PROLAPSUS UTERI
A. Definisi
Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus
genitalia karena kelemahan otot atau fasia yang menyokongnya. Prolapsus uteri
lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita
yang bekerja berat, walaupun demikian dapat pula kadang-kadang pada nullipara
atau wanita belum menikah.(1)
B. Etiologi
Fasia pelvis, ligamen, dan otot-otot dapat menjadi lemah akibat
perentangan yang terlalu berlebihan selama kelahiran melalui vagina. Prolaps
sering terjadi setelah persalinan yang mudah dan bukan persalinan yang sukar dan
kadang-kadang dapat terjadi pada wanita yang tak pernah mempunyai anak,
menunjukkan kelemahan bawaan atau kelemahan perkembangan jaringan
penyambung pelvis.(2,3)
Partus yang sering, partus dengan penyulit merupakan penyebab prolapsus
genitalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah
tarikan pada janin pada pembukaaan belum lengkap, perasat Crede yang
berlebihan untuk mengeluarkan plasenta.(3)
Peningkatan tekanan di dalam perut akibat batuk yang kronis, asites,
berkali-kali mengangkat beban yang berat atau kebiasaan mengejan akibat
konstipasi dapat menyebabkan predisposisi untuk prolaps. Atrofi pada jaringan
pendukung dengan penentuan usia, terutama setelah menopause, juga memainkan
peran penting dalam menginisiasi atau memperburuk relaksasi pelvis, serta
paritas. (3)
C. Patogenesis
Pada prolapsus uteri terdapat kelemahan dan penurunan jaringan
penyangga uterus, jaringan penyangga yang paling penting adalah ligamentum
kardinale, ligamentum sakro uterine, ligamentum pubo servikalis, fasia, otot-otot
dasar panggul, jaringan vagina dan perineum serta ligamentum rotundum.(3,5)
Otot dasar panggul terutama levator ani lebih berperan dalam menunjang
sebuah beban yang konstan. Jaringan penunjang dalam tubuh dapat meregang
terhadap suatu tarikan. Tekanan yang terus-menerus yang dialami oleh ligamen
dan fasia pada pelvis akibat fungsinya mempertahankan organ abdomen juga
menyebabkan ligamen dan fasia menjadi kendor. Otot levator ani yang normal
akan membuat hiatus genitalis tertutup sehingga tidak terdapat regangan pada
fasia endopelvis. Kerusakan pada otot dasar panggul akan menyebabkan ligamen
dan fasia akan bekerja keras dalam menunjang beban yang suatu saat akan
melampaui batas sehingga menimbulkan prolapsus.(2,3)
Kerusakan atau kelemahan otot-otot penyangga ini antara lain disebabkan
oleh karena persalinan lama, pimpinan kala II terlalu lama atau pimpinan
persalinan yang dilakukan pada kala I. Tindakan persalinan pervaginam yang
tidak baik, pertolongan kala III dengan dorongan yang diberikan pada fundus,
atau tarikan pada tali pusat yang dilakukan pada plasenta belum lepas. Dapat pula
karena kelainan bawaan jaringan penunjang uterus.(1)
D. Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan
pendapat antara para ahli ginekologi. Dianjurkan klasifikasi berikut :(3)
1. Desensus uteri, uterus turun tetapi serviks masih di dalam vagina.
2. Prolapsus uteri tingkat I, uterus turun, tetapi serviks masih di dalam
vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluar dari vagina.
4. Prolapsus uteri tingkat III, atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya
dari vagina, disertai dengan inversio vaginae.
E. Gejala klinis
Tingkat rasa tidak enak dan gangguan yang dialami oleh penderita prolaps
sangat bervariasi. Sering terdapat perasaan berat atau penuh pada pelvis. Pasien
dapat menceritakan “sesuatu yang jatuh keluar” atau sesuatu rasa tak enak bila
2
berdiri. Beberapa pasien dapat mengeluh nyeri punggung pada tingkat sakrum.
Ciri-ciri dari hampir semua gejala adalah bahwa pasien itu semakin memburuk
setelah berdiri lama dan dengan segera sama sekali lenyap dengan berbaring.(3)
Bila prolaps bersifat ekstrim, pasien dapat mengalami gangguan saat
berjalan karena terpaparnya posisi rahim, kandung kemih dan rektum. Kasus
prosidensia yang diabaikan dapat disertai komplikasi oleh sekret purulen yang
terlalu banyak, ulserasi, dekubitus, perdarahan, dan jarang karsinoma serviks.(3)
Gejala frekuensi dan urgensi urine, inkontinensia urine, dan kadang-
kadang retensi urine dapat ditemukan pada pasien dengan prolaps dinding vagina
anterior. Pasien dengan rektokel dapat mengalami gangguan dalam
mengosongkan rektum. Banyak di antaranya belajar membelag dinding vagina
posterior dengan menempatkan dua jari di sepanjang tempat itu untuk menahan
rektokel dari penonjolan keluar selama buang air besar.(1)
F. Diagnosis
Pemeriksaan vagina harus dilakukan dengan menggunakan spekulum Sim
atau dengan spekulum Graves standar dan membuang bilah anterior. Sementara
menekan dinding vagina posterior, pasien diminta untuk mengejan. Ini akan
menunjukkan penurunan dinding vagina anterior sesuai dengan kistokel dan
pergeseran uretra. Demikian juga, penarikan kembali dinding vagina anterior
selama mengejan menunjukkan suatu enterokel atau rektokel. Pemeriksaan rektum
sering berguna untuk menunjukkan rektokel dan untuk membedakannya dengan
suaqtu enterokel.(3)
Tingkat prolaps rahim yang kecil hanya dapat dikenali dengan merasakan
penurunan serviks saat pasien mengejan. Kadang-kadang prolaps rahim perlu diuji
dengan menarik serviks dengan suatu tenakulum. Kalau ada keraguan mengenai
adanya prolaps, pasien dapat diminta untuk berdiri atau berjalan selama beberapa
saat sebelum pemeriksaan.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolapus uteri adalah (2) :
- Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri
- Dekubitus
- Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli
3
- Ganguan miksi dan stress incontinence
- Infeksi jalan kencing
- Kemandulan
- Kesulitan pada waktu partus
- Hemoroid
- Inkarserasi usus halus
H. Penanganan (3)
1. Pencegahan
Pencegahan prolapsus uteri:
A. Mengurangi hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal, seperti batuk yang kronis, mengangkat benda-benda
berat
B. Melakukan latihan otot-otot dasar panggul
C. Menghindari persalinan lama
D. Persalinan ditolong dengan baik
E. Mengurangi jumlah anak (keluarga berencana)
2. Pengobatan
a. Tanpa operasi
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan
hasil sementara. Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, jika
yang bersangkutan masih ingin memperoleh anak lagi, jika penderita menolak
untuk dioperasi atau jika kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.
Yang termasuk pengobatan tanpa operasi ialah :
1. Latihan-latihan otot dasar panggul terutama berguna pada prolapsus yang
ringan. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan
dasar panggul seperti telah selesei berhajat, atau penderita disuruh
membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan kencing dan dnegan tiba-
tiba menghentikannya.
4
2. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul
dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektroda dapat dipasang dalam
pessarium yang dimasukkan kedalam vagina.
3. Pengobatan dengan pessarium. Pengobatan dengan cara ini sebetulnya
hanya bersifat paliatif yakni menahan uterus ditempatnya selama dipakai.
Akan tetapi, jika pessarium diangkat akan timbul prolaps lagi.
b. Pengobatan operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih memdapatkan
anak atau mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vaginae. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vaginae perlu ditangani
pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vaginae yang membutuhkan
pembedahan padahal tidak ada prolaps uteri, atau prolaps uteri yang belum perlu
dioperasi.
Yang termasuk pengobatan tanpa operasi adalah :
1. Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong dimuka sisa serviks. Amputasi serviks
dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elongasio kolli).
Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum
kardinale didepan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale
diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan
turunnya uterus dapat dicegah
2. Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut
dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri. Kolporafi anterior dan
kolpopeniorafi perlu dilakukan untuk mencegah prolaps vagina dikemudian hari
3. Kolpoklesis (operasi Neugebauer-Le fort)
Pada wanita tua yang tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana
dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan dinding vagina belakang,
5
sehingga lumen vagina tidak ada dan uterus berada diatas vagina yang tertutup.
Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kencing
kebelakang, sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urin, atau menambah
inkontinensia yang sudah ada
4. Operasi-perasi lainnya : ventovikasi/histeropeksi dan interposisi
Ventro fiksasi yaitu menjahit fundus uteri pada dinding perut dan interposisi
yaitu meletakkan uterus antara kandung kencing dan vagina.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
6
Nama : Zuna
Umur : 71 tahun
Pendidikan : tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Parak gadang VI No. 19F
MR : 467616
ANAMNESASeorang pasien wanita berumur 71 tahun masuk bangsal kebidanan
kiriman Poliklinik Kebidanan RSUP DR.M.Djamil Padang tanggal 7 Maret 2006
dengan :Keluar benjolan dari kemaluan sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluar benjolan dari kemaluan sebesar tinju dewasa sejak 5 tahun yang lalu,
masa. Mulanya benjolan sebesar bola pimpong dan masih dapat dimasukkan
kembali kedalam kemaluan. Benjolan dirasakan keluar jika pasien berjalan
jauh atau berdiri lama, mengedan, dan batuk. Benjolan yang keluar dari
kemaluan bertambah besar sejak 1 tahun yang lalu, benjolan tidak bisa
dimasukkan kembali ke dalam lobang kemaluan
Tidak terasa nyeri bila massa keluar dari kemaluan.
Pasien sudah tidak haid sejak 17 tahun yang lalu. Anak 11 orang yang
terkecil usia 30 tahun, Semua lahir spontan ditolong dukun . Suami pasien
meninggal sejak 9 tahun yang lalu.
Perdarahan dari kemaluan tidak ada
Riwayat post coitus bleeding tidak ada
Riwayat penurunan berat badan yang cepat tidak ada.
Nafsu makan tidak menurun.
BAK dan BAB tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat sakit jantung, paru, ginjal, hati, hipertensi dan DM
Riwayat Penyakit Keluarga:
7
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
Riwayat Menstruasi
Menarche tidak ingat
Tidak haid sejak 17 tahun yang lalu.
Riwayat Perkawinan : 1x tahun lupa
Riwayat Kehamilan / abortus / persalinan : 11 / 5 / 6
1. Tahun 1953, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup.2. Tahun 1955, meninggal3. Tahun 1960, meninggal4. Tahun 1963, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup5. Tahun 1965, laki-laki, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup6. Tahun 1967, meninggal7. Tahun 1969, laki-laki, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup8. Tahun 1970, meninggal9. Tahun 1972, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup10. Tahun 1973, meninggal11. Tahun 1976, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup
Riwayat Kontrasepsi : tidak ada
Riwayat Operasi sebelumnya : tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 82 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Status Generalis
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak membesar
THT : Tidak ada kelainan
KGB : Tidak membesar
Thorak :
Paru :
8
- Inspeksi : gerakan dinding dada simetris
- palpasi : fremitus kiri = kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung :
- Inspeksi : iktus tidak terlihat
- Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada
Abdomen : Status Ginekologi
Genitalia : Status Ginekologi
Ekstremitas : Edema - / -, refleks fisiologis + / +, refleks patologis - / -
Status Ginekologi
Muka : Tidak ada kelainan
Mammae : Tidak ada kelainan
Abdomen :
- Inspeksi : tidak tampak membuncit, sikatrik (-)
- Palpasi : supel, distensi (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak
teraba massa tumor
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia :
- Inspeksi : Vulva /Uretra tenang, tampak massa keluar dari introitus
vagina sebesar tinju dewasa warna merah jambu,
permukaan rata, darah (-),
- Palpasi : Teraba masa sebesar tinju dewasa keluar dari kemaluan,
konsistensi kenyal, padat, permukaan rata, mobil, nyeri
tekan (-)
- Inspekulo dan Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan
Laboratorium :
- Darah lengkap :
- Hb : 11,7 Hitung jenis : 0/2/1/53/29/5
9
Leukosit : 7700 LED : 58/jam
- Faal hemostasis :
Trombosit : 390000 CT : 4’ BT: 2’30”
- Kimia Darah :
GDR : 75 mg% Protein Total :7,4 g%
GD 2jam pp : 123 mg% Albumin : 3,33 g%
Kolesterol Total:206 mg% Globulin : 4,07 g%
Ureum : 19 mg% Billirubin Total: 0,3 mg%
Kreatinin : 10 mg% SGOT :18 UI/l SGPT : 6 UI/l
- Urine :
Protein : - Kristal : +
Reduksi : - Ep. Gepeng : +
Leukosit : - Billirubin : -
Eritrosit : 1-2 Urobilin : +
Silinder : -
DIAGNOSA : Prolapsus Uteri stadium III
SIKAP : Kontrol KU, VS, PPV
RENCANA : Histerektomi Vagina
Follow Up (9 maret 2006) :
A/ Keluhan tidak ada
PF/ KU : sedang Nadi : 82x/mnt
Kesadaran : CMC Suhu : 36,8°C
TD :130/80 mmhg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia : Status ginekologis
10
Status ginekologis : STQ
D/ Prolaps Uteri std III
S/ Kontrol KU, VS, PPV
R/ Histerektomi Vagina
Follow Up (10 maret 2006) :
A/ Keluhan tidak ada
PF/ KU : sedang Nadi : 80x/mnt
Kesadaran : CMC Suhu : 36,8°C
TD :130/90 mmhg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia : Status ginekologis
Status ginekologis : STQ
D/ Prolaps Uteri std III
S/ Kontrol KU, VS, PPV
R/ Histerektomi Vagina
Follow Up (11 maret 2006) :
A/ Keluhan tidak ada
PF/ KU : sedang Nadi : 80x/mnt
Kesadaran : CMC Suhu : 36,8°C
TD :120/80 mmhg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia : Status ginekologis
Status ginekologis : STQ
D/ Prolaps Uteri std III
11
S/ Kontrol KU, VS, PPV
R/ Histerektomi Vagina
Dilakukan histerektomi tanggal 11/03/06 jam 09.00WIB
Perawatan Post Operasi:
- Awasi KU, VS, balance cairan, tanda akut abdomen
- IVFD D5 : RL = 3:1 30 tts/mnt
- Antibiotik : - Cefotaxim 2x1gr 3hari
- Gentamicin 2x80gr 3hari
- Cek Hb post OP jika < 10 g% Transfusi
- Kateter 5 hari
- Bila flatus/ BAB sudah ada boleh minum sedikit-sedikit
Follow Up (13 maret 2006) :
A/ Nyer perut (-), perdarahan pervaginam (-)
PF/ KU : sedang Nadi : 82x/mnt
Kesadaran : CMC Suhu : 37°C
TD :130/70 mmhg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, nyeri teka (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
Tampak terpasang kateter, urin mengalir lancar, jernih
D/ Post vaginal histerektomi a.i prolaps uteri std III hari ke 3
S/ Kontrol KU, VS, PPV
Antibiotik
Diet TKTP
12
IVFD aff
Kateter 5 hari
T/ Cefotaxim 2x1gr
Gentamisin 2x80gr
Kotrimoksazol 2x1gr
Follow Up (14 maret 2006) :
A/ Nyer perut (-), perdarahan pervaginam (-)
PF/ KU : sedang Nadi : 82x/mnt
Kesadaran : CMC Suhu : 37°C
TD :120/70 mmhg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar
Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, nyeri teka (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
Tampak terpasang kateter, urin mengalir lancar, jernih
D/ Post vaginal histerektomi a.i prolaps uteri std III hari ke 4
S/ Kontrol KU, VS, PPV
Kateter 5 hari
Diet TKTP
T/ Mistamox 3x500gr
Kotrimoksazol 2x1gr
Diabion 1x1
Pasien pulang boleh pulang dan kontrol ke poli kebidanan
DISKUSI
13
Telah dilaporkan seorang pasien wanita umur 71 tahun yang datang
berobat ke poliklinik RS DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis prolapsus uteri
std III. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Menurut kepustakaan, beberapa gejala klinis dari prolaps uteri adalah
adanya benjolan yang menonjol di genitalis eksterna terutama jika pasien berdiri
lama, berjalan jauh, atau mengedan juga disertai rasa nyeri yang hilang bila
berbaring dan gangguan pada miksi dan defekasi. Sesuai dengan kepustakaan di
atas, maka pada pasien ini dari anamnesa didapatkan adanya benjolan yang
dirasakan keluar dari kemaluan sejak 5 tahun yang lalu yang mulanya sebesar bola
pimpong dan bertambah besar sampai sebesar tinju dewasa, terutama bila berdiri
lama, berjalan jauh, mengedan dan batuk, juga disertai gangguan BAK dan BAB.
Dari pemeriksaan fisik, tampak massa keluar dari kemaluan sebesar tinju
dewasa, warna merah jambu, permukaan rata. Pada palpasi teraba masa sebesar
tinju dewasa keluar dari kemaluan konsistensi kenyal, padat, permukaan rata,
mobil, dan tidak nyeri tekan. Berdasarkan kepustakaan prolapsus uteri tingkat III,
atau prosidensia uteri adalah jika uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai
dengan inversio vaginae.
Pada pasien ini dilakukan vagina histerektomi. Vagina histerektomi
dilakukan pada pasien ini karena pasien ini didiagnosa dengan prolaps uteri std
III, usia yang sudah lanjut dan telah menopause. Selain itu pasien sudah tidak
bersuami lagi sehingga tidak ada lagi keinginan untuk mempertahankan uterus.
Berdasarkan literatur, etiologi prolapsus uteri yang paling mungkin pada
pasien ini adalah melemahnya jaringan pendukung uterus (ligament, fasia, serta
otot-otot dasar panggul) akibat proses ketuaan serta defisiensi hormon estrogen
setelah menopause. Disamping itu dapat juga dikaitkan dengan riwayat persalinan
yang berulang kali (pasien merupakan grande multipara) dan semua anaknya lahir
secara spontan.
DAFTAR PUSTAKA
14
1. Junizaf. Prolapsus Uteri dalam Kehamilan. Dalam Buku Ajar
Uroginekologi. Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri
dan Ginekologi FKUI/RSPUN-CM. 2002. 77-80.
2. David S. Chapin, MD. Desensus Uterus, Seri Skema Diagnosis dan
Penatalaksanaan Ginekologi. Edisi kedua. Binarupa Aksara. Jakarta.1998.
3. Wiknjosastro H. Prolapsus Genitalis. Ilmu Kandungan. Edisi pertama,
Cetakan ke-5. Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
1991. 360-375.
4. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorders of the Pelvic Floor. In
Novaks Gonecology. 12th ed. Berek JS editor, Baltimor. Williams &
Wilkins: 1996 :656-663
5. David S. Chapin, MD. Kekenduran Pelvis, Seri Skema Diagnosis dan
Penatalaksanaan Ginekologi. Edisi kedua. Binarupa Aksara. Jakarta.1998.
15