Download - CSS OMA Erni Amri Cha2

Transcript

CASE REPORT SESSION

TONSILITIS KRONIS

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF THT

Disusun oleh:

M. Amri Kautsar 12100112028Erni Maryam 12100112034Annisa Febrieza Zulkarnaen 12100112054

Partisipan:Agli Adhitya Anugrah P 12100112051

M. Rizki Dwikane 12100112016Vivi Herlianty Mamonto 12100110057

Preseptor:dr. Fahmi, Sp.THT-KL

SMF THTPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RSAI - BANDUNG2014

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di

nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan

masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius,

enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini

terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari

otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman

ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga

tengah dan terjadi peradangan. ISPA merupakan penyebab tersering pada otitis

media terutama pada anak-anak. Streptococcus pneumonia merupakan organisme

penyebab tersering pada semua kelompok umur.

Pasien mengeluhkan gejala sesuai dengan stadium otitis. Keluhan berupa

nyeri pada telinga, keluar cairan dari telinga, telinga berdenging, dan merasa

pendengaran terganggu. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu

tubuh tinggi sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-

tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran

timpani maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak

tertidur tenang.

Penanganan pada otitis media bergantung stadium dari OMA. Penanganan

utama pada epistaksis adalah dengan pemberian antibiotik. Miringotomi dilakukan

bila ada cairan yang menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan

terdapat gangguan pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue

(dilihat langsung).

Edukasi kepada pasien dapat membantu mencegah terjadinya OMA. Diskusi

terarah tentang pentingnya menjaga kesehatan agar tidak mudah flu dan batuk,

tidak mengorek telinga, menjaga kebersihan telinga.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,

komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis,

abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.

Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum

mengenai definisi, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi, penanganan, dan

pencegahan pada Otitis Media Akut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan

telinga dalam.

Gambar 1

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis

auditorius eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah

siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah

kanalis semisirkularis.

2.1.1 Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum

timpani dan tuba eustachius.

1. Membrana timpani

Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus

eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih

horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10

mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian

terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars

flacida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat

langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri

dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga

tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier

dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan

fibrosa.

Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani

mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan

beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada

permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer

dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari

cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar

dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang

kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan

cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul

arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler

diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium

yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang

terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.

Batas cavum timpani ;

Atas : tegmen timpani

Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani

Medial : dinding labirin

Lateral : membrana timpani

Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan

stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan

dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan

membran timpani dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke

telinga dalam.

Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.

Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,

manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang

menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas

korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus

sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus

lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior

dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup

foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :

- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan

berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral

dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik

manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.

- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh

cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen

ovale dari getaran yang terlalu kuat.

3. Tuba eustachius

Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum

timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-

inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan

bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak

anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan

kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi

ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk

plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus

faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan

kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.

Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang

berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini

lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,

sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.

Gambar 2

2.2. Otitis Media Akut

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di

nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan

masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius,

enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini

terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari

otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman

ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga

tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran

nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin

besar kemungkinan terjadinya OMA.

Etiologi :- Perubahan tekanan udara tiba-tiba- Alergi- Infeksi- Sumbatan : Sekret

Tampon Tumor

Tuba tetap terganggu dan Infeksi (+)

OMEEfusiGangguan tuba

Infeksi (-)

Tekanan negative telinga tengah

Sembuh / Normal

Fungsi tuba tetap terganggu

OMA

Sembuh OME OMSK/OMP

2.2.1 Etiologi

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis

media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga

pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu,

ISPA juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman

penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus,

Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,

Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹

Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering

pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen

tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga

patogen pada orang dewasa.

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan

terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba

eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena

beberapa hal, yaitu:

(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran

eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga

ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di

tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative

lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara

saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya

saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi

tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

2.2.2 Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti

radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran

Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan

infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,

tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri.

Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka

sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang

dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu

karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga

dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.

Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan

halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan

pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga

juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut

akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

2.2.3 Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas

5 stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang

diamati melalui liang telinga luar.

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat

terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-

kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi

mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan

dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran

timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret

yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar

terlihat.

Gambar 3

3. Stadium supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel

superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,

menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Gambar 4

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta

rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak

berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul

tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.

Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan

berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium

ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke

liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup

kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup

kembali.

4. Stadium perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau

virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus

keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya

gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur

nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.

Gambar 5

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-

lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan

berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman

rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah

menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus

atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis

media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

2.2.4 Gejala klinik

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta

umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri

telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri

terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang

dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi

sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak

menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani

maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur

tenang.

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga

tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di

antara tanda berikut: (1)menggembungnya gendang telinga,

(2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, (3)adanya bayangan

cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar dari telinga.

3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang

telinga, (2)nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal. 

2.2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari

pengobatan yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan

pencegahan komplikasi.

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali

tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan

fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk

anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus

diobati dengan memberikan antibiotik.

Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan

analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan

miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika

terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau

sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya

adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak

diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau

eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.

Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk

untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan

miringotomi gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari.

Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.

Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar

terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang

menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan

pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak

harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik.

Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di

kuadran posteroinferior.

Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5

hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi

dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,

sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi

resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui

perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan

sampai 3 minggu.

2.2.7 Komplikasi

Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga

berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai

komplikasi dari otitis media supuratif kronis.

OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis

media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini

berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,

pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,

komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis,

abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.

BAB III

KESIMPULAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Sumbatan tuba

eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Penyebab

tersering adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).

Otitis Media Akut tersiri dari 5 stadium, yaitu stadium oklusi, stadium

hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. Gejala klinis

yang ditimbulkan bergantung dari stadium yang muncul pada pasien.

Prinsip penanganan pada OMA adalah memberikan anti bakteri untuk

membersihkan bakteri. Pemberian antibiotik dapat berupa oral maupun tetes

telinga. Pemberian obat cuci telinga H2O2 3% dapat diberikan pada pasien

dengan stadium perforasi dengan secret yang aktif. Miringotomi dilakukan untuk

drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar pada stadium supurasi.

Pencegahan pada OMA terdiri atas :

1. Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan

menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat

diberikan imunisasi terhadap 2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi

pada telinga tengah (Haemophilus influenzae and Streptococcus

pneumoniae).

2. Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek

membran timpani.

3. Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter

untuk meminimalisasi kerusakan telinga yang dapat terjadi.

4. Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.

5. Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai

pelindung telinga jika terdapat suara yang amat keras.

6. Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.

7. Lindungi telinga anda selama penerbangan.

8. Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat

mencegah terjadinya perforasi membran timpani selama penerbangan.

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC

2. Daly KA, Giebink GS.2000. Clinical epidemiology of otitis media.

3. Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung

Tenggorokan, Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H.

Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT

(editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006

5. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4 th Ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins. 1999