DETERMINAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI
PULAU SUMATERA (KAJIAN INDEKS ENTROPI THEIL)
(Skripsi)
Oleh
NURWAFA FINANDA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
DETERMINAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI
PULAU SUMATERA (KAJIAN INDEKS ENTROPI THEIL)
Oleh
NURWAFA FINANDA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor ketimpangan
pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan analisis
regresi Data Panel untuk mengidentifikasi ketimpangan dan menggunakan model
panel data dari tahun 2007 - 2017 dengan sampel 10 provinsi di Pulau Sumatera,
untuk mengatahui pengaruh setiap variabel terhadap ketimpangan pembangunan
ekonomi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari analisis regresi data
panel menunjukkan bahwa variabel bebas PDRB berpengaruh terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi, IPM berpengaruh terhadap ketimpangan
pembangunan ekonomi, dan Jumlah Penduduk berpengaruh secara signifikan
terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi.
Kata kunci: IPM, Jumlah Penduduk, Ketimpangan Pembangunan, Panel Data,
PDRB.
ABSTRACT
DETERMINANT OF INEQUALITY DEVELOPMENT IN SUMATERA
ISLAND (THEIL ENTROPY INDEX STUDY)
By
NURWAFA FINANDA
The purpose of this study was to analyze the factors of inequality in economic
development on the island of Sumatra. This study uses Panel Data regression
analysis to use inequality and uses a panel data model from 2007 - 2017 with a
sample of 10 provinces on the island of Sumatra, to know any changes in variables
towards inequality in economic development. The results of this study indicate that
the panel data regression analysis shows that the GRDP independent variable
opposes inequality in economic development, HDI regulates economic
development inequality, and the number of population is significantly related to
inequality in economic development.
Keywords: Development Inequality, GRDP, HDI, Panel Data, Population.
DETERMINAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI
PULAU SUMATERA (KAJIAN INDEKS ENTROPI THEIL)
Oleh
NURWAFA FINANDA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telahdi tulis
dengan sungguh sungguh dan bukan merupakan penjiplakan hasil karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya
sanggup menerima hukuman sanksi sesuai yang berlaku
Bandar Lampung, 30 Agustus 2019
Penulis
Nurwafa Finanda
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 20 Agustus 1997, sebagai anak
Pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Kms.Tohir Hanafi, S.E., M.M. dan
Ibu Rosida S, S.Pd.I.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu Taman Kanak – Kanak (TK) Aisiyah
dan Cerkasi di Sukadana Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah
Dasar (SDN) 2 Sukadana Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2009. Penulis
meraih juara II dan juara III Lomba Sempoa Tingkat Kota Metro tahun 2009.
Penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMPN) 1 Sukadana Lampung
Timur diselesaikan pada tahun 2012. Adapun kegiatan organisasi ekstrakurikuler
yang diikuti yaitu Wakil Sekertaris Osis. Kemudian penulis melanjutkan di Sekolah
Menengah Atas (SMAN) 1 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2015.
Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti yaitu Futsal, Basket, dan Paskibra
SMAN 1 Bandar Lampung.
Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas
Lampung di jurusan Ekonomi Pembangunan, melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN) pada tahun 2015. Adapun kegiatan organisasi
yang pernah diikuti yaitu Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
(HIMEPA), Pernah menjadi Komisi Disiplin PPKMB tahun 2017, kemudian tahun
2017 Penulis mengikuti kegiatan KKL (Kuliah Kunjung Lapangan) di Bursa Efek
Indonesia, Kementrian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan. Penulis
melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Bumi Nabung, Kabupaten
Lampung Utara.
Kegiatan di luar kampus yang aktif dilakukan adalah sebagai surveyor BI (Bank
Indonesia) tahun 2019.
MOTO
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik
Pelindung”.
(Q.S Ali-Imran : 173)
“Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar
menolong saudaranya”.
(HR. Muslim)
“Bekerja apapun harus didasarkan Niat Ikhlas dan Jujur, agar KEBENARAN
TERWUJUD”.
(K.H Ahmad Hanafiah Masputra)
“Ridho Allah adalah Ridho Orangtua, Kunci Selamat Dunia Dan Akhirat”.
(Nurwafa Finanda)
PERSEMBAHAN
Di atas segalanya ucap syukur kepada ALLAH SWT
Kupersembahkan Skripsi ini kepada:
Ibu Rosida S, S.Pd.I atas setiap pengorbanan baik moril maupun materil, kasih
ikhlas yang tidak terhingga, serta sujud dan doanya yang selalu diucapkan demi
keberhasilanku
Ayah KMS. Tohir Hanafi, S.E., M.M yang menjadi motivasiku untuk segera
menyelesaikan pendidikanku dan menjadi manusia yang berhasil
Saudariku Nurfadhilah Finanda yang selalu memberikan dukungan
serta mendoakan keberhasilanku
Keluarga besar dan sahabat-sahabat tersayang.
Almamater tercinta, Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung.
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur Penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas
Lampung. Pada kesempatan ini. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan bantuan dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
Dengan kerendahan hati sebagai wujud rasa hormat serta terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Toto Gunarto S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran serta,
memberikan arahan, ilmu, dan saran kepada penulis hingga skripsi ini
terselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung serta Dosen Pembimbing
akademik yang telah meluangkan waktu memberikan arahan dan saran kepada
penulis selama proses perkuliahan.
4. Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung serta selaku
dosen penguji dan pembahas yang telah memberikan arahan dan masukan
kepada penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian.
5. Ibu Dr. Lies Maria Hamzah, S.E., M.E selaku dosen penguji dan pembahas
yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis dengan penuh
kesabaran dan ketelitian.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis menuntut
ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
7. Staff dan pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang
telah membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.
8. Kedua orang tuaku, Ayahanda Kms.Tohir Hanafi, S.E M.M dan Ibunda Rosida
S, S.Pd.I yang telah memberikan cinta dan kasih sayang, semangat, serta selalu
berdoa untuk kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas segala yang
Ayah dan Ibu berikan, semoga kelak Penulis akan membanggakan dan
membahagiakan Ayah dan Ibu.
9. Adikku Nurfadhilah Finanda yang selalu memberikan keceriaan, tawa dan
canda dalam kehidupanku. Semoga kelak kita dapat membanggakan kedua
orang tua.
10. Keluarga besar di Bandar Lampung, Lampung Timur, dan Sumatera Selatan
terimakasih atas doanya.
11. Suhu senior yang selalu membimbing skripsi dengan sabar serta meluangkan
waktunya Shaula Rizky Sharlita dan Rizka Amalia.
12. Sahabatku yang berjuang bersama dari maba (Angling Drama) Bunga Ratu C,
Suci Ramadhanti, Yanuarista S.F, Rynaldi Ariantama, Cynthia Dikna S, Naufal
Bayan, Indri Meiliyana, Gebrella Nadia, Ridho Kukuh Sumedi, Hani Nabila F,
Anisya Bella S, dan Revasya Alita.
13. Sahabat yang selalu ada dalam susah dan senang bersama Meirin Rahma Dira
S.I.kom.
14. Sahabat SMA yang selalu berbagi canda dan tawa Mutiara Ruci, Santrika
Khanza, Novi Kurnia, Naufal Azmar Alqas.
15. Sahabat Rongrong Squad yang selalu menemani hidup tanpa beban Ingrid
Yulika, Mita Gustiari, Yoel Christian, Jesi Zafita, Melinda Purnama, Aji
Mahendra, Gading Putra, Reza, Axel.
16. Rekan KKN Farhana, Nurlia, Bang Dhio, Regif, Ikhwan, dan Ning terima kasih
atas kebersamaan dan pengalaman hidupnya selama 40 hari.
17. Pasukan Turbo (Sepupu Squad) yang selalu tertawa dan receh bersama, Teteh,
Idho, Shahih, Sasha.
18. Para Keluarga Besar Himepa 2015/2016. Jajaran Presidium dan yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.
19. Keluarga Besar EP 15 dan juga Team Perencanaan Squad yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
20. Keluarga SMA N 1 Bandar Lampung, terima kasih telah memberi pengalaman
yang berarti.
21. Team Surveyor Bank Indonesia 2019 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
22. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dari awal
sampai dengan skripsi ini terselesaikan.
Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan mereka yang telah membantu
penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi kita semua Aamiin.
Bandar Lampung, 30 Agustus 2019
Penulis
Nurwafa Finanda
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 18
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 19
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 19
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 21
A. Landasan Teori .......................................................................................... 21
1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi ................................................. 21
2. Indeks Entropi Theil ............................................................................. 22
3. PDRB .................................................................................................... 23
4. Indeks Pembangunan Manusia ............................................................. 24
5. Jumlah Penduduk .................................................................................. 26
B. Hubungan Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat ............................. 27
1. Hubungan PDRB Terhadap Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi ............................................................................................... 27
2. Hubungan IPM Dengan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi .......... 28
3. Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi ........................................................................ 29
C. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 30
D. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 33
E. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 34
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 35
A. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 35
B. Definisi Operasional Variabel ................................................................... 36
C. Model dan Metode Analisis ...................................................................... 37
D. Regresi Data Panel .................................................................................... 38
1. Regresi data panel dengan Common Effect Model ............................... 39
2. Regresi data panel dengan Fixed Effect Model .................................... 40
ii
3. Regresi data panel dengan Random Effect Model ................................ 40
E. Penentuan Metode Estimasi ...................................................................... 41
1. Uji Chow (CEM vs FEM) .................................................................... 41
2. Uji Hausman (FEM vs REM) ............................................................... 41
F. Pengujian Statistik ..................................................................................... 42
1. Uji-t (Pengujian Hipotesis) ................................................................... 42
2. Pengaruh PDRB terhadap ketimpangan pembangunan ........................ 43
3. Pengaruh IPM terhadap ketimpangan pembangunan ........................... 43
4. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap ketimpangan
pembangunan ........................................................................................ 43
5. Uji F ...................................................................................................... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 45
A. Uji Regresi Data Panel .............................................................................. 45
1. Metode Pemilihan Model ..................................................................... 45
B. Estimasi Model Persamaan ....................................................................... 48
1. Model Persamaan Ketimpangan Pembangunan (Y) ............................. 48
2. Model Persamaan Ketimpangan Pembangunan (Y) setelah
di linierkan (Antilog) ............................................................................ 49
C. Pengujian Statistik ..................................................................................... 50
1. Uji-t ....................................................................................................... 50
2. PDRB .................................................................................................... 51
3. IPM ....................................................................................................... 51
4. Jumlah Penduduk .................................................................................. 51
5. Uji F ...................................................................................................... 51
6. Uji Koefisien Determinasi (R2) ............................................................ 52
D. Interpretasi Dan Pembahasan Variabel ..................................................... 53
1. PDRB .................................................................................................... 53
2. IPM ....................................................................................................... 54
3. Jumlah Penduduk .................................................................................. 56
B. Analisis Individual Effect. ......................................................................... 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 63
A. Kesimpulan ................................................................................................ 63
B. Saran .......................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 65
LAMPIRAN ......................................................................................................... 69
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Indeks Entropi Theil Di Pulau Sumatera menurut Provinsi .............................. 4
2. Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Sumatera 2011-2015. .................................. 14
3. Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Sumatera ......................................... 16
4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ............................................................ 30
5. Sumber dan Jenis Data .................................................................................... 36
6. Hasil Uji Chow ................................................................................................ 46
7. Hasil Uji Hausman .......................................................................................... 47
8. Hasil Estimasi Regresi Fixed Effect Model ..................................................... 48
9. Nilai Antilog Koefisien Variabel .................................................................... 49
10. Hasil Uji t ........................................................................................................ 50
11. Hasil Uji Hipotesis Secara Bersama – sama ................................................... 52
12. Koefisien Determinasi ..................................................................................... 52
13. Tabel Nilai Antilog Koefisien Variabel Bebas ............................................... 53
14. Nilai Koefisien Hasil Regresi Fixed Effect Model. ......................................... 58
15. Nilai Coefficient dan Individual Effect tiap Provinsi di Pulau Sumatera ........ 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita di Indonesia. .................. 10
2. Provinsi dengan pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia. .................... 11
3. 5 Provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi di Pulau Sumatera. ................... 13
4. Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 34
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketimpangan pembangunan dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan
utama dalam pertumbuhan provinsi, karena beragamnya karakteristik suatu wilayah
menyebabkan terjadinya ketimpangan daerah. Menurut Williamson (1965),
ketimpangan pembangunan pusat dan daerah satu dengan daerah lain merupakan
suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal
pelaksanaan pembangunan daerah (Sjafrizal, 2018).
Ketimpangan timbul dikarenakan tidak adanya pemerataan dalam pembangunan
ekonomi. Hal ini terlihat dengan adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang
terbelakang atau kurang maju. Ketimpangan memiliki dampak positif maupun
dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong
wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan
pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif
dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan
stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya
dipandang tidak adil, sebagai akibatnya akan timbul perbedaan kesejahteraan di
berbagai daerah (Arsyad, 2004).
Aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah, pada dasarnya
disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan
2
kondisi geografi yang terdapat pada masing-masing daerah. Akibat dari perbedaan
ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi
berbeda. Terdapat beberapa aspek pada setiap daerah biasanya terdapat daerah maju
(Development Region) dan daerah terbelakang (Underdevelopment Region).
Terjadinya ketimpangan ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat. Aspek ketimpangan pembangunan ini juga mempunyai implikasi pula
terhadap formulasi kebijakan pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah
daerah ketimpangan ekonomi pada dasarnya terjadi karena struktur, pola dan lokasi
konsentrasi kegiatan ekonomi antar ruang pada suatu daerah (Sjafrizal, 2018).
Struktur dan pola lokasi tersebut ditentukan oleh distribusi kegiatan ekonomi antar
ruang sangat dipengaruhi keuntungan lokasi dari masing-masing tempat yang
cenderung menimbulkan konsentrasi kegiatan ekonomi. Sementara itu, transmisi
pertumbuhan ekonomi antar ruang ternyata tidak lancar sehingga cenderung
menimbulkan adanya daerah yang bertumbuh cepat dan daerah yang bertumbuh
lambat, hal ini menjelaskan prinsip dasar ketimpangan pembangunan (Sjafrizal,
2018).
Penyebab umum terjadinya ketimpangan ekonomi, (Sjafrizal, 2018) yaitu antara
lain, perbedaan kondisi demografis. Faktor utama yang dapat mendorong terjadinya
ketimpangan ekonomi daerah adalah faktor demografis. Kondisi demografis yang
dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan. Kondisi demografis
ini kemudian akan memengaruhi ketimpangan karena hal ini akan berpengaruh
terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah bersangkutan. Kemudian
3
faktor lainnya konsentrasi kegiatan ekonomi daerah. Terjadinya konsentrasi
kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada daerah tertentu jelas akan memengaruhi
ketimpangan ekonomi derah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih
cepat pada daerah di mana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup
besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mencakup pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan
perusahaan-perusahaan baru dan antar sektor ekonomi suatu daerah (Sjafrizal,
2018).
Untuk menghitung besarnya ketimpangan digunakan Indeks Entropi Theil. Indeks
Entropi Theil memungkinkan untuk membuat perbandingan selama waktu tertentu.
Indeks Ketimpangan Entropi Theil juga dapat menyediakan secara rinci dalam sub
unit geografis yang lebih kecil, yang pertama akan berguna untuk menganalisis
kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu, sedang yang kedua
juga penting ketika kita mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai
kesenjangan/ketimpangan spasial. Merupakan aplikasi konsep teori informasi
dalam mengukur kesenjangan (ketimpangan) ekonomi dan konsentrasi industri.
Studi empiris yang dilakukan Theil dengan menggunakan indeks Entropi
menawarkan pandangan yang tajam mengenai pendapatan regional perkapita dan
kesenjangan pendapatan, kesenjangan internasional, serta distribusi produk
domestik bruto dunia (Kuncoro, 2012).
4
Tabel 1. Indeks Entropi Theil Di Pulau Sumatera menurut Provinsi
Sumber: Perhitungan rumus Indeks Theil
Tabel 1 hasil perhitungan Indeks Entropi Theil diatas dapat dijelaskan bahwa dalam
11 tahun terakhir ketimpangan pembangunan di Pulau Sumatera mengalami
fluktuasi. 10 Provinsi mempunyai karakteristik setiap wilayah berbeda-beda.
Menganalisis masing-masing daerah yang memiliki beragam keunggulan di Pulau
Sumatera. Provinsi Aceh setiap tahun mengalami ketimpangan tergolong rendah.
Ditahun 2008, pertumbuhan ekonomi Aceh masih terus melambat. Penurunan
ekspor yang merupakan penyumbang terbesar dalam PDRB masih terus berlanjut.
Ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan sebesar minus 6,71%.
Pertumbuhan ekonomi Aceh masih didorong oleh sektor pertanian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pertambangan dan penggalian. Kedua
sektor yang pertama disebutkan masih tetap tumbuh meski pertumbuhannya sedikit
melambat hingga tahun 2009. Namun di tahun 2012 Aceh mengalami peningkatan
ketimpangan dikarenakan pada tahun 2012 Aceh dilanda bencana alam yaitu
gempa berkekuatan 8,6 SR. Ketimpangan di Aceh terus mengalami fluktuasi
hingga tahun 2017 sebesar 0,0143 atau provinsi Aceh semakin merata
dibandingkan tahun 2007.
PROVINSI 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
ACEH 0,1023 0,0973 0,0976 0,0077 0,0084 0,0159 0,0127 0,0102 0,0108 0,0110 0,0143
SUMATERA
UTARA 0,0749 0,0755 0,0769 0,0403 0,0400 0,0098 0,0117 0,0393 0,0401 0,0400 0,0453
SUMATERA
BARAT 0,0154 0,0164 0,0186 0,0105 0,0103 0,0154 0,0141 0,0093 0,0084 0,0080 0,0121
RIAU 0,1570 0,1584 0,1616 0,0627 0,0596 0,1324 0,3194 0,0451 0,0398 0,0366 0,0232
JAMBI 0,0522 0,0535 0,0578 0,0150 0,0158 0,0511 0,0498 0,0187 0,0194 0,0196 0,0140
SUMATERA
SELATAN 0,0126 0,0118 0,0145 0,0212 0,0211 0,0097 0,0075 0,0207 0,0200 0,0199 0,0248
BENGKULU 0,0290 0,0294 0,0317 0,0089 0,0092 0,0291 0,0282 0,0100 0,0108 0,0113 0,0087
LAMPUNG 0,0007 0,0007 0,0033 0,0239 0,0238 0,0630 0,0644 0,0235 0,0230 0,0229 0,0399
KEP.BANGKA
BELITUNG 0,0944 0,0918 0,0919 0,0504 0,0505 0,0832 0,0801 0,0488 0,0491 0,0486 0,0431
KEPULAUAN
RIAU 0,2769 0,2656 0,2565 0,1580 0,1558 0,2318 0,2271 0,1569 0,1597 0,1583 0,1381
5
Provinsi Sumatera Utara di tahun 2012 merupakan ketimpangan terendah selama
periode penelitian. Sumatera Utara terus mengalami fluktuasi ketimpangan,
perekonomian Provinsi Sumatera Utara masih mencatatkan pertumbuhan positif
sebesar 6,13%, tumbuh stabil dibandingkan tahun sebelumnya serta berada sedikit
di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,11%. Dari sisi permintaan,
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan laporan tumbuh sedikit meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Aktivitas konsumsi dan kegiatan investasi
masih merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Sumatera Utara.
Struktur perekonomian pada triwulan laporan masih didominasi oleh tiga sektor
utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor PHR.
Kombinasi ketiga sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar 61,54%. Ketiga
sektor utama tersebut masih menjadi sektor pendorong pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara. Kinerja sektor pertanian menunjukkan peningkatan pada tahun
2012. Di tahun 2017 Sumatera Utara kembali mengalami peningkatan ketimpangan
namun masih tergolong rendah dengan indeks sebesar 0,0453.
Provinsi Sumatera Barat tergolong ketimpangan yang rendah selama tahun 2007
hingga 2017. Meskipun mengalami ketimpangan yang tergolong rendah namun
Sumatera Barat mengalami fluktuasi. Sumatera Barat memiliki potensi ekonomi
yang cukup banyak. Perairan pantai barat serta kawasan Kepulauan Mentawai
memiliki banyak kehidupan laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Nelayan dapat
menangkap beragam jenis ikan di kawasan ini. Ikan kerapu, udang, rumput laut,
kepiting, dan mutiara merupakan beberapa hasil perikanan laut unggulan. Daerah
pesisir pantai, terutama kawasan Kepulauan Mentawai menghasilkan banyak
kelapa. Di daerah perbukitan dan pegunungan terdapat perkebunan karet, cengkeh,
dan lada. Kawasan pegunungan yang ditutupi hutan juga menghasilkan kayu.
6
Sumatera Barat memiliki potensi bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang
golongan A, yaitu batu bara terdapat di Kabupaten Sijunjung dan Kota Sawahlunto.
Sedangkan Bahan tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi,
tembaga, timah hitam dan perak menyebar di wilayah kabupaten Sijunjung, Solok, Lima
Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang golongan C menyebar di seluruh
kabupaten kota di Sumatera Barat, sebagian besar terdiri dari pasir, batu dan kerikil
sedangkan di Padang Pariaman terdapat obsidian dan batu andesit.
Provinsi Riau sebagai ketimpangan tertinggi di Pulau Sumatera ditahun 2013.
Dengan indeks sebesar 0,3194 pertumbuhan ekonomi Riau sepanjang tahun 2013
berada pada kondisi yang kurang menggembirakan dimana tumbuh melambat
hingga sebesar 2,61% dan 6,13%, atau merupakan titik terendah dalam kurun 10
tahun terakhir. Kondisi ini utamanya bersumber dari pengaruh eksternal yang
berasal dari faktor perlambatan ekonomi global dan pemberlakuan hambatan tarif
dan non-tarif terhadap produk Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di sejumlah
negara. Selain itu, beberapa pengaruh internal juga turut berperan diantaranya
terkait ‘baseline event’ penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun
2012, minimnya penemuan sumur minyak baru yang lebih produktif dan
menurunnya margin keuntungan pelaku usaha sejalan dengan meningkatnya biaya
produksi akibat penyesuaian biaya energi (Kajian Ekonomi Regional Riau 2013).
Namun tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan
ekonomi semakin merata hingga tahun 2017 dengan indeks ketimpangan sebesar
0,0232.
Provinsi Jambi mengalami ketimpangan tergolong rendah meskipun mengalami
fluktuasi. Pada tahun 2009 gempa bumi 7,0 SR mengguncang Jambi, sehingga
7
menyebabkan kerusakan parah ditahun tersebut. Tahun berikutnya Jambi
mengalami fluktuasi ketimpangan namun tidak dalam skala tinggi hingga
penurunan terus terjadi dengan indeks sebesar 0,0140 di tahun 2017.
Perkembangan perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007
mengalami pertumbuhan sedikit melambat. Faktor utama melambatnya
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 adalah melambatnya pertumbuhan pada
sektor pertanian terutama sub sektor tanaman perkebunan. Perlambatan tersebut
dipengaruhi oleh faktor musiman yang berpengaruh pada penurunan produksi karet
yang menjadi komoditas unggulan di Sumatera Selatan hal ini menjadi dampak
terhadap ketimpangan pembangunan di Sumatera Selatan. Tahun 2010 Sumatera
Selatan diguncang gempa bumi dengan kekuatan 6,8 SR, sehingga menyebabkan
fluktuasi ketimpangan di Sumatera Selatan, namun di tahun 2017 Sumatera Selatan
masih tergolong dalam ketimpangan rendah yaitu dengan indeks 0,0248.
Ketimpangan di Provinsi Bengkulu terus meningkat hingga tahun 2009, namun
tahun berikutnya Bengkulu terus mengalami fluktuasi ketimpangan dikarenakan
Bengkulu termasuk wilayah yang tertinggal di Indonesia bagian barat. Kurang
lancarnya arus infrastruktur menghambat perkembangan wilayah Bengkulu.
Pemerintah Bengkulu terus melakukan pemerataan pembangunan sehngga ditahun
2017 Bengkulu tergolong ketimpangan yang rendah yaitu sebesar 0,0087. Provinsi
Lampung secara garis besar terus mengalami fluktuasi dalam masalah
ketimpangan. Ditahun 2007 merupakan ketimpangan yang tergolong sangat
rendah selama penelitian, pemerataan pembangunan di Lampung serta
pertumbuhan ekonomi yang tumbuh sebesar 6,12% membuat Lampung ditahun
8
tersebut sangat merata. Namun ditahun 2009 kinerja ekonomi Lampung mengalami
perlambatan. Pada periode ini, ekonomi Lampung tumbuh 5,02%, lebih rendah
dibandingkan tahun lalu yang mencapai pertumbuhan sebesar 6,12%. Penyebab
dari pertumbuhan ekonomi yang rendah adalah perlambatan kinerja sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan. Sementara struktur perekonomian provinsi
Lampung masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, kehutanan
dan perikanan. Ditahun 2017 ketimpangan Provinsi Lampung tergolong
ketimpangan rendah sebesar 0,0399.
Kepulauan Bangka Belitung mengalami fluktuasi ketimpangan selama periode
penelitian. Namun di tahun 2008 hingga 2009 Perekonomian Bangka Belitung terus
menunjukkan proses pemulihan. Selain dibantu faktor teknikal dimana puncak
dampak krisis finansial global terjadi tepat pada tahun 2008, Pertumbuhan ekonomi
akan secara tahunan akan mengalami sedikit perlambatan. Terdapat peluang adanya
peningkatan harga komoditas baik pangan maupun energi yang tercipta melalui
excess demand dunia, karena adanya ekspektasi berkurangnya suplai bersamaan
dengan meningkatnya permintaan seiring pemulihan perekonomian global,
nasional, maupun daerah. Indeks Theil Bangka Belitung ditahun 2017 sebesar
0,0431 atau semakin merata dibandingkan tahun 2007, artinya Bangka Belitung
terus mengalami peningkatan perkembangan ekonomi. Kepulauan Riau baru berdiri
tahun 2002, menjadi provinsi termuda di Pulau Sumatera hal ini membuat
Kepulauan Riau menjadi daerah yang tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain.
Di tahun 2007 hingga 2017 Kepulauan Riau tergolong ketimpangan yang sedang,
meskipun mengalami fluktuasi kondisi perekonomian dan terus mengembangkan
pemertataan pembangunan, Provinsi Kepulauan Riau selama tahun 11 tahun
9
terakhir mengalami percepatan dengan stabilitas makro regional yang tetap terjaga.
Dikarenakan pemerintah memfokuskan pemekaran wilayah Kepulauan Riau di
berbagai bidang, agar dapat bersaing dengan provinsi lainnya.
Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah Indonesia
yang terdiri dari 10 Provinsi, yaitu: Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera
Barat, Riau, Jambi, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung,
Kepulauan Riau. Luas wilayah Pulau Sumatera 443.065,8 Km2
dari ujung barat
Sabang sampai timur Lampung dengan jumlah penduduk 63.667.922 jiwa. Pulau
Sumatera dinobatkan sebagai pulau rawan gempa (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 2018) hal ini terjadi karena posisi Sumatera yang berada di pertemuan
dua lempeng bumi, yaitu lempeng Indo-Australia yang terus aktif menunjam ke
bawah lempeng Eurasia. Sehingga, membuat lempeng Eurasi terus bergeser dan
menimbulkan patahan yang memanjang dari ujung utara hingga ke ujung selatan
Sumatra. Tercatat di data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bahwa Pulau
Sumatera dalam 11 tahun terakhir diguncang gempa diatas 6,0 SR sebanyak 8 kali.
Sebagaimana menurut Sjafrizal (2018) bahwa faktor geografis dan demografis
salah satu penyebab ketimpangan di suatu wilayah. Bencana alam memiliki dampak
ekonomi jangka pendek yang harus dibedakan dari kerusakan-kerusakan yang
sifatnya fisik. Dalam jangka panjang, bencana juga memiliki konsekuensi negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Dari perspektif ekonomi,
bencana adalah suatu “shock” yang menyebabkan sejumlah kerugian baik dalam
aspek sumber daya manusia, sosial, dan fisik maupun berkurangnya aktivitas
ekonomi akibat turunnya pendapatan, investasi, produksi, serta konsumsi.
(LIPI, 2008).
10
Kerugian-kerugian langsung dalam aspek ekonomi, fisik, dan korban jiwa
umumnya merupakan inti dari pengkajian dampak bencana, meskipun ketiga area
tersebut barulah sebagian kecil dari kerugian total yang timbul akibat terjadinya
suatu bencana. Lebih jauh, ketiga kerugian langsung tersebut juga menimbulkan
dampak tak langsung dari suatu peristiwa bencana alam, yaitu kerugian yang timbul
akibat hilangnya waktu produksi, pangsa pasar, dan kerugian-kerugian sekunder
yang dirasakan oleh suatu perekonomian regional atau nasional seperti
meningkatnya beban anggaran, hal ini menjadi dampak tak langsung terhadap
ketimpangan pembangunan di suatu wilayah. Bencana yang dipicu oleh risiko
bahaya dari alam (natural hazards) juga merupakan suatu konsekuensi atas
kegagalan pembangunan (United Nations Development Programs, 2004).
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita di Indonesia.
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa tahun 2007 merupakan tahun
dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi setelah krisis yang terjadi tahun 1998.
Pertumbuhan ekonomi yang membaik selama 10 tahun terakhir tahun 2007 sebesar
11
6,4%. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penyebab terjadinya ketimpangan
di suatu wilayah, menurut Sjafrizal (2018) Pembangunan ekonomi dikatakan
berhasil apabila suatu wilayah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta taraf
hidup masyarakat secara merata. Kemudian ditahun 2011 pertumbuhan ekonomi
kembali meningkat sebesar 6,5%, pemerintah melakukan terobosan dalam
menyukseskan setiap pembangunan infrastruktur dengan melibatkan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) maupun pihak swasta. Peran serta semua komponen bangsa
menjadi kunci keberhasilan pembangunan, mengingat wilayah geografi Indonesia
yang sangat luas. Dalam hal ini, sejak tahun 2011 pemerintah melakukan
pembangunan dengan dikemas dalam MP3EI (Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) program ini dilakukan agar semakin
meratanya wilayah di Indonesia.
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Gambar 2. Provinsi dengan pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan Gambar 2 menjelaskan bahwa laju pertumbuhan penduduk tertinggi
di Indonesia 4 provinsi mewakili Pulau Sumatera dan Kepulauan Riau menjadi
12
posisi pertama pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia dengan 3.11%.
Sementara faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan yaitu kondisi demografis
yang dimaksud dengan pertumbuhan struktur kependudukan. Pulau Sumatera
menjadi pulau dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa kondisi demografis Pulau Sumatera dalam pertumbuhan
dan struktur kependudukan, unggul dibanding pulau lain (Badan Pusat Statistik,
2015).
Pertumbuhan ekonomi regional salah satu unsur penentu utama dalam proses
pembangunan daerah dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas.
Sasaran utama pertumbuhan ekonomi regional untuk menjelaskan suatu daerah
dapat tumbuh cepat dan lambat ditentukan oleh berbagai faktor ekonomi yang
saling berkaitan. Indikator ekonomi ini bisa digunakan untuk melihat laju
pertumbuhan ekonomi yang memiliki tingkatan dari nasional hingga daerah. Pada
tingkat nasional indikator ini disebut Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara,
untuk tingkat daerah seperti provinsi, kabupaten/kota bahkan kecamatan, hal itu
dikenal dengan sebutan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB merupakan salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu provinsi. PDRB disini yang
digunakan atas dasar harga konstan perkapita. PDRB merupakan komponen utama
dalam pembangunan. Daerah tertentu yang mengalami pertumbuhan ekonomi lebih
tinggi daripada daerah lain akan menghadapi beban yang terus meningkat karena
banyak penduduk dari daerah lain terus berpindah ke daerah tersebut. Kondisi ini
terjadi karena adanya tarikan peluang kesempatan kerja yang lebih banyak di daerah
13
perkotaan tersebut. Daerah perkotaan secara terus menerus mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi karena sumber daya yang potensial terus
berpindah ke daerah maju sebagai pusat pertumbuhan dengan pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi (Sjafrizal, 2018).
Sumber: Badan Pusat Statistik 2019.
Gambar 3. 5 Provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi di Pulau Sumatera.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Produk Domestik Bruto (PDRB)
Kepulauan Riau sebesar Rp 249,08 triliun dengan jumlah penduduk 2,14 juta jiwa.
Artinya PDRB per kapita provinsi dengan ibu kota Tanjung Pinang tersebut sebesar
Rp 116,58 juta per kapita. Jumlah tersebut meningkat 6,6% dibanding tahun
sebelumnya. Capaian tersebut menempatkan Kepulauan Riau sebagai provinsi
dengan PDRB per kapita terbesar di Pulau Sumatera pada 2018 dan sejak 2017
selalu lebih unggul dari PDRB per kapita Provinsi Riau. Penyumbang terbesar
PDRB Kepulauan Riau berasal dari sektor manufaktur, sebesar Rp 91,8 triliun atau
37% dari total PDB. Sektor konstruksi menjadi kontributor terbesar kedua, yaitu
sebesar Rp 46,2 triliun (19%), disusul sektor penggalian dan pertambangan Rp
35,2 triliun (14%).
14
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Sumatera 2011-2015.
Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 3,28 3,85 2,83 1,65 1,02
Sumatera Utara 6,66 6,45 6,08 5,23 5,08
Sumatera Barat 6,34 6,31 6,02 5,85 5,47
Riau 5,57 3,76 2,49 2,62 0,30
Jambi 7,86 7,03 7,07 7,76 3,60
Sumatera Selatan 6,36 6,83 5,40 4,68 4,44
Bengkulu 6,85 6,83 6,08 5,50 5,11
Lampung 6,44 5,78 5,08 5,12 5,80
Kepulauan Bangka
Belitung
6,90 5,50 5,22 4,68 4,05
Kepulauan Riau 6,96 7,63 7,10 7,32 5,43
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi dari
tahun 2011-2015 di Pulau Sumatera mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di tahun 2011 yaitu sebesar
6,33% dan laju pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di tahun 2015 sebesar
3,76%. Dari 10 provinsi yang ada di Pulau Sumatera, laju pertumbuhan ekonomi
yang tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Riau dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi sebesar 6,89%. Penopang utama pertumbuhan ekonomi Provinsi
Kepulauan Riau dari sisi produksi adalah industri pengolahan dan perdagangan,
sedangkan dari sisi pengeluaran adalah ekspor luar negeri dan konsumsi rumah
tangga. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Provinsi Kepulauan Riau mendorong
pemerataan kesempatan kerja baik di desa maupun kota.
Hal seperti ini tentunya membuat kegiatan ekonomi lancar dan dapat menyerap
tenaga kerja lebih banyak sehingga pengangguran akan berkurang. Selanjutnya laju
pertumbuhan ekonomi yang terendah terdapat di Provinsi Aceh. Kelemahan
perekonomian Provinsi Aceh dapat dipetakan pada kedua kelemahan utama yaitu.
15
Pertama, Tidak memiliki industri hilir yang mengolah bahan baku menjadi bahan
setengah jadi dan bahan jadi. Provinsi Aceh memiliki sumber daya alam mineral,
namun sayangnya tidak dibarengi dengan pembangunan kawasan industri. kedua,
kurangnya sinkronisasi dalam pembangunan antara provinsi dan kabupaten serta
antara kabupaten dengan kabupaten lainnya (Badan Pusat Stastik, 2017).
Indeks Pembangunan Manusia atau yang lebih dikenal dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), dengan menggunakan indikator komponen dasar
penghitungannya yaitu, angka harapan hidup waktu lahir, pencapaian pendidikan
yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta
pengeluaran konsumsi. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa
jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka
harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa
kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup
layak (Badan Pusat Statistik).
Pembangunan ekonomi dapat dikatakan berhasil apabila suatu wilayah atau daerah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat
secara merata. Rendah atau tingginya IPM akan berdampak pada tingkat
produktivitas penduduk, semakin rendah IPM maka tingkat produktivitas penduduk
juga akan rendah kemudian produktivitas yang rendah akan berpengaruh pada
rendahnya pendapatan, begitu pula sebaliknya semakin tinggi IPM maka akan
semakin tinggi tingkat produktivitas penduduk yang kemudian mendorong tingkat
pendapatan menjadi semakin tinggi. Permasalahan yang terjadi adalah IPM pada
tiap daerah itu berbeda, hal ini menjadikan IPM salah satu faktor yang
16
berpengaruh pada ketimpangan pembangunan. (United Nations Development
Program (UNDP Indonesia).
Peningkatan pada IPM justru menyebabkan besarnya ketimpangan pembangunan.
Hal ini dimungkinkan jika daerah yang mengalami peningkatan IPM adalah
provinsi yang justru sudah memiliki IPM yang tinggi sehingga akan makin
memperlebar perbedaan dalam masyarakat dan berakibat pada makin
meningkatnya ketimpangan pembangunan sesuai dengan pendapat Tambunan
(2001), IPM yang tidak merata berbagai daerah akan menyebabkan ada daerah yang
relatif lebih maju akibat dari kualitas manusianya yang lebih baik dan ada daerah
yang relatif tidak maju akibat kualitas manusianya yang rendah. Hal ini akan
mendorong tidak seimbangnya pembangunan yang terjadi. Apabila hal ini terus
dibiarkan maka ketimpangan pendapatan yang terjadi antar daerah akan semakin
melebar. (Tambunan, 2001).
Tabel 3. Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Sumatera
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Aceh 67.09 67.45 67.81 68.3 68.81 69.45 70 70.6
Sumatera
Utara 67.09 67.34 67.74 68.36 68.87 69.51 70 70.57
Sumatera
Barat 67.25 67.81 68.36 68.91 69.36 69.98 70.73 71.24
Riau 68.65 68.9 69.15 69.91 70.33 70.84 71.2 71.79
Jambi 65.39 66.14 66.94 67.76 68.24 68.89 69.62 69.99
Sumatera
Selatan 64.44 65.12 65.79 66.16 66.75 67.46 68.24 68.86
Bengkulu 65.35 65.96 66.61 67.5 68.06 68.59 69.33 69.95
Lampung 63.71 64.2 64.87 65.73 66.42 66.95 67.65 68.25
Kep. Bangka
Belitung 66.02 66.59 67.21 67.92 68.27 69.05 69.55 69.99
Kep. Riau 71.13 71.61 72.36 73.02 73.4 73.75 73.99 74.45
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Tabel 3 menunjukkan bahawa indeks pembangunan manusia di Pulau Sumatera
cenderung meningkat setiap tahunnya. Ditahun 2017 Kepulauan Riau menjadi
17
provinsi dengan indeks pembangunan manusia tertinggi dibandingkan provinsi
lainnya sebesar 74,45. Kemudian Provinsi Lampung dengan indeks pembangunan
manusia terendah diantara provinsi lainnya yaitu sebesar 68,25.
Kondisi demografis merupakan penyebab utama ketimpangan pembangunan suatu
daerah (Sjafrizal, 2018). Permasalahan akan muncul jika jumlah penduduk yang
tinggi diikuti dengan pengangguran dan kemiskinan yang berakibat pada
ketimpangan. Pertumbuhan penduduk biasanya memicu timbulnya masalah lain
seperti struktur umur muda, jumlah pengangguran yang semakin lama semakin
tinggi, urbanisasi dan lain sebagainya. Masalah kependudukan yang mempengaruhi
pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan di Indonesia adalah pola
penyebaran penduduk dan mobilitas tenaga kerja yang kurang seimbang, baik
dilihat dari sisi antar pulau, antar daerah, maupun antar daerah pedesaan dan daerah
perkotaan serta antar sektor (Arsyad, 2010).
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan
ekonomi. Pengujian dalam penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-
beda. Seperti penelitian yang telah dianalisis oleh Riska Dwi Astuti (2015) Hasil
penelitian menunjukkan bahwa IPM memiliki pengaruh positif terhadap
ketimpangan, PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap ketimpangan, dan
jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap ketimpangan di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sementara, Hasil penelitian Ayu Puspa Ningrum (2018)
menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Provinsi Kalimantan Barat masih
tergolong rendah walaupun mengalami kenaikan setiap tahunya. Variabel PDRB
Per Kapita berpengaruh signifikan positif terhadap ketimpangan pembangunan di
18
Provinsi Kalimantan Barat, Variabel IPM berpengaruh negatif signifikan terhadap
ketimpangan pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat dan variabel Tingkat
Penganguran Terbuka berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan. Penelitian lain
juga dilakukan oleh Ellza Alfya Rahma (2018) dan hasil yang diperoleh
menyatakan bahwa variabel PDRB perkapita, IPM, berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Jawa Tahun 2010-2016.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat
ketimpangan yang terjadi di Pulau Sumatera yang menyebabkan pengaruh yang
merugikan dan menguntungkan terhadap pertumbuhan daerah. Dengan
menganalisis pengaruh PDRB, IPM, dan Jumlah Penduduk terhadap ketimpangan
pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera. Kemudian peneliti menggunakan
Indeks Entropi Theil sebagai ukuran ketimpangan ekonomi karena mempunyai
kelebihan tertentu yang terutama karena indeks ini dapat menghitung ketimpangan
dalam daerah secara sekaligus sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas
(Sjafrizal, 2018). Oleh karena itu peneliti meneliti tentang “DETERMINAN
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PULAU SUMATERA
(KAJIAN INDEKS ENTROPI THEIL)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh PDRB terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi
di Pulau Sumatera?
2. Bagaimanakah pengaruh IPM terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi
di Pulau Sumatera?
19
3. Bagaimanakah pengaruh Jumlah Penduduk terhadap ketimpangan
pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera?
4. Bagaimanakah pengaruh PDRB, IPM, dan Jumlah Penduduk terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh PDRB terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera.
2. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh IPM terhadap
ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera.
3. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh Jumlah Penduduk
terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera.
4. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh PDRB, IPM, dan
Jumlah Penduduk terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau
Sumatera.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang ingin
melakukan penelitian pada topik yang sama.
20
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perguruan tinggi dalam
memberikan informasi tentang ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau
Sumatera.
4. Sebagai referensi pemerintah untuk melihat terjadinya ketimpangan
pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
Ketimpangan mengacu pada standar hidup yang relatif pada seluruh masyarakat,
karena kesenjangan wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal
(endowment factor). Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan di berbagai
wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang
kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 2010). Terjadinya
ketimpangan juga membangun teori keterbelakangan dan pembangunan
ekonominya disekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan
internasional. Untuk menjelaskannya menggunakan spread effect dan backwash
effect sebagai pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar
(Arsyad, 2015).
Spread effect (dampak sebar) diartikan sebagai suatu pengaruh yang mendatangkan
keuntungan (favourable effect), mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di
pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Backwash effect (dampak balik) diartikan
sebagai pengaruh yang mendatangkan kerugian (infavourable effect), mencakup
aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke
wilayah inti dan mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah
pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan
22
wilayah inti. Terjadinya ketimpangan regional karena besarnya pengaruh dari
backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang.
Perpindahan modal akan meningkatkan ketimpangan regional, peningkatan
permintaan ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya
meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan
seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan
dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Arsyad, 2015).
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per
kapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang, dengan tujuan
pembangunan tersebut adalah untuk memakmurkan masyarakat melalui
peningkatan pendapatan perkapita (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi tidak
hanya diukur oleh PDRB perkapita, tetapi juga harus melihat indikator lain yang
dapat mempengaruhi pembangunan pada wilayah tersebut, seperti pertumbuhan
ekonomi, jumlah penduduk di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan paradigma
pembangunan modern yang lebih mengedepankan untuk pengentasan kemiskinan
dan penurunan ketimpangan (Todaro, 2003).
2. Indeks Entropi Theil
Mengukur ketimpangan menggunakan Indeks Ketimpangan Entropi Theil
memungkinkan untuk membuat perbandingan selama waktu tertentu. Indeks
Entropi Theil juga menyediakan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih
kecil, yang akan berguna untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis
selama periode tertentu. (Sjafrizal, 2012).
23
Penelitian ini mengggunakan perhitungan ketimpangan Indeks Entropi Theil
dikarenakan terdapat beberapa kelebihan, yaitu (Sjafrizal, 2012):
1. Indeks ini dapat menghitung ketimpangan dalam daerah secara sekaligus,
sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas.
2. Dengan menggunakan indeks ini dapat pula dihitung kontribusi masing-masing
daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan
sehingga dapat memberikan kebijakan yang cukup penting.
3. Sifatnya tidak sensitif terhadap skala daerah dan tidak terpengaruh oleh nilai
nilai ekstrim.
4. Independen terhadap jumlah daerah sehingga dapat digunakan sebagai
pembanding dari sistem regional yang berbeda-beda.
Dengan indikator bahwa apabila semakin besar nilai Indeks Entropi Theil atau
semakin mendekati 1 maka semakin besar ketimpangan yang terjadi sebaliknya
apabila semakin kecil atau semakin mendekati 0 nilai Indeks Entropi Theil maka
semakin merata (Sjafrizal, 2012).
3. PDRB
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu
wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh
berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode. PDRB dapat
menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing
daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi
daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut
24
yang menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB per
kapita merupakan PDRB harga konstan dihitung dari perorang (Kuncoro, 2001).
Besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada potensi sumber daya alam dan
faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut. Kenaikkan PDRB per
kapita secara riil dapat dilihat dari angka PDRB per kapita berdasarkan harga
konstan 2010. Yaitu PDRB per kapita hasil bagi dari PDRB yang dihitung dengan
menggunakan harga tetap pada satu tahun tertentu sebagai referensi. PDRB baik
secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah
ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian wilayah adalah
ketimpangan dalam perkembangan ekonomi berbagai daerah pada suatu wilayah
yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pembangunan daerah (Sjafrizal,
2018).
4. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia atau IPM secara khusus mengukur capaian
pembangunan manusia menggunakan beberapa komponen dasar kualitas hidup.
IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan ke empat komponen,
yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili bidang kesehatan; angka
melek huruf, partisipasi sekolah dan rata-rata lamanya bersekolah mengukur
kinerja pembangunan bidang pendidikan; dan kemampuan daya beli masyarakat
terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan. Pengukuran perbandingan
dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua
negara seluruh dunia. IPM dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat
25
ketimpangan daerah, dengan mengklasifikasikan Pulau Sumatera dalam empat kategori
status pembangunan manusia yang telah dikeluarkan oleh UNDP atau United Nations
Development Programs. Empat kategori tersebut yaitu Rendah bila angka IPM < 50,
Menengah bawah bila angka 50 < IPM < 66, Menengah atas bila angka 66 < IPM
< 80, Tinggi bila angka IPM > 80 (Badan Pusat Statistik, 2016).
IPM mencoba untuk memeringkat semua negara atau daerah berdasarkan tiga
tujuan atau produk akhir IPM (Todaro dan Smith, 2006):
a. Masa hidup yang diukur dengan usia harapan hidup
b. Pengetahuan yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara
tertimbang (dua pertiga) dengan rata-rata sekolah (satu pertiga)
c. Standar kehidupan yang diukur dengan pendapataan riil per kapita, disesuaikan
dengan disparitas daya beli dari mata uang setiap negara untuk mencerminakan biaya
hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas yang semakin menurun dari pendapatan.
Ketimpangan yang terjadi pada suatu wilayah akan berpengaruh pada tingkat
kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Indeks pembangunan manusia dan
ketimpangan memiliki hubungan yang saling berkaitan. IPM menunjukan
dengan jelas bahwa kesenjangan dalam indikator pembangunan paling tidak dalam
indikator kesehatan dan pendidikan. IPM juga mengingatkan kita bahwa
pembangunan, yang kita maksudkan adalah pembangunan manusia dalam arti
luas, bukan hanya dalam bentuk pendapatan yang lebih tinggi. Kesehatan dan
pendidikan bukan hanya input fungsi produksi namun juga merupakan tujuan
pembangunan yang fundamental (Todaro, 2006).
26
5. Jumlah Penduduk
Penduduk adalah salah satu komponen penting dalam pembangunan suatu wilayah,
tetapi tentunya penduduk yang mempunyai daya saing dan yang berkualitas akan
meningkatkan produktivitas perekonomian dari wilayah tersebut. Kuantitas
penduduk juga penting karena akan memengaruhi kesejahteraan masyarakat di
suatu wilayah. perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong,
yaitu: (1) memungkinkan semakin banyaknya tenaga kerja dan penghambat
pembangunan; (2) perluasan pasar, karena luas pasar barang dan jasa ditentukan
oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk, serta
faktor penghambat, yaitu: (1) menurunkan produktivitas; dan (2) meningkatkan
angka pengangguran (Sukirno, 2006).
Jumlah Penduduk yang sangat tinggi di Negara Sedang Berkembang atau NSB
akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya
pembangunan yang dilakukan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi akan
menyebabkan cepatnya laju pertumbuhan jumlah angkatan kerja, sedangkan
kemampuan negara sedang berkembang dalam menciptakan kesempatan tenaga
kerja baru sangatlah terbatas (Arsyad, 2015).
Pertumbuhan dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan
permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali
dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu
kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan. Ada dua pandangan yang
berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan: pertama, adalah
pandangan pesimistis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan penduduk
yang pesat) dapat menghantarkan dan mendorong pengurasan sumber daya,
27
kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis, yang
kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan,
keterbelakangan dan kelaparan; kedua, adalah pandangan optimis yang
berpendapat bahwa penduduk adalah asset yang memungkinkan untuk mendorong
pengembangan ekonomi dan prolosi inovasi teknologi dan institusional sehingga
dapat mendorong perbaikan kondisi sosial (Kuncoro, 2004).
B. Hubungan Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
1. Hubungan PDRB Terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
Hubungan PDRB terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi, dapat muncul
dalam dua bentuk, yaitu divergensi dan konvergensi. Divergensi adalah suatu
kondisi dimana pertumbuhan ekonomi akan cenderung meningkatkan
ketimpangan ekonomi daerah, sedangkan konvergensi adalah kondisi dimana
pertumbuhan ekonomi daerah dapat mengurangi ketimpangan pembangunan
ekonomi daerah. Tentunya kondisi konvergensi akan lebih diinginkan, baik bagi
pemerintah maupun bagi masyarakat daerah yang bersangkutan, dibandingkan
dengan kondisi divergensi karena aspek peningkatan pemerataan pembangunan
ekonomi daerah juga merupakan unsur penting yang harus diupayakan dalam
proses pembangunan daerah (Sjafrizal, 2018).
Pembangunan ekonomi suatu negara dinyatakan berhasil jika terjadinya
pertumbuhan ekonomi yanag diiringi dengan berkurangnya ketimpangan. Dan pada
dasarmya pertumbuhan ekonomi pada hakikatnya baik secara langsung maupu
tidak langsung akan tetap berpengaruh terhadap ketimpangan daerah. PDRB
berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Dengan arti kata
28
bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat di suatu daerah akan tetapi tidak
diikuti oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah lain maka akan
menyebabkan ketimpangan pembangunan menjadi semakin tinggi, hal ini terjadi
karena pada awal awal pembangunan pelaku ekonomi suka berinvestasi pada
daerah yang relatif maju sebab infrastruktur lengkap, banyak tenaga kerja yang
terlatih, peluang bisnis tersedia sehingga daerah yang tadinya juga sudah maju akan
semakin maju dan keadaan ini akan mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi
daerah maju (Kuncoro, 2004).
2. Hubungan IPM Dengan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
Ketimpangan yang terjadi pada suatu wilayah akan berpengaruh pada tingkat
kesejahteraan masyarakat diwilayah tersebut. Diketahui bahwa IPM yang tinggi
mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan ekonomi. Bahwa dampak positif
dari adanya ketimpangan ialah memacu persaingan antar daerah menjadi lebih baik.
Adanya pemerataan IPM akan menciptakan pemerataan kesejahteraan masyarakat
dan sekaligus dapat menurunkan ketimpangan ekonomi di Indonesia (World Bank,
2016).
Menurut Pendapat Tambunan (2001) IPM berpengaruh terhadap ketimpangan
pembangunan ekonomi. Peningkatan pada IPM justru menyebabkan besarnya
ketimpangan pembangunan di Pulau Sumatera. Hal ini dimungkinkan jika daerah
yang mengalami peningkatan IPM adalah provinsi yang justru sudah memiliki IPM
yang tinggi sehingga akan makin memperlebar perbedaan dalam masyarakat dan
berakibat pada makin meningkatnya ketimpangan pembangunan sesuai dengan
pendapat Tambunan, IPM yang tidak merata berbagai daerah akan menyebabkan
29
ada daerah yang relatif lebih maju akibat dari kualitas manusianya yang lebih baik
dan ada daerah yang relatif tidak maju akibat kualitas manusianya yang rendah. Hal
ini akan mendorong tidak seimbangnya pembangunan yang terjadi. Apabila hal ini
terus dibiarkan maka ketimpangan pembangunan yang terjadi antar daerah akan
semakin melebar (Tambunan, 2001).
3. Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi
Hubungan jumlah penduduk terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi yaitu
mempunyai pengaruh yang luas terhadap berbagai segi kehidupan manusia dan
lingkungannya. Peningkatan jumlah penduduk tanpa diimbangi dengan
peningkatan aktivitas ekonomi akan menyebabkan perekonomian menurun. Beban
ekonomi tiap keluarga menjadi bervariasi. Pertambahan jumlah penduduk
menjadikan kompetisi dalam memperoleh lapangan kerja menjadi lebih ketat. Hal
ini lah berdampak pada semakin tingginya angka ketimpangan. (Simon Fulgsang,
2013).
Pertambahan penduduk berasal dari angka kelahiran dan migrasi penduduk ke
dalam. Idealnya, penambahan jumlah penduduk diimbangi dengan penambahan
aktivitas ekonomi. Pertumbuhan penduduk biasanya memicu timbulnya masalah
lain seperti struktur umur muda, jumlah pengangguran yang semakin lama semakin
tinggi, urbanisasi dan lain sebagainya. Masalah kependudukan yang mempengaruhi
pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan di Indonesia adalah pola
penyebaran penduduk dan mobilitas tenaga kerja yang kurang seimbang, baik
dilihat dari sisi antar pulau, antar daerah, maupun antara daerah pedesaan dan
daerah perkotaan, serta antar sektor (Arsyad, 2010).
30
Menurut Simon (1981) Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap ketimpangan
pembangunan sesuai dengan permasalahan kuantitas penduduk dan dampaknya
dalam pembangunan, tentunya Jumlah Penduduk yang besar berdampak langsung
terhadap pembangunan berupa produktivitas penduduk yang sangat diperlukan
dalam pelaksanaan pembangunan.
C. Penelitian Terdahulu
Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No Penulis Judul Metode Variabel Hasil Penelitian
1 Utari
Antika
S (2015)
Ketimpangan
Pendapatan
Perkapita
Di Pulau
Sumatera Tahun
2003-2013
Analisis
Regresi
Spasial
Y: Ketimpangan
X1: PDRB
X2: Jumlah
Penduduk
Ketimpangan
yang terjadi di
Pulau Sumatera
yaitu
ketimpangan
antar Provinsi di
Pulau Sumatera
tergolong sedang.
2 Ellza
Alfya
Rahma
(2018).
Analisis Faktor-
Faktor Yang
Mempengaruhi
Ketimpangan
Pendapatan
Antar Provinsi Di
Pulau Jawa
Regresi
Data panel
Y: Ketimpangan
X1: PDRB
perkapita
X2: IPM
X3: Tingkat
Pengangguran
Terbuka
X4: Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja
Variabel PDRB
perkapita, IPM,
TPT berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
ketimpangan
pendapatan antar
Provinsi di
Pulau Jawa
Tahun 2010-
2016. Sedangkan
variabel TPAK
berpengaruh
positif
dan tidak
signifikan
terhadap
ketimpangan
Provinsi.
3 Widi
Asih
(2015)
Analisis
Ketimpangan
Dalam
Pembangunan
Ekonomi
Regresi
Data panel
Y:
Ketimpangan
X1:
Pembangunan
Ekonomi
Terdapat 10
kecamatan yang
ada di
Kabupaten
Cilacap
mengalami
31
No Penulis Judul Metode Variabel Hasil Penelitian
di Kabupaten
Cilacap Tahun
2004-2013
X2:
Pembangunan
Daerah
X3:Pertumbuhan
Ekonomi Daerah
X4:
Disparitas
Pembangunan
perkembangan
yang
berfluktuasi
negatif dan
mengalami
kemunduran
menjadi daerah
yang relatif
tertinggal.
4 Rizka
Mardela
Okta
Putri
(2016)
Analisis faktor-
Faktor Yang
Mempengaruhi
Ketimpangan
Pembangunan
Ekonomi Di
Provinsi
Lampung
Ordinary
Least
Square
(OLS)
Y: Ketimpangan
Pembangunan
Ekonomi
X1:
Pertumbuhan
Ekonomi
X2: Tenaga
Kerja
X3: Dana
Alokasi Bantuan
Nilai Indeks
Williamson di
Provinsi
Lampung selama
Tahun Penelitian
2000-2014
menunjukan
bahwa
Ketimpangan
Pembangunan
Ekonomi Yang
Terjadi adalah
Tergolong
Ketimpangan
Yang Sedang.
5 Riska
Dwi
Astuti
(2015)
Analisis
Determinan
Ketimpangan
Distribus
pendapatan Di
Daerah Istimewa
Yogyakarta
Periode 2005-
2013
(2015)
Data Panel Y: Ketimpangan
X1: IPM
X2: PDRB
X3: Jumlah
Penduduk
IPM memiliki
pengaruh positif
terhadap
ketimpangan
distribusi
pendapatan,
PDRB per kapita
dan Populasi
penduduk
berpengaruh
negatif terhadap
ketimpangan
distribusi
pendapatan.
6
Ayu
Puspa
Ningrum
(2013)
Analisis
Ketimpangan
Pembangunan
Ekonomi Di
Provinsi
Kalimantan Barat
Tahun 2011-2015.
Data Panel Y1: Indeks
Williamson
X1: PDRB
Perkapita
X2: IPM
X3: Tingkat
Pengangguran
Terbuka
Variabel PDRB
Per Kapita
berpengaruh
signifikan positif
terhadap
ketimpangan
pembangunan
antar Kota di
Provinsi
Kalimantan
Barat, Variabel
32
No Penulis Judul Metode Variabel Hasil Penelitian
IPM berpengaruh
negatif signifikan
terhadap
ketimpangan
pembangunan
antar Kota di
Provinsi
Kalimantan Barat
7 Septa
Sunanda
(2017)
Ketimpangan
Pembangunan Di
Provinsi Bengkulu
Dan Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhinya
(2011-2014)
Data Panel Y: Ketimpangan
X1: PDRB
X2: Jumlah
Penduduk
X3: IPM
Variabel PDRB
memiliki
pengaruh negatif
dan signifikan
terhadap
ketimpangan
perekonomian
sedangkan
variabel Jumlah
Penduduk dan
IPM memiliki
pengaruh positif
dan
signifikan.
8 Nurul
Huda
(2014)
Ketimpangan
Pembangunan
Antar Daerah Di
Indonesia
Indeks
Williamson
Y:Ketimpangan
X1:
Pertumbuhan
Ekonomi
X2: Jumlah
Penduduk
Provinsi di
Indonesia selama
periode 2002-
2011 tingkat
pemerataan
pendapatan
berada tingkat
ketimpangan
sangat tinggi
yaitu nilai indeks
lebih besar dari
0,39 atau
mendekati satu 1.
9 Khoir
Akfini
Didia
(2016)
Analisis
Ketimpangan
Pembangunan
Kawasan
Kedungsepur
Ordinary
Least
Square
(OLS).
Y:Ketimpangan
X1: Investasi
X2: IPM
X3: Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja
Variabel IPM
dan jumlah
penduduk
berpengaruh
signifikan
terhadap
ketimpangan di
Kawasan
Kedungsepur,
TPAK tidak
berpengaruh
33
No Penulis Judul Metode Variabel Hasil Penelitian
signifikan
terhadap
ketimpangan di
Kawasan
Kedungsepur.
D. Kerangka Pemikiran
Ketimpangan provinsi merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses
pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan
oleh perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi
yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan
suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses
pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan pada
setiap daerah biasanya terdapat daerah maju dan wilayah relatif terbelakang.
Namun dengan adanya ketimpangan dari penyebab adanya pembangunan disetiap
daerah, perlu adanya evaluasi untuk merumuskan kebijakan agar ketimpangan tidak
terjadi terlalu dalam. Salah satu model yang cukup representatif untuk mengukur
tingkat ketimpangan pembangunan adalah Indeks Entropi Theil merupakan aplikasi
konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan. Dengan menggunakan
Indeks Entropi Theil menawarkan pandangan yang tajam mengenai ketimpangan
pembangunan ekonomi.
Skala Indeks Entropi Theil adalah antara 0 sampai 1, yang artinya semakin besar
angka menunjukkan ketimpangan yang semakin membesar pula atau mendekati 1,
demikian sebaliknya, bila indeks semakin kecil atau mendekati 0, maka
ketimpangan akan semakin kecil atau dengan kata lain semakin merata. PDRB
merupakan syarat penting untuk mengentaskan ketimpangan di Pulau Sumatera,
walaupun PDRB tidak bisa berdiri sendiri untuk mengurangi dan menanggulangi
34
ketimpangan, maka variabel IPM dan jumlah penduduk diperlukan guna melihat
pengaruh terhadap ketimpangan. Alat analisis yang digunakan untuk mencapai
tujuan penelitian ini adalah Data Panel. Oleh karena itu dibentuklah kerangka
pemikiran seperti berikut.
E. Hipotesis Penelitian
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
1. Diduga PDRB berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di
Pulau Sumatera.
2. Diduga IPM berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di
Pulau Sumatera.
3. Diduga Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan
ekonomi di Pulau Sumatera.
4. Diduga PDRB, IPM, Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap ketimpangan
pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera.
Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi (Indeks Theil)
(Y)
PDRB
(X1)
IPM
(X2)
Jumlah Penduduk
(X3)
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data
panel yang merupakan gabungan antara data runtut waktu (time series) dari periode
2007 hingga 2017 dan data silang (cross-section) yang meliputi 10 Provinsi di
Pulau Sumatera. Analisis kuantitatif yang digunakan alat analisisis Indeks Entropi
Theil untuk mengukur ketimpangan, lalu menggunakan E-views yang digunakan
berupa keseluruhan data untuk masing-masing variabel diperoleh dari situs resmi
Badan Pusat Statistik (BPS).
Kelebihan penelitian menggunakan data panel adalah data yang digunakan menjadi
lebih informatif, variabilitasnya lebih besar, kolineariti yang lebih rendah diantara
variabel dan banyak derajat bebas (degree of freedom) dan lebih. Panel data dapat
mendeteksi dan mengukur dampak dengan lebih baik dimana hal ini tidak bisa
dilakukan dengan metode cross section maupun time series. Data panel
memungkinkan mempelajari lebih kompleks mengenai perilaku yang ada dalam
model sehingga pengujian data panel tidak memerlukan uji asumsi klasik. Dengan
keunggulan regresi data panel maka implikasinya tidak harus dilakukannya
pengujian asumsi klasik dalam model data panel (Gujarati, 2006).
36
Berikut tabel sumber dan jenis data penelitian:
Tabel 5. Sumber dan Jenis Data
No. Nama Variabel Simbol
Variabel
Satuan
Pengukuran
Sumber Data
1 Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi
Y Indeks Perhitungan Indeks
Theil
2 PDRB PDRB Ribu Rupiah Badan Pusat Statistik
3 IPM IPM Indeks Badan Pusat Statistik
4 Jumlah Penduduk JP Ribu Jiwa Badan Pusat Statistik
B. Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman terhadap variabel-variabel
yang akan dianalisis, maka definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah satu
dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan
dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah.
(Williamson, 1965). Ketimpangan pembangunan ekonomi di Pulau Sumatera
menggunakan Indeks Entropi Theil dan data yang digunakan dalam penelitian
ini menurut 10 Provinsi di pulau Sumatera periode 2007-2017 dalam satuan
indeks yang bersumber dari perhitungan rumus Indeks Entropi Theil.
Perhitungan Indeks Entropi Theil juga dapat menyediakan secara rinci dalam
sub unit geografis yang lebih kecil, yang akan berguna untuk menganalisis
kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu. Sebagai contoh
ketimpangan daerah dalam suatu negara dan antar sub unit daerah dalam suatu
kawasan (Kuncoro, 2012).
37
2. PDRB
PDRB merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja perekonomian,
baik di tingkat nasional maupun regional. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah PDRB Perkapita menurut 10 Provinsi di Pulau Sumatera
periode 2007-2017 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.
3. Indeks Pembangunan Manusia
IPM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah IPM menurut 10 Provinsi di Pulau Sumatera
periode 2007-2017 dalam satuan indeks yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik.
4. Jumlah Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di suatu wilayah selama 6
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jumlah penduduk menurut 10 Provinsi di pulau Sumatera periode 2007-2017
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.
C. Model dan Metode Analisis
Penelitian ini mengunakan model persamaan regresi data panel untuk mengetahui
bagaimana pengaruh PDRB (PDRB), IPM (IPM), Jumlah Penduduk (JP), terhadap
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi (IT). Dengan alat analisis software
Eviews 10.
38
Model umum dari analisis ini adalah:
IT = β0 + β1 LnPDRB i,t + β2 LnIPM i,t + β3 LnJP i,t
Keterangan:
IT = Indeks Theil (Indeks)
β 0 = Konstanta
β1 - β 6 = Koefisien regresi
LnPDRB = Produk Domestik Regional Bruto (Ribu Rupiah)
LnIPM = Indeks Pembangunan Manusia (Indeks)
LnJP = Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa)
i,t = i untuk masing-masing provinsi dan t untuk tahun
Adapun rumus Indeks Ketimpangan Entropi Theil (Akita, 2003) adalah sebagai
berikut:
Td = ∑ [𝒀𝒋
𝒀] 𝒍𝒐𝒈 [
𝒀𝒋𝒀⁄
𝑵𝒋𝑵𝒊⁄
]
Keterangan:
Td = Indeks ketimpangan Entropi Theil
yj = PDRB per kapita Provinsi
y = PDRB per kapita Pulau Sumatera
Nj = Jumlah penduduk Provinsi
N = Jumlah penduduk Pulau Sumatera
D. Regresi Data Panel
Keunggulan regresi data panel menurut Wibisono (2005) antara lain :
1. Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara ekspilisit
dengan mengizinkan variabel spesifik individu;
2. Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data panel
dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks.
3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang
(time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of
dynamic adjustment.
39
4. Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih
informative, lebih variatif, dan kolinieritas (multiko) antara data semakin
berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi sehingga
dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.
5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang
kompleks.
6. Data panel dapat digunakan untuk meminimalkan bias yang mungkin
ditimbulkan oleh agregasi data individu.
Dengan keunggulan tersebut maka implikasi pada tidak harus dilakukannya
pengujian asumsi klasik dalam model data panel (Gujarati, 2006). Ada beberapa
model regresi data panel, salah satunya adalah model dengan slope konstan dan
intercept bervariasi. Model regresi panel yang hanya dipengaruhi oleh salah satu
unit saja (unit cross-sectional atau unit waktu) disebut model komponen satu arah,
sedangkan model regresi panel yang dipengaruhi oleh kedua unit (unit cross-
sectional dan unit waktu) disebut model komponen dua arah. Secara umum terdapat
dua pendekatan yang digunakan dalam menduga model dari data panel yaitu model
tanpa pengaruh individu (common effect) dan model dengan pengaruh individu
(fixed effect dan random effect) dalam buku Agus Widarjono (2016).
Analisis regresi data panel adalah analisis yang didasarkan pada data panel untuk
mengamati hubungan antar satu variabel terikat dengan satu variabel bebas. Ada
tiga pendekatan dalam regresi data panel (Agus Widarjono, 2016):
1. Regresi data panel dengan Common Effect Model
Metode pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu.
Diasumsikan bahwa perilaku data antar daerah sama dalam berbagai kurun waktu.
40
Model ini hanya menggabungkan kedua data tersebut tanpa melihat perbedaan
antar waktu dan individu sehingga dapat dikatakan bahwa model ini sama halnya
dengan metode OLS (Ordinary Least Square) karena menggunakan kuadrat kecil
biasa. Pada beberapa penelitian data panel, model ini seringkali tidak pernah
digunakan sebagai estimasi utama karena sifat dari model ini yang tidak
membedakan perilaku data sehingga memungkinkan terjadinya bias, namun model
ini digunakan sebagai pembanding dari kedua pemilihan model lainnya.
2. Regresi data panel dengan Fixed Effect Model
Pendekatan model ini menggunakan variabel boneka (dummy) yang dikenal dengan
sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau
disebut juga Covariance Model. Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan
dengan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV)
dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS).
Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar
unit cross section. Penggunaan model ini tepat untuk melihat perubahan perilaku
data dari masing-masing variabel sehingga data lebih dinamis dalam
mengintrepetasi data.
3. Regresi data panel dengan Random Effect Model
Model data panel pendekatan ketiga yaitu model efek acak (random effect). Dalam
model fixed effect memasukkan dummy bertujuan mewakili ketidaktahuan kita
tentang model yang sebenarnya. Namum membawa konsekuensi berkurangnya
derajat kebebasan (degree of freedom) sehingga pada akhirnya mengurangi efisiensi
parameter. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan variabel gangguan
(error term) yang dikenal dengan random effect. Model ini mengestimasi data panel
41
dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar
individu.
E. Penentuan Metode Estimasi
1. Uji Chow (CEM vs FEM)
Uji Chow merupakan pengujian untuk menentukan uji mana di antara kedua metode
yaitu metode common effect dan metode fixed effect yang sebaiknya digunakan
dalam pemodelan data panel. Hipotesis dalam uji chow ini sebagai berikut: Jumlah
observasi (n) adalah jumlah individu dikali dengan jumlah periode, sedangkan
jumlah parameter dalam model Fixed Effect (k) adalah jumlah variabel ditambah
jumlah individu. Apabila nilai F hitung lebih besar dari F kritis maka hipotesis nul
ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed
Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari F kritis maka hipotesis
nul diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model
Common Effect (Agus Widarjono, 2016).
Sehingga hipotesis untuk uji chow sebagai berikut:
H0 : F hitung < F kritis, H0 diterima artinya model yang digunakan adalah
Common Effect Model (CEM)
Ha : F hitung > F kritis, H0 ditolak artinya model yang digunakan adalah Fixed
Effect Model (FEM)
2. Uji Hausman (FEM vs REM)
Uji Hausman merupakan pengujian yang dilakukan dalam menentukan model
Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan untuk untuk
mengestimasi data panel. Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi-
42
Squares dengan derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel bebas. Hipotesis
nulnya adalah bahwa model yang tepat untuk regresi data panel adalah model
Random Effect dan hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat untuk regresi
data panel adalah model Fixed Effect. Apabila nilai statistik Hausman lebih besar
dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nul ditolak yang artinya model yang
tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Dan sebaliknya, apabila
nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nul
diterima yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model
Random Effect (Agus Widarjono, 2016).
Sehingga hipotesis untuk uji hausman sebagai berikut:
H0 : Chi - square hitung < Chi - square tabel, H0 diterima artinya model yang
digunakan adalah Random Effect Model (REM)
Ha : Chi - square hitung > Chi - square tabel, H0 ditolak artinya model yang
digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM)
F. Pengujian Statistik
1. Uji-t (Pengujian Hipotesis)
Dalam buku Agus Widarjono (2016) Uji t adalah pengujian yang digunakan untuk
mengetahui kebenaran hipotesis dari setiap data sampel yang kita bentuk. Pengujian
ini ada dua jenis yaitu pengujian satu arah ataupun pengujian dua arah. Dalam
pengujian ini hal yang penting adalah pembentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis
alternatif (Ha), selain hal tersebut dalam melakukan pengujian kita akan
membandingkan antara t tabel yang disajikan dengan t hitung yang diperoleh dalam
menentukan nilai-nilai uji t dengan ketentuan:
43
a. Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima
b. Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak.
2. Pengaruh PDRB terhadap ketimpangan pembangunan
H0 : 𝛽1 = 0 artinya tidak terdapat pengaruh antara PDRB terhadap ketimpangan
pembangunan.
Ha : 𝛽1 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh antara PDRB terhadap ketimpangan
pembangunan.
3. Pengaruh IPM terhadap ketimpangan pembangunan
H0 : 𝛽2 = 0 artinya tidak terdapat pengaruh antara IPM terhadap ketimpangan
pembangunan.
Ha : 𝛽2 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh antara IPM terhadap ketimpangan
pembangunan.
4. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap ketimpangan pembangunan
H0 : 𝛽3 = 0 artinya tidak terdapat pengaruh antara Jumlah Penduduk terhadap
ketimpangan pembangunan.
Ha : 𝛽3 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh antara Jumlah Penduduk terhadap
ketimpangan pembangunan.
5. Uji F
Uji F adalah pengujian yang digunakan untuk menguji apakah benar bahwa seluruh
variabel bebas yang digunakan bersama-sama dapat mempengaruhi variabel terikat.
Dalam penelitian ini yang akan di uji adalah apakah benar PDRB, IPM, Jumlah
Penduduk secara bersama-sama akan mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi di Pulau Sumatera. Sama hal nya dengan uji t, uji F juga akan
44
membandingkan antara nilai F hitung dengan nilai F tabel. Jika nilai F hitung lebih
besar dari pada nilai F tabel maka H0 ditolak, hal ini berarti variabel independen
secara bersama – sama berpengaruh terhadap variabel terikat. Begitu pula
sebaliknya jika nilai F hitung lebih kecil dari pada F tabel maka H0 diterima, hal ini
berarti variabel independen secara bersama – sama tidak berpengaruh terhadap
variabel terikat.
Kriteria pengujiannya adalah :
a. Ho diterima dan Ha ditolak apabila memenuhi syarat F-hitung < F-tabel.
b. Ho tidak diterima dan Ha diterima apabila memenuhi syarat F-hitung > F-tabel.
G. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel independen dalam menjelaskan secara keseluruhan terhadap
variabel dependen serta pengaruhnya secara potensial dapat dilihat dari besarnya
nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 dikategorikan kedalam dua hal yaitu jika
nilai R2 semakin besar (mendekati nilai 1) maka pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen lebih besar. Begitu pula sebaliknya jika nilai R2
semakin besar (mendekati nilai 0) maka pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen semakin kecil. Sehingga besaran nilai R2 berada antara 0 sampai
1 atau 0 < R2 < 1 (Gujarati, 2010).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh PDRB, IPM dan
Jumlah Penduduk terhadap ketimpangan pembangunan di pulau Sumatera dengan
menggunakan Indeks Entropi Theil. Setelah melakukan serangkaian proses
penelitian yang mencakup pengumpulan data dan pengolahan data serta
pembahasan, maka pada bab ini akan memberikan kesimpulan penelitian sebagai
berikut:
1. PDRB memiliki pengaruh terhadap ketimpangan pembangungan di pulau
Sumatera.
2. IPM memiliki pengaruh terhadap ketimpangan pembangungan di pulau
Sumatera.
3. Jumlah Penduduk memiliki pengaruh terhadap ketimpangan pembangungan di
pulau Sumatera.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, berikut saran - saran
yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu:
1. Dalam upaya menurunkan ketimpangan, pengembangan pusat pertumbuhan
ekonomi sangat diperlukan. Dengan memanfaatkan potensi ekonomi daerah
kemudian mendorong pembangunan daerah tersebut sehingga meningkatkan
produktivitas masyarakat dan kegiatan ekonomi wilayah lancar.
64
2. Hendaknya Pemerintah khususnya untuk Pulau Sumatera perlu melakukan
upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang merata. Peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia yang merata dapat dilakukan dengan
meningkatkan pendidikan kewirausahaan, pelatihan-pelatihan kerja,
peningkatan penguasaan teknologi, dan lain-lain. Pemerintah perlu
memperhatikan kondisi Sumber Daya Manusia di Indonesia khususnya pada
Pulau Sumatera agar kesejahteraan masyarakat meningkat dan merata keseluruh
wilayah agar ketimpangan semakin menurun.
3. Pemerintah perlu memperhatikan wilayah yang tidak maju dengan cara sistem
pemerintahan otonomi dana pemerintah lebih banyak dialokasikan ke daerah
terbelakang sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung
lebih rendah. Kemudian daerah terbelakang bisa berkembang dan bersaing
dengan daerah maju.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Arsyad, Lincoln. 2010. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Arsyad, Lincoln. 2015. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Asih, Widi. 2015. Analisis Ketimpangan Dalam Pembangunan Ekonomi Antar
Kecamatan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2004-2013. Skripsi. Fakultas
Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.
Ayu, Puspa Ningrum. 2018. Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di
Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015. Skripsi. Fakultas Ekonomi,
Universitas Islam Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2004. Data Publikasi.
Badan Pusat Statistik. 2018. Diakses pada 29 Agustus 2018.
Dougherty, C. 2002. Introduction to econometrics, 2nd ed. New York: Oxford.
Ekananda, Mahyus. 2016. Analisis Ekonometrika Data Panel. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Ellza, Alfya Rahma. 2018. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Ketimpangan Pendapatan Provinsi Di Pulau Jawa. Skripsi. Ilmu Ekonomi.
Universitas Islam Indonesia
Fulsgang, 2013, Determinants of Income Inequality: Sub-Saharan Prespective,
Thesis. Aarhus University.
Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. Edisi Keempat, International Edition.
New York: McGraw–Hill.
Gujarati, D.N. 2006. Dasar–Dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
66
Jhingan, M.L, 2004, “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, Terjemahan
oleh D. Guritno, Edisi ke-1, Cetakan ke-10, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Jhingan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Julian Simon. 1981. The Ultimate Resources (Princeton, N J, Princeton University
Press).
Khoir Akfini Didia. 2016. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Kawasan
Kedungsepur. Universitas Negeri Semarang.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan: Teori, Masalah, dan
Kebijakan. Yogyakarta: STIM YKPN.
Kuncoro, Mudarajad. 2012. Masalah, kebijakan, dan politik ekonomika
pembangunan. Jakarta : Erlangga
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2007. Pulau Sumatera selalu Rawan
Gempa dan Tsunami.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Nurul Huda. 2014. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Di Indonesia.
Universitas Bung Hatta.
Rizka, Dwi Astuti. 2015. Analisis Determinan Ketimpangan Distribusi pendapatan
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2005-2013. Skripsi.Ilmu
Ekonomi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rizka Mardela, Okta Putri. 2016. Analisis fakotr-faktor yang mempengaruhi
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Lampung. (Skripsi).
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung.
Septa, Sunanda. 2017. Ketimpangan Pembangunan Di Provinsi Bengkulu Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (2011-2014). Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis, Universitas Muhammadyah Surakarta.
Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Cetakan
Pertama. Padang.
Sjafrizal, 2012, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat, Jurnal Buletin Prisma. Jakarta.
67
2018. Analisis Ekonomi Regional Dan Pemerataannya Di Indonesia. Depok:
Rajawali Pers.
Suryana, 2000, Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan, Jakarta:
Salemba Empat.
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijkan). Jakarta: Kencana.
2010. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Penemuan
Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Takahiro, Akita. 2003. Decomposing regional income inequality in China and
Indonesia using two-stage nested Theil decomposition method. Jurnal.
International Development Program, International University of Japan.
Tiim, Bonke. 2012. Country Inequality Rankings and Conversion Schemes. Jurnal.
Carsten Schorder University Of Kiel.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kelima. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga. Jilid 1. Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P., dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 2.
Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga.
Utari Antika S. 2015. Ketimpangan Pendapatan Perkapita Di Pulau Sumatera
Tahun 2003-2013. (Jurnal). Fakultas ekonomi Universitas Riau.
United Nations Development Program. 2004. Natural Hazards.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Edisi Kedua. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.
Widarjono, Agus. 2016. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Edisi Keempat.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
World Bank. 2016. Menurunkan Ketimpangan Di Indonesia. The World Bank
Office Jakarta. Jakarta.
Xuan JI, Yanqing Jiang. 2018. The Difference Of Outward-Oriented Economy In
Six Provinces Of Central China Based On The Theil Index. School of
Economics and Finance, Shanghai International Studies University,
Shanghai, China.
68
https://www.bps.go.id/
https://www.bps.go.id/publikasi.html
https://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Contents/Default.aspx
http://lipi.go.id/berita/pulau-sumatra-selalu-rawan-gempa-dan-tsunami-/1522
https://www.undp.org/content/undp/en/home/blog/2017/5/18/Natural-disasters-
don-t-exist-but-natural-hazards-do.html
https://www.bps.go.id/publication/2018/12/28/d15d77d47788e62899dfc980/katal
og-publikasi-bps-2018.html
Top Related