TRANSKRIPPEMBEKALAN OLEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPADA CALON PERWIRA REMAJAAKADEMI MILITER DAN AKADEMI KEPOLISIAN NEGARA RI
DI MAGELANG, JAWA TENGAHTANGGAL 11 JULI 2012
Bismillaahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,
Panglima TNI, Kapolri, Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan
Kepala Staf Angkatan Udara,
Saudara Gubernur Jawa Tengah,
Para Pimpinan Lembaga Pendidikan, khususnya di jajaran Akademi TNI dan Polri,
Para Taruna Calon Perwira Remaja, dari TNI dan Polri yang saya cintai dan saya
banggakan,
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, insya
Allah besok kalian akan saya lantik menjadi perwira remaja di jajaran TNI dan Polri.
Saya tahu, bahwa kalian telah dididik, dilatih, dan dipersiapkan dengan baik dalam
kurun waktu sekitar empat tahun. Dan sesungguhnya kalian telah siap untuk
mengemban tugas bangsa dan negara, setelah kalian resmi menjadi perwira TNI
dan Polri. Besok, pada acara Prasetya Perwira, saya akan memberikan amanat
untuk dijalankan oleh para perwira remaja baru dan sekaligus juga oleh jajaran TNI
dan Polri, utamanya yang mengemban tugas di lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, malam hari ini saya ingin menyampaikan pembekalan khusus,
arahan khusus, dan nasihat khusus saya, baik selaku Presiden Republik Indonesia
yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus menjadi Panglima Tertinggi
2
TNI, tapi juga sebagai senior kalian yang hampir selama 30 tahun dulu saya juga
mengabdi di jajaran Tentara Nasional Indonesia.
Para Taruna dan Taruni, Calon Perwira TNI dan Polri yang saya cintai,
Apa yang akan saya sampaikan pada malam hari ini, secara substansial,
sebenarnya sama dengan apa yang saya sampaikan kepada kakak-kakak kalian,
yang juga satu hari setelah itu dilantik menjadi perwira remaja TNI dan Polri.
Meskipun substansinya sama, tentu ada tambahan-tambahan nasihat dan arahan
saya, sesuai dengan perkembangan situasi dari tahun ke tahun, serta sesuai pula
dengan evaluasi yang kita lakukan setiap tahunnya. Dengan harapan, sejak besok,
sepanjang perjalanan karier di jajaran TNI dan Polri sampai mengakhiri masa bakti
kalian, kalian sukses. Jadi nasihat saya, pembekalan saya, pengarahan saya,
memiliki satu tujuan besar: kita ingin kalian semua berhasil, sukses menjadi
pimpinan-pimpinan TNI dan Polri di masa depan.
Dengan pengantar itu, saya ingin langsung saja menyampaikan pembekalan dan
nasihat saya, yang selalu saya sampaikan dalam 10 hal penting, yang harus kalian
camkan, kalian pedomani, dan yang lebih penting kalian laksanakan.
Saya kira tidak perlu dicatat, nanti akan dibagikan transkrip, karena yang saya
sampaikan direkam, ada rekamannya, dan secara tertulis akan dibekalkan kepada
kalian semua. Oleh karena itu, dengarkan baik-baik, apa yang saya sampaikan ini,
karena insya Allah kalau kalian benar-benar menjalankannya nanti, dengan izin
Tuhan, kalian akan berhasil dalam karier dan pengabdian.
Sepuluh hal penting itu saya mulai dari yang pertama. Yang nomor satu adalah
jaga idealisme. Ingat, kalian pasti punya alasan, mengapa memilih profesi militer
dan kepolisian. Kalian tentu tidak begitu saja, mengambil resiko untuk memasuki
Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara, dan Akademi
Kepolisian, yang alhamdulillah telah kalian tuntaskan hingga hari ini.
Saya berharap cita-cita besar, idealisme kalian di dalam memilih profesi dan
pengabdian di dunia militer dan kepolisian itu, dipegang teguh sampai akhir masa
bakti kalian kelak. Jangan luntur, jangan menyimpang. Ingatlah, kalau ada
persoalan, ada ujian, ada cobaan, maka sekali lagi ingatlah apa cita-cita kalian. Jika
memasuki Akademi TNI dan Polri ini, idealisme harus terus hidup, tidak boleh
3
padam. Kalau idealisme kalian padam, kalian tidak akan bisa bergerak maju dan
sukses. Akan banyak tantangan dan godaan.Tapi sekali lagi, pegang teguh dan jaga
idealisme. Itu yang pertama.
Yang kedua, dalam setiap tugas, tugas apapun, apakah kalian sebagai Letnan atau
Ipda, jajaran kepolisian, Kapten, Mayor, dan seterusnya sampai Jenderal,
Laksamana, Marsekal, Jenderal Polisi, bintang satu, bintang dua, bintang tiga,
bintang empat, berbuatlah yang terbaik. Dalam setiap tugas, berbuatlah yang
terbaik. Do the best.
Mengapa? Agar sukses. Jangan asal-asalan. Jangan sekedar tugas selesai. Do the
best. Capai yang terbaik, capai prestasi sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebagai
perwira profesional, kuasai masalah teknis, kuasai apa yang semestinya dilakukan
oleh seorang perwira di lapangan, di pangkalan atau di home base, maupun di
daerah operasi, daerah pertempuran.
Kalian juga mesti memiliki kepedulian yang tinggi. Jangan apatis dalam setiap
melaksanakan tugas. Saya juga berharap seorang perwira profesional juga memiliki
perhatian pada masalah-masalah teknis, masalah-masalah yang kecil, attention to
detail. Itu ciri dari profesi militer dan kepolisian.
Dalam setiap tugas, tugas apapun, pertempuran, latihan, pendidikan, apapun, selalu
melaksanakan check and recheck. Jangan menganggap semuanya akan baik-baik
saja. Check and recheck.
Kalau kalian diberikan tanggung jawab untuk merawat alutsista, baik di Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian, rawatlah sebaik-baiknya
dengan penuh tanggung jawab agar tidak ada masalah apapun, tidak ada
kecelakaan apapun, karena semua dirawat dengan baik, dengan penuh tanggung
jawab.
Jika kalian memimpin latihan—kalian melatih karena Letnan, Kapten, Mayor, sampai
Letnan Kolonel itu hampir setiap hari akan melaksanakan latihan atau memimpin
latihan—ada semboyan, “Berlatih hari ini, bertempur hari esok, menang hari lusa.”
4
Oleh karena itu, sebagai perwira yang ingin do the best, dalam mempersiapkan
latihan, dalam melaksanakan latihan, laksanakanlah dengan baik. Kalau dalam
latihan itu diutamakan keselamatan, safety, laksanakan itu dengan baik.
Contoh, bagi Angkatan Darat, kalau dalam latihan turun tebing, rappelling,
mountaineering, menurut protap, setelah tali itu digunakan oleh 30 orang, pelatih
harus menguji kembali kekuatan tali itu. Dengan teknik tertentu, lakukan itu. Sebab
kalau pelatih tidak melakukan itu, dan terjadi kecelakaan pada saat peserta latihan
turun tebing urutan ke-40, maka pelatihlah yang salah. Dan itu bisa diadili dalam
pengadilan militer karena kelalaiannya.
Kalau kalian melatih kompi, batalyon, lembaga pendidikan, dan saat itu cuaca
sangat panas, suhu sangat tinggi, kelembaban udara juga tinggi, menurut teori
kondisi seperti itu disebut sebagai kategori merah, jangan dipaksakan latihan. Kalau
masih kategori kuning pun, harus diatur sedemikian rupa, setelah sekian jam peserta
latihan harus ada akses untuk mendapatkan air minum. Lakukan itu. Kalau tidak
kalian lakukan, ada kecelakaan, ada yang meninggal karena dehidrasi, dan pelatih
tidak melakukan sesuatu yang seharusnya, pelatih juga dinyatakan salah dan bisa
diadili dalam pengadilan militer. Tetapi manakala kalian sudah melaksanakan semua
tidakan-tindakan itu, dan masih terjadi kecelakaan, terjadi kesalahan, yang dilakukan
oleh siswa, taruna, atau prajurit, berarti itu bukan kesalahan pelatih.
Banyak latihan-latihan yang mengandung risiko yang tinggi : penerjunan atau
airborne operations, di lautan, banyak sekali yang memerlukan profesionalitas,
tanggung jawab, keinginan dan kesadaran untuk melaksanakan check and recheck
oleh para pelatih sebelum dan selama melaksanakan latihan. Saya harus
menggarisbawahi hal-hal begini karena saya amati, banyak di antara Perwira,
Bintara, dan Tamtama, yang kurang memberikan perhatian pada masalah-masalah
yang teknis, masalah-masalah detail.
Saya sekarang Presiden Republik Indonesia. Saya punya perangkat, saya punya
staf, ada menteri banyak sekali. Tetapi kalau saya menjadi tuan rumah sebuah
kegiatan penting, sebagai contoh tahun lalu menjadi tuan rumah ASEAN Summit
dan East Asia Summit di Bali, yang dihadiri oleh 18 Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan, yang saya tahu belum tentu 20 tahun sekali kita menjadi tuan rumah,
yang saya tahu apa yang dia alami di Bali, Indonesia akan diingat
5
selamanya; kalau baik, memori mereka baik. Kalau jelek, memori mereka jelek.
Maka, saya pastikan, saya sendiri mengecek langsung, langsung secara fisik di
tempat kegiatan : di mana nanti tamunya datang, kursinya di mana, sound system di
mana dan apakah kualitasnya sudah yang terbaik, dan seterusnya, termasuk
pengaturan pengamanan, masalah security acces misalnya.
Apa artinya? Kita sudah bekerja siang dan malam, biaya sudah keluar. Bayangkan
kalau gagal. Yang diingat oleh mereka semua, “Indonesia tidak beres, Indonesia
tidak pandai melaksanakan international event, buktinya berantakan.” Sebaliknya,
kalau event itu bagus, akan diingat selamanya, “Lihat itu Indonesia. Contoh negara
yang tertib, yang bagus.”
Saya mengatakan, pada tingkatan saya pun hal itu saya lakukan. Kalau saya
menyampaikan pidato di manapun, di dalam negeri, di luar negeri, di Perserikatan
Bangsa Bangsa, selalu saya cek one by one, sentence by sentence, word by word.
Tidak boleh ada satu kata pun yang salah. Tidak boleh ada angka yang keliru,
karena itu dampaknya akan besar. Itu pun saya lakukan. Oleh karena itu, pada
tingkatan kalian, terutama pada level perwira pertama, wajib hukumnya untuk
melakukan check and recheck dan peduli pada masalah-masalah yang teknis
seperti ini. Itu yang nomor dua.
Yang nomor tiga adalah bangunlah kemampuan kalian. Knowledge is power.
Panglima TNI menjelaskan, kita hidup di abad globalisasi, abad teknologi, sekaligus
revolusi informasi. Oleh karena itu, perwira harus berpengetahuan luas. Asahlah
pengetahuan dan wawasan kalian sejak sekarang. Jangan menunggu, “Ah, nanti
saja kalau saya sudah jadi Kapten.” Jadi Kapten pun lewat. “Nanti kalau saya jadi
Kolonel.” Kolonel apalagi, makin tidak mudah untuk itu. Sejak sekarang, teruslah
diasah pengetahuan dan wawasan kalian.
Sekarang ini di banyak negara, di militer yang modern, modern army, modern navy,
modern air force, modern police corps, itu ada istilah soldier scholar. Artinya dia
soldier, prajurit, tapi juga punya pengetahuan, apakah dia bergelar atau tidak. Nah,
sistem kita telah memungkinkan kalian jadi perwira, dan kalian juga mendapatkan
gelar ilmu kemiliteran. Kuasai IT atau ICT (Information Technology / Information and
Communication Technology). Kuasai betul. Kalau perwira tidak menguasai, akan
tertinggal. Ini universal, ini global, sistem persenjataan akan
6
berkembang terus. Kalau kalian tidak menguasai sekali lagi IT, kalian tidak akan bisa
menggunakan alat-alat militer, persenjataan militer, dan kepolisian yang canggih dan
makin canggih itu.
Tetapi pesan saya, di tengah demam IT, jangan pula kalian menjadi generasi video
games. Banyak keluhan di luar negeri sekarang, di negara-negara maju, khawatir
kalau perwiranya menjadi generasi video games. Asyik sendiri, lupa untuk
berinteraksi secara sosial, lupa kepada atasan, lupa kepada kawan, bahkan lupa
kepada anak buah, pada bawahan. Seharusnya waktu kalian harus lebih banyak
dengan bawahan dan keluarganya. Akan bersikap egois, merasa dunianya di dunia
video games. Dalam arti yang luas, militer harus siap turun naik gunung siang dan
malam. Itulah lingkungan kalian, medan kalian, pertempuran juga di situ. Teknologi
penting, saya tahu, informasi penting. Tetapi, akhirnya yang memenangkan
pertempuran adalah mentalitas dan kemampuan kalian mengarungi medan-medan
yang berat dalam melaksanakan tugas-tugas pertempuran itu.
Camkan betul-betul hal ini. Saya tidak suka kalau ada pertemuan satu jam misalnya,
ada yang bicara, yang harusnya mendengarkan asyik main handphone sendiri.
Tidak bagus itu. Ada kalanya kalian menggunakan peralatan itu, namun ada kalanya
kalian harus tinggalkan dan fokus untuk bersama-sama mengikuti pelatihan,
pendidikan, atau briefing komandan, dan sebagainya. Itu yang ketiga: bangun
kemampuan kalian.
Yang keempat, setelah punya kemampuan one by one semua, maka bangunlah
keunggulan dan daya saing masing-masing. Memang, kompetisi
persaingan di antara kalian itu adalah cara untuk menuju ke prestasi dan kemajuan.
Itu terjadi di manapun. Tetapi, kompetisi yang harus kalian lakukan adalah kompetisi
yang sehat, bukan sekedar mengalahkan seseorang, menjatuhkan seseorang.
Bahkan dalam dunia militer, sering disebut berkompetisilah dengan standar (yang
berlaku). Misalnya, saya ingin memiliki kesamaptaan yang baik. Saya tidak mau
kalah dengan kawan saya itu, apalagi kawan saya itu agak sombong, merasa dirinya
paling hebat. Saya tidak ingin kalah dengan yang bersangkutan. Caranya? Kalau
standarnya pull up itu minimal enam kali, kalau sit up minimal 42 kali, kalau push up
juga 42 kali, kalau lari 12 menit, harus 2.400 atau 2.500; kejarlah pencapaian
standar itu. Bukan sekedar, “Ah, dia cuma empat kali kuatnya. Saya lima kali.”
7
Sama-sama jelek. “Ah, dia kan cuma tiga putaran nggak kuat, saya cukup tiga
putaran lebih sedikit.” Sama-sama nggak lulus. Berkompetisilah dengan standar.
Dalam membangun daya saing, dalam membangun keunggulan, dalam
berkompetisi, jangan menjegal, jangan main fitnah, jangan mengadukan kawannya
kepada atasan. Saya punya prinsip. Saya pernah menjadi komandan brigade. Ada
perwira secara tidak langsung datang ke saya, kebablasan ngomong menjelekkan
yang lain. Saya katakan, “Kamu, keluar ruangan! Kamu yang jelek!” Pantang
menjelek-jelekkan kawan, pantang memfitnah orang lain agar dirinya menjadi
kelihatan lebih bagus. Cegah itu.
Kompetisi itu, para Taruna Calon Perwira, seperti kompetisi dalam pertandingan
atau lomba olahraga. Kalau mau menang sepak bola, berlatihlah. Bikin taktiknya,
tekniknya, ausdower nya, semua harus bagus, staminanya harus prima. Berlatihlah
siang dan malam, di berbagai medan, berbagai cuaca, dengan jam terbang yang
tinggi, insya Allah akan banyak menang. Bukan, “biar menang, saya ganjal lawan
saya, biar pincang kakinya, dan keluar lapangan,” dan seterusnya. Bukan itu.
Kompetisi di militer juga tidak boleh seperti itu.
Mau lomba marathon, sepuluh kilo meter, 10 K sering kita lakukan. Bahkan, ada
satuan yang dua minggu sekali atau seminggu sekali latihan lari 10 kilo meter, itu
bagus. Kalau memang kalian ingin bagus, ya berlatih sehingga kuat 10 kilo meter
dengan waktu kurang dari 1 jam. Itu yang diharapkan, bukan tengok kiri-tengok
kanan, nyegat ojek, muter, tiba-tiba sudah di depan. Bukan seperti itu. Karena kalau
ketahuan akan dicap selamanya, dan tidak pernah kalian dipercaya lagi oleh
siapapun, kalau sekali saja melakukan hal yang curang seperti itu. Hanya ingin
menjadi juara, tapi dengan cara-cara yang tidak benar. Bangun keunggulan dan
daya saing, sekali lagi, dengan cara-cara yang benar. Itu yang keempat.
Yang kelima, jaga dan tegakkan etika profesionalisme, professional
ethics. Setiap kaum profesional itu memiliki etika, memiliki kode etik, apakah dia
perwira militer, apakah dia dokter, apakah dia lawyer, apakah dia perwira kepolisian,
punya kode etik. Oleh karena itu, kalian sudah tahu kode etik perwira. Jangan hanya
dihapalkan, jangan hanya dibaca, camkan dan jalankan sepanjang karier kalian.
8
Bagi perwira, militer maupun kepolisian, kehormatan adalah di atas segala-galanya.
Di luar negeri, pernah kita dengar semboyan, “Duty, honour, country,” “Tugas,
kehormatan, negara.” Itu juga berlaku di Indonesia. Kita juga menganut falsafah atau
semboyan seperti itu. Tugas, kehormatan, dan negara, jadikan satu. Dengan
demikian, kapanpun kalian mengemban tugas, sebesar apapun bahaya dan
risikonya, kalau ingat duty, honour, country, insya Allah kalian akan dapat dan kalian
akan bisa mengemban tugas dengan baik.
Pantang gagal dalam tugas. Jangan menyerah. Harus betul-betul memiliki sikap
untuk mengatasi segala rintangan. Jadilah perwira yang dedicative. Kalian sering
mendengar contoh kakak-kakak kalian di medan tugas selama ini ataupun juga
kisah-kisah di negara-negara lain, heroisme dalam pertempuran, maka dikenal
dengan beyond the call of the duty, melampaui panggilan tugasnya.
Kalau suatu ketika saat menghadapi situasi yang kritis, tapi kalian punya darah dan
jiwa, punya semangat, punya spirit, yakin akan bisa lakukan itu, sekalipun tahu
berbahaya, resikonya tinggi dan tidak mudah, tapi kalian terus berikhtiar. Akhirnya
berhasil menyelamatkan satuannya, menyelamatkan teman-temannya. Itu yang
disebut dengan beyond the call of the duty. Dan negara akan memberikan
penghargaan sambil memberikan hormat kepada prajurit dan perwira seperti itu.
Masih berkaitan dengan etika profesionalisme, kalian harus punya jiwa korsa yang
tinggi, kohesi yang kuat, soliditas di antara kalian. Bukan hanya di masing-masing
angkatan, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian,
soliditas intra dan soliditas di antara kalian semua juga sangat penting.
Kalian harus punya etiket, punya manner, punya budi pekerti yang baik. Ini sangat
menentukan. Jangan mentang-mentang merasa pintar, lantas menyepelekan
atasannya, tidak menganggap kawan-kawannya, itu awal dari kegagalan. Bagaima-
napun atasan, komandan, ya komandan dan atasan, lebih banyak pengalamannya,
lebih bijak biasanya. Karenanya kalian harus terus belajar. Kalau kalian punya
pengetahuan lebih, sumbangkan untuk menyukseskan satuan yang dipimpin oleh
atasan-atasan kalian itu.
Dalam sistem penilaian di jajaran militer, juga berlaku secara universal, ada yang
disebut dengan peer reports (penilaian antar kawan). Begini, misalkan ada 20
9
Letnan Kolonel, pimpinan akan mengisi 5 jabatan Kolonel dipilih dari 20 Letnan
Kolonel itu, maka diceklah riwayat jabatannya, riwayat kepangkatannya,
pendidikannya, dan sebagainya. Kadang-kadang dalam situasi tertentu, komandan
ingin tahu, di antara 20 letnan kolonel itu, mereka sendiri siapa yang diunggulkan.
Itulah yang dilaksanakan dengan peer reports. Bisa jadi, orang yang lulusnya di
pendidikan bagus, cerdas, menonjol, tapi dalam peer reports yang paling bawah.
Mengapa? Tidak ada satu pun temannya yang suka, sombong, mentang-mentang,
atasan pun enggak dianggap. Di situ bisa kena perwira itu. Oleh karena itu, ini juga
bagian dari budi pekerti, perilaku, manner, yang harus kalian jaga dengan baik
sebagai seorang perwira profesional. Itu yang kelima.
Yang keenam, kalian harus bermental tangguh, ulet, jangan takut gagal.
Jangan takut gagal. Kalau kalian takut gagal, kalian takut salah, pasti berhenti, do
nothing. Mengatasi krisis ekonomi takut, ah biar sajalah. Ada krisis ini, diam saja.
Kalau kalian takut gagal dan takut salah, tidak akan terjadi apa-apa, tidak juga terjadi
perubahan situasi. Tetapi kalau kalian berbuat, meskipun ada salah-salahnya,
sekali-kali gagal, kalian telah berbuat dan pasti ada manfaatnya. Yang penting, kalau
kalian salah, memiliki kesalahan atau pernah gagal dalam tugas, segera bangkit
kembali, lakukan perbaikan, dan kemudian berbuatlah yang lebih baik agar tugas-
tugas yang diemban berikutnya lagi, itu berhasil. Lakukan itu sepanjang karier
kalian, percayalah. Mulai besok, sejak saya lantik sampai pensiun nanti atau sampai
alih profesi, alih karier, tidak akan pernah sepi kalian dari masalah, tantangan, ujian,
dan cobaan, hampir pasti selalu ada. Saya pun punya, Pak Gubernur Jawa Tengah
punya, para Menteri punya, para Pimpinan TNI Polri juga menghadapinya. Semua
punya masalah, punya tantangan, punya ujian. Tetapi kalau kita bermental tangguh
selalu ada solusi. Di masa krisis pun, selalu ada peluang. Itu yang keenam.
Yang ketujuh, percaya kepada diri sendiri. Jangan ganthol, cari siapa yang
kira-kira mau kalian ganthol itu, supaya ditarik begitu, jangan! Jangan dikit-dikit minta
sponsor. Ini SMS-nya Ibu Negara, SMS ADC saya penuh dengan permintaan
sponsor, mulai dari ujian Secaba, Secapa, Seskoad, sampai minta pindah Koramil.
Bayangkan Presiden disuruh ngurusi yang ingin lulus Secaba, Secapa. Tanya Ibu
Negara itu, ndak pernah berhenti. Dalam hati saya, kenapa sih kok mudah sekali
minta sponsorship. Kalau mau berhasil ujian, entah Secapa, entah Suslapa, entah
Seskoad, syaratnya satu, belajar.
10
Saya punya pengalaman. Saya Mayor, bertugas di Timor-Timur. Saya terlambat 3
tahun dari teman-teman saya mengikuti Seskoad. Tapi tidak apa-apa, tidak kecil
hati. Setelah itu dapat giliran untuk ujian. Ada teman saya mengatakan, “Ah ngapain
ujian? Ngapain belajar-belajar? Berapa sih Sesko? Paling-paling 10 juta kita siapin.”
Saya dengan istri waktu itu berpikir, kami sebelum jadi Danyon bertugas sebagai
guru, sebagai pelatih di Pussenif, dari mana uang 10 juta?, tidak punya kami, dari
mana? And I did not believe, bahwa dengan uang segalanya akan OK. Maka kami
berdua Bismillah, saya belajar. Belajar betul, saya sungguh-sungguh belajar. Tuhan
memberi jalan, lulus. Mungkin yang punya 10 juta, mungkin lulus, mungkin juga
tidak. Karena kalau mau lulus ujian, ya belajar sebaik-baiknya.
Kalau mau jabatan yang baik, mungkin bisa saja berangan-angan mudah-mudahan
saya mendapatkan promosi di jabatan itu, ya caranya tunjukkan prestasi dan
kemampuan, pastilah diangkat kepada posisi itu.
Saya punya anak, sekarang berpangkat Mayor. Waktu dulu mau masuk Akademi
Militer, saya sudah Jenderal. Mestinya saya bisa memberikan sponsorship atau
minta Jenderal yang lebih senior memberikan sponsorship. Apa yang saya lakukan?
Saya latih selama satu tahun, kesamaptaan, cek kesehatan, sampai
pengetahuannya. Saya sampaikan kepada anak saya saat itu “saya ingin kau lulus
karena dirimu sendiri”. Dan lulus.
Saya kadang-kadang sedih. Ada seorang yang gemuknya luar biasa, over weight,
pull up tidak kuat, lari harusnya 6 putaran, hanya 1,5 putaran. Orang tuanya
menelpon, waktu saya masih Bintang 1, Bintang 2, tolong diluluskan anak saya.
Saya bilang kepada orang tuanya, tahun depan saja, latihlah dulu yang baik. Saya
juga melatih anak saya. Karena begitu seharusnya, dan ternyata pada saatnya
masuk betul. Setelah dilatih dan disiapkan dengan baik, tahun depannya lagi, badan
sudah kurus, kesemaptaannya bagus, akan puas dan lulus. Kalau dipaksakan
gemuk begitu, ya ditolak di Magelang. Atau kalau bablas diterima di Akademi, bisa
saja celaka. Waktu peluncuran barangkali jatuh, misalnya.
Percaya kepada diri sendiri termasuk itu. Jangan punya falsafah, cari siapa yang
bisa digantholi ini. Kalian naik harus karena kalian sendiri. Kalau kalian sukses,
kalian mekar, mekar sendiri dengan cara bertugas sebaik-baiknya. Mengikuti
11
pendidikan, laksanakan dengan sebaik-baiknya. Pelatihan, laksanakan pula dengan
sebaik-baiknya. Itu yang ketujuh.
Yang kedelapan, jangan pilih-pilih tugas dan jabatan. Saya sering
mendengar, begitu jadi perwira, Letnan, Kapten, Mayor, enggak mau jadi guru, jadi
guru militer, nggak mau, jadi dosen juga tidak mau. Ah apa itu, katanya. Itu di pusat
infanteri di Bandung, cemara aja kering, apalagi guru militer, tidak mau. Ada yang
maunya ditempatkan di sekitar Jakarta, yang penting Monas kelihatan. Begitu mau
ditugaskan di luar Jawa, cari jalan untuk tidak jadi ditugaskan ke sana, kasak-kusuk.
Ada juga yang berfalsafah, ah mari kita cari jabatan yang “basah”. Basah apa? Yang
basah-basah itulah yang bisa membikin orang jatuh. Bahkan untuk mendapatkan
posisi yang enak, tempat yang enak, mau nyogok, cegah itu. Hindari itu.
Ingat, kalian punya keinginan, saya ingin menjadi ini, menjadi itu, bertugas di sini,
bertugas di situ, belum tentu itu yang diberikan oleh atasan, oleh Angkatan Darat,
Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian Negara Republik Indonesia. Belum
tentu. Tapi percayalah, rencana Tuhan itu selalu lebih indah dari rencana manusia,
dan rencana manusia belum tentu sama dengan rencana Tuhan.
Dan saya pernah mengatakan bukan karena jabatan, seseorang menjadi hebat,
bukan. Jabatan bagus pun, kalau di situ tidur, asal-asalan, maka jabatannya pun
menjadi lebih kecil, sekecil orang yang tidak menjalankan tugas dengan baik. Tapi
jabatan apa pun, kalau kalian di situ berbuat yang terbaik, berprestasi, kelihatan
menonjol, mengemuka, maka menjadi besarlah jabatan itu. Jadi orangnya lah yang
menentukan, bukan jabatannya.
Masih sekitar jangan pilih-pilih tugas. Kalian tentu tidak menyangka kalau saya
pernah bertugas di jabatan-jabatan yang paling tidak disukai oleh orang, tapi saya
tidak memilih, karena memang tidak bisa. Meskipun saya juga sama dengan yang
lain, di Angkatan Darat pernah Danton, Danki, Danyon, Danbrig, seperti itu, tetapi
saya pernah jadi guru militer. Dua tahun di Pusat Infanteri, dosen Seskoad 2 tahun,
staf pribadi, jabatan yang pada umumnya orang tidak mau, pernah saya alami itu.
Kemudian tugas di Dispenad, Dinas Penerangan, sampai suatu ketika ada atasan
yang bertanya kepada saya, kamu salahnya apa kok dinas di Dispenad?. Ya tugas
Pak, kan enggak bisa milih. Demikian juga di bidang Sosial Politik, mestinya kalau
riwayat penugasannya operasi, operasi, dan operasi, semestinya kan jadi Asops
12
atau Kasum, saya malah jadi Assospol dan kemudian Kassospol. Ah ini apa
Kassospol itu, tapi saya tidak bisa memilih.
Tapi ternyata ragam pengalaman yang saya miliki itu lebih menyempurnakan
kepribadian, lebih menambahkan bekal lagi bagi saya. Maksud saya, kalau kalian
nanti mendapatkan tugas yang bukan jabatan komandan, jabatan yang begitu-
begitu, tetap laksanakan dan jalankanlah dengan sebaik-baiknya. Karena itu semua
akan menambah bekal kalian untuk mengemban tugas apa pun yang akan diberikan
oleh negara, oleh TNI dan Polri. Itu nomor delapan.
Yang nomor sembilan, ini Ibu-ibu pasti senang ini, tahanlah terhadap godaan
harta, tahta dan wanita. Harta, tahta, dan wanita. Jangan baru berdinas 3-4 tahun,
ingin memiliki harta yang tidak pantas. Kesejahteraan akan mengikut jenjang
jabatan, penugasan, dan posisi kalian.
Negara, Alhamdulillah, karena ekonomi kita tumbuh baik, Anggaran Belanja Negara
meningkat, demikian juga anggaran pertahanan, maka tahun-tahun terakhir, para
prajurit kita, Tamtama, Bintara, dan Perwira, mengalami kenaikan gaji yang
signifikan, ada remunerasi, ada kenaikan uang lauk-pauk dan sebagainya. Akan ada
perhatian negara, mengikut itu. Jangan belum-belum sudah ingin mengumpulkan
harta sebanyak-banyaknya. Itu yang nanti bisa membuat kalian jatuh.
Alutsista, kita tingkatkan 5 tahun terakhir ini cukup signifikan, belum pernah terjadi.
Mengapa? Karena memang kita punya kemampuan ekonomi, sudah lama kita tidak
memodernisasi dan mengembangkan alutsista kita. Sekaranglah kita lakukan.
Insya Allah, tahun-tahun mendatang, negara juga akan lebih memikirkan perumahan
bagi TNI dan Polri. Dengan demikian, tidak ada lagi masalah-masalah yang
berkaitan dengan perumahan prajurit yang sering menjadi masalah politik. Itu
menunjukkan bahwa negara pun, pemerintah pun, saya pun, Pimpinan-pimpinan
kalian pun memikirkan kesejahteraan bagi para prajuritnya.
Untuk menghadapi godaan harta, tahta dan wanita, tetaplah dekat dengan keluarga.
Itu benteng yang paling utama. Kalau kalian berjarak dengan keluarga, godaan akan
mudah datang. Kemudian waspada terhadap jebakan. Kadang-kadang kompetisi itu
tidak sehat, ada saja, politik, non politik, kawan bisa menjebak kawan,
13
mengorbankan kawan. Waspada. Ingat, jangan mau dan mudah dijebak. Kembali,
itu biasanya terkait urusan harta, tahta, dan wanita.
Yang kesepuluh atau yang terakhir, kalian harus senantiasa dekat dengan
Yang Maha Kuasa, sekali lagi tetap dan selalu dekat dengan Yang Maha Kuasa.
Sebagai manusia, umat hamba Allah SWT, umat hamba Tuhan, kita harus
bertawakal, berserah diri, setelah kita berupaya, berikhtiar sekeras-kerasnya. Bukan
berarti, ya sudahlah tawakal saja, bukan itu. Kita bekerja, kita berikhtiar, kita
berupaya, all out, sekeras-kerasnya, setelah itu mari kita bertawakal, mari berserah
diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sambil memohon pertolongan Allah.
Percayalah pertolongan Tuhan itu akan selalu datang. Manakala kalian benar-benar
merasakan sesuatu yang amat berat, seolah-olah tidak mungkin diatasi, padahal
kalian sudah menjalankan segalanya, nah di situlah sebetulnya pertolongan Tuhan
amat dekat, kalau kita tawakal, kita berserah diri, dan kita memohon kepada-Nya. Ini
bisa terjadi di mana pun, di basis, di medan pertempuran, di mana pun kalian
bertugas.
Para Taruna, Calon Perwira yang saya cintai,
Saya pun sudah menjadi Presiden, tetapi selalu ada persoalan, ujian, cobaan, dan
tantangan, tidak pernah berhenti. Boleh dikata siang dan malam. Tetapi saya tidak
pernah putus harapan, patah semangat, apalagi menyerah. Saya terus berikhtiar,
berusaha dan bekerja terus, sambil sekali lagi, berserah diri dan memohon
pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sepuluh hal itulah yang saya ingin kalian, bukan hanya pedomani dan camkan, tapi
juga kalian jalankan mulai esok hari, dan seterusnya ke depan. Dan barangkali
sepuluh hal penting ini, bukan hanya berlaku ketika kalian bertugas di jajaran TNI
dan Polri, tapi juga relevan atau bisa diberlakukan kapan pun, pada profesi apa pun,
karier apa pun, yang akan kalian tempuh di masa depan.
Dan dengan apa yang telah saya sampaikan tadi, nanti kalau sudah mulai berdinas,
kemudian kalian terima apa yang saya sampaikan ini dalam bentuk transkrip, sekali-
kali baca dan baca kembali. Karena saya sebagai kakak, sebagai senior, sebagai
Presiden, sebagai Panglima tertinggi, ingin semua sukses, selamat, sesuai dengan
cita-cita kalian, sesuai dengan harapan orang tua kalian, sesuai
14
dengan doa para pelatih semua, yang ingin negara kita makin maju, yang ingin
tentara dan polisinya makin berhasil dalam mengemban tugas-tugas negara.
Itulah, para Taruna dan Taruni Calon Perwira, yang dapat saya sampaikan. Saya
diberi tahu kalian ingin mengajukan pertanyaan kepada saya. Setelah ini, saya
persilakan. Tolong dibantu oleh Pimpinan TNI maupun Polri, siapa yang ingin
mengajukan pertanyaan. Dan lebih baik saya berdiri di sini, supaya bisa langsung
melihat wajah-wajah kalian. Silakan Panglima TNI.
Laksama Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Terima kasih, Bapak Presiden. Untuk Taruna Calon Perwira Remaja diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada Bapak Presiden. Satu dari
Akademi Militer, satu dari Akademi Angkatan Laut, satu dari Akademi Angkatan
Udara, selanjutnya nanti dari Kepolisian. Saya persilakan dari Akademi Militer.
Silakan.
Kadet Patria Amanzha:
Nama: Patria Amanzha, Sersan Mayor Satu Taruna, Nomor Akademik: 2008-267.
Selamat malam, Bapak Presiden. Kami selaku penerus generasi TNI-Polri
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden, karena sejak
kepemimpinan Bapak, pengembangan alutsista bagi TNI dan Polri mengalami
kemajuan yang signifikan. Yang kami tanyakan, bagaimanakah rencana
pengembangan alutsista ke depan dan apakah ini saling berkesinambungan?
Selesai.
Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih. Silakan duduk lagi.
Ya, ini saya kenal ayahnya, sahabat dekat saya, Jenderal Ryamizard, tentara yang
hebat. Mudah-mudahan Patria bisa mengikuti jejak ayahnya, menjadi pemimpin.
Saya juga masih ingat, ketika saya menjadi Komandan Brigade Infanteri 17 Lintas
Udara, Kujang I Kostrad, ayah Patria ini Kepala Staf Brigade. Dan ingat saya, Patria
masih kecil dulu, umur berapa itu? Ini Ibu Ani saya kira masih ingat.
15
Pertanyaannya bagus, apakah kebijakan kita, policy kita untuk mengembangkan
alutsista ini akan terus berlanjut. Jawaban saya, ya, akan terus berlanjut. Mengapa?
Sudah cukup lama, kurang lebih 20 tahun terakhir, kita tidak melakukan modernisasi
dan pembangunan kekuatan yang seharusnya dilakukan. Bukan kesalahan masa
lalu, bukan kesalahan pemimpin-pemimpin yang dulu; karena memang ekonomi kita
belum mampu, kita mengalami krisis, kemudian kita lebih mengutamakan untuk
kesejahteraan rakyat kita.
Nah sekarang, ekonomi kita makin baik, kemampuan kita meningkat secara
signifikan, kita juga bisa memberikan alokasi anggaran untuk pendidikan, kesehatan,
dan lain-lain yang juga besar. Maka, sudah saatnya tentara kita dilakukan
modernisasi dan pembangunan kekuatan agar, pertama, bisa menjaga kedaulatan
dan keutuhan wilayah Indonesia yang amat luas, dari Sabang sampai Merauke,
yang luasnya 8 juta kilometer persegi daratan dan lautan, yang setiap saat bisa
terjadi konflik di wilayah kita.
Oleh karena itu, kita perlu memiliki tentara yang modern. Kita perlu memiliki the
Minimum Essential Force yang bisa menjalankan tugas-tugas operasional di masa
damai. Dan di masa perang, bisa dikembangkan menjadi kekuatan yang lebih besar
lagi. Itu tujuan kita. Oleh karena itu, kita lakukan lima tahun terakhir ini dengan
anggaran yang tidak sedikit, anggaran yang kita kumpulkan dengan membangun
ekonomi kita.
Oleh karena itu, saya meminta kepada pimpinan TNI-Polri, para menteri terkait, agar
apa yang kita rencanakan dengan upaya yang tidak ringan, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan anggaran itu berjalan sesuai dengan waktu
yang kita harapkan.
Jangan ada hambatan di manapun. Saya dengar ada hambatan-hambatan di sana-
sini. Ada hambatan di pemerintahan, di DPR. Ajaklah semuanya. Apa kita mau
tentara kita kurang modern, kurang kuat, bahkan dibandingkan tetangga-tetangga
kita, kita di bawah? Tidak boleh terjadi. Indonesia negara terbesar di ASEAN.
Tentara kita harus kuat bukan untuk berperang melawan negara lain, menjaga tanah
air kita, kedaulatan kita, keutuhan wilayah kita. Dan harus kita lakukan.
16
Oleh karena itu, saya ingin sekali lagi yang sudah kita rencanakan mari kita
laksanakan untuk rakyat kita, untuk pertahanan negara kita, untuk kedaulatan kita.
Dan tentunya sampai dengan 2014, kita punya planning, punya rencana, punya
program, dengan harapan pada titik yang jauh lebih meningkat dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Dan kemudian presiden yang akan datang, pemerintah yang
akan datang tentu akan melanjutkannya lagi, meningkatkan kemampuan itu menuju
Minimum Essential Force, dengan tentu tidak boleh mengesampingkan anggaran
untuk kesejahteraan rakyat kita.
Jadi, jawabannya ya, anggaran akan terus dikeluarkan, tapi dalam batas
kemampuan negara, dan kemudian alutsista yang diadakan pun harus betul-betul
sesuai dengan tantangan jaman, modern. Yang bisa dibikin di dalam negeri, kita
bikin sendiri. Wajib hukumnya. Yang belum bisa, kerja sama dengan negara
sahabat. Dan akhirnya, industri pertahanan kita juga berkembang. Kita punya
tentara juga akan makin modern dan kuat. Dan akhirnya, tugas yang diberikan oleh
negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dapat kita jalankan dengan baik.
Begitu.
Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Terima kasih, Bapak Presiden. Selanjutnya dari Akademi Angkatan Laut. Silakan.
Kadet Dian Haris Susilo:
Dian Haris Susilo, Sersan Mayor Satu, Kadet Laut, Nomor Akademi: 2008-385,
Calon Perwira Remaja Akademi Angkatan Laut. Izin bertanya.
Sebagai seorang purnawirawan TNI, tentunya Bapak Presiden sangat mengetahui
beraneka ragam hambatan yang dihadapi oleh TNI dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Dikaitkan antara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab di
lapangan dengan hak asasi manusia yang ada di masyarakat, bagaimana cara yang
efektif dan efisien agar TNI dapat menarik simpati masyarakat dalam melaksanakan
tugas tanpa melanggar hak asasi manusia, guna mengatasi permasalahan yang
terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia saat ini? Sekian pertanyaan dari kami.
Terima kasih.
17
Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih. Silakan duduk. Ini juga pertanyaan yang bagus. Dan ini juga berlaku
bagi TNI dan Polri, terlebih Polri yang lebih langsung berhadapan dengan
masyarakat luas.
Begini, para Taruna, para Kadet, para Karbol, Calon Perwira TNI dan Polri.
Sebenarnya, dengan reformasi yang dijalankan oleh TNI dan Polri, prajurit TNI dan
Polri sekarang benar-benar sudah memahami hak asasi manusia dan sungguh ingin
menghormati hak-hak asasi manusia itu. Kalian telah diberikan pelajaran,
pendidikan, bahkan pelatihan bahwa di dalam melaksanakan tugas, tugas apapun,
seringkali bersentuhan dengan masyarakat luas. Oleh karena itu kalian di satu sisi
harus bisa menjalankan tugas pokok militer atau kepolisian, tapi di sisi lain tidak
perlu harus melanggar hukum dan melanggar hak asasi manusia.
Memang, sekarang ini seperti mudah sekali menuduh TNI dan Polri melaksanakan
pelanggaran HAM, pelanggaran HAM berat. Ingat, ketentuan internasional dan
undang-undang kita sendiri, yang dinamakan pelanggaran HAM berat, bahasa
Inggrisnya adalah gross violations of human rights, itu ada dua. Satu adalah
genocide, genosida. Satu adalah crimes against humanity. Banyak di dunia ini
contoh pelanggaran HAM berat. Satu rezim memusnahkan penduduk atau etnis.
Korbannya ribuan. Dibasmi, ditumpas dengan menggunakan kekuatan militer,
persenjataan mililter. Ya, itu yang disebut dengan pelanggaran HAM berat, apakah
crimes against humanity atau genocide. Itulah yang bisa diadili sebagai penjahat
perang. Jadi, jangan cepat-cepat mengatakan, “Ah, ini terlibat pelanggaran HAM
berat.” Ingat ada syarat-syarat dan ketentuannya.
Tetapi, saya tahu, kadang-kadang, meskipun kalian sudah sangat berhati-hati, ada
barangkali anak buah yang di dalam melaksanakan tugas, itu melebihi
kepatutannya. Kadang-kadang, ada juga melanggar hukumnya. Itu yang tidak boleh
terjadi. Tetapi ingat, itu bukan termasuk pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang
mudah diisukan di mana-mana. Itu tindakan yang harus dicegah. Jangan melawan
hukum, jangan melanggar hak asasi manusia. Ada semua aturannya. Jalankan saja
tugas kalian sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak perlu khawatir.
18
Tetapi, saya ingin mengingatkan, misalnya ada kerusuhan dilaksanakan sekelompok
massa, Polri turun, memagari, mereka melempar dengan bom molotov, melempar
dengan batu, ada anggota Polri yang berdarah, kemudian Polri tetap mendesak-
mendesak-mendesak, ketika kelihatan di televisi sepertinya Polri melaksanakan
kekerasan, Polri menjalankan tugasnya. Kalau dibiarkan, akan habis kota itu. Kalau
dibiarkan, betapa banyak korban harta benda dan jiwa. Nah, dalam konteks itu, Polri
menjalankan tugasnya. Tidak perlu misalkan dalam membubarkan massa kerusuhan
itu, lantas mereka sudah mundur, masuk suatu tempat, dikejar lagi oleh polisi,
digebukin sampai masuk rumah sakit. Itu yang tidak perlu. Tetapi, ketika
mengamankan, menjaga apakah instansi, apakah kegiatan, tugas Polri. Itu tidak
termasuk melanggar HAM ataupun apalagi pelanggaran HAM berat, asalkan tidak
melebihi kepatutannya, yang saya berikan contoh tadi.
TNI mengemban tugas keamanan di Papua. Sah, itu. Akhir-akhir ini, ada isu di luar
negeri, Indonesia tidak sepatutnya melaksanakan operasi keamanan di Papua dan
tidak sepatutnya polisi menghalang-halangi mereka untuk menyampaikan
ekspresinya. Saya katakan, yang namanya mau merdeka, keluar dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu bukan freedom of speech, bukan hak asasi. Itu ya
separatisme, harus dihentikan, hukum ditegakkan. Saya mengatakan kepada para
pemimpin dunia, Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga kedaulatan
kita, untuk menjaga keutuhan wilayah kita.
Di Papua, kita tidak melaksanakan operasi besar-besaran, tidak. Sejak tahun 2005,
kita lebih mengutamakan pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Operasi militer
untuk melindungi masyarakat, menjaga keamanan. Jangan sampai ada gangguan-
gangguan agar pembangunan bisa berlangsung. Tidak pernah Indonesia -- kemarin
saya sampaikan waktu saya melaksanakan jumpa pers dengan Kanselir Jerman
Angela Merkel, menjawab pertanyaan wartawan dari Jerman -- Indonesia tidak
pernah menggunakan helikopternya, tanknya, pesawat tempurnya, artilerinya untuk
menembaki rakyatnya sendiri, tidak pernah itu. Kita meningkatkan kemampuan kita,
alutsista untuk menjaga kedaulatan kita. Siapa tahu ada negara lain yang ingin
melaksanakan agresi. Bukan untuk rakyat kita.
Oleh karena itu, ketika mengemban tugas, apakah di daerah operasi, apakah di
daerah basis, rujuk saja ketentuan hukum, rujuk saja tentang hak asasi manusia,
19
jangan ragu-ragu, asalkan sekali lagi jangan melebihi kepatutannya. Di situ peran
kalian, peran Letnan, peran Kapten, peran Mayor, peran Letnan Kolonel,
memastikan bahwa kalian profesional dan proporsional, itu.
Saya berharap, pimpinan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara terus
melatihkan kalian pendidikan, pelatihan, drill di lapangan tentang hak asasi manusia.
Misalnya, dalam pertempuran, tiba-tiba pesawat musuh tertembak. Kalau pilotnya itu
bail out, menyelamatkan diri, maka ketika dia menyelamatkan diri, tidak boleh
ditembak. Itu Konvensi Jenewa, asalkan setelah sampai di darat, kalau mau tidak
ditembak, ya angkat tangan, menyerah. Itu hukum perang. Itu Konvensi Jenewa.
Tetapi, kalau dalam pertempuran, tiba-tiba musuh menerjunkan satu batalion
pasukan linud dengan payungnya maka, meskipun turun dari atas pesawat, mereka
bisa ditembak karena mereka datang bukan untuk menyelamatkan diri, untuk
menyerang. Payung itu sama dengan sarana angkut. Kalian melewati tempat
ibadah, entah gereja, entah masjid, entah pura, apapun, kalian tidak boleh
menembak. Ada orang ibadah di situ, jangan ditembak. Tetapi kalau dari tempat-
tempat ibadah itu musuh menembaki kalian dengan senapan mesin, dengan SMS,
melempar mortir, melempar granat, maka sebetulnya hilanglah kekebalan rumah
ibadah itu. Itu hukum perang. Itu Konvensi Jenewa.
Sebenarnya, sudah cukup gamblang, cukup banyak apa yang harus diketahui oleh
seorang prajurit, oleh perwira dalam menjalankan tugas sehari-harinya. Oleh karena
itu, pastikan, para Jenderal, Laksamana, dan Marsekal, agar mereka tidak pernah
ragu-ragu dalam menjalankan tugas, karena tahu mana yang termasuk pelanggaran
HAM dan mana yang bukan pelanggaran HAM; mana yang termasuk pelanggaran
hukum dan mana yang dibenarkan secara hukum. Tugas kalian memang keamanan,
pertahanan. Ya, itu jawaban saya.
Laks. Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Terima kasih, Bapak Presiden. Selanjutnya dari Akademi Angkatan Udara. Silakan.
Kadet Agung Budi Purnawan:
Agung Budi Purnawan, Sersan Satu, Karbol, Nomor Akademi: 2008-448, Calon
Perwira Remaja dari Matra Udara, izin bertanya.
20
Dalam era globalisasi, menuntut adanya perkembangan teknologi sehingga
kebebasan akses media dan akses informasi tidak terbatas. Melihat hal tersebut,
merujuk pada suatu konsep perang di zaman modern, perang tidak hanya kontak
fisik atau simetris melainkan dapat berwujud serangan fisik atau asimetris. Perang
asimetris merupakan ancaman dalam pertahanan dan keamanan maupun bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial maupun budaya.
Yang ingin kami tanyakan bagaimana peran kami sebagai TNI dan Polri untuk
mengawasi dan mengatasi ancaman asimetris secara profesional. Terima kasih.
Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih. Di era sekarang ini, bentuk peperangan dan pertempuran telah
berkembang sedemikian rupa, berbeda dengan doktrin, strategi, taktik dan teknik
yang dulu berlaku di dunia, apakah sejak era Rusia, Alexander the Great, Napoleon,
Hitler dan seterusnya. Ingat, abad modern itu dimulai dari abad 18. Oleh karena
itulah, sering disebut the evolution of modern warfare itu terjadi atau dimulai pada
abad 18. Mengapa? Karena teknologi informasi, information and communication
technology mempengaruhi, merubah banyak hal dalam peperangan itu.
Kalian tentu telah diajari oleh para pelatih, oleh para dosen, pendidik, yang disebut
Revolution in Military Affairs, berkembangan doktrin, taktik, dan teknik pertempuran
karena intervensi, karena aplikasi, informasi, komunikasi, dan teknologi. Dengan
demikian, benar memang perang menjadi sering asimetris, asymmetric warfare.
Banyak sekali faktornya, banyak sekali. Peperangan di Afganistan dan di Iran.
Modern military dari sekutu misalkan berhadapan dengan gerilya, dengan hit and run
tactics berada di tengah-tengah masyarakat itu juga asimetris. Senjata modern tidak
selalu bisa melumpuhkan kondisi seperti itu, itu juga sesuatu yang asimetris.
Pengertian keamanan juga berkembang dari yang traditional security threat menjadi
non-traditional security threat, macam-macam. Oleh karena itu, ya kita harus siap.
Oleh karena itu, saya senang TNI telah mengembangkan, telah memutakhirkan
doktrin, yang di Magelang dulu ini kita mulai. Saya sudah dilapori, sudah selesai,
kapan-kapan nanti tolong dipresentasikan. Saya akan dukung, Menhan juga akan
mendukung semuanya. Dengan demikian, apa yang ada dalam
21
doktrin bisa kita lengkapi dengan persenjataan, perlengkapan dan segala
sesuatunya untuk doktrin itu bisa dijalankan.
Yang ditanyakan apa yang bisa dan harus kalian lakukan? Ikuti saja doktrin ini ,
apakah itu yang bersifat strategis maupun yang bersifat operasional dan bersifat
taktis. Ikuti saja Standing Operating Procedures. Ikuti dan terus ikuti dinamika dan
perkembangan dunia kemiliteran, termasuk the nature of conflict, the nature of
warfare dari waktu ke waktu. Dan seringlah diacarakan dalam pendidikan dan
pelatihan. Dengan demikian, kalian akan tahu, tentu masing-masing punya porsi,
masing-masing punya fungsi, masing-masing punya tugas dalam menghadapi
asymmetric warfare. Bagi seorang Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut,
Angkatan Udara berbeda dengan para Pangkotama, berbeda dengan para
Komandan Brigade, berbeda dengan para Kapten dan para Letnan. Semua akan
diatur di situ. Tapi saya senang kalian sudah mengetahui bahwa ilmu kemiliteran,
ragam, dan bentuk peperangan di dunia ini sudah jauh berubah dan jauh
berkembang. Oleh karena itu, doktrin kita juga harus dimutakhirkan. Begitu jawaban
saya.
Jenderal Pol Timur Pradopo, Kapolri (Moderator)
Terima kasih Bapak Presiden, selanjutnya perwakilan dari Akademi Kepolisian akan
mengajukan pertanyaan. Silahkan.
Kadet Abdul Rauf:
Abdul Rauf, Brigadir Satu Taruna, Nomor Akademi 09033, izin bertanya.
Izinkan kami mengutip pernyataan Bapak Presiden bahwa kepada seluruh Capaja,
do the best, lakukan yang terbaik. Berkenaan dengan itu, ada hal yang cukup
menarik perhatian kami, yakni pada akhir-akhir ini, berkenaan dengan pemberitaan
di berbagai media massa yang menyoroti mengenai profesionalisme, kinerja dari TNI
dan Polri, khususnya kepada Polri sendiri.
Dari temuan beberapa tim survei LSM di beberapa tempat, menemukan bahwa saat
ini memang masih minimnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Hal ini
kemudian diperkuat dengan pemberitaan di media massa seolah-olah membentuk
opini publik yang mengeneralisasikan bahwa memang pada umumnya kinerja Polri
di Indonesia saat ini belum mendapat kepercayaan yang optimal dari masyarakat.
22
Untuk itu, pertanyaan kami kepada Bapak Presiden, apakah menurut Bapak hal ini
memang benar kenyataannya bahwa pada umumnya kinerja Polri di Indonesia ini
belum mendapat kepercayaan dari masyarakat, ataukah ada hal kesengajaan dari
oknum-oknum media massa yang dengan sengaja mem-blow-up dengan
pemberitaan yang tidak seimbang sehingga membentuk opini publik, sebagaimana
dalam berbagai media yang mengatakan bahwa adanya semacam penciptaan vonis
tertentu oleh media massa, kemudian membentuk opini publik yang dilatarbelakangi
oleh faktor-faktor atau kepentingan tertentu? Sekian. Terima kasih. Selesai.
Presiden Republik Indonesia:
Mari kita lihat satu per satu. Ini pertanyaannya juga bagus. Survei atau poling itu
dilakukan oleh lembaga survei. Tentu harapan kita lembaga survei itu kredibel,
sahih, dapat sungguh dipercaya hasil surveinya, metodologinya bagus, sampelnya
kena, bentuk pertanyaannya pun juga netral, tidak ada manipulasi, tidak ada
tendensi.
Dengan asumsi seperti itu, memang benar akan ada jawaban rakyat, sampel, entah
2.000, entah 2.500. Hasilnya bisa saja ada yang menganggap kinerja Polri belum
baik, bisa begitu. Nah, kalau itu belum baik, mari kita telusuri. Mungkin, mungkin ada
perilaku satu, dua, tiga orang anggota Polri, satu, dua satuan Polri yang oleh rakyat
dianggap belum baik benar. Dia, waktu ditanya, ah belum baik, bisa begitu. Atau
rakyat kita, karena sekarang teknologi informasi masih, terutama televisi masuk di
seluruh penjuru negeri kita, di seluruh dunia, kalau ada talk show, ada percakapan,
ada reportase, yang disimpulkan seolah-olah kinerja Polri tidak bagus, belum
memuaskan dan ini, dan itu, dan itu didengar berulang kali oleh rakyat, meskipun dia
tidak melihat langsung bahwa kinerja Polri itu belum baik misalnya, dia bisa
menjawab, ah iya belum baik. Itulah sifat sebuah survei. Bisa jadi dia merasakan, oh
tidak, saya punya keyakinan, saya punya bukti kinerja Polri bagus, dia mengatakan
bagus.
Jadi pahamilah apa makna survei itu. Dan memang terus terang era sekarang ini,
pengaruh televisi sungguh dahsyat. Survei mengatakan pengaruh televisi lebih
dahsyat dibandingkan media massa cetak. Sekarang televisi punya pengaruh ke
23
mana-mana. Dan juga social media punya pengaruh ke mana-mana. Itu penjelasan
yang pertama.
Penjelasan yang kedua, nasehat saya, arahan saya, kalau memang ada penilaian
yang tidak baik terhadap Polri karena A, B, C, D, lakukan introspeksi, apakah A, B,
C, D ini benar. Kalau benar, lakukan perubahan dengan sesadar-sadarnya. Itu
solusinya. Tetapi kalau Polri dikatakan gagal, jelek, enggak bagus, alasannya 1, 2,
3, 4, padahal tidak begitu, Polri jelaskanlah tidak begitu, salah anggapan seperti itu.
Tidak begitu inti masalahnya, ini yang betul. Dengan demikian, tertepis persepsi atau
pandangan yang keliru terhadap Polri itu. Itu bisa begitu.
Oleh karena itu, lihatlah semua aspek, semua faktor. Pertama-tama, lakukan
introspeksi selalu ada kekurangan Polri, kekurangan TNI, kekurangan mana pun,
termasuk kekurangan media massa. Di negeri ini, tidak ada lembaga yang tidak
punya kekurangan. Oleh karena itulah, masing-masing melakukan koreksi,
melakukan perbaikan-perbaikan. Nah kemudian setelah introspeksi, perbaikan diri,
kalau betul-betul persepsi itu salah, ngaco, tidak jelas sumbernya, tidak jelas
beritanya, aktiflah menjelaskan, jangan diam. Kalau diam, dikira benar. Aktif. Polda,
Polres, semua jelaskan bahwa tidak seperti itu.
Kalau saya ditanya, terus terang, banyak yang telah dilakukan oleh Polri. Kalian
termasuk yang berhasil mencegah terorisme, menangkap pelaku-pelaku terorisme
dan mengadilinya, bahkan dengan pengadilan yang terbuka sesuai dengan nilai-nilai
universal dan rule of law. Kalian bisa membongkar kejahatan narkoba, kalian
bertugas di tempat-tempat yang melampaui panggilan tugasnya. Tidak sedikit yang
dilakukan, yang berhasil dilakukan oleh Polri, yang begitu-begitu biasanya tidak
menjadi bagian dari berita. Di negara mana pun, katanya good news is no news.
Tapi kalau berita itu tidak bagus cepat melebar, bahkan bisa berhari-hari,
berminggu-minggu.
Tentu di samping pujian saya, apresiasi saya, di tubuh Polri, saya kira Kapolri juga
merasakan masih ada hal-hal yang harus diperbaiki dan diluruskan. Kesalahan
oknum, kesalahan sejumlah orang, kesalahan perilaku tertentu itu juga mesti
diperbaiki, mesti dikoreksi.
24
TNI juga pernah, tahun 1998-1999 dihujat, dicaci-maki, dianggap tidak ada gunanya
dan seterusnya. Saya masih bersama-sama dengan almamater TNI waktu itu,
bahkan masih bersama Polri, dalam ABRI. Caranya kita introspeksi, mana yang
keliru, mana yang kebablasan, kita hentikan, kita perbaiki diri sendiri. Tapi yang
fitnah, yang keterlaluan, ya kita hadapi dan hasilnya indah. Karena ternyata yang
sering menuding, menyalahkan, menghujat, itu malah lupa melihat dirinya sendiri.
Yang lain sudah berubah, ternyata orang-orang itu tidak berubah.
Oleh karena itu, tidak usah kecil hati kalau dikoreksi, kalau dihujat, disalahkan,
lakukan perbaikan, tetapi kalau itu tidak seperti itu, hadapi dan jelaskan, jangan diam
saja. Dengan demikian, keadilan dan kebenaran akan datang. Saya yakin Tuhan itu
Maha Adil, kebenaran dan keadilan akan datang, meskipun sering terlambat, pasti
datang.
Dan teruslah mengemban tugas para Calon Taruna dari Polri. Saya percaya Polri
akan terus melaksanakan reformasi. Polri akan terus meningkatkan kinerjanya. Polri
akan mengoreksi kesalahan-kesalahan anggotanya, sambil menjaga prestasi yang
telah disumbangkan kepada bangsa dan negara. Saya kira demikian.
Jenderal Pol Timur Pradopo, Kapolri (Moderator)
Ijin Bapak Presiden, jika diperkenankan ada satu pertanyaan lagi dari perwakilan
Taruni Akademi Kepolisian.
Presiden Republik Indonesia
Gender ya, silahkan.
Kadet Ahira Ceria:
Ahira Ceria, Brigadir Satu Taruna, Nomor Akademi: 0109061 dari Calon Perwira
Remaja Akademi Kepolisian mohon izin bertanya.
Terkait dengan pelaksanaan pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 nanti,
Bapak, kita mengacu pada tugas pokok Polri, yaitu terletak pada Pasal 13 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002. Di mana Polri, di sini bertugas dan memiliki tanggung
jawab untuk mengawal pelaksanaan pesta demokrasi. Dan juga kita lihat dari Pasal
5 yang terdapat pada PP Nomor 2 Tahun 2003, mengenai peraturan disiplin, di sana
dijelaskan bahwa anggota Polri tidak boleh ikut serta di dalam politik
25
praktis. Namun dalam pasal 5 tersebut, tidak dijelaskan bahwasanya anggota Polri
tidak memiliki hak pilih.
Yang ingin saya tanyakan kepada Bapak Presiden, apakah menurut Bapak nanti ke
depannya, anggota Polri dan anggota TNI diberikan kesempatan untuk memiliki hak
pilih untuk pemilu yang akan datang? Terima kasih. Selesai.
Presiden Republik Indonesia:
Iya, terima kasih. Berapa semua Taruninya? 40? Berapa persen dari yang Taruna?
Ada 10%? Oh ndak ada ya? Oh lebih ya? Berapa? Cukup besar ya. Kalau Ibu-ibu
maunya lebih banyak lagi. Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, Akademi
Angkatan Udara belum punya rencana untuk menerima Taruna, Kadet dan Karbol
perempuan? Belum. Di luar negeri ada itu, West Point ada juga yang
perempuannya. Biar beliau yang memikirkan nanti.
Iya, memang dalam undang-undang yang berlaku, menyangkut pemilihan umum, itu
dirancang tidak diskriminatif, semua punya hak, begitulah demokrasi yang sudah
matang. Itu juga yang terjadi di banyak negara. Sehingga kalau anggota TNI dan
Polri dalam undang-undang dinyatakan memiliki hak, itu sebenarnya menuju kepada
kaidah-kaidah demokrasi yang universal. Yang dikatakan hak, bukan kewajiban.
Lain halnya kalau dalam undang-undang, TNI dan Polri wajib memilih. Itu kewajiban.
Tapi kalau hak, hak seseorang itu bisa digunakan, bisa tidak digunakan oleh orang
itu.
Suatu saat, manakala sistem politik sudah well-established, sudah matang,
demokrasi kita juga betul-betul sudah consolidated, kesadaran berpolitik sudah
tinggi, budaya politik sudah memberikan cermin yang baik, kemudian tidak ada
konflik apa pun, tidak ada permasalahan apa pun, manakala seorang anggota TNI
dan Polri ikut memilih, barangkali niat baik undang-undang untuk tidak melakukan
diskriminasi itu bisa dijalankan.
Tetapi saya berpendapat, manakala dalam keadaan yang terjadi di negeri kita ini,
tingkat kemajuan, kedewasaan, dan kematangan politik dan demokrasi kita justru
tidak akan lebih baik, kalau TNI dan Polri ikut memilih dalam pemilihan-pemilihan
umum, dan pemilihan umum kepala daerah misalnya; berarti kita sadar, bangsa ini
26
juga sadar, barangkali saatnya belum tepat untuk TNI dan Polri menggunakan hak
pilihnya. Ini pandangan saya.
Tetapi saya ini seorang yang taat pada konstitusi, pada undang-undang. Saya
seorang konstitusionalis. Kita lihat nanti tahun 2014 ataupun dalam pemilu,
pemilukada. Tetapi kalau pandangan saya, harus betul-betul siap kondisi politik di
negeri kita ini untuk seorang anggota Polisi dan TNI menggunakan hak pilihnya.
Saya tidak bisa membayangkan, misalnya di asrama, kalau keliru kita menggunakan
kebebasan kita, freedom kita dan rights kita, hak kita. Kompi A memasang bendera
partai A. Kompi B memasang bendera partai satunya lagi. Kaosnya berbeda-beda,
anaknya berbeda-beda, kampanye dan seterusnya, dan seterusnya. Saya belum
bisa membayangkan apakah sudah saatnya dilaksanakan di negeri kita. Saya
takutnya bukan justru mengamankan proses politik, tapi kalian berantem sendiri intra
satuan, baik TNI maupun Polri.
Oleh karena itu, marilah kita menjadi bangsa yang berjiwa besar, yang arif, yang
bijak, pandai mengetahui kita ini berada di mana, kematangan demokrasi kita seperti
apa. Jangan latah ikut-ikutan, negara itu bisa kok. 300 tahun sudah merdeka, 600
tahun sudah berdemokrasi. Kita, menurut saya masih harus bekerja keras untuk
mematangkan kehidupan demokrasi dan politik di negeri ini.
Oleh karena itu, meskipun itu hak masing-masing, saya yakin TNI sebagai lembaga,
Polri sebagai lembaga, tentu akan menyampaikan pandangan-pandangannya. Saya
yakin kalau pandangan itu jernih, logis, dan tulus disampaikan kepada rakyat, rakyat
juga akan menerima dengan baik.
Itulah jawaban saya. Terima kasih. Kalau begitu, sudah cukup saya berdiri, dihukum
di sini. Terima kasih.
Top Related