Download - Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Transcript
Page 1: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu

rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh

darah arteri, pembuluh darah vena,trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar

getah bening dan salurannya. Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian

penting yaitu mediastinum superior,anterior, posterior dan mediastinum medial. Rongga

mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat

menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa(1).

Adapun frekuensi tumor mediastinum dikepustakaan luar berdasarkan penelitian

retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA didapatkan 219

pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit

keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma

14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%(2).

Sedangkan data frekuensi tumor mediastinum di Indonesia antara lain didapat

dari SMF bedah Thorak RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada

tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor

yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma,8% tumor syaraf, 4,3% limfoma.

Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67%

kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum posterior 25,5%(3).

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat dilakukan

foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya berkaitan dengan ukuran

dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom

vena kava superior (SVKS) dan gangguan menelan.

Untuk melakukan prosedur diagnostik tumor mediastinum perlu dilihat apakah

pasien datang dengan kegawatan (napas, kardiovaskular atau saluran cerna) atau tidak.

Bila pasien datang dengan kegawatan yang mengancam jiwa, maka prosedur diagnostik

dapat ditunda. Sementara itu diberikan terapi atau tindakan untuk mengatasi kegawatan,

bila telah memungkinkan prosedur diagnostik dilakukan(3).

1

Page 2: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak

atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah,

sedangkan untuk tumor ganas tergantung dari jenisnya tetapi secara umum terapi untuk

tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi(3).

Reperat ini dibuat untuk lebih mengetahui diagnosis dan penatalaksanan tumor

mediastinum

2

Page 3: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

BAB II

TUMOR MEDIASTINUM

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu

rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh

darah arteri, pembuluh darah vena,trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar

getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas,

maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan

kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat

sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda

akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya(3).

Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting(3) :

1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal

ke-5 dan bagian bawah sternum.

2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di

depan jantung.

3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di

belakang jantung.

4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke

diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat membantu

secara praktis proses-proses penegakan diagnosis sedangkan pendekatan dengan

orientasi sistem mempermudah pemahaman petogenesis proses patologi di

mediastinum(4).

Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas

dengan penatalaksanaandan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam

prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai

dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik dituntut agar diagnosis dapat cepat dan

akurat. Masalah lain yang didapat di lapangan adalah banyak kasus datang dengan

kegawatan napas atau kegawatan kardiovaskular, kondisi itu menyebabkan prosedur

diagnosis terpaksa ditunda untuk mengatasi masalah kegawatannya terlebih dahulu(3).

3

Page 4: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Gambar 1. Pembagian mediastinum(kutip 5)

2.1 Klasifikasi

Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor atau

jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg

Tabel 1. Klasifikasi tumor mediastinum (Kutip 6)

4

Page 5: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

A. Timoma

Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor dengan derajat

keganasan yang rendah dan ditemukan pada mediastinum anterior. Timoma termasuk

jenis tumor yang tumbuh lambat. Sering terjadi invasi lokal ke jaringan sekitar tetapi

jarang bermetastasis ke luar toraks. Kebanyakan terjadi setelah usia lebih dari 40 tahun

dan jarang dijumpai pada anak dan dewasa muda. Jika pasien datang dengan keluhan

maka keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri dada, batuk, sesak atau gejala lain

yang berhubungan dengan invasi atau penekanan tumor ke jaringan sekitarnya. Satu atau

lebih tanda dari sindrom paratimik sering ditemukan pada pasien timoma, misalnya

miastenia gravis, hipogamaglobulinemi dan aplasia sel darah merah(7).

Mujiantoro S dkk pada tahun 1996 melakukan penelitian retrospektif terhadap

penderita timoma invasif menunjukkan hasil yang sama, nyeri dada, sesak napas dan

batuk adalah 3 keluhan utama penderita, sedangkan miastenia gravis ditemukan pada 1

dari 15 penderita(8) sedangkan Marshal tahun 2002 mendapatkan 2 dari 24 kasus

prabedah menunjukkan gejala miastenia gravis(9).

Dari gambaran patologi anatomi sulit dibedakan timoma jinak atau

ganas.Definisi timoma ganas ( invasif ) adalah jika tumor secara mikroskopik

(histopatologik) dan makroskopik telah invasif ke luar kapsul atau jaringan sekitarnya.

Klasifikasi histologis untuk timoma dapat dilihat pada tabel 2 yaitu klasifikasi menurut

Muller-Hermelink sedangkan sistem staging dan dapat dilihat pada tabel 3 menurut

sistem Masaoka(7).

Tabel 2. Klasifikasi histologis timoma(kutip 7)

5

Page 6: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Tabel 3. Staging berdasarkan sistem Masaoka(kutip 7)

Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan mikroskopis dan

makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih terbatas pada kelenjar timus dantidak

menyebar ke organ lain. Semua sel tumor terdapat atau terbungkus oleh kapsul dan

secara mikroskopis tidak terlihat invasi ke kapsul. Jika sel tumor invasi telah mencapai

kapsul maka dikategorikan timoma invasif (timoma ganas).

Data di RS Persahabatan dari 31 kasus bedah tahun 1992 sampai dengan tahun

1999 kasus yang masuk kategori invasive adalah sebesar 90,3 % dan hanya 9,7% kasus

yang didiagnosis noninvasif atau stage I. Data tahun 2000-2001 dari 12 pasien timoma

yang dibedah tidak satupun kasus noninvasif(7).

B. Tumor Sel Germinal

Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminoma, teratoma dan nonseminoma.

Tumor sel germinal di mediastinum lebih jarang ditemukan daripada timoma, lebih

sering pada laki-laki dan usia dewasa muda. Kasus terbanyak adalah merupakan tumor

primer di testis sehingga bila diagnosis adalah tumor sel germinal mediastinum, harus

dipastikan bahwa primer di testis telah disingkirkan. Lokasi terbanyak di anterior

(superoanterior) mediastinum. Secara histologi tumor di mediastinum sama dengan

tumor sel germinal di testis dan ovarium(7).

6

Page 7: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Teratoma adalah tumor sel germinal yang paling sering ditemukan diikuti

seminoma Tumor ini dapat berbentuk kista atau padat atau campuran keduanya yang

terdiri dari lapisan sel germinal vaitu ektoderm. mesoderm atau endoderm. Teratoma

matur merupakan tumor sel germinal mediastinum tersering dan biasanya jinak.Tumor

tersebut tidak berpotensial metastasis seperti teratoma testis dan dapat di operasi reseksi.

Oleh karena lokasi anatomisnva maka komplikasi intraoperatif dan pascaoperaif dapat

mempengaruhi morbiditi karena struktur intratoraks biasanya sudah terlibat(7,10).

Teratoma intratoraks biasanya muncul dalam rongga mediastinum dan sangat

jarang di paru. Sebagian besar tumor tersebut bersifat jinak walaupun ada juga yang

bersfat ganas. Biasanya tumor tersebut ditemukan pada garis pertengahan tubuh.

Gejalanya dapat muncul apabila terjadi efek mekanik seperti nyeri dada (52%),

hemoptisis (42%), batuk (39%), sesak napas atau gejala yang berhubungan dengan

pneumonitis berulang. Gejala respiratorik lainnya adalah trikoptisis (trichoptysis) (13%)

yaitu batuk produktif yang dalam sputumnya mengandung rambut atau sekret kelenjar

sebasea. Hal ini timbul apabila terjadi hubungan antara massa tumor dengan

trakeobronkial. Gejala lainnya yaitu sindrom vena kava superior atau lipoid pneumonia.

Teratoma mediastinurn biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto

torak(10)Secara radiologi teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan mengandung

jaringan lunak dengan elemen cairan dan lemak, kalsifikasi terlihat pada 20-43%

kasus(7,10).

Seminoma tampak sebagai massa besar yang homogen sedangkan nonseminoma

adalah massa heterogen dengan pinggir ireguler yang disebabkan invasi ke jaringan

sekitarnya. Untuk membedakan seminoma dengan nonseminoma digunakan serum

marker beta-HCG dan alfa-fetoprotein. meskipun pada seminoma yang murni

konsentrasi beta-HCG terkadang tinggi tetapi alfafetoprotein tidak tinggi. Sedangkan

pada nonseminoma konsentrasi kedua marker itu selalu tinggi. Konsentrasi beta-HCG

dan alfa-fetoprotein lebih dari 500 mg/ml adalah diagnosis pasti untuk nonseminoma(7).

Dibawah ini dapat dilihat klasifikasi histologi tumor sel germinal(7).

7

Page 8: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Tabel 4. Klasifikasi histologi tumor sel germinal(kutip 3)

C. Tumor Syaraf

Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf disebarang tempat, lebih sering di

mediastinum posterior. Tumor itu dapat bersifat jinak atau ganas dan biasanya

diklasifikasi berdasarkan jaringan yang membentuknya. Tumor yang bersifat jinak

sangat jarang menjadi ganas. Meskipun dikatakansering pada anak tetapi juga dapat

ditemukan pada orang dewasa. Topcu dariTurki menganalisis 60 pasien tumor saraf dan

mendapatkan 13 penderita bayidan anak-anak usia (< 15 tahun), 47 orang dewasa (usia

>15 tahun), lebihbanyak perempuan (39 orang) dibandingkan laki-laki (21 orang).

Hanya 20% (12dari 60) bersifat ganas. Pada tabel 5 dapat dilihat kalasifikasi tumor

syaraf(3,7).

Tabel 5. Klasifikasi histologis tumor syaraf(kutip 3)

8

Page 9: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

BAB III

DIAGNOSIS

Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat dilakukan

foto toraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya berkaitan dengan ukuran

dan invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, sindrom

vena kava superior (SVKS) dan gangguan menelan. Tidak jarang pasien datang dengan

kegawatan napas, kardiovaskuler atau saluran cerna. Bila pasien datang dengan

kegawatan yang mengancam jiwa, maka prosedur diagnostik dapat ditunda. Sementara

itu diberikan terapi dan tindakan untuk mengatasi kegawatan, bila telah memungkinkan

prosedur diagnostik dilakukan. Hal penting yang harus diingat adalah jangan sampai

tindakan emergensi tersebut menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan jenis sel

tumor yang dibutuhkan untuk memutuskan terapi yang tepat(3,7) Secara umum diagnosis

tumor mediastinum ditegakkan sebagai berikut:

3.1 Gambaran Klinis

A. Anamnesis

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat

dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi

peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur

mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekanan atau

invasi ke struktur mediastinum.

Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat(3,7):

1. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea

dan/atau bronkus utama,

2. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus

3. Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor

mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,

4. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis

diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus

9

Page 10: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

5. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem

syaraf.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan

keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.

Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa

keadaan klinis lain, misalnya(3):

1. miastenia gravis mungkin menandakan timoma

2. limfadenopati mungkin menandakan limfoma

3.2 Prosedur Radiologi(3)

1. Foto toraks

Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial

atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan

lokasi yang pasti.

2. Tomografi

Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada

lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang

timoma. Tehnik ini semakin jarang digunakan.

3. CT-Scan toraks dengan kontras

Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara

lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor,

misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada

kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum.

Perkembangan alat bantu ini mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan

untuk pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor

mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CTScan abdomen(11).

4. Flouroskopi

Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.

10

Page 11: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

5. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga

aneurisma.

6. Angiografi

Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi

dan ekokardiogram.

7. Esofagografi

Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.

8. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir

Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan

untuk beberapa kasus tumor mediastinum.

3.3 Prosedur Endoskopi(3)

1. Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi.

Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau

penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui

bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas.

Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru

primer.

2. Mediastinokopi. Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di

mediastinum anterior.

3. Esofagoskopi

4. Torakoskopi diagnostic

5. Electromagnetic navigation diagnostic bronchoscopy.

Tindakan ini merupakan metode yang aman untuk mengambil sampel lesi-lesi

yang terletak agak ke periper dimana bronchoscopy biasa tidak bisa mencapainya

dan metode ini juga dapat mengambil sampel lesi tumor mediastinum dengan

cara Transbronchial Needle Aspiration (TNBA). Metode ini memberikan hasil

diagnostik yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya serta lokasi dari

tumor(12).

11

Page 12: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

3.4 Prosedur Patologi Anatomik(3)

Beberapa tindakan dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu dilakukan

untuk mendapatkan jenis tumor.

1. Pemeriksaan sitologi

Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan

sitologi ialah:

a. biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration biopsy, FNAB),

dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB atau tumor supervisial.

b. punksi pleura bila ada efusi pleura

c. bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi

d. biopsi aspirasi jarum, yaitu pengambilan bahan dengan jarum yang

dilakukan bila terlihat masa intrabronkial pada saat prosedur bronkoskopi

yang amat mudah berdarah, sehingga biopsi amat berbahaya

e. biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy (TTB) dilakukan bila massa

dapat dicapai dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada dan lokasi

tumor tidak dekat pembuluh darah atau tidak ada kecurigaan aneurisma.

Untuk tumor yang kecil (<3cm>, memiliki banyak pembuluh darah dan

dekat organ yang berisiko dapat dilakukan TTB dengan tuntunan

flouroskopi atau USG atau CT Scan.

2. Pemeriksaan histologi

Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan prosedur di

bawah ini:

a. biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada KGB

yang teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang mungkin

ada di sana. Prosedur ini disebut biopsi Daniels.

b. biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas hasil belum

didapat. Tao FW dkk pada tahin 2007 melaporkan bahwa tumor

mediastinum daerah anterior untuk diagnostik histologinya dapat

dilakukan mini mediastinotomi yaitu melakukan pengambilan sayatan

kecil kurang lebih 3 cm didaerah garis parasternalis ruang interkostal 2

12

Page 13: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

atau 3. Mini mediastinotomi ini adalah metode yang aman, minimally

invasive, cukup murah dan memberikan hasil yang cukup memuaskan(13).

c. biopsi eksisional pada massa tumor yang besar

d. torakoskopi diagnostik

e. Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di semua

lokasi, terutama tumor di bagian posterior.

3.5 Pemeriksaan Laboratorium(3)

1. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi yang

berkaitan dengan tumor. LED kadang meningkatkan pada limfoma dan TB

mediastinum.

2. Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB

3. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.

4. Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor mediastinum yang

termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada keraguan antara

seminoma atau nonseminoma. Kadar a-fetoprotein dan b-HCG tinggi pada

golongan nonseminoma.

3.6 Tindakan Bedah

Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya diagnostik tidak berhasil

memberikan diagnosis histologis.

3.7 Pemeriksaan Lain

EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum jenis timoma atau

tumor tumorvlainnya. Kegunaan pemeriksaan ini adalah mencari kemungkinan

miestenia gravisvatau myesthenic reaction.

13

Page 14: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat alur diagnostik dari tumor mediastinum

dengan atau tanpa kegawatan.

Gambar 2. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum tanpa kegawatan(kutip 3).

Keterangan : PA = posteroanterior, BJH = biopsi jarum halus, KGB = kelenjar getah bening,

USG = ultrasonografi, MRI = magnetic resonance imaging, TTB = transtorakal biopsi,

VATS = Video assisted thoracoscopy system

Gambar 3. Alur prosedur diagnostik tumor mediastinum dengan kegawatan(kutip 3)

Keterangan : SVKS = Sindrom vena kava superior

ECC = Extra cardiac circulation (sirkulasi luar jantung)

14

Page 15: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

BAB IV

PENATALAKSANA AN

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak

atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah,

sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas

yang paling sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel

germinal dan tumor syaraf.

Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu

bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau

kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya

harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum

bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma

ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal sangat

bergantung pada subtipe tumor sedangkan tumor saraf berdasarkan jaringan yang

dominan pada tumor(7).

Gambar 4. Penatalaksanaan tumor mediastinum(kutip 3)

15

Page 16: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

4.1 Timoma

Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya tumor,

staging dan klinis penderita.Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat jarang

kasus datang pada stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi (bedah, radiasi dan

kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma adalah

Extended Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat kelenjar

timus beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT+ ( Extended Resection) ER yaitu tindakan

reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian yaitu

pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada

staging dan klinis penderita. Reseksi komplet diyakini dapat mengurangi risiko invasi

dan meningkatkan umur harapan hidup(7).

Di RS Persahabatan dilakukan 14 reseksi komplet pada penderita timoma stage

I – III dan 17 debulking untuk semua kasus stage IV. Dari 31 kasus itu 20 di antaranya

menunjukkan reaksi miastenia. Empat dari 20 penderita itu adalah yang telah menjalani

reseksi komplet(14)

Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi

komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau reseksi sebagian untuk kontrol

lokal, seperti yang dilaporkan oleh Mujiantoro dkk(8). Dosis radiasi 3500-5000 cGy.

Untuk mencegah terjadi radiation-induced injury pemberian radiasi lebih dari 6000 cGy

harus dihindarkan.

Ogawa dkk pada tahun 2002 melakukan penelitian retrospektif multiinstitusi

terhadap 103 pasien timoma yang telah direseksi komplet dan mendapat radiasi

pascabedah. Lima puluh dua pasien mendapat radiasi involve field (IF) dan 51 pasien

mendapat radiasi whole mediastinal field (WM) dengan atau tanpa booster. Total dosis

untuk tumor primer 3000-6100 cGy dengan rerata dosis 4000 cGy. Pasien yang hidup

hingga 10 tahun (the 10-years actuarial overall) 81% dan masa bebas penyakit (disease

free survival)79%, 100% pada pasien stage I, 90% pada stage II dan 48% pada stage III.

Kasus relaps terjadi pada 17 pasien, tetapi tidak terjadi pada pasien stage I, 10% pada

stage II dan 44% pada stage III(15).

Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik adalah

cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah kombinasi cisplatin,

16

Page 17: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah doksorubisin, cisplatin,

vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih sederhana yaitu sisplatin dan

etoposid (PE) juga memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda(7).

Froudarakis dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 23 pasien timoma

invasif yang mendapat multimodaliti terapi, 11 pasien direseksi kemudian diberi

kemoterapi dan/atau radiasi, 12 pasien lain mendapat terapi paliatif dengan kemoterapi

dan/atau radiasi. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based, umur tahan hidup 5

tahun 43,5% dengan angka tengah tahan hidup 20 bulan. Reseksi mempunyai

kemaknaan untuk umur tahan hidup(16).

Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada stage I yang telah

direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di pleura (pleural dissemination) dari

sisi yang sama dengan tumor primer, relaps di mediastinum meski lebih sedikit tetapi

juga terjadi.

Dari sebuah penelitian 8% pasien yang mendapat radiasi IF pascabedah

mengalami relaps di mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien yang

mendapat radiasi WM (15). Peneliti lain juga melaporkan terjadi kekambuhan pada 24

dari 126 pasien timoma yang telah direseksi komplet, 92% terjadi di pleura dan 5%

terjadi kekambuhan lokal(17). Untuk kasus kambuh yang penting diingat adalah apakah

pada terapi sebelumnya telah mendapatkan radioterapi full-dose, jika belum radiasi

masih dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang tidak respons dengan radiasi pemberian

kortikosteroid dapat dipertimbangkan, sedangkan .pemberian kemoterapi untuk kasus

relaps masih dalam penelitian.

Sedangkan untuk menentukan prognosis penderita timoma bantak faktor yang

menentukan. Masaoka menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging

penyakit, 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage III dan 50%

untuk stageIV(18). Bambang dkk mendapatkan faktor-faktor yang bermakna

mempengaruhi prognosis penderita timoma pascareseksi di RS. Persahabatan yaitu

staging, jenis tindakan, histopatologi dan reaksi miastenia. Dari 31 penderita timoma

yang dibedah di RS Persahabatan didapatkan umur tahan hidup untuk tahun I sebesar

58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun ketiga sampai dengan tahun kelima 30,9%,

sedangkan median survival adalah 16,2 bulan. Penderita dengan reaksi miastenia

17

Page 18: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

mempunyai angka tahan hidup 5 tahun (74%) sedangkan yang tidak hanya mempunyai

umur tahan hidup 2 tahun (11,8%)(14). Pada tabel 6 dapat dilihat secara ringkas tentang

penatalaksanaan timoma.

Tabel 6. Penatalaksanaan timoma(kutip 3).

4.2 Tumor Sel Germinal

Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan staging

penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas diterapi

dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk

seminoma tergantung pada apakah masih resectable atau tidak, sedangkan yang

nonseminoma diberikan kemoterapi(7)

A.Seminoma

Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah, radiasi dan

kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria resectable

adalah tanpa gejala (asymptomatic), massa masih terbatas di mediastinum anterior dan

tidak ada metastasis lokal (intratoraks) atau metastasis jauh. Sedangkan untuk kasus

yang bermetastasis diberikan kemoterapi. Terapi radiasi atau kemoterapi sebagai pilihan

terbaik untuk seminoma masih diperdebatkan. Seminoma sangat radiosensitif, dosis

radiasi adalah 4500-5000 cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based,

rejimen yang sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin(7).

B. Nonseminoma

Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada laki-laki

18

Page 19: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan kadang

dilakukan operasi pasca kemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery). Rejimen yang

digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen yang terdiri dari

sisplatin dan bleomisin yang diberikan 4 siklus. Untuk menilai manfaat bedah pasca

kemoterapi Vuky dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 32 pasien, reseksi

komplet dapat dilakukan pada 27 pasien, analisis histopatologik mendapatkan bahwa

tumor masih mengandung jaringan nonseminoma (viable tumors) pada 66%, teratoma

pada 22% dan jaringan nekrotik pada 12% kasus(19).

Gambar 5. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal nonseminoma(kutip 20)

C.Teratoma ganas

Rejimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain sisplatin, vinkristin,

bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.

19

Page 20: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

Tabel 7. Penatalaksanaan tumor sel germinal(kutip 21)

4.3 Tumor Syaraf

Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah pembedahan, kecualii

neuroblastoma.Tumor ini radisensitif sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi

akan memberikan hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu

diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi(7).

20

Page 21: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu

rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri

Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas, pembesaran tumor dapat

menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang

mengancam jiwa

Tumor mediastinum banyak tanpa gejala dan ditemukan pada saat dilakukan foto

toraks untuk berbagai alasan.

Keluhan pada pasien dengan tumor mediastinum biasanya berkaitan dengan

ukuran dan kompresi terhadap organ sekitar seperti sesak napas berat, sindrom

vena kava superior dan gangguan menelan

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada jinak atau ganasnya

tumor tersebut. Tumor jinak dilakukan tindakan bedah, sedangkan untuk tumor

ganas tergantung jenisnya, tetapi secara umum adalah terapi multimodaliti yaitu

bedah, kemoterapi dan radiasi

5.2 Saran

Kebanyakan pasien dengan tumor mediastinum tanpa gejala dan sering pasien

datang dengan kegawatan napas, kardiovaskuler atau saluran cerna oleh karena

itu perlunya diagnosis dini terutama pada pasien dengan kelainan daerah

mediastinum yang didapatkan dari Roentgen thorak.

21

Page 22: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

DAFTAR PUSTAKA

1. Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor Mediastinum

Berdasarkan Keadaan Klinis, Gambaran CT SCAN dan Petanda Tumor Di

Rumah Sakit Persahabatan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2003.

2. Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al. Primary

mediastinal malignancies: finding in 219 patients. West J Med 1999; 170(3):

161-6.

3. Tim kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis &

penatalaksanaan di Indonesia,2003.

4. Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor

Sudoyo AW dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta.2006: 1011-4.

5. Bennisler L. Respiratory system. In: Gray’s anatomy. Williams PL, Bennister L,

Berry LH,Collins P, Dyson M, Dussek JE, et al. Editors. 38 th ed, Churchill

Livingstone, Edinburgh,1999.p. 1627-76.

6. Rosenberg JC. Neoplasms of the mediastinum. In: DeVita VT, Hellman S,

Rosenberg JC. Editors.Cancer: principles and practice of oncology. J.B. 4th

edition. Lippincortt. Philadelphia 1993.p.759-74.

7. Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. penatalaksanaan tumor mediastinum ganas.

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta

8. Mujiantoro S, Soewondo W, Busroh IDI, Yunus F, Endardjo S. Penilaian

restrospektif pengelolaan timoma invasif di RS. Persahabatan Jakarta Timur. J

Respir Indo 1996; 16:104-8.

9. Marshal. Jenis dan distribusi massa mediastinum serta permasalahan operasinya

di RS.Persahabatan Jakarta. Tesis program studi ilmu bedah toraks

kardiovaskuler Indonesia.Jakarta, 2002.

10. Wiyono WH dkk. Hemoptisis massif pada teratoma kistik paru. J Respir Indo

2007; Vol 27(4): 214-8.

22

Page 23: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

11. Lau S et al. Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses. Computed

Tomography of Anterio

12. Tao FW et al. Minimally invasive approaches for histological diagnosis of

anterior mediastinal masses. Chinese Medical Journal 2007; 120 (8): 675-679

13. Gildea TR et al. Electromagnetic Navigation Diagnostic Bronchoscopy.

A Prospective Study. Am J Respir Crit Care Med 2006; 174: 982–989.

14. Bambang D. Pemantauan angka tahan hidup penderita timoma yang dibedah di

RS.Persahabatan dengan tinjauan atas faktor-faktor yang mempengaruhi. Tesis

Bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta. 2000.

15. Ogawa K, Uno T, Toita T, Onishi H, Yoshida H, Kakinohana Y, et al.

Postoperative radiotherapy for patients with completely resected thymoma: a

multi-institutional, restrospective review of 103 patients. Cancer 2002;

94(5):1405-13.

16. Froudarakis ME, Tiffet O, Fournal P, Briasoulis E, Karavasilis V, Cuilleret J.

Invasive thymoma: a clinical study of 23 cases. Respiration 2001; 68(4): 376-81.

17. Haniuda M, Kondo R, Numanami H, Makiuchi A, Machida E, Amano J.

Recurrence of thymoma: clinicopathological features, re-operation, and outcome.

J Surg Oncol 2001;78(3): 183-8.

18. Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka T. Follow-up study oh thymomas

with special reference to their clinical stages. Cancer 1981; 48(11): 2485-92.

19. Vuky J, Bains M, Bacik J, Higgins G, Bajorin DF, Mazumdar M. Role of

postchemotherapy adjuctive surgery in the management of patients with non-

seminoma arising from the mediastinum. J Clin Oncol 2001; 19(3): 682-8.

20. Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In: Thoracic

oncology. Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B Saunders

company. Philadelphia.1989.p. 478-89.

21. Roberts JR, Keiser LR. Acquired lesions of the mediastinum: benign and

malignant. In:Pulmonary diseases and disorder. Fishman AP, Elias JA, Fishman

JA, Grippi MA, Keiser LR, Senior RM. Editors. 3rd eds. McGraw-Hill. New

York. 1998.p.1509-37.

23

Page 24: Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum

24