BAB I
PENDAHULUAN
Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya terjadi
pemutusan tulang maupun jarigan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit atau komplit
sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas kekuatan tulang
sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung dari jenis (ringan, berat,
dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut.
Fraktur Cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal, diafisis, atau persendian pergelangan kaki. Pada
beberapa rumah sakit kejadien fraktur cruris biasanya banyak terjadi oleh karena itu peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan trauma musculoskeletal pada fraktur cruris
akan semakin besar sehingga di perlukan pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, dan
patofisiologi tulang normal dan kelainan yang terjadi pada pasien dengan fraktur cruris
(Depkes RI, 2005).
Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak
atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya memutar atau
gaya membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering mengakibatkan terjadinya dislokasi.
Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis seperti
tumor atau osteoporosis / osteomalacia maka disebut fraktur patologis. Trauma lain yang
menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus - menerus (chronic stress / overuse)
yang disebut fatique fracture.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu
insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. Ade S
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kadungora
Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2015
II. Anamnesis
Keluhan utama : Luka terbuka pada kaki kanan
Keluhan tambahan : Nyeri pada kaki, kaki tidak bisa digerakkan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSU dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri pada kaki kanan
sejak ±2 jam SMRS. Keluhan ini berawal dari kecelakaan lalu lintas yang menimpa
pasien pada tgl 14 Agustus 2015. Nyeri yang dirasakan ini sangat hebat terutama saat di
tekan dan saat di gerakkan sehingga membuat pasien tidak bisa berdiri dan tidak bisa
berjalan, namun pasien masih bisa menggerakkan jari-jari kaki. Keluhan ini juga disertai
luka terbuka di bagian kaki.
Menurut penuturan pasien, pasien terjatuh dari motor karena tertabrak motor lain dari
jalur kanan. Pasien tidak pingsan walaupun kepala pasien sempat sedikit terbentur,
sempat dibawa ke puskesmas lalu dirujuk ke RSUD dr. Slamet Garut. Keluhan mual dan
muntah disangkal. Buang air kecil dan besar pasien lancar. Perdarahan yang keluar dari
kepala, hidung dan telinga disangkal.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami patah tulang sebelumnya
Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit gula disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita keluhan seperti ini.
III. Pemeriksaan Fisik
2
Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/ menit
S : 36,5 °C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupi bulat isokor, refleks
pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis
simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri simetris,
tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar simetris
Palpasi : Supel , NT/NL: -/- ; hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Status lokalis :
3
a/r Tibia dextra
Look : Terlihat luka terbuka di 1/3 regio tibia proximal, tidak ada memar,
deformitas (+) oedema (-) luka basah (+)
Feel : Arteri dorsalis dextra teraba, sensibilitas baik
Move : Gerak tungkai kaki bawah kanan terbatas, jari – jari kaki kanan dapat
bebas digerakan
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
DARAH RUTIN14 AGUSTUS
2015
Hb 11,4 g/dl
Ht 34 vol%
Leukosit 11.540/mm3
Trombosit 239.000/mm3
Eritrosit 371 juta/mm3
SGOT 38 U/L
SGPT 42 U/L
GDS 98 mg/dL
Ureum 68 mg/dL
Kreatinin 0,6 mg/dL
Foto Radiologi tibia fibula :
4
DARAH RUTIN16 AGUSTUS
2015
Masa Perdarahan/ BT 2 menit
Masa Pembekuan/ CT 11 menit
V. Diagnosis Kerja
Close fraktur a/r tibia dextra 1/3 proximal
VI. Penatalaksanaan
Infus RL 20 gtt/menit
Ceftriakson 3x1 IV
Ketorolac 2x1 IV
Ranitidine 2x1 IV
Kalnex 3x1 IV
Immobilisasi dengan pemasangan spalk
Operatif : Open reduction fraktur + fiksasi internal
VII.Laporan Operasi
Nama pasien : Tn. Ade S
5
Umur : 60th
No. CM : 792574
Ruang rawat : Marjan Atas
Tanggal operasi : 4 September 2015
Operator : dr Husoso DA, SpOT, K-SPine
Ahli Anastesi : dr. Dhaddi G. SpAn
Asisten 1 Operator : Abduh Amd, S.kep
Asisten Anastesi : Indra S.Kep
Diagnosa Pra-Bedah : Close fraktur tibia plateu dextra 1/3 proximal fragmented
displaced
Diagnosa Pasca Bedah : Sesuai
Indikasi Operasi : Mengembalikan struktur anatomis
Jenis Operasi : ORIF Plate and Screw
DO:
Ditemukan fraktur plateu berbentuk huruf T di daerah condyles medial tibia
Ditemukan fraktur fragmented displaced
TO:
Tindakan a dan antiseptic
Dilakukan insisi kutis subkutis bilateral dan medial dari tibia plateu
Ditemukan DO
Dilakukan ORIF dengan plate and screw
Bagian defek diisi dengan bone graft
Perdarahan dirawat
Luka ditutup lapis demi lapis
Operasi selesai
VIII. Rontgen post ORIF Plate and Screw
6
Hb 9,7 g/dl
Ht 29 vol%
Leukosit 11.520/mm3
Trombosit 287.000/mm3
Eritrosit 3.21 juta/mm3
X. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
8
BAB III
FRAKTUR TIBIA-FIBULA
1. ANATOMI TIBIA FIBULA
Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial regio cruris. Ini merupakan
tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal untuk
membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin mengecil.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak
medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua
ujung.
Ujung atasnya sangat melebar sehingga menciptakan permukaan yang sangat luas untuk
menahan berat badan. Bagian ini mempunyai dua masa yang menonjol yang disebut kondilus
medialis dan kondilus lateralis. Kondil-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan
paling pinggir dari tulang. Permukaan superiornya memperlihatkan dua daratan permukaan
persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut. Permukaan- permukaan tersebut halus dan
diatas permukaan yang datar terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang
membuat permukaan persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur. Di antara
9
kedua kondilus terdapat daerah kasar yang menjadi tempat pelekatan ligament dan tulang
rawan sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala
fibula pada sendi tibio fibuler superior. Kondil –kondil ini di sebelah belakang di pisahkan
oleh lekukan popliteum. Tuberkel dari tibia ada di sebelah depan tepat dibawah kondil-
kondil ini. Bagian depan memberi kaitaan kepada tendon patella, yaitu tendon dari insersi
otot ekstensor kwardisep. Bagian bawah dari Tuberkel itu adalah subkutaneus dan sewaktu
berlutut menyangga berat badan.
Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling menjulang dan
sepertiga sebelah tengah terletak subkutan. Bagian ini membentuk Krista tibia. Permukaan
medial adalah subcutaneous pada hampir seluruh panjangnya dan merupakan daerah berguna
darimana dapat diambil serpihan tulang untuk transplantasi (bone graft). Permukaan posterior
ditandai oleh garis soleal untuk linea poplitea, yaitu garis meninggi di atas tulang yang kuata
dan berjalan ke bawah dan medial.
Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan
kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial dan maleolus tibiae. Sebelah
depan tibia halus dan tendon – tendon menjulur di atasnya ke arah kaki.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio fibuler
inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang yaitu femur, fibula dan talus.
Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari tibia. Extremitas
proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia, dibawah articulation genus dan
tulang ini tidak ikut membentuk articulation genus.
10
Fibula lebih luar dan lebih tipis dari dua tulang panjang kaki bagian bawah. Hal ini jauh
lebih sempit daripada tulang yang lain (tulang kering), untuk yang membentang paralel dan
yang terpasang pada kedua ujungnya oleh ligamen. Ujung atas fibula tidak mencapai lutut,
tetapi ujung bawah turun di bawah tulang kering dan membentuk bagian dari pergelangan
kaki. Fungsi utamanya adalah untuk memberikan lampiran untuk otot. Ini tidak memberikan
banyak dukungan atau kekuatan ke kaki, yang menjelaskan mengapa tulang dapat dengan
aman digunakan untuk mencangkok ke tulang lainnya di dalam tubuh.
Suplai darah
Arteri yang menutrisi tibia berasal dari arteri tibialis posterior, yang memasuki korteks
posterolateral distal sampai ke origin dari muskulus soleus. Pada saat pembuluh darah
memasuki kanalis intermedullaris, ia terbagi menjadi tiga cabang asendens dan satu cabang
desendens. Cabang-cabang ini yang kemudian membentuk endosteal vascular tree, yang
beranastomose dengan arteri periosteal dari arteri tibialis posterior.
Arteri tibialis anterior bersifat rapuh terhadap trauma karena perjalanannya yang melalui
sebuah celah padah mebran interosseus.
Apabila arteri yang menutrisi mengalami ruptur akan terjadi aliran melalui korterks, dan
suplai darah periosteal akan menjadi lebih penting. Hal ini menkankan pentingnya
mempertahankan perlekatan periosteum selama fiksasi.
Fibula berperan sebesar 6% - 17% dalam menopang berat badan. Pada bagian leher fibula
berjalan nervus peroneus komunis yang sangat dekat dengan permukaan kulit. Hal ini
menyebabkan nervus peroneus komunis rentan terhadap trauma langsung pada daerah leher
fibula.
2. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan
oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai
macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
11
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi
benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.
Fraktur kruris (L:crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula.
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Maka fraktur kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan
dengan dunia luar. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan
fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada
daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya
fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga
ditemukan fraktur terbuka.
3. ETIOLOGI FRAKTUR
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
a. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga
pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada
atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Daya pemuntir
menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda; daya
angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkatyang
sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit;
12
cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim.
4. KLASIFIKASI FRAKTUR TIBIA FIBULA
Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:
FRAKTUR PROKSIMAL TIBIA
a. Fraktur Infrakondilus Tibia
Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien
yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai
bawah dapat membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran
lateral ringan dan tidak ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke
dalam lututnya. Dapat dirawat dengan gips tungkai panjang, sama seperti fraktur
pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke
dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian
dapat dilepaskan dan diberdirikan denganmenggunakan tongkat untuk menahan
berat badan.
b. Fraktur Berbentuk T
Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke
atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan
hebat. Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya.
Traksi tibia distal sering dapat mereduksi fraktur ini secara adekuat.
c. Fraktur Kondilus Tibia (bumper fracture)
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur
dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan
pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu
kondilus tibia, biasannya sisi lateral.
d. Fraktur Kominutiva Tibia Atas
Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian
periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian
merawatnya dengan traksi tibia distal.
FRAKTUR DIAFISIS
13
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat
juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi
karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau
oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur
jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa
Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:
1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara
transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga
dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat terbatas.
2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral
hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.
Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal,
tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi
dan reduksikan.
b. Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak
Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan fibula
yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian
medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis
proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat
transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.
c. Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula
Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula secara
transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi
pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat
berdiri. Otot-otot tungkai menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X
untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan
perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut normal, biarkan pasien berjalan
segera setelah cedera jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi
analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.
d. Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula
Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada tungkai
bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral,
bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan
14
adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah
terlihat dan dikoreksi.
Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan
yang jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya.
Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan
dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian,
pemendekan sebaiknya dihindari.
5. MANIFESTASI KLINIS
Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi
melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam
beberapa hari. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat
menjadi memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba
untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk
menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan penentuan
beratnya cedera.
Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat trauma pada lutut,
pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.
Pada fraktur diafisis tulang kruris ditemukan gejala berupa pembengkakan, nyeri dan sering
ditemukan penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi sendi pergelangan kaki
ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang
penting diperhatikan adalah lokaliasasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada
ligament.
6. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu
mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
a. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi
di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena
15
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a) Syok, anemia atau perdarahan.
b) Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c) Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
1) Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
2) Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.
3) Move (pergerakan)
16
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta
eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
Untuk konfirmasi adanya fraktur.
Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya.
Untuk mengetahui teknik pengobatan.
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
Untuk melihat adanya benda asing.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:
i. Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
ii. Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.
Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah,
atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
iii. Dua tungkai
17
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada
tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
iv. Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada
pelvis dan tulang belakang.
v. Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai
akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.
2) Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya,
apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi
fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya
penyembuhan fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X
biasa.
Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau
MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya
potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat
yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang
dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.
7. TATA LAKSANA
a) Non Operatif
1) Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan atau
traksi.
2) Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 7-10
hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3) Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
18
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap 6
atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle,
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan ke
fungsi normal
b) Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
1) Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah
di tungkai.
Fraktur dengan sindroma kompartemen.
Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.
2) Relatif, jika adanya:
Pemendekan
Fraktur tibia dengan fibula intak
Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Fiksasi eksternal
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan
luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil,
sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat
kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal
tipe standar.
19
Gambar. Fiksasi Interna Standar
b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin
dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk
fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup
tipe kompleks. Di bawah ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada
fraktur diafisis tibia.
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi
lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan
luka operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.
Gambar. ORIF
d. Intramedullary nailing
20
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan
menghindarkan trauma pada jaringan lunak.
Gambar. Intramedullary nailing
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan
pada crush injury dari tibia.
8. KOMPLIKASI
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi
yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak
steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada
tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplay darah.
5) Kompartemen Sindrom
21
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap
syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup.
Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen
dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.
6) Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya
angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
7) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
8) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.
9)
22
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).
Jenis-jenis fraktur yaitu: Ada fraktur komplet, fraktur tidak komplet, fraktur terbuka,
fraktur tertutup, greensik, transfersal, komuditif, depresi, kompesi, dan patologi.
Berdasarkan anamnesa didapatkan Laki-laki umur 60 tahun datang ke IGD RSU dr.
Slamet Garut dengan keluhan nyeri pada kaki kanan sejak ±2 jam SMRS. Keluhan ini
berawal dari kecelakaan lalu lintas yang menimpa pasien. Keluhan ini juga disertai luka
terbuka di bagian kaki. Pingsan (-), mual (-), muntah(-), kepala pusing (-).
Primary survey tidak didapatkan kelainan. Secondary survey regio cruris dextra
didapatkan luka terbuka (+), oedem (+), deformitas (-), nyeri tekan setempat (+), sensibilitas
(+), suhu rabaan hangat, gerakan terbatas, namun masih dapat menggerakkan jari-jari kaki.
Berdasarkan anamnesa, dan pemeriksaan fisik maupun pencitraan didapatkan diagnosa
fraktur tertutup os tibia kanan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Fraktur Tibia Fibula. http://www.docstoc.com/ .
Ekawati, Indriana Dani. 2008. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Post Fraktur Cruris 1/3 Tengah Dextra Dengan Pemasangan Plate and Screw Di Bangsal Bougenville Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Diakses pada tangal 8 Mei 2011.
Hadiwidjaja, Satimin. 2004. Anatomi Extremitas (Suatu Pendekatan Anatomi Regional) Jilid 2 Sei Extremitas Inferior. Sebelas Maret University Press. Surakarta
Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures 3rd edition. New York: Lippincott William Wilkins. 2006.
Mahyudin, Lestari. 2010. Fraktur Diafisis Tibia. (http://www.Belibis17.tk.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.
Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The McGraw-Hill Companies.
24
Top Related