KONSEP IMUNODEFISIENSI
GAMBARAN UMUMDEFISIENSI IMUN
• Definisi imun – curiga bila :– ↑ kerentanan terhadap infeksi rekuren, kronis dgn ciri-
ciri : • Sebab tidak biasa (oportunistik)• Flora normal• Mikroba lingkungan biasa
– Respon buruk terhadap terapi antibiotik
• Manifestasi lain berupa : – Diare kronis– Hepato – splenomegali– Autoantibodi atau penyakit autoimun
• Defisiensi imun : a. Primer, dengan dasar genetik, relatif jarang
b. Sekunder, lebih sering, ditimbulkan oleh berbagai faktor sesudah lahir
• Tersering mengenai : (peny yg menyertai)a. Sel limfosit B : infeksi bakteri rekuren spt otitis
media, pneumonia rekuren
b. Sel limfosit T : kerentanan meningkat thd virus, jamur dan protozoa
c. Fagosit : infeksi sistemik oleh bakteri yg dalam keadaan biasa mempunyai virulensi rendah, infeksi bakteri piogenik
d. Komplemen : infeksi bakteri, autoimunitas
1. Defisiensi komplemen
• Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibodi
• Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat spt infeksi bakteri yg rekuren dan peningkatan sensitivitas thd penyakit autoimun
• Kebanyakan defisiensi komplemen adalah herediter
• Konsekuensi defisiensi komplemen tergantung dari komponen yg kurang
a. Defisiensi komplemen kongenital
1. Defisiensi inhibitor esterase C1 (C1 INH deficiency)
angioedem herediter : edem lokal sementara tp seringkali
• Menimbulkan aktivitas C1 tdk dapat dikontrol dan produksi kinin yg meningkatkan permeabilitas kapiler
• C2a dan C4a juga dilepas yg merangsang sel mast melepas histamin di daerah dekat trauma yg berperan pada edem lokal
• Kulit, saluran cerna dan nafas dapat terkena dan menimbulkan edem laring yg fatal
2. Defisiensi C2 dan C4• Penyakit serupa LES, disebabkan
kegagalan eliminasi kompleks imun yg komplemen dependen
3. Defisiensi C3• Reaksi berat yg fatal terutama yg
berhubungan dgn infeksi piogenik spt streptokok dan stafilokok
4. Defisiensi C5
• Kerentanan thd infeksi bakteri yg berhubungan dgn gangguan kemotaksis
5. Defisiensi C6, C7, C8
• Kerentanan thd septikemi meningokok dan gonokok
• ↑ infeksi neseria, sepsis, artritis dan ↑ DIC
b. Defisiensi komplemen fisiologik
• Ditemukan pada neonatus : kadar C3, C5 dan faktor B masih rendah
c. Defisiensi komplemen didapat
• Disebabkan oleh depresi sintesis
• Misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein / kalori
• Meningkat resiko infeksi salmonela dan pneumokok
i. Defisiensi Clqrs• Terjadi bersamaan dgn penyakit autoimun (LES)• Sangat rentan thd infeksi bakteri
ii. Defisiensi C4• Ditemukan pd beberapa penderita LES
iii. Defisiensi C2• Paling sering terjadi• Terdapat pd penderita LES
iv. Defisiensi C3• Infeksi bakteri rekuren• Pada beberapa penderita disertai dgn glomerulonefritik kronik
v. Defisiensi C5-8• Kerentanan yg meningkat thd infeksi terutama Nesseria
vi. Defisiensi C9• Sangat jarang• Tidak menunjukkan infeksi rekuren, mungkin karena lisis
masih dapat terjadi walau pengaruh C8 tanpa C9 meskipun perlahan-lahan
2. Defisiensi interferon dan lisozim
a. Defisiensi interferon kongenital• Dapat menimbulkan infeksi mononukleosis
yg fatal
b. Defisiensi interferon dan lisozim didapat• Dapat ditemukan pada malnutrisi protein /
kalori
3. Defisiensi sel NK
a. Defisiensi kongenital• Telah dilaporkan pada penderita dengan
osteoporosis (defek osteoklas dan monosit)• Kadar IgG, IgA dan kekerapan autoantibodi
biasanya meningkat
b. Defisiensi didapat• Terjadi akibat imunosupresi atau radiasi
4. Defisiensi sistem fagosit
• Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan komplemen
• Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang
• Resiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun smp < 500 /mm3
• Defisiensi ditekankan terhadap sel PMN
a. Defisiensi kuantitatif
• Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan : – Penurunan produksi
• Depresan sumsum tulang (kemoterapi)• Leukemia• Kondisi genetik (defek perkembangan sel
progenitor)
– Peningkatan destruksi• Fenomena autoimun akibat pemberian obat
(quinidine, oksasiklin)• Hipersplenisme dng ciri fungsi destruksi limpa
berlebihan
b. Defisiensi kualitatif• Dapat mengenai fungsi fagosit seperti
kemotaksis, menelan / memakan dan membunuh mikroba intraseluler
i. Chronic granulomatous disease• Ditemukan defek neutropil dan ketidak
mampuan membentuk peroksid hidrogen atau metabolit oksigen toksik lainnya
• Infeksi rekuren berbagai mikroba, baik negatif gram maupun positif gram
• Penyakit linked resesif
ii. Defisiensi glucosa-6-phosphate dehydrogenase• Akibat defisiensi generasi nicotinamide adenine
dinucletide phosphate dehydrogenase (NADPH)• Tidak dibentuk peroksidase yg diperlukan untuk
membunuh kuman intraseluler• Kerentanan yg tinggi terhadap kuman yg biasanya
mempunyai virulensi rendah
iii. Defisiensi mieloperoksidase• Peroksidase ditemukan dalam granul sitoplasma
(neutrofil) dan dilepas ke fagosom melalui proses degranulasi yg diikuti dgn fagositosis
• Proses ini terganggu• Ditemukan infeksi mikroba rekuren terutama kandida
albicans dan S. aureus
iv. Sindroma Chediak-Higashi• Neutrofil mengandung lisosom besar abnormal
yg dapat bersatu dgn fagosom, ttp terganggu dlm kemampuan melepas isinya, sehingga proses menelan dan menghancurkan mikroba terlambat
• Ditandai dgn infeksi rekuren, piogenik, terutama streptokok dan stafilokok
v. Sindroma Job• Kemotaksis neutrofil terganggu• Berupa pilek berulang, abses stafilokok, eksim
kronis dan otitis media
vi. Sindroma Leukosit malas (lazy leucocyte)• Jumlah neutrofil menurun, respons kemotaksis
dan respon inflamasi terganggu• Rentan terhadap infeksi mikoba berat
vii. Defisiensi adhesi leukosit• Leukosit menunjukkan defek adhesi dgn
permukaan endotel dan antar leukosit, kemotaksis dan aktivitas fagositosis yg buruk
• Infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka
B. Defisiensi imun spesifik• Gangguan dalam sistem imun spesifik dpt terjadi
kongenital, fisiologik dan didapat
1. Defisiensi kongenital atau primer
sangat jarang terjadi
a. defisiensi imun primer sel B– Dapat berupa gangguan perkembangan sel B
Tidak ada semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig
i. X-linked hypogama globulinemia• Tidak adanya Ig dari semua kelas• Pre-sel B yg ada dalam kadar normal tidak dapat
berkembang menjadi sel B yg matang• Bayi laki-laki usia 5-6 bulan mulai infeksi bakteri berulang
ii. Hipogammaglobulinemia yg sementara– Kadang-kadang bayi tidak mampu memproduksi IgG
dengan cukup meskipun kadar IgM dan IgA normal– Karena sel T belum matang– Pada bayi (6-7 bulan) dan membaik sendiri pd usia
16-30 bulan
iii. Common variable hypogammaglobulinemia– Mengandung sel B tetapi tidak mampu berkembang
menjadi sel plasma yg memproduksi Ig– Penyakit dapat timbul setiap saat (biasanya usia 15-
35 tahun)– Peningkatan kerentanan terhadap infeksi kuman
piogenik
iv. Defisiensi imunoglobulin yg selektif (disgamma-globulinemia)– Penurunan kadar satu atau lebih Ig sedang yg
lain normal atau meningkat– Defisiensi IgA selektif (sering ditemukan)
infeksi sino-pulmoner dan gastrointestinal rekuren yg disebabkan virus atau bakteri
– Defisiensi IgM atau IgG selektif jarang ditemukan
b. Defisiensi imun primer sel T• Sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur dan
protozoa • Dpt juga menyebabkan gangguan produksi Ig
i. Aplasia timus kongenital (sindroma di George)– Disebabkan defek dalam perkembangan embrio, baik
kelenjar timus maupun kelenjar paratiroid terkena– Sel T tidak ada / sedikit dalam darah, kelenjar getah
bening dan limpa
ii. Kandidiasis mukokutan kronik– Kemampuan sel T yg kurang untuk memproduksi MIF
dalam respons terhadap antigen / kandida– Infeksi jamur bisa non patogenik seperti kandida
albicans pd kulit dan selaput lendir
c. Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yg berat
i. Severe combined immunodeficiency disease– Merupakan penyakit akibat gangguan sel T dan sel B
(limfositopenia)– Rentan thd infeksi virus, bakteri, jamur dan protozoa
terutama CMV, pneumonitis karini dan kandida
ii. Sindroma Nezelof– Imunitas sel T nampak jelas menurun– Defisiensi sel B variabel dan disgammaglobulinemia– Respon antibodi terhadap antigen spesifik biasanya
rendah atau tidak ada– Rentan terhadap infeksi rekuren berbagai mikroba
iii. Sindroma Wiskott-Aldrich– IgM serum rendah, kadar IgG normal sedang IgA dan IgE
meningkat– Jumlah sel B normal, tidak memberikan respon thd antigen
polisakarida untuk memproduksi antibodi– Mengenai usia muda dgn gejala trombositopenia, eksim dan
infeksi rekuren
iv. Ataksia telangiektasi– Penyakit autosomal resesif mengenai syaraf, endokrin dan
sistem vaskuler– Ciri klinisnya berupa gerakan otot yg tidak terkoordinasi dan
dilatasi pembuluh darah kecil terlihat di sklera mata, limfopenia, penurunan IgA, IgE dan kadang-kadang IgG
v. Defisiensi adenosin deaminase– Meningkatnya kadar bahan toksik berupa ATP dan deoxy-ATP
dalam sel limfoid
2. Defisiensi imun spesifik fisiologik
a. kehamilan– Terjadi peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif
faktor humoral yg dibentuk trofoblast– Defisiensi imun selular dapat diturunkan pada
kehamilan
b. usiai. Usia tahun pertama– Sistem imun balita masih belum matang– Pada non radang, sel T semua, sel naif dan tidak
memberi respons yg adekuat thd antigen– Antibodi janin disintesis pada awal minggu ke 20
tetapi kadar IgG dewasa baru dicapai pd usia 5 thn
ii. Usia lanjut– Atrofi timus dgn fungsi yg menurun. Jumlah
sel T naif dan kualitas respon sel T menurun– Imunitas humoral menurun perubahan
kualitas respons antibodi mengenai : spesifisitas antibodi di autoantigen asing, isotype antibodi dari IgG dan IgM, dan afinitas antibodi dari tinggi menjadi rendah
3. Defisiensi imun didapat atau sekundera. malnutrisi – Malnutrisi protein / kalori atrofi timus dan jaringan
limfoid sekunder, depresi respons sel T thd antigen dan sel alogenik, pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons thd uji kulit hipersentivitas tipe lambat
b. infeksi– Infeksi virus, bakteri dapat menekan sistem imun– Malaria dan rubela kongenital defisiensi antibodi– Kehilangan imunitas seluler terjadi pd penyakit
campak, mononukleosis, hepatitis virus, sifilis, bruselosis, lepra, tuberkulosis milier dan parasit
c. obat, trauma, tindakan kateterisasid. penyinaran– Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfosit– Dosis rendah menekan aktivitas sel Ts
e. penyakit berat– Menyerang jaringan limfoid : penyakit Hodgkin,
mieloma multiple, leukemia, limfosarkoma– Uremia menekan sistem imun– GGK dan diabetes defek fagosit sekunder
f. kehilangan imunoglobulin– Pada nefrotik sindrom, diare, luka bakar
g. stressh. agamma globulinemia dengan timoma