7/21/2019 Cetak Biru Bpr
1/37
CETAK BIRU
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DIREKTORAT PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
2 0 0 6
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
2/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat ii
SAMBUTAN
Perekonomian Indonesia yang saat ini bertumpu pada usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satudasar penetapan strategi Pemerintah dalam rangka pemulihan
ekonomi nasional yaitu pembangunan yang terfokus pada
pemberdayaan UMKM. Sejalan dengan strategi Pemerintah
tersebut, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai salah satu
bank yang selama ini telah memberikan pelayanan perbankan
terutama kepada usaha mikro dan kecil (UMK) sangat
diharapkan untuk dapat lebih meningkatkan peran dan
kontribusinya dalam pengembangan UMK.
Perkembangan industri BPR yang terus meningkat sejalan
dengan perkembangan dunia perbankan dan teknologiinformasi yang cukup pesat perlu didukung dengan kebijakan
dan arah pengembangan BPR yang jelas dan terarah. Untuk
itu penyusunan Cetak Biru (Blue Print) BPR menjadi suatu
hal yang sangat penting dan dirasakan mendesak.
Penyelesaian Cetak Biru BPR oleh Direktorat Pengawasan
Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) merupakan suatu hal yang
sangat ditunggu oleh para stakeholders. Cetak Biru ini
diharapkan dapat menjadi pedoman Bank Indonesia dalam
penyusunan kebijakan mengenai BPR untuk mewujudkan
industri BPR yang sehat, kuat dan mampu memenuhi kebutuhanpara nasabahnya khususnya UMK serta masyarakat di daerah
pedesaan selama masa lima tahun ke depan. Cetak Biru ini
diharapkan pula menjadi pedoman bagi para pelaku dunia
usaha khususnya industri BPR serta pihak-pihak terkait
lainnya agar terdapat keselarasan dalam pelaksanaan
pengembangan BPR.
Berbagai upaya telah dilakukan Bank Indonesia dalam rangka
pemberdayaan dan pengembangan BPR mencakup penyempurnaan
ketentuan dan sistem pengawasan, penguatan kelembagaan,
peningkatan kapasitas BPR, serta upaya pembentukan lembagainfrastruktur. Seluruh kebijakan tersebut selanjutnya
akan berlandaskan pada Cetak Biru BPR ini.
Cetak Biru BPR ini merupakan penjabaran dari Arsitektur
Perbankan Indonesia yang telah disusun dan menjadi pedoman
bagi Bank Indonesia dalam penentuan kebijakan terhadap
industri Perbankan. BPR sebagai salah satu jenis Bank
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
3/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat iii
sesuai dengan Undang-undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana
diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, maka
penetapan kebijakan dan strateginya tidak terlepas dari
kebijakan terhadap industri perbankan secara nasional.
Namun dengan karakteristiknya yang spesifik serta fokus
nasabah BPR yang berbeda dengan Bank Umum maka penetapan
arah serta strategi kebijakan terhadap BPR tentunya harus
disesuaikan. Dalam pelaksanaannya, Cetak Biru ini akan
terus dievaluasi seiring dengan perkembangan industri
perbankan nasional serta perkembangan ekonomi. Dengan
demikian masukan dari para pihak akan sangat berguna dalam
pelaksanaan evaluasi.
Demikian sambutan saya, kiranya Cetak Biru ini dapat
menjadi pedoman bagi Bank Indonesia maupun seluruh
stakeholders. Semoga Allah SWT selalu memberikan
bimbingan kepada kita semua dalam pelaksanaan tugas kita.
Jakarta, November 2006
Deputi Gubernur Bank Indonesia
Siti Chalimah Fadjrijah
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
4/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat iv
KATA PENGANTAR
Bank Perkreditan Rakyat selama ini disadari memiliki
kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan Usaha Mikro
dan Kecil (UMK) karena perannya sebagai penyedia jasaperbankan kepada UMK khususnya di daerah pedesaan dan
pinggiran kota. Selama lima tahun terakhir, industri BPR
selalu menunjukkan kinerja dengan grafik yang positif dan
peningkatan yang cukup signifikan. Namun dalam
kenyataannya masih banyak UMK dan masyarakat pedesaan yang
belum terlayani jasa perbankan sehingga tuntutan terhadap
peran BPR juga semakin besar. Bagaimana arah kebijakan
BPR ke depan serta BPR seperti apa yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat UMK dan pedesaan merupakan
pertanyaan yang sering dikemukakan oleh stakeholders.Berkaitan dengan hal tersebut, Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat menyusun Cetak Biru BPR yang memuat
visi, misi, dan strategi pengembangan yang dijabarkan
dalam program kerja untuk periode 5 (lima) tahun yaitu
tahun 2006 sampai dengan 2011. Visi dan misi yang
dirumuskan tersebut didasarkan pada tujuan pendirian BPR
sesuai Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998,
dengan memperhatikan perkembangan industri BPR,
infrastruktur industri BPR, identifikasi terhadapkeunggulan komparatif BPR, potensi yang ada serta
tantangan yang dihadapi. Dalam upaya mencapai visi dan
misi tersebut, ditetapkan strategi-strategi pengembangan
yang obyektif dan realistis dengan memperhatikan
perkembangan kebutuhan nasabah BPR khususnya UMK dan
masyarakat pedesaan terhadap pelayanan jasa keuangan
perbankan, serta karakteristik BPR di masa depan.
Cetak Biru memiliki peran penting sebagai pedoman bagi
Bank Indonesia dalam menyusun kebijakan pengembangan BPR
ke depan dan diharapkan juga menjadi acuan bagistakeholders dalam mendukung kebijakan tersebut. Untuk
itu, diharapkan dukungan dan partisipasi dari seluruh
stakeholdersguna mewujudkan visi BPR ke depan.
Penyusunan Cetak Biru ini didasarkan pada hasil kajian dan
telah melalui pembahasan dengan berbagai pihak, yaitu
Konsultan GTZ ProFI dan Lembaga Manajemen PPM, praktisi
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
5/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat v
BPR yang diwakili oleh pengurus asosiasi BPR (PERBARINDO
dan PERBAMIDA), pakar ekonomi dan perbankan, akademisi,
dan perwakilan dari instansi lainnya.
Atas segala kontribusi, masukan dan saran dari semua pihak
sehingga tersusunnya Cetak Biru BPR ini, kami mengucapkanterima kasih yang sebesar-besarnya.
Jakarta, November 2006
Direktorat Pengawasan
Bank Perkreditan Rakyat
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
6/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat vi
DAFTAR SINGKATAN
API Arsitektur Perbankan Indonesia
BKD Badan Kredit Desa
BKK Badan Kredit Kecamatan
BKPD Bank Karya Produksi Desa
BPR Bank Perkreditan Rakyat
DPK Dana Pihak Ketiga
KURK Kredit Usaha Rakyat Kecil
LDKP Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan
LKM Lembaga Keuangan Mikro
LPD Lembaga Perkreditan Desa
LPK Lembaga Perkreditan Kecamatan
LPN Lumbung Pitih Nagari
LSP Lembaga Sertifikasi Profesi
NPL Non Performing Loanatau rasio kredit non
lancar terhadap total kredit
LPS Lembaga Penjamin Simpanan
PAKTO 1988 Paket Ketentuan Oktober 1988
PERBAMIDA Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat MilikPemerintah Daerah se Indonesia
PERBARINDO Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia
ROA Return on Asetatau Rasio laba sebelum pajak
(disetahunkan) terhadap rata-rata total aset
ROE Return on Equityatau Rasio laba sebelum pajak
terhadap total modal sendiri
SDM Sumber Daya Manusia
UMK Usaha Mikro dan Kecil
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
7/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat vii
DAFTAR ISTILAH
Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang dapatdipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga
Simpanan Dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan dana dalam bentuk giro,
deposito, sertifikat deposito, tabungandan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu
Linkage Program Kerjasama Bank Umum dan BPR dalam rangka
pembiayaan kepada UMK
Lembaga Apex Lembaga pengayom yang memberikan bantuan
keuangan maupun bantuan teknis kepada BPR
Kredit kepada
Usaha Mikro
Kredit dengan plafond maksimum Rp50 juta
Kredit kepada
Usaha Kecil
Kredit dengan plafond lebih dari Rp50 juta
sampai dengan maksimum Rp500 juta
Mismatch Kekurangan likuiditas yang disebabkan
karena adanya perbedaan waktu jatuh tempo
antara kredit dan simpanan
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
8/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat viii
DAFTAR ISI
Sambutan ii
Kata Pengantar iv
Daftar Singkatan vi
Daftar Istilah vii
Daftar Isi viii
Bab I Pendahuluan 1
A. Sejarah Singkat Bank Perkreditan Rakyat
(BPR)
1
B. Posisi BPR dalam Sistem Keuangan di
Indonesia
2
C. Latar Belakang Penulisan Cetak Biru 4
D. Tujuan Penulisan Cetak Biru 5
Bab II Perkembangan Industri BPR 6
A. Perkembangan Jumlah dan Kinerja 6
B. Kondisi Industri BPR Saat Ini 9
C. Kondisi Infrastruktur Industri BPR 11
Bab III Peluang dan Tantangan 13
A. Peluang 13
B. Tantangan 15
Bab IV Visi, Misi, Karakteristik BPR, serta Arah
Kebijakan dan Strategi BPR
18
A. Visi 18
B. Misi 18
C. Karakteristik BPR Masa Depan 18
D.Arah Kebijakan, Strategi Penguatan dan
Peningkatan Peran BPR dalam rangkaPelayanan kepada UMK
20
Bab V Program Kerja 23
A. Strategi 1 : Memperkuat Kelembagaan 23
B. Strategi 2 : MeningkatkanKualitas 23
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
9/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat ix
Pengaturan
C. Strategi 3 : Meningkatkan Efektivitas
Sistem Pengawasan
24
D. Strategi 4 : Meningkatkan Kualitas Tata
Kelola (Governance), Manajemen danOperasional yang Sehat dan Profesional
24
E. Strategi 5 : Mewujudkan Infrastruktur
Pendukung Industri BPR
25
F. Strategi 6 : Mewujudkan Pemberdayaan
dan Perlindungan Nasabah
25
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
10/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 1
Bab I
Pendahuluan
A.
Sejarah Singkat Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa
kolonial Belanda pada abad ke-19 dengan dibentuknya
Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang
Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan
buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang
(rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.
Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis
lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan
seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD),
dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan
(LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket
Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan
Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian
BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan
mengenai keberadaan dan kegiatan usaha Bank
Perkreditan Rakyat atau BPR. Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU
No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan
hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selainBank Umum.
Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan
Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari
Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya
sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa
lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD,
BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang
dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai
BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yangditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu
sampai dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga
keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi
BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak
seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
11/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 2
sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga
Keuangan yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP
No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai
otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa
(BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992
tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun
karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana,
lingkup usahanya sangat kecil, serta operasionalnya
tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan
terhadap BKD pun tidak dapat disamakan dengan BPR.
Sampai dengan akhir Juli 2006 terdapat 5.345 BKD yangtersebar di pulau Jawa dan Madura, namun dari jumlah
tersebut sebanyak 863 diantaranya tidak melakukan
kegiatan (non aktif). Dengan mempertimbangkan
karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya
serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD
dibawah kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan
oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.
Pada akhir bulan Juli 2006 jumlah BPR mencapai 1.935
terdiri dari BPR yang didirikan setelah PAKTO 1988
sebanyak 1.277 (66%), dan Bank Pasar atau Bank Desa,
BKPD dan bank milik Pemerintah Daerah lainnya yang
telah beroperasi sebelum PAKTO 1988 sebanyak 658 (34
%).
B. Posisi BPR dalam Sistem Keuangan di Indonesia
1. Landasan Hukum dan Pengertian BPR
Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU
No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegasdisebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yang
kegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani
usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah
pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR
dapat menjalankan usahanya secara konvensional atau
berdasarkan Prinsip Syariah.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
12/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 3
2. Lingkup Kegiatan BPR
Kegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh
BPR sangat terbatas dibandingkan dengan Bank Umum,
yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta
menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat
deposito dan/ atau tabungan pada bank lain. BPR
tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro
dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta
melakukan kegiatan usaha selain yang diperkenankan.
Selain itu, BPR tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagaipedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia),
melakukan penyertaan modal, dan melakukan usaha
perasuransian. Adapun wilayah kantor operasionalnya
dibatasi dalam 1 (satu) propinsi.
3. Arsitektur Perbankan Indonesia
Dalam rangka memperkuat fundamental industri
perbankan serta memberikan arah dan strategi
perbankan ke depan telah disusun ArsitekturPerbankan Indonesia (API). API merupakan suatu
kerangka dasar sistem perbankan di Indonesia yang
bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk,
dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu
sampai sepuluh tahun berlandaskan visi mencapai
suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan
efisien, guna menciptakan kestabilan sistem
keuangan dalam rangka membantu mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mencapai visi tersebut, salah satu sasaranyang ingin dicapai yaitu menciptakan struktur
perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan
ekonomi nasional yang berkesinambungan. Melalui
kebijakan tersebut diharapkan dapat tercapai
struktur perbankan yang terdiri dari empat strata
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
13/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 4
bank yaitu bank internasional yang memiliki
kapasitas dan kemampuan beroperasi di wilayah
internasional serta memiliki modal diatas Rp50
triliun; bank nasional yang memiliki cakupan usaha
sangat luas dan beroperasi secara nasional sertamemiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan
Rp50 triliun; bank dengan fokus usaha tertentu
yaitu bank yang kegiatan usahanya terfokus pada
segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan
kompetensi masing-masing bank serta memiliki modal
antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun;
serta BPR dan bank dengan kegiatan usaha terbatas
yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.
Dalam rangka mencapai visi tersebut di atas,
program-program API telah memberikan perhatian padaperlunya penguatan permodalan, kelembagaan dan
manajemen BPR, serta penyempurnaan pengaturan dan
pengawasan BPR.
4. Posisi Strategis BPR
Disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha
mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah
pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan
perbankan baik dari aspek pembiayaan maupun
penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang
tepat dan strategis untuk melayani kebutuhanmasyarakat tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:
BPR merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan
UU Perbankan.
BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan
diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia.
Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat
yang disimpan di BPR.
BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat
pedesaan, serta memfokuskan pelayanannya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
BPR memiliki karakteristik operasional yang
spesifik yang memungkinkan BPR dapat menjangkau
dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
Posisi BPR yang strategis tersebut perlu
dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan BPR
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
14/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 5
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat
dan mendorong perekonomian daerah.
C. Latar Belakang Penulisan Cetak Biru
Perkembangan industri BPR yang terus mengalami
peningkatan secara pesat baik dari sisi total aset,
penghimpunan dana pihak ketiga maupun kredit yang
diberikan menunjukkan bahwa jangkauan pelayanan BPR
semakin luas dan keberadaan BPR semakin dibutuhkan oleh
masyarakat. Perkembangan tersebut tidak dapat dibatasi
karena berjalan sesuai dengan mekanisme pasar dan
mencerminkan perannya yang meningkat sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Agar perkembangan BPR tetap sejalan dengan tujuan awal
pendirian BPR yaitu sebagai bank yang melayani UMK dan
masyarakat pedesaan maka diperlukan pedoman yang
memberikan arah strategis pengembangan BPR ke depan
sehingga BPR tetap memiliki karakteristik yang
spesifik, yang berbeda dengan bank umum.
Pedoman tersebut sangat penting mengingat berbagai
faktor yang mempengaruhi perkembangan BPR telah
mengalami perubahan yang sangat cepat seperti
perkembangan teknologi informasi, pertumbuhan lembaga-
lembaga keuangan mikro baru, perubahan tingkat pendapat
masyarakat, perkembangan perekonomian, dan tuntutanpelayanan perbankan yang lebih baik dari masyarakat.
D. Tujuan Penulisan Cetak Biru
Dalam rangka memberikan arah yang jelas terhadap
kebijakan BPR kedepan sehingga peran strategis BPR
dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan maka disusun
kerangka acuan kebijakan dan langkah-langkah strategis
untuk mencapai visi dan misi BPR dalam bentuk Cetak
Biru BPR.
Cetak Biru BPR ini merupakan pedoman bagi Bank
Indonesia dalam menetapkan kebijakan dan strategi
pengembangan BPR konvensional, namun tidak termasuk BPR
Syariah dan BKD. Hal tersebut didasari pertimbangan
bahwa pengembangan BPR Syariah telah mengacu kepada
Cetak Biru Perbankan Syariah, sedangkan BKD karena
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
15/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 6
karakteristiknya yang berbeda dengan BPR sehingga dalam
operasionalnya tidak mengikuti aturan-aturan
sebagaimana yang wajib dilakukan BPR. Cetak Biru ini
juga diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi
industri BPR dan pihak lainnya dalam mendukungpengembangan industri BPR secara sehat dan
berkesinambungan di masa depan.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
16/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 7
Bab II
Perkembangan Industri BPR
A.
Perkembangan Jumlah dan Kinerja
Perkembangan BPR dari tahun ke tahun telah menunjukkan
peningkatan yang signifikan, baik dari sisi kelembagaan
maupun kinerja. Momentum utama perkembangan jumlah BPR
terjadi dengan dikeluarkannya PAKTO 1988 yang memberikan
peluang pendirian BPR yang menetapkan modal disetor
minimum Rp50 juta. Jumlah BPR sebelum PAKTO (akhir
September 1988) sebanyak 423 BPR, dan meningkat hingga
mencapai 1.512 per akhir tahun 1992, 2.262 per akhir
tahun 1998, dan 2.355 per akhir tahun 2001. Namun sejak
akhir tahun 2002 jumlah BPR mengalami penurunan menjadi
2.141, dan menjadi 1.935 per akhir bulan Juli 2006.
Penurunan ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia
untuk melakukan penyehatan industri BPR. Melalui
kebijakan tersebut, BPR-BPR yang mempunyai permasalahan
struktural dan tidak dapat diselamatkan lagi, dicabut
izin usahanya, sedangkan yang sehat namun memiliki
keterbatasan permodalan didorong untuk melakukan merger
guna meningkatkan efisiensi dan permodalannya.
Sejak tahun 2001 sampai dengan Juli 2006 telah dilakukanpencabutan izin usaha terhadap 249 BPR. Pencabutan izin
usaha terbanyak dilakukan pada tahun 2001 dan 2002
masing-masing sebanyak 62 dan 151 BPR. Selain itu sejak
tahun 2001 sampai dengan 2006 sebanyak 306 BPR telah
melakukan merger sehingga menjadi 26 BPR. Dari jumlah
BPR yang melakukan merger tersebut lebih dari 95%
merupakan BPR milik Pemerintah Daerah.
Sekalipun terjadi penurunan jumlah BPR dari 2.355 pada
bulan Desember 2001 menjadi 1.935 pada bulan Juli 2006,
jumlah kantor BPR pada kurun waktu yang sama mengalami
peningkatan dari 2.432 menjadi 3.157. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penurunan jumlah BPR tidak mengurangi
jangkauan pelayanan BPR kepada masyarakat.
BPR-BPR bermasalah yang pada akhirnya dicabut izin
usahanya pada tahun 2001 s.d. 2003 sebagian besar karena
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
17/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 8
telah mengalami permasalahan struktural sejak sebelum
krisis. Perkembangan BPR tidak terlepas dari dampak
krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998,
meskipun dampak tersebut tidak terlalu besar, terlihat
dari relatif sedikit BPR yang mengalami kejatuhan karenakrisis tersebut.
Kondisi di atas
menunjukkan bahwa BPR
memiliki daya tahan
yang tangguh meng-
hadapi krisis yang
terjadi. Meskipun
mengalami dam-pak
krisis, jumlah BPR
meningkat dari 2.140
BPR pada akhir tahun
1997 menjadi 2.419 BPR pada akhir tahun 2000.
Perkembangan usaha
BPR yang terus
menunjukkan kinerja
yang positif baik
dari pertumbuhan
total aset,
penghimpunan danapihak ketiga maupun
pemberian kredit,
didorong oleh tiga
faktor utama yaitu
kebijakan Pemerintah yang memberikan peluang pendirian
BPR, deregulasi perbankan yang memperbesar ruang gerak
BPR dan besarnya kebutuhan masyarakat terutama di daerah
pinggiran kota dan pedesaan terhadap jasa pelayanan
perbankan.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sejak Desember
2001 sampai dengan Juli 2006, pertumbuhan total aset BPR
mencapai 230,7%, kredit 238,4%, dan dana pihak ketiga
244,5%. Pertumbuhan total aset, kredit dan dana pihak
ketiga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Bank
Umum yang masing-masing sebesar 38,0%; 126,8% dan
45,8%. Relatif tingginya pertumbuhan kinerja BPR
-
2,000
4,000
Perkembangan Jumlah dan Kantor BPR 2001 s.d.
Juli 2006
Juml ah BPR 2,355 2,141 2,141 2,158 2,009 1,935
Jumlah Kanto r 2,432 2,747 3,299 3,507 3,106 3,157
Des01 Des02 Des03 Des04 Des05 Jul i06
Perkembangan Total Asset, Kredi t Yang Diberi kan
dan Dana Pihak Ketiga Posisi Juli 2006
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Des01 Des02 Des03 Des04 Des05 Agt06
Total Asset
Kredit yg
diberikan
Dana pihakketiga
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
18/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 9
tersebut menunjukkan kemampuan BPR yang semakin
meningkat dalam melayani nasabahnya serta semakin
diakuinya keberadaan BPR oleh masyarakat.
Dilihat dari sisi total aset per individuBPR dalam lima
tahun terakhir terdapat kecenderungan pergeseran
kelompok BPR yang memiliki total aset kecil (di bawah
Rp1 miliar) yang
persentasenya
cenderung menurun,
yaitu dari sebanyak
10% (209 BPR) pada
akhir tahun 2004,
berkurang menjadi6,8% (131 BPR) pada
bulan Juli 2006.
Sedangkan kelom-pok
BPR dengan total
aset besar (di atas Rp10 miliar), persentasenya
cenderung meningkat, yaitu dari sebanyak 13,6% (283 BPR)
menjadi 21,8% (422 BPR) selama kurun waktu yang sama.
Meningkatnya jumlah BPR bertotal aset besar, perlu
mendapat perhatian yang lebih besar, mengingat kegagalan
operasional BPR tersebut akan berdampak sangat besarterhadap kepercayaan masyarakat kepada BPR secara umum.
Dilihat dari aspek
keuangan Loan to
Deposit Ratio (LDR)
selama lima tahun
terakhir, rata-rata
LDR BPR sebesar
77,9% lebih tinggi
dibandingkan dengan
Bank Umum sebesar
47,7%. Hal tersebut
menunjukkan BPR
lebih mampu
menyalurkan dana
yang dimilikinya.
-
5.00
10.00
15.00
Perkembangan Non Performin g Loan (NPL)
BPR 11.83 8.65 7.96 7.59 7.97 9.52
Bank Umum 12.23 7.50 6.78 4.50 7.56 8.42
2001 2002 2003 2004 2005 Juli06
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Perkembang an Loan to Deposit Ratio (LDR)
BPR 80.87 70.00 74.50 80.73 82.00 79.40
Bank Umum 33.01 38.24 43.52 49.95 59.66 61.74
2001 2002 2003 2004 2005 Juli06
209
1,590
283
147
1,501
361
131
1,382
422
-
500
1,000
1,500
2,000
Des-04 Des-05 Jul-06
Sebaran Total Aset BPR
s.d. Rp1 m > Rp1 m - Rp10 m > Rp10 m
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
19/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 10
Dari sisiNon Performing Loan(NPL), pada periode yang
sama rata-rata NPL BPR yaitu sebesar 8,9% lebih tinggi
dibandingkan dengan
Bank Umum yang
sebesar 7,8%.Sedangkan dari sisi
Return on Asset
(ROA) selama lima
tahun terakhir,
rata-rata ROA BPR
mencapai 3,3% lebih
baik dibandingkan
dengan Bank Umum
yang mencapai 2,4%.
B. Kondisi Industri BPR Saat Ini
Jumlah BPR pada akhir bulan Juli 2006 sebanyak 1.935
dengan jumlah kantor sebanyak 3.157. Dari jumlah BPR
tersebut, sebagian besar (78,3%) berlokasi di pulau Jawa
dan Bali, dan sisanya (21,7%) tersebar di luar pulau
Jawa dan Bali. Sebagian besar BPR tersebut (70,9%)
berkantor di luar kotamadya, sedangkan yang berlokasi di
kota-kota sebanyak 29,1%.
Kondisi keuangan industri BPR pada akhir bulan Juli 2006
yang terlihat dari indikator-indikator keuangan BPR
menunjukkan total aset BPR mencapai Rp21.410 miliar;
jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun mencapai
Rp14.745 miliar dengan jumlah rekening sebanyak 6.427
ribu terdiri dari tabungan sebesar Rp4.244 miliar (6.071
ribu rekening) dan deposito berjangka Rp10.501 miliar
(356 ribu rekening); dan jumlah kredit yang diberikan
mencapai Rp16.448 miliar (2.457 ribu rekening).
Pelayanan BPR sampai dengan saat ini tetap fokus padasektor UMK seperti tercermin dari rata-rata saldo
tabungan, deposito dan kredit per rekening yang relatif
kecil yaitu masing-masing sebesar Rp699 ribu; Rp29,5
juta; dan Rp6,7 juta.
-
1.0
2.0
3.0
4.0
Perk embangan Return on A sset (ROA)
BPR 3.4 3.7 3.4 3.2 3.0 3.0
Bank Umum 1.5 2.0 2.6 3.5 2.6 2.5
2001 2002 2003 2004 2005 Juli06
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
20/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 11
Dilihat dari sebaran
total aset, sebagian
besar BPR yaitu 1.382
(71,5%) memiliki
total aset antara Rp1
s.d. 10 miliar.
Sedangkan 131 BPR
(6,8%) masih memiliki
total aset di bawah
Rp1 miliar dan 65 BPR
(3,4%) memiliki total aset di atas Rp50 miliar. Meskipun
demikian, 65 BPR tersebut menguasai lebih dari sepertiga
(38,9%) total aset industri BPR secara nasional.
Secara nasional, tingkat kesehatan BPR cukup baik yang
terlihat dari jumlah BPR dengan kondisi sehat dan cukupsehat mencapai 82,9%, sedangkan sisanya tergolong kurang
sehat dan tidak sehat.
Dilihat dari sebaran
modal disetor, 874 BPR
(45,2%) memiliki modal
disetor di bawah Rp500
juta dan 649 BPR
(33,5%) memiliki modal
disetor antara Rp500
juta s.d. Rp1 miliar,
serta hanya 4 BPR
(0,2%) yang memiliki
modal disetor di atas Rp25 miliar. Apabila dikaitkan
dengan peraturan yang berlaku, jumlah BPR yang belum
memenuhi persyaratan minimal 40% dari jumlah modal
disetor minimum adalah sebanyak 382 BPR atau 19,7% dari
seluruh BPR.
Fungsi intermediasi
BPR relatif sudahmendekati optimal
terlihat dari rasio
LDR secara nasional
mencapai 79,4%, dan
apabila dilihat dari
sebarannya, 81,3% BPR
Sebaran Total Aset BPR per Juli 2006
131
901481
35740 25
s.d. Rp1 m > Rp1 m - Rp5 m
> Rp5 m - Rp10 m > Rp 10 m - Rp 50 m
> Rp 50 m - Rp 100 m > Rp 100 m
Sebaran Rasio LDR BPR Per Juli 2006
362
403
560
423
114
73
s.d. 70% > 70% - 80% > 80% - 90%
> 90% - 100% > 100% - 110% > 110%
Sebaran Modal Disetor BPR per Juli 2006
874
649
363
454
s.d. Rp500 j ut a > Rp500 j t - Rp1 m> Rp1 m - Rp5 m > Rp5 m - Rp25 m
> Rp25 m
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
21/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 12
telah memiliki rasio LDR lebih dari 70%.
Dilihat dari sebaran
kredit per jenis
penggunaannya,sebagian besar kredit
yang disalurkan BPR
adalah kredit modal
kerja, yang mencapai
56,0% dari total
kredit. Posisi kedua
ditempati oleh kredit
konsumsi yang mencapai 38,3%, dan sisanya kredit
investasi yang hanya mencapai 5,7%.
Sebaran Kredit per Jenis Penggunaan
Posisi Juli 2006
56.0%5.7%
38.3%
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
22/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 13
Berdasarkan sektor
ekonomi-nya, sebagian
besar kredit BPR
tersalur ke sektor
lain-lain (41,7%);
serta sektor per-
dagangan, rumah
makan, dan penginapan
(40,6%).
Sektor lain-lain yang
sering-kali diartikan sebagai kredit konsumtif, pada
kenyataan-nya mencakup pula kredit kepada rumah tangga
seperti untuk kebutuhan sekolah, pengobatan, pembelian
kendaraan yang sering pula digunakan untuk memperoleh
tambahan penghasilan dengan memanfaatkan-nya sebagaialat transportasi (ojek), serta untuk modal kerja warung
yang dikelola secara sederhana. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sebenarnya sektor lain-lain tidak murni hanya
untuk kebutuhan konsumtif, namun juga digunakan untuk
kebutuhan produktif. Selanjutnya kredit yang tersalur
kepada sektor jasa-jasa sebesar 10,2%, sektor pertanian
6,0% dan sektor perindustrian 1,5%.
Komposisi kredit seperti itu sejalan dengan
karakteristik nasabah BPR yang terkonsentrasi di kawasan
pusat aktivitas ekonomi masyarakat, seperti pertokoan
dan pasar. Di wilayah tersebut, sebagian besar nasabah
BPR merupakan UMK yang bergerak di sektor perdagangan,
rumah makan, dan penginapan, serta sektor jasa, sehingga
sebagian besar kredit yang dibutuhkan merupakan jenis
kredit modal kerja.
C.Kondisi Infrastruktur Industri BPR
Perkembangan industri BPR tidak terlepas dari dukungan
lembaga-lembaga terkait sebagai infrastruktur industri.Lembaga-lembaga yang diharapkan berperan serta mendukung
pengembangan dan kinerja BPR, antara lain Asosiasi BPR,
Lembaga Sertifikasi, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
1. Asosiasi BPR
Asosiasi BPR yaitu PERBARINDO (Perhimpunan BPR
Indonesia) dan PERBAMIDA (Perhimpunan BPR Milik
Sebaran Kredit per Sektor Ekonomi
Posisi Juli 2006
1.5%
10.2%
40.6%
6.0%
41.7%
Pertanian
Perindustrian
Perdag., RM, &
penginapan
Jasa-jasa
Lain-lain
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
23/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 14
Pemerintah Daerah se Indonesia) yang dibentuk dalam
rangka meningkatkan kinerja dan pengembangan BPR,
belum dapat berjalan secara efektif.
Peran PERBARINDO tersebut perlu terus ditingkatkan
sehingga dapat menjadi mitra strategis Bank Indonesia
dalam upaya meningkatkan kinerja dan pengembanganBPR. Peran yang sama diharapkan pula dilakukan oleh
PERBAMIDA terhadap BPR anggotanya.
2. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) LKM CERTIF
LSP LKM Certif merupakan lembaga yang bertugas untuk
mengatur dan menetapkan sistem sertifikasi dan telah
mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang.
Tujuan utama pendirian lembaga sertifikasi ini untuk
menjamin terlaksananya sistem sertifikasi bagi
direktur BPR, termasuk menjamin kualitas danpelaksanaan sistem sertifikasi; meningkatkan kualitas
dan kemampuan profesionalisme sumber daya manusia
BPR.
Melihat manfaatnya bagi peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) BPR, maka peran lembaga ini di
masa mendatang perlu diperluas dengan program
sertifikasi kepada komisaris dan karyawan BPR. Hal
tersebut dimaksudkan agar kompetensi SDM BPR dapat
ditingkatkan terutama dalam memberikan pelayanan
kepada UMK, dan dalam menghadapi persaingan yangsemakin ketat antar lembaga keuangan yang melayani
UMK.
3. Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan merupakan lembaga
pemerintah yang didirikan berdasarkan Undang-Undang
No.24 tahun 2004 tanggal 22 September 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Fungsi utama LPS
adalah menjamin simpanan nasabah bank dan melakukanpenyelesaian atau penanganan bank yang tidak berhasil
disehatkan atau bank gagal, serta turut aktif
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya. Dengan adanya penjaminan simpanan
nasabah bank oleh LPS, diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap industri perbankan dapat tetap
terpelihara.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
24/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 15
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
25/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 16
Bab III
Peluang dan Tantangan
Perkembangan industri BPR yang pesat selama ini menunjukkan
bahwa BPR merupakan salah satu pilar penting dalam sistem
keuangan mikro di Indonesia. Meskipun demikian, masih banyak
UMK dan masyarakat pedesaan yang belum dapat dilayani oleh
BPR. Sejalan dengan perkembangan ekonomi, hal ini merupakan
peluang yang dapat dimanfaatkan guna meningkatkan peran BPR
dalam memberikan pelayanan kepada UMK dan masyarakat.
Disamping peluang-peluang tersebut, terdapat tantangan-
tantangan yang akan dihadapi BPR ke depan. Adapun peluang
dan tantangan tersebut adalah sebagai berikut:
A.
Peluang1. Keunggulan Komparatif
Dalam sistem keuangan di Indonesia, BPR memiliki
keunggulan komparatif baik dibandingkan dengan Bank
Umum maupun LKM non bank.
Keunggulan yang dimiliki BPR terhadap Bank Umum
terutama prosedur pelayanan yang sederhana, proses
yang cepat, dan skim kredit yang lebih fleksibel.
Selain itu, BPR juga unggul dalam hal pelayanan kepada
nasabah yang mengutamakan pendekatan personal dan
jemput bola , lokasi kantor yang dekat dengan
nasabah, serta lebih memahami ekonomi dan masyarakat
setempat.
Dibandingan dengan LKM non bank, BPR memiliki
keunggulan berupa adanya pengaturan, pengawasan dan
pembinaan oleh Bank Indonesia, serta adanya
infrastruktur pendukung.
2. Potensi Pasar yang BesarSaat ini diperkirakan terdapat 15 juta UMK berbadan
hukum yang 12 juta di antaranya belum mendapat kredit
dari perbankan. Apabila tiap UMK memperoleh kredit
senilai Rp10 juta, maka terdapat peluang penyaluran
kredit BPR sebesar Rp120 triliun atau 8 kali jumlah
kredit yang disalurkan BPR per Juli 2006.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
26/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 17
Sebagian besar masyarakat pedesaan yang populasinya
mencapai sekitar 56,5% (data BPS 2005) dari total
masyarakat Indonesia belum tersentuh pelayanan
perbankan dan masih tergantung pada pelayanan
keuangan informal dan program pemerintah. Hal
tersebut merupakan potensi bagi BPR untukmeningkatkan sebaran dan jangkauannya.
3. Potensi Kerjasama Keuangan dengan Lembaga Lain
Peluang kerjasama keuangan BPR dengan berbagai
lembaga lain sangat terbuka, terutama karena BPR
adalah lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan
ketentuan perbankan, diawasi dan dibina oleh Bank
Indonesia. Kerjasama tersebut dapat berupa penyaluran
pinjaman, pembiayaan kepada UMK maupun dalam
pendanaan (refinancing) kepada BPR itu sendiri.
Kerjasama dalam rangka pembiayaan kepada UMK dapat
dikembangkan dengan berbagai institusi agar
pembiayaan kepada UMK tersebut mencapai sasaran dan
efisien, antara lain kerjasama BPR dengan Bank Umum,
koperasi, LKM non bank, maupun lembaga lainnya.
Terkait dengan hal tersebut, linkage program antara
BPR dengan Bank Umum perlu diteruskan dan
ditingkatkan. Keberadaan program ini semakin
diperkuat dengan adanya kesepakatan antara PERBARINDO
dan PERBANAS untuk mendorong penyaluran kredit UMK
melalui BPR.
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah
Upaya Pemerintah secara gencar untuk meningkatkan
peran UMK dan masyarakat pedesaan dalam perekonomian
nasional yang direalisasikan antara lain dengan
dikeluarkannya Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
Investasi (Inpres No.3/2006) menegaskan pentingnya
pemberdayaan UMK, khususnya dalam hal peningkatan
akses UMK kepada sumber daya finansial.
Di samping itu, Pemerintah Pusat dan Daerah juga
sedang berupaya meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat pedesaan melalui berbagai program, yang
dapat dimanfaatkan oleh BPR untuk menyediakan jasa
keuangan mikro, yang antara lain berupa:
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
27/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 18
Usaha pengembangan kewirausahaan untuk menciptakan
wirausaha-wirausaha kecil baru
Pembangunan sentra industri kecil dan koperasi
Kemudahan perijinan dan perlindungan bagi usaha
mikro Penguatan dan pemberdayaan UMK melalui bantuan dan
akses modal usaha
Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung
bagi UMK dan kemitraan usaha
Peningkatan kemampuan petani supaya mampu
menghasilkan produk yang mampu bersaing sehingga
terjadi peningkatan kesejahteraan petani.
B. Tantangan
1. Penguatan Permodalan BPR
Untuk mendukung pertumbuhan yang sehat dan memperluas
pelayanan BPR, serta menangkap peluang dalam
melakukan ekspansi usaha kepada UMK, BPR perlu
didukung dengan permodalan yang kuat. Berdasarkan
data sampai dengan akhir bulan Juli 2006, terdapat
382 BPR (19,7%) yang belum memenuhi ketentuan
permodalan untuk akhir tahun 2006 yaitu 40% dari
ketentuan modal disetor minimum.
2. Peningkatan Efisiensi BPR
Sekalipun kinerja BPR cukup baik berdasarkan
indikator keuangan seperti ROA dan ROE, efisiensi BPR
masih perlu ditingkatkan terutama dari sisi
produktivitas SDM mengingat salah satu sumber
inefisiensi BPR adalah rendahnya ketrampilan dan
profesionalisme SDM BPR.
Hal ini menuntut pengkajian dan penerapan teknologi
modern dan tepat guna, selain peningkatan
profesionalisme perbankan (core banking skills) dantata kelola perusahaan (corporate governance).
3. Masalah Likuiditas dan Pendanaan BPR
Kepercayaan terhadap BPR masih perlu ditingkatkan
mengingat masyarakat lebih memilih menyimpan dananya
di Bank Umum. Hal ini mendorong BPR menawarkan
tabungan dan deposito berjangka dengan suku bunga
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
28/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 19
yang lebih tinggi dibandingkan Bank Umum sehingga
menyebabkan tingginya cost of fund yang pada
gilirannya meningkatkan suku bunga kredit BPR.
Simpanan nasabah BPR yang pada umumnya berjangka
pendek dibandingkan dengan kredit yang diberikan
menimbulkan risiko likuiditas (liquidity mismatch).Selama ini BPR mengandalkan kemampuan keuangan
pemegang saham dan pengurus/ relasi pengurus BPR,
serta BPR secara bilateral untuk mengatasi
permasalahan likuiditas yang dialami, karena belum
adanya lembaga dan sistem yang menyediakan pinjaman
jangka pendek bagi BPR yang membutuhkan sebagaimana
halnya pasar uang antar bank pada Bank Umum. Untuk
mengantisipasi risiko likuiditas, selama ini BPR
memelihara alat likuid dalam jumlah besar yang
berakibat penggunaan dana BPR tidak optimal.Untuk membantu BPR mengatasi kesulitan likuiditas
yang disebabkan mismatch maupun karena kekurangan
dana untuk ekspansi kredit BPR, perlu diupayakan
hadirnya lembaga keuangan sebagai pengayom BPR yang
mampu menyediakan dana jangka pendek pada saat
dibutuhkan BPR, juga sebagai penyedia dana untuk
ekspansi BPR.
4. Persaingan yang lebih ketat di masa depan
Sejalan dengan bertambahnya lembaga-lembaga keuanganyang juga memberikan pembiayaan kepada UMK,
persaingan di masa depan dalam pembiayaan kepada UMK
akan semakin meningkat. Persaingan tersebut dapat
terjadi dengan Bank Umum yang mengembangkan unit-unit
pelayanan mikro, LKM non-bank dan lembaga penyalur
dana bergulir yang didukung oleh Pemerintah.
Persaingan juga muncul sebagai akibat dari penyaluran
dana donor, pemerintah dan BUMN secara langsung
melalui proyek atau secara tidak langsung melalui
Bank Umum dan/ atau koperasi.
Terkait dengan persaingan tersebut di atas, BPR
dituntut untuk mencari dan membuka pasar baru yang
tidak terlayani Bank Umum dan pesaing di atas serta
mengembangkan hubungan dengan nasabah yang
berkesinambungan.
5. Peningkatan Penyebaran dan Jangkauan BPR
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
29/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 20
Perkembangan industri BPR yang pesat dalam lima tahun
terakhir tidak diimbangi dengan penyebaran yang lebih
merata khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan
penyebaran BPR di luar Jawa dan Bali. Hal tersebut
terkait dengan daya tarik ekonomi dan pengaturan BPR.Meskipun di luar pulau Jawa dan Bali terdapat
beberapa daerah yang memiliki daya tarik tinggi yaitu
memiliki PDRB per kapita yang tinggi dan konsentrasi
penduduk yang cukup, serta persyaratan modal disetor
yang lebih rendah, namun hal tersebut belum menarik
minat investor untuk mendirikan BPR di wilayah
tersebut.
6. Perlindungan Nasabah BPR
Dalam rangka meningkatkan peran pelayanan BPR kepada
UMK dan masyarakat pedesaan, aspek perlindungan
nasabah merupakan tantangan tersendiri bagi BPR,
mengingat belum efektifnya implementasi transparansi
informasi produk BPR dan penggunaan data nasabah,
serta penyelesaian pengaduan nasabah.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
30/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 21
Bab IV
Visi, Misi, Karakteristik BPR, serta
Arah Kebijakan dan Strategi BPR
Upaya meningkatkan peran BPR di dalam melayani UMK dan
masyarakat pedesaan perlu didasari oleh visi dan misi yang
diketahui oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
agar upaya tersebut dapat didukung bersama. Visi, misi,
karakteristik BPR, serta arah kebijakan dan strategi
penguatan dan peningkatan peran BPR tersebut selama 5 tahun
ke depan (periode 2006 2011) adalah sebagai berikut:
A. Visi
Terwujudnya industri BPR yang sehat, kuat, produktif,
dan dipercaya untuk melayani UMK dan masyarakat,
khususnya di pedesaan guna mendukung pertumbuhan
perekonomian daerah.
B. Misi
Menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong
peningkatan kinerja dan pelayanan BPR kepada UMK dan
masyarakat setempat, terutama di wilayah pedesaan.
C. Karakteristik BPR Masa DepanSesuai visi yang ingin dicapai, dimasa mendatang
diharapkan dapat diwujudkan industri BPR yang didukung
oleh para pengelola yang mempunyai kompetensi dan
integritas yang tinggi serta menerapkan prinsip-prinsip
good corporate governance dalam pengelolaan BPR.
Untuk mewujudkan hal tersebut, sertifikasi kompetensi
perlu terus ditingkatkan kualitas dan cakupannya.
Operasional BPR yang dikelola secara profesional dan
didukung manajemen yang berkualitas akan meningkatkan
kredibilitas BPR di mata masyarakat dan lembaga-lembaga
keuangan lainnya.
Peran BPR sebagai lembaga intermediasi masyarakat mikro
dan kecil diharapkan semakin meningkat kepada sektor-
sektor yang produktif. Untuk itu, BPR perlu didukung
dengan kemampuan teknis mengenai sektor yang dibiayai,
permodalan yang kuat, serta kemampuan menghimpun sumber
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
31/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 22
pendanaan baik dari masyarakat maupun melalui kerjasama
dengan lembaga keuangan lain.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mencapai visi BPR
tersebut akan terus diarahkan agar tetap sejalan dengan
karakteristik BPR yang spesifik, dan tidak diarahkan
untuk menciptakan bank-bank umum kecil, meskipun dalamAPI BPR dikelompokkan bersama dengan Bank Umum dengan
Kegiatan Terbatas . Untuk itu, BPR di masa depan
diarahkan supaya tetap memiliki karakteristik yang
spesifik sebagai berikut:
1.Bank lokal yang berkantor di satu provinsi dengan
kegiatan usaha terbatas
BPR akan tetap dibatasi jaringan kantornya dalam satu
provinsi, dan kegiatan usahanya tetap terbatas
sebagaimana diatur dalam UU Perbankan yaitu hanya
diperkenankan menghimpun dana dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan dan/ atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu; menyalurkan dana dalam
bentuk kredit yang diberikan; serta menempatkan
dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank
lain. Kegiatan usaha BPR yang terbatas tersebut masih
relevan dengan pelayanan yang dibutuhkan UMK, yang
merupakan nasabah utama BPR.
Dibatasinya jaringan kantor BPR dimaksudkan untuk
menjadikan BPR sebagai salah satu pilar yangmendukung pengembangan perekonomian daerah dengan
mengutamakan penghimpunan dan penyaluran dana dari
dan kepada masyarakat di daerah setempat.
2.Fokus pada UMK dan masyarakat pedesaan
Kemampuan pelayanan jasa keuangan BPR yang terus
meningkat selama 5 tahun terakhir seperti nampak dari
perkembangan kinerja berupa total asset, dana pihak
ketiga dan kredit yang diberikan akan terus didorong
agar BPR tetap fokus kepada UMK dan masyarakat
pedesaan. Hal ini mengingat masih besarnya potensi
pasar pada segmen tersebut yang belum terlayani jasa
perbankan, serta sejalan dengan pesan UU Perbankan.
3.Menyebar secara merata di seluruh Indonesia
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
32/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 23
Bank Indonesia akan mendorong pendirian BPR diluar
pulau Jawa dan Bali untuk memenuhi kebutuhan UMK dan
masyarakat pedesaan di daerah tersebut yang belum
terlayani jasa perbankan. Namun demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran BPR mengikuti prinsip
banks follow the trade sehingga diperlukandukungan regulasi yang mampu merangsang pendirian
BPR-BPR di luar pulau Jawa dan Bali sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi selain adanya regulasi yang
memperketat pendirian BPR baru di pulau Jawa Bali.
4.Memiliki modal yang kuat
Meskipun BPR tidak diarahkan untuk menjadi Bank Umum,
namun BPR akan didorong agar memiliki modal kuat yang
sangat diperlukan untuk mengatasi risiko usaha yang
timbul, meningkatkan daya saing dalam melayani UMK,
meningkatkan jangkauan pelayanan kepada UMK, serta
untuk mencapai skala ekonomis guna mendukung
kesinambungan usaha BPR.
5.Mendayagunakan teknologi untuk mengoptimumkan
pelayanan kepada nasabah
Perkembangan industri BPR tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan produk perbankan; tuntutan
nasabah yang menginginkan pelayanan yang mudah,
nyaman, cepat dan aman; serta tuntutan efisiensi
operasi untuk mendukung daya saing BPR.
Agar pengelolaan BPR lebih efisien, BPR didorong agar
memanfaatkan teknologi dalam operasionalnya secara
optimal. Penggunaan teknologi tersebut sangat
diperlukan untuk pencatatan transaksi dan pelaporan,
pengendalian intern maupun untuk pelayanan yang lebih
cepat.
6.Diperkenankan ikut dalam sistem pembayaran secara
tidak langsung.
Sejalan dengan kemajuan teknologi dan tuntutannasabah BPR yang menginginkan pelayanan yang mudah,
nyaman, cepat dan aman dalam bertransaksi untuk
mendukung kegiatan usahanya, BPR diharapkan dapat
turut serta dalam sistem pembayaran secara tidak
langsung/ terbatas yang akan dikelola oleh lembaga
Apex sebagai lembaga pengayom/ induk BPR, apabila
lembaga Apex telah terbentuk.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
33/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 24
D. Arah Kebijakan, Strategi Penguatan dan Peningkatan
Peran BPR dalam rangka Pelayanan kepada UMK
Upaya mencapai visi yang ditetapkan, dijabarkan dalam
arah kebijakan, strategi penguatan dan peningkatan peran
BPR dalam rangka pelayanan kepada UMK dan masyarakat
pedesaan, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.Memperkuat kelembagaan
Dalam rangka peningkatan daya saing dan jangkauan
pelayanan BPR kepada UMK dan masyarakat pedesaan,
kelembagaan industri BPR perlu diperkuat melalui
peningkatan permodalan BPR, penyebaran BPR di seluruh
Indonesia, pembukaan kantor cabang, serta kerjasama
dengan lembaga keuangan dan lembaga lain (linkage
program).
Upaya untuk mendorong BPR melakukan merger atau
konsolidasi perlu terus dilakukan agar BPR memiliki
permodalan yang kuat, jaringan kantor yang lebih
terintegrasi, dan beroperasi secara efisien.
2.Meningkatkan kualitas pengaturan
Peningkatan kualitas pengaturan yang sejalan dengan
perkembangan perbankan, perekonomian, serta mengacu
pada praktik-praktik terbaik internasional diharapkan
dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perkembangan BPR yang berdaya saing tinggi.Terkait dengan hal tersebut, pengaturan BPR di masa
mendatang akan mempertimbangkan strata BPR atas dasar
total aset dalam rangka pengawasan dan perluasan
pelayanan kepada masyarakat.
3.Meningkatkan efektivitas sistem pengawasan
Industri BPR yang sehat, kuat, produktif dan
dipercaya tidak terlepas dari sistem pengawasan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Sistem pengawasan yang
efektif diharapkan dapat mendeteksi penyimpangan danpelanggaran sedini mungkin serta memastikan
dipenuhinya ketentuan-ketentuan yang berlaku.
4.Mendorong kualitas tata kelola (governance),
manajemen dan operasional yang sehat dan
profesional
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
34/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 25
BPR di masa mendatang diharapkan dikelola oleh SDM
yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi
serta menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang
baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, kualitas
kompetensi SDM BPR perlu terus ditingkatkan sehingga
tercapai standar kualitas yang memadai dalampengelolaan BPR. Pengelolaan BPR yang sehat dan
dijalankan secara profesional akan meningkatkan
kredibilitas BPR di mata masyarakat.
5.Mewujudkan infrastruktur pendukung industri BPR
yang efektif
Infrastruktur pendukung yang efektif diperlukan untuk
mendorong pengembangan industri BPR. Strategi ini
mencakup upaya mewujudkan lembaga pengayom,
meningkatkan efektifitas lembaga sertifikasi profesi,
serta meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan
berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang
kondusif bagi perkembangan BPR.
6.Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah
Strategi pengembangan ini dimaksudkan untuk mendorong
BPR agar beroperasi dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat melalui pemberian pelayanan dan informasi
produk yang baik, sehingga nasabah BPR memahamiproduk yang ditawarkan BPR dan terlindungi
kepentingannya.
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
35/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 26
Bab V
Program Kerja
A. Strategi 1: Memperkuat kelembagaan
1.1 Memperkuat permodalan BPR melalui pemenuhanmodal disetor minimum sesuai dengan ketentuanBank Indonesia.
20062010
1.2 Menetapkan exit strategy bagi BPR yang tidakdapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan,antara lain modal disetor minimum, jumlahpengurus, dan sertifikasi direktur.
20062009
1.3 Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR. 2006
2007
1.4 Mendorong pendirian BPR baru di luar pulau Jawadan Bali.
20062011
1.5 Mendorong kerjasama (linkage program) antara BPRdengan lembaga keuangan dan lembaga lain untukpenyaluran kredit kepada UMK dan masyarakatpedesaan.
20062011
B. Strategi 2: Meningkatkan kualitas pengaturan
2.1 Menyempurnakan ketentuan yang terkait denganpemenuhan modal disetor minimum.
20072011
2.2 Melakukan review, evaluasi dan penyempurnaanketentuan kehati-hatian, kelembagaan danpenilaian tingkat kesehatan BPR denganmempertimbangkan strata total aset dan praktikterbaik internasio-nal.
20062011
2.3 Menyusun pedoman pengawasan berbasis risiko ataurisk based supervision (RBS) danmengimplementasikannya berdasarkan pedoman dan
pengaturan sesuai dengan RBS tersebut.
2008
2009
2.4 Melakukan penelitian tentang pengaturan yangdiperlukan untuk pengembangan BPR dalam rangkapeningkatan peran dan kontribusinya sebagailembaga pembiayaan UMK dan masyarakat pedesaan.
20062011
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
36/37
Cetak Biru Bank Perkreditan Rakyat 27
C. Strategi 3: Meningkatkan efektivitas sistempengawasan
3.1 Meningkatkan kompetensi pengawas melaluipelatihan secara terus-menerus dan sertifikasipengawas.
20062011
3.2 Menyempurnakan sistem identifikasi penyimpangandan pelanggaran dengan pelaksanaan teknikpengawasan yang terfokus.
20072011
3.3 Menyempurnakan pelaporan secara online kepadaBank Indonesia.
2007
3.4 Menyempurnakan sistem informasi dan manajemenpengawasan BPR yang terintegrasi sebagai saranaearly warning sistemuntuk meningkatkan kualitaspembinaan serta penegakan ketentuan-ketentuanyang berlaku.
20062011
3.5 Menyempurnakan informasi dan publikasi tentangperkembangan dan kondisi BPR secara reguler.
20062011
D. Strategi 4: Mendorong kualitas tata kelola(governance), manajemen dan operasional yang sehatdan profesional
4.1 Mengimplementasikan standar minimum tata kelola(governance) BPR antara lain meliputi penerapanpengendalian intern dan manajemen risiko.
20082009
4.2 Mewajibkan BPR untuk melakukan penilaian sendiri(self assess-ment) atas pelaksanaan tata kelolaBPR sesuai standar yang telah ditetapkan.
2009
4.3 Meningkatkan profesionalisme SDM BPR melaluiprogram sertifikasi bagi Direktur BPR danpelatihan bagi SDM BPR lainnya.
20092011
4.4 Memfasilitasi peningkatan ketrampilan danpengetahuan SDM BPR mengenai inovasi produk baiksimpanan maupun pembiayaan terutama kreditkepada sektor pertanian dan masyarakat pedesaan.
20062009
4.5 Mendorong pemanfaatan teknologi informasi untuk
operasional dan penyusunan laporan keuanganintern BPR maupun laporan kepada Bank Indonesia.
2008
2009
E. Strategi 5: Mewujudkan infrastruktur pendukungindustri BPR
5. Meningkatkan peran Asosiasi BPR sebagai mitra 2006
7/21/2019 Cetak Biru Bpr
37/37
1 Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaanpembinaan dan pengembangan BPR.
2011
5.2
Mendorong terbentuknya Lembaga Apex sesuaidengan kebutuhan BPR.
20062011
5.3
Mendorong penyempurnaan program SertifikasiDirektur BPR dalam rangka meningkatkanprofesionalisme SDM BPR
20092011
5.4
Mendorong kerjasama BPR dengan lembaga penjaminkredit dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKdan masyarakat pedesaan.
20082009
5.5
Melakukan koordinasi dengan instansi terkaituntuk menciptakan iklim yang kondusif bagi BPRdalam rangka pembiayaan UMK dan masyarakatpedesaan.
20072011
F. Strategi 6: Mewujudkan pemberdayaan danperlindungan nasabah
6.1 Melakukan pemantauan dan evaluasi ketentuantentang pengaduan nasabah.
2008
6.2 Melakukan pemantauan dan evaluasi pedomantransparansi informasi produk.
2008
6.3 Menjalankan dan bekerjasama dengan lembagaterkait untuk melaksanakan edukasi bagimasyarakat mengenai BPR.
20072011
Top Related