JURNAL
PENGARUH FAKTOR – FAKTOR BRAND AWARENESS, ELECTRONIC
WORD OF MOUTH, BRAND PERCEIVED QUALITY, TRUST TOWARDS
BRAND, INSTAGRAM USAGE, BRAND USAGE, BRAND SATISFACTION
DAN BRAND LOYALTY TERHADAP PERSEPSI MEREK
KEDAI KOPI LOKAL TERBAIK
(Analisis Structural Equation Modeling (SEM) Pengaruh Faktor-Faktor
Pembangun Persepsi Merek Terbaik di Kota Solo Terhadap
Mahasiswa FISIP Angkatan 2013-2016 Tahun 2017)
Oleh:
Anindya Roswita Putri
D0213011
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
PENGARUH FAKTOR – FAKTOR BRAND AWARENESS, ELECTRONIC
WORD OF MOUTH, BRAND PERCEIVED QUALITY, TRUST TOWARDS
BRAND, INSTAGRAM USAGE, BRAND USAGE, BRAND SATISFACTION
DAN BRAND LOYALTY TERHADAP PERSEPSI MEREK
KEDAI KOPI LOKAL TERBAIK
(Analisis Structural Equation Modeling (SEM) Pengaruh Faktor-Faktor
Pembangun Persepsi Merek Terbaik di Kota Solo Terhadap
Mahasiswa FISIP Angkatan 2013-2016 Tahun 2017)
Anindya Roswita Putri
Diah Kusumawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract One of those things which used as consumer consideration in choosing a product is perception towards the best brand. Perception towards the best brand is used to measure the brand equity. According to David A. Aaker (1996) brand Equity is a set of assets (and liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or subtracts from) the value provided by product or service to a firm and/or that firm’s customer. This research used communication effect theory with hierarchy of communication effect from Lavidge and Steiner which aims to show that audiences respond the message through cognitive (thoughts), affective (feeling) and conative (action) (Barry and Howard, 1990; Wijaya, 2011). That model is developed to measure the perception towards the best brand with using some factors, which are awareness, EWOM, Perceived Quality, Trust, Instagram Usage, Brand Usage, Satisfaction and Loyalty. Respondents of this research are the undergraduate students in Social and Politic Science Faculty year, Sebelas Maret University which counts 91 respondents. The sampling technique which is used is proportional sampling. The model of this research was tested by using Structural Equation Modeling Analysis (SEM), to test every variables and indicators simultaneously on building perception towards the best brand of local coffee shop in Solo. The result of this research is the model represents brand equity with model fit RMSEA 0,000 and p-value 1,000. This means there are influences in every variables and indicators simultaneously to the perception towards the best brand of local coffee shop in Solo. The most influential factor is brand awareness. Therefore, brand awareness of a local coffee shop’s both brand
2
and advertising could be prioritized compare to any other variables to build the perception towards the best brand of local coffee shop in Solo.
Keywords: Brand Equity, EWOM, Brand Awareness, Instagram
Pendahuluan
Instagram sebagaimana layaknya media sosial lainnya yang dapat
menghubungkan satu orang dengan orang lainnya. Namun pada Instagram, foto
maupun video memiliki peran besar dalam menyampaikan pesan. Instagram
merupakan aplikasi mobile yang dapat membuat penggunanya mengambil dan
membagikan foto dari telepon genggam mereka (Neher, 2013; Nummila, 2015).
Fitur ini sangat menarik bagi pengguna internet, sehingga secara statistik dalam
10 bulan saja, aplikasi ini sudah diunduh oleh 7 juta pengguna yang sudah
mengunduh 150 juta foto yang ada di Instagram (Rahmawati, 2016). Walau pada
perkembangannya, Instagram telah mengembangkan beberapa fitur seperti
mengunggah video, membuat siaran langsung secara daring lewat aplikasi ini.
Popularitas Instagram makin meningkat jauh lebih cepat dibandingkan media
sosial lainnya, sejak awal kemunculannya inilah yang membuatnya menarik
(Neher, 2013; Nummila, 2015). Kemudian pada Instagram memiliki fitur posting,
Instagram Stories yang mana akan menampilkan pos kita selama 24 jam sebelum
akhirnya menghilang, like, comment, share dan juga pesan langsung ke pengguna
lain. Fitur-fitur tersebut tidak hanya dimanfaatkan untuk melipatgandakan
informasi, tetapi juga berguna untuk melakukan komunikasi pemasaran dalam
berbisnis.
Salah satu bentuk komunikasi dalam pemasaran adalah dengan melalui
word of mouth. Word of Mouth (WOM) didefinisikan sebagai perilaku dalam
menukarkan informasi pemasaran di antara para konsumer. Hal ini memiliki peran
yang penting dalam merubah perilaku consumer dan kebiasaannya terhadap
produk dan jasa (Katz & Lazarsfeld, 1955; Barnes, 2015). Sementara kebanyakan
WOM bersifat offline, dengan berkembangnya jaman dan teknologi komunikasi
WOM pun bertransformasi menjadi Electronic Word of Mouth(EWOM). EWOM
3
menjadi alternatif yang penting untuk menukarkan informasi terkait dengan
pemasaran. Hennig-Thurau et al., (2004) dalam Barnes (2015) mendefinisikan
EWOM sebagai segala jenis statement baik positif maupun negatif yang dibuat
oleh pelanggan potensial tentang produk atau perusahaan, yang memungkinkan
untuk dibaca oleh banyak orang dan institusi lewat internet.
Kedai kopi sebenarnya memiliki arti yang sama dengan Kafe. Kafe atau
Café secara terminologis berasal dari bahasa Perancis –coffee, yang berarti kopi
(Oldenburg, 1989; Fauzi, dkk., 2017). Di Indonesia sendiri café atau lebih sering
disebut kedai kopi sering juga disebut dengan kedai kopi ataupun warung kopi.
Kedai kopi dikenal sebagai sebuah tempat di mana pengunjungnya dapat
menikmati minuman non-alkohol, kopi pada khususnya serta makanan ringan
lainnya. Pertumbuhan kedai kopi maupun resto di Solo di tengah generasi
millennials –generasi yang menjadikan teknologi sebagai gaya hidup, memancing
pelaku bisnis ikut menjadikan media sosial sebagai bagian dari strategi
komunikasi pemasaran dalam memasarkan produk-produk yang disediakan oleh
kedai kopi maupun resto mereka. Komunikasi pemasaran yang terintegrasi mulai
digencarkan dalam pembuatan suatu strategi komunikasi pemasaran untuk
mencapai tujuan komunikasi pemasaran yang memfokuskan diri kepada
pelanggan.
Di Solo sendiri pada pertengahan tahun 2017 tercatat jumlah kedai kopi
lokal mencapai 300 kedai. Hal ini diungkapkan oleh Jeffry Aditya Jayadi selaku
ketua panitia acara Jagongan Ngopi Neng Solo yang dilansir dari media online
bisnisukm.com. Namun Jeffry menjelaskan bisnis kopi di kota asal presiden ini
kian lama kian membesar dan ia memprediksi akan terus meningkat (P, 2017).
Solo memang bukan dikenal sebagai kota yang memiliki budaya minum kopi,
Solo sendiri justru lebih dikenal sebagai kota yang dengan budaya minum teh,
namun dengan pertumbuhan angka kedai kopi yang ada di kota Solo pada tahun
2017 saja memberikan gambaran bahwa kopi mulai diminati oleh masyarakat kota
Solo.
Untuk menarik pasar, kedai kopi-kedai kopi yang berada di Solo pun mulai
menggunakan media sosial sebagai salah satu alat untuk melancarkan strategi
4
komunikasi pemasaran mereka. Media sosial berisikan informasi tentang alamat,
jenis produk yang ditawarkan, jam operasi, maupun tarif harga yang dikenakan
bagi pengunjung. Tak jarang media sosial juga menyediakan informasi terkait
dengan deskripsi baik interior maupun eksterior tempat yang bertujuan untuk
menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Media sosial juga kerap kali
memberikan informasi yang tidak berkaitan langsung dengan restoran, seperti
halnya tentang info kegiatan acara yang diselenggarakan atas dasar kerjasama
dengan pihak kedua yang bertempat di restoran yang bersangkutan. Selain itu
media sosial juga digunakan sebagai tempat untuk mendapatkan timbal balik dari
pelanggan yang berkunjung. Dalam hal ini, pemilik usaha dapat melihat
bagaimana tingkat kepuasan maupun kritik dan saran dari pengunjung.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh dari faktor-faktor
komunikasi merek yang berkaitan dengan kesadaran merek (brand awareness),
kesadaran iklan (advertising awareness), kesadaran EWOM (EWOM awareness),
persepsi kualitas merek (brand perceived quality), kepercayaan terhadap merek
(trust towards brand), penggunaan Instagram (Instagram usage), penggunaan
merek (brand usage), kepuasan merek (brand satisfaction), loyalitas merek
(brand loyalty), Instagram terbaik kedai kopi (best Instagram account) dalam
membangun persepsi terhadap merek terbaik kedai kopi lokal di kota Solo tahun
2017. Untuk itu peneliti bermaksud membuat penelitian dengan judul, pengaruh
faktor – faktor brand awareness, electronic word of mouth, brand perceived
quality, trust towards brand, instagram usage, brand usage, brand satisfaction
dan brand loyalty terhadap persepsi merek kedai kopi lokal terbaik (analisis
structural equation modeling (SEM) pengaruh faktor-faktor pembangun persepsi
merek terbaik di Kota Solo terhadap mahasiswa FISIP angkatan 2013-2016 tahun
2017).
Rumusan Masalah
Seberapa besar kontribusi faktor – faktor brand awareness, EWOM, brand
perceived quality, trust towards brand, Instagram usage, brand usage,
5
satisfaction dan loyalty terhadap persepsi merek terbaik kedai kopi lokal di Kota
Solo?
Tinjauan Pustaka
A. Model Hirarki Efek Komunikasi
Komunikasi sendiri pada dasaranya dilakukan oleh komunikator
untuk menghasilkan sesuatu dari proses tersebut. Sementara itu,
periklanan di era modern merupakan komunikasi strategis yang
ditujukan untuk menghasilkan sesuatu –membuat sebuah dampak, yang
dimaksud adalah dengan respon konsumen, sepeti pemahaman tentang
informasi atau membujuk orang untuk melakukan sesuatu (Moriarty et
al., 2009; Wijaya, 2011). Untuk itu, diperlukan sebuah strategi
periklanan yang digerakkan oleh pernyataan-pernyataan dari respon
keinginan konsumen. Dari sinilah kita dapat mengukur seberapa
efektifnya sebuah periklanan itu.
Periklanan mempengaruhi kehidupan konsumen sehari-hari,
memberikan informasi tentang produk maupun pelayanan dan
mempengaruhi perilaku, kepercayaan dan tentunya daya beli para
konsumen (McDaniel et al., 2011; Wijaya, 2011). Hal ini semakin
dipermudah dengan adanya internet sebagai hasil dari perkembangan
zaman yang membuat konsumen menjadi lebih mudah dalam
berinteraksi dengan merek yang menarik perhatiannya.
Beberapa model hirarki efek telah dikembangkan dan digunakan
oleh peneliti dari akademis hingga praktisi komunikasi pemasaran
untuk mengukur bagaimana efek komunikasi dari iklan terhadap
perilaku konsumen. Model-model dari hirarki efek ini juga digunakan
untuk penyusunan strategi komunikasi pemasaran.
Model kerangka hirarki efek klasik sendiri menunjukkan bahwa
audiens merespon pesan secara kognitif (melalui pikiran), secara afektif
(perasaan) dan secara konatif (perilaku). Kognitif didefinisikan sebagai
6
“aktivitas mental” yang terefleksikan lewat pengetahuan, kepercayaan
dan pikiran seseorang tentang aspek tentang dunia mereka (Barry dan
Howard, 1990; Wijaya, 2011). Sementara komponen afektif adalah
setiap tingkat dari perasaan dan emosi dalam konteks yang umum yang
mana bisa mencirikan suatu merek, dan konatif mengarah kepada tujuan
untuk menunjukkan kebiasaan seperti misalnya pembelian atau
kebiasaan itu sendiri (Egan, 2007; Wijaya, 2011).
Lavidge dan Steiner (1961) dalam Wijaya (2011) dan Wells et al.
(1965) dalam Wijaya (2011) juga mencoba merepresentasikan proses
komunikasi dalam model hirarki efek. Mereka percaya bahwa
periklanan merupakan investasi jangka panjang yang memindahkan
konsumen dari waktu ke waktu melewati beberapa tahapa-tahapan.
Dimulai dengan produk yang masih unawareness yang berpindah
sampai akhirnya ke tahap pembelian (Barry dan Howard, 1990 dalam
Wijaya, 2011). Oleh karena itu, mereka menambahkan tahap
knowledge, liking dan preference dilanjutkan dengan conviction.
Sementara Wells et al. (1965) dalam Wijaya (2011) lebih jauh
menggaris bawahi tentang pentingnya proses dari pembentukan
persepsi sebelum mencapai ke tahap understanding dan persuasion
(Egan, 2007; Wijaya, 2011). Keenam tahapan di atas terdiri dari
kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), kesukaan (liking),
preferensi (preference), keyakinan (conviction) dan pembelian
(purchase). Di keenam tahap tersebut telah termasuk ke dalam tiga
tahap sebelumnya yaitu kognitif, afektif dan konatif.
Kaitannya dengan penelitian ini adalah, efek kognitif memiliki
keterikatan dengan faktor brand awareness sebagai tahap awal ketika
konsumen memiliki pengetahuan tentang suatu merek. Faktor
kesadaran di sini juga berkaitan dengan kesadaran konsumen akan
merek di ranah EWOM.Selanjutnya pada tahap afektif, memiliki
keterikatan dengan sikap konsumen terhadap merek yaitu tingkat
persepsi kualitas (brand perceived quality) dan kepercayaan tehadap
7
merek (trust towards brand). Pada tahap ini konsumen sudah sadar
akan keberadaan suatu merek dan sudah sadar akan kesukaanya serta
sudah memiliki preferensi tentang suatu merek. Pada tahap ketiga atau
konatif, erat kaitannya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
konsumen. Dalam penelitian ini hal tersebut berkaitan dengan
Instagram usage, brand usage, brand satisfaction dan brand loyalty.
B. Kekuatan Merek dalam Persepsi Merek Terbaik
Dalam memahami konsep kekuatan merek, terlebih dahulu kita
harus memahami merek itu sendiri. Merek merupakan nama ataupun
simbol pembeda (seperti misalnya logo, merek dagang atau desain
kemasan) yang bertujuan untu mengidentifikasikan barang dan layanan
baik dari satu penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakan
barang-barang dan layanan itu dari kompetitornya (Aaker, 1991;
Pickton dan Broderick, 2001). Sementara Dibb et al. (1995) dalam
Pickton dan Broderick (2001) menjelaskan bahwa merek merupakan
nama, istilah, desain, simbol, atau fitur lainnya yang dapat
mengidentifikasikan satu barang dari satu penjual dengan yang
lainnya.
Di tengah munculnya berbagai jenis barang maupun layanan yang
ada di dalam kategori yang sama di tengah masyarakat, merek menjadi
sebuah solusi bagi para pebisnis untuk bertahan di tengah persaingan
dengan kompetitor. Hal ini dikarenakan, adanya merek membuat
pelaku bisnis untuk berlomba-lomba dalam memberikan keuntungan
maupun karakter yang lebih spesifik terhadap barang maupun layanan
yang dipasarkan. Dalam momen seperti ini, akhirnya keberadaan
merek benar-benar diuji. Merek diuji dengan kemampuannya dalam
mempertahankan posisi yang ditempatinya saat memperkuat karakter
dari barang dan layanan yang dipasarkan. Konsistensi dari merek
dalam mempertahankan posisi inilah yang mampu bertahan dan keluar
sebagai merek terkuat di kelasnya.
8
Kemampuan suatu merek dalam menyampaikan pesan sebagai
komunikator kemudian bagaimana pesan itu dapat ditangkap oleh
audiens dapat diukur dengan konsep kekuatan merek. Cooper dan
Simons (1997) dalam Pickton dan Broderick (2001) mendefinisikan
kekuatan merek sebagai kekuatan, mata uang dan nilai dari merek,
penjelasan, penilaian dari penampilan dari merek kepada target audiens
yang berinteaksi dengan merek tersebut.
Sementara Aaker (1996) sendiri mendefinisikan kekuatan merek
sebagai seperangkat asset yang berkaitan dengan nama merek produk
atau layanan untuk menegaskan konsumen. Beberapa kategori asset
yang dimaksud adalah brand’s name awareness, brand loyalty,
perceived quality dan brand associations (Aaker, 1996).
Persepsi sendiri merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2012). Persepsi ialah
memberikan makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli).
Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya
melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori
(Desiderato, 1976; Rakhmat, 2012).
Dalam pemberian makna atau pembentukan persepsi, peneliti
menyadari bahwa akan banyak persepsi yang ada di benak masyarakat
jika dikaitkan dengan suatu merek. Asumsi awal peneliti adalah suatu
merek akan memiliki nilai merek yang kuat bilamana khalayak
memberikan persepsi yang positif terhadap suatu merek, hal inilah
yang kemudian membuat persepsi merek terbaik di mana suatu merek
dinilai positif oleh masyarakat dapat dijadikan untuk mengukur
kekuatan merek.
Aaker (1996) dalam bukunya yang berjudul Building Strong
Brands menyatakan bahwa kekuatan merek atau brand equity
dibangun berdasarkan lima aspek yaitu kesadaran nama merek (brand
name awareness), loyalitas terhadap merek (brand loyalty), persepsi
9
kualitas (perceived qulity), asosiasi merek (brand associations) dan
aset lain yang berkaitan dengan aset merek (Aaker, 1996). Penelitian
ini menggunakan model yang dibuat oleh David A. Aaker untuk
dikembangkan. Peneliti berasumsi bahwa model tersebut merupakan
model yang paling dekat kaitannya dengan model komunikasi Lasswell
maupun teori efek komunikas yang sebelumnya sudah peneliti
jelaskan. Pertama dalam membentuk sebuah persepsi akan merek
terbaik, pertama konsumen harus memiliki kesadaran akan merek itu
sendiri. Dalam tahap ini, merek berlaku sebagai komunikator dalam
memberikan informasi terkait dengan merek itu sendiri. Dalam tahap
ini, masuk ke tahap kognitif di mana khalayak diperkaya pengetahuan
maupun kesadarannya akan keberadaan merek ini. Selanjutnya adalah
bagaimana konsumen mulai mempersepsikan sebuah merek sehingga
merek memiliki potensi menjadi merek terbaik di mata konsumen.
Tahapan ini berada pada tahap afektif dalam tingkat hirarki efek
komunikasi di mana, merek sudah mulai mengubah emosi maupun
perilaku konsumen terhadap merek ini. Di tahapan selanjutnya adalah
pada aspek brand associations dan brand loyalty konsumen sudah
berada pada tahap konatif dalam tingkat hirarki efek komunikasi, di
mana pada tahap ini konsumen sudah meyakinkan dirinya akan suatu
merek dan melakukan pembelian merek tersebut. Sementara pada
aspek aspek tambahan yang bergaitan dengan merek, peneliti
menambahkan variabel yang berkaitan dengan user’s experience serta
menyesuaikannnya dengan kondisi di zaman sekarang. Variabel yang
berkaitan dengan user’s experience di sini di antaranya adalah brand
usage, brand satisfaction dan brand loyalty. Namun, untuk
menyesuaikan dengan zaman yang terus berkembang, peneliti
menambahkan variabel mengenai EWOM awareness dan Instagram
Usage. Dengan mengkombinasikan faktor-faktor yang berada dalam
lingkup ilmu komunikasi dan user’s experience, penelitian ini akan
melihat bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap
10
pembentukan persepsi akan merek terbaik, sehingga pelaku bisnis
dapat melihat dari ke semua faktor, manakah yang paling dominan
pengaruhnya sehingga dapat dijadikan referensi faktor-faktor mana
saja yang perlu diprioritaskan dibandingkan yang lain.
C. Instagram
Perkembangan Instagram diawali dengan adanya media sosial.
Media sosial merupakan sebuah grup yang berbasis aplikasi internet
dalam membangun ideologi dan berpondasikan teknologi. Aplikasi-
aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk membuat dan bertukar
konten (Kaplan, 2010; Nummila, 2015). Instagram sendiri
diluncurkkan oleh Mike Krieger dan Kevin Systrom pada Oktober
2010. Instagram memiliki fokus utama sebagai aplikasi yang dibuat
hanya untuk pengguna perangkat telepon genggam. Bahkan dalam
sebulan, Instagram telah meraup satu juta pengguna, kesuksesan inilah
yang akhirnya membawa jejaring sosial seperti Facebook akhirnya
membeli Instagram dan menjadikan diri sebagai the parent company
bagi aplikasi ini (Klie, 2015; Nummila, 2015).
Dalam penelitian ini, variabel yang mewakili Instagram merupakan
Instagram Usage. Namun, untuk dapat melihat faktor Instagram usage
dibutuhkan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaku bisnis.
Hal pertama yang perlu diperhatikan yaitu terkait dengan Instagram
account awareness atau kesadaran akan akun Instagram. Seperti yang
sudah dikatakan sebelumnya, dengan pesatnya pertumbuhan media
sosial, mendorong pelaku bisnis untuk beramai-ramai menggunakan
Instagram sebagai media promosinya. Dengan banyaknya akun
Instagram yang sangat mungkin mempromosikan produk di kategori
yang sama, membuat pelaku bisnis mengeluarkan upaya ekstra untuk
dapat membuat produk atau mereknya tetap dikenal di tengah
lingkungan bisnis yang sangat kompetitif. Tidak dapat dipungkiri
bahwa lewat saluran media sosial, perusahaan mencari keterikatan
11
dengan konsumen dan peningkatan dalam kesadaran merek (Evans,
2010; Nummila, 2015). Peningkatan kesadaran akan merek itulah yang
ditunjang oleh kesadaran akan akun media sosial di ranah internet pada
khususnya media sosial Instagram.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini merupkan jenis penelitian deskriptif. Hal tersebut
dilakukan agar peneliti mendapatkan gambaran jelas terkait dengan pengaruh
faktor-faktor yang dilibatkan dalam penelitian ini, seperti, brand awareness,
EWOM, brand perceived quality, trust towards brand, Instagram usage, brand
usage, brand satisfaction dan brand loyalty terhadap persepsi merek terbaik
terhadap pembentukan persepi merek kedai kopi lokal terbaik di Kota Solo.
Untuk mendapatkan data, peneliti menggunakan metode survei sebagai
teknik pengambilan data. Metode ini dipilih karena populasi yang dituju
merupakan kelompok yang besar. Sehingga walau dengan jumlah populasi yang
besar dengan metode ini dapat tetap merepresentasikan jumlah populasi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif sebagai
metodenya. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang melibatkan lima
komponen informasi, yaitu teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan
penerimaan atau penolakan hipotesis (Wallace, 1973; Suyanto & Sutinah, 2013).
Penelitian ini juga mengandalkan populasi dan teknik pengambilan sampel. Untuk
menganalisis data yang didapatkan, peneliti akan menggunakan teknik Structural
Equation Modeling (SEM).
Sajian dan Analisis Data
Hasil uji model menunjukkan hasil yang memenuhi syarat model fit yaitu
dengan nilai RMSEA sebesar 0,000 dan nilai p-value sebesar 1,000. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa model dapat merepresentasikan persepsi akan merek
terbaik di kota Solo sesuai dengan populasi penelitian dengan dipengaruhi
12
beberapa variabel. Model serta tingkat keeratan dari nilai muatan variabel maupun
indikator dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 1
Hasil estimasi model kekuatan merek kedai kopi lokal
di kota Solo tahun 2017.
A. Hubungan antar Variabel Structural Equation Modeling
Nilai muatan dalam tabel structural equation modeling memiliki
sifat bahwa semakin besar nilai yang dimilki maka semakin erat ikatan
antar kedua variabel maupun indikator tersebut. Berikut merupakan
niali muatan dari setiap variabel maupun indikator dalam model
kekuatan merek kedai kopi lokal di kota Solo tahun 2017.
13
Tabel 1
Nilai Muatan Faktor Variabel Laten Eksogen, Laten Endogen
dan Indikator Eksogen.
Variabel Laten
Eksogen
Variabel Indikator Variabel Laten
Endogen
Nilai muatan variabel
laten eksogen
ke variabel
laten endogen
Nilai muatan variabel indikator
eksogen ke variabel
laten eksogen
Nilai muatan variabel indikator eksogen
ke variabel laten
endogen
Brand awareness
Mengetahui merek kedai kopi lokal
Best Brand 1,74
0,95 0,701
Mengetahui iklan kedai kopi lokal 0,92 0,658
EWOMMengetahui EWOM tentang kedai kopi lokal
-1,00 0,98 -0,781
Brand Perceived Quality
Perceived Quality Product
0,02
0,95 0,007
Perceived Quality Service 0,95 0,007
Perceived Quality Facility 0,30 0,001
Trust towards brand
EWOM Trust -0,09 0,92 -0,070
Instagram Usage
Aktivitas like dan comment di akun Instagram kedai kopi
0,100,53 0,008
Aktivitas menanyakan promo atau fasilitas di akun Instagram kedai kopi
0,00 0,000
Performa kualitas foto yang diunggah 0,91 0,025
Performa kualitas video yang diunggah 0,70 0,015
Performa gaya bahasa di akun Instagram kedai kopi
0,85 0,022
Performa keaktifan akun Instagram
0,53 0,008
14
kedai kopiBrand usage
Brane ever use 0,34 0,92 0,136BUMO 0,90 0,130
Brand satisfaction
Kepuasan berkunjung 0,11 1,01 0,086
Brand loyalty Rekomendasi 0,06 0,92 0,047
Dalam model konseptual yang ada dalam penelitian ini, setiap faktor
memiliki pengaruhnya masing-masing dalam membangun persepsi merek
kedai kopi terbaik di kota Solo. Hal ini ditunjukkan lewat perbedaan nilai
muatan setiap koefisien yang ditunjukkan dalam model konseptual, sebagai
berikut : brand awareness (1,74), EWOM (-1,00), brand perceived Quality
(-0,09), Instagram usage (0,10), brand usage (0,34), brand satisfaction
(0,11) dan brand loyalty (0,06). Dari nilai-nilai muatan yang disebutkan
sebelumnya, dapat kita lihat bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah
brand awareness dengan nilai muatan sebesar 1,74. Kemudian brand usage
dengan nilai muatan sebesar 0,34. Dan yang terakhir adalah brand
satisfaction dengan nilai sebesar 0,06.
Sementara itu, untuk variabel indikator yang memilki kontribusi
positif paling besar dibandingkan yang lainnya adalah kepuasan berkunjung
dengan nilai muatan sebesar 1,010. Kemudian variabel indikator EWOM
brand awareness yang mempunyai nilai muatan sebesar 0,980. Dari nilai
muatan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konsumen kedai kopi lokal
di kota Solo sangat memperhitungkan kepuasan dalam berkunjung dalam
membangun persepsi akan merek kedai kopi lokal terbaik di kota Solo.
Selain itu, perbincangan tentang kedai kopi juga di ranah EWOM juga
mempengaruhi konsumen di kota Solo. Karena, selain dapat
memperhitungkan kepuasan pelanggan yang lain terhadap kedai kopi,
konsumen juga dapat sekaligus melihat bagaimana reputasi yang terbangun
tentang kedai kopi selama ini. Hal inilah yang dapat mempengaruhi persepsi
akan merek kedai kopi lokal di kota Solo.
15
Secara garis besar, ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi
pembentukan merek kedai kopi terbaik di kota Solo, di antaranya adalah
awareness, brand usage dan satisfaction.
B. Uji Kebaikan Model Pengukuran
Secara kuantitatif sekumpulan variabel indikator dikatakan reliable
(handal) dalam mencerminkan variabel latennya apabila memenuhi
kriteria Construct Reliability (CR) ≥ 0,7 dan Variance Extracted (VE)
≥ 0,5.
Tabel 2
Uji CR dan VE Persepsi Merek Terbaik
Kedai Kopi Lokal di Kota Solo
Variabel Laten
Eksogen
Construct
Reliability (CR)
≥ 0,7
Variance
Extracted
(VE) ≥ 0,5
Awareness 0,93 0,87
EWOM 0,95 0,95
Perceived Quality 0,82 0,63
Trust 0,84 0,84
Instagram Usage 0,79 0,44
Brand Usage 0,91 0,83
Satisfaction 1,01 1,01
Loyalty 0,84 0,84
Melalui uji tersebut dapat dilihat bahwa para variabel brand
awareness, EWOM, brand perceived quality, trust towards brand,
Instagram usage, brand usage, brand satisfaction dan brand loyalty
memilki nilai CR yang lebih dari nilai yang telah ditetapkan. Hal ini
merefleksikan bahwa nilai-nilai ini mampu mencerminkan variabel
latennyamenjelaskkan keragaman konstruk secara konsisten.
Sementara itu, untuk nilai VE masih ada yang nilainya di bawah
nilai minimal yang telah ditetapkan, yaitu Instagram usage dengan nilai
16
sebesar 0,44. Walaupun nilai ini tdak terpaut terlalu jauh dengan nilai
minimal yang sudah ditetapkan, hal ini dapat dijadikan perhatian bagi
peneliti selanjutnya untuk mengembangkan dan menggunakan model dari
penelitian ini, mengingat. Model dari penelitian yang sudah dihasilkan ini
sudah fit, sehingga variabel Isntagram usage dapat diterima sebagai
variabel laten eksogen yang dapat berpengaruh dalam membangun
persepsi merek terbaik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis SEM
pengaruh komunikasi merek brand awareness, EWOM, brand perceived quality,
trust towards brand, Instagram usage, brand usage, brand satisfaction dan brand
loyalty terhadap persepsi akan merek kedai kopi lokal terbaik di Kota Solo tahun
2017, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Dalam model konseptual yang ada dalam penelitian ini, setiap faktor
memiliki pengaruhnya masing-masing dalam membangun persepsi merek kedai
kopi terbaik di kota Solo. Hal ini ditunjukkan lewat perbedaan nilai muatan setiap
koefisien yang ditunjukkan dalam model konseptual, sebagai berikut : brand
awareness (1,74), EWOM (-1,00), brand perceived quality (-0,09), Instagram
usage (0,10), brand usage (0,34), brand satisfaction (0,11) dan brand loyalty
(0,06). Dari nilai-nilai muatan yang disebutkan sebelumnya, dapat kita lihat
bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah brand awareness dengan nilai
muatan sebesar 1,74. Kemudian brand usage dengan nilai muatan sebesar 0,34.
Dan yang terakhir adalah brand satisfaction dengan nilai sebesar 0,06.
Secara garis besar, ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan
merek kedai kopi terbaik di Kota Solo, di antaranya adalah awareness, brand
usage dan satisfaction. Konsumen masih sangat mempertimbangkan faktor
kesadaran merek dalam menentukan persepsi akan kedai kopi lokal terbaik. Hal
inilah yang nanti akan memberikan stimulus bagi konsumen untuk berkunjung ke
kedai kopi. Namun, yang perlu juga digaris bawahi adalah konsumen masih tetap
17
memilki kecenderungan untuk mengakses media konvensional untuk
mendapatkan informasi terkait dengan kedai kopi lokal di kota Solo. Hal ini
cukup kontradiktif dengan era digital yang mana hampir di setiap lininya mulai
memanfaatkan teknologi berbasis internet. Hal ini tentu harus menjadi perhatian
bagi pemilik kedai kopi maupun perencana strategis untuk juga menyiapkan
konten promosi yang disebarkan khusuus di media konvensional.
Selanjutnya adalah terkait dengan kepuasan pengunjung akan kunjungannya
ke kedai kopi. Konsumen cenderung akan datang ke kedai kopi yang sama jika
mereka merasa puas akan kedai kopi tersebut. Inilah yang mempengaruhi faktor
kepuasan. Dan bagaimanapun juga, kedua hal inilah yang nantinya akan
membangun reputasi yang baik tentang kedai kopi dan semakin menguatkan
kekuatan merek kedai kopi itu sendiri.
Daftar Pustaka
Barnes, Nora Ganim. (2015). EWOM Drives Social Commerce: A Survey of Millenials in US and Abroad. Journal of Marketing Development and Competitiveness, http://digitalcommons.www.na-businesspress.com/JMDC/BarnesNG_Web9_2_.pdf. 9 Agustus 2017.
Estaswara (2008). Think IMC! Efektivitas Komunikasi Untuk Menciptakan Loyalitas Merekdan Laba Perusahaan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi, Ahmad; I Nengah Punia; dan Gede Kamajaya. (2017). Budaya Nongkrong Anak Muda di Kafe (Tinjauan Gaya Hidup Anak muda di Kota Denpasar). Jurnal. https://ojs.unud.ac.id/index.php/sorot/article/view/29665/18288. 17 Juli 2017.Ghozali, Imam (2014). Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Edisi 4. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Kaijasilta, Nina. (2013). The Conceptualization of Electronic Word-of-Mouth (EWOM) and Company Practices to Monitor, Encourage, and Commit to EWOM – a Service Industry Perspective. Master’s Thesis. epub.lib.aalto.fi/fi/ethesis/pdf/13398/hse_ethesis_13398.pdf. 24 Maret 2017.Mulyana, Prof. Dr. Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Nummila, Mia. (2015). Successful Social Media Marketing on Instagram Case: @minoshoes. Bachelor’s Thesis. https://www.theseus.fi/bitstream/handle/10024/98853/THESIS_MIA%20NUMMILA_FINAL.pdf?sequence=1. 24 Maret 2017.Suyanto, Bagong
18
dan Sutinah (2013). Metode Penelitian : Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana.
Theodorson, George A. dan Achilles G. Theodorson. (1969). A Modern Dictionary of Sociology. New York: Cassel Education Limited.
Walgito, Bimo (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.Windahl, Sven; Benno Signitzer; dan Jean T. Olson. (2006). Using
Communication Theory, an Introduction to Planned Communication. London: SAGE Publication.
19
Top Related