PENYAKIT GINJAL KRONIK
OlehNyoman Martha Chrismayana
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA LAB/UPF PENYAKIT DALAM
FK UNUD/RS SANGLAHDENPASAR
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis,merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka
kejadiannya masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan
maupun gejala klinis kecuali sudah terjun ke stadium terminal (gagal ginjal terminal).
Pasien penyakit ginjal kronis dievaluasi selain untuk menetapkan diagnosa jenis
penyakit ginjal, juga untuk mengetahui adanya penyakit penyerta, derajat penyakit
dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi yang terkait dengan derajat fungsi ginjal.
Kasus ini ada kecenderungan meningkat dari waktu kewaktu. Di Indonesia,
penderita Chronic Kidney Disease setiap tahun bertambah dua puluh orang per satu juta
penduduk.
Seperti penyakit menahun lainnya, penyakit ginjal kronik juga disertai penyakit
lain sebagai penyulit atau komplikasi yang lebih berbahaya. Kompilkasi yang seringkali
ditemukan pada penderita penyakit ginjal kronis adalah anemia, osteodistrofi ginjal,
gagal jantung, hipertensi, penyakit tulang, impotensi, gangguan menstruasi,dan
kematian. Komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi akibat hiperkalemia, asidosis,
kelebihan cairan, perikarditis dan ensefalopati. Untuk itu, pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis memerlukan perawatan intensif dan pendekatan kolaboratif.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih,
berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada
pemeriksaan urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) ataupun tidak,
ini berdasarkan pedoman Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative (K/DOQI).
Selain itu definisi ini juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau LFG, seperti yang
terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik
Kriteria
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi:
- kelainan patologis
- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik ditentukan atas dua hal yaitu atas dasar derajat
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat
atas dasar LFG, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih
rendah, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2) =(140 – umur) x berat badan
*)72 x kreatinin plasma (mg/dL)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Nilai maksimal GFR dicapai pada decade ke-3 kehidupan manusia, yaitu sekitar 20
mL/min per 1.73 m2 dan akan mengalami penurunan ± 1 mL/min per tahun per 1.73 m2;
3
sehingga pada usia 70 tahun didapatkan GFR rata-rata 70 mL/min per 1.73 m2, angka
ini lebih rendah pada wanita.3
Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/CKD) meliputi suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam yang berhubungan kelainan fungsi ginjal
dan penurunan progresif GFR. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi berdasarkan National
Foundation [Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative (KDOQI)], dimana stadium
dari penyakit ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan estimasi nilai GFR.
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (CKD)
Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus
(mL/menit/1,73m2)
Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko
Stadium 1 Normal/meningkat > 90, terdapat kerusakan
ginjal, proteinuria menetap,
kelainan sedimen urin,
kelainan kimia darah dan
urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi.
Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89
Stadium 3 Penurunan sedang 30 – 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal < 15
Istilah chronic renal failure menunjukkan proses berlanjut reduksi jumlah nephron yang
signifikan, biasanya digunakan pada CKD stadium 3 hingga 5. Istilah end-stage renal
disease menunjukkan stadium CKD dimana telah terjadi akumulasi zat toksin, air, dan
elektrolit yang secara normal diekskresi oleh ginjal sehingga terjadi sindrom uremikum.
Sindrom uremikum selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sehingga diperlukan
pembersihan kelebihan zat-zat tersebut melalui terapi penggantian ginjal, dapat berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.
4
2. Etiologi
Berikut tabel 3 merupakan etiologi yang dapat menyebabkan CKD.
Tabel 3. Etiologi CKD
Penyakit vascular Stenosis arteri renalis, vaskulitis,
atheroemboli, nephrosclerosis
hipertensi, thrombosis vena renalis
Penyakit
glomerulus primer
Nephropati membranosa, nephropati
IgA, fokal dan segmental
glomerulosclerosis (FSGS), minimal
change disease, membranoproliferative
glomerulonephritis, rapidly progressive
(crescentic) glomerulonephritis
Penyakit
glomerulus
sekunder
Diabetes mellitus, systemic lupus
erythematosus, rheumatoid arthritis,
scleroderma, Goodpasture syndrome,
Wegener granulomatosis,
postinfectious glomerulonephritis,
endocarditis, hepatitis B and C,
syphilis, human immunodeficiency
virus (HIV), parasitic infection,
pemakaian heroin, gold, penicillamine,
amyloidosis, neoplasia, thrombotic
thrombocytopenic purpura (TTP),
hemolytic-uremic syndrome (HUS),
Henoch-Schönlein purpura, Alport
syndrome, reflux nephropathy
Penyakit tubulo-
interstitial
Obat-obatan ( sulfa, allopurinol),
infeksi (virus, bacteri, parasit), Sjögren
syndrome, hypokalemia kronik,
hypercalcemia kronik, sarcoidosis,
5
multiple myeloma cast nephropathy,
heavy metals, radiation nephritis,
polycystic kidneys, cystinosis
Obstruksi saluran
kemih
Urolithiasis, benign prostatic
hypertrophy, tumors, retroperitoneal
fibrosis, urethral stricture, neurogenic
bladder
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi
jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor β (TGF β). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan
menurunnya LFG mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang
6
menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak
mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada
neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada
penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan
tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak
nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya
natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko
kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor keseimbangan
cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi
eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat
timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak
toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon (PTH) dari kelenjar paratiroid. Pada
pasien penyakit ginjal kronik stadium lanjut kemampuan PTH untuk mobilisasi garam
kalsium dari tulang akan terganggu. Produksi PTH yang berlebihan menyebabkan
gangguan metabolisme vitamin D dan kehilangan yang berlebihan melalui tinja dan
semuanya ini merupakan faktor pencetus terjadinya osteodistrofi renal. Laju penurunan
fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.
4. Gambaran klinis
Gambaran klinik penyakitl ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
7
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per
menit.
b. Kelainan saluran cerna
Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan
dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan
saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antiibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada
pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati
mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi,
dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien CKD.
8
Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa
hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem
vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium
terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
- Gambaran Klinis;
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus Sistemik
(LES), dan lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai
koma.
c. Gejala komplikasinya, seperti anemia, asidosis metabolik, dan sebagainya.
- Gambaran laboratoris;
Pemeriksaan ± pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan adanya
suatu gagal ginjal kronik adalah:
1. Laju endap darah yang meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia.
2. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah. Leukosit
dan trombosit masih dalam batas normal.
3. Ureum dan kreatin meninggi. Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatin
adalah kurang lebih 20:1. Nilai ini adapat meningkat pada penderita yang
mengalami perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat
dengan hiperkatabolisme, dan pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini juga dapat menurun pada diet rendah protein dan tes klirens
kreatin yang menurun.
9
4. Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan.
5. Hiperkalemia, terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit).
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia, terjadi akibat berkurangnya sintesis 1,24
(OH)2 vitamin D.
7. Hipertrigliserida akibat gangguan metabolism lemak yang disebabkan
peninggian hormon insulin.
8. Asidosis metabolik.
- Gambaran radiologis;
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. USG bisa memperlihatkanukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada penderita dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara invasif sulit
ditegakkan. Istilah kronik memerlukan data yang lengkap tentang riwayat penyakit
penderita. Data yang tersedia yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang
bertingkat-tingkat tidaklah sulit untuk mendiagnosanya, namun kita sering berhadapan
dengan penderita yang riwayat penyakitnya tidak jelas dengan nilai GFR yang sudah
kurang dari 25 ml/menit/1,73 m2 atau kadar kreatinin darah lebih dari 5 mg %. Dalam
hal ini diperlukan anamnesis yang lebih terarah dan biopsi ginjal sebagai diagnosis
pasti. Pada sebagian besar pasien diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik
lab lengkap dan faktor kausal yang diperoleh dari evaluasi klinik.
6. PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit
1) Peranan diet
Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG< 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai
tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Pada penderita
penyakit ginjal kronik konsumsi protein yang direkomendasikan adalah 0,6-0,8
10
gr/kgBB/hari (50% protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi) dengan
kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Sebab kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh
tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang terutama diekskresikan
melalui ginjal. Oleh karena itu, diit tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik
akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anoganik lain dan
mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Selain itu,
asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan
perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan
pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber
yang sama. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Jika
terjadi malnutrisi, jumlah asupan protein dan kalori dapat ditingkatkan. Pada pasien
post HD, untuk mempertahankan keadaan klinik stabil, protein yang dianjurkan
adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena pada pasien HD kronik sering mengalami
malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HD kronik disebabkan oleh intake protein yang
tidak adekuat, proses inflamasi kronik dalam proses dialisis, dialysis reuse, adanya
penyakit komorbid, gangguan gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialysis yang
tidak adekuat, overhidrasi interdialytic. Pada pasien CAPD protein yang dianjurkan
1.5 gr/kgBB/hari.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Pembatasan cairan dan elektrolit
Bertujuan mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang
masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar dengan asumsi
bahwa air keluar melalui insensible water loss antara 500-800 ml/hari, maka air
yang dianjurkan masuk 500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus
diawasi adalah Na dan K sebab hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung
yang fatal dan hipernatremia dapat mengakibatkan hipertensi dan edema. Oleh
karena itu pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang
11
tinggi kalium seperti sayur dan buah harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan
3.5-5.5 mEq/lt
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapa tdiberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan
intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien penyakit ginjal kronik adalah
penurunan produksi eritropoetin oleh ginjal. Disamping itu faktor non renal yang
juga ikut berkontribusi antara lain infeksi, inflamasi, masa hidup sel darah merah
yang pendek pada penyakit ginjal kronik dan faktor yang berpotensi menurunkan
fungsi sumsum tulang seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat dan toksisitas
aluminium.Selain itu adanya perdarahan saluran cerna tersembunyi dan malnutrisi
dapat menambah beratnya keadaan anemia. Pemberian eritropoetin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan dan status besi harus diperhatikan karena EPO
memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Tujuan pemberian EPO adalah untuk
mengoreksi anemia renal sampai target Hb = 10g/dL. Pemberian transfusi darah
pada pasien penyakit ginjal kronik harus hati-hati dan hanya diberikan pada
keadaan khusus yaitu:
- Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
- Hb < 7g/dL dan tidak memungkinkan menggunakan EPO
- Hb < 8g/dL dengan gangguan hemodinamik
- Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram dengan EPO ataupun yang
telah mendapat EPO namun respon tidak adekuat, sementara preparat besi iv/im
belum tersedia.
Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah 7-9g/dL.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)
12
dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari
mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis
adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan kerusakan
nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Di
samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria.
Proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya perburukan fungsi ginjal. Beberapa
obat antihipertensi terutama penghambat enzim konverting angiotensin (ACE
inhibitor) melalui berbagai studi dapat memperlambat proses perburukan fungsi
ginjal lewat mekanismenya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD yang
13
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru
dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan
panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang maha.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-
anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup,
dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-
medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
14
BAB 3
RESPONSI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : NNB
Umur : 84 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tidak Sekolah
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : -
Alamat : Br. Dangin Jalan, Guwang, Gianyar
Tanggal MRS : 6 April 2005
Tanggal Pemeriksaan : 7 April 2005
KELUHAN UTAMA
Sesak nafas
ANAMNESA KHUSUS
Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 3 hari SMRS, memberat 1 hr SMRS.
Sesak napas ini baru pertama kali dirasakan pasien. Awalnya sesak terjadi mendadak
saat penderita bangun tidur pagi hari. Sesak dirasakan seperti ada yang menyumbat
sehingga pasien mengalami kesulitan saat menarik nafas. Saat itu pasien masih bisa
menahan rasa sesak ini. Sesak makin memberat keesokan harinya (1 hari SMRS). Sesak
dirasakan berat sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Sesak
yang dialami pasien tidak terpengaruh oleh perubahan posisi, baik itu dalam keadaan
duduk, terlentang maupun setengah tidur. Saat sesak makin berat pasien bernafas
dengan cepat dan dalam. Keluhan sesak nafas ini tidak disertai dengan batuk, panas
badan maupun nyeri dada.
Bengkak dikeluhkan pada kedua kaki dan kelopak mata 2 hari SMRS. Bengkak
disadari saat sore hari. Bengkak tidak merah dan tidak nyeri. Bengkak pada kedua kaki
ini membuat kaki pasien terasa berat saat berjalan dan mengganggu aktivitas pasien.
Bengkak tidak berkurang dengan istirahat.
15
Keluhan ini juga diawali dengan rasa lemas diseluruh badannya mudah lelah
walaupun beraktivitas ringan (berjalan) sejak 1 minggu yang lalu yang semakin
memburuk.
BAK dikatakan frekuensinya 5-6x/hari @ 200cc, warna kuning muda.
Seminggu SMRS dikatakan BAK pernah disertai warna kemerahan. BAK tidak pernah
disertai batu. Nyeri pinggang, perut bagian bawah dan nyeri saat kencing pun disangkal.
BAB normal.
Cegukan, lemas, gatal seluruh tubuh, dan nyeri tulang maupun otot disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
Pasien diketahui menderita sakit ginjal dan batu saluran kencing sejak 3 bulan
yang lalu. Riwayat penyakit hipertensi diketahui 3 bulan yang lalu, berasamaan dengan
sakit ginjal dan batu saluran kencing pada pasien. Saat itu pasien berobat ke RSU
Sanjiwani. Setelah obat yang diberikan di RS habis pasien tidak kontrol dan minum
obat lagi. Riwayat penyakit jantung , asma dan kencing manis disangkal. Pasien juga
pernah jatuh dari tempat tidur 2 bulan yang lalu dan sampai saat ini tangan kirinya tidak
bisa digerakan.
RIWAYAT PENGOBATAN
Riwayat pengobatan
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan
penderita.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Riwayat sosial riwayat merokok dan minum alcohol disangkal pasien. Pasien sehari-hari
sebelum sakit bekerja sebagai pedagang bubur, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien
hanya bekerja memasak dan membuat canang.
16
ANAMNESA UMUM ( 7 februari 2011)
KELUHAN UMUM
Perasaan nyeri : tidak ada
Rasa lelah : ada
Faal umum : menurun
Nafsu kerja : menurun
Berat badan : menurun
Panas badan : tidak ada
Bengkak : ada pada kedua kaki dan kelopak mata
Ikterus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Rasa haus : ada
Tidur : dengan 1 bantal
KELUHAN DI KEPALA
Penglihatan di waktu siang : biasa
Penglihatan di waktu malam : biasa
Berkunang-kunang : ada
Sakit pada mata : tidak ada
Pendengaran : menurun
Keseimbangan : tidak bisa dievaluasi
Kotoran telinga : tidak ada
Hidung darah : tidak ada
ingus : tidak ada
nyeri : tidak ada
Lidah : normal
Gigi : normal
Gangguan bicara : tidak ada
Gangguan menelan : tidak ada
17
KELUHAN ALAT DI LEHER
Kaku kuduk : tidak ada
Sesak di leher : tidak ada
Pembesaran/nyeri kel. Limpe : tidak ada
Pembesaran/nyeri kel. Tiroid : tidak ada
Pembengkakan kel. Leher : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
KELUHAN ALAT DADA
Sesak nafas : ada
Sesak nafas malam hari : tidak ada
Sesak nafas kumat-kumatan : tidak ada
Ortopneu : tidak ada
Nyeri waktu nafas : tidak ada
Nafas berbunyi : tidak ada
Nyeri daerah jantung : tidak ada
Berdebar-debar : tidak ada
Nyeri Retrosternal : tidak ada
Batuk : tidak ada
Riak : tidak ada
Hemoptoe : tidak ada
KELUHAN DI PERUT
Membesar : tidak ada
Mengecil : tidak ada
Pembengkakan : tidak ada
Nyeri spontan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Nyeri bila
Makan : tidak ada
Berak : tidak ada
Lapar : tidak ada
18
Mual : tidak ada
Muntah : tidak ada
Obstipasi : tidak ada
Melena : tidak ada
Feses : berair : ada
warna : kuning agak kehitaman
Diare : darah : tidak ada
lendir : tidak ada
Air kencing
Warna : kuning
Frekuensi : 5-6 x sehari
Jumlah : ± 200 cc setiap kali kencing
Nokturia : ada
Inkontinensia alvi : tidak ada
Inkontinensia urine : tidak ada
KELUHAN TANGAN DAN KAKI
Gerakan kaki terganggu : tidak ada
Nyeri spontan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Nyeri dalam : tidak ada
Kesemutan : tidak ada
Gerakan tangan terganggu : ada
Gangguan sendi : tidak ada
Luka-luka : tidak ada
Gangren : tidak ada
Rasa mati : tidak ada
Lebih kurus : ada
Oedema : ada pada kedua kaki
Nekrosis : tidak ada
Kelainan kuku : tidak ada
19
Kelainan kulit : tidak ada
KELUHAN LAIN
Alat lokomotorik : tidak ada
Tulang : tidak ada
Otot : tidak ada
Kel. Limfe : tidak ada
Kel. Hipertiroid : tidak ada
Kel. Hipotiroid : tidak ada
Kel. Endokrin : ada
Lain-lain : tidak ada
ANAMNESIS TAMBAHAN
Makanan : Kualitas : kurang
Kuantitas : kurang
Intoksikasi : tidak ada
Merokok : tidak ada
Alkohol : tidak ada
Candu : tidak ada
Obat-obatan : tidak ada
Keluarga
Penyakit menular : tidak ada
Penyakit keturunan : tidak ada
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
: tidak ada
Penyakit venerik : tidak ada
PEMERIKSAAN UMUM ( 7 Februari 2011 )
A. KESAN UMUM
Kesan sakitnya : sedang Kesadaran : E4V5M6
Tinggi badan : 150 cm Keadaan gizi : kurang
Suhu badan : 36,5oC Anemia : ada
20
Berat badan : 44 kg Ikterus : tidak ada
Tidur dengan : 1 bantal Sianosis : tidak ada
Tidur miring kiri : bisa Oedema : tidak ada
Tidur miring kanan : bisa Keadaan kulit : normal
Otot : normal Afoni : tidak ada
Tenang : ada Afasia : tidak ada
Tidak tenang : tidak ada Anatria : tidak ada
Kejang : tidak ada Tremor : tidak ada
B. KEADAAN PEREDARAN DARAH
Tekanan : 110/60 mmHg Kelainan nadi :
Nadi : 84 x/menit P. Different : tidak ada
Isi : cukup P. Paradok : tidak ada
Gelombang : teratur P. Magnus : tidak ada
Irama nadi : teratur P. Parvus : tidak ada
Kelainan pada arteri P. Alternan : tidak ada
di lengan : tidak ada
Kelainan nadi arteri
femoralis : tidak ada
Kelainan arteri
abdominalis : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
C. KEADAAN KULIT
Penyakit kulit : tidak ada Petekie : tidak ada
Luka-luka : tidak ada Hematom : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada Oedem : ada
Anemia : tidak ada Dehidrasi : tidak ada
Ikterus : tidak ada Elastisitas kulit : normal
Dermografi : tidak ada Turgor : normal
21
D. PERNAFASAN
Tipe : torako abdominal Kelainan pernafasan
Frekwensi : 28 x/menit Oligpnoe : tidak ada
Teratur : ada Polipnoe : tidak ada
Tidak teratur : tidak ada Ortopnoe : tidak ada
Ekspirasi : normal Dispnoe : tidak ada
Inspirasi : normal Nafas cuping
hidup : tidak ada
Stridor : tidak ada Pernafasan
berbunyi : tidak ada
PEMERIKSAAN KHUSUS
A. KEPALA
Tenggorokan Mata
Bentuk : normal Letak : normal
Nyeri tekan : tidak ada Pergerakan : N/N
Lain-lain : tidak ada Anemia : +/+
Muka
Kel. Kulit : tidak ada sianosis : -/-
Otot : tidak ada ikterus : -/-
Tumor : tidak ada reflek
cahaya : +/+
Oedem : ada pupil : isokor
Kakheksia : tidak ada Kornea : N/N
Kel. Parotis : normal Konvergensi : +/+
Hidung
Ingus : tidak ada Konjunctiva : N/N
Meatus : normal Kel. Lakrimalis : N/N
Saddle nose : tidak ada Tek. Intraokuler :N/N
Lidah Telinga
Besar : tidak ada Cairan : -/-
22
Bentuk : normal Pendengaran : N/N
Papil : normal Drumhead : -/-
Frenulum : normal Procesus
Mastoideus : N/N
Pergerakan : normal Faring
Permukaan : normal Mucosa : normal
Bibir : kering,
pecah-pecah
Tonsil : T1/T1
Gigi & gusi : normal Dinding : normal
Uvula : normal
B. LEHER
Inspeksi
Laring :
Lokalisasi : normal Pem.kel.Limpe : tidak ada
Besarnya : normal Bendungan vena : tidak ada
Gerakan saat
Menelan : normal Denyutan : normal
Palpasi
JVP : PR + 0 cmH2O
Kaku kuduk : tidak ada Tulang : normal
Tumor : tidak ada Laring : normal
Kelenjar : normal Kel. Tiroid : normal
C. KETIAK
Kulit ketiak : normal
Tumor : tidak ada
Kelenjar : tidak membesar
Pembuluh darah : normal
23
D. THORAK DEPAN
Inspeksi
Fossa supraclavicula kanan : normal Clavicula : N/N
kiri : normal Sternum : normal
Lengkung sudut epigastrium : < 90o Sela iga : N/N
Vousure cardiac : tidak ada Otot thorak : N/N
Simetri thorak : simetris Kulit : N/N
Pergerakan waktu bernafas : N/N Spider nevi : tidak ada
Pembuluh darah kulit : N/N Mamma : N/N
Denyutan ictus cordis : tidak tampak ictus cordis
Palpasi
Pergerakan nafas : simetris Iktus cordis : teraba
Vokal fremitus : N/N Lokalisasi : MCL kiri ICS IV
Kulit : normal Otot : normal
Luasnya : normal Tulang : normal
Irama : teratur Mamma : N/N
Getaran/thriil : tidak ada
Perkusi
Paru : Jantung :
Batas bawah kanan : ICS VI Batas kanan : 1 cm PSL D
Batas bawah kiri : ICS VII Batas kiri : MCL ICS IV
Pergerakan : N/N Batas atas : ICS II
Perbandingan perkusi : Sonor/Sonor Pinggang : ada
Auskultasi
Paru Jantung
Suara nafas : vesikuler +/+ Bunyi jantung : S1 S2 Tgl reg
Murmur : tidak ada
Suara nafas tambahan : Rhonki +/+
Bronkofoni : -/- Puntum maksimum : -
24
Kual/kuantitas : -
Wispered pectoriloque: -/- Derajat : -
Penyebaran : -
E. THORAK BELAKANG
Inspeksi Palpasi
Bentuk : Simetris Nyeri tekan : -/-
Pergerakan : simetris Vokal Fremitus : N/N
Tulang : N/N Tulang : N/N
Otot : N/N Otot : N/N
Kulit : N/N Kulit : N/N
Perkusi Auskultasi
Batas bawah kanan : Th IX Suara pernafasan : ves/ves
Peranjakan : 1 jari Suara tambahan : tidak ada
Batas bawah kiri : Th IX Bronkoponi : tidak ada
Peranjakan : 1 jari Wispered
Pectoriloque : tidak ada
F. ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : normal Epigastrium :
Denyutan : tidak ada
Sudut : < 90o
Kulit : Normal
Otot : Normal Pergerakan waktu
Nafas : normal
Pusar : normal Pembuluh darah : normal
Auskultasi
Suara usus : normal
25
Suara aliran dalam pembuluh darah : (-)
Palpasi
Dinding perut : normal Hati teraba : tidak teraba
Denyutan epigastrium : tidak ada - konsistensi : -
Nyeri : tidak ada - permukaan : -
Kandung empedu : tidak teraba - tepi : -
Ginjal : ballotement +/- nyeri tekan : -
Lien : tidak teraba - Acites : tidak ada
Perkusi
Shifting dullness : tidak ada
Undulasi : tidak ada
G. REGIO INGUINAL DAN GENETALIA
Lipatan paha : tidak diperiksa
Genetalia : tidak diperiksa
Sakrum : tidak diperiksa
Rektum : tidak diperiksa
H. KAKI DAN TANGAN
Kulit : normal Sendi-sendi : normal
Otot : normal Pembuluh darah arteri : normal
Tulang : fraktur tertutup pada os humerus 1/3 proksimal, Jari
dan telapak tangan : normal
Nyeri tekan : tidak ada Liver Palmaris : tidak ada
Nyeri spontan : tidak ada Jari tabuh : tidak ada
Oedem : ada Kuku sendok : tidak ada
Tenaga : normal Kuku kaca arloji : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
26
I. URAT SARAF
Reflek lutut : +/+
Achiles : +/+
Dinding Abdomen : +/+
Bisep : +/+
Reflek Patologis : -/-
Perasaan di tangan : N/N
Perasaan di kaki : N/N
Tes romberg : tidak dilakukan
Cara berjalan : tidak dilakukan
Ataksia : tidak bisa dievaluasi
Tes sensibilitas : normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Rontgen Thorax AP
Po : apex bersih, infiltrate tidak ada, peningkatan corakan
bronkovaskular
Cor : CTR 54 %, pinggang jantung (+)
Sinus pleura : sudut costofrenikus tajam
Diafragma : kanan dan kiri normal
Tulang : fraktur humerus sinister proximal.
Kesan: uremic lung
B. Rontgen BOF
27
Gambaran radioopaque pada ureter kanan
Interpretasi : suspect batu ureter kanan
C. USG (9 oktober 2010)
• Hydronephrosis Grade III Dexter ec. Post Renal
• Bilateral Nephritis
• Efusi pleura
28
D. AGD
Parameter Result Remarks Reference range
pH 7,03 Low 7,35 – 7,45
pCO2 18,0 Low 35,0 – 45,0
pO2 165,0 High 80.0 – 100,0
Hct 19,0 Low 37,0 – 49,0
HCO3- 4,8 Low 22,0 – 26,0
TCO2 5,4 Low 24,0 – 30,0
BE(B) -23,8 Low -2 – 2
SO2c 99,0 95,0 – 100,0
THBc 5,9 Low 13,0 – 18,0
Natrium 135,0 135,0 – 145,0
Kalium 4,4 3,4 – 4,8
Parameter Result Unit Remarks Reference range
SGOT 18,89 U/L Normal 11,00 – 33,00
SGPT 9,66 U/L Low 11,00 – 50,00
Total Protein 6,968 g/dL Normal 6,40 – 8,30
Albumin 2,927 g/dL Low 3,40 – 4,80
BUN 106,5 mg/dL High 10,00 – 23,00
Creatinine 8,843 mg/dL High 0,50 – 1,20
E. DARAH LENGKAP
29
Parameter Result Unit Reference range Interpretation
WBC 9,51 103/μL 4,1 – 10,9 Normal
- Ne 7,59 103/μL 2,5 – 7,5 Normal
- Ly 0,88 103/μL 1,0 – 4,0 Normal
- Mo 0,898 103/μL 0,1 – 1,2 Normal
- Eo 0,110 103/μL 0,0 – 0,5 Normal
- Ba 0,040 103/μL 0,0 – 0,1 Normal
RBC 2,13 106/μL 4,00 – 5,20 Low
HGB 6,48 g/dL 12,00 – 16,00 Low
HCT 19,3 % 36,0 – 46,0 Low
MCV 90,8 fL 80,0 – 100,0 Normal
MCH 30,4 pg 26,0 – 34,0 Normal
MCHC 33,5 g/dL 31,0 – 36,0 Normal
RDW 15,6 % 11,0 – 14,8 Normal
PLT 149 103/μL 150 – 440 Low
MPV 8,95 fL 0,0 – 100,0 Normal
Pemeriksaan 11/02/11
pH 5
Protein 75(++)
Eritrosit 250(+++++)
30
Sedimen :
- Leukosit
- Eritrosit
- Granule cast
- Leuko cast
- Kristal amorf
- Bakteri
8-9
banyak
(+)
(+)
(+)
(+)
RESUME
Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 3 hari SMRS, memberat 1 hr SMRS.
Sesak napas ini baru pertama kali dirasakan pasien. Awalnya sesak terjadi mendadak
saat penderita bangun tidur pagi hari. Sesak dirasakan seperti ada yang menyumbat
sehingga pasien mengalami kesulitan saat menarik nafas. Saat itu pasien masih bisa
menahan rasa sesak ini. Sesak makin memberat keesokan harinya (1 hari SMRS). Sesak
dirasakan berat sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Sesak
yang dialami pasien tidak terpengaruh oleh perubahan posisi, baik itu dalam keadaan
duduk, terlentang maupun setengah tidur. Saat sesak makin berat pasien bernafas
dengan cepat dan dalam. Keluhan sesak nafas ini tidak disertai dengan batuk, panas
badan maupun nyeri dada.
Bengkak dikeluhkan pada kedua kaki dan kelopak mata 2 hari SMRS. Bengkak
disadari saat sore hari. Bengkak tidak merah dan tidak nyeri. Bengkak pada kedua kaki
ini membuat kaki pasien terasa berat saat berjalan dan mengganggu aktivitas pasien.
Bengkak tidak berkurang dengan istirahat.
Keluhan ini juga diawali dengan rasa lemas diseluruh badannya mudah lelah
walaupun beraktivitas ringan (berjalan) sejak 1 minggu yang lalu yang semakin
memburuk.
BAK dikatakan frekuensinya 5-6x/hari @ 200cc, warna kuning muda.
Seminggu SMRS dikatakan BAK pernah disertai warna kemerahan.
.
Riwayat Penyakit sebelumnya : Pasien diketahui menderita sakit ginjal dan batu saluran
kencing sejak 3 bulan yang lalu. Saat itu pasien mengeluh nyeri dan kencing berdarah.
Riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma dan kencing manis disangkal.
31
Pasien juga pernah jatuh dari tempat tidur 2 bulan yang lalu dan sampai saat ini tangan
kirinya tidak bisa digerakan.
Riwayat pengobatan : Riwayat pengobatan
Riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang
sama dengan penderita.
Riwayat sosial : alkohol disangkal pasien. Pasien sehari-hari sebelum sakit bekerja
sebagai pedagang bubur, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien hanya bekerja memasak
dan membuat canang.
PEMERIKSAAN FISIK (7-2-201)
Status Present
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Respirasi : 28 kali / menit
Suhu axila : 360 Celcius
BB : 45 kg
TB : 150 cm
Mata : an +/+, ict -/-, edema palpebra +/+
THT : kesan tenang
Thorax :
Cor : S1 S2 Tunggal, regular, Murmur (-)
Po : ves+/+, Rh+/+, Wh-/-
Adbomen : BU (+) N, Distensi (-), Acites (-)
Hepar dan Lien tak teraba
Ballotement +/-
Extremitas : akral hangat + +
+ +
Edema - -
+ +
Pemeriksaan laboratorium, Rontgen Thorax dan BOF dapat dilihat pada tabel
32
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG Abdomen
DIAGNOSIS
• CKD stage V c.b. Susp. PNC d.d. NO
- Uremic lung
- Hydronephrosis grade III kanan
- Batu Ureter kanan
- Metabolic acidosis
- Anemia sedang N-N
• Hipoalbumin (2,9) c.b. chronic inflamation
PENATALAKSANAAN
- MRS
- IVFD NaCl 0,9 % 8 tetes permenit
- Diet 35 kcal + 0,8 gr protein/kgBW
- O2 8 lpm
- CaCO3 3 x I
- Folic acid 2 x II
- Tranfusi PRC 2 kolf
- Hemodialysis
- Natrium bicarbonat bolus 50 ml à drip 75 mg pada D5% 500
33
BAB 5
PEMBAHASAN
Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai (1) kerusakan ginjal yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR): dengan manifestasi
kelainan patologis; atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis. (2) Jika tidak ada tanda
kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama lebih dari 3 bulan
Diagnosis CKD stage V pada Ny. Nyoman Bocok dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium dan Radiologik. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan gejala-gejala
umum pada pasien CKD pada umumnya, dimana pasien sering mengeluh lemah pada
seluruh badan, mudah lelah walaupun beraktivitas ringan (berjalan).
CKD diklasifikasikan berdasarkan oleh laju filtrasi glomerolus, yaitu stadium yang
lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerolus yang lebih rendah,
berdasarkan ada atau tidaknya penyakit ginjal.
Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium Deskripsi LFG (ml.min/1,73 m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60-89
3 Penurunan LFG sedang 30-59
4 Penurunan LFG berat 15-29
5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis
LFG dihitung menggunakan rumus Cockroft Gault yaitu:
LFG (ml/menit/1,73 m) = ( 140 - umur ) x BB x 0,85 (jika wanita)
72 x kreatinin plasma
Pasien ini didiagnosis dengan PGK stadium V ec. susp. PNC dd NO.
Berdasarkan rumus Cockroft Gault, LFG pasien saat ini adalah 4,42. Hal ini berarti
sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yaitu PGK stadium V atau gagal ginjal.
34
Pasien ini juga didiagnosa anemia ringan normokromik normositer ec.
CKD. Secara laboratorik anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin,
eritrosit dan hematokrit di bawah normal. Sesuai dengan umur pasien maka kadar
RBC 2,13 juta/mm, HGB 6,48 gr/dL, HCT 19,3 % berada dibawah normal.
Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia ringan, sesuai dengan klasifikasi
derajat anemia ringan yaitu HGB 8-9,9 g/dl. Klasifikasi anemia pada pasien ini
didasarkan atas morfologik dan etiopatogenesis yaitu anemia normokromik normositer
ec. CKd karena nilai MCV 86,8 fl (80-94), MCH 29,9 pg (27-32) masih dalam
batas normal serta penyebab anemia pada pasien ini oleh karena CKD. Penyebab
utama terjadinya anemia pada CKD adalah penurunan produksi eritropoietin oleh
ginjal. Akan tetapi banyak faktor non renal yang ikut berkontribusi antara lain
infeksi, inflamasi, masa hidup eritrosit yang memendek, dan faktor-faktor yang
berpotensi menurunkan fungsi sumsum tulang seperti defesiensi besi, asam folat,
toksisitas aluminium dan hiperparatiroidism.
Pada pasien ini juga terjadi metabolik acidosis. Hal ini terjadi seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan IVFD NS 8 tts/mnt, diet 35 kkal+1,2 gr
protein/kgBB/hr, asam folat 2x4 mg, CaCO3 3x500mg, captopril 2x25 mg tab dan HD
cito. Rekomendasi dari K-DOQI untuk mempertahankan keadaan klinik stabil pada
pasien gagal ginjal setelah dilakukan HD reguler adalah 1,2 gram protein/kgBB/hr, di
mana 50 % protein dianjurkan yang mempunyai nilai biologi tinggi. Energi yang
dibutuhkan adalah 35 Kkal/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menurunkan hasil
katabolisme protein dan asam amino berupa ureum, fosfat dan toksin uremik lainnya
yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik pada
pasien ini yaitu pengaturan diet protein. Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan
penyakit ginjal kronik. Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN dan
mungkin juga hasil metabolisme protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion hidrogen yang
berasal dari protein.
35
Selain itu pada pasien ini juga dilakukan diet rendah garam karena adanya
hipertensi dan edema.
Untuk mencegah osteodistrofi tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder, kadar
fosfat serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfat (terutama daging dan susu).
Apabila LFG < 30 ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium
karbonat atau kalsium asetat yang diberikan pada saat makan. Pada penderita ini juga
diberikan CaCO3 3x500 mg untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia, sehingga
hipokalsemia dan hiperparatiroidisme dapat dicegah.
Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan asam folat 2 x II. Pemberian asam
folat dimaksudkan untuk mengatasi keadaan hiperhomositein pada PGK. Peningkatan
kadar homosistein dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular.
Selain itu asam folat juga dimaksudkan untuk mengatasi anemia pada pasien PGK yang
disebabkan oleh defisiensi asam folat.
Pada pasien ini dilakukan HD cito karena terjadi bendungan paru yang ditandai
dengan sesak napas yang berat. Indikasi klinik untuk dilakukan hemodialisis adalah:
1. Indikasi cito
• Pericarditis/efusi pericardium
• Ensefalopati/neuropati azotemik
• Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik.
• Hiperkalemia (> 6,5)
2. Indikasi elektif
• Sindrom uremia
• Hipertensi sulit terkontrol
• Overload cairan
• Persiapan preoperasi
• liguria-anuria (3-5 hari)
• BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10mg% atau CCT < 5 ml/menit.
Prognosis pasien ini dubius ad malam baik tanda-tanda vital maupun fungsi
tubuh secara keseluruhan. Pasien sudah masuk dalam tahap penyakit ginjal kronik dan
sampai saat ini terapi definitif untuk penyakit ginjal kronik adalah terapi pengganti baik
itu transplantasi, hemodialisis, maupun peritonial dialisis. Pasien dengan penyakit ginjal
36
kronik juga memiliki berbagai macam komplikasi oleh karena hipertensi, anemia,
hiperfosfatemia, maupun uremic toksin yang juga bisa memperburuk prognosis pada
pasien ini.
Demikian pula halnya dengan pengaturan cairan dan natrium. Kekurangan air dan
kekurangan garam adalah kelainan yang sering terjadi pada CKD. Natrium perlu
dibatasi, karena natrium dipertahankan dalam tubuh pada faal ginjal yang menurun. Hal
ini penting bila ada hipertensi dan kemungkinan terjadinya udem.
Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi hipertensi
berat. Perasaan lemah pada pasien ini adalah manifestasi dari gangguan pada sistem
saraf dan otot. Pada pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah yang meninggi
merupakan manifestasi dari gangguan kardiovaskuler akibat penimbunan cairan dan
peninggian dari aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penatalaksaan konservatif yang tidak akan
menghentikan penyakit ginjal yang terus berlanjut namun hanya meringankan gejala
yang disebabkan oleh penumpukan zat toksik yang tak berhasil dikeluarkan oleh ginjal
yang menurun fungsinya. Tindakan ini hanya berperan untuk meringankan keluhan
neurologi, membatasi hipertensi dan memperbaiki metabolisme. Penatalaksanaan
konservatif juga bermanfaat untuk menjarangkan hemodialisis pada pasien ini.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra ketut. Penyakit ginjal kronik dalam buku ajar ilmu penyakit dalam hal.
570-573. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
indonesia. Jakarta. 2006.
2. Sja’bani mochamad. Batu saluran kemih dalam buku ajar ilmu penyakit dalam
hal. 563-568. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran
universitas indonesia. Jakarta. 2006.
3. Tomson C et all. Chronic kidney disesase in adults: UK guidelines for
identification, management and referral. 2004.
4. Anddrew D et all. Kidney stones and the risk for chronic kidney disease. 2009.
38