Download - Definisi KEp

Transcript

PENDAHULUANKEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat 1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal.Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat. DEFINISI KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.1DETERMINAN KURANG ENERGI PROTEIN Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.1,2Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab tidak langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.2,3Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehinggatidak perlu dibeli. Namun tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan makanan yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.2,3Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.2,3Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.2,3Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.1,2INDIKATOR KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)DIAGNOSIS2,3 Klinik: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin) Laboratorik :terutama Hb, albumin, serum ferritin Anthropometrik :BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan) Analisis diet dan pertumbuhanRiwayat diet rinci, pengukuran pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi badan-banding-usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang dari 95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, pertumbuhan kurang dari 5 cm / th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.

Klasifikasi :KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu: 1,3(1) KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS. (2) KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS. (3) KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS.

Manifestasi KEP klinis :1-3Manifestasi KEP klinis dapat dibedakan menjadi tiga yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus terjadi bila gizi utama yang kurang adalah kalori atau karbohidrat, sedangkan kwashiorkor terjadi bila gizi utama yang kurang adalah protein. Sementara itu, marasmic-kwashiorkor merupakan kombinasi keduanya, yaitu kekurangan kalori dan protein. Adapun gejala klinisnya (KEP berat) yakni sebagai berikut:Tabel 1. Klinis KEP dalam 3 Tipe1,3MarasmusKwashiorkorMarasmus-Kwashiorkor

sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit wajah seperti orang tua cengeng dan rewel kulit keriput jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada sering disertai diare kronik dan penyakit kronik ,tekanan darah dan jantung serta pernafasan kurang. Edema yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat mata sayu rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok cengeng, rewel dan apatis pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis) sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.Gabungan dari marasmus dan kwashiorkor

Gejala klinis KEP ringan1 Pertumbuhan mengurang atau berhenti BB berkurang, terhenti bahkan turun Ukuran lingkar lengan menurun Maturasi tulang terlambat Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun Tebal lipat kulit normal atau menurun Aktivitas dan perhatian kurang Kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan

PENCEGAHAN KURANG ENERGI PROTEINPelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :1,2,41. Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.2. Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.3. Balita KEP berat : harus dirawat inap di RS dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi :1,5 Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri. Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun. Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun. Balita KEP sedang;1. Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.2. Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya1.JANGKA PENDEK1,51. Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di Posyandu2. Rujukan kasus KEP dengan komplikasi penyakit di RSU3. Pemberian ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan4. Pemberian kapsul Vit A5. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan6. Memberikan makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia 6-12 bulan7. Promosi makanan sehat dan bergizi2. JANGKA MENENGAH1,51. Revitalisasi Posyandu2. Revitalisasi Puskesmas3. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi3. JANGKA PANJANG1,51. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)2. Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan ketahanan panganPENANGGULANGAN KURANG ENERGI PROTEINUntuk KEP tanpa gejala klinis, secara umum cukup memperbaiki intake makanan yang masuk kedalam tubuh. Untuk KEP dengan gejala klinis (Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor) dapat ditangulangi dengan penatalaksanaan sebagai berikut :1,4Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)1.1. Penanganan hipoglikemiSemua anak dengan malnutrisi berat berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah 6 bulan dan belum pernah diimunisasi (bila keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan). Ulangi pemeberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli memberikan metronidazol (7,5 mg/kgbb, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotika spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerob dalam usus halus. 1,4Pilihan antibiotika spektrum luas, bila tanpa penyulit Kotrimoksazol 5 mL suspensi pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari (2,5 mL bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), berikan Ampisillin 50mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5 mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloamfenikol 25 mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar. 1,41.6. Pemberian makananPada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus segera dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas (tabel pemberian diet dan cairan). Berikan formula dengan cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Pada anak dengan selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). 1,4Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan catat jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-lahan berkurang dan berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat badannya akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare persisten. 1,41.7. Fasilitasi tumbuh kejarPada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu, setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan. 1,4 Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).Pemantauan pada masa transisi Frekuensi nafas Frekuensi denyut nadiBila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 1,4Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering Energi 150-220 Kkal/kgBB/hari Protein 4-6 g/kgBB/hariBila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. 1Pemantauan setelah periode transisi: 1,4 Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari) Bila kenaikan BB Kurang (< 5 g/kgBB/hr) perlu re-evaluasi menyeluruh Sedang (5-10 g/kgbb/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikroSemua KEP berat, menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari multivitamin, asam folat 1 mg/hr 95 mg pada hari pertama), seng (Zn) 2 mg/kgbb/hr, tembaga (Cu) 0,25mg/kgbb/hr. Bila berat badan mulai naik : Fe 3 mg/kgbb/hr atau sulfas ferrosus 10 mg/kgbb/hr.1,41.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mentalEmosionalAnak dengan KEP berat memiliki keterlambatan perkembangan mental dan prilaku yang bila tidak diobati akan menjadi masalah serius jangka panjang. Stimulasi fisik dan emosional yang dilalukan melalui program yang dimulai sejak rehabilitasi hingga pasien pulang, akan mengurangi risiko retardasi mental dan gangguan emosional.Wajah anak jangan ditutup; anak harus bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi disekelilingnya. Anak jangan dibungkus kain atau diikat untuk mencegah ia berpindah dari tempat tidurnya.Sangat penting keberadaan ibu atau pengasuh anak ini di rumah sakit dan ia didorong untuk terus memberi makan, menjaga anak agar tetap nyaman dan terus bermain dengannya jika memungkinkan. Setiap orang dewasa disekelilingnya harus berbicara berinteraksi, tersenyum kepada anak. Bial ada prosedur medis yang tidak nyaman (setelah penyuntikan atau pemasangan infus) sebaiknya orang tua atau pengasuhnya mendukung anak pada posisi yang nyaman.1,4

LingkunganSuasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang rawat inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak. Jikalau memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan pakaian seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka. Musik dari radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat. Mainan yang aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak harus selalu tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan menarik.1,4

Kegiatan main anakAnak yang kekurangan gizi perlu berinteraksi dengan anak-anak lain pada saat rehabilitasi Setelah fase awal rehabilitasi,anak-anak ini perlu menghabiskan waktu yang lama dengan bermain dengan anak-anak lain sambil diawasi oleh ibu atau play guide. Aktivfitas ini tidak meninggikan resiko infeksi silang namun memberi keuntungan yang besar pada anak.Perawat atau sukarelawan harus bertanggungjawab menyediakan kurikulum untuk aktifitas main anak-anak. Aktifitas yang dijalankan bertujuan mengembangkan skill motorik dan bahasa. Waktu 15-30menit disediakan tiap hari untuk bermain dengan setiap anak secara individual.Skill baru harus didemonstrasikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan diikuti oleh anaknya.Effort dari anak harus selalu dipuji. 1,41.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuhBila anak berat badannya sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Peragakan kepada orang tua pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat. Serta terapi bermain yang terstruktur. Sarankan agar membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur, pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster) serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan. 1,4

Tabel 2.Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:1NoFASESTABILISASITRANSISIREHABILITASI

Hari ke 1-2Hari ke 2-7Minggu ke-2Minggu ke 3-7

1Hipoglikemia

2Hipotermia

3Dehidrasi

4Elektrolit

5Infeksi

6MulaiPemberian makanan

7Tumbuh kejar(Meningkatkan Pemberian Makanan)

8Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9Stimulasi

10Tindak lanjut

2. Pengobatan penyakit penyerta1. Defisiensi vitamin A1,6Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali* umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali* umur 0 5 bulan : 50.000 SI/kaliBila ada ulkus dimata diberikan : Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali2. Dermatosis1,6Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.Tatalaksana : Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit Beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor) Usahakan agar daerah perineum tetap kering Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit/cacingBeri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.

4. Diare melanjut1,6Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.5. TuberkulosisPada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

3. Tindakan kegawatan1. Syok (renjatan)1,4Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja.Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.Pedoman pemberian cairan :Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.Evaluasi setelah 1 jam :Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasisyok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).Bila tidak ada perbaikan klinisanak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)2. Anemia berat1,7Transfusi darah diperlukan bila : Hb < 4 g/dl Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cellsuntuk transfusi dengan jumlah yang sama.Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah. 1,6

KESIMPULANKurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya KEP diantaranya Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Indikator KEP dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi BB/U, TB/BB dan TB/B dalam Z skor.

DAFTAR PUSTAKA1) Garna Herry, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-5. Bandung: Departmen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2014. h.49-692) Behrman RE, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 1. Ed 15. Jakarta:EGC 2000.h. 179-2113) Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatri. Ed 4. Jakarta:EGC 2010.h. 80-54) Depkes RI. Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di rumah sakit kabupaten/kota. Jakarta: Depatemen Kesehatan Replubik Indonesia19985) Kemenkes. Pedoman pelayanan anak gizi buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan Replubik Indonesia;2011.h.5-35 6) Penyunting Guideline updates on the management of severe acute malnutrition in infants and children. World Health Organization; 2013. Di unduh dari http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/95584/1/9789241506328_eng.pdf?ua=1 . di unduh tanggal 29 Juni 2015.7) Penyuting Malnutrition and anaemia. World Health Organization 2014. Di unduh dari http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/104772/8/9789241506823_Module-6_eng.pdf?ua=1 . Di unduh tanggal 29 Juni 2015 2