Download - cr fix fix

Transcript
Page 1: cr fix fix

CASE REPORT

Congestif Heart Failure NYHA IV e.c. Penyakit Jantung Rematik

dengan Hipertensi Grade II dan Gizi Kurang

Oleh :

Belda Evina 1118011020

I Gede Eka Widayana 1118011057

Kartika Yuana Fitri 1118011065

Vidianka Rembulan 1118011138

Pembimbing :

dr. Etty Widyastuti, Sp.A

dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SMF KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DR. HJ. ABDUL MOELOEK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015

1

Page 2: cr fix fix

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTIFIKASI

Nomor Rekam Medik : 35 46 72

Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 22 Oktober 2015

Nama : An. AE

Umur : 16 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Pagar Dewa, Tulang Bawang Barat

Nama Ayah : Tn. S

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SLTP

Nama Ibu : Ny.N

Umur : 36 tahun

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SLTP

B. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama : sesak nafas

Keluhan Tambahan : nyeri pada sendi

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak ± 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas

bersifat hilang timbul yang dirasakan terutama ketika pasien melakukan

2

Page 3: cr fix fix

aktifitas ringan seperti berjalan dengan jarak ± 10 meter ataupun saat istirahat.

Pasien juga mengeluhkan sesak pada malam hari sehingga sering terbangun.

dan tidur menggunakan 1-2 bantal. Sesak dipengaruhi posisi,namun tidak

dipengaruhi cuaca. Sesak nafas terkadang disertai dengan nyeri dada. Nyeri

dirasakan pada dada bagian kiri yang menembus hingga ke punggung dan

terasa seperti ditusuk- tusuk. Pasien tidak mengeluhkan adanya batuk, pilek,

sakit tenggorokan, mual dan muntah.

Selain itu, pasien mengeluh nyeri pada persendiaannya, nyeri dirasakan

berpindah-pindah yang bermula dirasakan pada bahu kanan, lalu tangan

kanan, dan pergelangan kaki kiri.Keluhan bengkak dan kemerahan pada sendi

tidak ada.Pasien tidak pernah mengalami kejang, kelemahan anggota gerak

ataupun gerakan-gerakan yang tidak disadari. Bercak kemerahan pada kulit

(-). BAK dan BAB biasa. Keluarga pasien mengaku terjadi penurunan BB

pasien sejak 2 tahun yang lalu.

Penderita berobat ke rumah sakit Kota Menggala dan sempat dirawat selama 7

hari namun tak ada perubahan sehingga orang tua pasien memilih untuk

langsung membawa penderita berobat ke RSAM.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien mengaku pernah mengalami demam yang dirasakan naik turun,

batuk pilek serta sakit tenggorokan sebelumnya dan hilang timbul saat

usia ± 9 tahun dan mengkonsumsi obat warung.

- Pasien pernah dirawat di RS Kota Menggala dengan keluhan yang sama

dan dikatakan sakit jantung 2 tahun yang lalu dan dilakukan pengobatan

namun dirasa tak ada perubahan dan obat tidak diketahui oleh orang tua

- Riwayat asma tidak ada.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat sakit yang sama dalam keluarga disangkal.

3

Page 4: cr fix fix

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Pasien merupakan anak pertama dalam keluarga. Kehamilan pasien adalah

kehamilan yang diinginkan oleh kedua orang tua. Selama hamil ibu kontrol

teratur ke bidan setiap bulan. Ibu hanya minum obat dan vitamin dari bidan

dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan lainnya.Pasien lahir spontan,

cukup bulan, ditolong oleh dukun, lahir langsung menangis, berat badan lahir

3100 gram,panjang badan lahir 47 cm.

Riwayat Makan

0 – 6 bulan

ASI Eksklusif, diberikan sesuai permintaan anak, ibu mengkonsumsi nasi,

sayur, dan lauk-pauk 3 porsi sehari selama menyusui bayi

6 – 9 bulan

Susu formula + MPASI, susu diberikan tergantung permintaan bayi.

Makananpendamping yang diberikan berupa bubur susu yang diberikan 3 x

sehari sebanyak 100-200 ml

9 – 12 bulan

Susu formula + Nasi tim, susu diberikan tergantung permintaan bayi.

Makananpendamping yang diberikan berupa nasi tim yang diberikan 3 x

sehari sebanyak 250 ml.

1 tahun- 2 tahun

Susu formula + Makanan keluarga, ASI diberikan tergantung permintaan bayi.

Makanan pendamping yang diberikan berupa nasi biasa yang diberikan 3 x

sehari sebanyak 100 gram, dengan lauk pauk seperti tempe, tahu, telur, ikan,

ayam. Anak juga sudah diberikan sayur bayam, wortel, kentang, buncis,

jagung manis. Buah jarang diberikan, sekitar 3 hari sekali.

Di atas 2 tahun - sekarang:makanan keluarga, dan diberikan 2-3 kali sehari.

4

Page 5: cr fix fix

Kesan: Kualitas cukup

Kuantitas cukup

Riwayat Perkembangan

Berbalik : 3 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 1 tahun

Berbicara : 1 tahun (beberapa suku kata)

Kesan : Perkembangan motorik dalam batas normal

Riwayat Imunisasi

Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, DPT 3 kali, polio 4

kali,hepatitis B 4 kali, dan imunisasi campak 1 kali.

Vaksin Lahir 2 4 6 9

BCG

Hepatitis B

Polio

Campak

DPT

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi menengah kebawah. Pendidikan ayah

tamat SLTP dan ibu tamat SLTP. Ayah pasien bekerja sebagai wirawasta, Ibu

pasien bekerja sebagai pedagang dengan pendapatan tidak tentu kurang dari 700

5

Page 6: cr fix fix

ribu. Pasien tingggal bersama orangtuanya yang semuanya sehat. Satu

rumahdihunioleh 7 orang anggota keluarga. Rumah pasien adalah rumah pemanen

berdinding bata.Jalan menuju ke rumah merupakan jalan aspal.Rumah

memilikibanyak jendela.Memiliki 3 kamar. Terdapat kamar mandi dan tempat

buang air besar dan kecil khusus yang terletak didalam rumah. Untuk mandi dan

aktivitas mencuci dilakukan di rumah. Ventilasi baik. Sumber air minum

diperoleh dari air sumur yang dimasak sampai mendidih.Jarak fasilitas kesehatan

puskesmas dekat dari rumah. Pembiayaan kesehatan ditanggung BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : E4M6V5 (compos mentis)

Tekanan Darah :

Persentil Tekanan Darah

Persentil TD Sistolik Diastolik

5th 108 64

90th 121 78

95th 125 82

99th 132 90

Kesan : Hipertensi Grade II

Nadi : 112 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernapasan : 28 kali/menit

Suhu : 36,8 °c

Berat Badan : 30 kg

Tinggi Badan : 147 cm

Anemis : +/+

6

110/80 110/80

140/90 150/100

Page 7: cr fix fix

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Dispnea : tidak ada

Edema : tidak ada

Status Gizi: BB/U : 30/38 x 100% = 78% (gizi kurang)

PB/U : 147/175 x 100% = 84% (buruk)

BB/PB : 30/40 x 100% = 75% (KEP II)

Kesan : gizi kurang

Keadaan Spesifik

Kepala

Bentuk : normosefali, simetris

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : cekung (-), pupil bulat isokor ø 2 mm, reflek cahaya +/+

normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

palpebra -/-

Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-)

Telinga : sekret (-/-)

Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-)

Tenggorokan : T1-T1 hiperemis (-)

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (KGB) (-), peningkatan

jugular venous pressure (-) 5 +3 cmH20

Thoraks

Paru-paru

Anterior PosteriorSinistra Dextra Sinistra Dextra

InspeksiPergerakan

nafas = dextraPergerakan

nafas = sinistraPergerakan

nafas = dextra

Pergerakan nafas = sinistra

PalpasiEkspansi simetris

Ekspansi simetris

Ekspansi simetris

Ekspansi simetris

Perkusi Sonor Sonor Sonor SonorAuskultas Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+

7

Page 8: cr fix fix

iWheezing -/-

Ronkhi -/-Wheezing -/-

Ronkhi -/-Wheezing -/-

Ronkhi -/-Wheezing -/-

Ronkhi -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat di ICS VI garis aksila anterior sinistra

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS VI garis aksila anterior sinistra

Perkusi : redup

batas jantung

kanan atas : ICS IIparasternal dekstra

kanan bawah : ICS V parasternal dekstra

kiri atas : ICS II parasternal sinistra

kiri bawah : ICS VI aksila anterior sinistra

kesan: batas jantung melebar

Auskultasi : bunyi jantung I – II regular, murmur (+)diastolik derajat

4/6, pungtum maks apeks penjalaran ke aksila, thrill (-),

gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung

Palpasi : lemas

Hepar teraba 3/4 – 1/2 konsistensi kenyal, tepi

tumpul, permukaan tidak berbonjol, batas tegas

Lien tidak teraba

Perkusi : timpani dan terdapat pekak dibagian kuadran kanan atas

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia: pembesaran KGB (-)

Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (-), CRT < 2 detik

8

Page 9: cr fix fix

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik

Pemeriksaan Lengan

Kanan

Lengan

Kiri

Tungkai

Kanan

Tungkai

Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - -

Reflek fisiologis Normal Normal Normal Normal

Reflek patologis - - - -

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : dalam batas normal

GRM : Kaku kuduk (-) , Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium

22 Oktober 2015

No Parameter Hasil Rujukan

1 Hb 10,9 g/dl 13 -18,0 g/dl

2 Ht 37 % 37-41 %

3 Leukosit 13.660 / mm3 4.000-11.000 / mm3

4 Eritrosit 4.700.000 / mm3 5.330.000-5.470.000 / mm3

5 Trombosit 302.000 / µL 217.000 – 497.000 / µL

6 LED 15 mm/jam < 15 mm/jam

7 Diff count 0/1/1/70/22/6 0-1/1-6/2-6/50-70/25-40/2-

8 %

1 CRP Positif /6 < 6 mg/L

2 ASTO Positif Negatif

9

Page 10: cr fix fix

B. EKG

Kesan : Interval P-R : 0,24 s ( Interval P-R memanjang)

10

Page 11: cr fix fix

C. Foto Thoraks

Kesan : Kardiomegali (CTR

66%)

E. PEMERIKSAAN ANJURAN

Echocardiografi

F. DIAGNOSIS BANDING

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Hipertensi Grade II +

Gizi kurang

CHF NYHA IV e.c Kelainan Katup Jantung + Hipertensi Grade II + Gizi

Kurang

CHF NYHA IV e.c. Kardiomiopati + Hipertensi Grade II+ Gizi Kurang

D. DIAGNOSIS KERJA

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Hipertensi Grade II +

Gizi kurang

E. PENATALAKSANAAN

IVFD D5 ¼ NS XX gtt/ menit

11

Page 12: cr fix fix

Captopril 2 x 12,5 mg per oral

Furosemide 2 x 20 mg IV

Spironolakton 1 x 25 mg per oral

Prednison 3x4 tab per oral

Benzatin penicilin G 1,2 juta IU, IM (boka-boki)

Diet jantung I

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

12

Page 13: cr fix fix

FOLLOW UP

S O A PKeluhan Status Assesment Penatalaksanaan

Jumat,23/3/2015Pkl 09.00

Sesak nafas (-);Bedebar-debar (+);BAB (+);BAK (+);

KU : Tampak Sakit SedangKS : Compos MentisTD : 100/70-100/70

: 120/80-130/70HR : 78 x/menitRR : 22 x/menitT : 35,0°CBB : 30 kgTB : 147 cm

Balance cairan : -380 ccDiuresis : 4,41 cc/kgbb/jamSpO2: 98%

CA -/-ThoraxSimetris, retraksi (-) vesikuler (+/+)JantungIctus cordis terlihat dan teraba di ICS VI aksila anterior sinistraBJ I/II reguler, Murmur diastolik (+)Abdomen Hepar¾ - ½ EkstremitasEdema -/-

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Hipertensi Grade I + Gizi kurang

Th/IVFD D51/2NS gtt asnetcaptopril2x12,5mgFurosemide amp 2x20 mgSpironolakton 1 x 25 mgBenzatin Penisilin G 1,2 Juta IU IM boka bokiPrednison 3x4 tabBalance cairan, diuretikDaftar ECHO

Sabtu,24/3/2015Pkl. 09.00

Kaki linu setelah di suntik bokong

KU : Tampak Sakit SedangKS : Compos MentisTD : 100/70-90/60

: 110/80-120/80HR : 102 x/menitRR : 22 x/menitT : 36,2°CBB : 30 kgTB : 147 cm

Balance cairan : +500 ccDiuresis : 2 cc/kgbb/jamSpO2: 98%

CA -/-ThoraxSimetris, retraksi (-) vesikuler (+/+)JantungIctus cordis terlihat dan teraba di ICS VI aksila anterior sinistraBJ I/II reguler, Murmur diastolik (+)Abdomen Hepar¾ - ½ EkstremitasEdema -/-

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Prehipertensi+ Gizi kurang

Th/ lanjutkan

13

Page 14: cr fix fix

Senin, 26/3/2015Pkl 09.00

Keluhan(-)

KU : Tampak Sakit SedangKS : Compos MentisTD : 100/60-110/60

: 80/60-90/60HR : 92 x/menitRR : 20 x/menitT : 35,7°CBB : 30 kgTB : 147 cm

Balance cairan : +100 ccDiuresis : 2,6 cc/kgbb/jamSpO2: 98%

CA -/-ThoraxSimetris, retraksi (-) vesikuler (+/+)JantungIctus cordis terlihat dan teraba di ICS VI aksila anterior sinistraBJ I/II reguler, Murmur diastolik (+)Abdomen Hepar¾ - ½ EkstremitasEdema -/-

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Gizi kurang + normotensi

Th/ Lanjutkan

Selasa,27/3/2015Pkl 09.00

Linu di kaki

KU : Tampak Sakit SedangKS : Compos MentisTD : 90/60-90/60

: 80/60-80/60HR : 92 x/menitRR : 20 x/menitT : 36,3°CBB : 30 kgTB : 147 cm

Balance cairan : +100ccDiuresis : 2,4 cc/kgbb/jamSpO2: 98%

CA -/-ThoraxSimetris, retraksi (-) vesikuler (+/+)JantungIctus cordis terlihat dan teraba di ICS VI aksila anterior sinistraBJ I/II reguler, Murmur diastolik (+)Abdomen Hepar¾ - ½ EkstremitasEdema -/-

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Gizi kurang + Normotensi

Th/ Lanjutkan

Rabu,28/3/2015Pkl 09.00

Nyeri dada

KU : Tampak Sakit SedangKS : Compos MentisTD : 80/60-90/60

: 100/60-100/60HR : 98 x/menitRR : 28 x/menit

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Gizi kurang +

Th/ Lanjutkan

14

Page 15: cr fix fix

T : 35,8°CBB : 30 kgTB : 147 cm

Balance cairan : +8ccDiuresis : 3,6 cc/kgbb/jamSpO2: 86%

CA -/-ThoraxSimetris, retraksi (-) vesikuler (+/+)JantungIctus cordis terlihat dan teraba di ICS VI aksila anterior sinistraBJ I/II reguler, Murmur diastolik (+)Abdomen Hepar¾ - ½ EkstremitasEdema -/-

normotensi

Rabu,28/3/2015Pkl 14.00

Hasil Echocadiography

Kesan : 1. Left Ventrikel : Dimensi normal, normokinetik, EF

86%2. Left Atrium, Right Atrium,& Right Ventrikel : LA,

RA, dan RV dilatasi3. Katub-katub : Stenosis Mitral berat, Regurgitasi

Trikuspid berat (PHT berat), Regurgitasi Aorta. 4. Lain-lain : -5.

Kesimpulan : - MS berat

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Gizi kurang + normotensi

Th/ lanjutkan

15

Page 16: cr fix fix

- TR berat- PHT- AR sedang

Kamis29/10/2015

CHF NYHA IV e.c Penyakit Jantung Rematik + Gizi kurang + Normotensi

Th/ LanjutkanRujuk jakarta

BAB II

ANALISIS KASUS

16

Page 17: cr fix fix

Sesak nafas dapat dibagi menjadi 2 menurut asalnya , yaitu dari paru dan

ekstra paru. Sesak yang berasal dari ekstra paru contohnya dari organ jantung ,

ginjal, penyakit metabolik dan lain-lain. Sesak yang berasal dari paru

biasanya timbul disertai batuk, cuaca, faktor pencetus (alergen) dan riwayat

keluarga sedangkan sesak yang berasal dari ekstra paru tidak disertai batuk

namun sesak timbul bergantung aktifitas, waktu dan posisi. Sesak yang

diakibatkan dari ginjal biasanya dibarengi dengan adanya edem anasarka,

oliguria, ISK , pada penyakit metabolik sesak dibarengi dengan edem

anasarka. Pada pasien ini dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan

alloanamnesis, didapatkan pasien mengalami sesak nafas hilang timbul sejak 2

tahun terakhir, lalu satu minggu sebelum masuk rumah sakit sesak napas

bertambah berat. Sesak nafas timbul terutama bila pasien beraktifitas ringan

seperti berjalan kaki 10 m ataupun saat sedang istirahat. Pasien juga

mengeluhkan sesak pada malam hari sehingga sering terbangun. dan tidur

menggunakan 1-2 bantal. Sesak dipengaruhi posisi,namun tidak dipengaruhi

cuaca, tidak disertai batuk, tidak ada riwayat alergi sebelumnya dan tidak

terdengar suara bunyi mengi saat sesak timbul. Pada pasien ini tidak

ditemukan edem anasarka,oliguria maupun ISK sehingga sesak dari ginjal atau

penyakit metabolik dapat disingkirkan. Pada pasien ini sesak lebih berasal dari

organ jantung di mana gejala sesak yang dialami pasien masuk ke dalam salah

satu kriteria minor Framingham yaitu dyspnoe d’effort.

Pada pemeriksaan fisik pasien ini, didapatkan nadi 112 x/menit, peningkatan

JVP 5 +3 cmH20, Pada pemeriksaan jantung dari inspeksi terlihat dan teraba

iktus kordis di ICS VI garis aksila anterior sinistra, perkusi redup, auskultasi

terdengar BJ I-II reguler, murmur diastolik (+) 2/6. Pada pemeriksaan

abdomen terlihat datar, teraba hepar membesar 3/4-1/2 konsistensi lunak, tepi

tumpul, tidak berbonjol, nyeri tekan (-). Hasil pemeriksaan tersebutmengarah

pada gejala gagal jantung kongestif (Congestif Heart Failure) yaitu

ditemukannya peningkatan JVP , kardiomegali, dan hepatomegali. Murmur

diastolik yang didapatkan pada pasien ini menunjukan terdapat kelainan katup

mitral yang mengarah pada suatu penyakit jantung reumatik.

17

Page 18: cr fix fix

Selain itu, pasien mengeluh nyeri pada persendiaannya, nyeri dirasakan

berpindah-pindah yang bermula dirasakan pada bahu kanan, lalu tangan

kanan, dan pergelangan kaki kiri. Keluhan bengkak dan kemerahan pada sendi

tidak ada. Pasien juga sering mengeluh demam yang dirasakan naik turun dan

batuk pilek yang dirasakan hilang timbul. Riwayat sakit tenggorokan (+).

Bercak kemerahan pada kulit (-). Keluhan yang dipaparkan pasien mengarah

pada tanda-tanda terjadinya suatu penyakit jantung reumatik ditambah adanya

riwayat ISPA lama yang mendukung terjadinya suatu penyakit PJR.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan Hb:10,9 mg/dl; leukosit: 13.600/µl;

LED: 80 mm/jam. CRP positif >6 mg/L dan ASTO positif, pada rontgen

thoraks ditemukan kardiomegali dengan CTR 66%, pada EKG ditemukan

adanya interval PR yang memanjang,Titer antistreptolisin O (ASTO) yang

positif menjadi bukti yang mendukung adanya infeksi Streptokokus. Pada

pemeriksaan echocardiografi didapatkan kesan mitral stenosis berat, trikuspid

regurgitasi, aorta regurgitasi sedang, dan hipertensi pulmonal. Sehingga

penyebab kardiomiopati dapat disingkirkan dari diagnosis banding. Dari

seluruh hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat disimpulkan

bahwa penderita mengalami penyakit jantung reumatik. 4

Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang ditemukan berdasarkan kriteria

Jones yaitu:

1. Karditis, karenapada rontgen thoraks ditemukan gambaran kardiomegali,

dan pasien menunjukkan klinis adanya gagal jantung.

Pada kasus ini tanda manifestasi minoryang ditemukan yaitu:

1. Atralgia

2. Peningkatan reaktan fase akut (C-reactive protein, laju endap darah)

3. Pemanjangan interval PR pada EKG

18

Page 19: cr fix fix

Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap

akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),

aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup

pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau

insufisiensi atau keduanya.21,22 Pada pasien ini ditemukan karditis dengan stenosis

mitral, termasuk ke dalam kriteria karditis berat karena terdapat adanya gambaran

kardiomegali yang nyata dan disertai gagal jantung. Endokarditis, radang daun

katup mitral dan aorta serta kordae katup mitral, merupakan komponen yang

paling spesifik pada karditis reumatik. Katup pulmonal dan trikuspid terkadang

terlibat. Insufisiensi mitral paling sering terjadi pada karditis reumatik, namun

pada kasus ini terjadi stenosis mitral yang ditandai dengan adanya bising diastolik

yang menandakan adanya suatu infeksi kronis. Pungtum maksimum bising

ditemukan di apeks dengan penjalaran ke daerah aksila kiri. 3

Berdasarkan penegakkan diagnosa menurut kriteria WHO tahun 2002-2003 utuk

diagnosis Demam Rematik &PenyakitJantungRematik (berdasarkan kriteria

Jones), pasien termasuk ke dalam penyakit jantung rematik dimana ditemukan2

kriteria major dan 2 kriteria minor + Streptokokus B hemolitukus grup A bukti

infeksi sebelumnya yang disertai adanya kelainan katup. Berdasarkan hal tersebut,

maka diagnosis yang ditegakkan adalah CHF NYHA IV ec penyakit jantung

rematik. 4

Anemia pada pasien ini dapat merupakan penyebab atau komplikasi dari gagal

jantung.Anemia dapat terjadi pada gagal jantung karena produksi sitokin yang

berlebihan, seperti tumor necrosis factor-alfa (TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6)

yang dapaat mengurangi sekresi erithropoietin (EPO) terkait dengan aktivitas EPO

di sumsum tulang dan mengurangi suplai zat besi ke sumsum tulang. Anemia juga

dapat memperburuk fungsi jantung, baik karena beban jantung melalui takikardia

dan peningkatan stroke volume maupun akibat berkurangnya aliran darah ke ginjal

dan retensi air yang mengakibatkan beban kerja jantung meningkat.1

Leukositosis pada pasien ini dapat menunjukkan adanya proses infeksi atau

inflamasi. Peningkatan kadar leukosit merupakan suatu respon normal sumsum

tulang terhadap proses infeksi atau inflamasi. Kebanyakan dari sel ini merupakan

19

Page 20: cr fix fix

polimorfonuklear leukosit (PML) yang berpindah ke tempat terjadinya injury

maupun infeksi sehingga diikuti oleh pelepasan leukosit yang banyak.

Leukositosis terkait inflamasi dapat terjadi pada nekrosis jaringan, infark, dan

arthritis. 2

Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tirah baring, benzatin penisilin 1,2 jt IU,

prednison 2 mg/kgBB/hari,captopril 2x12,5 mg, dan furosemid dan

spironolakton.Pasien ini termasuk ke dalam karditis berat, yaitu karditis yang

disertai dengan kardiomegali.Hal ini sudah sesuai dengan penatalaksanaan yang

seharusnya. 15

Antibiotika yang diberikan pada pasien ini sudah tepat, yaitu benzatin penisilin

1,2 jt IU.Benzatin penisilin 1,2 jt IU diberikan untuk anak dengan berat badan

lebih dari 30 kg , diberikan sekali, intramuskular. Pemberian profilaksis sekunder

dari injeksi IM dilakukan secara reguler setiap 3-4 minggu selama minimal 10

tahun karena karditis ditemukan pada kasus ini. 4,5 Pemberian injeksi penisilin tiap

3 minggu lebih efektif pada kasus dengan resiko tinggi terjadi demam rematik di

atau pada pasien dengan karditis reumatik residual. 567 Mekanisme aksi dari

golongan antibiotik β-lactam ini adalah  menghambat

pembentukan peptidoglikan di dinding sel. β-lactamakan terikat pada enzim

transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal

ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain,

antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri

mencoba untuk membelah diri. 8

Terapi anti-inflamasi pada PJR dapat diberikan aspirin atau prednison. Pemberian

Aspirin ditujukan pada pasien karditis ringan-sedang , sedangkan pada pasien

dengan karditis berat diberikan prednison. Karditis ringan ditegakkan dengan

tidak ditemukannya kardiomegali, karditis sedang ditegakkan dengan adanya

kardiomegali ringan , sedangkan karditis berat ditegakkan dengan adanya

kardiomegali + gagal jantung kongestif. Pasien ini sudah tepat yaitu dengan

pemberian prednison 2 mg/kgBB/haridengan dosis terbagi selama 2-6 minggu,

sehingga diberikan dengan dosis 60 mg per hari. Pemberian prednisone pada

kasus ini diindikasikan karena ditemukan kasus karditis berat. 15 Pada kasus ini

20

Page 21: cr fix fix

pasien mendapatkan dosis 60 mg perhari dimana pasien meminum 12 tablet

perhari. Dosis prednisone di tapering off pada minggu terakhir pemberian dan

mulai diberikan aspirin. Aspirin diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari selama

4-8 minggu.Untuk karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai

anti inflamasi direkomendasikan dengan dosis 100 mg/kgBB perhari yang dibagi

dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah adalah

sekitar 20-25 mg/100 mL. Untuk poliarthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2

minggu dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu.

Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang

mendukung poliarthritis migrans akut pada demam rematik akut. 9,15

Pada pasien ini juga diberikan captopril 2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja

jantung yang disebabkan karena gagal jantung. Mekanisme kerja dari captopril

yang termasuk dalam golongan ACE inhibitor yaitu menghambat sistem renin-

angiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi

Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi

sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat

dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan

bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan

nitric oxyde. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah

dari ACE inhibitor dan juga mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien

dengan gagal jantung yang simptomatik serta mengurangi gejala. ACE inhibitor

harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk menghindari resiko

hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum pottasium harus

diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan

peningkatan dosis. Dosis inisial yaitu 0,3 – 2 mg/kgbb/hari dan diberikan dengan

pengawasan yang tepat. Terapi ACEI diberikan pada anak dengan gangguan

hemodinamik termasuk disfungsi miokard penyakit jantung bawaan, hipertensi

pulmo dan regurgitasi atau stenosis aorta atau mitral. 10

21

Page 22: cr fix fix

Pada kasus ini diberikan furosemide dengan dosis 2x20 mg. Furosemide

merupakan diuretik yang bermanfaat mengurangi oedem namun tidak mengurangi

penampilan miokard. Furosemide diberikan dengan dosis 1mg/kgbb setiap 6-12

jam.Diuretik menyebabkan eksresi kalium bertambah sehingga pada dosis besar

atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium. Kombinasi antara

furosemide dan spironolakton dapat bersifat aditif yaitu menambah efek diuresis,

dan oleh karena spironolakton bersifat menahan kalium maka pemberian kalium

tidak diperlukan. 11

Pada anak – anak yang menderita kelainan jantung sering terjadi gangguan

tumbuh kembang dan berat badannya tidak mau naik. Keadaan ini dapat

disebabkan oleh sejumlah faktor seperti serangan sesak, gangguan absorpsi

makanan karena penurunan perfusi darah ke usus dan infeksi yang menyertai

gagal jantung.12 Pasien ini mengalami gizi kurang sehingga perlu diberikan

penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah dan pemberian

vitamin. Pada pasien gizi kurang yang dirawat inap untuk penyakit lain, diberikan

makanan sesuai dengan penyakitnya dengan tambahan energi sebanyak 20% agar

tidak jatuh pada gizi buruk, serta untuk meningkatkan status gizinya.12

Diet pada pasien ini termasuk ke dalam diet jantung I pada anak karena anak

menderita gagal jantung dengan tujuan memberikan makanan secukupnya tanpa

memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam

dan air, yaitu cukup kalori, karbohidrat sedang, protein rendah yaitu 1-2gr/kgbb,

lemak rendah yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total, diet rendah garam yaitu

400 mg/hari, vitamin dan mineral, serta cairan cukup. Makanan sehari dibagi

menjadi 5-6 kali makan dengan porsi kecil dalam bentuk cair yang mudah

dicerna.13

Pada pasien ini seharusnya ditambahkan suplemen tablet besi dan mikronutrien

seperti kalsium, magnesium, selenium, zink, dan vitamin D. Ditemukan penelitian

bahwa pasien anemia pada gagal jantung kronik terjadi peningkatan kadar Hb

yang signifikan dalam pemberian suplemen Epo dan suplemen besi oral atau

22

Page 23: cr fix fix

intravena. Kenaikan kadar aldosteron dan penggunaan lama dari diuretik

meningkatkan ekskresi kalsium dan magnesium melalui urine yang dapat

mengakibatkan hiperparatiroid sekunder sehingga meningkatkan stres oksidatif.

Selain itu, ditemukan bahwa pemberian suplemen mikronutrien dapat

meningkatkan fungsi kerja ventrikel kiri dan kualitas hidup. 14,16

Pemeriksaan evaluasi kelainan katup jantung yang mudah dan yang telah banyak

digunakan yaitu pemeriksaan echokardiografi atau USG jantung. Pada pasien ini

dilakukan pemeriksaan echokardiografi ini untuk mengkonfrimasi temuan

pemeriksaan fisik yang mengarahkan pada kelainan katup jantung. Hasilnya

didapatkankelainan katup Mitral Stenosis berat, Trikuspid Regurgitasi berat,

Hipertensi Pulmonal, dan Aorta Regurgitasi sedang. Tindakan selanjutnya setelah

diketahui dengan pasti pada pasien terdapat kelainan katup selain pengobatan

medikamentosa yaitu melakukan intervensi bedah seperti valvulotomi,

rekonstruksi aparat sub valvular, kommisurotomi atau penggantian katup. Tidak

semua pasien dengan kelainan katup jantung dilakukan pembedahan, terdapat

beberaa indikasi untuk dilakukan tindakan operatif diantaranya bila terjadi gagal

jantung kongestif sudah tidak bisa ditangani, kardiomegali progresif dengan

gejala, dan hipertensi pulmonal. Sesuai dengan indikasi tersbut, maka intervensi

bedah pada pasien dapat mulai dilakukan, sehingga pasien kemudian di rujuk ke

RS tipe A untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia yang berarti bila kesembuhan pasien masih

diragukan, tergantung pada kepatuhan pasien dalam pengobatan. Perkembangan

penyakit jantung residual dapat dipengaruhi oleh kondisi jantung pada

penatalaksanaan awal, rekurensi demam rematik, dan regresi penyakit jantung.

Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam

rematik akut dengan gagal jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan

40% setelah 10 tahun. Serangan pertama dapat menghilang dalam 10%-25%

pasien setelah 10 tahun sejak serangan awal. 15

Pada pasien penyakit jantung reumatik yang berat yang disertai gagal jantung,

maka obat – obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh

23

Page 24: cr fix fix

profilaksis sekunder berupa benzatin penisillin. Pengobatan yang disertai

profilaksis sekunder yang adekuat dapat memperbaiki keadaan jantung.

Pemberian edukasi pada pasien ini dirasa perlu terutama kepada kedua orangtua

pasien, maka kami mengedukasi pengobatan berkelanjutan pada pasien ini berupa

penjelasan mengenai pemberian obat benzatin penisilin 1.200.000 IU secara

intramuskular sebanyak 1 kali kemudian pemberian diulang pada minggu ke 3

diberikan selama seumur hidup karena pasien ini termasuk dalam kategori

penyakit jantung rematik dengan karditis yang disertai penyakit jantung residual

(ada kelainan katup) maka disarankan kepada pasien untuk kontrol rutin ke poli

anak sehingga perkembangan dari penyakit jantung rematik ini mengarah kepada

prognosis yang lebih baik.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

24

Page 25: cr fix fix

A. DEMAM REMATIK AKUT

1. Etiologi

Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai

sekuel dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit.

Tingkat serangan demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi

tergantung derajat infeksinya, yaitu 0,3% -3%. Faktor predisposisi yang

penting meliputi riwayat keluarga yang menderita demam rematik, status

sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk), dan usia antara 6 -

15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).

2. Patologi

Lesi peradangan dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama pada

jantung, otak, sendi dan kulit. Karditis akibat rematik sering disebut sebagai

pankarditis, dengan miokarditis sebagai bagian yang paling utama. Saat ini,

diketahui bahwa komponen katup yang mungkin sama atau lebih penting

dibandingkan keterlibatan otot jantung maupun pericardium. Pada miokarditis

rematik, kontraktilitas miokard jarang mengalami kerusakan dan kadar

troponin serum tidak mengalami peningkatan. Pada penyakit jantung rematik

tidak hanya terjadi kerusakan pada daun katup akibat timbulnya vegetasi pada

permukaannya, namun seluruh katup mitral mengalami kerusakan (dengan

pelebaran annulus dan tertariknya korda tendineae).

Katup mitral merupakan katup yang paling sering dan paling berat mengalami

kerusakan dibandingkan dengan katup aorta dan lebih jarang pada katup

trikuspid dan pulmonalis.Badan Aschoff yang ditemukan pada otot jantung

atrium merupakan salah satu tanda khas pada demam rematik.Badan Aschoff

terdiri dari lesi-lesi peradangan yang disertai dengan pembengkakan, serat

kolagen yang berfragmen, dan perubahan jaringan penyambung, yang saat ini

dianggap sebagai sel miokardium yang mengalami nekrosis.

25

Page 26: cr fix fix

3. Manifestasi Klinis

Demam rematik akut didiagnosis dengan menggunakan kriteria Jones. Kriteria

tersebut dibagi menjadi tiga bagian : (1) lima gejala mayor, (2) empat gejala

minor, dan (3) bukti pemeriksaan yang mendukung adanya infeksi

streptokokus grup A.

Kriteria Mayor

1. Karditis

Terjadi pada 50% pasien yang merupakan manifestasi klinik demam

rematik yang paling berat karena merupakan satu-satunya manifestasi

yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan dapat

menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik.

Tanda – tanda karditis berdasarkan adanya salah satu atau semua kriteria

dibawah ini :

a. takikardi

b. murmur jantung akibat valvulitis (disebabkan oleh regurgitasi mitral

atau regurgitasi aorta)

c. perikarditis (efusi perikardial, nyeri dada, perubahan EKG)

d. kardiomegali pada foto thorax merupakan indikasi perikarditis,

pankarditis, atau gagal jantung kongestif

e. tanda – tanda gagal jantung kongestif (kardiomegali) merupakan

indikasi karditis berat.

2. Artritis

Merupakan manifestasi demam rematik akut yang tersering, terjadi pada

70% kasus, biasa melibatkan sendi yang besar. Ditandai oleh adanya

pembengkakan, kemerahan, nyeri, teraba panas, dan keterbatasan gerak

aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling

sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini

hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan

26

Page 27: cr fix fix

kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling

tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara

tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai

terlibat.Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi

(monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu criteriamayor. Selain

itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus

disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan

kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO

atau antibodi anti Streptokokus lainnya yang tinggi.

3. Korea

Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak

bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,

meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi

demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan

emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau

setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea

Sydenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian

penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam

rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan

manifestasi demam rematik yang muncul secaralambat, sehingga tanda

dan gejala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea

mulai timbul.

4. Eritema marginatum

Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan

tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah,

tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang

dan meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai

eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat,

anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah

wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-

27

Page 28: cr fix fix

pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat

dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda

mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.

Gambar 1. Eritema marginatum

5. Nodulus subkutan

Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di

daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis.

Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah

digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa

milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan

ditemukan jika tidak terdapat karditis.

28

Page 29: cr fix fix

Gambar 2. Nodul Subkutan

Gambar 3. Manifestasi klinis demam rematik akut

Kriteria Minor

1. Riwayat demam rematik sebelumnya

Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat

dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria

obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit

jantung rematik inaktif yang pernah diderita seorang penderita seringkali

tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau

bahkan tidak terdiagnosis.

2. Artralgia

Adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan

atau keterbatasan gerak sendi. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai

kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3. Demam

Pada demam rematik biasanya ringan yaitu 38,80 C muncul di awal mula

29

Page 30: cr fix fix

dema rematik akut yang belum ditangani.

4. Peningkatan kadar reaktan fase akut

Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta

leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau

infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada

demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi

mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga

meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun

protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami

kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar

protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun

apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya

infeksi Streptokokus akut dapat dipertanyakan.

5. Interval P-R yang memanjang

Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi

pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam

rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam

rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan

pertanda yang memadai akan adanya karditis rematik.

Bukti yang mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk

demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi

Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd

pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan

dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.Infeksi

Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan

tenggorokan.Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik

akut.Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan

kemungkinan adanya infeksi Streptokokus akut.

30

Page 31: cr fix fix

4. Diagnosis

Demam rematik akut didiagnosis berdasarkan kriteria Jones dimana

didapatkan minimal dua gejala mayor atau satu gejala mayor dan dua gejala

minor, ditambah adanya bukti pemeriksaan yang menunjukkan adanya infeksi

streptokokus. Dua gejala mayor selalu lebih kuat dibandingkan satu gejala

mayor dengan dua gejala minor. Arthralgia atau pemanjangan interval PR

tidak dapat digunakan sebagai gejala minor ketika menggunakan karditis dan

arthritis sebagai gejala mayor. Tidak adanya bukti yang mendukung adanya

infeksi streptokokus grup A merupakan peringatan bahwa demam rematik

akut mungkin tidak terjadi pada pasien (kecuali bila ditemukan adanya

khorea). Murmur innocent (Still’s) sering salah interpretasi sebagai murmur

dari regurgitasi katup mitral (MR) dan oleh karenanya merupakan penyebab

yang sering dari kesalahan diagnosis dari demam rematik akut. Murmur dari

MR merupakan tipe regurgitan sistolik (berawal dari bunyi jantung I)

sedangkan murmur innocent merupakan murmur dengan nada rendah dan tipe

ejeksi.

Pengecualian dari kriteria Jones meliputi tiga keadaan berikut ini:

1. Khorea mungkin timbul sebagai satu-satunya gejala klinis dari demam

rematik.

2. Karditis indolen mungkin satu-satunya gejala klinis pada pasien yang

datang ke tenaga medis setelah berbulan-bulan dari onset serangan demam

rematik.

3. Kadang-kadang, pasien dengan demam rematik rekuren mungkin tidak

memenuhi kriteria Jones.

Penegakkan diagnosa menurut kriteria WHO tahun 2002-2003 utuk diagnosis

Demam Rematik &PenyakitJantungRematik (berdasarkan revisikriteria Jones)

yaitu :

31

Page 32: cr fix fix

Demam Rematik serangan pertama: 2 kriteria major atau 1 kriteria

major dan 2 minor + Streptokokus B hemolitukus grup A bukti infeksi

sebelumnya

Demam Rematik serangan rekuren tanpa Penyakit Jantung Rematik : 2

major atau 1 major dan 2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus

grup A sebelumnya

Demam Rematik serangan rekuren dengan Penyakit Jantung Rematik:

2 minor + bukti Streptokokus B hemolitukus grup A sebelumnya

Korea Syndenham: tidak perlu kriteria major lainnya atau bukti

Streptokokus B hemolitukus grup A

Penyakit Jantung Rematik (stenosis mitral murni atau kombinasi

dengan insufisiensi dan atau gangguan aorta) : tidak perlu kriteria lain

5. Diagnosis Banding

Arthritis reumatoid juvenile sering didiagnosis sebagai demam rematik akut.

Temuan klinis yang mengarah ke arthritis reumatoid juvenile antara lain:

keterlibatan dari sendi-sendi kecil di perifer, sendi-sendi besar terkena secara

simetris tanpa adanya arthritis yang berpindah, kepucatan pada sendi yang

terkena, tidak ada bukti infeksi streptokokus, perjalanan penyakit yang lebih

indolen, dan tidak adanya respon awal terhadap terapi salisilat selama 24

sampai 48 jam.

Penyakit vaskular kolagen (systemic lupus erythematosus ; SLE, penyakit

jaringan penyambung campuran); arthritis yang reaktif, termasuk arthritis

poststreptococcal; serum sickness; dan infeksius arthritis (seperti gonokokus),

kadang-kadang perlu dibedakan.

Infeksi virus yang disertai arthritis akut (rubella, parvovirus, virus hepatitis B,

herpesvirus, enterovirus) lebih sering terjadi pada orang dewasa. Penyakit-

penyakit hematologi seperti anemia sel sabit dan leukemia, dianjurkan untuk

tetap dipikirkan sebagai diagnosis banding.

6. Penatalaksanaan

32

Page 33: cr fix fix

Ketika demam rematik akut ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan

fisik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain :

pemeriksaan darah lengkap, reaktan fase akut (LED, protein C-reaktif), kultur

tenggorok, titer anti streptolisin O (dan titer antibodi kedua, terutama pada

pasien dengan khorea), foto Rontgen, dan elektrokardiografi. Konsultasi ke

ahli jantung diindikasikan untuk menjelaskan apakah terjadi kerusakan pada

jantung : pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi dan Doppler yang biasa

dilakukan.

Benzatin Penisillin G 0,6 sampai 1,2 juta unit disuntikkan secara

intramuskular, diberikan untuk eradikasi streptokokus. Pada pasien yang

mempunyai alergi penisilin, dapat diberikan eritromisin dengan dosis 40

mg/kgBB perhari dalam dua sampai empat dosis selama 10 hari.

Terapi anti-inflamasi atau supresi dengan salisilat atau steroid tidak boleh

diberikan sampai ditegakkannya diagnosis pasti. Ketika diagnosis demam

rematik akut ditegakkan, diperlukan edukasi kepada pasien dan orang tuanya

tentang perlunya pemakaian antibiotik secara berkelanjutan untuk mencegah

infeksi streptokokus berikutnya. Adanya keterlibatan jantung, diperlukan

pemberian profilaksis untuk menangani endokarditis infektif.

Jangka waktu tirah baring bergantung pada tipe dan keparahan dari gejala dan

berkisar dari seminggu (untuk arthritis) hingga beberapa minggu untuk

karditis berat. Tirah baring diikuti periode untuk ambulasi di dalam rumah

dengan durasi bervariasi sebelum anak diperbolehkan untuk kembali ke

sekolah. Aktivitas bebas diperbolehkan bila laju endap darah sudah kembali ke

normal, kecuali pada anak dengan kerusakan jantung yang cukup berat.

Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan.

Tabel 2.2 Durasi tirah baring dan ambulasi indoor

33

Page 34: cr fix fix

Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat

demam rematik akut sudah didiagnosis. Prednison (2mg/kg per hari untuk

2 – 6 minggu) diindikasikan hanya untuk kasus karditis berat. Untuk

karditis ringan hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti

inflamasi direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang

dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah

adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai 8

minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi

secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan fase akut.

Untuk arthritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan dikurangi secara

bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala sendi

dengan pemberian aspirin merupakan bukti yang mendukung arthritis pada

demam rematik akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis

untuk 2 sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat.

Penanganan gagal jantung kongestif meliputi istirahat total dengan posisi setengah

duduk (orthopneic) dan pemberian oksigen. Prednison untuk karditis berat dengan

onset akut. Digoksin digunakan dengan hati-hati, dimulai dengan setengah dosis

rekomendasi biasa, karena beberapa pasien dengan karditis rematik sangat sensitif

34

Page 35: cr fix fix

terhadap pemberian digitalis. Furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 6 sampai

12 jam, jika terdapat indikasi.

Penanganan khorea Sydenham dilakukan dengan mengurangi stres fisik dan

emosional. Terapi medikamentosa antara lain pemberian benzatin penisilin G 1,2

juta unit, sebagai awalan eradikasi streptokokus dan juga setiap 28 hari untuk

pencegahan rekurensi, seperti pada pasien dengan gejala rematik lainnya. Tanpa

profilaksis sekitar 25% pasien dengan khorea (tanpa adanya karditis) berkembang

menjadi penyakit katup jantung rematik pada follow-up 20 tahun berikutnya. Pada

kasus yang berat, obat-obatan berikut dapat diberikan: fenobarbital (15-30 mg

setiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap

8 jam sampai 2 mg setiap 8 jam), asam valproat, klorpromazine, diazepam, atau

steroid.

7. Prognosis

Ada maupun tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan

prognosis. Perkembangan penyakit jantung sebagai akibat demam rematik

akut diperngaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Keadaan jantung pada saat memulai pengobatan. Lebih parahnya

kerusakan jantung pada saat pasien pertama datang, menunjukkan lebih

besarnya kemungkinan insiden penyakit jantung residual.

2. Kekambuhan dari demam rematik: Keparahan dari kerusakan katup

meningkat pada setiap kekambuhan.

3. Penyembuhan dari kerusakan jantung : terbukti bahwa kelainan jantung

pada serangan awal dapat menghilang pada 10-25% pasien. Penyakit katup

sering membaik ketika diikuti dengan terapi profilaksis.

8. Pencegahan

a. Pencegahan primer

35

Page 36: cr fix fix

Pencegahan primer dari demam rematik dimungkinkan dengan

terapipenisilin selama 10 hari untuk faringitis karena streptokokus.

Namun, 30% pasien berkembang menjadi subklinis faringitis dan oleh

karena itu tidak berobat lebih lanjut. Sementara itu, 30% pasien lainnya

berkembang menjadi demam rematik akut tanpa keluhan dan tanda klinis

faringitis streptokokus.

b. Pencegahan sekunder

Pasien dengan riwayat demam rematik, termasuk dengan gejala khorea

dan pada pasien dengan tidak adanya bukti pemeriksaan yang

menunjukkan pasien menderita demam rematik akut harus diberikan

profilaksis. Sebaiknya, pasien menerima profilaksis dalam jangka waktu

tidak terbatas.

Kategori Durasi

Demam rematik tanpa karditis Minimal selama 5 tahun atau sampai

usia 21 tahun, yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis tetapi

tanpa penyakit jantung residual (tidak

ada kelainan katup)

Minimal 10 tahun atau hingga dewasa,

yang mana lebih lama

Demam rematik dengan karditis dan

penyakit jantung residual (kelainan

katup persisten)

Minimal 10 tahun sejak episode

terakhir dan minimal sampai usia 40

tahun, kadang-kadang selama seumur

hidup

Tabel 4. Durasi profilaksis untuk demam rematik

B. PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

1. Definisi Penyakit Jantung Reumatik

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit

jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik

merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut

36

Page 37: cr fix fix

sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang

mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.

Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau

keduanya.

Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling penting dari

demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae kecil yang terdiri dari

fibrin dan sel-sel darah di sepanjang perbatasan dari satu atau lebih katup

jantung. Katup mitral paling sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup

aorta; manifestasi ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan

berkurangnya peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan

jaringan parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru

terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan endokardium

mural dan korda tendinea menjadi terkena.

Gambar 5. Vegetasi pada katup jantung

2. Patofisiologi

Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan

Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi

Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau

manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1) Streptokokus grup A akan

menyebabkan infeksi pada faring, (2) antigen Streptokokus akan menyebabkan

pembentukan antibodi pada hospes yang hiperimun, (3) antibodi akan bereaksi

dengan antigen Streptokokus, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenik

sama seperti Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan

antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung), (4) autoantibodi

tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan

37

Page 38: cr fix fix

jaringan.

Gambar 6. Patofisiologi penyakit jantung rematik

Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan

jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan

daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak

sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat sistolik sehingga

mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari

ventrikel kiri ke atrium kiri, hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup

ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri,

peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding

atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah

hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru

mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis,

hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

38

Page 39: cr fix fix

3. Pola Kelainan Katup

a. Regurgitasi mitral

Regurgitasi mitral merupakan akibat dari perubahan struktural yang biasanya

meliputi kehilangan beberapa komponen katup dan pemendekan serta penebalan

korda tendineae. Selama demam rematik akut dengan karditis berat, gagal jantung

disebabkan oleh kombinasi dari regurgitasi mitral yang berpasangan dengan

peradangan pada perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Oleh

karena tingginya volume pengisian dan proses peradangan, ventrikel kiri

mengalami pembesaran. Atrium kiri berdilatasi saat darah yang mengalami

regurgitasi ke dalam atrium. Peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan

kongesti pulmonalis dan gejala gagal jantung kiri.

Perbaikan spontan biasanya terjadi sejalan dengan waktu, bahkan pada pasien

dengan regurgitasi mitral yang keadaannya berat pada saat onset. Lebih dari

separuh pasien dengan regurgitasi mitral akut tidak lagi mempunyai murmur

mitral setelah 1 tahun. Pada pasien dengan regurgitasi mitral kronik yang berat,

tekanan arteri pulmonalis meningkat, ventrikel kanan dan atrium membesar, dan

berkembang menjadi gagal jantung kanan. Regurgitasi mitral berat dapat

berakibat gagal jantung yang dicetuskan oleh proses rematik yang progresif, onset

dari fibrilasi atrium, atau endokarditis infekstif.

b. Stenosis Mitral

Stenosis mitral pada penyakit jantung rematik disebabkan adanya fibrosis pada

cincin mitral, adhesi komisura, dan kontraktur dari katup, korda dan muskulus

papilaris. Stenosis mitral yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan dan

pembesaran serta hipertrofi atrium kiri, hipertensi vena pulmonalis, peningkatan

rersistensi vaskuler di paru, serta hipertensi pulmonal. Terjadi dilatasi serta

hipertrofi atrium dan ventrikel kanan yang kemudian diikuti gagal jantung kanan.

Penatalaksanaan lebih kepada profilaksis terhadap demam rematik rekuren.

Cardiac output perlu diperhatikan agar kerja jantung tidak memberat. Terapi

39

Page 40: cr fix fix

antikongestif seperti diuretik dan digoksin diperlukan jika terdapat gagal jantung

kongestif. Jika terdapat fibrilasi atrium, digoksin diindikasikan untuk

memperlambat respon ventrikel.15

c. Regurgitasi aorta

Pada regurgitasi aorta akibat proses rematik kronik dan sklerosis katup aorta

menyebabkan distorsi dan retraksi dari daun katup. Regurgitasi dari darah

menyebabkan volume overload dengan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri.

Kombinasi regurgitasi mitral dengan regurgitasi aorta lebih sering terjadi daripada

regurgitasi aorta saja. Tekanan darah sistolik meningkat, sedangkan tekanan

diastolik semakin rendah. Pada regurgitasi aorta berat, jantung membesar dengan

apeks ventrikel kiri terangkat.Murmur timbul segera bersamaan dengan bunyi

jantung kedua dan berlanjut hingga akhir diastolik. Murmur tipe ejeksi sistolik

sering terdengar karena adanya peningkatan stroke volume.

d. Kelainan Katup Trikuspid

Kelainan katup trikuspid sangat jarang terjadi setelah demam rematik akut.

Insufisiensi trikuspid lebih sering timbul sekunder akibat dilatasi ventrikel kanan.

Gejala klinis yang disebabkan oleh insufisiensi trikuspid meliputi pulsasi vena

jugularis yang jelas terlihat, pulsasi sistolik dari hepar, dan murmur holosistolik

yang meningkat selama inspirasi.

e. Kelainan Katup Pulmonal

Insufisiensi pulmonal sering timbul pada hipertensi pulmonal dan merupakan

temuan terakhir pada kasus stenosis mitral berat. Murmur Graham Steell hampir

sama dengan regurgitasi aorta, tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ditemukan.

Diagnosis pasti dikonfirmasi oleh pemeriksaan ekhokardiografi dua dimensi serta

Doppler.

40

Page 41: cr fix fix

4. Penatalaksanaan Operatif

a. Mitral stenosis

Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang

menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional

III ke atas. Intervensi dapat bersifat bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat sub

valvular, kommisurotomi atau penggantian katup.

b.  Regurgitasi mitral

Indikasi untuk dilakukan tindakan operatif bila terjadi gagal jantung kongestif

sudah tidak bisa ditangani, kardiomegali progresif dengan gejala, dan hipertensi

pulmonal.15Penentuan waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan katup pada

penderita regurgitasi mitral masih banyak diperdebatkan. Namun kebanyakan ahli

sepakat bahwa tindakan bedah hendaknya dilakukan sebelum timbul disfungsi

ventrikel kiri. Jika mobilitas katup masih baik, mungkin bisa dilakukan perbaikan

katup (valvuloplasti, anuloplasti). Bila daun katup kaku dan terdapat kalsifikasi

mungkin diperlukan penggantian katup (mitral valve replacement). Katup

biologik (bioprotese) digunakan terutama digunakan untuk anak dibawah umur 20

tahun, wanita muda yang masih menginginkan kehamilan dan penderita dengan

kontra indiksi pemakaian obat-obat antikoagulan. Katup mekanik misalnya Byork

Shiley, St.Judge dan lain-lain, digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan

antikoagulan untuk selamanya.

c.Regurgitasi aorta

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontra

indikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup

jaringan, baik porsin atau miokardial mungkin tidak membutuhkan penggunaan

antikoagulan jangka panjang. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita

insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi

pada penderita insufisiensi berta dengan gagal jantung, dan pada penderita

41

Page 42: cr fix fix

penyakit arteri, bervariasi antara 4  sampai 10%. Penderita dengan katup buatan

mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.

42

Page 43: cr fix fix

C. GAGAL JANTUNG KONGESTIF

a. Definisi

Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis dimana jantung tidak mampu

memompa cukup darah ke seluruh tubuh, untuk mengembalikan darah melalui

vena tidak adekuat, maupun kombinasi keduanya.16

b. Etiologi

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh penyakit jantung kongenital

maupun didapat dengan overload volume atau tekanan atau dari insufisiensi

miokard.

Penyakit jantung didapat dapat menyebabkan gagal jantung kongestif, antara lain :

1. Abnormalitas metabolik (hipoksia berat dan asidosis) dapat menyebabkan

gagal jantung kongestif pada bayi baru lahir.

2. Fibroelastosis endokardial menyebabkan gagal jantung kongestif pada bayi.

3. Miokarditis viral sering terjadi pada anak lebih dari satu tahun.

4. Karditis rematik akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif yang

terjadi pada usia anak sekolah.

5. Penyakit katup jantung rematik berupa regurgitasi mitral atau regurgitasi

aorta menyebabkan gagal jantung kongestif pada anak yang lebih tua dan

dewasa.

6. Kardiomiopati dilatasi tipe idiopatik

7. Kardiomiopati yang berhubungan dengan distrofi muskular

8. Kardiomiopati doxorubicin

43

Page 44: cr fix fix

c. Manifestasi Klinis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,

dan hasil rontgen thoraks. Kardiomegali pada rontgen thoraks merupakan tanda

penting gagal jantung kongestif.

Keluhan nafas pendek, sesak nafas terkait dengan aktivitas, mudah lelah serta kaki

membengkak merupakan gejala yang sering dikeluhkan pada anak – anak.

Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dispnea, atau perasaan

kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan compliance paru

akibat edema dan kongesti paru dan oleh peningkatan aktivitas reseptor regang

otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu aktivitas fisik (dyspneu

d’effort). Dispnea juga jelas saat pasien berbaring (ortopnea) karena

meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas bawah

dan karena pada posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal

adalah bentuk dispnea yang dramatik, pada keadaan tersebut pasien terbangun

dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk dan sensasi tercekik.

Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan takikardi, ritme gallop, kardiomegali,

gagal tumbuh, dingin, dan kulit basah sebagai respon kompensasi

ketidakmampuan fungsi jantung. Pada kongesti vena pulmonalis dapat ditemukan

takipneu, dispneu pada aktivitas dan ortopnea. Pada kongesti vena sistemik dapat

ditemukan hepatomegali, distensi vena leher dan edema tungkai.

Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA (New York Heart Association) dapat

dibagi menjadi 4 klasifikasi. Pada NYHA derajat 1 tidak terdapat batasan dalam

melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan,

palpitasi atau sesak. Pada NYHA derajat II terdapat batasan aktivitas ringan.

Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari

menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas. Pada NYHA derajat III

terdapat batasan aktivitas bermakna, tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi

aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak. NYHA derajat

IV adalah apabila tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat

gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

44

Page 45: cr fix fix

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal jantung kongestif terdiri dari :

1. Eliminasi penyakit yang mendasari

2. Eliminasi penyebab lain yang ikut menyebabkan gagal jantung seperti infeksi,

anemia, aritmia, demam

3. Kontrol gagal jantung dengan obat – obatan seperti inotropik, diuretik, dan

afterload reducing agents (vasodilator)

Pasien dengan gagal jantung kongestif baik diberikan diuretik seperti furosemide

sebelum pemberian digitalis. Furosemide merupakan diuretik dengan aksi cepat

yang menjadi obat pilihan pada gagal jantung kongestif, dengan mekanisme utama

di lengkung henle (loop diuretic). Digitalis glikosida (digoksin) paling sering

digunakan pada pasien anak. Digitalis digunakan atas indikasi lemah jantung

kongestif dan depresi nodus AV dengan tujuan untuk mengontrol respon ventrikel

terhadap takikardi supraventrikular paroksimal, flutter atrial atau fibrilasi atrial.

Vasodilator yang digunakan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu vasodilator

arteriolar (hydralazine) dengan mekanisme primer pada arteriolar untuk

meningkatkan curah jantung sehingga terjadi penurunan afterload, venodilator

(nitrogliserin, isoborbit dinitrat) dengan mekanisme dilatasi vena sistemik dan

redistribusi darah dari pulmo ke sistemik, serta vasodilator campuran termasuk

ACEI (captopril) yang bekerja pada arterioral dan vena. ACEI mengurangi

resistensi vaskular sistemik dengan menghambat pembentukan angiotensin II dan

meningkatkan produksi bradikinin.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyusun diet penderita penyakit jantung

menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesiaadalah sebagai berikut:

1. Energi sesuai dengan kebutuhan

Untuk kelainan jantung bawaan dibutuhkan 175 -180 kkal/kgBB/hr. Bila

masukan kalori kurang dari 120 kkal/kgBB sehari akan terjadi defisiensi

vitamin D, asam folat, vitamin B12, zat tembaga dan seng.

45

Page 46: cr fix fix

2. Protein 3-4 gr/kgBB yang diperlukan untuk pembentukan otot jantung. Pada

gagal jantung, protein yang dianjurkan 1-2 gr/kgBB sehingga dapat

meringankan beban ginjal.

3. Lemak sedang; Formula dengan persentase lemak tidak jenuh ganda

(polyunsaturated fat) atau zat besi dapat meningkatkan kebutuhan akan

vitamin E; vitamin E hendaknya diberikan diantara waktu makan bila

diperlukan.

4. Vitamin dan mineral cukup; natrium dan cairan dikurangi bila ada sembab

atau hipertensi. Formula yang dianjurkan adalah yang kadar natriumnya 7-8

meq sehari dan susu dengan protein dengan susunan whei/kasein: 60/40

5. Makanan yang mudah diserap, cukup mengandung serat sehingga

memudahkan buang air besar; bila perlu diberikan lewat pipa gastrik.

6. Rupa makanan menarik, rasa diperhatikan dan cara menyajikan menarik dan

suasana makan menyenangkan.

Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian

DIET JANTUNG I

Indikasi : Diet jantung I diberikan bagi pasien dengan gagal jantung.

Dasar diet :

1. Karena fungsi jantung terganggu maka aliran darah ginjal juga akan

terganggu. Agar kadar ureum darah tidak meningkat maka perlu diberikan

protein yang rendah.

2. Sebagai akibat kegagalan jantung bisa menyebabkan timbulnya oedema.

Untuk mengurangi oedema, pemberian garam harus dibatasi.

Tujuan Diet:

1. Mengurangi beban ginjal

2. Mengurangi atau mencegah retensi natrium

Syarat-syarat :

1. Cukup kalori (sesuai dengan kecukupan normal)

2. Karbohidrat sedang

46

Page 47: cr fix fix

3. Lemak rendah

4. Air dibatasi

5. Mineral + vitamin cukup ( Ca dibatasi)

6. konsumsi protein rendah 1-2g/kgBB

7. konsumsi natrium dibatasi 150-180 mg/hr pada bayi, 400 mg/hr pada anak.

Bentuk makanan : Dihidangkan dalam bentuk makanan cair, mudah dicerna.

DIET JANTUNG II

Indikasi: Diet jantung II diberikan pada pasien dengan kemampuan kerja jantung

yang menurun, namun belum tampak adanya gejala kegagalan jantung.

Dasar diet :

1. Walaupun fungsi jantung terganggu, pengaruh terhadap fungsi ginjal

belum tampak, sehingga dapat diberikan tinggi protein.

2. Untuk mencegah terjadinya oedem perlu diberikan diet rendah garam.

Tujuan Diet :

1. Memberikan makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan

berkembang secara normal

2. Mencegah terjadinya oedem

Syarat-syarat :

1. Tinggi kalori (175-180 kkal/BB/hr)

2. Tinggi protein (3-4 gr/kgBB/hr)

3. Cukup karbohidrat

4. Lemak, sedang

5. Garam dibatasi : Bayi 200-400mg/hr

6. Anak 600-800 mg/hr

7. Air dibatasi

8. Cukup vitamin dan mineral

Bentuk makanan : untuk bayi dalam bentuk makanan bayi. Untuk anak bentuk

makanan lunak atau biasa

Makanan yang tidak boleh diberikan :

1. Makanan yang diolah, diawetkan dengan garam dapur

2. Kecap, tauco,coklat

47

Page 48: cr fix fix

3. Minuman yang mengandung gas seperti air soda, coca cola, dan

sebagainya.

DIET JANTUNG III

Indikasi: Diberikan bagi pasien tanpa gagal jantung dan kemampuan kerja jantung

tidak menurun, seperti pada demam reumatik dan penyakit jantung rematik.

Dasar diet :

1. Pada penderita CHD atau RHD umumnya berstatus gizi kurang karena

pengangkutan zat-zat gizi ke jaringan tidak berjalan sempurna, ditambah

dengan adanya sekunder infeksi. Oleh karena itu perlu diberikan makanan

tinggi protein dan tinggi kalori.

2. Pemberian garam dapur tidak dibatasi, karena pada penderita ini tidak

dijumpai oedem.

Tujuan Diet :

1. Memberikan makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan

berkembang secara normal tanpa memberatkan kerja jantung.

2. Menyiapkan penderita CHD dalam keadaan baik untuk tindakan operasi.

1. Syarat-syarat 1,7 :

- Tinggi kalori (175-180 kkal/BB/hr)

- Tinggi protein (3-4 gr/kgBB/hr)

- Karbohidrat sedang

- Lemak cukup

- Garam tanpa dibatasi (seperti pada makanan biasa)

- Air tanpa dibatasi

- Cukup vitamin dan mineral

Bentuk makanan : lunak atau makanan biasa.

Pada diet jantung III hampir semua makanan boleh diberikan, kecuali makanan

yang merangsang saluran cerna dan mengandung gas seperti kol, lobak, sawi,

durian, nangka, cabai, dan lada.

48

Page 49: cr fix fix

Evaluasi diperlukan untuk mencegah komplikasi metabolisme yang

timbul..Evaluasi tersebut meliputi kebutuhan cairan, osmolaritas air kemih, dan

perkiraan solute ginjal.

1. Kebutuhan cairan pada bayi adalah 140-160 ml/KgBB dalam keadaan

normal. Pada bayi dengan kelainan jantung bawaan restriksi cairan

menjadi 110-120 ml/KgBB sehari.

2. Osmolaritas air kemih dipertahankan 400 mosm/L :

a. Bila terjadi gagal tumbuh dan konsentrasi air kemih di bawah 300

mosm/L, maka diperlukan formula densitas tinggi. (Biasanya

dipakai polycose atau minyak safflower bila tidak ada masalah

malabsorbsi atau minyak MCT dapat dipakai bila volume formula

memadai).

b. Bila terjadi gagal tumbuh dan konsentrasi air kemih 400 mosm/L,

maka diperlukan formula dengan beban solute yang lebih rendah.

c. Pada sembab, kenaikan BUN, diare, letargi, hiperamonemia, dan

atau asidosis metabolic, maka diperlukan formula densitas lebih

rendah.

d. Formula dengan konsentrasi kalori yang lebih tinggi hendaknya

tidak dibuat dengan cara menurunkan volume cairan, karena dapat

meningkatkan beban solut.

3. Perkiraan beban solut ginjal.

a. Untuk menilai beban solut ginjal, diperkirakan bahwa seluruh

protein yang dimakan diekskresi sebagai urea. Satu gram protein

menghasilkan 5,7 mosm urea. Nitrogen = gram protein dibagi 6,25.

Tiap molekul urea mengandung 2 atom nitrogen. Berat atom

nitrogen 14.

b. Semua natrium, kalium, dan klorida diperkirakan akan diekskresi.

Urea ditambah dengan ion-ion ini akan menghasilkan 75-80 %

beban solute ginjal pada bayi.

c. Kalsium, fosfor, dan mineral yang lain tidak diperhitungkan karena

diekskresi sedikit.

49

Page 50: cr fix fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Silverberg DS, Wexler D, Iaina . The role of anemia in the progression of

gagal jantung kongestif. Is there a place for erythropoietin and intravenous

iron. J Nephrol.2004. Nov; 17 (6) : 749-61.

2. Abramson N, Melton B. Leukocytosis : basics of clinical assessment. Am

Fam Physician. 2000. Nov; 62 (9) : 2053-60.

3. WHO technical report series. Rheumatic fever and rheumatic heart disease.

2004.

4. Wahab AS. Buku ajar kardiologi anak: demam rematik akut. 1994. Jakarta:

IDAI.

5. Dajani A, Taubert K, Ferrieri P. Treatment of acute streptococcal pharyngitis

and prevention of rheumatic fever. 1995.

6. Beggs S, Peterson G, Tompson A. Antibiotic use for the prevention and

treatment of rheumatic fever and rheumatic heart disease in children. WHO

report : 2008.

7. Hungchi, L. Three versus four week administration of benzathine penicillin G

: effects on incidence of streptococcal infections and recurrences of rheumatic

fever. Am Ac Pediatrics. 1996. 97 : 984.

8. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik : basic & clinical pharmacology,

8th.Ed. Jakarta : EGC.

9. Cilliers A, Manyemba J, Adler AJ, Solojee H. Anti-inflammatory treatment

for carditis in acute rheumatic fever (Review). Cochrane Lib. 2012.

10. Momma K. ACE inhibitors in pediatric patients with heart failure. Paediatr

Drugs. 2006; 8(1) : 55-69.

11. Oesman, IN. Buku ajar kardiologi anak: gagal jantung. 1994. Jakarta: IDAI.

12. IDAI. Pedoman pelayanan medis. 2009.

13. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. 2006. Jakarta : EGC.

14. Rothberg MB, Sivalingam SK. The new heart failure diet : lest salt

restriction, more micronutrients. J Gen Intern Med. 2010. 25 (10); 1136-7

15. Park, MK. Pediatric cardiology for practitioners. 2002. United States :

Mosby.

50

Page 51: cr fix fix

16. Tang YD, Katz SD. Anemia in chronic heart failure. Cir AHA. 2006 ;

113:2454-61.

17. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's

Principles of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book.

2005 :1977-79

18. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson

Textbookof Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. p.1961-

63

19. Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi

KonsepKlinis Proses-proses penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. p. 613-27

20. Pudjiadi, H, Antonius, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter

AnakIndonesia.

21. Stollerman GH. Rheumatic Fever. In: Braunwald, E. etal (eds). Harrison's

Principles of Internal Medicine. 16th. ed. Hamburg. McGraw-Hill Book.

2005 : 1977-79.

22. Kliegman R, Behrman R, Jenson H. Rheumatic Heart Disease in Nelson

Textbook of Pediatric. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.

p.1961-63

51