GANGGUAN AFEKTIF DENGAN PSIKOTIK
Oleh:
Gardika Praba Ramdana 1301 1207 0110
Iyan Asiana Syafaaat 1301 1207
0106
Preseptor:
HM. Zainie Hassan, dr., SpKJ (K)
BAG/SMF PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/
RUMAH SAKIT dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2009
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. M
Nama kecil/nama lain : Mae
Jenis kelamin : Wanita
Umur : 33 tahun
Status marital : Janda tanpa anak
Alamat : Majalengka
Pendidikan : SMP (tidak tuntas)
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Pekerjaan : Pembantu RT
Masuk Rumah Sakit : 22 Desember 2008
Tanggal Pemeriksaan : 5 Januari 2009
PENANGGUNG JAWAB PASIEN
Nama : Tn. K
Alamat : Majalengka
Pekerjaan : Swasta
Dikirim oleh : Poliklinik doktert umum
ANAMNESA
HETEROANAMNESA
Nama Lengkap : Tn. K
Hubungan : Kakak
Kebenaran Anamnesis : Dapat dipercaya
1. Keluhan Utama
Mengamuk, merusak barang, marah, dan bicara macam-macam,
tidak mengurus diri.
2. Anamnesa Khusus
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien dikatakan
marah-marah, bicara yang tidak bisa dimengerti. Lalu merasa
mudah tersinggung jika dikatakan lambat dan tidak bekerja dengan
benar. Belakangan, pasien sering sulit tidur di makam hari, gelisah.
Pasien juga dilaporkan bicara kasar, keras, dan menyetel TV di
malam hari sehingga mengganggu orang lian.
Saru hari sebelum masuk rumah sakit, pasien menendang kaca
sehingga pecah. Tungkai bawah paha kanan robek sehingga pasien
kemudian dibawa ke RSHS. Pasien juga membanting alat-alat
rumah tangganya. Menendang pintu sampai rusak dan merusak
foto-foto di album. Pasien mengaku sering mendengar bisikan
suara al Quran dan suruhan membunuh anak, namun tidak pasien
turuti.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien sudah mengalami gangguan jiwa sejak 10 tahun SMRS (th
1999), dan sudah menjalani perawatan sebanyak 4 kali di RSHS.
Sakit yang pertama kali terjadi pada tahun 1999 saat pasien
putus dengan pacarnya yang direbut oleh teman kerjanya. Pasien
sangat kecewa karena gagal menikah dan sampai sudah sempat
menyebar undangan.
Selama periode perbaikan pasien dapat mengurus dirinya
sendiri, bergaul dengan baik terutama dengan kerabat dan
mengasuh keponakannya sendiri (usia balita).
Pasien mendapat perawatan terakhir sekitar bulan juni 2008,
dirawat selama kurang lebih 3 minggu dan mendapatkan
pengobatan haloperidol, chlorpromazine, THF dan asam valproat.
Kemudian pasien mengaku berobat dan minum obat secara teratur
setelahnya, namun hanya bertahan sampai 2 bulan (berhenti
sekitar bulan agustus 2008) dikarenakan pasien pergi merantau
untuk bekerja di Lampung.
Perawatan sebelumnya 3 kali, pada tahun 2000, 2001, dan 2003.
Lama masing perawatan kurang lebih 3 tahun. Jarak antar
perawatan 6 bulan sampai dengan 2 tahun. Keadaan selama
periode perbaikan antara perawatan pasien tidak pernah merasa
putus asa ataupun sampai berniat membunuh atau menyakiti orang
lain, kalaupun marah hanya sampai merusak barang-barang rumah
tangga saja.
4. Riwayat keluarga
Pasien berasal dari sosioekonomi rendah
Hubungan antara Ayah dan ibu pasien cukup baik
Kakek pasien dari ibu menderita keluhan yang sama
Ibu pasien juga menderita keluhan yang sama
5. Riwayat hidup penderita
masa dikandung dan sekitar persalinan:
Pasien lahir ditolong paraji, persalinan lancar tanpa penyulit,
berat badan lahir cukup. Kelahiran pasien diharapkan dan
kehamilan cukup dipersiapkan.
masa bayi:
Pasien menyusui sampai usia 2 tahun. Diasuh dan dirawat oleh
ibu kandung
masa prasekolah:
Tumbuh kembang sama seperti anak seumurannya
masa sekolah dan prapubertas:
Sudah mulai mempunyai perasaan suka pada lawan jenis.
masa pubertas:
Mudah kenal dan dekat dengan lawan jenis yang baru saja
dikenal. Seringkali berganti pacar, dan sulit untuk merasa cocok.
masa dewasa:
Bekerja di pabrik, masih belum bisa menentukan pria yang
cocok, seringkali putus cinta.
masa tua:
Os belum memasuki masa tua
6. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai buruh di pabrik sekitar tahun 1994
selama 5 tahun, dikenal rajin bekerja dan merasa puas dengan gaji
yang didapat. Pada tahun 1999 mengalami putus cinta dengan
pacar yang akan dinikahinya, bekerja menjadi malas sampai
akhirnya di PHK.
7. Riwayat pernikahan
Pasien menikah pada tahun 2004, namun hanya bertahan 3
bulan, bercerai dengan alasan ingin pergi ke arab menjadi TKI.
Suami pasien adalah pria yang dijodohkan kepadanya, pasien
sebenarnya merasa tidak cocok, apalagi ketika mengetahui bahwa
suaminya mengidap penyakit kuning, pasien sangat takut tertular.
8. Kepribadian sebelum sakit
Mudah akrab, mudah kenal terutama dengan laki-laki. Jarang
bicara dan mengeluh. Dialog jika ada masalah. Mempunyai sifat
keras kepala.
9. Kehidupan psikoseksual
Orientasi seksual terhadap lawan jenis
10. Kehidupan emosional
Mudah tersinggung, marah, tidak sabar, dan kecewa bila
keinginan tidak terpenuhi, menarik diri.
11. Konsep dan konsekwensi terhadap moral, sosial dan
agama
Pengetahuan tentang agama cukup baik, namun beribadah
kurang taat.
12. Hubungan Sosial
Interaksi dan sosialisai terhadap warga dan lingkungan kurang.
STATUS FISIK
Keadaan umum : Tenang, tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : afebris
Status Gizi : Berlebih, BMI: 31,04kg/m2
Kepala
Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Leher
JVP tidak meningkat
KGB tak teraba membesar
Thorax
Bentuk dan gerak simetris
Cor : Bunyi jantung murni reguler, batas jantung normal
Pulmo : Suara pernapasan normal, VBS kiri = kanan
Abdomen
Datar lembut, BU (+) normal
Extremitas
Lihat status lokalis
STATUS LOKALIS
VL a/r cruris dextra posterior
Look : VL ukuran 10 x 0,1 cm dan 5 x 0,1 cm, dijahit, verband (+)
Feel : Nyeri tekan (+)
Move : Terbatas karena nyeri
STATUS PSIKIATRIKUS
Roman Muka : gembira
Kontak/rapport : ada/adequat
Orientasi
Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
Ingatan
immediate : Baik
Recent : Baik
Remote : Baik
Perhatian : baik
Persepsi
Ilusi : tidak ada
Halusinasi : dengar (+)
Pikiran
Bentuk pikiran : Realistik
Jalan pikiran : Flight of ideas
Isi pikiran : Waham hubungan
Emosi
Mood (subyektif) : Gembira
Afek (obyektif) : Appropriate
Penilaian : baik
Wawasan penyakit : buruk
Tingkah laku : normoaktif
Bicara : aktif
Dekorum
Kesopanan : cukup baik
Pakaian : cukup baik
Kebersihan : cukup baik
PSIKODINAMIKA
Pasien berasal kelurga dengan sosioekonomi rendah, Kakek
pasien dari ibu menderita keluhan yang sama. Ibu pasien juga
menderita keluhan yang sama. Interaksi dan sosialisai terhadap
warga dan lingkungan kurang. Mudah tersinggung, marah, tidak
sabar, dan kecewa bila keinginan tidak terpenuhi, menarik diri.
Mudah kenal, mudah akrab terutama dengan laki-laki yang baru
saja dikenal. Seringkali berganti pacar, dan sulit untuk merasa
cocok. Jarang bicara dan mengeluh. Dialog jika ada masalah.
Mempunyai sifat keras kepala. Bekerja di pabrik, masih belum
bisa menentukan pria yang cocok, seringkali putus cinta.
Keadaan ini merupakan faktor predisposisi penderita.
Pada tahun 1999 mengalami putus cinta dengan pacar yang
akan dinikahinya, karena direbut oleh teman kerjanya, sehingga
bekerja menjadi malas sampai akhirnya di PHK. Pasien sangat
kecewa karena gagal menikah dan sampai sudah sempat
menyebar undangan. Pasien menikah dan bercerai pada tahun
2004, dengan alasan ingin pergi ke arab menjadi TKI. Suami
pasien adalah pria yang dijodohkan kepadanya, pasien
sebenarnya merasa tidak cocok, apalagi ketika mengetahui
bahwa suaminya mengidap penyakit kuning, pasien sangat takut
tertular. Keadaan ini merupakan faktor pencetus pada penderita
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : Gangguan afektif tipe manik dengan gejala psikotik
Diagnosa banding
- Skizoafektif
- Skizofrenia
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : VL a/r cruris dx posterior
Aksis IV : masalah dengan kehidupan sosial (masalah asmara)
Aksis V : GAF 70-61
+ VL a/r cruris dextra posterior
PENATALAKSANAAN
Umum
Rawat inap
Khusus
Psikofarmaka : Haloperidol 2 x 2,5 mg
Chlorpromazine 50mg – 0 - 100mg
Amoxicillin 3x 500mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Psikoterapi :
Psikoterapi individual : supportif, memberikan wawasan tentang
penyakit.
Psikoterapi kelompok : terapi supportif dan menurunkan isolasi
sosial.
Konseling keluarga : edukasi keluarga, support keluarga
menghadapi
masalah os.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
PEMBAHASAN
DIAGNOSIS
A. Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik Gannguan Suasana/Affektif
(Mood)
Kelainan fundametal dari kelompok gangguan ini adalah perubahan
suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan
atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana
perasaan yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai
dengansuatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas, dan
kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu
atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.
Gangguan afektif dibedakan menurut:
1. Episode tunggal atau multipel
2. Tingkat keparahan gejala
a. Mania dengan gejala psikotik mania tanpa gejala
psikotok hipomania
b. Depresi ringan, sedang, berat, tanpa gejala psikotik, atau
berat dengan gejala psikotik
Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afekyang meningkat, disertai dengan
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental
dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu
episode manik tunggal (yang pertama). Termasuk gangguan afektif
bipolar episode manik tunggal. Jika ada episode afektif (depresif,
manik, atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk
ganggaun afektif bipolar.
Mania Dengan Gejala Psikotik
Gambaran gejala:
1. Episode harus berlangsung sekurang kurangnya satu minggu an
cukup berat mengacaukan semua aktifitas sosial dan pekerjaan
2. Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah,
sehingga bertambah dalam aktifitas, bicara, dan tidur berkurang,
ide ide perihal kebesaran dan terlalu optimistik
3. Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham kebesaran, iritabilitas dan
kecurigaan menjadi waham kejar. Waham dan halusinasi sesuai
keadaan afek tersebut.
Diagnosa bandingnya:
1. Skizofrenia
2. Skizoafektif tipe manik(ketidak sesuaian gejala afek dengan
waham dan halusinasi sangat menonjol.
B. Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik Skizofrenia Paranoid adalah
sebagai berikut :
1. Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi, yaitu :
a. “Thought echo”, “thought insertion atau withdrawal”, dan
“thought broadcasting”.
b. Delusion of control, delusion of influence, atau “passivity”;
persepsi delusional.
c. Suara halusinasi.
d. Waham menetap jenis lain.
e. Halusinasi yang menetap.
f. Interpolasi inkoherensi/pembicaraan tidak relevan/
neologisme.
g. Perilaku katatonik.
h. Gejala-gejala “negatif”: apatis, pembicaraan terhenti, respons
emosional menumpul, penarikan diri dari pergaulan sosial,
menurunnya kinerja sosial.
i. Perubahan konsisten dan bermakna dlm mutu keseluruhan
beberapa aspek perilaku perorangan hilangnya minat, tak
bertujuan, sikap malas, berdiam diri (self-absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.
- Satu gejala amat jelas (biasanya dua atau lebih) dari kelompok
gejala (A) – (D), atau
- Paling sedikit dua gejala dari kelompok (E) – (H),
- Yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
2. Sebagai tambahan, halusinasi dan/atau waham harus menonjol.
Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum :
a. Waham kejaran, rujukan, “exalted birth”, misi
khusus, perubahan tubuh, atau kecemburuan;
b.Suara-suara halusinasi yang mengancam/memberi perintah,
atau berupa bunyi peluit, mendengung, atau bunyi tawa;
c.Halusinasi pembauan/pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain- lain perasaan tubuh; halusinasi visual jarang.
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata.
Skizofrenia Paranoid dengan dasar adanya gejala skizofrenia, seperti:
Gangguan isi pikiran berupa :
Waham kejar
Waham kebesaran
Waham dosa
Waham paranoia
Preokupasi agama
Gangguan persepsi berupa :
Halusinasi dengar
Halusinasi lihat
Halusinasi cium
Halusinasi rasa
Pada pasien ini juga timbul gejala skizofrenia pertama kali pada
tahun 2004. Penderita pernah dirawat di RS Ciamis dan RSHS
sebelum ini, pulang dalam perbaikan, namun tidak pernah kontrol.
Walaupun terdapat beberapa gejala skizofrenia hebefrenik
seperti onset usia,gangguan, halusinasi dan waham tetapi tidak
dapat didiagnosa sebagai SR Hebefrenik. Ini karena pada SR
hebefrenik gejala halusinasi dan waham tidak menonjol.
TERAPI
Psikofarmaka
Karena penderita ini mengalami suatu eksaserbasi akut, dan
didominasi oleh gejala positif, maka pilihan obat yang tepat adalah
haloperidol yang mempunyai potensi antipsikotik tinggi dengan dosis
yang rendah 2. Haloperidol adalah anti-psikosis typikal dari golongan
Butyrophenone yang bekerja menghambat reseptor dopamin di
mesolimbik 3. Selain itu, pasien wanita dan penderita SR paranoid
didapat lebih responsik dengan Haloperidol 4. Pemberian haloperidol ini
seringkali menyebabkan efek samping parkinsonism (pada penderita
ini, dapat dilihat adanya tremor pada kedua tangan), oleh karena itu
juga diberikan antikolinergik, yaitu triheksifenidil (THF). Selain itu
penderita ini juga diberikan chlorpromazine, antipsikotik dengan
potensi sedatif yang tinggi 2.
Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita Skizofrenia baru
dapat diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka di atas
sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemehamam diri sudah baik. Psikoterapi diberikan
dengan catatan bahwa penderita masih tetap dapat terapi
psikofarmaka.
Psikoterapi suportif : Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk
memberikan dorongan ,semangat dan motivasi agar
penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya
dalam menghadapi hidup ini kendur dan menurun
Psikoterapi Kelompok : memusatkan pada rencana, masalah
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terbukti efektif untuk
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa kesatuan dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.
Gunakan kelompok supportif bukan interpretatif.
Psikoterapi keluarga : Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk
memulihkan hubungan penderita dengan
keluarganya .Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga
dapat memahami gangguan jiwa Skizofrenia dan dapat
membantu mempercepatkan proses penyebuhan penderita.
Secara umum tujuan dari psikoterapi tersebut di atas adalah
untuk memperkuat struktur kepribadian, mamatangkan kepribadian,
memperkuat ego, meningkatkan citra diri, memulihkan kepercayaan
diri, yang kesemuanya itu untuk mencapai kehidupan yang berarti dan
bermanfaat 5.
Prognosis:
Prognosis pada pasien ini tergantung dari
1. Usia.
Usia pasien pada saat terjadinya onset ± 23 tahun. Semakin
muda umur seseorang maka prognosis semakin buruk.
2. Faktor pencetusnya.
Pada pasien ini faktor pencetusnya adalah kehilangan kerja dan
rasa bersalah serta membebankan keluarganya dan ditolak cinta.
Secara objektif dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan suatu
stressor berat sehingga prognosisnya buruk.
3. Kecerdasan.
Kecerdasan seseorang menentukan prognosis dari penyakitnya.
Pada pasien ini kecerdasannya cukup baik sehingga prognosisnya
baik.
4. Kepribadian.
Pasien ini mempunyai kepribadian yang tertutup sehingga
prognosisnya cenderung ke arah buruk.
5. Progresivitas penyakit.
Perjalanan penyakit penting untuk menentukan prognosis.
6. Terapi.
Dengan terapi yang adekuat : tepat obat, dosis, dan cara
pemberiannya maka prognosis penyakit baik.
7. Support System.
Hal ini merupakan salah satu faktor penting dalam membantu
dalam proses penyembuhan pasien. Adanya dukungan dan support
dari keluarga dan lingkungan akan memberikan pengaruh positif
kepada pasien dalam menghadapi penyakit serta dalam menjalankan
fungsi sosialnya.
Menurut Kaplan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis :
Baik Buruk
Tua
Faktor presipitasi yang jelas
Onset akut
Premorbid baik
Gejala gangguan mood
Menikah
Riwayat keluarga gangguan
mood
Support sistem yang baik
Gejala positif
Muda
Tidak ada faktor presipitasi
Onsetnya insidious
Riwayat pekerjaan, seksual,
sosial, buruk premorbidnya
Tingkah laku autistik, menarik diri
Singel, bercerai atau janda
Riwayat keluarga skizofernia
Support sistem yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Relapse banyak
Riwayat menyerang
Hanya 10-20% pasien yang memiliki hasil baik, lebih dari 50 %
persen pasien digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan
perawatan yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood
berat, dan usaha bunuh diri.
Rentang angka pemulihan pasien di literature adalah 10-60
persen, perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20 sampai 30 persen
pasien skizofernia dapat menjalani kehidupan agak normal. Kira-kira
20-30 persen dari pasien terus mengalami gejala yang sedang, dan 40
sampai 60 persen dari pasien terus terganggu secara bermakna oleh
gangguannya selama hidupnya.
REFFERENSI
Pedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa di Indonesia III,
Departmen Kesehatan, edisi 1, 1993,
Rusdi Maslim,dr,SpKJ, Penggunaan klinis obat psikotropik, edisi 3,
2002, pg
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA.. Kaplan and Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry 8th edition, Philadelphia, Lippincott
Williams and Wilkins, 2000, p. 471-503.