Download - Cover Lapak

Transcript
Page 1: Cover Lapak

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE

Kelompok : 2

Hari / Tanggal : Selasa , 2 April 2013 ( 07.00 – 10.00)

Disusun oleh:

Wafa Mufiedah M 260110110012 Perhitungan

Pevi Yuliani 260110110013 Teori Dasar

Citra Fithri A 260110110014 Teori Dasar

Annisa Rana R 260110110015 Editing

Maretha Vien H 260110110016 Pembahasan

Fitria Devi M 260110110017 Pembahasan

Zila Khuzaimah 260110110018 Pembahasan

Intan Wulan Sari 260110110019 Perhitungan

Ika Sartika 260110110010 Alat, Bahan, Prosedur

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Cover Lapak

PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE

I . TUJUAN

Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare

dengan metode transit intestinal.

II. PRINSIP

Efek obat anti diare dalam menghambat gerak peristaltik usus dapat ditandai

dengan terhambatnya aliran tinta cina yang melewati usus.

III. TEORI DASAR

A. Diare

Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan

merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya. Menurut

tori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga

pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada

saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa

penyebab utama diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya

resorpsi air atau dan terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses

sekresi dan reosrpsi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu

yang sama di sel-sel epitel mukosa(Poni, 2006).

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare

osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan

osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.

Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat

garam magnesium (Poni, 2006).

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus

halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi

bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory

Page 3: Cover Lapak

bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan

motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini

terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

(Savic,2008).

Proses ini di atur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin,

sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive

Intestinal Peptide). Biasanya, resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu

sebab sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi, maka terjadilah diare.

Terganggunya keseimbangan antara resorpsi dan sekresi, dengan diare sebagai

gejala utama, sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang lambung usus) yang

disebabkan oleh kuman dan toksinnya(Poni, 2006).

Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis gastroenteritis dan

diare sebagai berikut:

1. Diare akibat virus, misalnya ’influenza perut’ dan ’travellers diarrhoea’

yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat

pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi

menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang

terjadi bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan

sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari. Di negara-negara barat, jenis diare ini

paling sering terjadi, lebih kurang 60% (Muhtadi dkk, 2004).

2. Diare bakterial (invasif) agak sering terjadi, tetapi mulai berkurang

berhubung semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat. Bakteri-

bakteri tertentu pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang

terinfeksi oleh banyak kuman, menjadi ”infvasif” dan menyerbu ke dalam

mukosa.Di sini bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk

toksin-toksin yang dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala

hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang, di damping

mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari jenis diare ini ialah

bakteri Salmonella, shigella, campylobacter, dan jenis coli tertentu

(Muhtadi dkk, 2004).

Page 4: Cover Lapak

B. Loperamida (Imodium)

Loperamida merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi 2-3

kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap SSP, sehingga tidak mengakibatkan

ketergantungan. Zat ini dapat menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari

sel-sel mukosa, yaitu memulihkan se-sel yang berada dalam keadaan

hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerjanya lebih cepat,

juga bertahan lebih lama. Efek sampingnya sama tetapi praktis tidak timbul

(Mutchler,1991).

Loperamid hidroklorida memiliki nama kima yaitu 4-(p-klorofenil)-4-

hidroksi-N,N-dimetil-α,α-difenil-1-piperidina butiramida monohidroklorid,

adalah sebuah opiat agonis yang banyak digunakan sebagai obat yang efektif

untuk kontrol dan mengetahui gejala yang timbul dari diare akut non-

spesifik.Loperamida diberikan secara oral dan langsung diabsorbsi (sekitar 40%)

dalam saluran gastrointestinal untuk menjalani metabolisme pertama di hati dan

diekskresikan melalui feses melalui empede sebagai konjugat tidak aktif

(kombinasi sulfo- dan glukurono-) (Savic, 2008).

Struktur Kimia Loperamida HCl

Farmakologi

Loperamida HCl memperlambat motilitas usus dengan mempengaruhi

langsung dinding usus. Obat ini bekerja melalui mekanisme antikolinergik yang

mempengaruhi gerak peristaltik dan aktivitas otot sirkular dan longitudinal

dinding usus. Loperamida hidroklorida memperpanjang waktu transit isi usus

sehingga mengurangi volume dan meningkatkan viskositas feses serta mencegah

hilangnya cairan dan elektrolit. Sebagai antidiare, loperamida hidroklorida

Page 5: Cover Lapak

bersifat lebih spesifik, bekerja lebih lama dan 2-3 kali lebih kuat daripada

difenoksilat. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid tapi tidak menimbulkan

euforia seperti morfin sehingga kemungkinan penyalahgunaannya kecil

(McEvoy, 1999).

Loperamida HCl dapat berinteraksi dengan digoksin, suatu zat aktif yang

digunakan untuk mengobati laju jantung atau untuk menormalkan kembali

denyut jantung yang tidak teratur. Akibat yang ditimbulkan adalah

meningkatnya efek digoksin. Dengan memperlambat gerakan usus halus,

loperamida HCl menaikkan penyerapan digoksin oleh tubuh. Efek samping

merugikan mungkin terjadi karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang

dilaporkan antara lain mual, sakit kepala, tak ada nafsu makan, gangguan

penglihatan, bingung, tak bertenaga, bradikardia atau takhikardia, dan aritmia

jantung. Efek ini dapat diperkecil bila digunakan obat paten digoksin yang

mudah larut seperti Lanoxin (Harkness, 1993).

Farmakokinetik

Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah

pemberian obat. Jangka yang lama ini disebabkan oleh sirkulasi enterohepatik

obat dan aktivitas penghambatan motilitas usus itu sendiri. Waktu paruhnya

adalah 7-14 jam. Sebagian besar obat diekskresi melalui feses. Loperamida HCl

tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan digunakan dengan dosis 4-8 mg/hari

(Ganiswara, 1995).

Loperamida HCl dalam sediaan larutan untuk oral memiliki pH sekitar 5

dan obatnya memiliki pKa 8,6. Kapsul loperamida dan larutan oral sebaiknya

disimpan di tempat tertutup baik pada suhu kamar (McEvoy, 1999).

IV. ALAT DAN BAHAN

Hewan Percobaan : Mencit putih 3 ekor dipuasakan 18 jam sebelum

percobaan dan minum tetap diberikan.

Bahan Obat

1. Loperamid HCl (0,24 dan 0,48 mg/mL)

Page 6: Cover Lapak

2. Tinta Cina

3. Suspensi PGA 2% (diwarnai hitam dengan tinta

cina/norit 0,1/10 gr sebagai marker)

Alat

1. Alat bedah

2. Alas Koran

3. Mencit

4. Penggaris

5. Sonde oral

6. Timbangan hewan.

Gambar alat :

Mencit Sonde Oral

Alat Bedah Alas Koran

Page 7: Cover Lapak

Penggaris Alat Timbangan

V. PROSEDUR

Bobot mencit ditimbang, dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok,

yaitu kelompok kontrol diberi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan

dosis II. Diberikan peroral. Pada t=45 menit, semua hewan diberikan tinta cina

0,1ml/10 g mencit secara oral. Pada t=65 menit, semua hewan dikorbankan

dengan dislokasi tulang leher. Kemudian tubuh mencit yang sudah mati

dilentangkan pada alas bedah dnegan bantuan jarum untuk menahan keempat kaki

mencit. Dilakukan pembedahan dengan menggunakan alat bedah dan usus

dikeluarkan dari dalam perut mencit dengan hati-hati sampai teregang kemudian

diukur panjang usus yang dilaui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir

(berwarna hitam) dan panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum. Dihitung

rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya.

Hasil-hasil pengamatan disajikan dalam tabel, dibuat grafik dan dievaluasi hasil

pengamatan tersebut pada ketiga kelompok hewan untuk usus termarker dan

rasionya yang merupakan perbandingan antara cm usus termarker dan cm usus

seluruhnya, dihitung % inhibisidari kedua dosdis Loperamid yang telah diberikan.

Dievaluasi masing-masing secara statistik dengan metode ANAVA dan Student’s

t test.

VI . DATA PENGAMATAN

Page 8: Cover Lapak

PerlakuanBB

Kelompok (g)

Panjang

Usus

(cm)

Usus

Termarker

(cm)

Rasio Rata-rata

Kontrol (PGA

2%)

1.      15 55 11 0,200

0,19972.      19,65 43 7 0,163

3.      13,5 55 13 0,236

Loperamid dosis I

(0,24 mg/20g BB)

1.      15,3 56,5 8 0,142

0,1622.      15,9 45 7 0,156

3.      16 48 9 0,188

Loperamid dosis

II (0,48 mg/20g

BB)

1.      15,2 - - -

02.      14 0 0 0

3.      14 - - -

Perhitungan

Perhitungan Volume Pemberian Obat Loperamid

1. Loperamid Dosis I = 15,920

x 0,5 ml

= 0,3975 ml

2. Loperamid Dosis II = 1420

x 0,5 ml

= 0,35 ml

Perhitungan Volume Tinta Cina

1. Kontrol (PGA 2%) = 19,65

10 x 0,1 ml

= 0,1965 ml

2. Loperamid Dosis I = 15,910

x 0,1 ml

= 0,159 ml

BB20

x 0,5

Page 9: Cover Lapak

3. Loperamid Dosis II = 1410

x 0,1 ml

= 0,14 ml

Perhitungan Volume PGA

1. Kontrol (PGA 2%) = 19,65

20 x 0,5 ml

= 0,49125 ml

Perhitungan % Inhibisi Peristaltik Usus

1. % Inhibisi Loperamid I = 100% - ¿ )

= 100 % - 81,215 %

= 18,785 %

2. % Inhibisi Loperamid II = 100 % - (0

0,1986x 100 %)

= 100 % - 0 %

= 100%

Perhitungan Anava

1. Model Linear

Kelompok Kontrol (PGA %) Loperamid 1 Loperamid2

I 0,200 0,142

0II 0,163 0,156

III 0,236 0,188

Total 0,599 0,486 0

% Inhibisi=( Rasio LoperamidRasiokontrol

x100 %)

Page 10: Cover Lapak

2. Perhitungan dengan tabel ANAVA

Hipotesis:

H0: µK = µLI = µLII = 0

H1: paling sedikit ada satu dimana µK 0

Statistik uji : = 5 % = 0,05

Ry = Rata-rata Jumlah Kuadrat

= (0,599+0,486+0)2

3+3+1 = 0,1682

Ay = Perlakuan

= (0,599 )2+(0,486 )2+(0 )2

3−0,1682

= 0,1983 – 0,1682

= 0,0301

y2= 0,22 + 0,1632 + 0,2362 +..... + 02

= 0,2021

Ey = Residual

= y2 – Ry – Ay

= 0,2021 – 0,1682 – 0,0301 = 0,0038

Tabel Anava

SV df JKKT

(JK/df)

F hit

(KTperlakuan/KTresidual

Rata-rata 1 0,1682 0,1682 15,8947

Page 11: Cover Lapak

Perlakuan 2 0,0301 0,0151

Residual 4 0,0038 0,00095

Jumlah 7 0,2021

Statistik uji:

Ftabel = F0,05 (2,4) = 6,94

15,8947 > 6,94

F hit F tabel, maka Ho ditolak.

Artinya, rata-rata antar perlakuan (PGA, Loperamida dosis I, maupun

Loperamida dosis II) memberikan efek anti diare yang berbeda terhadap

mencit. Maka untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan efek

antidiare signifikan terhadap mencit, maka dilakukan pengujian lanjut.

3. Uji Scheffe

a. Hipotesis uji :

C1 = J1 – J2 = Jkontrol - JLI

C2 = 2J1 – J2 – J3 = 2Jkontrol – JLI - JLII

H01 : J1 = J2 . Artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare yang

signifikan terhadap mencit.

H11 : J1≠ J2 . Artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang

signifikan terhadap mencit.

atau

H02 : 2J1 = J2 + J3 , Artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare

yang signifikan antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya

(Loperamid dosis I dan Loperamid dosis II).

Page 12: Cover Lapak

H12 : 2J1≠ J2 + J3, Artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang

signifikan antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid

dosis I dan Loperamid dosis II).

b. Statistik uji

Q.S(Ci)

Tolak H0 jika |Cp| > Q.S(Cp)

Q.S(C1)

Q = √ (k−1 ) F tabel

S(C1) = √ KT residual (n1 (+1 )2+n2 (−1 )2)

= √ (3−1 ) 6,94 = √0,00095(3 (1 )+3 (1 ))

= 3,7256 = √0,0057 = 0,0755

Q.S(C1) = 3,7256 x 0,0755 = 0,2813

|C1| = Jkontrol - JLI = 0,599 – 0,486 = 0,113

|C1| = 0,113 < Q.S(C1) = 0,2813

H01 diterima, artinya tidak terdapat perbedaan efek obat antidiare

(perlakuan kontrol dan Loperamid I) yang signifikan terhadap mencit.

Q.S(C2)

Q = √ (k−1 ) F tabel

= √ (3−1 ) 6,94

= 3,7256

S(C2) = √ KT residual (n1 (+1 )2+n2 (+1 )2+n3 (−2 )2)

= √0,00095(3 (1 )+3 (1 )+1(4))

= √0,0095 = 0,0975

Q.S(C2) = 3,7256 x 0,0975 = 0,3632

Page 13: Cover Lapak

|C2| = 2Jkontrol – JLI - JLII = 2(0,599) - 0,486 – 0 = 0,712

|C2| = 0,712 < Q.S(C2) = 0,3632

H02 ditolak, artinya terdapat perbedaan efek obat antidiare yang signifikan

antara perlakuan kontrol dan 2 perlakuan lainnya (Loperamid dosis I dan

Loperamid dosis II). Hal ini mengindikasikan bahwa efek obat perlakuan

kontrol masih jauh dibandingkan efek obat 2 perlakuan lainnya

(Loperamid dosis I dan Loperamid dosis II).

VIII . GRAFIK

1. Grafik Rasio

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 30

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Rasio

KontrolLoperamid ILoperamid II

RAsio

2. Grafik % Inhibisi Peristaltik Usus

Page 14: Cover Lapak

Loperamid I Loperamid II0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

% Inhibisi Peristaltik Usus

IX . PEMBAHASAN

Diare adalah peristiwa buang air besar seringkali sehari dan banyak cairan,

hanya merupakan gejala penyakit tertentu. Diare disebabkan oleh adanya

rangsangan pada saraf otonom di dinding usus sehingga dapat menimbulkan

reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare. Diare ditandai dengan

frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi normal, serta konsistensi feses

yang encer. Diare dapat bersifat akut atau kronis.

Menurut gangguan faalnya, diare bisa terjadi akibat dorongan di dalam

usus normal yang terlalu cepat gara-gara rangsangan saraf yang tidak normal

(umpamanya pada keracunan mecholyl), pengaruh zat kimia terhadap gerakan

usus yang abnormal (seperti pada sindroma karsinoid), atau iritasi pada usus

(misalnya akibat pemakaian oleum resini atau minyak jarak). Diare bisa pula

terjadi akibat gangguan pencernaan makanan gara-gara hilangnya fungsi

penyimpanan dari lambung, misalnya insufisiensi sepanjang usus. Atau, akibat

penyerapan yang tidak normal pada pencernaan makanan, misalnya kalau terjadi

penyakit pada usus.

Page 15: Cover Lapak

Untuk menanggulangi diare dikenal dua bentuk pengobatan, yakni spesifik

dan nonspesifik. Pengobatan spesifik dilakukan dengan memberikan antibiotik

spesifik setelah diketahui penyebabnya lewat pemeriksaan laboratorium.

Sedangkan pengobatan nonspesifik ditempuh dengan memberikan cairan dan

elektrolit, serta pemberian zat kimia bukan antibiotik yang bekerja nonspesifik

dalam pengobatan infeksi akut, misalnya dengan memberikan kaolin, pektin, atau

loperamid.

Namun, pada dasarnya diare tidak perlu pemberian obat, hanya apabila

terjadi diare hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare

yang banyak digunakan diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya dapat

menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu

memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan

resorpsi normal kembali. Loperamid merupakan derivat difenoksilat (dan

haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih

kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan.

Metode uji antidiare dapat dilakukan dengan metode proteksi terhadap

diare dengan induksi oleum ricini atau metode transit intestinal. Kedua metode ini

ditujukan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus,

sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses.

Metode uji antidiare yang digunakan pada percobaan kali ini adalah metode transit

intestinal, karena waktu yang dibutuhkan untuk menguji antidiare dengan metode

transit intestinal lebih singkat daripada dengan induksi oleum ricini.

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit.

Sebelum digunakan untuk percobaan, mencit dipuasakan selama 18 jam dan

minum tetap diberikan, karena makanan dalam usus akan berpengaruh terhadap

frekwensi defekasi dan berat feses. Mencit-mencit tersebut juga ditimbang

sebelum diberikan obat agar volume dosis pemberian obat dapat dihitung dengan

tepat. Mencit diambil secara acak dan ditandai dibagian ekornya agar tidak

tertukar ketika dilakukan pemberian obat. Bobot mencit secara berturut-turut

adalah 19,65gram, 15,9gram dan 14gram.

Page 16: Cover Lapak

Mencit-mencit tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama

yaitu kelompok kontrol yang hanya diberi larutan suspensi PGA 2%. Untuk

mencit 19,65 gram diberikan PGA 2% sebanyak 0,49125mL. Kelompok kedua

yaitu kelompok kontrol positif yang diberikan Loperamid HCl dosis I (0,24

mg/20g). Untuk mencit 15,9 gram diberikan Loperamid HCl dosis I sebanyak

0,3975 mL. Dan kelompok yang ketiga diberikan Loperamid HCl dosis II (0,48

mg/20g). Untuk mencit 14 gram diberikan Loperamid HCl dosis II sebanyak 0,35

mL. Pemberian ketiga zat tersebut dilakukan secara per oral, kemudian mencit-

mencit tersebut didiamkan selama 45 menit agar obat-obat tersebut dapat

terabsorpsi secara sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga didapat efek yang

diharapkan. Setelah 45 menit, mencit-mencit tersebut diberikan tinta cina 0,1

ml/10 g secara per oral secara berturut-turut yaitu 0,1965 mL, 0,159 mL dan 0,14

mL, kemudian mencit-mencit tersebut didiamkan lagi selama 20 menit agar tinta

cina yang merupakan marker tersebut dapat tercerna di dalam tubuh mencit.

Setelah 20 menit, semua mencit dikorbankan dengan dislokasi tulang

leher, kemudian usus mencit dikeluarkan secara hati-hati sampai teregang. Lalu,

usus yang sudah teregang diukur panjang usus yang dilalui tinta cina mulai dari

pilorus sampai ujung akhir (berwarna biru tua), dan diukur pula panjang usus dari

pilorum sampai rektum. Setelah itu, dihitung rasio normal jarak yang ditempuh

marker terhadap panjang usus seluruhnya.

Pada kelompok kontrol positif yang diberi loperamid, loperamid akan

memperlambat motiolitasi saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan

longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opiod sehingga diduga efek

konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut.

Dari percobaan ini diperoleh data yaitu untuk kelompok kontrol negatif,

panjang usus mencit secara berturut-turut adalah 55cm, 43cm, dan 55cm dengan

panjang usus termarker berturut-turut yaitu 11cm, 7cm dan 13cm. Dari kedua data

ini maka dapat diperoleh rasio normal yakni hasil dari pembagian panjang usus

termarker dibagi panjang usus seluruhnya. Rasio yang diperoleh secara berturut-

turut yaitu 0,2 , 0,16 , 0,236 dengan rata-rata dari ketiganya yaitu 0,1986. Untuk

kelompok uji Loperamid HCl dosis I (0,24 mg/20g), panjang usus mencit secara

Page 17: Cover Lapak

berturut-turut adalah 56,5cm, 45cm, dan 48cm dengan panjang usus termaker

berturut-turut yaitu 8cm, 7cm, dan 9cm dengan rasio 0,141 , 0,155 , 0,1875 lalu

diperoleh rata-rata rasio yaitu 0,1612. Untuk kelompok uji Loperamid HCl dosis

II (0,48 mg/20g), panjang usus mencit yaitu 48 cm dengan panjang usus termarker

yaitu 0 dan rasio yang diperoleh juga 0. Pada kelompok uji Loperamid HCl dosis

II ini praktikan hanya mampu menguji satu ekor mencit diakibatkan kesalahan

praktikan saat menyonde mencit yang menyebabkan mencit menjadi mati dan

tidak dapat digunakan lagi dalam percobaan selanjutnya. Hal ini disebabkan

salahnya rute pemberian obat yaitu masuk ke tenggorokan yang selanjutnya ke

paru-paru yang seharusnya masuk ke kerongkongan yang selanjutnya ke

lambung. Masuknya obat atau cairan kedalam paru-paru mencit membuat paru-

paru mencit kehilangan fungsinya untuk bernafas sehingga proses pertukaran

oksigen dan karbondioksida menjadi terganggu dan menyebabkan kurangnya

pasokan oksigen dalam darah sehingga membuat mencit akhirnya mati.

Dari data pengamatan yang diperoleh dapat dilihat bahwa rasio rata-rata

kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan PGA 2% yakni 0,1986 adalah

rasio yang paling besar jika dibandingkan dengan rasio rata-rata kelompok uji

Loperamid dosis I yakni 0,1612 dan dosis II yakni 0. Hal ini dapat menunjukkan

bahwa dengan pemberian Loperamid akan memperkecil rasio karena dengan

pemberian obat antidiare, rasio yang diperoleh akan kecil ditandai dengan panjang

usus yang termarker lebih pendek dari yang tidak diberikan Loperamid HCl. Hal

ini diakibatkan proses peristaltik dihambat oleh adanya Loperamid HCl. Dengan

pemberian Loperamid HCl, tinta cina akan semakin lambat melewati usus mencit

karena daya peristaltik usus mencit dihambat, akibatnya panjang usus yang

termarker oleh tinta cina akan semakin pendek jika dibandingkan dengan

kelompok kontrol yang hanya diberi PGA 2% dan tidak diberikan obat antidiare

yang berdampak pada hasil rasio kelompok uji Loperamid HCl lebih kecil

daripada kelompok kontrol. Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa Loperamid HCl

memberikan efek sebagai antidiare dengan cara menghambat daya peristaltik

usus. Namun pada praktiknya, pemberian Loperamid HCl dilakukan sebanyak 2

perlakuan yakni dosis I (0,24 mg/20g) dan dosis II (0,48 mg/20g). Dari kedua

Page 18: Cover Lapak

dosis yang berbeda ini, praktikan dapat melihat apakah ada perbedaan antara

pemberian Loperamid HCl dosis I dan Loperamid HCl dosis II. Dari kedua dosis

ini diperoleh rasio yang berbeda yaitu rasio dosis I lebih besar yakni 0,1612 jika

dibandingkan dengan rasio dosis II yakni 0. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, semakin kecil rasio berarti semakin baik obat tersebut menghambat

peristaltik usus. Dari rasio yang diperoleh, dapat dinyatakan bahwa pemberian

Loperamid HCl dosis II lebih baik dibandingkan dengan Loperamid dosis I.

Namun perlu adanya perhitungan ANAVA untuk lebih mendukung kesimpulan

ini.

Dari rasio yang diperoleh, baik itu rasio kelompok kontrol, rasio kelompok

uji Loperamid HCl dosis I dan rasio Loperamid HCl dosis II, maka dapat dihitung

persen Inhibisi peristaltik usus yaitu dengan rumus 100%- (rasio uji/rasio kontrol

x 100%). Dari rumus ini maka diperoleh persen inhibisi untuk Loperamid dosis I

adalah 18,83% dan Loperamid dosis II adalah 100%. Dari hasil ini, dapat

dinyatakan bahwa Loperamid HCl dosis II memiliki daya hambat peristaltik usus

sebesar 100% dan lebih tinggi dibandingkan dengan Loperamid HCl dosis I yang

memiliki daya hambat peristaltik usus sebesar 18,83%.

Dilihat dari perhitungan tabel annava diperoleh bahwa F hit > F tab

sehingga Ho ditolak . Sehingga disimpulkan rata – rata perlakuan

( PGA ,Loperamid HCl dosos 1,maupun Loperamid HCl dosis II ) memberikan

efek antidiare yang berbeda terhadap mencit dan mengindikasikan bahwa efek

obat perlakuan kontrol masih jauh dibandingkan efek obat II perlakuan lainnya

(Loperamid dosis I dan Loperamid dosis II).

X . KESIMPULAN

Praktikan dapat mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat

menghambat diare dengan metode transit intestinal, dengan % proteksi loperamid

I dengan dosis 0,24 sebesar 18,875% dan loperamid II dengan dosis 0,48 sebesar

100%.

Page 19: Cover Lapak

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Bagian

Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

Harkness, R. 1989. Interaksi Obat. Bandung: Penerbit ITB.

McEvoy, G. 1999. AHFS Drug Information. American Society of Health System

Pharmacist.

Muhtadi, Ahmad, Anas Subarnas, Sri Adi Sumiwi. 2004. Penuntun Praktikum

Farmakologi. Jatinangor: Laboratorium Farmakologi, Jurusan Farmasi

FMIPA UNPAD.

Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB.

Page 20: Cover Lapak

Poni. 2006. Atapulgite. http:// www. nlm. nih. gov/ medlineplus/ druginfo/ uspdi/

202076. h tml (Diakses tanggal 3 april 2013).

Savic, Ivana M. 2008. Quantitative Analysis of Loperamide Hydorchloride in the

PresenceItsAcid Degradation Products. http://www.ache.org.rs/HI/2009/

No1/05-3078_V63-2009_N01.pdf (Diakses tanggal 3 april 2013).