses

Bagian ini memuat ketentuan mengenai proses yang dilakukan 3.5.1.1.4. Operator

Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang melaksanakan penyiapan bahan baku

3.5.1.2. Bahan Tambahan Pangan Bagian ini memuat ketentuan-ketentuan mengenai penyiapan bahan tambahan pangan 3.5.1.2.1. Alat

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis dan persyaratan alat yang digunakan 3.5.1.2.2. Bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan 3.5.1.2.3. Proses

Bagian ini memuat ketentuan mengenai proses yang dilakukan 3.5.1.2.4. Operator

Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang melaksanakan penyiapan bahan tambahan pangan

3.5.2. Proses Pengolahan Bagian ini memuat ketentuan-ketentuan terkait dengan pengolahan yang dilakukan dalam rangka pengolahan pangan organik 3.5.2.1. Alat

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis dan persyaratan alat yang digunakan 3.5.2.2. Bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai bahan yang digunakan 3.5.2.3. Proses

Bagian ini memuat ketentuan mengenai proses pengolahan yang dilakukan 3.5.2.4. Operator

Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang melaksanakan pengolahan 3.5.3. Pengemasan

Bagian ini memuat ketentuan-ketentuan yang terkait dengan kegiatan pengemasan produk pangan organik 3.5.3.1. Alat

Bagian ini memuat ketentuan mengenai alat yang digunakan untuk pengemasan 3.5.3.2. Bahan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai jenis dan persyaratan bahan yang digunakan untuk pengemasan

3.5.3.3. Proses Bagian ini memuat ketentuan mengenai tentang proses pengemasan

3.5.3.4. Operator Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang melaksanakan proses pengemasan

3.5.4. Penyimpanan Produk Bagian ini berisi penjelasan tentang ketentuan-ketentuan terkait dengan penyimpanan produk pangan organik 3.5.4.1. Lokasi

Bagian ini memuat ketentuan mengenai lokasi penyimpanan produk pangan organik 3.5.4.2. Teknik

Bagian ini memuat ketentuan mengenai teknik penyimpanan produk pangan organik 3.5.4.3. Operator

107

Page 108: Diktat Penj.mutu

Bagian ini memuat ketentuan mengenai operator yang bertanggung jawab pada penyimpanan produk pangan organik

Bab IV. Keselamatan Kerja Bagian ini berisi penjelasan ketentuan-ketentuan terkait dengan keselamatan kerja pada saat melakukan pengolahan pangan organik. Keselamatan kerja berkaitan dengan penyediaan, pengaturan, dan penggunaan alat-alat pelindung diri untuk menjaga keselamatan kerja. 4.1. Alat Pelindung Diri

Bagian ini berisi tentang ketentuan mengenai alat pelindung diri bagi karyawan untuk menjaga keselamatan kerja 4.1.1. Jenis

Bagian ini memuat ketentuan mengenai tentang jenis alat yang digunakan 4.1.2. Fungsi

Bagian ini memuat ketentuan mengenai fungsi alat pelindung diri

4.1.3. Pengguna Bagian ini memuat ketentuan mengenai pengguna alat pelindung diri

4.1.4. Peringatan-peringatan Bagian ini memuat ketentuan mengenai peringatan-peringatan yang diperlukan untuk penggunaan alat pelindung diri

Bab V. Pengelolaan Lingkungan Bagian ini berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan yang dilakukan. 5.1. Pengelolaan Limbah

Bagian ini berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah terdiri dari pengelolaan limbah padat, cair dan gas 5.1.1. Limbah Padat

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pengelolaan limbah padat 5.1.2. Limbah Cair

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair 5.1.3. Limbah Gas

Bagian ini memuat ketentuan mengenai pengelolaan limbah gas 5.2. Pengelolaan Gangguan Lingkungan

Bagian ini berisi ketentuan mengenai pengelolaan gangguan lingkungan karena aktivitas produksi dan transportasi

5.3. Pengendalian Hama Bagian ini berisi ketentuan mengenai pengendalian hama yang dilakukan Bab VI. Kesehatan dan Kebersihan

Pekerja Bagian ini berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengelolaan kesehatan dan kebersihan 6.1. Pengelolaan Kesehatan Pekerja

Bagian ini berisi ketentuan mengenai pengelolaan kesehatan pekerja 6.2. Pengelolaan Kebersihan Pekerja

Bagian ini berisi ketentuan mengenai pengelolaan kebersihan pekerja 6.2.1. Sarana

Bagian ini memuat ketentuan mengenai sarana kebersihan pekerja 6.2.2. Peraturan

Bagian ini memuat ketentuan mengenai peraturan dan pengaturan kebersihan pekerja Bab VII. Pengawasan dan Pembinaan

Bagian ini berisi ketentuan mengenai sistem pengawasan dan pembinaan produksi pangan organik 7.1. Pengawasan

Bagian ini berisi ketentuan mengenai sistem pengawasan 7.2. Pembinaan

Bagian ini berisi ketentuan mengenai sistem pembinaan

108

Page 109: Diktat Penj.mutu

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Edi dkk. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid 1.

Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Anonim, 2008 . Pedoman Teknis Pengembangan Agroindustri Tepung Terigu Lokal. 

Ditjen P2HP Deptan, Jakarta

Cahyono, Budi. ____ .Food Safety dan Implementasi Quality System Industri Pangan di Era

Pasar Bebas. Diakses di www.bappenas.go.id pada tanggal 24 April 2010

Cantwell, M. 2007. Pendinginan dan Penyimpanan. Lokakarya Teknologi Penanganan

Pascapanen Hortikultura. USAID – AMARTA, Jakarta.

Chairul, R. 2007. Panduan Penyusunan Cara Penanganan Pasca panen dan Pengolahan Hasil

Tanaman Organik yang Baik Ditjen P2HP Deptan, Jakarta.

Deptan. 2004. Cara Penanganan Pasca Panen yang Baik, Good Handling Practice Produk

Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.

Deptan. 2007. Panduan Penyusunan Cara Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil

Tanaman Organik yang Baik. (Good Handling & Manufacturing Practices).

Departemen Pertanian. Jakarta.

Deptan. 2008. Permentan Nomor : 35/Permentan/OT.140/7/2008 tentang Persyaratan

Penerepan Cara Pengolahan Hasil Pertanian yang Baik (Good Manufacturing

Practices)

Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. M.Brio Press. Bogor.

109

Page 110: Diktat Penj.mutu

XI. HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

XI.1 Pendahuluan

Keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam bidang pangan di

Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan.

Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini masih

tinggi, walaupun prinsip -prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut pada

umumnya telah diketahui.

Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat

mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin

keamanan makanan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisionil yang selama ini

dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut.

Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang disebut

Analisis Bahaya dan PengendalianTitik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point

/HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan

pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan

dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai

risiko risiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan

berdaya guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan tertentu yang

penting dalam menjamin keamanan makanan.

Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan

keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai

bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan makanan yang diolah

dan disiapkan.

Pangan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat tertentu, dengan cita rasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Bagi

masyarakat Indonesia umumnya amat diyakini khasiat aneka pangan tradisional, seperti

tempe, bawang putih, madu, kunyit, jahe, kencur, temu lawak, asam jawa, sambiloto, daun

110

Page 111: Diktat Penj.mutu

beluntas, daun salam, cincau, dan aneka herbal lainnya. Jamu sebagai racikan aneka herbal

berkhasiat juga sangat popular di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Minuman jamu dapat

dibuat dan disajikan secara sederhana di tingkat rumah tangga yang kemudian dijual sebagai

“jamu gendong”. Pada umumnya proses penyiapan jamu ini menggunakan peralatan

sederhana dan tingkat sanitasi dan higinitasyang kurang memadai. Hal ini masih ditambah

lagi dengan rendahnya tingkat sanitasi penggunaan peralatan maupun kemasan selama proses

penyiapan jamu tersebut. Proses penyiapan “jamu gendong” yang seadanya tersebut

merupakan faktor penyebab turunnya mutu jamu yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat

berdampak terhadap mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan.

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan pangan

mengakibatkan meningkatnya perhatian terhadap masalah ini. Permasalahan mendasar

keamanan pangan tradisional pada umumnya terletak pada kelemahan dalam hal jaminan

keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya

atau cemaran tersebut seringkali ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi

pengolahan, belum diterapkannnya praktek sanitasi dan higinitas yang memadai, dan

kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional (Dewanti

dkk, 2001).

Kejadian atau kasus keracunan makanan (foodborne diseases) karena mengkonsumsi

makanan yang tidak aman sering terjadi di masyarakat. Kejadian-kejadian ini menunjukkan

bahwa keamanan pangan di masyarakat masih menjadi masalah utama yang harus dihadapi.

Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap

pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang harus

diperhatikan oleh produsen dan konsumen. Berdasarkan UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang

Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Dengan demikian dapat didefinisikan

bahwa pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau

mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

111

Page 112: Diktat Penj.mutu

Gambar 2. Sumber kontaminan bahan pangan (Sumber: Rahayu, 2008)

Berdasarkan laporan BP-POM tahun 2008 yang dikutip Rahayu (2008), kasus

sumber-sumber kontaminan bahan pangan terdiri dari kontaminan biologi/mikrobiologi,

kimia, dan unknown (penulis sebutkan sebagai kontaminan fisik). Kontaminan-kontaminan

tersebut dapat mencemari pangan sejak masih berupa bahan mentah sampai siap dikonsumsi.

Dalam perkembangannya kontaminan atau cemaran dapat mengalami perubahan

khususnya bahaya biologi/mikroorganisme karena berbagai faktor seperti terjadinya mutasi

peningkatan ketahanan terhadap antibiotika atau kondisi pada saat penanganan atau

pengolahan makanan sehingga mengakibatkan terbentuklah mikroorganisme yang lebih

virulen atau lebih tahan selama pengolahan atau pengobatan. Aspek yang juga perlu

mendapat perhatian adalah adalah meningkatnya paparan manusia dengan kontaminan atau

cemaran karena perubahan pola hidup/makan, seperti kebiasaan makan di luar, bepergian,

atau kembali ke alam dapat meningkatkan paparan terhadap mikroorganisme patogen.

Peningkatan paparan ini juga akan berdampak terhadap peningkatan resiko berbagai penyakit

yang diakibatkan oleh pangan.

Keamanan pangan, masalah dan dampak penyimpangan mutu, serta kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan sistem mutu industri pangan

merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini

sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu pangan. Karena

di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia mau tidak mau sudah harus mampu bersaing

dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam

sistem mutunya (Cahyono, 2010).

Menurut Cahyono 2010, salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah

terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang

berbahaya bagi kesehatan. Hal ini secara jelas menunjukkan upaya untuk melindungi

masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan. Sasaran

program keamanan pangan adalah: (1) Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang

112

Page 113: Diktat Penj.mutu

berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran

produsen terhadap mutu dan keamanan pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang

antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur

keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus,

dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga

dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga

dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia

dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi ketika toksin sudah terbentuk di

dalam makanan atau bahan pangan, sehingga mengindikasikan keadaan berbahaya. Sekalipun

makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk

masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tidak

terdapat dalam makanan.

Adanya virus dan protozoa dalam makanan atau bahan pangan masih belum banyak

yang diteliti dan diidentifikasi. Namun informasi tentang virus hepatitis A dan protozoa

Entamoeba hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui terdapat pada

hasil-hasil peternakan, misalnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau hati sapi.

Adanya cemaran cacing tersebut akan mengakibatkan infeksi pada manusia jika

mengkonsumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik.

Bahaya kimia pada umunya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat

menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan kimia penyebab keracunan seperti logam berat

(timbal/Pb dan raksa/Hg) umumnya berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon,

dan antibiotika. Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan jamur atau

kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia. Beberapa jamur atau kapang

penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang

dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin. Termasuk

dalam bahaya kimia adalah penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi kadar yang

telah ditetapkan oleh instansi terkait dan penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk

makanan/pangan.

Bahaya fisik terdiri dari potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku yang

kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari

para pekerja pengolah makanan. Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya

penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat menjadi pembawa atau carier

113

Page 114: Diktat Penj.mutu

bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan

dikonsumsi.

Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi dimulai saat penanaman/budidaya, produksi,

distribusi/transportasi, retail, dan pengemasan sampai dengan penyajian dan konsumsi

(Gambar 3). Oleh karena itu, untuk menghasilkan produk yang aman, produsen dituntut

menjalankan proses produksi yang baik, yang berujung pada penerapan Hazard Analysis

Critical Control Point (HACCP) (Taylor, 2008) atau Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik

Kritis seperti telah disebutkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan No. 01-4852-

1998.

HACCP; HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT

GAP = Good Agriculture Practice GDP = Good Distribution Practice

GHP = Good Handling Practice GRP = Good Retailing Practice

GMP = Good Manufacturing Practice GCP = Good Catering Practice

Gambar 3. Kaitan HACCP dengan Good Practices dalam rantai pangan

(Sumber: Raspor, 2008)

HACCP adalah suatu sistem yang dianggap rasional dan efektif dalam penjaminan

keamanan pangan dari sejak dipanen sampai dikonsumsi. HACCP adalah suatu sistem yang

mampu mengidentifikasi hazard (bahaya) atau cemaran yang potensial dapat

mengkontaminasi bahan pangan seperti biologi/mikrobiologi, kimia, dan fisik (Taylor, 2008).

Manajemen keamanan pangan tersebut diharapkan dapat diterapkan pada setiap rantai proses

114

Page 115: Diktat Penj.mutu

pengolahan pangan, termasuk di dalamnya pangan tradisional untuk menghindari kasus-kasus

keamanan pangan yang sering ditemukan.

Keberhasilan penerapan aplikasi HACCP memerlukan komitmen dan keterlibatan

penuh dari manajemen dan seluruh tenaga kerja yang terlibat dalam proses pengolahan

makanan. Walaupun saat ini aplikasi HACCP baru dilaksanakan oleh industri-industri besar,

tapi prinsip-prinsip dasarnya dapat diterapkan untuk industri kecil sebagai penopang industri

pangan tradisional di tanah air.

XI.2 Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point )

HACCP adalah suatu alat (tools) yang digunakan untuk menilai tingkat bahaya,

menduga perkiraan risiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan

menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses dari pada pengujian produk akhir

yang biasanya dilakukan dalam cara pengawasan tradisional (Suklan, 1998).

Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang

tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan

yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.

Bahaya tersebut meliputi :

- keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau

fisik pada bahan mentah.

- Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan

kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antar atau

produk jadi, atau pada lingkungan produksi.

- Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk

antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.

Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana

pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya

atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pengendalian kritis (CCP) dapat

berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat

diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:

115

Page 116: Diktat Penj.mutu

- Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat

dihilangkan

- Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya

dikurangi.

Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam industri pengolahan

pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari produksi bahan baku sampai

pemasaran dan distribusi. Hal ini disebabkan beberapa kontaminasi, misalnya logam berat,

pestisida, dan mikotoksin yang mungkin mencemari bahan baku pada waktu produksi, sangat

sulit dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu pengawasan terhadap bahan -

bahan berbahaya tersebut harus dimulai dari saat produksi bahan baku. HACCP tidak hanya

diterapkan dalam industri pangan modern, tetapi juga diterapkan dalam produksi makanan

katering/jasa boga, makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam pembuatan makanan

jajanan.

Bagaimana Melakukan Studi HACCP ?

Secara singkat, HACCP terdiri dari elemen -elemen sebagai berikut

1. Identifikasi bahaya

Pada bagian ini mempelajari jenis -jenis mikroorganisme, bahan kimia dan benda asing

terkait yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa

karakteristik produk serta bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen.

Terdapat tiga bahaya (hazard) yang dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman

untuk dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda -

benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka di mulut, gigi

patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernaan. Bahaya kimia antara lain

pestisida, zat pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan. Bahaya

biologi antara lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan hewan beracun. Hal-

hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Formulasi; adalah bahan mentah dan bahan baku ya ng dapat mempengaruhi

keamanan dan kestabilan produk.

b. Proses; adalah parameter proses pengolahan yang dapat mempengaruhi bahaya.

116

Page 117: Diktat Penj.mutu

c. Kemasan; adalah perlindungan terhadap kontaminasi ulang dan pertumbuhan

mikroorganisme

d. Penyimpanan/penanganan; adalah waktu dan kondisi suhu serta

e. penanganan di dapur dan penyimpanan di etalase.

f. Perlakuan konsumen; digunakan oleh konsumen atau ahli masak professional.

g. Target grup; yaitu pemakai akhir makanan tersebut (bayi, orang dewasa, lanjut

usia)

Semua faktor ini harus dipertimbangkan untuk menentukan risiko serta tingkat bahaya

yang dikandungnya. Tiap -tiap pengawasan/studi harus memeriksa mikroorganisme

tertentu, bahan kimia atau pencemar fisik yang mungkin mempengaruhi keamanan

produk tertentu. Pengendalian dapat didefinisi kan secara tepat dengan cara ini.

Membuat Diagram Alir

Diagram tersebut harus menjelaskan bahan mentah/baku, tahap pengolahan dan

pengemasan, serta mencakup data yang diperlukan untuk analisis bahaya

mikrobilogis, kimia, dan benda -benda asing termasuk informasi tentang

kemungkinan terjadinya kontaminasi.

2. Aktivitas Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP)

Setelah diagram alir tersedia kemudian mengenali titik -titik yang berpotensi untuk

menimbulkan, menghilangkan atau mengurangi bahaya. CCP ditetapkan pada setiap

tahap proses mulai dari awal produksi suatu makanan hingga sampai ke

konsumsi.Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mirobiologis, kimia,

maupun fisik. Pada beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi tingkat

keamanan nya, oleh karena itu CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk

mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan

tambahan makanan.

No Jenis CCP Pengendalian yang dapat

Dicapai Secara Efektif

117

Page 118: Diktat Penj.mutu

1 Pasteurisasi susu Membunuh sel vegetatif

2 Penggunaan wadah yang tepat pada makanan berasam tinggi

Mencegah keracunan logam

No Jenis CCP Pengendalian yang Dapat

Dicapai Sebagian

1 Pencucian dan Sanitasi peralatan Mengurangi pencemaran produk selama pengemasan

2 Sortasi kacang tanah dengan peralatan yang terkontrol

Mengurangi cemaran mikotoksin pada produk-produk kacang tanah

3. Spesifikasi Batas Kritis

Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan

nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat

merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau

prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:

- Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku.

- Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur

- Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang

untuk produk jadi/masak.

Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water activity

(aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas, adanya zat klorin,

dan parameter indera(sensory) seperti penampilan dan tekstur.

4. Aktivitas Penyusunan Sistem Pemantauan

Dalam sistem HACCP, pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai

pengecekan bahwa suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat

dikendalikan atau pengujian dan pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas

proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya dalam menjamin keamanan

produk. Biasanya perlu juga dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan

118

Page 119: Diktat Penj.mutu

berdasarkan pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting

dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik,

pengujian kimia, pengujian mikrobiologi.

5. Pelaksanaan Tindakan Perbaikan.

Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan hasil

pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis

tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan

kecenderungan kurangnya pengendalian. Sebagai contoh adalah klorinasi air

pendingin dan pasteurisasi susu. Pada titik pengendalian kritis (CCP) dimana tingkat

khlorin air pendingin sangat kritis, maka bila konsentrasi klorin kurang dari 1 ppm

harus segera disesuaikan dengan cepat, jika tidak mengandung klorin, maka hasil

olahan harus diperiksa lebih lanjut. Pada proses pasteurisasi suhu yang turun sampai

di bawah 71,50 C harus dilakukan pasteurisasi kembali. Secara umum, data tentang

pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan titik dimana

pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal

ini, sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian

yang berkesinambungan.

6. Aktivitas Sistem Verifikasi

Sistem verivikasi mencakup berbagai aktifitas seperti inspeksi, penggunaan

metode klasik mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk

akhir untuk memastikan hasil pemantauan dan menelaah keluhan konsumen. Contoh

produk yang diperiksa dapat digunakan untuk memeriksa keefektifan sistem. Namun

demikian verivikasi tidak pernah menggantikan pemantauan. Verifikasi hanya dapat

memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen bahwa

penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman (ILSI-Eropa,

1996).

7. Penyimpanan Data atau Dokumentasi

Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data

dapat meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modikasi,

dan operasi sistem akan dapat diperoleh oleh siapapaun yang terlibat proses, juga dari

119

Page 120: Diktat Penj.mutu

pihak luar (auditor). Penyimpanan data membantu meyakinkan bahwa sistem tetap

berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus meliputi penjelasan bagaimana

CCP didefinisikan,pemberian prosedur pengendalian dan modifikasi sistem,

pemantauan, dan verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal.

XI.3 Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard) dan Tingkat Risiko

Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)

Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for

Food (1989), karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi (USDA, 1993).

Hazard A: merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produk yang

didesain dan ditujukan untuk kelompok berisiko (bayi, lanjut usia, orang sakit,

ataupun orang dengan daya tahan tubuh rendah) menjadi tidak steril.

Hazard B: produk mengandung bahan yang sensitif terhadap Hazard

mikrobiologi.

Hazard C: proses yang dilakukan tidak diikuti dengan langkah

pengendalian yang efektif untuk merusak mikroorganisme yang berbahaya.

Hazard D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum

pengepakan.

Hazard E: terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi

atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk berbahaya jika

dikonsumsi.

120

Page 121: Diktat Penj.mutu

Hazard F: tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan

atau ketika dimasak di rumah. Pengukuran Tingkat Risiko Berdasarkan

Karakteristik Hazard

Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for

Food (1989), karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi:

Kategori VI: jika produk makanan mengandung hazard A atau ditambah dengan

hazard yang lain

Kategori V: jika produk makanan mengandung lima karakteristik hazard

(B,C,D,E,F).

Kategori IV: jika produk makanan mengandung empat karakteristik hazard (antara

B - F).

Kategori III: jika produk makanan mengandung tiga karakteristik hazard (antara B

- F).

Kategori II: jika produk makanan mengandung dua karakteristik hazard (antara B -

F).

Kategori I: jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazard (antara B -

F).

Kategori 0: jika tidak terdapat bahaya (USDA, 1993).

XI.4 Manfaat HACCP

Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan instansi

kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan makanan:

1. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan pada semua

aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara biologi, kimia, dan fisik

pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai dari bahan baku sampai penggunaan

produk akhir.

121

Page 122: Diktat Penj.mutu

2. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk mendemonstrasikan kegiatan

yang dapat atau mungkin dilakukan untuk mencegah terjadi bahaya sebelum

mencapai konsumen.

3. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam proses

pengolahan makanan.

4. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah sehingga

pengawasan menjadi optimal.

5. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan yang kritis

dari proses produksi y ang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan.

6. Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi

makanan.

7. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan karena itu

mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan (Suklan, 1998).

HACCP adalah suatu pendekatan sistem dalam pengamanan makanan. Dengan

pendekatan HACCP ini, maka pengawasan keamanan makanan baik yang dikelola oleh

perusahaan makanan, jasa boga, rumah makan, restoran, maupun yang dikelola sebagai

makanan jajanan dan makanan rumah tangga, dapat lebih terjamin

DAFTAR PUSTAKA

Bryan, Frank L. (1995). Analisis Bahaya dan Pengendalian itik Kritis. (Diterjemahkan oleh Ditjen PPM dan PLP). Jakarta: Depkes RI

Cahyono, Budi. ____ .Food Safety dan Implementasi Quality System Industri Pangan di Era Pasar Bebas. Diakses di www.bappenas.go.id pada tanggal 24 April 2010

Dewanti-Hariyadi, R & Nuraida, L. 2001. Keamanan Pangan Fungsional dan Suplemen Berbasis Pangan Tradisional. Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional: Basis bagi Industri Pangan Fungsional dan Suplemen, 54-63.

ILSI-Eropa. (1996). Petunjuk Ringkas untuk Memahami dan Menerapkan Konsep Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis. Jakarta

Rahayu, W. P. 2008. KLB Keracunan Pangan Tahun 2008: Laporan Tahunan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI, Jakarta.

122

Page 123: Diktat Penj.mutu

Raspor, P. 2008. Total food chain safety: how good practice can contribute? Trend in Food Sci. Tech 19, 405-412.

Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis, Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 1, No. 2. IPB Bogor

Suklan, H. (1998). Pedoman Pelatihan System Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk Pengolahan Makanan. Jakarta: Depkes RI

Taylor, E. 2008. A new method of HACCP for the catering and food service industry. Food Control 19, 126-134.

USDA. (1993). HACCP Principles for Food Production. USDA.

Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. M.Brio Press. Bogor.

123