Download - Daur Ulang Sampah

Transcript
Page 1: Daur Ulang Sampah

DAUR ULANG SAMPAH DAN

PEMBUATAN KOMPOS

Oleh : Ir Martin Darmasetiawan MSi Penerbit :

EKAMITRA ENGINEERING

Page 2: Daur Ulang Sampah

Ekamitra Engineering didirikan pada tahun 1993, sebagai perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang jasa konsultasi, perusahaan ini dikelola oleh tenaga-tenaga yang profesional dan telah terbina dalam prinsip-prinsip efisiensi yang mengutamakan kualitas .

Sejak berdirinya hingga saat ini, Ekamitra Engineering telah banyak mendapat kepercayaan baik dari instansi pemerintah maupun swasta untuk

berperan serta secara proaktif dalam penanganan bidang-bidang pekerjaan yang meliputi perencanaan, manajemen, dan pelatihan peningkatan

sumberdaya manusia.

Dengan kemampuan manajemen yang dimilikinya Ekamitra Engineering telah mempunyai tenaga ahli yang profesional dan peralatan yang memadai sebagai penunjang dalam melayani pekerjaan yang akan

ditangani, terutama dalam bidang-bidang yang dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

• Pengembangan Kota

• Pengembangan infrastruktur kota:

• Air Minum

• Air Limbah dan Sanitasi

• Persampahan

• Drainase

• Konservasi Lingkungan

• Pemetaan

Adapun lingkup yang dikerjakan meliputi:

• Studi kelayakan

• Rekayasa dan rancang bangun

• Supervisi Konstruksi

• Bantuan teknis monitoring dan evaluasi

• Manajemen dan pelatihan

• Pengembangan sumberdaya manusia

• Sistem Informasi dan Manajemen

Alamat Keresponden:

Jl Kerinci 1/12 Jakarta Selatan

Kebayoran Baru 12120

Tilp 021 725 4302

FAX 021 725 4008

Website : http://Ekamitra.cjb.net Email: [email protected]

Page 3: Daur Ulang Sampah

KATA PENGANTAR Selain dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah juga

dapat diadur ulang. Pada saat iniliteratur mengenai daur ulang

sampah yang komprehensif yang dapat dipakai sebagai panduan

dalam perencanaan maupun operasional masih terbatas. Umumnya

yang ada sebagian besar merupakan modul modul training dan

panduan operasional yang sifatnya parsial.

Oleh sebab itu kami memberanikan diri untuk merangkum literatur

dan tulisan tersebut dalam suatu buku yang lebih komprehensif dan

dapat dipakai sebagai panduan prsoses belajar, panduan untuk

perencanaan maupun untuk pelaksanaan di lapangan.

Adapun tulisan yang menjadi referensi utama dalam buku ini adalah

materi training yang dikeluarkan Departemen Kimpraswil pada tahun

1997, yang isi tujuannya adalah untuk melatih para operator

persampahan dan TPA di lapangan.

Secara garis besar buku ini berisi mengenai :

• Konsep Zero Waste

• Pembuatan Kompos

• Pengelolaan Pembuatan Kompos

• Pembiayaan Pengkomposan

Kami berharap buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa , praktisi

maupun halayak ramai yang ingin memahami Persampahan dan

Pengelolaannya.

Page 4: Daur Ulang Sampah

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir Elisabet

Pasaribu dan Ir Agus Riadi yang telah membantu menyelesaikan

buku ini.

Di akhir kata, kami menyadari bahwa perangkuman ini masih jauh

dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan masukan demi

berkembangnya ilmu persampahan sangat kami harapkan.

Jakarta, Juni 2004

Ir Martin Darmasetiawan MS

Page 5: Daur Ulang Sampah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan

memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama bila

tidak sampai terangkut dan akhirnya terakumulasi di tempat-tempat

terbuka maupun badan air. Selain itu sampah yang diamankan di

TPA, ternyata tidak mampu mengamankan lingkungan sekitarnya

akibat pengelolaan yang kurang baik. Permasalahannya antara lain

adalah:

Sampah yang dibuang di TPA 60-70% adalah materi organik yang

mudah terurai. Sampah organik akan terdekomposisi dan dengan

adanya limpasan air hujan terbentuk leachate (lindi/air sampah) yang

akan mencemari sumber daya air baik air tanah maupun permukaan

sehingga mungkin saja sumur-sumur penduduk di sekitarnya ikut

tercemar.

Lindi yang terbentuk mengandung nilai BOD (Biological Oxygen

Demand = Kebutuhan Akan Oksigen Biologis) mencapai ribuan

bahkan puluhan ribu ppm. Selain itu dalam lindi juga mengandung

bibit penyakit patogen, seperti tifus, hepatitis, dan sebagainya.

Page 6: Daur Ulang Sampah

2

Lindi mungkin juga mengandung logam berat, mengingat sampah

yang diamankan di TPA tersebut masih tercampur antara sampah

domestik B3 seperti batu baterai dengan sampah domestik biasa.

Proses dekomposisi yang terjadi di TPA bersifat anaerobik, sehingga

terbentuk gas-gas berbahaya seperti metan, H2S, dan gas-gas

merkaptan lainnya. Kebakaran yang sering terjadi di TPA, salah satu

pencetusnya adalah karena keberadaan gas-gas tersebut yang

kemudian disulut oleh hal-hal kecil seperti puntung rokok yang masih

menyala.

Kebakaran yang biasanya sulit untuk dipadamkan, akan meluas dan

menimbulkan asap disertai bau yang menyengat, sehingga

menyebabkan gangguan pernapasan baik petugas maupun

masyarakat sekitar.

Kepulan asap hasil pembakaran sampah harus dicermati, mengingat

kemungkinan mengandung zat berbahaya lainnya yaitu dioksin, zat

karsinogenik penyebab kanker yang merupakan hasil pembakaran

tidak sempurna dari sampah plastik.

Selain masalah-masalah teknis seperti di atas, masalah non teknis

pun menjadi kendala bagi pengelola sampah kota, antara lain:

Keterbatasan lahan, terutama bagi kota-kota raya dan besar, sering

menimbulkan masalah, karena itu sampah harus dibuang ke wilayah

tetangga.

Page 7: Daur Ulang Sampah

3

Masalah kebersihan belum menjadi program prioritas di daerah. Hal

ini berdampak pada alokasi biaya kebersihan yang masih sangat

terbatas.

Masyarakat masih belum memahami bahwa masalah kebersihan

adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan

masyarakat.

Hukum dan peraturan perundang-undangan belum dilaksanakan atau

ditegakkan.

1.2. Paradigma Pengelolaan Sampah

Semua permasalahan di atas terjadi akibat hampir semua pemerintah

daerah di Indonesia, masih menganut paradigma lama pengelolaan

sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan

pembuangan akhir. TPA dengan sistem lahan urug saniter (sanitary

landfill) yang ramah lingkungan, ternyata tidak ramah dalam aspek

pembiayaan, karena membutuhkan biaya yang tinggi untuk investasi,

konstruksi, operasi dan pemeliharaan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, sudah saatnya

pemerintah daerah mau merubah pola pikir yang lebih bernuansa

lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah

waktunya diterapkan, yaitu dengan meminimasi sampah serta

maksimasi kegiatan daur-ulang dan pengomposan disertai dengan

TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru yang diharapkan dapat

mulai dilaksanakan adalah dari orientasi pembuangan sampah ke

Page 8: Daur Ulang Sampah

4

orientasi daur-ulang dan pengomposan. Melalui paradigma baru ini

pengelolaan sampah tidak lagi merupakan satu rangkaian yang

hanya berakhir di TPA (one-way street), tetapi lebih merupakan satu

siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Energi baru yang

dihasilkan dari hasil penguraian sampah maupun proses daur-ulang

lainnya tidak hilang percuma. Berdasarkan perhitungan Direktorat

Bintek-Dept. PU (1999), bila konsep pengelolaan sampah terpadu

dengan strategi 3-M (mengurangi, menggunakan kembali, mendaur-

ulang) dilaksanakan, maka sampah yang akan masuk ke TPA berupa

residu hanya sebesar 15%. Sampah yang dapat dikomposkan ±

40%, didaur-ulang (20%), dan dibakar dengan menggunakan

insinerator 25%. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan paradigma

lama pengelolaan sampah.

GAMBAR 1.1. PARADIGMA LAMA PENGELOLAAN SAMPAH

Sumber Sampah

Pewadahan

Pengumpulan

dan Pemindahan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

Page 9: Daur Ulang Sampah

5

Keberhasilan penerapan paradigma baru ini dapat tercapai tentu

melalui koordinasi yang baik dengan instansi terkait seperti Dinas

Pertamanan, Dinas Pasar, Bapedalda, Kelurahan, dsb. Masyarakat

tentu saja harus terlibat aktif, misalnya dalam kegiatan pemilahan dan

pengumpulan sampah di sumber.

GAMBAR 1.2. PARADIGMA BARU PENGELOLAAN SAMPAH

Sumber Sampah

Pewadahan pemilahan

dan pengolahan di rumah tangga

: kompos,

daur-ulang

Pengumpulan, Pemindahan, pengolahan

skala kawasan:

Pengangkuta

Pembuangan Akhir

Pengolahan: -Daur-ulang -Kompos -Pembakaran -Pemadatan

Page 10: Daur Ulang Sampah

6

1.3. MINIMASI SAMPAH

Minimasi limbah/sampah adalah upaya untuk mengurangi volume,

konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari

proses produksi dengan reduksi dari sumber dan/atau pemanfaatan

limbah.

Pada dasarnya minimasi limbah/sampah merupakan bagian dari

pengelolaan limbah dan dapat mengurangi penyebaran limbah di

lingkungan, meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberikan

keuntungan ekonomi, antara lain:

a. Mengurangi biaya pengangkutan ke pembuangan akhir;

b. Mengurangi biaya pembuangan akhir;

c. Meningkatkan pendapatan karena penjualan dan

pemanfaatan limbah.

Usaha minimisasi limbah di Indonesia telah dimulai di sektor industri

pada tahun 1995 dengan membuat suatu komitmen nasional dalam

penerapan strategi produksi bersih dalam proses industri. Walaupun

demikian usaha serupa belum dimulai di sektor domestik/rumah

tangga dan baru terbatas pada kegiatan pengumpulan dan sedikit

daur-ulang.

Salah satu bagian dari minimasi limbah yang perlu diperhatikan

adalah limbah atau sampah padat yang dihasilkan dari pengemasan

(packaging) karena jumlah yang dihasilkan akan semakin meningkat

Page 11: Daur Ulang Sampah

7

di masa mendatang. Upaya minimisasi limbah padat rumah tangga

antara lain melalui kegiatan daur-ulang dan produksi kompos.

Sangat disayangkan bahwa Pemerintah Daerah belum memiliki

komitmen yang kuat mengenai minimisasi limbah rumah tangga.

Komitmen ini sudah seharusnya dituangkan dalam kebijaksanaan

Pemda dan diperkuat dengan peraturan daerah. Di tingkat Pusat

kegiatan 3-M (Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur-ulang)

sudah dibakukan melalui kebijaksanaan, strategi dan dijabarkan

dalam pelaksanaan kegiatan yang lebih konkrit. Pelaksanaan

kegiatan tersebut antara lain berupa pemberian paket bantuan proyek

perintisan UDPK (Usaha Daur-ulang dan Produksi Kompos) di 50

kota Dati II di Indonesia. Petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan

tata cara tentang kegiatan 3-M sudah disusun dan disebarluaskan

melalui diseminasi-diseminasi oleh Ditjen Cipta Karya Dept. PU.

Tetapi harapan untuk dapat merangsang Pemda melakukan kegiatan

pengomposan dan daur-ulang sehingga dapat mengefisienkan biaya

pengelolaan sampah kota ternyata belum dapat tercapai.

1.4. Penanganan Sampah 3-M

Penanganan sampah 3-M adalah konsep penanganan sampah

dengan cara mengurangi (M1), menggunakan kembali (M2), dan

mendaur-ulang sampah (M3) mulai dari sumbernya (Dit, Bintek

DJCK, 1999). Penanganan sampah 3-M sangat penting untuk

dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan

yang efisien dan efektif sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya

pengelolaan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Page 12: Daur Ulang Sampah

8

Berdasarkan perhitungan di atas kertas, bila sampah kota dapat

ditangani melalui konsep 3-M, maka sampah yang akan sampai di

TPA hanya ± 20% saja. Hal itu berarti akan sangat mengurangi biaya

pengangkutan dan pembuangan akhir. Penanganan sampah 3-M

akan lebih baik lagi bila dipadukan dengan siklus produksi dari suatu

barang yang akan dikonsumsi.

Gambar 2.3. Potensi 3-M Dalam Pengelolaan Sampah (Bintek DJCK,1999)

Langkah-langkah pengerjaan penanganan sampah 3-M dapat

disesuaikan dengan sumber penghasil sampah, seperti daerah

perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan daerah komersial.

SAMPAH 100 %

Sampah Anorganik

± 28% B3

± 2% Sampah Organik

± 70%

Pemanfaatan Lain ±

2%

Pengomposan

± 38% Residu ± 30%

Residu ± 8%

Daur-ulang

± 20%

Pembakaran

± 25% Residu

± 4%

Residu

± 2,5%

TPA

± 5% ± 10%

Page 13: Daur Ulang Sampah

9

Tabel 1,2, dan 3 berikut menjelaskan tentang upaya penanganan

sampah 3-M di beberapa sumber sampah.

Tabel 2.1. Upaya 3-M di Daerah Perumahan dan Fasilitas

Sosial

Penanganan

3-M

Cara Pengerjaan

M-1

� Hindari pemakaian dan pembelian produk yang

menghasilkan sampah dalam jumlah besar � Gunakan produk yang dapat diisi ulang � Kurangi penggunaan bahan sekali pakai � Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada pihak

yang memerlukan.

M-2

� Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama

atau fungsi lainnya � Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-

ulang. � Gunakan baterai yang dapat diisi kembali.

M-3

� Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur-ulang dan

mudah terurai � Lakukan penanganan untuk sampah organik menjadi

kompos dengan berbagai cara yang telah ada (sesuai ketentuan) atau manfaatkan sesuai dengan kreatifitas masing-masing.

� Lakukan penanganan sampah anorganik menjadi barang yang bermanfaat.

Page 14: Daur Ulang Sampah

10

Tabel 2.2. Upaya 3-M di Fasilitas Umum

Penanganan

3-M

Cara Pengerjaan

M-1

� Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi. � Gunakan alat tulis yang dapat diisi kembali. � Sediakan jaringan informasi dengan komputer (tanpa

kertas) � Maksimumkan penggunaan alat-alat penyimpan elektronik

yang dapat dihapus dan ditulis kembali. � Khusus untuk rumah sakit, gunakan insinerator untuk

sampah medis. � Gunakan produk yang dapat diisi ulang. � Kurangi penggunaan bahan sekali pakai.

M-2

� Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-

ulang. � Gunakan peralatan penyimpan elektronik yang dapat

dihapus dan ditulis kembali.

M-3

� Olah sampah kertas menjadi kertas kembali. � Olah sampah organik menjadi kompos.

Page 15: Daur Ulang Sampah

11

Tabel 2.3. Upaya 3-M di Daerah Komersial (Pasar, Pertokoan, Restoran, Hotel) Penanganan

3-M

Cara Pengerjaan

M-1

� Berikan insentif oleh produsen bagi pembeli yang mengembalikan kemasan yang dapat digunakan kembali.

� Berikan tambahan biaya bagi pembeli yang meminta kemasan/bungkusan untuk produk yang dibelinya.

� Memberikan kemasan/bungkusan hanya pada produk yang benar-benar memerlukannya.

� Sediakan produk yang kemasannya tidak menghasilkan sampah dalam jumlah besar.

� Kenakan biaya tambahan untuk permintaan kantong plastik belanjaan.

� Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada yang memerlukannya.

M-2

� Gunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan untuk produk lain, seperti pakan ternak.

� Berikan insentif bagi konsumen yang membawa wadah sendiri, atau wadah belanjaan yang diproduksi oleh swalayan yang bersangkutan sebagai bukti pelanggan setia.

� Sediakan perlengkapan untuk pengisian kembali produk umum isi ulang (minyak, minuman ringan).

M-3

� Jual produk-produk hasil daur-ulang sampah dengan lebih menarik.

� Berilah insentif kepada masyarakat yang membeli barang hasil daur-ulang sampah.

� Olah kembali buangan dari proses yang dilakukan sehingga bermanfaat bagi proses lainnya,

� Lakukan penanganan sampah organik menjadi kompos atau memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan.

� Lakukan penanganan sampah anorganik.

Page 16: Daur Ulang Sampah

12

1.5. Daur-Ulang dan Pengomposan

Secara garis besar, sampah dapat dibagi menjadi dua golongan,

yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik dapat

terurai secara alamiah karena banyak berasal dari sisa daun-daunan,

buah-buahan, sayuran, dan sisa makanan lainnya. Sementara itu

sampah anorganik berasal dari bahan sintetis yang sukar terurai.

Kedua golongan sampah mempunyai potensi yang tinggi untuk

didaur-ulang. Sampah organik didaur-ulang menjadi kompos, dan

sampah anorganik didaur-ulang dalam proses selanjutnya pada

industri daur-ulang.

Daur-ulang menggunakan prinsip 2-M dari 3-M yang ada yaitu

menggunakan kembali (reuse) dan mendaur-ulang (recycle).

1.5.1. Menggunakan Kembali

Barang-barang yang habis dipakai dan tidak bermanfaat lagi disebut

sampah. Anggapan ini berbeda bila benda-benda yang dianggap

sampah karena sifat dan karakteristiknya dapat dimanfaatkan

kembali tanpa melalui proses produksi. Sebagai contoh: berbagai

jenis botol, perabotan rumah tangga, dan lainnya yang sudah tidak

terpakai lagi. Melalui proses pencucian, perbaikan, maupun sedikit

penggantian, benda-benda tersebut dapat digunakan kembali seperti

semula. Dengan demikian fungsi benda-benda tersebut sebagai

sampah menjadi tertunda. Sehingga pada saat itu jumlah sampah

Page 17: Daur Ulang Sampah

13

akan berkurang sebesar jumlah benda yang dapat dimanfaatkan

kembali.

1.5.2. Mendaur-ulang

Sampah didaur-ulang (recycled) untuk dijadikan bahan baku industri

(raw material) dalam proses produksi (reprocessing dan

remanufacture). Dalam proses ini, sampah sudah mengalami

perubahan baik bentuk maupun fungsinya. Sebagai contoh sampah

plastik, karet, kertas, besi, tembaga, alumunium, dengan melalui

proses mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi produk

akhir yang dapat digunakan kembali.

Kegiatan daur-ulang dan pengomposan dengan sampah perkotaan

sebagai bahan baku mempunyai banyak keuntungan dan dapat

diuraikan sebagai berikut :

1.5.3. Membantu meringankan beban pengelolaan sampa h

perkotaan.

Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri atas sampah

organik, sekitar 50% sampai 60% dapat dikomposkan sedangkan

sampah anorganik sekitar 20% dapat didaur-ulang. Apabila hal ini

dapat direalisasikan sudah tentu dapat membantu dalam pengelolaan

sampah di perkotaan, yaitu :

� Memperpanjang umur tempat pembuangan akhir (TPA), karena

semakin banyak sampah yang dapat dikomposkan, semakin

sedikit sampah yang dikelola.

Page 18: Daur Ulang Sampah

14

� Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah, disebabkan

jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin berkurang.

� Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan.

� Semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan

semakin sedikit pula masalah kesehatan lingkungan masyarakat

yang timbul. Dalam proses pengomposan, panas yang dihasilkan

dapat mencapai 600C, sehingga kondisi ini dapat memusnahkan

mikroorganisme patogen yang terdapat dalam masa sampah.

a. Dari segi sosial kemasyarakatan, daur-ulang dan pengomposan

dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan

sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga.

b. Daur-ulang dan pengomposan berpotensi mengurangi

pencemaran lingkungan perkotaan, karena jumlah sampah yang

dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu

aplikasi kompos pada lahan pertanian berarti mencegah

pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk

buatan dan obat-obatan yang berlebihan.

c. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos

pada perkebunan akan meningkatkan kemampuan lahan kebun

dalam menahan air, sehingga lebih menghemat kandungan air.

Selain itu pemakaian humus sebagai media tanaman dapat

digantikan oleh kompos, sehingga eksploatasi humus hutan

dapat dicegah. Selain itu pemenuhan bahan baku pabrik dari

hasil pemulungan sampah menyebabkan penggunaan bahan

Page 19: Daur Ulang Sampah

15

baku yang berasal dari alam menjadi berkurang dan dapat

ditekan

e. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumber daya baru

dari sampah, yaitu kompos, yang kaya akan unsur hara mikro.

1.6. KEBIJAKSANAAN

Dalam rangka meningkatkan upaya daur-ulang dan pengomposan,

maka Pemerintah dalam Agenda 21 Indonesia mengusulkan

kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengelolaan sampah dalam

periode 1998-2020 sebagai berikut:

1.6.1. Tahap I : 1998 – 2003

Meningkatkan komitmen pemerintah pada kegiatan daur-ulang dan

pengomposan dengan cara:

• Menetapkan daur-ulang dan pengomposan sebagai salah satu

tujuan utama dalam strategi pengelolaan limbah padat;

• Memantapkan kebijakan dan mengembangkan program proaktif

untuk kegiatan daur-ulang dan pengomposan dalam program

pengelolaan sampah nasional;

• Mengembangkan program daur-ulang untuk kemasan dan

memberi perhatian khusus kepada bahan yang limbahnya menjadi

masalah yang aktual, seperti botol plastik;

• Menetapkan target nasional untuk daur-ulang dan pengomposan.

Page 20: Daur Ulang Sampah

16

1. Memberi contoh perwujudan komitmen Pemerintah pada

kegiatan daur-ulang dan pengomposan dengan mendorong

instansi Pemerintah dan Badan Usaha Pemerintah untuk

menggunakan produk-produk daur-ulang/pengomposan.

2. Mengkoordinasikan dan/atau mengintegrasikan kegiatan daur-

ulang sektor informal seperti pemulung, pengusaha UDPK,

dengan sektor formal seperti Pemerintah Daerah, dan juga

Pemerintah Pusat. Kegiatan-kegiatannya dapat berupa:

• Menyebarluaskan informasi tentang manfaat kegiatan

koordinasi tersebut;

• Melakukan analisis terhadap alternatif struktur koordinasi

atau kerjasama yang sesuai;

• Melakukan pendekatan terhadap terhadap anggota DPR,

Walikota, dan lembaga terkait lannya;

• Memantapkan kriteria daur-ulang dan pengomposan

dalam penilaian kebersihan kota Nasional;

• Memperbolehkan kegiatan daur-ulang dan pengomposan

di lokasi TPS dan TPA, dan mengkoordinasikan rute

transportasi dengan lokasi daur-ulang dan pengomposan;

• Mengupayakan subsidi bagi kegiatan daur-ulang yang

didasarkan pada analisis penghematan biaya

transportasi;

• Mempertimbangkan kemungkinan subsidi oleh Pemda

untuk pembentukan badan usaha atau koperasi yang

melakukan kegiatan daur-ulang dan pengomposan.

Page 21: Daur Ulang Sampah

17

3. Meneruskan pemberian dukungan secara berkelanjutan

kepada pelaku sektor informal seperti pemulung dan lapak

dengan memberikan akses pinjaman untuk pengadaan

peralatan pembuat kompos dan daur-ulang.

4. Mengembangkan program pendidikan dan penyadaran

masyarakat yang:

• Mempromosikan pemakaian produk yang menggunakan

bahan daur-ulang melalui kampanye nasional, seminar,

dan pemberitaan oleh media massa, dan;

• Menumbuhkan peran serta aktif masyarakat dalam

kegiatan daur-ulang dan pengomposan pada tingkat rumah

tangga seperti pemisahan pada sumber sampah untuk

sampah basah/organik dan sampah kering/anorganik.

5. Mengembangkan dan menerapkan strategi pemasaran yang

dapat meningkatkan jumlah pemakai kompos. Strategi ini

dapat dibedakan atas strategi untuk pemakai jumlah besar

seperti pertanian, perkebunan, pembibitan, dan sebagainya,

dan pemakai jumlah kecil seperti rumah tangga.

6. Meninjau kembali kebijakan impor limbah untuk memastikan

bahwa impor tadi tidak mengganggu industri daur-ulang lokal.

7. Melakukan penelitian untuk mengidentifikasi produk-produk

baru yang dapat dihasilkan melalui usaha daur-ulang.

Page 22: Daur Ulang Sampah

18

8. Menyediakan insentif bagi konsumen yang menggunakan

produk hasil daur-ulang dan produsen yang mengemas

produknya secara minim melalui instrumen seperti subsidi,

product charge, dan deposit refund.

Program kegiatan yang diusulkan untuk dilaksanakan pada

tahun 2003– 2020 adalah sebagai berikut:

1.6.2. Tahap II : 2003 – 2020

1. Menerapkan sistem pengelolaan limbah yang mengintegrasikan

minimasi, daur-ulang dan pengomposan, pengumpulan, serta

pembuangan akhir yang akrab lingkungan.

2. Mengembangkan dan melaksanakan sistem pemisahan sampah,

bila layak secara ekonomis, yang memisahkan sampah ke dalam

beberapa kategori seperti bahan organik, gas, kertas, logam, dan

sebagainya.

3. Melanjutkan penelitian tentang pemakaian dan pemasaran produk

daur-ulang.

4. Menganalisis kelayakan ekonomi, keuangan, dan teknologi serta

menerapkannya bila layak, seperti pemisahan/pemilahan mekanik

berskala besar dan peralatan mekanik pembuatan kompos.

5. Mengevaluasi dan memperbaiki insentif dan disinsentif untuk daur

ulang dan pengomposan sampah yang diterapkan di periode

sebelumnya.

Page 23: Daur Ulang Sampah

19

6. Melanjutkan dan memperbaiki program penataan dan penyuluhan

masyarakat secara berkesinambungan yang mempromosikan

pemakaian produk yang menggunakan bahan daur-ulang dan

kompos.

Menyikapi dan sebagai tindak lanjut dari Agenda 21 Indonesia, Ditjen

PUOD Depdagri mengeluarkan Draft Kep.Mendagri tentang

Pengelolaan Sampah (April 1997) yang menetapkan dasar hukum

dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka pelayananan

sampah/kebersihan kota. Kepmen ini antara lain merekomendasikan

sektor informal daur-ulang sampah (SIDUS) terdiri atas pemulung,

lapak, dan bandar harus diintegrasikan ke dalam sistem pengelolaan

sampah kota dan SIDUS diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas

kebersihan yang ada, seperti TPS-TPS yang ada.

Selain itu kerjasama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta

juga diatur dalam Kepmen ini. Prinsip utamanya adalah kerjasama

yang seimbang akan menghasilkan keuntungan yang berkualitas.

Target daur-ulang sampah kota adalah sebagai berikut:

- Daur-ulang 50% dari berat sampah sampah tahun 2000 dan 75%

sampai dengan tahun 2005.

- Pembuatan kompos diharapkan dapat mencapai 25% dari total

sampah organik sampai tahun 2000 dan 50% sampai tahun 2005.

1.7. SARANA PELAKSANAAN

Menurut Agenda 21 Indonesia, sarana pelaksanaan sangat

dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan program daur-ulang dan

Page 24: Daur Ulang Sampah

20

pengomposan. Sarana-sarana tersebut meliputi aspek pendanaan,

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan

sumber daya manusia, serta kelembagaan dan instrumen hukum.

1.7.1. Aspek Pendanaan

Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah melalui otonomi daerah,

maka pembiayaan dari Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan

terutama untuk program kampanye, pemasaran, pelatihan dan

pemberian akses kepada pinjaman untuk unit pengomposan. Untuk

kegiatan daur-ulang

1.7.2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

• Mengembangkan teknologi tepat guna daur-ulang dan

pengomposan.

• Mengembangkan teknologi tepat guna untuk pemilahan sampah

• Mengembangkan pengetahuan mengenai ekonomi lingkungan

untuk mengetahui instrumen ekonomi dan hukum seperti apa

yang dapat mendorong pengurangan volume kemasan dan

limbah dalam proses produksi.

1.7.3. Pengembangan Sumberdaya Manusia

• Memasukkan sistem daur-ulang dan pengomposan ke dalam

program pelatihan bidang pengelolaan sampah untuk aparat

pemerintah daerah.

Page 25: Daur Ulang Sampah

21

• Melakukan pelatihan yang berkaitan dengan pembiayaan,

teknologi, operasi dan pemasaran produk daur-ulang dan

pengomposan terhadap pelaku sektor informal seperti pemulung

dan lapak, masyarakat dan aparat pemda terkait.

• Mengembangkan berbagai program penyuluhan dalam usaha

mempromosikan penggunaan produk daur-ulang dan

pengomposan.

1.7.4. Kelembagaan dan Instrumen Hukum

Meningkatkan kemampuan dan peran Pemda untuk mendukung

pelaku sektor informal dan komersial, dengan cara misalnya:

- Meningkatkan koordinasi di antara aparat Pemda terkait,

sehingga dapat mengembangkan sistem koordinasi yang tepat

antara sektor formal dan informal;

- Meningkatkan pengetahuan aparat Pemda mengenai sistem

daur-ulang dan pengomposan;

- Menyediakan forum pertemuan dan diskusi antara pelaku dan

instansi terkait.

Mendukung koperasi pemulung dan LSM yang bergerak di bidang

daur-ulang dan pengomposan melalui misalnya pemberian akses

terhadap pinjaman untuk pembelian peralatan daur-ulang dan

pengomposan.

Page 26: Daur Ulang Sampah

1

BAB II

PENERAPAN KONSEP ZERO WASTE DALAM PENGELOLAAN

SAMPAH PERKOTAAN

2.1. Umum

Masalah sampah perkotaan merupakan masalah yang selalu hangat

dibicarakan baik di Indonesia maupun kota – kota di dunia, karena

hampir semua kota menghadapi masalah persampahan.

Meningkatnya pembangunan kota, penambahan penduduk, tingkat

aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, diiringi dengan

meningkatnya jumlah timbulan sampah dari hari ke hari serta sarana

dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah

permasalahan sampah yang semakin kompleks. Terlebih lagi dengan

masa krisis yang melanda Indonesia saat ini.

Dari hasil evaluasi kebersihan kota – kota di Indonesia bahwa tidak

seluruh sampah dapat diangkut oleh kendaraan pengangkut sampah

untuk dibuang ke TPA. Hal ini disebabkan masih terbatasnya sarana

dan prasarana yang dipunyai oleh Pemerintah Daerah, sehingga

pada beberapa wilayah atau kawasan masih tampak sampah

berceceran tidak terangkut yang apabila dibiarkan akan menimbulkan

berbagai dampak negatif baik dari segi lingkungan, kebersihan, dan

pada akhirnya berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Dilain pihak

Page 27: Daur Ulang Sampah

2

lahan untuk pembuangan akhir sampah di perkotaan semakin

terbatas dan semakin mahal. Dengan demikian diperlukan suatu

upaya terobosan pengelolaan sampah efektif dalam rangka

meningkatkan efesiensi dan pengurangan sampah semaksimal

mungkin melalui pemanfaatan sampah melalui teknologi pengolahan

tepat guna secara terintegrasi dan sedekat mungkin dari sumbernya.

2.2. Sampah Sebagai Limbah

Sampah sebagai sumber pencemar lingkungan apabila tidak dikelola

dengan baik akan mengakibatkan pengotoran lingkungan,

pencemaran air, tanah, tempat berkembangnya bibit penyakit,

penyumbat saluran air yang menyebabkan banjir. Selain itu sering

pula timbunan sampah merusak keindahan kota dan menimbulkan

bau yang kurang enak.

Pengertian sampah diatas, sampah dapat diartikan sebagai

limbah pada sisa aktivitas manusia/masyarakat, tidak terpakai, dapat

bersifat organik maupun anorganik; karena membahayakan

kesehatan lingkungan harus dibuang/ disingkirkan/dikelola dari

lingkungan. Dengan demikian diperlukan biaya yang tidak sedikit

untuk mengelola sampah perkotaan.

2.3. Sampah Sebagai Sumberdaya

Dilain pihak terdapat pengertian bahwa sampah merupakan potensi

sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai

Page 28: Daur Ulang Sampah

3

tambah sebagai produk daur ulang maupun produk baru. Dengan

demikian diharapkan dapat menghasilkan pendapatan.

Penerapan konsep zero waste dalam pengelolaan sampah

dalam hal ini mengikuti pengertian pada butir kedua yaitu

memanfaatkan sampah semaksimal mungkin dengan cara

pengolahan yang terintegrasi, sedekat mungkin dari sumber

sampah, dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur

ulang dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.4. Komposisi dan Karakteristik Sampah

Komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting

dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Komposisi sampah

rata – rata di Indonesia mayoritas adalah organik dengan komposisi

73.98%, selanjutnya diikuti oleh bahan anorganik 26.48%.

Tabel 2.1. Komposisi dan karakteristik sampah rata – rata

No Komponen % Kadar Air

(%)

N. Kalor

(kkal/kg)

1 Organik 73.98 47.08 674.57

2 Kertas 10.18 4.97 235.55

3 Kaca 1.75

4 Plastik 7.86 2.28 555.46

5 Logam 2.04

6 Kayu 0.98 0.32 38.28

Page 29: Daur Ulang Sampah

4

7 Kain 1.57 0.63 42.64

8 Karet 0.55 0.02 7.46

9 Baterai 0.29

10 Lain – lain 0.86

Total 100 55.3 1553.96

Sumber : Studi Komposisi Dan Karakteristik BPPT, 1994

Dari penelitian yang pernah dilakukan, komposisi sampah bervariasi

antara 70 – 80 %, nilai kalor sampah bervariasi antara 1000 – 2000

kkal/kg dan kadar air bervariasi antara 50 – 70 %. Dari data tersebut

maka komponen organik masih merupakan komponen terbesar dan

menyebabkan sampah kota mempunyai kadar air yang cukup tinggi.

Karakteristik sampah diatas, maka sehari saja sampah dibiarkan

menumpuk, maka akan terjadi kegiatan mikroorganisme anaerobik

yang menyebabkan sampah berbau tidak sedap. Disisi lain sampah

yang tidak terkelola dengan baik akan mengakibatkan

berkembangnya vektor penyakit.

2.5. Penerapan Teknologi Pengolhan dan Pemanfaatann ya

dalam Pengelolaan Sampah

Salah satu untuk mengurangi jumlah sampah di perkotaan dan

menunjang penerapan zero waste adalah dengan melakukan

pengolahan sampah. Saat ini pengurangan/reduksi sampah hanya

dilakukan melalui kegiatan pemulungan sampah (daur ulang) yang

secara sporadis telah dilakukan oleh sektor informal (pemulung).

Pengomposan sampah baru dilakukan dalam tahap skala kecil

melalui Unit Daur Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) yang ada

Page 30: Daur Ulang Sampah

5

umumnya terletak di TPA, sehingga merupakan beban dan tugas

yang harus dilakukan oleh Pemda untuk mengangkut sampah ke

TPA.

Program daur ulang di Indonesia yang telah dilaksanakan di

Indonesia sejak tahun 1986 baru dapat mencapai 1,8 %, kondisi ini

belum cukup untuk mengurangi laju pertumbuhan jumlah sampah

yang akan meningkat lima kalinya pada tahun 2020.

Dengan demikian penerapan teknologi pengolahan sampah sudah

waktunya untuk dimulai, sehingga sampah sisa yang harus dibuang

ke lahan pembuangan akhir hanya sedikit dan penggunaan lahan

pembuangan akhir lebih lama, selain itu pencemaran lingkungan

dapat ditekan.

Ada tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan yaitu

teknologi pengomposan sampah, teknologi pembakaran sampah dan

teknologi daur ulang sampah.

2.5.1. Pengomposan Sampah

Pengomposan merupakan salah cara dalam mengolah bahan

padatan organik untuk menjadi kompos yang secara nasional

ketersediaan bahan organik dalam sampah kota cukup melimpah

yaitu antara 70 – 80 %. Sayangnya, sebagian besar sampah kota

belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai kompos. Pada

dasarnya pengomposan merupakan proses degradasi materi organik

menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi

Page 31: Daur Ulang Sampah

6

yang terkendali. Teknologi pengomposan sampah yang dilakukan

saat ini sangat beragam ditinjau dari segi teknologi maupun kapasitas

produksinya antara lain :

− Pengomposan dengan cara aerobik,

− Pengomposan dengan cara semi aerobik,

− Pengomposan dengan reaktor cacing, dan

− Pengomposan dengan menggunakan additive.

Kompos sebenarnya mempunyai nilai pasar, akan tetapi studi BPP

Teknologi pada tahun 1990 menemukan bahwa hanya 4% dari

pedagang tanaman hias yang menjual kompos karena kompos ini

kurang populer pada masyarakat.

Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat

digunakan untuk :

− Menguatkan struktur lahan kritis;

− Menggemburkan kembali tanah pertanian;

− Menggemburkan kembali lahan pertamanan;

− Sebagai bahan penutup sampah di TPA;

− Reklamasi pantai, pasca penambangan ;

− Sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia.

2.5.2. Pembakaran Sampah

Page 32: Daur Ulang Sampah

7

Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar/skala kota

dilakukan di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan

insinerator. Dengan teknologi ini, pengurangan sampah dapat

mencapai 80 % dari sampah yang masuk, sehingga hanya sekitar

20% yang merupakan sisa pembakaran yang harus dibuang ke TPA.

Sisa pembakaran ini relatif stabil dan tidak dapat membusuk lagi,

sehingga lebih mudah penanganannya.

Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat

tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana

maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Sifat fisik dan kimia

sampah yang sesuai diolah dengan teknologi ini menurut instalasi-

instalasi yang sudah beroperasi terdahulu adalah :

− Nilai kalor sampah campuran antara 950 – 2.100 kkal/kg,

− Kadar air antara 35 – 55 % dan

− Kadar abu antara 10 – 30 %.

Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan

antara lain :

− Sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca

penambangan.

− Sebagai tanah urug.

− Sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block,

dsb).

Page 33: Daur Ulang Sampah

8

− Sebagai campuran kompos.

2.5.3. Daur Ulang Sampah

Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun

terakhir ini yang dilakukan oleh sektor informal. Para pemungut

barang bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan

kegiatan pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem

pengelolaan sampah. Komponen sampah yang mempunyai nilai

tinggi untuk dimanfaatkan kembali, berdasarkan penelitian BPP

Teknologi tahun 1990, adalah sampah kertas, logam dan gelas.

Prosentase sampah tersebut (dari jumlah awal) yang diambil oleh

pemulung adalah seperti pada Tabel berikut ini :

Tabel 2.1. Prosentase Pengambilan Sampah Oleh Pemul ung

No. Komponen Sampah %

1. Kertas 71,20

2. Plastik 67,05

3. Logam 96,09

4. Gelas 85,05

Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari

pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis

antara lain :

Page 34: Daur Ulang Sampah

9

A. Sampah Kertas

Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat

dihasilkan dari hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

No. Jenis Kertas Bekas Sumber Produk Recycling

1. Kertas komputer dan

kertas tulis

Perkantoran,

percetakan dan

sekolah

Kertas komputer, kertas

tulis dan art paper

2. Kantong kraft Pabrik, pasar dan

pertokoan

Kertas kraft dan art

paper

3. Karton dan box Pabrik, pertokoan

dan pasar

Karton dan art paper

4. Koran, majalah dan buku Perkantoran, pasar

dan rumah tangga

Kertas koran dan art

paper

5. Kertas bekas campuran Rumah tangga,

perkantoran, LPS/

TPA dan Pertokoan

Kertas tissue, kertas

tulis kualitas rendah

dan art paper

6. Kertas pembungkus

makanan

Pertokoan, rumah

tangga dan

perkantoran

Tidak dapat di daur

ulang

7. Kertas tissue Rumah tangga,

perkantoran, rumah

makan dan

pertokoan

Kertas tissue (tetapi

sangat jarang yang

dapat didaur ulang

kembali)

Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas, Dep. PU, DTW, 1999

Page 35: Daur Ulang Sampah

10

B. Sampah Plastik

Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat diolah

baik menjadi:

a. Produk baru ; alat rumah tangga seperti ember, bak tali

plastik.

b. Digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman,

tempat bumbu.

c. Sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji

plastik.

C. Logam

Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara

lain :

− Digunakan kembali seperti kaleng susu.

− Dijadikan produk baru, seperti tutup botol kecap, mainan.

− Sebagai bahan tambahan atau bahan baku industri seperti

industri logam.

D. Bahan lain

Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang

cukup kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus

tertentu. Oleh karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk

diolah.

Page 36: Daur Ulang Sampah

11

Aplikasi teknologi pengolahan sampah, sedikitnya dapat memberikan

solusi pada permasalahan kesulitan lahan untuk TPA. Akan tetapi,

ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang untuk

menerapkan teknologi diatas. Teknologi yang saat ini digunakan

untuk pengolahan sampah skala besar, baik itu pengomposan

maupun pembakaran sampah, rata-rata menggunakan teknologi

yang cukup canggih, melalui sistem mekanis/hidrolis yang bekerja

semi atau bahkan otomatis penuh. Instalasi pengolahan tersebut

biasanya memerlukan dana yang cukup besar untuk operasi maupun

investasi dan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian

tertentu.

Beberapa pertimbangan tersebut antara lain :

− Dana yang cukup, baik untuk investasi maupun operasi instalasi

pengolahan.

− Dana untuk pengembangan dan peningkatan kualitas sumber

daya manusia dari tingkat masyarakat sampai tingkat

pengelolaan kota.

− Kelembagaan yang sudah mapan termasuk didalamnya sumber

daya manusia.

− Sarana dan prasarana yang memadai sebagai pendukung

kelancaran operasi sistem pengelolaan sampah.

− Partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaan persampahan

termasuk didalamnya kesediaan membayar iuran sampah,

menjaga kebersihan lingkungan dan lain-lain.

− Perangkat hukum dan peraturan.

Page 37: Daur Ulang Sampah

12

Secara umum penerapan teknologi pengolahan sampah

perkotaan dan pemanfaatannya dapat dilihat gambar

dibawah ini :

GAMBAR 2.1 DIAGRAM PENERAPAN TEKNOLOGI

PENGOLAHAN SAMPAH PERKOTAAN DAN PEMANFAATANNYA

SAMPAH

KOTA

ORGANIK

AN- ORGANIK

TPS

TPS

COMPOSTING

SISA

DAUR

SANITARY

GAS

KOMPOS

TEPUNG PROTEIN

GAS

SARANA REKREAS

I

BAHAN BAKU

INDUSTRI

PENAMBAHAN LUAS

DARATAN

KUALITAS AIR YANG TIDAK

ENERGI

REKLAMASI

SISA YANG

TIDAK

DAPAT

ATMOSFER

SISA YAN

G

SISA

GAS BERSIH

INSTALASI

PEMBAKARAN

Pengumpulan

Pengumpulan

Pengangkutan

Pengangkutan

Page 38: Daur Ulang Sampah

13

2.6. Penerapan Zero Waste dalam Industri Daur Ulang

Sampah ( Model Kawasan 2 – 4 Ton/Hari )

Sejalan dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan

Bidang Persampahan yaitu ditekankan perlunya melakukan proses

pengurangan volume sampah dan penanganan sampah sedekat

mungkin dengan sumbernya, maka konsep ini dilakukan dengan

mendirikan industri kecil daur ulang sampah di daerah kawasan

melalui pemberdayaan masyarakat sekitar untuk diajak berperan aktif

dalam membentuk usaha daur ulang.

Pemberdayaan masyarakat dalam industri daur ulang sampah

merupakan salah satu sistem pelayanan dari, oleh dan untuk

masyarakat dengan menggunakan sistem pengolahan secara

terpadu yaitu menerapkan beberapa jenis pengolahan secara

simultan untuk menghasilkan produk maupun bahan daur ulang.

2.6.1. Teknologi Pengolahan Sampah

Sampah yang dihasilkan dari setiap sumber di kawasan tersebut

diangkut menuju ke lokasi industri, selanjutnya dilakukan pemisahan

sampah organik dan anorganik.

Proses pengolahan yang dilakukan adalah pengomposan (windrow/

vermi/additive), daur ulang kertas, plastik dan logam. Sisa bahan

yang tidak dapat didaur ulang direduksi dengan instalasi pembakaran

skala kecil. Sisa abu hasil pembakaran diproses sebagai bahan

Page 39: Daur Ulang Sampah

14

konstruksi maupun campuran kompos untuk menaikkan karbon pada

produk tertentu.

Dibawah ini digambarkan material balance pengolahan sampah

secara terpadu skala kawasan dengan kapasitas 2 ton (10 m3)

sampah perhari dalam industri kecil daur ulang sampah

Gambar.2.2. Diagram sistem pengelolaan sampah skala pelayanan 1000 KK (2 ton/hari)

Pengenalan Ke Masyarakat gratis di DP

0.08 ton(4%)

Sumber sampah

Pemukiman 2 ton (100%)

Organik

1,6 ton (80%)

An-organik

0.4 ton (20%)

Dimanfaatkan

0.28 ton (14%)

Sisa daur ulang

0.12 ton (6%)

Berat hilang

0.96 ton

Sisa proses

0.24 ton (12%)

Kompos/Vcompost

0.4 ton (20%) Keperluan

Pemda, Pertanian,

Perkebunan, Komersial

0.3 ton (16%)

Instalasi Pembakaran

Sampah

0.36 ton

Camp. kompos 0.07 ton

Sisa

0.07 ton (3.5%)

Terbakar

0.29 ton

Page 40: Daur Ulang Sampah

15

2.6.2. Produk yang dihasilkan

Produk yang dihasilkan industri kecil daur ulang sampah skala

kawasan dengan kapasitas 10 m3 sampah adalah :

A. Kompos/ Vermi Compost 0,4 ton/hari atau 12 ton/bln.

1. Bahan daur ulang 0,28 ton/hari atau 84 ton/bln yang terdiri dari

kertas karton, biji plastik dan logam.

2. Cacing tanah sebagai reaktor sampah.

B. Kemana Produk Akan Diserap

Untuk menampung dan memasarkan produk daur ulang dan cacing

tanah dari industri kecil tersebut antara lain :

− Industri dapat memasarkan sendiri produknya.

− Terdapatnya lembaga penyangga produk daur ulang yang

bertugas untuk mengembangkan dan mengatur, menampung dan

menyalurkan hasil produk daur ulang dengan menyusun jaringan

pemasaran nasional dan internasional. Lembaga penyangga

dalam hal ini dapat berbentuk koperasi atau forum komunikasi

yang dapat mengakomodasi antara produk dan permintaan

pasar, serta salah satu pemberi masukan ke Pemerintah guna

menunjang keberhasilan dalam bidang kebersihan lingkungan,

dan pemberdayaan masyarakat kecil menengah dalam

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Page 41: Daur Ulang Sampah

16

C. Lokasi Industri Kecil Daur Ulang Sampah

Wilayah kegiatan penerapan zero waste dapat dilakukan di setiap

kawasan pelayanan sampah seperti permukiman, komersial, industri,

perkantoran dan pasar.

Besar kecilnya kapasitas produksi industri kecil daur ulang sampah

tergantung pada luas lahan dan kondisi setempat yang terdapat di

kawasan tersebut. Pada umumnya untuk satu depo sampah yang

telah disediakan oleh Pemda adalah 250 – 500 m2 untuk melayani

5000 – 8000 jiwa (1000 KK) dengan kapasitas sampah masuk adalah

10 – 20 m3 perhari.

Industri kecil daur ulang sampah daerah kawasan ini akan melakukan

pengolahan sampah dengan kapasitas tampung minimal 10 m3/hari

dengan kebutuhan lahan minimal 400 m2 per modul.

D. Organisasi

Organisasi pengelola industri kecil ini terdiri dari Pemda, masyarakat

dan pemulung yang berada di depo tersebut.

Dalam satu industri daur ulang terdiri dari :

• 1 orang kepala unit

• 4 orang bidang teknik

Page 42: Daur Ulang Sampah

17

• 1 orang administrasi dan keuangan

• 4 orang tenaga lepas/pemulung (disesuaikan)

E. Pendanaan

Untuk menjalankan industri kecil daur ulang sampah ini dana yang

didapat meliputi :

1. Dana investasi awal berasal antara lain Pemda, swasta, koperasi

maupun dari sumber lain.

2. Dana untuk menjalankan industri daur ulang yang secara bergulir

dapat dikembangkan dapat berasal dari iuran kebersihan warga

yang telah berjalan, sebagian dana penghematan operasional

Pemda, hasil penjualan produk daur ulang bahan anorganik,

kompos/kacing (vermicompost) dan cacing.

Beberapa keuntungan dan kendala dalam penerapan industri kecil

dalam pengolahan sampah terpadu model kawasan antara lain :

Keuntungan :

1. Mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh

sampah kota.

2. Mengurangi beban Pemda dalam penanganan sampah kota.

Page 43: Daur Ulang Sampah

18

3. Melakukan pengolahan sampah kota untuk diolah menjadi produk

yang mempunyai nilai jual.

4. Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA.

5. Menciptakan usaha pengolahan sampah dalam suatu industri

kecil daur ulang dan kompos.

Kendala yang dihadapi :

1. Kurang populernya kompos di masyarakat menyebabkan kompos

sebagai produk utama merupakan faktor yang perlu

diperhitungkan dalam tujuan komersial.

2. Telah terdapatnya mata rantai penjualan bahan daur ulang

anorganik hasil pemulung.

2.7. Kesimpulan

Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

− Masalah pembuangan sampah sudah merupakan masalah yang

cukup pelik bagi Pemerintah Daerah, terutama dalam penyediaan

lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

− Aplikasi beberapa jenis teknologi pengolahan sampah secara

terpadu seperti pengomposan dan pembakaran dapat

mengurangi kebutuhan lahan TPA dan efisiensi pengangkutan

sampah.

− Penerapan industri kecil daur ulang merupakan salah satu

alternatif penciptaan produk dari sampah perkotaan yang dapat

Page 44: Daur Ulang Sampah

19

dikembangkan menjadi usaha komersial yang dapat dilakukan

oleh masyarakat maupun swasta dalam rangka meningkatkan

pendapatan masyarakat.

− Dengan belum populernya kompos pada masyarakat, sistem

pengolahan terpadu dapat menjembatani dengan

mendistribusikan sebagian kompos kemasyarakat.

Page 45: Daur Ulang Sampah

1

BAB III

PEMILAHAN SAMPAH PERKOTAAN

3.1. Umum

Pemilahan sampah adalah langkah yang sangat penting dalam

proses pembuatan kompos. Tujuan utamanya adalah untuk

memperoleh bahan baku atau material sampah yang baik untuk

dibuat kompos. Keuntungan dari pemilahan yang baik adalah proses

pembuatan kompos dapat berlangsung lebih cepat, karena bahan

yang terpilih untuk pengomposan sesuai dengan kondisi yang ideal,

sehingga dengan sendirinya kualitas komposnyapun menjadi lebih

baik.

Apabila dalam suatu tumpukan bahan yang akan dikomposkan

mengandung bahan berbahaya seperti obat-obatan kadaluarsa,

bahan kimia, logam berat, dan sebagainya yang dapat membunuh

jasad renik pengurai, maka proses pembuatan kompos tidak dapat

berjalan dengan baik bahkan dapat terhenti sama sekali. Kompos

yang dihasilkan, apabila ada, mungkin sudah tercemar, sehingga

kualitasnya menjadi rendah atau tidak dapat digunakan karena dapat

membahayakan lingkungan termasuk manusia. Selain bahan atau

material sampah yang berbahaya, sampah organik yang berserat

tinggi seperti batang pohon, pelepah pisang, kulit durian,

tempurung/sabut kelapa, dan sebagainya dapat menghambat proses

Page 46: Daur Ulang Sampah

2

pengomposan karena keras dan sukar terurai. Sampah jenis ini

digolongkan ke dalam sampah residu.

Untuk mendapatkan proses dan hasil pengomposan yang baik, perlu

diketahui jenis material sampah yang dapat dikomposkan dengan

cepat. Jenis bahan yang memerlukan waktu lama untuk membusuk,

maupun yang membahayakan proses pengomposan perlu dikenali,

karena harus dihindarkan.

Proses pemilahan dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung

pada proses pengolahan sampah selanjutnya. Pada proses

pengomposan atau daur-ulang sampah skala besar, biasanya

pemilahan sampah dilakukan secara mekanik, sedangkan untuk

pembuatan kompos skala lingkungan (misalnya: skala kelurahan,

RT/RW) dan skala rumah tangga, pemilahan dilakukan secara

manual dengan menggunakan tenaga manusia. Proses pemilahan

sampah memerlukan ketelitian dan keterampilan yang dapat

dikembangkan melalui pengalaman dan kebiasaan.

3.2. Klasifikasi Sampah

Sampah rumah tangga dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) bagian

besar, yaitu:

A. Barang Lapak

Barang lapak adalah barang/benda/sampah yang masih dapat

dimanfaatkan atau diperjualbelikan, sehingga merupakan salah satu

Page 47: Daur Ulang Sampah

3

sumber penghasilan bagi pengusaha kompos atau ibu rumah tangga.

Jenis sampah yang termasuk golongan ini adalah: segala jenis

kertas, karton, besi bekas, kaleng, plastik, botol, berbagai jenis karet,

dll. Barang-barang ini dapat disimpan dalam suatu wadah sebelum

dijual atau diberikan kepada yang memerlukan.

B. Bahan organik yang dapat dikomposkan

Sampah yang termasuk dalam ketegori ini adalah material organik

yang mudah atau cepat membusuk. Contoh bahan organik yang

dapat dikomposkan adalah sebagai berikut: rumput, daun-daunan,

sisa makanan, buangan dapur, sisa sayuran, sisa buah-buahan,

serbuk gergaji, dll.

C. Residu

Jenis sampah yang termasuk dalam kelompok ini adalah material

yang tidak kita butuhkan lagi, baik untuk pengomposan maupun

sebagai bahan lapak (dapat didaur-ulang). Termasuk di dalam

kategori ini adalah material organik yang sukar terurai, seperti: kulit

telur, kulit durian, dsb. Selain itu adalah barang lain yang tidak

termasuk bahan lapak, dan barang-barang yang dianggap

berbahaya, seperti batu baterai, pecahan lampu neon, dsb.

Page 48: Daur Ulang Sampah

4

Gambar 3.1. Material sampah yang dapat dipilah

3.3. Metode Pemilahan Sampah

3.3.1. Pemilahan sampah pada sumbernya

Pemilahan sampah di sumber sampah misalnya di rumah tangga,

sangat membantu proses pengolahan sampah selanjutnya, di lain

pihak juga memudahkan pemulung untuk mengambil benda-benda

yang masih bernilai ekonomis tanpa merusak/mengganggu sistem

Page 49: Daur Ulang Sampah

5

pewadahan, misalnya sampah dibongkar kembali sehingga

berserakan dan pada akhirnya mengurangi nilai estetika lingkungan.

Pemilahan sampah di sumbernya diharapkan dapat berjalan baik

dengan syarat pola pengelolaan sampah juga harus dirubah. Sistem

pengumpulan sampah, diatur sedemikian rupa sehingga sampah

organik dan anorganik dapat dikumpulkan dan diangkut pada hari

yang berbeda.

Masyarakat penghasil sampah dan pemulung harus diberi informasi

terlebih dahulu mengenai tata cara pemilahan sampah antara lain

melalui penyuluhan. Apabila tidak ada pemberitahuan awal, para

pemulung akan tetap mengacaukan sistem pewadahan di rumah

tangga. Informasi untuk pemulung dapat diberikan melalui ketua

kelompok, bandar (lapak), atau mereka dapat langsung dikumpulkan

di suatu tempat dan diberi penjelasan. Pemilahan di sumber sampah

juga merupakan cara yang baik bagi pemulung untuk melindungi

kesehatan mereka dari kemungkinan terkontaminasi penyakit yang

berasal dari sampah.

Salah satu cara meningkatkan peranserta masyarakat adalah melalui

pemberian insentif, bila mereka telah melakukan pemilahan dengan

baik dan benar. Pemberian insentif dapat berupa potongan

pembayaran iuran kebersihan atau bentuk-bentuk lain yang dapat

meningkatkan minat ibu-ibu rumah tangga akan pemilahan sampah.

Metode ini diterapkan untuk memisahkan benda-benda yang sukar

dipilah dengan mesin. Fasilitas yang dibutuhkan antara lain:

Page 50: Daur Ulang Sampah

6

• Ban berjalan (conveyer belt), para pekerja berdiri di salah satu

atau kedua sisi ban berjalan sambil mengambil barang/benda

yang telah ditentukan.

• Kontainer/wadah khusus untuk menampung benda-benda yang

masih bernilai.

• Fasilitas keamanan dan sanitasi, seperti sarung tangan, masker,

dll.

Sistem ventilasi yang baik dalam ruangan pemilahan sangat

dibutuhkan oleh para pekerja dan juga pengaturan waktu istirahat

serta pergantian waktu kerja (shift) sangat diperlukan untuk menjaga

kondisi kesehatan mereka.

3.4. Pemilahan Sampah di Lokasi Pengolahan

Proses pemilahan sampah di lokasi pengolahan sampah pada

umumnya dilakukan secara mekanis, yaitu antara lain dengan

menggunakan tenaga angin, tenaga magnetik, getaran, perbedaan

densitas, dll. Selain itu dapat juga dikombinasikan dengan tenaga

manusia (manual) dengan tujuan untuk memisahkan sampah yang

sukar dipilah secara mekanik.

3.5. Pemilahan Sampah Berdasarkan Ukuran Partikel

Proses ini dilaksanakan berdasarkan ukuran partikel sampah. Cara

ini dapat lebih efektif apabila sebelum dipisahkan, sampah diproses

terlebih dahulu dengan cara memperkecil ukuran partikel sampah.

Page 51: Daur Ulang Sampah

7

Apabila biaya yang ada terbatas, biasanya pemrosesan awal dapat

diabaikan. Terdapat dua tipe pemisahan berdasarkan ukuran

partikel, yaitu pemisahan dengan getaran (vibrating screen), dan

pemisahan pemutaran alat tapis berlubang (rotary screen). Kedua

cara pemisahan ini merupakan cara yang sangat sederhana

pengoperasiannya. Rotary screen berbentuk seperti drum dengan

lubang-lubang dengan ukuran bervariasi di dindingnya. Sampah yang

berukuran lebih kecil dari lubang akan lolos dan ditampung dengan

bin/kontiner di bawahnya. Demikian pula yang terjadi pada vibrating

screen yang cara kerjanya berdasarkan atas timbulnya getaran.

Gambar 3.2. Vibrating Screen

Screer deck

reject

Spreader deck

motion

Spring mounting

Vibrator motors

loading

Page 52: Daur Ulang Sampah

8

Gambar 3.3. Rotary Screen (Trommel)

3.6. Pemisahan Sampah Berdasarkan Densitas

Pemisahan sampah berdasarkan densitas disebut juga pemisahan

dengan metode zig-zag. Cara pemisahan ini merupakan salah satu

cara yang umum digunakan untuk memisahkan sampah berdasarkan

atas densitas (berat jenis) sampah. Material yang sifatnya ringan

akan terbawa aliran udara yang dialirkan dari dasar alat ke atas,

sedangkan material yang berat akan jatuh dan dikumpulkan di dasar

alat (lihat Gambar. 3).

Feed

Feed

Underflow material (size 2)

Oversize material

Waste lears Oversize

material

Blades or Prongs used as bag breshers

Underflow material (size 1)

Page 53: Daur Ulang Sampah

9

Gambar 3.4. Zigzag Clarifier

3.7. Pemisahan Magnetik

Pemisahan sampah dengan tenaga magnet biasanya digunakan

untuk memilah partikel-partikel metal-ferous yang terdapat dalam

komponen sampah. Terdapat dua jenis alat pemisah sampah

magnetik yang sering digunakan, yaitu:

3.7.1. Pemisah Magnetik TipeTersuspensi

Terdiri dari magnet / elektromagnet yang letaknya permanen di

bawah ban berjalan. Sampah yang mengandung metal ferous akan

ditangkap oleh magnet yang dikumpulkan dalam wadah yang telah

ditentukan.

Udara keluar

Pemisah siklon

Ban berjalan

Komponen yang ringan

Path of heavy material

Komponen yang berat

Ban berjalan

Alat pemisah dengan udara

Rotary air lock

In feed conveyor

Udara keluar

Aliran untuk komponen ringan

Page 54: Daur Ulang Sampah

10

Gambar 3.5. Pemisah Magnet Tipe Tersuspensi

3.7.2. Pemisah Magnet Tipe Drum

Terdiri dari magnet/elektromagnet yang letaknya permanen di ujung

ban berjalan dan dapat langsung memisahkan partikel-partikel metal-

ferous dari komponen sampah.

Gambar 3.6. Pemisah Magnetik Tipe Drum

Suspended stationary magnet

conveyor

Ferrous material

Ban berjalan

sampah

Conveyor belt Ferrous material

Nonferrous material

Sampah

Magnet

Page 55: Daur Ulang Sampah

11

Gambar 3.6. Ilustrasi Pusat Daur-ulang Sistem Terpadu

Page 56: Daur Ulang Sampah

1

BAB IV

PEMBUATAN KOMPOS DAN PERMASALAHANNYA

4.1. Umum

Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi

(penguraian) secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang

terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada

suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda

pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus

yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan dengan

bahan baku sampah domestik merupakan teknologi yang ramah

lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat

berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill .

4.2. Keuntungan Pengkomposan

Pengomposan dengan sampah perkotaan sebagai bahan baku

mempunyai banyak keuntungan dan dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Membantu meringankan beban pengelolaan sampah perkotaan.

Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri atas

sampah organik, sekitar 50% sampai 60% dapat dikomposkan.

Apabila hal ini dapat direalisasikan sudah tentu dapat membantu

dalam pengelolaan sampah di perkotaan, yaitu :

1. Memperpanjang umur tempat pembuangan akhir (TPA),

karena semakin banyak sampah yang dapat dikomposkan,

semakin sedikit sampah yang dikelola.

Page 57: Daur Ulang Sampah

2

2. Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah,

disebabkan jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin

berkurang.

3. Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan.

4. Semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan

semakin sedikit pula masalah kesehatan lingkungan

masyarakat yang timbul. Dalam proses pengomposan, panas

yang dihasilkan dapat mencapai 600C, sehingga kondisi ini

dapat memusnahkan mikroorganisme patogen yang terdapat

dalam masa sampah.

B. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomposan dapat

meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan

sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga.

C. Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan

perkotaan, karena jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke

sungai menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan

pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya

kebutuhan pemakaian pupuk buatan dan obat-obatan yang

berlebihan.

D. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos

pada perkebunan akan meningkatkan kemampuan lahan kebun

dalam menahan air, sehingga lebih menghemat kandungan air.

Selain itu pemakaian humus sebagai media tanaman dapat

digantikan oleh kompos, sehingga eksploatasi humus hutan dapat

dicegah.

Page 58: Daur Ulang Sampah

3

E. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumberdaya baru dari

sampah, yaitu kompos, yang kaya akan unsur hara mikro.

Pengomposan merupakan salah satu solusi teknis yang baik bagi

negara berkembang dalam rangka mereduksi sampah domestik,

terutama bagi negara-negara dengan iklim arid dan mempunyai

masalah dengan tanah yang kurang subur. Selanjutnya WHO (World

Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan

bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan sukses, maka

harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Jenis sampah sesuai untuk pengomposan;

2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari

kota;

3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian;

4. Harga kompos terjangkau oleh petani.

4.3. Prinsip Prinsip Biologis

Pada dasarnya proses pengomposan adalah suatu proses biologis.

Hal ini berarti bahwa peran mikroorganisme pengurai sangat besar.

Menurut Tchobanoglous et al. (1993) dan Polprasert (1989), prinsip-

prinsip proses biologis yang terjadi pada proses pengomposan

meliputi 1) kebutuhan nutrisi untuk mikroorganisme; 2) jenis-jenis

mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan; 3)

kondisi lingkungan ideal; dan d) fase transformasi biokimia.

Page 59: Daur Ulang Sampah

4

4.3.1. Kebutuhan Nutrisi

Untuk perkembangbiakan dan pertumbuhannya, mikroorganisme

memerlukan sumber energi, yaitu karbon untuk proses sintesa

jaringan baru dan elemen-elemen anorganik seperti nitrogen, fosfor,

kapur, belerang dan magnesium sebagai bahan makanan untuk

membentuk sel-sel tubuhnya. Selain itu, untuk memacu

pertumbuhannya, mikroorganisme juga memerlukan nutrien organik

yang tidak dapat disintesa dari sumber-sumber karbon lain. Nutrien

organik tersebut antara lain asam amino, purin/pirimidin, dan vitamin.

4.3.2. Mikroorganisme

Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan antara lain berdasarkan

kepada struktur dan fungsi sel, yaitu:

1. Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer adalah eucaryotes

bersel tunggal, antara lain : ganggang, jamur, protozoa.

2. Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran

inti, contoh: bakteri.

Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang belakang) seperti

cacing tanah, kutu juga berperan dalam pengurai sampah.

Sesuai dengan peranannya dalam rantai makanan, mikroorganisme

pengurai dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a. Kelompok I (Konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi

langsung bahan organik dalam sampah, yaitu : jamur, bakteri,

actinomycetes.

Page 60: Daur Ulang Sampah

5

b. Kelompok II (Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad

kelompok I, dan;

c. Kelompok III (Konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi

jasad kelompok I dan Kelompok II.

Gambar 4.1 : Rantai makanan yang Terjadi dalam Tumpukan

Pembuatan Kompos (Dindal dalam Polprasert, 1989)

4.3.3. Kondisi Lingkungan Ideal

Efektivitas proses pembuatan kompos sangat tergantung kepada

mikroorganisme pengurai. Apabila mereka hidup dalam lingkungan

Page 61: Daur Ulang Sampah

6

yang ideal, maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik

pula. Kondisi lingkungan yang ideal mencakup :

1. Keseimbangan nutrien ( C / N ratio );

2. Kelembaban;

3. Derajat keasaman;

4. Suhu;

5. Ukuran partikel; dan

6. Homogenitas campuran.

4.3.4. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N).

Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan

kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai

terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan

panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai

sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka

nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi

bagi makanan.

Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen

tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C

dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang optimum

berkisar antara 20 : 1 sampai dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik

adalah 30 : 1.

Page 62: Daur Ulang Sampah

7

4.3.5. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos

secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH

yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah

mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-

asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun.

Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara

bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis

mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk

tersebut.

Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses

pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :

� pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3.

NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena

bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan

dapat memusnahkan mikroorganisme.

� pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat

menyebabkan kematian jasad renik.

4.3.6. Suhu (Temperatur)

Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas

yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan

dalam menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman

digunakan. Pola perubahan temperatur dalam tumpukan sampah

Page 63: Daur Ulang Sampah

8

bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal

pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara 25 – 45°C akan

terjadi dan segera diikuti oleh temperatur termofilik antara 50 - 65°C.

Temperatur termofilik dapat berfungsi untuk a) mematikan

bakteri/bibit penyakit baik patogen maupun bibit vektor penyakit

seperti lalat; b) mematikan bibit gulma. Tabel 1 menunjukkan suhu

dan waktu yang dibutuhkan untuk mematikan beberapa organisme

patogen dan parasit. Kondisi termofilik, kemudian berangsur-angsur

akan menurun mendekati tingkat ambien.

Tabel 4.1. Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan Untuk Mematikan

Organisme Patogen

No

Organisme Patogen

Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan

Suhu ( °°°°C) Waktu (menit) 1

2

3 4

5 6 7 8

9 10 11

12 13 14

Salmonella typhosa Salmonella sp. Shigella sp. Escerichia coli Entamoeba hystolitica Taenia saginata Trichinella spiralis sp. Brucella abortus Micrococcus pyogenes var aureus Srteptococcus pyogenes Mycobacterium tubercolosis varhominis Corynebacterium diphtheriae Necator americanus Ascaris lumbricoides (telur)

55-60 60 55 60 55 55 60 45 55 55

62-63 55 50 54 66 67

55 45 50

30 20 60

15-20 60 60

15-20 beberapa menit beberapa detik beberapa saat

3 60 10 10

15-20 Sesaat setelah

pemanasan 45 50 < 1

Page 64: Daur Ulang Sampah

9

4.3.7. Ukuran Partikel Sampah

Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku

pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi

aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh

mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan

yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat.

4.3.8. Kelembaban Udara

Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam

proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40 –

60 % dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang

optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah

mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan

dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu

lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme

karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi

kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu

kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan

berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya

habitat yang ada.

4.3.9. Homogenitas Campuran Sampah

Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos

perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya, sehingga

diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu

Page 65: Daur Ulang Sampah

10

kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara

seragam.

4.4. TRANSFORMASI BIOKIMIA

Berdasarkan atas kebutuhan oksigen, transformasi biokimia proses

pengomposan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Transformasi Aerobik

Transformasi aerobik pada proses pengomposan dapat digambarkan

dalam persamaan reaksi sebagai berikut :

Pada prinsipnya hasil akhir proses ini adalah sel-sel baru, CO2, air,

amoniak, sulfat dan senyawa organik baru bersifat stabil yang

dinamakan kompos. Kompos biasanya mengandung unsur lignin

yang sukar terurai dalam jangka waktu singkat.

2. Transformasi Anaerobik ( Anaerobic Digestion )

Proses penguraian senyawa organik yang berasal dari sampah dapat

berlangsung dalam kondisi anaerobik menjadi gas-gas yang

mengandung karbon dioksida dan metan. Perubahan tersebut dapat

dijelaskan melalui persamaan reaksi sebagai berikut :

CHON + O2 + Nutrien →→→→ Sel – Sel Baru + CO 2 + H2O + NH3 + SO4

-2 + Panas + kompos

CHON + O2 + Nutrien →→→→ Sel – Sel Baru + CO 2 + CH4 + NH3 + H2S + Panas + Kompos

Page 66: Daur Ulang Sampah

11

Pada prinsipnya produk akhir yang dihasilkan adalah karbondioksida,

gas methan, amoniak, hidrogen sulfida dan kompos. Karbondioksida

dan methan yang dihasilkan biasanya mencapai 99% dari total gas

yang diproduksi.

4.5. Teknologi Pembuatan Kompos

Berdasarkan ada tidaknya asupan udara, pembuatan kompos dapat

dibedakan menjadi pengomposan secara aerobik dan pengomposan

anaerobik yang lazim disebut digesti anaerobik. Pada pengomposan

aerobik, adanya udara dapat mempercepat proses pembusukan oleh

mikroorganisme aerobik, proses berlangsung cepat dan tidak

menimbulkan bau. Sebaliknya oksigen tidak diperlukan dalam

pengomposan anaerobik, proses berlangsung lama, biasanya

menimbulkan bau dan akhir yang terpenting adalah gas methan

sebagai sumber energi baru.

4.5.1. Berdasarkan Kebutuhan Oksigen

1. Pengomposan Aerobik

� Pengomposan Sistem Windrow

Merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak

lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan

pencampuran, biasanya tumpukan sampah tersebut dibalik

(diaduk). Hal ini juga dapat menghambat bau yang mungkin

timbul. Pembalikan dapat dilakukan baik secara mekanis

maupun manual. Sistim windrow seperti ini sudah

Page 67: Daur Ulang Sampah

12

berkembang di Indonesia untuk skala kecil, disebut dengan

sistim UDPK.

� Aerated Static Pile Composting

Udara disuntikkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan

sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi

dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya

menggunakan blower untuk memantau udara yang masuk.

� In-veseel Composting System

Sistim pengomposan dilakukan di dalam kontainer/tangki

tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk

mencegah bau disuntikkan udara, pemantauan suhu dan

konsentrasi oksigen.

� Vermicomposting

Merupakan langkah pengembangan pengomposan secara

aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai

perombak utama atau dekomposer, inokulasi cacing tanah

dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap

menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal

4 (empat) marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan,

yaitu Eisenia, Lumbricus, Perethima dan Peryonix (Yayasan

Kirai Indonesia, 1996: 2)

� Effective Microorganisms (EM)

EM merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat

Page 68: Daur Ulang Sampah

13

diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan

keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan

tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan,

pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman. EM

dapat memfermentasikan bahan organik dan memanfaatkan

gas serta panas dari proses pembusukan sebagai sumber

energi. Manfaat yang dapat diambil dalam teknologi EM pada

pengolahan sampah kota adalah berkurangnya bau busuk

dan panas yang keluar dari tumpukan sampah, berkurangnya

lalat dan hama lain di tempat pembuangan sampah,

gundukan sampah cepat menurun sehingga daya tampung

sampah dalam lubang penampungan dapat ditingkatkan

lebih dari 30%, dan masalah-masalah lingkungan serta

kesehatan pekerja. Selain itu sampah dapat dijadikan

kompos dalam jangka waktu hanya 2 minggu. (Wididana,

1998: 5).

2. Pengomposan Anaerobik

Proses ini disebut juga dengan proses digesti anaerobik yang dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

� Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Rendah

Konsentrasi kepadatan antara 4-8%, menggunakan bahan baku

sampah domestik, kotoran manusia dan hewan. Proses ini

menghasilkan gas methan dan direncanakan untuk skala besar.

� Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Tinggi

Page 69: Daur Ulang Sampah

14

Konsentrasi kepadatan mencapai 22%. Keuntungan utama dari

proses ini ialah bahwa air yang dibutuhkan jauh sedikit dari

digesti anaerobik dengan tingkat kepadatan rendah.

Mengingat mahalnya biaya maka kedua proses di atas tidak

direkomendasikan sebagai upaya daur-ulang energi dari sampah

domestik tetapi dapat lebih baik diterapkan untuk penanganan

sampah pertanian dan peternakan.

Sistim pengubah sampah domestik menjadi energi, yaitu gas

methan merupakan salah satu alternatif reduksi sampah yang

menghasilkan sumber daya baru. Menurut Ridlo (1998: E-30), waktu

tinggal sampah organik sekitar 30 hari di dalam reaktor. Biogas yang

dihasilkan oleh reaktor didominasi oleh gas methan ± 55-60 % dan

sisanya CO2. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan untuk

keperluan rumah tangga seperti memasak dan penerangan. Selain

menghasilkan biogas, reaktor juga menghasilkan produk samping

berupa padatan dan cairan yang memiliki kualitas seperti pupuk.

4.5.2. Berdasarkan Lokasi Pembuatan Kompos

1. Sistem Setempat (On-site System)

Merupakan pembuatan kompos yang mengambil tempat di sumber

sampah, misalnya di halaman rumah, di pasar, dan lain-lain. Sebagai

contoh adalah pengomposan dengan menggunakan komposter skala

rumah tangga, berbentuk bin/tong yang berukuran 100 - 250 liter,

ditanam di tanah ( ± 10 cm dari permukaan tanah ) atau dapat pula

yang dapat diputar, proses berlangsung secara anaerobik. Sampah

Page 70: Daur Ulang Sampah

15

dapur sebagai bahan baku dapat dikombinasikan dengan sampah

kebun seperti rumput, daun-daunan, dsb. Kompos dapat dihasilkan

dalam jangka waktu 1 bulan untuk komposter aerobik dan 6 bulan

sampai dengan 1 tahun untuk komposter anaerobik.

2. Sistem Terpusat (On-site System)

Pembuatan kompos dipusatkan di suatu lokasi yang memiliki jarak

dengan sumber sampah. Sebagai contoh adalah pengomposan

dengan metode UDPK (Usaha Daur-Ulang dan Produksi Kompos).

4.6. PERMASALAHAN PEMBUATAN KOMPOS

Pengomposan dengan menggunakan bahan baku sampah organik

domestik dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala.

Permasalahan yang muncul meliputi 1) dampak terhadap kualitas

lingkungan; 2) masalah pemasaran; 3) pembiayaan; 4) teknis

operasional dan 5) aplikasi secara tepat guna di negara berkembang.

4.6.1. Dampak Terhadap Kualitas Lingkungan

Permasalahan yang mungkin muncul adalah masih terdapatnya

organisme patogen/parasit, berkembangnya vektor penyakit dan

masalah estetika.

1. Organisme Patogen dan Parasit

Organisme patogen seperti virus, bakteria, protozoa, jamur yang

dapat mempengaruhi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuhan

kemungkinan masih terkandung dalam di kompos yang disebabkan

Page 71: Daur Ulang Sampah

16

oleh masalah teknis, seperti tidak tercapainya suhu yang mematikan

organisme tersebut. Permasalahan ini dapat dihindari dengan

pengawasan mutu kompos pada setiap langkah produksinya, antara

lain dengan pemantauan suhu setiap hari.

2. Vektor Penyakit

Vektor penyakit yang sering terdapat pada proses pengomposan

adalah lalat, tikus, dan kecoa. Lalat sering dijumpai pada bahan baku

kompos, yaitu sampah domestik yang tidak segar (berumur lebih dari

dua hari) sedangkan tikus dan kecoa sangat menyukai tumpukan

kompos yang tidak segera dikemas atau dipasarkan serta tumpukan

residu yang tidak segera diangkut ke TPA. Pemasokan bahan baku

dan pengangkutan residu yang teratur dan tepat waktu serta

pemeliharaan sarana/prasarana pengomposan yang memadai dapat

menghindari gangguan vektor penyakit.

3. Estetika

Bau dan kenampakan fisik yang kurang baik dari fasilitas

pengomposan merupakan masalah estetika yang sering muncul,

sehingga menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar,

terutama masyarakat yang tinggal di sekitar fasilitas tersebut. Bau

disebabkan oleh 1) kondisi anaerobik yang terjadi akibat

pengoperasian pengomposan tidak sesuai dengan prosedur, seperti

kurangnya asupan oksigen (pekerja kurang rajin membalik tumpukan

pada pengomposan dengan sistem Windrow); 2) bahan baku kompos

tidak segar sehingga sebelum diolah, sampah tersebut sudah

mengalami pembusukan. Kenampakan visual fasilitas pengomposan

yang kurang baik, disebabkan pemeliharaan terhadap fasilitas tidak

Page 72: Daur Ulang Sampah

17

dilaksanakan dengan baik, sehingga menimbulkan kesan kotor. Hal

ini dapat diantisipasi dengan pengendalian dan pemeliharaan fasilitas

dengan lingkungan luar antara lain dengan mendirikan tembok atau

pagar tanaman.

4. Logam Berat

Salah satu masalah penting adalah kemungkinan kontaminasi logam

berat dalam kompos yang diproduksi. Hal ini terjadi bila pemilahan

tidak dilaksanakan sebelumnya sehingga bahan baku masih

tercampur dengan sampah yang mengandung logam berat. Aktivitas

pemilahan sampah sebelum pengomposan dilaksanakan sangat

penting untuk dilakukan dan lebih baik lagi bila pemilahan telah

dilakukan di sumber sampah.

4.6.2. Masalah Pemasaran

Masalah pemasaran kompos muncul disebabkan sebelum

perencanaan fasilitas pengomposan tidak dilakukan studi tentang

situasi pasar terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk

mengetahui situasi pasar adalah kebutuhan akan aplikasi kompos;

jarak tempuh antara produsen kompos dengan calon pelanggan dan

informasi tentang pangsa pasar. Masalah pemasaran pupuk kimia

membuat suatu anti propaganda melawan aplikasi kompos yang

berasal dari sampah domestik. Sulitnya pemasaran kompos,

menyebabkan biaya operasi dan pemeliharaan menjadi kendala yang

sangat penting.

Page 73: Daur Ulang Sampah

18

4.6.3. Masalah Pembiayaan

Dalam perencanaan suatu instalasi pengomposan di negara

berkembang biasanya terbentur pada masalah pembiayaan terutama

bagi instalasi skala besar yang banyak menggunakan peralatan

mekanis. Bagi negara berkembang instalasi pengomposan yang

murah dan tepat guna sangat baik untuk diaplikasikan, lebih baik lagi

bila instalasi tersebut masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.

Masalah pemasaran kompos muncul disebabkan sebelum

perencanaan fasilitas pengomposan tidak dilakukan studi tentang

situasi pasar terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk

mengetahui situasi pasar adalah kebutuhan akan aplikasi kompos;

jarak tempuh antara produsen kompos dengan calon pelanggan dan

informasi tentang pangsa pasar. Masalah pemasaran pupuk kimia

membuat suatu anti propaganda melawan aplikasi kompos yang

berasal dari sampah domestik. Sulitnya pemasaran kompos,

menyebabkan biaya operasi dan pemeliharaan menjadi kendala yang

sangat penting. Biaya investasi awal diperlukan sebesar Rp. 11,6

juta untuk instalasi skala kecil (luas lahan 450 m2) dengan modal

kerja Rp. 1,2 juta setiap bulan (CPIS, 1992: 6-14) untuk melayani 14

m3 sampah setiap hari. Pada tahun 1998, estimasi biaya meningkat

menjadi Rp. 45 juta untuk biaya investasi dan modal kerja Rp. 3 juta

setiap bulan.

4.6.4. Masalah Perencanaan dan Teknis Operasional

Kesalahan yang paling umum terjadi dalam pendirian suatu instalasi

pengomposan adalah akibat perencanaan yang salah, yaitu antara

lain mencakup kesalahan dalam melihat dan mengkaji situasi pasar,

Page 74: Daur Ulang Sampah

19

kesalahan dalam menentukan lokasi instalasi pengomposan juga

penerimaan masyarakat terhadap keberadaan instalasi tersebut.

Page 75: Daur Ulang Sampah

1

BAB V

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN TEKNOLOGI

FERMENTASI

5.1. Umum

Teknologi pengolahan bahan organik dengan cara fermentasi

(peragian) pertama kali dikembangkan di Okinawa Jepang oleh

Profesor Dr. Teruo Higa pada tahun 1980. Teknologi ini dikenal

dengan teknologi EM (Effective Microorganisms).

Sebelum tahun 1980, penelitian dan penerapan proses fermentasi

masih terbatas pada proses fermentasi untuk pembuatan bahan

makanan, termasuk pakan ternak, dan belum banyak dilakukan untuk

pengolahan limbah organik serta penyuburan tanah. Di Indonesia kita

sudah mengenal proses fermentasi ini melalui proses peragian

kedelai dalam pembuatan tempe, tauco, kecap; fermentasi singkong

menjadi tape; fermentasi susu menjadi keju, yogurt; serta masih

banyak lagi produk fermentasi hasil kerja mikroorganisme fermentasi

yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Fermentasi merupakan proses penguraian atau perombakan bahan

organik yang dilakukan dalam kondisi tertentu oleh mikroorganisme

fermentatif. Kondisi lingkungan yang mendukung proses fermentasi

antara lain adalah (1) derajat keasaman atau pH rendah, antara 3-4;

(2) kadar garam dan kandungan gula yang tinggi; (3) kadar air

sedang antara 30-50%, (4) kandungan antioksidan dari tanaman

rempah dan obat, serta (5) adanya mikroorganisme fermentasi.

Page 76: Daur Ulang Sampah

2

5.2. Teknologi Effective Microorganisme

Teknologi effective microorganisme adalah suatu kultur campuran

berbagai mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan

tanaman. Effective microorganisme diaplikasikan sebagai inokulan

untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme dalam

tanah. Kultur effective microorganisme tidak mengandung

mikroorganisme yang secara genetis telah dimodifikasi, melainkan

campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam lingkungan

alami.

Effective microorganisme yang diaplikasikan dengan sampah

organik kota dapat dikembalikan ke tanah dalam bentuk pupuk

organik untuk meningkatkan kualitas tanah. Effective microorganisme

bertindak sebagai agen pengendali secara biologis dengan cara

menghambat efek fitopatogenik mikroorganisme tanah dan

memfasilitasi dekomposisi senyawa beracun dalam tanah.

Teknologi fermentasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan

keanekaragaman biologi tanah, meningkatkan kualitas air,

mengurangi kontaminasi tanah dan merangsang penyehatan dan

pertumbuhan tanaman yang semua itu berarti meningkatkan hasil.

Beberapa keuntungan aplikasi effective microorganisme adalah

bahwa EM dapat:

A. Menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen atau yang

merugikan tanah dan tanaman;

Page 77: Daur Ulang Sampah

3

B. Mempercepat penguraian limbah atau sampah organik baik padat

maupun cair dan sekaligus menghilangkan bau yang ditimbulkan

dari proses penguraian bahan organik;

C. Meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada

tanaman;

D. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme indigenus yang

menguntungkan, misalnya Mycorrhiza, Rhizobium, bakteri pelarut

fosfat, dll;

E. Mengikat nitrogen;

F. Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia;

G. Menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang selalu

merupakan masalah pada budidaya monokultur dan budidaya

tanaman senjenis secara terus-menerus (continous cropping). EM

bukanlah merupakan pestisida, tetapi lebih merupakan

pengendali biologis dalam menekan/mengendalikan

hama/penyakit tanaman melalui proses alami dengan

meningkatkan aktivitas komposisi antagonistik pada

mikroorganisme dalam inokulan EM;

H. Menghilangkan panas pada tanah dasar tambak dan gas-gas

beracun yang timbul akibat akumulasi sisa-sisa pakan dan

udang/ikan yang telah mati melalui fermentasi.

Page 78: Daur Ulang Sampah

4

Hasil fermentasi bahan organik tanah dapat menciptakan kondisi

yang baik bagi pertumbuhan jamur pemangsa nematoda (cacing)

parasit, sehingga dapat menurunkan populasi cacing parasit tanaman

di dalam tanah.

5.3. Kandungan Mikroorganisme

Kandungan mikroba dalam effective microoganisme terdiri dari

mikroorganisme aerob dan anaerob yang bekerjasama menguraikan

bahan organik secara terus menerus. Hasil fermentasi bahan organik

dengan inokulasi EM dikenal dengan istilah bokashi . Istilah bokashi

sendiri berasal dari bahasa Jepang yang artinya bahan organik

terfermentasi dengan EM, tetapi dapat pula diakronimkan sebagai

Bahan Organik Kaya Akan Sumber Kehidupan. Effective

microorganisme merupakan cairan berwarna coklat dan berbau khas,

apabila muncul bau busuk menandakan bahwa mikroorganisme yang

terkandung di dalamnya telah rusak atau mati.

Effective microorganisme mengandung beberapa jenis

mikroorganisme, yaitu:

5.3.1. Bakteri Fotosintetik

Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri. Bakteri ini

membentuk senyawa-senyawa yang bermanfaat dari sekresi akar

tumbuh-tumbuhan, bahan organik dan/atau gas-gas berbahaya

seperti hidrogen sulfida, dengan dibantu sinar matahari dan panas

sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat tersebut meliputi asam

Page 79: Daur Ulang Sampah

5

amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif, dan gula, yang semuanya

dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Hasil-hasil metabolisme yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat

diserap langsung oleh tanaman dan juga berfungsi sebagai substrat

bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus dapat

bertambah.

5.3.2. BAKTERI ASAM LAKTAT

Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, dan

karbohidrat lain yang dihasilkan oleh bakteri fotosintetik dan ragi.

Bakteri asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan organik

seperti lignin dan selulosa, serta memfermentasikannya tanpa

menimbulkan senyawa-senyawa beracun yang ditimbulkan dari

pembusukan bahan organik.

5.3.3. Ragi

Ragi dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi

pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula di dalam tanah

yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik

melalui proses fermentasi. Ragi juga menghasilkan senyawa

bioaktif seperti hormon dan enzim.

5.3.4. ACTINOMYCETES

Page 80: Daur Ulang Sampah

6

Actinomycetes merupakan suatu kelompok mikroorganisme yang

strukturnya merupakan bentuk antara dari bakteri dan jamur.

Kelompok ini menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino

yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat

yang dihasilkan oleh mikroorganisme ini dapat menekan

pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan tanaman, tetapi

dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Dengan

demikian kedua spesies ini sama-sama dapat meningkatkan kualitas

lingkungan tanah dengan meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.

5.3.5. JAMUR FERMENTASI

Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan

bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester, dan

zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini berfungsi dalam

menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga serta ulat-ulat

yang merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan

makanannya.

Setiap jenis effective microorganisme mempunyai fungsi masing-

masing dalam proses fermentasi bahan organik, namun bakteri

fotosintetik adalah pelaksana kegiatan EM yang terpenting. Bakteri ini

mendukung kegiatan mikroorganisme lain, di lain pihak bakteri ini

memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain.

5.3.6. Bokashi Sampah Kota

Bokashi sampah kota merupakan hasil fermentasi sampah organik

kota dengan menggunakan EM. Fermentasi bahan organik terjadi bila

Page 81: Daur Ulang Sampah

7

kita menginokulasikan EM dalam larutan gula dengan dosis 0,1 – 1%

ke dalam tumpukan sampah sekali dalam seminggu, yang dapat

dilakukan dengan mesin penyemprot atau sprayer.

Berdasarkan pengalaman, dibutuhkan 1 liter EM dan 1 liter gula atau

molas untuk memfermentasikan 1 ton sampah organik. Untuk dapat

menekan biaya, larutan molas difermentasikan terlebih dahulu dalam

tangki fermentasi selama satu minggu. Larutan ini dikenal sebagai

FM atau Fermentasi Molas.

Cara menyiapkan Fermentasi Molas (FM) adalah sebagai berikut:

A. Siapkan 20 liter air dalam galon/tangki;

B. Campurkan 1 liter EM dan 1 liter molas dengan 20 liter air;

C. Tutup tangki/galon tersebut, dan diamkan selama 1 minggu;

D. Setelah 1 minggu kita mendapatkan 20 liter FM;

E. Untuk mendapatkan larutan 0,1% FM; 10 liter FM harus

dilarutkan ke dalam 1.000 liter air.

Gambar berikut ini adalah skema pembuatan cairan FM (Fermentasi

Molas).

Gambar 5.1. Skema Pembuatan dan Penerapan Fermentasi Molas (FM)

EM

Air

20 liter

Fermentasi Molas 20 liter

Air

1000 liter

1 lt EM + 1 lt. Molas

Fermentasi Molas

Disimpan 1 minggu di dalam tangki

Semprotkan ke dalam tumpukan sampah organik

Page 82: Daur Ulang Sampah

8

Cara pembuatan bokashi sampah kota adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Pemilahan Sampah

Sampah yang masuk ke lokasi pengomposan dipilah terlebih

dahulu untuk mendapatkan bahan organik pilihan sebagai

bahan baku kompos. Untuk mempermudah pekerjaan, akan

lebih baik lagi bila sampah yang masuk sudah dalam keadaan

terpilah (pemilahan di sumber sampah). Satu hal yang harus

diperhatikan adalah, sampah yang akan diolah menjadi kompos

harus sampah segar dan pemilahan harus segera dilakukan.

Bila hal ini tidak dilaksanakan dengan baik, maka pembusukan

liar akan terjadi dan akan timbul bau yang dapat mengganggu

lingkungan sekitarnya.

Langkah 2 : Pemotongan Sampah Organik Pilihan

Untuk mempercepat proses pengomposan, sebaiknya ukuran

sampah diperkecil terlebih dahulu. Pemotongan sampah dapat

menggunakan alat pemotong/pencacah (shredder), dan dapat pula

dicacah secara manual.

Langkah 3 : Penumpukan Sampah Organik Pilihan

Proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat dan baik bila

perbandingan antara kandungan karbon dan nitrogen dalam sampah

atau rasio C/N adalah 30 : 1. Secara teoritis rasio C/N sampah rumah

Page 83: Daur Ulang Sampah

9

tangga adalah 15 : 1, maka untuk mendapatkan rasio C/N ideal

sampah tersebut harus dicampur dengan material yang memiliki rasio

C/N lebih tinggi, seperti serbuk gergaji. Perhitungannya adalah

sebagai berikut:

- C/N sisa makanan = 15 : 1

- C/N serbuk gergaji = 500 : 1

- X = bagian sisa makanan

- Y = bagian serbuk gergaji

(X . 15) + (Y . 500)/ X + Y = 30

X = 1

(1 . 15) + (Y . 500)/ 1 + Y = 30

15 + 500Y = 30 + 30Y

500Y - 30 Y = 30 - 15

470 Y = 15

Y = 15 : 470

Y = 0,03

Ini berarti dibutuhkan 1 bagian sisa makanan dan 0,03 bagian serbuk

gergaji untuk mencapai rasio C/N ideal 30 : 1.

Kemudian campuran sampah tersebut ditumpuk dengan ketinggian

30 - 50 cm, panjang tumpukan ± 0,75 - 1 meter, berat sampah

basah ± 1 ton.

Langkah ini dapat berlangsung selama dua hari, misalnya karena

bahan/sampah tidak mencukupi.

Langkah 4 : Inokulasi EM Melalui Penyiraman Laruta n

Page 84: Daur Ulang Sampah

10

Fermentasi Molas (FM)

Larutan 0,1% FM yang telah disiapkan disiramkan secara perlahan-

lahan ke dalam adonan secara merata sampai kandungan air

mencapai ± 30%. Kemudian tumpukan tersebut ditutup dengan

karung goni. Penyemprotan dengan larutan FM dilakukan setiap

seminggu sekali.

Langkah 5 : Pemantauan Suhu

Pada tahap ini suhu tumpukan perlahan-lahan akan meningkat

mencapai 650C. Suhu setinggi ini selama 1-2 hari diperlukan untuk

mematikan gulma dan mikroba patogen, serta membantu

memperlunak bahan yang dikomposkan. Suhu tinggi ini tidak boleh

dipertahankan lama (lebih dari 2 hari), karena akan mematikan jasad

renik yang diperlukan untuk proses pengomposan. Pemantauan suhu

dilakukan setiap hari, dan dipertahankan antara 40 - 500C. Bila suhu

mencapai lebih dari 500C, maka karung penutup harus dibuka dan

gundukan adonan dibolak balik, kemudian ditutup kembali dengan

karung goni. Perlakuan ini berlangsung selama ± 2 minggu, sampai

suhu mendekati suhu kamar dan stabil.

Langkah 6 : Pematangan Kompos

Untuk meyakinkan bahwa kompos telah matang dan dapat menjamin

bahwa kompos benar-benar aman ketika dipakai oleh pengguna

kompos, maka perlu dilakukan langkah pematangan kompos.

Pematangan ini ditandai dengan suhu rata-rata tumpukan semakin

Page 85: Daur Ulang Sampah

11

menurun dan stabil mendekati suhu kamar ( 27 - 300C), bahan telah

lapuk dan menyerupai tanah dengan warna coklat kehitaman. Tahap

pematangan memerlukan waktu 5 – 7 hari dan suhu tumpukan tetap

diukur.

Langkah 7 : Pemanenan dan Pengemasan

Setelah seluruh tahapan proses dilalui dan sampah sudah menjadi

kompos matang, maka kompos sudah bisa dipasarkan. Untuk itu

kompos perlu dikemas dalam ukuran yang sesuai dengan kehendak

pembeli. Untuk mendapatkan ukuran butiran kompos yang

diinginkan, maka kompos tersebut harus disaring/diayak memakai

saringan kawat dengan ukurang lubang saringan bervariasi, yaitu:

- Kompos halus : lubang saringan = 1 cm x 1 cm

- Kompos ukuran sedang : lubang saringan = 2 cm x 2 cm

- Kompos kasar : lubang saringan = 4 cm x 4 cm

Kompos yang sudah disaring dikemas ke dalam kantung/kemasan

sesuai dengan kebutuhan pemasaran. Kemasan yang biasa

digunakan saat ini, adalah:

1. Plastik kedap air, ukuran 30 cm x 25 cm untuk kompos halus

seberat ± 3 kg.

2. Plastik kedap air, ukuran 35 cm x 29 cm untuk kompos halus

seberat ± 5 kg.

3. Karung plastik kedap air, ukuran 90 cm x 60 cm untuk kompos

halus, kasar, maupun sedang seberat ± 40 kg.

Page 86: Daur Ulang Sampah

12

Bagan pembuatan kompos dengan menggunakan teknologi

fermentasi dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 5.2. Proses Pengomposan Dengan Teknologi Fermentasi

PEMILAHAN SAMPAH

PEMOTONGAN /

PENCACAHAN

PENUMPUKAN SAMPAH

PENYIAPAN LAR. FM

INOKULASI EM

FERMENTASI

PEMATANGAN KOMPOS

PENYARINGAN PENGEMASAN

PEMANTAUAN SUHU

PEMASARAN

Page 87: Daur Ulang Sampah

13

5.4. Kompos Rumah Tangga

Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga di perkotaan merupakan

salah satu permasalahan yang cukup pelik, terutama apabila lokasi

perumahan tersebut belum terjangkau layanan angkutan sampah.

Hal ini menyebabkan pencemaran badan - badan air akibat

akumulasi sampah dan tersumbatnya saluran - saluran drainase yang

menyebabkan banjir di musim hujan. Seringkali sampah

dimusnahkan dengan cara sederhana dan murah tetapi berpotensi

untuk mencemari udara, yaitu langsung dibakar atau dibiarkan

menumpuk di lahan-lahan kosong.

Sebagian sampah rumah tangga terdiri atas sampah dapur, sisa-sisa

makanan, dan sampah kebun yang mengandung bahan organik

dengan kandungan air cukup tinggi. Sebagian lagi adalah sampah

non organik yang didominasi sampah kemasan seperti bekas

bungkus mie, makanan kecil anak-anak, yang biasanya sulit untuk

didaur-ulang. Sisanya merupakan sampah non organik yang dapat

didaur-ulang seperti botol, kertas koran, plastik, dan barang-barang

bekas lainnya. Rumah tangga juga menghasilkan sampah yang

mengandung bahan beracun berbahaya (B3) seperti batu baterai

bekas, lampu neon bekas, bekas kemasan pestisida, dsb.

Sampah basah dengan kandungan organik yang tinggi merupakan

sampah yang mudah terurai dan hancur secara alamiah di alam

bebas. Produk akhir disebut dengan kompos yang besar manfaatnya

terutama untuk konservasi tanah. Selain itu pembuatan kompos

dapat mengurangi beban pengelola sampah kota, yaitu antara lain

Page 88: Daur Ulang Sampah

14

dapat menghemat biaya pengangkutan, efisiensi lahan tempat

pembuangan akhir sampah, dan dapat meningkatkan kondisi sanitasi

di lingkungan permukiman.

Dalam rangka mengurangi sampah organik rumah tangga, salah satu

kebijakan pemerintah adalah menganjurkan ibu-ibu rumah tangga

untuk mulai menggunakan alat pembuat kompos (komposter) skala

rumah tangga yang sangat sederhana, tepat guna dan mudah

pengoperasiannya.

5.5. Tata Cara Pembuatan Kompo Rumah tangga

5.5.1. Bahan dan Peralatan

1. Sampah organik rumah tangga , adalah sampah organik

yang mudah terurai, dihasilkan dari dapur; sisa-sisa

makanan; dan sampah kebun. Untuk mempercepat proses

dapat pula ditambahkan dedak/serbuk gergaji/kapur atau

cairan EM (effective microorganisme).

2. Komposter rumah tangga , merupakan alat yang

digunakan untuk mengolah sampah organik rumah tangga

menjadi kompos, terdiri dari 2 unit yang ditempatkan secara

berdekatan.

Page 89: Daur Ulang Sampah

15

5.5.2. PERSYARATAN TEKNIS

A. Bentuk

Komposter berbentuk tabung, dan terbuat dari plastik. Bagian bawah

komposter terbuka, dan di bagian atas diberi tutup plastik. Terdapat

dua bentuk komposter (Gambar 2.1), yaitu :

a. Komposter yang seluruh tabungnya tertanam di tanah.

b. Komposter yang sebagian kecil tabungnya tertanam di tanah.

Gambar 5.3.. Jenis – Jenis Komposter Rumah Tangga

Gambar 5.4.. Jenis – Jenis Komposter Rumah Tangga

Page 90: Daur Ulang Sampah

16

Gambar 5.5. Jenis – Jenis Komposter Rumah Tangga

Gambar 5.6. Jenis – Jenis Komposter Rumah Tangga

B. Ukuran

Ukuran komposter rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.1

berikut ini.

Page 91: Daur Ulang Sampah

17

Tabel 5.1. Ukuran Komposter Rumah Tangga

JENIS

KOMPOSTER

TABUNG

(cm)

PIPA GAS

(cm)

DIAMETER LUBANG (cm)

θ

Tinggi

θ

Panjang

Penge

ring

Gas

Dop

Kasa Nyam

uk

Media Penger

ing

Komposter a

50

80

11

45

10

1

11

0,2

2 - 3

Komposter b

50

80

11

20

-

1

-

0,2

-

Untuk pemasangan satu set komposter dibutuhkan lahan seluas

2 m2. Ukuran galian tanah dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah

ini.

Tabel 5.2. Ukuran Galian Tanah

JENIS KOMPOSTER

DIAMATER (mm)

KEDALAMAN GALIAN

(mm)

Galian

Bawah

Galian Atas

Komposter a

800

1400

900

Komposter b

800

1400

400

Page 92: Daur Ulang Sampah

18

5.5.3. Materi

Materi atau bahan komposter yang digunakan harus tahan korosi

dan tahan terhadap sinar matahari. Badan komposter dan

tutupnya terbuat dari plastik tebal atau dapat juga menggunakan

galon air yang banyak dijual di pasaran dengan volume 75 – 100

m3, sedangkan pipa penyaluran gas tebuat dari PVC.

5.5.4. Kinerja

− Komposter rumah tangga digunakan untuk menampung

sampah organik mudah terurai yang dihasilkan oleh 5 orang

anggota keluarga.

− Kapasitas tampung komposter maksimum 200 kg dengan waktu

tampung 7 (tujuh) bulan.

− Proses pengomposan berlangsung selama 4 – 6 bulan setelah

komposter terisi penuh dengan sampah organik.

− Sampah organik rumah tangga yang dapat dikurangi dengan

menggunakan komposter sebesar 80 – 90%.

− Untuk mempercepat proses penguraian dan meningkatkan

kualitas komposnya, dapat ditambahkan serbuk gergaji dan

atau larutan EM (Effective Microorganisme).

5.6. Cara Pemasangan Komposter

− Tanah digali berbentuk lingkaran dengan diameter bagian bawah

80 cm dan bagian atas 140 cm. Bila pada kedalaman tersebut

dijumpai air tanah, maka harus diusahakan sedemikian rupa

Page 93: Daur Ulang Sampah

19

sehingga dasar komposter berada di atas muka air tanah tersebut

setinggi 30 cm. Untuk komposter jenis a kedalaman galian 90 cm,

sedangkan komposter b sedalam 40 cm (lihat Gambar 2.5.).

Gambar 5.7. Penyiapan Lahan

− Pada bagian dasar galian kerikil dimasukkan kerikil setinggi 10

cm, kemudian komposter yang terbuka di bagian dasarnya

diletakkan di tengah galian. Setelah itu ditambahkan lagi kerikil

sampai ketinggian 20 cm.

− Untuk komposter jenis a, galian ditimbun lagi dengan tanah

sampai mencapai 5 cm di bawah lubang tempat pipa udara,

selanjutnya pipa udara dipasang. Di sekeliling pipa udara yang

telah terpasang diberi kerikil secukupnya, selanjutnya timbun

kembali dengan tanah sampai mencapai 5 cm di bawah pipa

udara.

Page 94: Daur Ulang Sampah

20

− Untuk komposter jenis b, setelah komposter diletakkan di tengah

galian yang memiliki kedalaman 40 cm dan diberi kerikil 20 cm,

kemudian galian ditimbun dengan tanah. Pipa udara tepat terletak

di atas permukaan tanah.

Gambar 5.8. Cara Pemasangan Komposter

5.7. Cara Pengoperasian Komposter

- Letakkan komposter di lokasi yang memungkinkan, hindari

dari curahan air hujan secara langsung masuk ke

komposter tersebut.

- Masukkan sampah organik mudah terurai yang dihasilkan

rumah tangga seperti sampah dapur, sisa makanan ke

dalam komposter. Sebelum dimasukkan ke dalam

komposter, sampah dengan ukuran besar sedapat mungkin

diperkecil/ dipotong-potong terlebih dahulu untuk

mempercepat pengomposan. Tidak semua sampah dapur

dapat dikomposkan, seperti kulit telur, kulit kacang, batok

Page 95: Daur Ulang Sampah

21

kelapa, bonggol jagung, karena memerlukan waktu yang

lama untuk menguraikannya.

- Bila memungkinkan, setiap ketinggian lapisan sampah

mencapai 10 cm, ditambahkan serbuk gergaji, kapur, atau

dedak setinggi 1 cm. Dapat pula disemprotkan larutan EM

setiap hari. Serbuk gergaji/kapur/dedak dan larutan EM

dapat mengurangi bau busuk yang mungkin timbul. Bila

material tambahan tersebut sulit didapat, maka dapat

diganti dengan potongan sampah kebun seperti rumput

dan daun-daunan.

- Untuk menyeragamkan material sampah organik dan juga

untuk mendapatkan sedikit udara, dilakukan pengadukan

dengan menggunakan sekop seminggu sekali.

- Setelah komposter pertama terisi penuh, maka akan

terjadi proses penguraian selama kurang lebih 4–6 bulan,

dan operasional pengomposan berpindah ke komposter

kedua.

- Bila masa sampah sudah hancur menyerupai tanah,

berwarna coklat kehitaman dan tidak berbau lagi, maka

kompos sudah dapat dipanen dan diaplikasikan untuk

tanaman hias atau taman rumah.

Page 96: Daur Ulang Sampah

22

5.8. KOMPOSTER KOMUNAL

Prinsip kerja komposter komunal hampir sama dengan komposter

rumah tangga, bedanya hanya daerah pelayanan komposter komunal

lebih luas yaitu mencakup satu RT/RW. Fungsinya hampir sama

dengan TPS, hanya jenis sampah yang ditampung khusus untuk

sampah organik rumah tangga yang mudah terurai. Komposter

komunal dapat merupakan gabungan dari beberapa komposter

rumah tangga yang diletakkan pada lokasi/lahan khusus.

Komposter komunal dapat pula mempunyai desain khusus, seperti

beberapa contoh komposter komunal yang terlihat pada gambar 5.

Komposter komunal seperti ini telah diaplikasikan di Kelurahan

Kadipaten, Kodya Yogyakarta dan akan segera diaplikasikan di

Kodya Magelang. Komposter komunal dikelola oleh RT/RW setempat

dan kompos yang dihasilkan digunakan untuk kebutuhan warga.

0 Gambar 5.9. Komposter Komunal

Page 97: Daur Ulang Sampah

23

Gambar 3.2. Komposter Komunal

DAFTAR PUSTAKA:

1. Departemen Pekerjaan Umum, 1998. Spesifikasi

Komposter Rumah Tangga , Standar Nasional Indonesia,

Jakarta.

2. Yuni & Osawa, 1995. Kompos Sahabat Lingkungan Kita .

Balai Pelatihan Air Bersih dan PLP Dept. Pekerjaan Umum.

Bekasi.

Page 98: Daur Ulang Sampah

1

BAB VI

DAUR ULANG DAN

PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA

6.1. Umum

Usaha Daur-Ulang dan Produksi Kompos (UDPK) adalah suatu unit

skala kecil yang melakukan pengolahan sampah kota dengan dua

fungsi sekaligus, yaitu daur-ulang dan penjualan sampah anorganik

yang mempunyai nilai ekonomis serta daur-ulang dan penjualan

sampah organik yang diproses menjadi kompos.

Gagasan UDPK ini dikembangkan sebagai salah satu alternatif

penanganan sampah perkotaan yang murah, efisien dan bersahabat

dengan lingkungan. Pengembangan UDPK di dalam sistem

pengelolaan sampah selain dapat menghasilkan nilai tambah

berupa kompos, juga dapat meningkatkan ketepatgunaan sektor

umum, termasuk ; penghematan biaya pengangkutan, penghematan

biaya pemadatan tanah, efisiensi penggunaan TPS dan mengurangi

jumlah sampah yang dikirim ke TPA.

Daur-ulang dan pengomposan mempunyai potensi yang besar

untuk mengurangi timbulan sampah secara berarti dan dengan

demikian dapat mengurangi biaya untuk transportasi, pengolahan

dan pembuangan akhir. Perkiraan potensi daur-ulang adalah 15-25 %

dan untuk pengomposan adalah 30-40%, yang berarti total potensi

pengurangan timbulan sampah adalah 50% yang berarti juga

Page 99: Daur Ulang Sampah

2

penghematan sebesar 50% dalam biaya transportasi dan

pembuangan.

6.2. Sarana dan Prasarana UDPK

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sebuah UDPK mencakup

perlengkapan kerja, peralatan produksi dan sarana produksi.

6.2.1. Perlengkapan Kerja

1. Helm kerja 2. Sepatu kedap air (boot) 3. Kaus tangan plastik 4. Pakaian kerja 5. Masker kain 6. Perlengkapan P3K

6.2.2. Peralatan Produksi

1. Cangkrang 2. Terowongan bambu 3. Alat tulis dan kantor 4. Termometer alkohol 5. Selang air 6. Saringan putar 7. Sekop 8. Timbangan 9. Plastik sealer (untuk pengemasan) 10. Keranjang loak 11. Papan, cat dan kuas untuk menandai tumpukan 12. Ayakan kawat dengan beberapa ukuran.

6.2.3. Sarana Produksi

1. Pompa Air 2. Tempat pemilahan 3. Tempat residu 4. Ruang penumpukan kompos

Page 100: Daur Ulang Sampah

3

5. Ruang pematangan kompos 6. Ruang penyaringan 7. Ruang pengemasan 8. Kantor 9. Kamar mandi 10. Drainase 11. Kebun uji coba

Peralatan Produksi yang paling penting untuk digunakan dapat

dijelaskan fungsinya sebagai berikut :

6.3. Terowongan Bambu

Terowongan bambu terbuat dan bambu dan kayu kaso atau kayu

lainnya (tergantung dan kesediaan bahan di lokasi). Pembuatan

terowongan bambu harus sesuai ukuran yang ditentukan. Pembuatan

terowongan bambu dilakukan sebelum proses produksi dilaksanakan

dan jumlahnya disesuaikan dengan kapasitas UDPK.

GAMBAR 6.1. TEROWONGAN BAMBU

Page 101: Daur Ulang Sampah

4

Terowongan bambu ini dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi

daerah dan keuangan yang ada, misalnya di Kalimantan banyak

terdapat kayu, maka aerator ini dapat dibuat dari kayu.

6.3.1. Thermometer Alkohol

Alat ini dengan mudah dapat diperoleh di apotik atau toko farmasi.

Terbuat dari kaca berisi alkohol sebagai penunjuk tingginya suhu.

Alat ini mudah pecah sehingga perlu disiapkan cadangannya.

Gambar 6.2. Thermometer alkohol 6.3.2. Keranjang Loak

Alat ini digunakan untuk mengangkut sampah yang sudah dipilah ke

atas terowongan bambu, dan untuk mengangkut barang lapak dan

residu ke lokasinya masing-masing. Alat ini dapat digantikan dengan

alat lain, misalnya tandu dan kain terpal yang dibuat sendiri.

Page 102: Daur Ulang Sampah

5

Gambar 6.3 Keranjang Loak

6.3.3. Ayakan Kawat Nyamuk

Ayakan ini dipakai untuk menyaring kompos matang agar sesuai

kebutuhan konsumen yang beragam. Biasanya terdapat ayakan yang

berbeda ukuran kerapatan kawat nyamuknya. Ayakan ini dapat

dibuat sendiri karena membutuhkan ukuran yang berbeda tersebut.

Biasanya ukuran kawat nyamuk adalah sebagai berikut:

- Ukuran (5 x 5) mm untuk kompos halus

- Ukuran (5 x 5) mm s/d (10 x 10) mm untuk kompos sedang

- Ukuran (I0 x 10) mm untuk kompos kasar.

Page 103: Daur Ulang Sampah

6

Gambar 6.4. Ayakan / Saringan Kawat Nyamuk

6.3.4. Ayakan Saringan Putar

Ayakan ini mempermudah dan mempercepat pekerjaan penyaringan.

Alat ini dapat dibuat sendiri atau dipesan di toko alumunium.

Gambar 6.5. Ayakan / Saringan Putar

Page 104: Daur Ulang Sampah

7

Tabel 6.1 menunjukkan jumlah alat produksi dan perlengkapan kerja

yang dibutuhkan sesuai dengan skala UDPK.

Tabel 6.1. Alat Produksi dan Perlengkapan Kerja UDPK

yang Dibutuhkan dan Masa Pakai

Alat Produksi Jumlah

Masa Pakai

Keterangan

UDPK Kecil

UDPK Besar

Alat Produksi - Terowongan bambu 28-30 45-67 2 bulan - - Thermometer alkohol min. 3 min. 6 selama belum pecah - - Penusuk kayu/besi 3 3-6 - - Keranjang/loak 5 7 2 bulan - - Cangkrang 5 7 3 bulan - - Sekop 3-6 6-12 6 bulan - - Ayakan kawat min. 3 min. 6 3 bulan - - Ayakan putar 1 1 1 tahun - - Timbangan o Besar 1 1 sampai rusak - Untuk kompos

karungan - Untuk kompos 3-5 kg

o Kecil 1 1 - Plastik sealer 1 1 sampai rusak - - Lori (satu roda) 1 2 sampai rusak - - Cat dan kuas 1 unit 1 unit - - Alat tulis kantor

1 unit 2 unit -

Perlengkapan Kerja: - Topi/helm 8 12 kurang lebih 1 tahun - Sarung tangan 7 11 2 minggu - Sarung kain 7 11 2 minggu - Sarung plastik 8 12 2 minggu - Masker 8 12 2 minggu - Baju kerja 16 24 6-12 bulan - Kotak PPPK 1 unit 1 unit sampai habis

Page 105: Daur Ulang Sampah

8

6.4. Kriteria Perencanaan

6.4.1. Kriteria Umum

Ketentuan umum tentang pengoperasian UDPK adalah sebagai

berikut:

� Lokasi UDPK harus sedekat mungkin dengan daerah

pelayanan.

� Luas lahan yang dibutuhkan minimal 500 m2.

� Bahan baku sampah organik dan non organik tersedia minimal

15 m2 setiap hari.

� Manajemen pengoperasian UDPK perlu didukung oleh:

− Institusi pengelola UDPK yang memadai (Lembaga

Masyarakat, Dinas Kebersihan atau Swasta).

− Biaya pengelolaan yang memadai, baik untuk biaya modal

kerja, biaya operasi maupun pemeliharaan.

− Adanya aspek peraturan yang mendukung, terutama

dalam kaitannya dengan masalah pemasaran kompos.

− Peranserta masyarakat antara lain dalam pemilahan

sampah sangat diharapkan untuk meningkatkan kinerja

UDPK.

6.4.2. Kriteria Teknis

� Ketentuan Bahan Baku

Page 106: Daur Ulang Sampah

9

Proses pengomposan yang optimum membutuhkan bahan baku

organik segar yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

− Keseragaman jenis sampah organik (sisa sayuran, buah-

buahan, sisa makanan kecuali kulit telur; kulit kacang dan

tulang, sisa daging, daun-daunan, potongan rumput, dan

sebagainya);

− Sampah tidak boleh menginap di sumber sampah, maksimal

berumur 2 (dua) hari sehingga belum mengalami pembusukan

atau mengandung larva lalat;

− Kelembaban/kadar air sampah 50%;

− Nilai/rasio C/N kurang lebih 30%.

6.4.3. Pola Perletakan UDPK

Dalam merencanakan suatu lokasi pengomposan sampah kota,

dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu:

− Mencari sumber sampah di suatu daerah tertentu dan kemudian

mencari lahan yang mencukupi untuk menangani sejumlah

sampah yang akan diolah (dikomposkan) tersebut;

− Mencari lokasi yang potensial berdasarkan kriteria pemilihan

lahan, dan ukuran lahan yang dipilih akan menentukan jumlah

sampah yang akan diolah di lokasi tersebut.

Lokasi yang terpilih harus diukur dengan seksama, selanjutnya harus

ditentukan letak daerah untuk penerimaan sampah, pemilahan,

Page 107: Daur Ulang Sampah

10

penumpukan residu, tumpukan pengomposan aktif, penyaringan dan

pengepakan, serta untuk kantor dan gudang tempat penyimpanan

peralatan kerja. Prosentase luas daerah yang akan digunakan untuk

kegiatan ini adalah sebagai berikut:

− Kegiatan pengomposan aktif : 50 – 60%

− Pemilahan dan penumpukan residu : 15%

− Penyaringan dan pengepakan : 15%

− Gudang dan kantor : 15%.

Angka-angka ini bervariasi tergantung ukuran lahan, besarnya

kegiatan pengomposan, frekuensi pengiriman kompos untuk

pemasaran dan pengangkutan residu, keberadaan lapak, dan

sebagainya. Secara diagramatis perletakan kegiatan tersebut dapat

dijelaskan pada gambar 6.5.

Page 108: Daur Ulang Sampah

11

Gambar 6.5.. Rencana Perletakan UDPK

Keterangan: sirkulasi hasil pemilahan

sirkulasi produksi

sirkulasi sampah dan residu

Lokasi

Pengomposan

Aktif

Penyaringan dan Pengemasan ± 15%

Gudang ± 10%

Pemilahan ± 10% Kantor

± 10%

Lapak ± 5%

Penumpukan Residu ± 10%

km/wc

BAHAN

Page 109: Daur Ulang Sampah

12

6.5. Perhitungan Kapasitas Pengomposan

Setelah rancangan pembagian ruang dibuat, dapat ditentukan

jumlah maksimum dari bahan baku kompos yang mampu

ditampung. Setelah itu kita bisa menentukan jumlah sampah yang

bisa ditampung di lokasi UDPK, serta jumlah residu yang harus

diangkut keluar UDPK secara teratur.

Beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam menentukan

kapasitas UDPK adalah sebagai berikut:

− Ukuran tumpukan sampah yang ideal adalah tinggi (T) maksimum

: 1,5 M; lebar (L) maksimum : 1,75 M, dan panjang (P)

maksimum : 2 M.

− Jumlah sampah yang dapat dikomposkan adalah 60 – 70%

sampah organik.

− Volume setiap tumpukan sampah adalah V m3,

− Dimana V = P x L x T

− Jumlah volume seluruh tumpukan = A m3, dimana:

� A = n x V ➔ n = jumlah tumpukan

Dalam menentukan jumlah maksimum tumpukan, harus ada jarak

minimal 1,5 M antara tumpukan memanjang. Jarak antara tumpukan

tersebut memungkinkan para pekerja memantau suhu dan

memudahkan pembalikkan sampah.

Page 110: Daur Ulang Sampah

13

− Kebutuhan minimum pasokan sampah selama 60 hari proses

adalah :

− P = (100/60) x A m3

− Pasokan sampah per hari = P/60

− Perhitungan hasil produksi diperkirakan sebesar 25% dari jumlah

tumpukan awal, karena penyusutan bahan organik yang terjadi

selama proses pengomposan adalah sebanyak 75%.

Ketentuan peletakan tumpukan pada areal pengomposan dapat

dilihat pada gambar 6.6.

Gambar 6.6. Perletakan Tumpukan Pada Lokasi Pengom posan

Sirkulasi 1,00 m

Panjang tergantung

jumlah

Jumlah tumpukan bisa bervariasi tergantung volume sampah yang tersedia

Lokasi tumpukan, lebar = 1,75 m

Jarak kerja antar tumpukan minimal 1,50 m

Page 111: Daur Ulang Sampah

14

6.6. Penentuan Jumlah dan Jadwal Pemasukan Sampah

Setelah jumlah sampah yang dapat dijadikan kompos ditentukan,

maka jumlah masukkan sampah yang dapat dikirim ke lokasi dapat

dihitung berdasarkan asumsi bahwa 60 – 70% sampah kota dapat

dikomposkan, dengan catatan bahwa hal ini tergantung daerahnya.

Daerah berpenduduk padat perkotaan hanya 30% organik, dan

daerah dengan banyak penghijauan bisa mencapai 70-80%.

Bila jumlah seluruh kebutuhan masukkan sampah (100%) telah

ditentukan, maka jumlah residu dapat dihitung, yaitu sebesar jumlah

seluruh sampah dikurangi volume barang lapak yang masih dapat

didaur-ulang.

6.7. Cara Kerja

Langkah-langkah pengoperasian UDPK dilaksanakan sebagai

berikut:

6.7.1. Pemilahan Sampah

Sampah yang masuk ke lokasi UDPK dipilah untuk mendapatkan

bahan organik pilihan sebagai bahan baku kompos. Barang-barang

yang masih dapat didaur-ulang dikumpulkan sesuai dengan kategori

masing-masing, seperti botol, plastik, kaleng, besi, dan sebagainya.

Demikian pula barang-barang berbahaya, seperti batu baterei harus

diamankan. Sisa pemilahan disebut residu, yang secepatnya harus

dikeluarkan dari lokasi pengomposan sehingga tidak menyita ruang

Page 112: Daur Ulang Sampah

15

dan mengurangi pencemaran. Pemilahan sebaiknya segera

dilakukan sehingga bahan yang mudah rusak tidak membusuk

secara liar dan menimbulkan bau serta lalat. Pemilahan di sumber

sampah seperti rumah tangga sangat diharapkan, sehingga dapat

mempercepat proses dan membantu pekerja.

6.7.2. Penumpukan Bahan Baku Kompos

Sampah organik pilihan sebagai hasil pemilahan, kemudian disusun

menjadi tumpukan di atas terowongan udara. Seperti telah dijelaskan

di bab sebelumnya, tumpukan ideal adalah 1,5 M (T) x 1,75 M (L) x 2

M (P). Ukuran ini setara dengan ± 2-3 ton sampah. Langkah ini dapat

berlangsung 2-3 hari, misalnya karena bahan tidak mencukupi atau

karena pemilahan tidak selesai pada hari itu. Berikut gambar

tumpukan ideal dari bahan baku kompos.

Gambar 6.7. Tumpukan Ideal Bahan Baku Kompos

Page 113: Daur Ulang Sampah

16

6.7.3. Pemantauan Suhu Selama 2-4 Hari Pertama

Setelah bahan baku telah selesai ditumpuk dan mencapai ukuran

ideal, maka suhu tumpukan perlahan-lahan akan meningkat sampai

mencapai 650C atau lebih. Suhu setinggi ini memang diperlukan

selama beberapa hari guna mematikan mikroorganisme patogen,

bibit gulma yang tidak dikehendaki dan membantu memperlunak

bahan yang sedang dikomposkan. Tetapi suhu yang tinggi ini tidak

boleh dibiarkan terlalu lama, karena dapat mematikan bakteri atau

mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan.

Akibatnya adalah proses akan terhenti, dan bahan baku tidak akan

berubah menjadi kompos. Maka bila suhu terlalu tinggi lebih dari 4

(empat) hari, maka tumpukan harus segera dibalik.

6.7.4. Memberikan Perlakuan Berdasarkan Suhu dan

Kelembaban

Kondisi tumpukan harus terus dijaga dan terpelihara agar kegiatan

pelapukan bahan oleh jasad renik dapat berlangsung dengan baik.

Hal ini dilakukan dengan memberikan perlakuan pada tumpukan

bahan. Kondisi tumpukan dapat diketahui dengan mengamati suhu

dan kelembaban.

A. Pemantauan Suhu

Suhu yang diinginkan selama proses pelapukan berkisar antara 45-

650C. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer

alkohol, yang ditancapkan pada 3 hingga 5 tempat pada sisi

Page 114: Daur Ulang Sampah

17

tumpukan, dan kemudian dihitung rata-ratanya. Mula-mula sisi-sisi

tumpukan dilubangi/ditusuk dengan alat bantu berupa besi atau

kayu/bambu. Kedalaman lubang/tusukan adalah 2/3 tinggi dari tebal

tumpukan tersebut. Kemudian termometer dimasukkan pada lubang-

lubang tersebut, dan lubang ditutup kembali sehingga yang terlihat

hanya tali pengikat termometernya saja. Setelah 1-2 menit temometer

dicabut dengan cara menarik tali pengikatnya. Penunjukan suhu oleh

termometer harus segera dibaca dengan cepat. Kalau lambat dibaca,

maka pembacaan menjadi salah karena tinggi cairan alkohol akan

cepat turun akibat terpengaruh dengan suhu kamar/udara yang relatif

jauh lebih rendah.

Gambar 6.7. Cara Pengukuran Suhu Tumpukan

B. Pemeriksaan Kelembaban

Kelembaban ideal yang diperlukan dalam proses pengomposan

berkisar 50%. Cara memeriksa kelembaban bahan secara

sederhana adalah dikepal dengan tangan. Bahan di bagian dalam

Page 115: Daur Ulang Sampah

18

tumpukan diambil, kemudian diremas dengan kepalan tangan.

Apabila:

− Dari remasan tidak keluar air sama sekali dan buyar bila

dilepaskan berarti tumpukan kering dan harus dilakukan

penyiraman;

− Air mengalir cukup banyak dari sela-sela jari, berarti tumpukan

terlalu basah atau kelembaban terlalu tinggi. Maka, pembalikan

tumpukan harus dilakukan dengan segera;

− Hanya muncul sedikit tetesan air dari sela-sela jari, maka

kelembaban yang diinginkan telah tercapai.

Gambar6.8. Memeriksa Kelembaban Tumpukan

Page 116: Daur Ulang Sampah

19

C. Perlakuan Yang Diberikan Kepada Tumpukan

Bentuk perlakuan-perlakuan pada proses pengomposan adalah

melakukan pembalikan dan penyiraman. Pada waktu pembalikan

tumpukan tidak jarang dilakukan penyiraman secara bersamaan.

a. Pembalikan Tumpukan

Pembalikan tumpukan bertujuan:

− Membuang panas yang berlebihan (menurunkan suhu);

− Memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan;

− Meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan;

− Meratakan pemberian air (bila sambil menyiram tumpukan);

− Membantu penghancuran bahan menjadi partikel yang lebih kecil.

Ada dua macam pembalikan, yaitu pembalikan ganda dan

pembalikan tunggal. Gambar 6.9. dan 6.10 menunjukkan kedua cara

pembalikan tersebut.

Gambar 6.9. Pembalikan Ganda

Page 117: Daur Ulang Sampah

20

Keuntungan dari pembalikan ganda adalah bisa menghemat tempat

dan pengaruh pembalikan lebih merata. Namun tenaga dan waktu

yang dikeluarkan lebih banyak, sehingga berpengaruh terhadap

biaya.

Pembalikan tunggal menuntut lahan yang lebih luas, tetapi waktu dan

tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit. Bila luas lahan

pengomposan tidak menjadi masalah, maka pembalikan tunggal

dapat diterapkan.

Gambar 6.10. Pembalikan Tunggal

b. Penyiraman Tumpukan

Penyiraman tumpukan dilakukan bila diketahui tingkat kelembaban

tersebut terlalu rendah atau tidak mencukupi. Penyiraman umumnya

dikerjakan pada saat pembalikan.

Page 118: Daur Ulang Sampah

21

C. Pematangan Kompos

Setelah waktu berjalan kurang lebih selama 35-40 hari, akan terlihat

suhu rata-rata tumpukan semakin menurun. Bahan telah lapuk dan

menyerupai tanah, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kondisi fisik

ini menunjukkan bahwa bahan baku telah berubah menjadi kompos.

Kompos masuk pada tahap pematangan yang memerlukan

pematangan selama 14 hari. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan

bahwa kompos telah benar-benar matang dan untuk dapat menjamin

bahwa kompos benar-benar telah aman untuk digunakan. Selama 14

hari tumpukan perlu diberi perlakuan agar mencapai tingkat

kematangan yang baik. Suhu tumpukan tetap diukur selama proses

pematangan berlangsung.

Untuk menguji apakah kompos sudah benar-benar matang,

tumpukan perlu dibalik (pematangan hari pertama). Pada hari

berikutnya ternyata suhu tetap rendah seperti hari pertama, maka

tumpukan dibalik lagi (pematangan hari kedua). Apabila suhu tetap

berada di bawah 450C, maka dapat dipastikan kompos telah matang.

Tetapi bila suhu kembali meningkat di atas 450C dalam masa

pematangan, maka tumpukan perlu dibalik dan juga disiram kalau

kondisi tumpukan terlalu kering.

Cara lain untuk menguji kematangan kompos, yaitu dengan menutup

tumpukan dengan sehelai plastik transparan. Bila dalam satu hari

terlihat adanya titik-titik uap air pada plastik tersebut, maka hal

tersebut menandakan masih terjadi proses penguraian bahan

Page 119: Daur Ulang Sampah

22

organik, atau dengan kata lain kompos belum benar-benar matang.

Biasanya, bila kompos belum matang betul, ketika plastik dibuka

maka akan timbul bau busuk yang menyengat yang menandakan

jasad renik masih aktif.

Parameter yang biasa dipakai untuk menentukan kematangan adalah

rasio karbon : nitrogen (rasio C/N) dari produk akhir. Selama proses

berjalan, kandungan karbon menurun karena berubah menjadi

karbon dioksida. Bila bahan telah menjadi kompos, rasio C/N

biasanya menjadi kurang dari 20 : 1. Rasio-rasio lain antara 15 : 1

sampai 30 : 1, diusulkan sebagai batasan untuk menentukan

kematangan kompos.

Ciri-ciri kompos yang telah matang adalah sebagai berikut:

− bentuk fisik tumpukan telah hancur, dan tumpukan terlihat lebih

mengecil (penyusutan berat dapat mencapai 50-60% dari

awalnya);

− warna tumpukan coklat tua kehitaman menyerupai tanah;

− selama beberapa hari suhunya tetap sama atau di bawah 450C.

− Berbau tanah (tidak menimbulkan bau busuk).

6.8. Pemanenan dan Pengemasan

Bila kompos telah matang, maka kemudian dilakukan pemanenan.

Kompos dipisahkan (diayak) untuk mendapatkan butiran-butiran

kompos yang kita inginkan yaitu dari butiran halus sampai kasar. Hal

ini juga sekaligus menyingkirkan serpihan plastik dan bahan lain yang

tidak berguna. Langkah pengayakan dan pengemasan lebih

Page 120: Daur Ulang Sampah

23

tergantung kepada selera atau kemauan dari pasar (pemakai atau

pembeli). Ukuran butiran kompos sangat tergantung pada ukuran

lubang saringan (ayakan). Bilamana digunakan ukuran lubang yang

lebih kecil lagi (misalnya 1 x 1 mm), maka akan diperoleh butiran

kompos yang lebih halus lagi.

Penyaringan dapat dilakukan di mana saja; artinya, saringan dapat

dipindah sesuai dengan letak tumpukan yang akan disaring. Caranya

adalah sebagai berikut:

− Dirikanlah saringan dengan menggunakan penopang kayu,

sampai bidang saringan tegak kurang lebih 70 derajat.

− Kemudian, dari jarak 1 meter, lemparkanlah satu sekop kompos

ke bagian atas saringan. Lemparan harus cukup kuat, sehingga

bahan dapat terdorong melalui lubang saringan.

− Lakukanlah berkali-kali, sampai diperoleh sejumlah kompos hasil

saringan di satu sisi, dan sejumlah lain yang tidak lolos di sisi lain.

− Kompos yang tidak lolos lubang saringan dapat dikumpulkan, lalu

ditumpuk menjadi tumpukan kompos baru, atau dicampurkan ke

dalam tumpukan yang belum matang untuk dipanen kemudian.

Page 121: Daur Ulang Sampah

24

Penyaringan kompos dapat dilihat pada gambar 6.11. berikut:

Gambar 6.11. Cara Penyaringan Kompos

Kompos yang sudah disaring dikemas ke dalam kantong sesuai

dengan kebutuhan pasar. Kantong yang lazim digunakan saat ini di

pasaran adalah sebagai berikut:

− Plastik kedap air, ukuran 30 cm x 25 cm untuk kompos halus

seberat ± 3 kg.

− Plastik kedap air, ukuran 35 cm x 29 cm untuk kompos halus

seberat ± 5 kg.

− Karung plastik, berukuran 90 cm x 60 cm, untuk kompos jenis

halus, kasar maupun sedang seberat ± 40 kg.

Kemasan kecil biasanya untuk melayani kebutuhan rumah tangga

melalui penjual eceran maupun di pasar-pasar swalayan. Sedangkan

Page 122: Daur Ulang Sampah

25

kemasan besar, terutama untuk melayani kebutuhan besar seperti

pertamanan, pertanian, reklamasi, dan sebagainya.

Berat kompos akan mengalami penyusutan sesuai dengan

kandungan airnya. Untuk kemasan yang menggunakan karung (tidak

kedap air), maka air yang terkandung di dalamnya akan mengalami

penguapan, sehingga kompos akan menjadi kering dan berkurang

beratnya. Untuk mencegah hal ini, maka kompos dalam karung

tersebut sebaiknya ditumpuk di gudang yang terlindung dari sinar

matahari. Selain itu, untuk penyimpanan yang cukup lama diperlukan

penyiraman untuk mempertahankan kelembaban kompos.

Kompos dalam kemasan harus disimpan dalam gudang agar aman

dari pencurian. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pencatatan

barang masuk-keluar, untuk memudahkan pengelolaan usaha.

6.9. Potensi Pasar Kompos

Pada umumnya, sesuai dengan kegunaannya, kompos dapat

dipasarkan kepada kalangan yang cukup luas. Secara garis besar,

kalangan ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:

6.9.1. Pencinta Tanaman

Kelompok ini umumnya memanfaatkan kompos sebagai media

tumbuhan pada taman yang dikelola secara amatir atau sebagai

kegemaran/hobi. Pertimbangan utamanya adalah kualitas kompos

dan tidak terlalu pada pertimbangan harga. Kelompok ini antara lain

Page 123: Daur Ulang Sampah

26

adalah pemilik tanaman hias, tanaman pot, kebun, dan taman rumah

tangga.

6.9.2. Pengusaha Profesional

Kelompok ini menggunakan kompos sebagai salah satu masukkan

dalam kegiatan usahanya. Oleh karena itu, kelompok ini umumnya

sangat berkepentingan dengan harga dan kelanggengan hubungan,

selain jumlah dan kualitas yang baik dan stabil. Kelompok ini terdiri

dari pengusaha-pengusaha dalam bidang:

- Pembibitan tanaman hias, hutan industri;

- Pertanian sayur-mayur, buah-buahan, palawija, padi dan rumput;

- Perkebunan tanaman keras seperti kopi, coklat;

- Tambak udang dan ikan;

- Penyewaan tanaman hias;

- Pertamanan;

- Padang golf dan lapangan olah raga;

- Pengembang permukiman.

6.9.3. Pemerintah

Kelompok yang tidak kalah pentingnya adalah dinas-dinas

pemerintah daerah, serta instansi pemerintah yang terkait dengan

hal-hal sebagai berikut:

- Taman kota dan jalur hijau;

- Tempat rekreasi dan lapangan olah raga;

Page 124: Daur Ulang Sampah

27

- Kebun raya;

- Usaha pemulihan tanah kritis;

- Usaha/proyek penghijauan;

- Usaha reklamasi lahan;

Kelompok pencinta tanaman merupakan pangsa pasar skala kecil.

Bila kompos menjadi populer di kalangan ini, maka pasarannya

menjadi potensial karena pasar relatif stabil dan pembeli tidak sensitif

terhadap harga. Dengan kemasan yang baik, pelayanan yang

memuaskan dan diversifikasi produk untuk berbagai jenis

penggunaan kompos, harga jual dengan mudah dapat dinaikkan.

Margin keuntungan per unit dari pangsa pasar ini dapat besar.

Kelompok pengusaha profesional dan pemerintah merupakan pangsa

pasar skala besar karena mampu menyerap kompos dalam jumlah

besar, namun sensitif terhadap harga.

Kompos banyak memiliki manfaat bagi masing-masing pangsa

pasar tersebut di atas. Manfaat kompos terhadap beberapa

usaha terutama agrobisnis adalah sebagai berikut:

6.9.4. Produksi Rumput

Petani rumput memiliki potensi yang agak rendah karena sensitif

terhadap harga dan daya belinya lemah. Sedangkan pengusaha

lapangan golf dan usaha rancang taman memiliki potensi cukup tinggi

karena tidak terlalu sensitif terhadap harga dan daya beli kuat.

Page 125: Daur Ulang Sampah

28

Manfaat agronomisnya adalah dengan pemakaian kompos, rumput

dapat tumbuh lebih cepat, sedangkan manfaat ekonominya adalah

penghematan pemakaian air dan dapat mencegah pembelian rumput

baru pada saat musim kering.

6.9.5. Konstruksi dan Pemeliharaan

Pengusaha lapangan golf memiliki potensi yang tinggi karena tidak

terlalu sensitif terhadap harga dan memiliki daya beli kuat.

Manfaat agronomisnya adalah antara lain:

- Aliran air dan udara menjadi lebih baik;

- Mencegah erosi;

- Menahan air lebih lama;

- Mencegah kerusakan rumput di musim kering;

- Tidak berbau dan mudah dipakai;

- Bebas gulma dan jamur.

Manfaat ekonomisnya adalah dengan pemakaian kompos dapat

menghemat penyiraman, karena rumput mampu menahan dan

menyimpan air.

6.9.6. Pembibitan Padi

Petani memiliki potensi yang cukup tinggi tetapi sensitif terhadap

harga. Petani padi biasanya membutuhkan kompos dalam jumlah

Page 126: Daur Ulang Sampah

29

besar, sehingga perlu dipertimbangkan lokasi penumpukan dan

penyimpanannya.

Manfaat agronomisnya antara lain adalah bibit siap ditanam

seminggu lebih cepat dan secara signifikan mengurangi lamanya

waktu pembibitan. Dengan demikian manfaat ekonomisnya adalah

siklus produksi dapat dipercepat.

6.9.7. Sayur, Buah, Bunga dan Rempah.

Petani sayur, buah, bunga dan rempah-rempah memiliki potensi

tinggi karena membutuhkan kompos dalam jumlah besar dengan

daya beli yang cukup tinggi. Tetapi banyak pesaing pupuk organik

lain, seperti pupuk kandang.

Manfaat agronomisnya adalah:

• Kompos dapat mencegah penyakit akar dan hama pada tanaman

palawija, lada, vanili, cabe, tomat, jahe, alpokat.

• Aerasi dan drainase yang lebih baik membuat akar tumbuh lebih

besar dan lebih sehat, seperti tanaman umbi jahe, kunyit, bawang

putih, dsb.

Penggunaan kompos pada jenis tanaman-tanaman di atas secara

ekonomis dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia.

Page 127: Daur Ulang Sampah

30

6.9.8. Tanaman Pot dan Masa Perkecambahan,

Jenis usaha yang memiliki potensi tinggi adalah usaha hortikultura,

usaha tanaman (pembibitan, sewa tanaman, rancang tanaman),

penggemar tanaman hias, hutan tanaman industri, dan usaha bunga

potong. Hal ini disebabkan jenis-jenis usaha di atas mampu

menyerap dalam jumlah besar dan memiliki daya beli tinggi.

6.9.9. Percepatan Masa Produksi

Kompos dapat mempengaruhi masa produksi. Pangsa pasar yang

baik untuk ini adalah pengusaha tambak udang. Karena

penyerapannya sangat tinggi.

Manfaat agronomisnya adalah:

• Masa pertumbuhan benur udang lebih cepat setengah bulan;

• Fisik udang lebih besar dan sehat karena lahan tambak sehat;

• Meningkatkan pertumbuhan plankton sebagai makanan udang

dan plankton tumbuh stabil;

• Ketahanan hidup udang bertambah;

• Berat badan udang naik dan kebutuhan makanan menurun.

Manfaat ekonomisnya adalah sebagai berikut:

• Pemakaian kompos pada tambak udang dapat mengurangi input

bahan kimia;

• Udang menjadi lebih besar dan sehat sehingga harga meningkat;

Page 128: Daur Ulang Sampah

31

• Mencegah kerusakan lahan tambak;

• Dengan menambah input kompos sekitar Rp. 50.000,- per 0,5 ha

tambak, keuntungan bertambah minimal Rp. 500.000,-.

6.10. PESAING KOMPOS

Agar mampu menerobos pasar, diperlukan suatu pengetahuan

mengenai keunggulan dan kelemahan dari produk yang akan dijual,

maupun yang menjadi pesaing. Sampai saat ini belum terdapat suatu

keseragaman pengertian mengenai kompos. Banyak penjual media

tanamam yang menawarkan kompos dengan variasi yang sangat

luas, baik dalam arti mutu, campuran bahan serta harganya.

Sampai saat ini terdapat dua macam produsen kompos pesaing,

yaitu kompos pesaing resmi (formal) dan yang tidak resmi (informal).

Kompos hasil produsen informal beraneka ragam. Kompos ini dapat

hilang dan timbul, dan muncul dengan nama baru. Kandungannya

dapat berupa tanah bakar, sampah kebun yang dipendam, pupuk

kandang yang dicampur tanah. Standar mutunya tidak dapat dijamin

karena kandungannya dapat berubah tergantung bahan yang

tersedia. Pesaing kompos lainnya adalah humus hutan yang

biasanya dipakai oleh kebanyakan pembibitan tanaman hias di

Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Tabel berikut ini adalah ciri-ciri dan

pesaing kompos.

Page 129: Daur Ulang Sampah

32

Tabel 6.2. Ciri-ciri Kompos dan Pesaing Kompos

URAIAN

KOMPOS UDPK

HUMUS

PUPUK KANDANG

TANAH BAKAR

Asal

Sampah kebun, sisa makanan dan sampah organik lain yang telah diseleksi

Tanah hutan

Kotoran hewan

Sampah kebun yang dibakar tanpa dipilih, kadang dicampur pupuk kandang, tanah, pasir, pupuk kimia, dsb

Kandungan

Zat hara mikro, sedikit zat hara makro

Murni alami: Kaya zat hara makro dan mikro

Mengandung N cukup banyak dapat membunuh benih yang peka dalam perkecambahan

Tidak tentu tergantung campuran.

Bahaya Pencemaran

Ada pemilahan sampah, pencemaran dapat dihindari

Pupuk organik terbaik, murni alami dan tidak tercemar

Tidak tercemar selama murni pupuk kandang

Kemungkinan tercemar logam berat dan bahan beracun

Harga

Relatif mahal

Relatif murah

Relatif murah

Murah

Kegunaan

Pembibitan, konservasi tanah, taman, RT, tambak udang, penghijauan, reklamasi, dsb

Segala jenis tanaman pada segala tahap di dalam dan di luar rumah

Tanaman di kebun, untuk di dalam rumah pupuk kandang harus betul-betul matang

Karena mutunya rendah, tidak dapat dijamin akibatnya pada tanaman

(CPIS, 1994)

Page 130: Daur Ulang Sampah

1

BAB VII

PEMBIAYAAN DAUR ULANG

6.1. Umum

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aspek pembiayaan

pembuatan kompos dan daur ulang atau dapat juga disebut sebagai

variabel ongkos produksi adalah sebagai berikut :

• Sampah sebagai bahan baku.

• Lahan / lokasi.

• Teknologi.

• Tenaga kerja.

• Bangunan dan perlengkapan.

• Strategi pemasaran.

• Harga jual kompos dan materi daur ulang.

6.1.1. Sampah Sebagai Bahan Baku

Ongkos produksi pembuatan kompos dan atau daur ulang akan

dipengaruhi oleh kondisi sampah, yaitu :

• Kompos memerlukan sampah dengan komposisi organik tinggi

(rata-rata di Indonesia adalah 60 - 80 %) dan kadar air tinggi (50

- 60 %). Selain itu C / N ratio sampah juga akan berpengaruh

pada proses fermentasinya.

Page 131: Daur Ulang Sampah

2

• Sumber sampah, kualitas sampah yang berasal dari sumbernya

akan jauh lebih baik daripada sampah di TPA (sampah di TPA

telah tercampur dan kotor). Kondisi ini akan mempengaruhi

kualitas kompos.

• Pemilahan sampah, sampah yang telah dipilah dari sumbernya

akan jauh lebih baik dari sampah tanpa pemilahan. Sampah

organik dan atau anorganik terpilih dapat langsung dibawa ke

tempat UDPK sedangkan sisanya (residu) diangkut ke TPA.

• Jumlah sampah akan menentukan kapasitas produksi dan

daerah layanan UDPK.

6.1.2. Lahan / Lokasi

Lahan / lokasi unit produksi kompos berpengaruh dalam perhitungan

ongkos produksi, yaitu :

• Lahan dekat dengan daerah pelayanan secara teknis lebih baik

karena tidak memerlukan biaya transportasi, tetapi biasanya

harganya relatif lebih mahal. Sedangkan lahan di TPA biayanya

relatif murah namun masih memerlukan biaya transportasi.

• Luas lahan yang tersedia akan mempengaruhi kapasitas

produksi, luas lahan yang disarankan untuk skala kawasan

adalah 500 m2 (sulit mendapatkan lahan yang luas di perkotaan).

Page 132: Daur Ulang Sampah

3

6.1.3. Teknologi Pembuatan Kompos Dan Daur Ulang

Pemilihan teknologi pembuatan kompos dan daur ulang penting

dipertimbangkan sebagai upaya mencari ongkos produksi yang relatif

tidak mahal, seperti :

• Mesin mekanis pembuatan kompos akan lebih mahal

dibandingkan cara yang konvensional (manual).

• Proses daur ulang menggunakan alat mekanis (magnetic

separator) akan lebih mahal dibandingkan dengan cara manual.

• Penggunaan media lain (cacing, bakteri) sebagai upaya

mempercepat proses pengomposan perlu diperhitungkan

dengan cermat.

6.1.4. Tenaga kerja

Tenaga kerja yang mengoperasikan unit produksi kompos

merupakan salah satu komponen biaya O/P. Dengan demikian maka

jumlah tenaga kerja perlu diperhitungkan sesuai dengan kapasitas

produksinya. Jumlah tenaga kerja yang terlalu banyak maupun terlalu

sedikit akan tidak efisian. Untuk itu produktivitas para tenaga kerja

sangat menentukan biaya produksi.

6.1.5. Bangunan Dan Perlengkapan

Luas dan jenis bangunan serta perlengkapan pada unit produksi

kompos berpengaruh pada perhitungan biaya investasi. Usia teknis

Page 133: Daur Ulang Sampah

4

bangunan dan perlengkapan juga perlu dipertimbangkan dalam

perhitungan biaya penggantian (depresiasi).

6.1.6. Strategi Pemasaran

Keberhasilan pemasaran kompos maupun materi daur ulang

merupakan kunci kesinambungan produksi. Untuk itu sebelum unit

produksi dibangun perlu dibuat studi pemasaran terlebih dahulu atau

minimal koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Kebersihan,

Dinas Pertamanan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas

Pertambangan dan lain-lain.

6.1.7. Harga Jual

Harga jual kompos dan materi daur ulang akan mempengaruhi

kesinambungan produksi. Unit cost agar dihitung berdasarkan kaidah

ekonomi yang berlaku serta kepentingan aspek lingkungan (kompos

dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah dan dapat

digunakan sebagai tanah penutup TPA serta dapat mengurangi

volume sampah yang dibuang ke TPA).

6.2. Model Pembiayaan

Perhitungan pembiayaan produksi kompos dan daur ulang terdiri dari

beberapa komponen, yaitu :

• Biaya investasi dan depresiasi.

• Biaya operasi dan pemeliharaan.

Page 134: Daur Ulang Sampah

5

• Bunga pinjaman.

• Unit cost.

6.2.1. Komponen Biaya Investasi

Model biaya investasi unit produksi kompos diberikan untuk beberapa

tipe pembuatan kompos seperti UDPK, vermikompos dan kompos

dengan bakteri EM-4, sebagai berikut :

• UDPK

Biaya investasi pembangunan UDPK dan perlengkapannya untuk

kapasitas 15 m3 / hari adalah sebagai berikut :

• Biaya pembebasan lahan (luas 500 m2), harga lahan sangat

tergantung pada letak lokasi dan kota.

• Biaya pembuatan bangunan yang meliputi kantor, kamar mandi,

gudang, areal pemilihan, areal pengomposan, pagar, instalasi

pompa air, instalasi listrik, saluran drainase, penyiapan lahan dan

lain-lain. Biaya investasi ditentukan oleh jenis bangunan

(permanen atau semi permanen), bentuk bangunan areal

pengomposan (dengan atau tanpa dinding), jenis pagar (besi,

tembok atau kayu).

• Biaya pembelian perlengkapan, meliputi keranjang, cangkrang,

sekop, golok, termometer, terowongan bambu, saringan, masker,

sepatu boot, sarung tangan, timbangan, selang, kemasan (karung

atau kantong plastik), lembaran plastik dan lain-lain.

Page 135: Daur Ulang Sampah

6

• Kompos dengan bakteri EM-4

Biaya investasi unit produksi kompos dengan bakteri EM-4 (kapasitas

15 m3 / hari) adalah meliputi :

• Biaya pengadaan lahan (luas 200 m2). Harga lahan sangat

tergantung pada letak lokasi dan kota.

• Biaya pembuatan bangunan (bangunan kantor, gudang, areal

pemilahan, areal pengomposan, pagar, saluran drainase,

instalasi air, instalasi listrik dan lain-lain).

• Biaya pengadaan perlengkapan seperti keranjang, wadah

pengomposan, selang, saringan kawat, perlengkapan kerja,

timbangan, karung kemasan atau kantong plastik dan lain-lain.

• Biaya pembelian biakkan bakteri EM - 4. Selanjutnya bakteri

dapat dibiakkan sendiri.

6.2.2. Komponen Biaya Operasi Dan Pemeliharaan

Komponen biaya operasi dan pemeliharaan untuk unit produksi

kompos / daur ulang secara umum adalah terdiri dari :

• Biaya upah tenaga kerja, yang minimal sesuai dengan UMR yang

berlaku. Besarnya biaya ini sangat tergantung pada jumlah

tenaga kerja yang digunakan. Untuk unit dengan kapasitas

produksi 15 m3 / hari, rata-rata diperlukan 6 - 10 tenaga kerja.

• Biaya sewa tanah (apabila tidak mungkin membeli). Besarnya

biaya sewa ini sangat tergantung pada letak lokasi yang dipilih.

Page 136: Daur Ulang Sampah

7

• Biaya air dan listrik, besarnya tergantung pada pemakaian air

dan listrik.

• Biaya pemeliharaan dan pergantian peralatan, berupa perbaikan

bangunan, pergantian peralatan yang rusak dan lain-lain.

• Biaya budidaya cacing (untuk unit produksi vermikompos). Biaya

ini diperlukan untuk pembelian media bagi cacing.

• Biaya pengembang biakkan bakteri (untuk unit produksi kompos

dengan bakteri EM-4). Biaya ini diperlukan untuk pembelian

media pertumbuhan bakteri EM-4.

• Biaya pengangkutan residu ke TPA.

• Biaya kantor, seminar, diklat pekerja, promosi dan lain-lain.

• Biaya tak terduga. Biaya ini diperlukan untuk hal-hal diluar

perhitungan.

6.2.3. Bunga Pinjaman

Apabila biaya investasi berasal dari dana pinjaman, maka bunga

pinjaman harus diperhitungkan sebagai salah satu komponen dalam

menentukan ongkos produksi dan penentuan harga jual kompos.

Besarnya bunga pinjaman tergantung dari mana sumber dana

tersebut (dana BLN atau pinjaman bank), besarnya antara 10 - 20 %.

6.3. Unit Cost

Perhitungan unit cost produksi kompos dihitung berdasarkan hal-hal

sebagai berikut :

Page 137: Daur Ulang Sampah

8

• Biaya produksi, meliputi biaya depresiasi (biaya investasi dibagi

dengan umur teknisnya), biaya operasi dan pemeliharaan serta

bunga pinjaman. Biaya ini dihitung untuk satu tahun.

• Kapasitas produksi kompos dihitung berdasarkan asumsi 25 %

dari sampah curah atau 50 % dari sampah organik. Sebagai

contoh apabila kapasitas sampah curah adalah 15 m3 / hari maka

produksi komposnya diperkirakan akan menjadi 3 - 4 m3 perhari.

Produksi kompos ini kemudian dihitung untuk 1 tahun.

• Unit cost dihitung dari pembagian biaya produksi terhadap jumlah

produksi kompos, sehingga didapat unit cost per m3 kompos atau

per kilogram kompos.

Contoh model biaya usaha unit produksi kompos

6.4. Contoh Perhitungan Biaya Pendirian UDPK (Studi CPIS di

Jakarta, 1993)

Berikut ini adalah contoh perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk

mendirikan UDPK skala kawasan, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Luas lahan 500 M2, dengan perincian :

• Areal pengomposan : 275 m2

• Areal pemilahan : 35 m2

• Areal penumpukan residu : 20 m2

• Areal pengayakan : 30 m2

Page 138: Daur Ulang Sampah

9

• Bangunan : 50 m2

• Areal batas : 85 m2

2. Pasokan sampah 15 m3 / hari.

3. Jumlah tenaga kerja :8 orang (tenaga untuk proses pengomposan

saja).

4. Produksi kompos total : 600 - 700 kg .

5. Waktu proses pengomposan rata-rata 60 hari.

Berdasarkan asumsi tersebut diatas, maka kebutuhan biaya yang

dihitung berdasarkan eskalasi dari harga-harga di Jakarta tahun

1993 adalah sebagai berikut :

1. Investasi bangunan dan areal pengomposan : Rp. 20.000.000,-

2. Biaya pengadaan peralatan / perlengkapan : Rp. 2.000.000,-

3. Biaya modal kerja (3 bulan) : Rp. 5.400.000,-

Jumlah total : Rp. 30.000.000,-

Perkiraan hasil usaha UDPK tersebut diatas adalah sebagai berikut

No Komponen Biaya Biaya (Rp. )

I

I.1

I.2.

I.3.

Pengeluaran

Modal :

� Investasi

� Modal Biaya O /P (3 bulan)

Depresiasi / tahun

Operasional / tahun

� supply sampah

� penumpukan residu

20.000.000,-

5.400.000,-

5. 080.000,-

-

1.000.000,-

Page 139: Daur Ulang Sampah

10

No Komponen Biaya Biaya (Rp. )

I.4.

I.5.

� Tenaga kerja

� Sewa lahan

� Peralatan

Pemeliharaan / tahun

Bunga pinjaman (bila menggunakan jasa bank)

18.750.000,-

3.750.000,-

5.250.000,-

300.000,-

3.710.000,- (rata-rata 15 %)

Total Pengeluaran / tahun 38.160.000,-

II

II.1.

II.2.

Penerimaan / tahun

Penjualan barang lapak

Penjualan kompos

1.300.000,-

37.700.000,-

Total Penerimaan 39.000.000,-

III Perkiraan Keuntungan 840.000,-

Sumber : CPIS, 1993 & eskalasi (investasi 100 %, O/P 50 % dan penerimaan 30 %)

6.5. Contoh Perhitungan Biaya Pembuatan Kompos

dengan Bakteri EM-4

Berikut ini adalah contoh perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk

mendirikan unit produksi vermikompos skala kawasan (hasil

penelitian Puslitbang Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum,

1998/1999), dengan kriteria sebagai berikut :

• Luas lahan : 100 m2.

• Lokasi di TPA.

• Kapasitas 2,5 m3 / hari.

Page 140: Daur Ulang Sampah

11

• Jumlah tenaga kerja : 4 orang.

• Waktu proses pengomposan rata-rata 21 - 30 hari.

• Proses menggunakan bakteri EM-4.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka biaya yang dibutuhkan

untuk pembuatan kompos dengan Bakteri EM-4 adalah sebagai

berikut :

No Komponen Biaya Biaya (Rp.)

I

1.1.

1.2.

1.3.

Pengeluaran

Investasi :

� Bangunan

� Peralatan

� Pengadaan Bakteri EM-4 per tahun

Operasional / Pemeliharaan per tahun

� Gaji / upah

� Air

� Listrik

� Packing

� Sewa lahan

� Pemeliharaan

Bunga

10.000.000,-

500.000,-

4.013.000,-

10.203.300,-

200.000,-

75.000,-

27.700,-

150.000,-

1.600.000,-

1.300.000,-

II Penerimaan

Hasil penjualan kompos

2.340.000,-

Sumber : Hasil Penelitian Puslitbangkim , 1998 / 1999 Catatan : - Biaya produksi per kg sampah adalah Rp. 85,-

- Biaya produksi per kg kompos adaalah Rp. 250,-

Page 141: Daur Ulang Sampah

Diagram Penerapan Teknologi

Pengolahan Sampah Perkotaan dan Pemanfaatannya

SAMPAH

KOTA

ORGANIK

AN- ORGANIK

TPS

TPS

COMPOSTING

SISA

DAUR

SANITARY

GAS

KOMPOS

TEPUNG PROTEIN

GAS

SARANA

REKREASI

BAHAN BAKU

INDUSTRI

PENAMBAHAN LUAS

DARATAN

KUALITAS AIR YANG TIDAK

MELAMPAUI

AMBANG

ENERGI

REKLAMASI

SISA YANG TIDAK DAPAT

ATMOSFER

SISA

YANG

DAP

SISA

GAS BERSIH

INSTALASI

PEMBAKARAN LIMBAH SAMPA

H

Pengumpulan

Pengumpulan

Pengangkutan

Pengangkutan