Download - Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Transcript
Page 1: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 1

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

cover

Page 2: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 20062

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

Buletin Jejak Leuser

PelindungKepala Balai TNGL

Pemimpin UmumBisro Sya’bani, S.Hut

Dewan RedaksiRatna Hendratmoko, SH, M.Hum,Ujang Wisnu Barata,S.HutNurhadi, SPBisro Sya’bani, S.Hut

AdministrasiAgus Rihady

DistribusiJuniahRebowo WasgitoJonsah Putra Bakti

Diterbitkan oleh:Balai Taman Nasional Gunung LeuserJl. Blangkejeren 37 Tanah Merah Kutacane Aceh TenggaraPO BOX 16 Kode Pos 24601Telp. (0629) 21358 Fax. (0629) 21016E-mail: [email protected]

Sumber dana: DIPA BTNGL 2005

Sampul depan:Bencana Alam di Simpang Semadam, Kutacane (Foto: Ahmad Yasin)Sampul belakang :Gajah CRU-FFI di Tangkahan (Foto: Dok. FFI)Desain :Bisro

Redaksi Buletin “Jejak Leuser” menerima sumbangan tulisan yangberkaitan dengan aspek konservasi. Tulisan diketik dengan spasi rangkap,maksimal 5 halaman dan minimal 2 halaman kuarto. Naskah dikirim keRedaksi Buletin “Jejak Leuser”, disertai dengan identitas diri atau dikirimlewat email: [email protected]. Naskah yang dikirimkan menjadihak penuh redaksi Buletin “Jejak Leuser” untuk dilakukan proses editingseperlunya.

Catatan Redaksi

Bencana datang silih berganti.... Tanah longsor dan banjir bandang di Jember memulai kisah pilu di awal tahun ini. Inikahbalasan alam terhadap ketamakan manusia terhadapnya? Tidak sedikit manusia yang justru dengan bangga secara membabibuta mengeksploitasi alam, tanpa belas kasihan, tanpa memperhitungkan hari depan anak cucu kita.Penjarahan hutan menjadi fenomena yang seakan sekarang sudah menjadi ‘hal yang biasa’ di telinga masyarakat negara kitayang katanya punya reputasi sebagai negara santun ini. Bagi orang yang beradab, yang peduli dengan anak cucu kita,seharusnya kita menangis dengan keadaan ini.....

Besitang, kawasan yang sarat dengan permasalahan menjadi berita utama di Jejak Leuser edisi ke-3 ini. Banyak hal akandikupas dalam tulisan itu, mulai dari sejarah, permasalahan, sampai dengan beberapa action Balai TNGL dalam usahameminimalisir permasalahan-permasalahan yang ada di daerah itu.Dalam rubrik potret kali ini kami tampilkan sosok Drs Suharto Dj, salah satu aset berharga yang dimiliki oleh Balai TNGL.Sudah banyak sekali hasil penelitian dan pemikiran yang beliau sumbangkan dalam khasanah ilmu pengetahuan hayati.Dalam edisi ini pula, Pak Harto menyumbangkan salah satu tulisannya tentang Baning, penyu dilindungi yang diyakini masihbanyak terdapat di kawasan TNGL.

Banjir bandang, terutama yang pernah terjadi di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser kami ulas dalam rubrikDinamika. Dan untuk rubrik Khasanah, kami menghadirkan sebuah ulasan tentang pentingnya penginderaan jauh untukpengelolaan sebuah kawasan konservasi, sebuah tulisan dari rekan-rekan dari Baplan Pusat. Di rubrik Wanasastra, kembaliPak Ginting menuangkan karyanya berupa puisi, yang terilhamkan ketika berada di tepi Sungai Bohorok.

Selamat Membaca....

Sekapur SirihSekapur Sirih

Page 3: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 3

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

26. Intermezzo29. Seputar Kita

31. Wanasastra

Menu Hari IniMenu Hari Ini4. Dari Kepala Balai

13. Banjir Bandang

K h a s a n a h19. Penginderaan Jauh,

Seberapa Pentingkah Bagi TNGL?

K e h a t i22. BANING (Geochelone Emys):

Kura-kura Vegetarian24.Pecut Kuda,

Flora Berjuta Guna

ISSN 1858 - 4268

L i p u t a n U t a m aL i p u t a n U t a m aL i p u t a n U t a m aL i p u t a n U t a m aL i p u t a n U t a m a6. Kerusakan Low Land Rain Forest TNGL Di Kabupaten Langkat: TINJAUAN SEJARAH PENGELOLAAN

Puluhan, ratusan, bahkan ribuanhektar hutan di kawasan TNGLwilayah Besitang sekarangmenjelma menjadi sepertihamparan karpet gersang....Banyak manusia dengan bebasnyahidup dan berkembang di dalamkawasan.Apa yang sebenarnya terjadi diBesitang? Bagaimana asal muasalhal itu bisa terjadi?

D i n a m i k a

Bencana Alam seolah menjadi terlaluakrab dengan Indonesia. Mulai daritsunami, tanah longsor, banjir sibukmenghampiri banyak daerah di negara ini,tidak terkecuali di wilayah sekitarkawasan TNGL. Mengapa itu bisa terjadi?Seberapa besar faktor manusiamempengaruhinya?

27. Pak Harto, Sang ‘Spiderman’ dari TNGL

P o t r e tP o t r e tP o t r e tP o t r e tP o t r e t

Page 4: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 20064

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

BencanaEkologidanKrisisKebudayaan

Dari Kepala BalaiDari Kepala Balai

Seorang ahli fisika terkenal, Fritjof Capra,menguraikan dengan gamblang bagaimanaBarat selama tiga abad dikuasai oleh

pemahaman tentang fenomena alam yangmekanistik yang dikembangkan oleh Descartes.Pandangan filsuf ini menyatakan bahwa alamsemesta adalah sebuah sistem mekanis, telahmemberikan persetujuan “ilmiah” pada manipulasi

dan eksploitasi terhadap alam. Tujuan ilmu adalahpenguasaan dan pengendalian alam, yangmenegaskan bahwa pengetahuan ilmiah dapatdigunakan untuk “mengubah kita menjadi tuan danpemilik alam”. Sebelum abad ke-15, pandangandunia yang dominan di Eropa dan sebagian besarperadaban lain bersifat organik. Manusia hidupdalam komunitas-komunitas kecil dan erat, danmenjalani kehidupan alam raya dalam pengertianhubungan organik, yang ditandai oleh salingketergantungan antara fenomena spiritual denganfenomena material serta prinsip kebutuhanmasyarakat umum lebih utama daripada kepentinganpribadi.

Model matematika yang dikembangkanDescartes-lah yang kemudianmemungkinkan NASA mengirim manusia

ke bulan. Kerja Descartes ini dilanjutkan oleh IsaacNewton pada abad ke-18, yang teorinya mampumenjelaskan gerak planet, bulan, komet, alirangelombang, dan sebagainya.

Walaupun demikian, pandangan yangmenempatkan alam sebagai fenomenamekanistik itu pula yang mendorong Barat

mengembangkan Etika Antroposentrisme. Etikaantroposentrisme ini dilatarbelakangi oleh tradisipemikiran barat yang liberal. Dalam etika ini manusiadiposisikan sebagai pusat dari alam semesta, danhanya manusia yang memiliki nilai, sementara alam

Oleh: Ir. Wiratno, M.Sc*)

Page 5: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 5

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nDari Kepala BalaiDari Kepala Balai

dan segala isinya sekedar alat bagi pemuaskepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusiadianggap berada di luar; di atas dan terpisah darialam. Bahkan, manusia difahami sebagai penguasaatas alam yang boleh melakukan apa saja. MenurutKeraf (2002), cara pandang inilah yang melahirkansikap dan perilaku eksploitatif.

Sikap eksploitatif inilah yang secara tidak kitasadari telah membawa Indonesia dalambencana lingkungan. Eksploitasi seluruh isi

hutan (kayu, bahan tambang, dll) selama 30 tahuntelah menampakkan dampaknya saat ini; banjir,tanah longsor, kekeringan, pencemaran tanah, air,udara, dan seterusnya. Kalau hutan alam dataranrendah di Pulau Jawa habis dalam tempo 1 abad,hutan alam dataran rendah Pulau Sumatera lenyapdalam hitungan 30 tahun. Proses lenyapnya hutanalam Sumatera sepuluh kali lebih cepat daripadamasa kolonial. Tetapi, ingatan kolektif manusiatentang bencana memang sangat pendek.

Bencana alam banjir dan longsor yang terjadipada April dan Oktober 2005 di kawasan AcehTenggara dan bencana besar dua tahun

sebelumnya di Bohorok, menunjukkan bahwa kitaperlu lebih mampu memahami mekanisme alam. Iarentan serta memiliki batas-batas dan hukum sendirisebagai reaksi terhadap “eksploitasi” manusiaatasnya, atau yang disebabkan oleh mekanismemencari keseimbangan kosmosnya yang baru.Kawasan hutan dataran rendah TNGL di Besitang-Langkat yang hancur seluas 20.000 Ha merupakanbagian dari proses “pemerkosaan” manusia terhadapalamnya. Artikel-artikel dengan tema “kerusakanalam” inilah yang dihadirkan dalam Edisi KetigaBuletin “Jejak Leuser”, ini semata-mata untukmengingatkan pada kita semua akan realitas

bencana ekologis yang sudah seringkali telahdihadirkan-Nya di depan kita.

Capra menyatakan bahwa kesadaran ekologisakan tumbuh hanya jika kita memadukanpengetahuan rasional kita dengan intuisi

untuk hakikat lingkungan kita yang nonlinear. Faktayang kita hadapi saat ini adalah bahwa telah terjadiketimpangan yang luar biasa antara perkembangankekuatan intelek, pengetahuan ilmiah, danketrampilan teknologi di satu sisi, denganperkembangan kebijakan, spiritualitas, dan etika disisi lain, yang menyebabkan ketidakseimbanganbudaya yang menjadi akar-akar dari krisismultidimensional peradaban manusia saat ini.

Oleh karena, itu patut kita renungkan pendapatKeraf (2002), yang mengajukan sebuah idetentang “keberlanjutan ekologis”. Prinsip

yang diajukan dalam paradigma keberlanjutanmaupun keberlanjutan ekologis adalah integrasisecara proporsional pada tiga aspek, yaitu aspekekonomi, aspek pelestarian sosial-budaya, danaspek lingkungan hidup. Etika antroposentrismeharus ditinggalkan dan diganti dengan etikalingkungan hidup yang bertumpu pada teoribiosentrisme dan ekosentrisme, dengan perpegangpada sikap hormat terhadap alam, prinsip tanggungjawab, solidaritas kosmis, prinsip kasih sayang dankepedulian terhadap alam, prinsip “no harm”, prinsiphidup sederhana dan selaras dengan alam, prinsipkeadilan, prinsip demokrasi, dan prinsip integritasmoral.***

*) Kepala Balai Taman Nasional Gunung Leuser Email: [email protected]

Page 6: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 20066

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

KERUSAKAN LOW LAND RAIN FOREST TNGLDI KABUPATEN LANGKAT:

TINJAUAN SEJARAH PENGELOLAANOleh :Ahmad Taufik Siregar, S.Hut.TSubhan, S.Hut

Liputan UtamaLiputan Utama

Tinjauan aspek historis pengelolaan kawasan taman nasional menjadi faktor penting dalam upaya mengetahui persoalan-persoalan yang dihadapi saat ini, khususnya taman-taman nasional yang lahir sebelum UU No.5 tahun 1990 diterbitkan. TNGLmerupakan salah satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia yang dideklarasi tahun 1980. Kerusakan yang dialamiTNGL di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, juga terkait dengan aspek historis pengelolaan di masa lalu. Hal inilahyang menjadi fokus pembahasan dalam artikel singkat ini, dengan tujuan agar kita menjadi lebih arif dalam mengkaji persoalankerusakan kawasan tersebut pada saat ini, serta mencari solusi yang realistis di masa depan.

FASE PENGELOLAAN KAWASAN BESITANG-LANGKAT SEBAGAI SUAKA MARGASATWA PRAPENUNJUKAN TNGL (1938-1980).

Kawasan Besitang-Langkat sebelum digabung danditunjuk sebagai bagian dari wilayah TNGL di wilayahSumatera Utara, merupakan kawasan Suaka

Margasatwa Sikundur yang ditetapkan pada tahun 1938 denganluasan ± 79.100 hektar danSuaka Margasatwa LangkatSelatan & Barat yang ditetapkanpada tahun 1938 seluas ±127.075 Ha. Terhadap keduasuaka margasatwa ini telahdilakukan tata batas fungsikawasan yang kemudiandilakukan rekonstruksi bataskawasan sepanjang ± 281,5 kmdari total batas fungsi kawasansepanjang ± 356,5 km padatahun 1982. Selebihnyasepanjang ± 75 km telahdirekontruksi oleh tata bataswilayah administratif Langkatdan Karo.

Menurut B. Sinulingga (komunikasi pribadi, 2005), sebelumlahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentangKonservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eksositemnya,dibenarkan adanya kegiatan eksploitasi secara terbatas di dalamkawasan suaka margasatwa dengan cara tebang pilih (seleksi)terhadap jenis pohon-pohon tertentu melalui perijinan HPHH(Hak Pengusahaan Hasil Hutan) dan kerjasama kemitraan

dengan perusahaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) melaluipilot proyek pembinaan habitat dan populasi satwa.

Pola kebijakan sebagaimana yang dijelaskan di atas,menjelaskan bahwa telah terjadi kegiatan eksploitasipenebangan pohon di dalam kawasan Besitang-Langkat mulaitahun 1970, dengan diberikannya ijin HPHH terhadap 3 (tiga)perusahaan industri kayu di dalam SM Sikundur. Setelah ijin

HPHH berakhir pada tahun1977, kemudian eksploitasi/penebangan pohon dilanjutkanoleh HPH PT Raja GarudaMas (RGM), yang menjadimitra kerja pilot proyekpembinaan habitat danpopulasi satwa Sikundursampai dengan tahun 1982.Beberapa peristiwa pentingyang terjadi dalam fasepengelolaan ini dan dapatdijadikan catatan sejarahpengelolaan kawasanBesitang-Langkat, antara lainsebagai berikut :

Pemberian Ijin Hak Pengelolaan Hasil Hutan (HPHH) didalam kawasan Suaka Margasatwa Sikundur

Permasalahan perlindungan kawasan Besitang-Langkat TamanNasional Gunung Leuser telah berlangsung sejak tahun 1970-an, jauh sebelum kawasan berubah fungsi menjadi TamanNasional Gunung Leuser. Pada saat kawasan masih berstatusSuaka Margasatwa Sikundur, Suaka Margasatwa Langkat Baratdan Langkat Selatan di dalamnya telah terdapat aktivitas

1)

2)

Page 7: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 7

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nLiputan UtamaLiputan Utamapenebangan kayu melalui perijinan HPHH (Hak PengusahaanHasil Hutan) kepada panglong Rimba Makmur (Sdr. Kuncung)lokasi di Sei Lepan, panglong Gotong Royong (Sdr. Tek Liong)di Sekoci dan panglong Handoyong (Sdr. Piau An) di ArasNapal/Sei Betung.

Ijin eksploitasi hutan melalui pola HPHH yang diberikan padamasa Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian ini, telahmengakibatkan terjadinya degradasi hutan dan lahan SMSikundur. Ijin HPHH yang diberikan kepada 3 (tiga) perusahaanpanglong kayu dengan luasan 100 hektar per perusahaan pertahun, dapat diperluas melalui perpanjangan ijin pada tahun-tahun berikutnya. Peluang ini telah dimanfaatkan oleh parapengusaha HPHH untuk melakukan eksploitasi dan pembukaanjalan secara berlebihan di dalam SM Sikundur. Selainmelakukan eksploitasi hutan, perusahaan HPHH jugamelakukan pembukaan jalan (akses jalur kayu dan transportasi)dan diikuti dengan pembangunan kilang kayu di dalam SMSikundur. Sarana transportasi pengangkutan log hasil tebanganyang dipakai berupa truk kingkong, sehingga membutuhkanpembukaan akses jalan logging yang cukup luas yang secarasignifikan akan menambah luas pembukaan hutan dankerusakan kawasan yang dapat ditimbulkannya. Kegiataneksploitasi kayu dengan ijin HPHH di dalam kawasan SMSikundur berlangsung sampai dengan tahun 1977, sehinggadiperkirakan telah terjadi pengeksploitasian hutan SMSikundur dalam skala ribuan hektar. Sampai dengan saat ini,masih terlihat bekas tapak kilang kayu dan rongsokan trukkingkong bekas perusahaan HPHH di dalam kawasan SMSikundur, yang kini sudah digabung (diubah fungsi) menjadibagian dari kawasan TNGL.

Pembangunan Pilot Proyek Pembinaan Habitat dan PopulasiSatwa di SM Sikundur-Langkat

Pilot proyek pembinaan habitat dan populasi satwa di SMSikundur dilaksanakan melalui Surat Keputusan MenteriPertanian No. 28/Kpts/Dj/I/1977 tanggal 30 Maret 1977 danberdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KehutananNomor 30/Kpts/Dj/I/1977 tanggal 30 Maret 1977 ditunjuk PTRaja Garuda Mas sebagai pihak ketiga yang akan bekerjasamadengan pimpinan pilot proyek untuk melaksanakan kegiatanpembinaan habitat dan populasi satwa di SM Sikundur,Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara, seluas 30.000Ha.

Secara organisasional, pilot proyek pembinaan habitat danpopulasi satwa Sikundur berada langsung di bawah DirektoratPerlindungan dan Pelestarian Alam (Dit PPA), DirektoratJenderal Kehutanan, Departemen Pertanian. Pilot proyekpembinaan habitat dan populasi satwa dipimpin oleh seorangkepala pilot proyek yang berkedudukan di Jakarta, sedangkanuntuk tingkat lapangan, dibentuk seksi-seksi yang dipimpinoleh masing-masing kepala seksi. Seksi yang dibentuk adalahsebanyak 3 seksi yang terdiri dari Seksi Pengamanan, SeksiEksploitasi dan Seksi Pembinaan Habitat dan Populasi Satwa.Secara teknis pelaksanaan pembinaan habitat dan populasi

satwa di lakukan oleh Hak Pengusahaan Hutan PT Raja GarudaMas. Kemitraan ini dirancang untuk jangka waktu selama 20(dua puluh) tahun dengan luas areal yang dikerjasamakan seluas30.000 hektar dari mulai wilayah Aras Napal (Sei Betung)sampai dengan Sei Lepan, SM Sikundur. Pelaksanaan kemitraanpembinaan habitat dan populasi satwa Sikundur, diberikansecara bertahap. Untuk tahap I, dikerjasamakan areal seluas10.000 hektar di wilayah Aras Napal (Sei Betung). Jangkawaktu pengelolaan tahap I untuk masa 7 (tujuh) tahun terhitungmulai sejak tahun 1977 s/d 1984 dengan kegiatan berupaeksploitasi terhadap jenis pohon tertentu yang berdiameter diatas 50 cm, pengamanan hutan dari perambahan danpenebangan liar serta pembinaan habitat & satwa denganmelakukan pembuatan tempat-tempat padang gembala sebagaisumber pakan satwa dalam rangka pelestarian populasi satwaseperti rusa, gajah, kambing hutan dan satwa lainnya.Pembuatan padang gembala dilakukan dengan menebangpepohonan dalam skala luasan tertentu dan melakukanpengayaan tanaman muda sehingga menghasilkan pakan bagisatwa liar pemakan rumput/dedaunan di SM Sikundur.

Dalam prakteknya di lapangan, pihak manajemen PT RajaGaruda Mas melakukan pembukaan jalan eksploitasi yang tidaksesuai dengan perencanaan dan melakukan penebangan pohonsecara berlebihan. Akibatnya, kawasan SM Sikundurmengalami degradasi hutan dan lahan. Sampai dengan saat ini,masih terlihat akses jalan eks Hak Pengusahaan Hutan PT RajaGaruda Mas di dalam kawasan TNGL di wilayah Aras Napal,Sei Betung ini. Sejarah tersebut di atas, menjawab pertanyaandan perdebatan yang terjadi selama ini dengan masyarakatsekitar hutan, “Kenapa di dalam kawasan TNGL terdapat tapaksawmill/kilang kayu, truk kingkong dan jalan HPH?”.

Salah satu ‘perumahan haram’ di dalam kawasan TNyang sudah hancur

Ujang W

B

Page 8: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 20068

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nLiputan UtamaLiputan Utama

Terbentuknya Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam GunungLeuser

Pada tahun 1979, diresmikan Organisasi Balai KonservasiSumber Daya Alam (BKSDA) I Medan di bawah DirektoratJenderal Perlindungan dan Pelestarian Alam, DirektoratJenderal Kehutanan Departemen Pertanian. Organisasi KSDAI Medan memiliki wilayah kerja meliputi Propinsi NanggroeAceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Baratdan membawahi 4 Sub BKSDA yang berkedudukan di masing-masing Propinsi dan 1 Sub Balai PPA Gunung Leuser yangberkedudukan di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara.

Sub Balai PPA Gunung Leuser, memiliki tugas pokok danfungsi melakukan pemangkuan dan pengelolaan kawasanGunung Leuser yang berada di wilayah Propinsi NanggroeAceh Darussalam dan Sumatera Utara. Khusus untuk wilayahSumatera Utara, meliputi SM Sikundur (di luar 30.000 hektaryang diperuntukkan bagi pilot proyek pembinaan habitat danpopulasi satwa Sikundur), SM Langkat Selatan & Barat sertaTaman Wisata Alam Sikundur.

FASE TRANSISI PENGELOLAAN SEBAGAI TNGLDAN TERBENTUKNYA DEPARTEMEN KEHUTANAN(1980 - 1984)

Dalam fase ini, pengelolaan Kawasan Besitang-LangkatTaman Nasional Gunung Leuser mengalami masatransisi dari pola pengelolaan kawasan suaka

margasatwa model pembinaan habitat dan populasi satwa,berubah menjadi pola pengelolaan kawasan pelestarian alamTaman Nasional Gunung Leuser, berdasarkan sistem zonasi.Seiring dengan dibentuknya kelembagaan DepartemenKehutanan, penyempurnaan kelembagaan organisasipengelolaan di tingkat daerah juga mengalamipeningkatan seperti halnya Sub Balai PPA GunungLeuser menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) TamanNasional Gunung Leuser.

Beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam fasepengelolaan ini yang dapat dijadikan catatan, antaralain sebagai berikut :

Peresmian Taman Nasional Gunung Leuser

Kawasan Gunung Leuser diumumkan menjadi TamanNasional Gunung Leuser pada tanggal 6 Maret 1980oleh Menteri Pertanian seluas ± 792.675 Ha dandikelola oleh Sub Balai PPA Gunung Leuser. Dalamrangka pemanfaatan kawasan TN Gunung Leuser diKabupaten Langkat, diresmikan Taman Wisata AlamSikundur seluas 18.500 Ha pada tahun 1981 (diambildari bagian kawasan Suaka Margasatwa Sikundur-Langkat). Karena keterbatasan pengelolaan, potensiTaman Wisata Alam Sikundur belum dapat dikelolasecara optimal.

Munculnya Proyek Peremajaan Rehabilitasi dan PerluasanTanaman Export (PRPTE) di Kabupaten Lantgkat

Pada tahun 1981, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Langkatmenerbitkan Surat Keputusan Nomor 682/BPP/LKT/1981tentang Penunjukan Areal Proyek Peremajaan Rehabilitasi danPerluasan Tanaman Export di Kabupaten Langkat seluas ±5.864 Ha. Lokasi yang ditunjuk untuk Proyek Karet Berbantuan(PKB) dan Proyek Kongulasi Karet Rakyat berada di dalamTNGL wilayah Sekoci s/d Sei Lepan yang merupakan arealeks. HPHH Panglong Rimba Makmur.

Berakhirnya Pilot Proyek Pembinaan Habitat dan PopulasiSatwa Sikundur

Pada tahun 1982, kerjasama kemitraan pilot proyek pembinaanhabitat dan populasi satwa di Suaka Margasatwa Sikundurdengan Hak Pengusahaan Hutan PT Raja Garuda Masdiberhentikan, walaupun perjanjian kerjasama kemitraan tahapI seluas 10.000 hektar untuk masa 7 (tujuh) tahun belumberakhir. Pemberhentian ini dikarenakan terjadinya beberapakegiatan yang tidak sesuai di lapangan antara lain PT RajaGaruda Mas membuka akses jalan yang tidak sesuaiperencanaan, melakukan penebangan pohon secara berlebihandan mendapat protes dari berbagai pihak yang tidak sependapatdengan adanya kegiatan eksploitasi kayu di dalam TNGL.Dengan berakhirnya pilot proyek pembinaan habitat danpopulasi satwa di SM Sikundur, atas lahan seluas 30.000 Hayang telah diperuntukkan sebagai pilot proyek ini, kemudiandiserahkan pengelolaannya kepada Sub Balai PPA GunungLeuser yang berkedudukan di Kutacane, Kabupaten AcehTenggara.

Ujang WB

Introduksi tanaman sawit di Besitang

Page 9: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 9

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nLiputan UtamaLiputan UtamaProgram Transmigrasi Lokal dan Perkebunan Inti RakyatKelapa Sawit

Pada tahun 1982, seiring dengan berakhirnya pilot proyekpembinaan habitat dan populasi satwa di SM Sikundur, PemkabLangkat bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB)mencanangkan program transmigrasi lokal (translok) dengantujuan pemerataan penyebaran masyarakat lokal. Areal yangdicadangkan untuk program translok ini sebagian berada didalam kawasan Besitang-Langkat (wilayah Sekoci dansekitarnya), dan sebagian lagi berbatasan langsung dengankawasan TNGL, yang diperuntukkan bagi pembangunan desatransmigran dan kebun kelapa sawit Pola Inti Rakyat (PIR),dengan luas ± 1.500 hektar. Pencadangan areal desatransmigrasi (sekarang bernama desa PIR ADB) danperkebunan kelapa sawit ini tanpa berkoordinasi terlebih dahuludengan pihak Kehutanan sehingga terjadi tumpang tindih lahanperkebunan dengan kawasan TNGL. Perencanaan programtransmigrasi lokal dan pembangunan kebun kelapa sawit PolaInti Rakyat oleh Pemkab Langkat yang bekerjasama denganADB menarik minat para pemodal dan pengusaha untukberinvestasi lahan perkebunan kelapa sawit di KabupatenLangkat dan sejak saat itu dimulailah pembukaan lahan hutansecara besar-besaran di daerah Kabupaten Langkat.

Rekontruksi Batas Kawasan Besitang-Langkat oleh BalaiPlanologi Kehutanan I

Menurut laporan umum pelaksanaan rekontruksi batas SMSikundur, SM Langkat Barat dan SM Langkat Selatan olehBalai Planologi Kehutanan I tahun 1982, areal SM.Sikundur,Langkat Barat dan Langkat Selatan telah ditata batas pada tahun1938. Sampai dengan dilaksanakannya rekontruksi batas/penataan batas perubahan fungsi kawasan menjadi TNGL yangpertama kali dilaksanakan pada tahun 1982, praktis selama 47tahun tidak ada pemeliharaan/rekontruksi batas kawasan. Olehkarena itu tata batas yang pernah dibuat di lapangan sudahhampir hilang dan rusak. Akibatnya banyak penduduk membuatperladangan, perkebunan dan bahkan perkampungan yangberada di dalam kawasan SM Sikundur. Hal ini dapat terlihatdari hasil pelaporan atas pelaksanaan kegiatan tata batasperubahan fungsi kawasan oleh Balai Planologi Kehutanan Ipada tahun 1982, di mana di dalam kawasan terdapat kampungKarya Bangun, kebun kelapa sawit PIR seluas ± 26,5 hektarberumur ± 2 tahun, jaringan jalan yang dibuat oleh PTP II dankebun karet seluas ± 8,2 hektar yang dikelola DinasPerkebunan.

Tujuan pelaksanaan rekontruksi/tata batas perubahan fungsikawasan adalah untuk menata kembali batas yang kurang jelas,rusak dan hilang sehingga dapat dilihat kembali dengan jelasdan nyata di lapangan. Hasil rekontruksi/ tata batas perubahanfungsi kawasan adalah sepanjang 82,25 km dari target 80 kmdengan perincian sebagai berikut : SM Sekundur 28,02 kmdengan jumlah pal batas 225 buah; SM Langkat Barat 42,87km dengan jumlah pal batas 329 buah dan SM Langkat Selatan11,36 km dengan jumlah pal batas 96 buah. Sedangkan tatabatas yang melewati perkampungan Karya Bangun tidak

dilaksanakan karena dilarang oleh warga perkampungantersebut. Luas penggarapan dan perkampungan yang terdapatdi dalam kawasan ini ± 70,80 hektar berupa perladangan,perkampungan, kebun kelapa sawit dan kebun karet.

Terbentuknya Departemen Kehutanan dan Unit PelaksanaTeknis (UPT) Taman Nasional Gunung Leuser

Pada tahun 1983, Direktorat Jenderal Kehutanan yang selamaini berada di bawah Departemen Pertanian diresmikan menjadiDepartemen Kehutanan. Kebijakan peresmian kelembagaankementerian Departemen Kehutanan ini memberikanperubahan arah dan garis besar kebijakan pengelolaan hutandi Indonesia dan hal ini memerlukan proses (masa transisi)penyesuaian kebijakan dan pengorganisasian tata hubungankerja sampai ke tingkat daerah.

Di bawah Departemen Kehutanan, dibentuk pula beberapaDirektorat Jenderal, salah satunya, adalah Direktorat JenderalPerlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Dan padatahun 1984, ditetapkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) TamanNasional Gunung Leuser yang langsung berada di bawahDirektorat Jenderal PHPA, dengan tugas melakukanpengelolaan kawasan TNGL berdasarkan sistem zonasi.Dengan terbentuknya Departemen Kehutanan dan UPT TNGL,memberikan dampak yang sangat besar terhadap arah dankebijakan program pengelolaan kawasan TNGL.

FASE PENGELOLAAN KAWASAN BESITANG-LANGKAT PASKA DITETAPKAN SEBAGAI TAMANNASIONAL GUNUNG LEUSER (TAHUN 1984 S/DSEKARANG)

Dalam fase pengelolaan ini, intensitas perambahan dantumpang tindih penggunaan lahan di kawasan Besitang-Langkat TNGL semakin tinggi, dengan mulai

dilaksanakannya program pembangunan perkebunan kelapasawit sebagai komoditi unggulan daerah, sehinggamenyebabkan kebutuhan akan lahan perkebunan menjadisemakin meningkat di Kabupaten Langkat. Kawasan hutan diKabupaten Langkat mengalami pembukaan besar-besaran.Aksi-aksi penebangan liar atas hutan negara semakin tidakterkendali sebagaimana halnya yang terjadi di kawasanBesitang-Langkat.

Tingkat kerusakan kawasan Besitang-Langkat semakinbertambah luas dengan masuknya gelombang pengungsi asalAceh pada tahun 1999/2000 (akibat kondisi politik Aceh yangtidak kondusif) ke wilayah Propinsi Sumatera Utara, khususnyake Kabupaten Langkat dan sebagian melakukan pembukaanhutan dan penggarapan lahan TNGL, sebagai areal pemukimandan lahan pertanian/perkebunan bagi mereka. Keberadaanpengungsi asal Aceh yang bermukim dan menetap di dalamkawasan, dimanfaatkan oleh para perambah (kelompokspekulan tanah) untuk ikut menguasai dan melakukanpengkaplingan lahan kawasan Besitang-Langkat untukkemudian diperjual belikan.

Page 10: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200610

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nLiputan UtamaLiputan UtamaUntuk menekan laju kerusakan kawasan Besitang-Langkat,pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan secara partisipatifmasyarakat lokal senantiasa menjadi prioritas utama di dalampengelolaan kawasan Besitang-Langkat. Namun tetap sajabelum dapat membebaskan kawasan Besitang-Langkat daripermasalahan-permasalahan pengrusakan hutan dan lahanterutama aksi-aksi pencurian kayu dan perambahan kawasan.

Kegiatan-kegiatan penting yang telah dilakukan dalam fasepengelolaan ini, antara lain adalah :

a. Penertiban Perambahan bersama Polres Langkat danBrimobdasu, dengan hasil:

Memproses hukum pelaku perambahan lahan TNGL di wilayahSekoci, Sei Minyak dan Sei Lepan sebanyak 156 Orang.Terhadap pelaku divonis hukuman penjara 3 s/d 9 bulan olehPengadilan Negeri Stabat. Sementra otak pelaku perambahanmasuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Langkat.Terhadap lahan (TNGL) yang dirambah seluas ± 500 hektardilakukan penanaman kembali melalui kegiatan ABRIManunggal Reboisasi (AMR).

b. Penertiban penebangan liar bersama Polres Langkat,POM DAM dan Brimobdasu, dengan hasil sebagaiberikut :

- Memproses hukum pelaku penebangan liar di SikundurLangkat yang berbatasan dengan Aceh Timur seluas ± 4.000hektar yang dilakukan oleh PT Tegas Nusantara denganmenggunakan alat berat. Mandor lapangan PT TN danBarang Bukti berupa 2 truk tronton berisi 11 kayu logdiserahkan ke Polres Langkat, sementara otak pelaku masukDaftar Pencarian Orang (DPO) Polres Langkat. Aksipenebangan liar oleh PT Tegas Nusantara telah berhenti dilapangan.

- Memproses hukum pelaku penebangan liar di BatangSerangan, 12 orang pelaku dan 2 Chainsaw sebagai barangbukti diserahkan ke Polres Langkat dan melakukan

penertiban terhadap 2 kilang kayu yang beroperasi dikecamatan Batang Serangan.

c. Penertiban tumpang tindih lahan perkebunan KelapaSawit bersama Tim Koordinasi Pengamanan Hutan IWilayah Sumut, dengan hasil sebagai berikut :

- Balai TNGL melakukan penumbangan (penebangan) pohonkelapa sawit milik PT Raya Padang Langkat seluas ± 400hektar yang ditemui berada di dalam kawasan TNGL padasaat dilaksanakannya operasi gabungan bersama TimKoordinasi Pengamanan Hutan Wilayah Sumut. Ataspenindakan ini, PT Raya Padang Langkat menuntut BalaiTNGL melalui proses peradilan di Pengadilan Negeri Stabat.PT. Raya Padang Langkat dinyatakan kalah oleh PengadilanNegeri Stabat dan Pengadilan Tinggi Medan menolakbanding PT Raya Padang Langkat serta menguatkan putusanPengadilan Negeri Stabat. Atas kebun kelapa sawit yangberada di dalam kawasan TNGL direncanakan akandilakukan penumbangan, namun kegiatan penumbanganbelum dapat dilaksanakan karena kondisinya yang kurangkondusif (adanya tuntutan dari PT Gema Lestari untukmengelola kelapa sawit eks kebun PT Rapala secara defacto). Kondisi ini telah dilaporkan ke Pusat dan diperoleharahan dari Sekretaris Ditjen PHKA, bahwa tidakdibenarkan melakukan kerjasama eks PT Raya PadangLangkat dengan pihak manapun, dan ditugaskan kepadaBalai TNGL, untuk melakukan pengamanan hutan secaraintensif di lokasi kebun kelapa sawit eks PT Raya PadangLangkat.

- Memproses hukum pelaku pelanggaran tumpang tindih lahan(TNGL) dan perkebunan milik seorang warga pendudukLangsa Aceh Timur seluas ± 100 hektar di wilayah Langkatyang berbatasan dengan Aceh Timur. Para pekerjaperkebunan sebanyak 16 orang berikut Barang Bukti berupa7 unit Chainsaw dan 1 Radio Komunikasi diserahkan kePolres Langkat, sementara otak pelaku masuk DPO PolresLangkat.

d. Penanganan Pengungsi Asal Aceh yang bermukim didalam kawasan Besitang-Langkat, dengan hasil sebagaiberikut :

- Melaksanakan relokasi pengungsi dari lokasi Damar Hitamke Dusun II Riau Makmur, Desa Mahato, KecamatanTembusai Utara, Kabupaten Pasir Pangarayan, Propinsi Riausebanyak 151 KK (654 jiwa). Relokasi pengungsi dari lokasiBarak Induk ke lokasi Batang Toru, Propinsi TapanuliSelatan sebanyak 30 KK (126 jiwa). Kedua program relokasiini tidak berhasil, dikarenakan para pengungsi ternyatakembali lagi ke kawasan Besitang -TNGL.

- Melakukan sosialisasi kepada pengungsi di Damar Hitamdan Sei Minyak mengenai program pemerintah melalui suratedaran. Kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan secarasempurna karena mendapat perlawanan dari kelompokperambah. Tim Sosialisasi mendapat perlakuan kasar denganadanya pemukulan dan pengeroyokan terhadap petugas olehkelompok perambah di lokasi Sei Minyak. Atas pengalaman

Salah satu hasil tangkapan, mobil angkutan umum‘disulap’ menjadi pengangkut kayu ilegal.

Ujang W

B

Page 11: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 11

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nLiputan UtamaLiputan Utamaini, kemudian dilakukan pola pendekatan persuasif terhadappengungsi dengan membuka ruang diskusi bersama atasprogram rehabilitasi kawasan yang akan dilaksanakan didalam kawasan.

- Mengadakan pertemuan forum LSM/NGO di bidangKonservasi dan Kemanusiaan yang berkaitan denganprogram penanganan pengungsi di dalam wilayah TNGL.

Dari pertemuan ini dihasilkan komitmen kuat dukunganpelestarian TNGL dari para pihak.

e. Rekontruksi dan Orientasi Batas Kawasan Besitang-Langkat bersama Tim Tata Batas Kabupaten Langkatdan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IMedan, dengan hasil sebagai berikut :

- Rekontruksi Batas rekontruksi dilaksanakan sepanjang ±281,50 km pada tahun 1992/1993 dan sepanjang ± 200 kmpada tahun 2001/2002 serta dilakukan Orientasi Batassepanjang ± 61,97 km pada tahun 2003.Orientasi Batas padatahun 2003 oleh Tim Tata Batas Kab. Langkat dan BalaiInventarisasi dan Perpetaan Hutan Wilayah I Medan ,dilaksanakan dengan berpedoman pada batas kawasansesuai peta zaman Belanda. Hasil rekontruksi inimengembalikan posisi pal batas yang sebenarnya dilapangan, di mana telah terjadi perubahan letak pal bataskawasan dari hasil rekontruksi yang dilakukansebelumnya.

- Ditemukan tumpang tindih penguasaan lahan TNGL olehbeberapa perkebunan Kelapa Sawit seperti PT Putri Hijau(± 200 hektar), Perkebunan Inti Rakyat Program AsianDevelopment Bank (± 300 hektar), PT Bandar Meriah (±150 hektar), Perkebunan Lokal (± 103 hektar), PT Mutiara

Sei Lepan (± 53,50 hektar) dan perkampungan pendudukC1.

f. Penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung LeuserUntuk meningkatkan perlindungan dan pemanfaatan potensikawasan serta dalam rangka pengembangannya, berdasarkanSurat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 276/Kpts-VI/1997tanggal 25 Mei 1997, ditunjuk Taman Nasional Gunung Leuserseluas 1.094.692 hektar, yang terletak di Propinsi Daerah

Istimewa Aceh dan Daerah Tingkat I Sumatera Utara.Apabila batas kawasan TNGL sudah temu gelang, makaakan diterbitkan surat keputusan Menteri Kehutanantentang penetapan kawasan TNGL tersebut.

g. Koordinasi penanganan permasalahangangguan kawasan dengan instansi terkait, denganhasil sebagai berikut :- Melakukan kajian atas keberadaan HakPengusahaan Hutan PT Mulya Karya Jayaco diKabupaten Langkat yang diduga telah melakukanpenebangan di dalam kawasan TNGL dan HutanLindung. Memberikan pertimbangan kepada Pusat untukmengkaji ulang Ijin Hak Pengusahaah Hutan PT MulyaKarya Jayaco karena Kabupaten Langkat tidak memilikipotensi Hutan Produksi yang masih berupa hutan alam.

- Melakukan kajian atas permohonan lahangarapan seluas ± 6.950 hektar oleh Kopermas diBesitang Kabupaten Langkat dan melakukan koordinasi

dengan pemda Langkat serta Kanwil Dephutbun Sumut,untuk menolak permohonan Kopermas karena lahan garapanyang diusulkan berada di dalam kawasan TNGL.Permohonan lahan garapan seluas ± 6.950 hektar olehKopermas di kawasan Besitang (TNGL) ditolak oleh BupatiLangkat dan Kakanwil Dephutbun Sumut.

h. Pengembangan daerah Tangkahan sebagai kawasanEkowisata di Kab. Langkat dengan pola kemitraanmasyarakat lokal, dengan hasil sebagai berikut :

Kawasan ekowisata Tangkahan

Ujang WB

Sekolah SD yang dibangun oleh pengungsi di Sei Lepanberada di dalam Kawasan TNGL

Mok

o

Page 12: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200612

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nLiputan UtamaLiputan Utama- Pengembangan Kawasan Ekowisata Tangkahan dengan pola

partisipatif masyarakat lokal di dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem TNGL melahirkan peraturandesa (Perdes) kawasan ekowisata Tangkahan untukpelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati danekosistem TNGL secara partisipatif. Dengan keberadaanPerdes ini , aksi-aksi perambahan dan penebangan liar didaerah Tangkahan telah berhenti sama sekali.

- Model Pengelolaan Kawasan Ekowisata Tangkahan polapatisipatif masyarakat lokal mendapat pengakuan secaranasional dengan diberikannya penghargaan “InovasiPariwisata Indonesia” oleh Menteri Kebudayaan danPariwisata RI pada tahun 2005.

Dalam fase pengelolaan ini, terlihat jelas bahwa kegiatan dibidang perlindungan hutan lebih dominan dibandingkankegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam hayatidan ekosistem TNGL. Hal ini dikarenakan tingginya gangguankeamanan terhadap perlindungan kawasan taman nasional yangterjadi dan telah mengakibatkan tingginya laju kerusakan hutandan lahan TNGL, khususnya di wilayah Kabupaten Langkatyang berdasarkan penafsiran telah mencapai luasan ± 20.000sampai 22.000 Ha, sehingga perlu dilakukan upayaperlindungan hutan secara intensif, terpadu dan konsisten.

PEMBELAJARAN KASUS TNGL WILAYAH LANGKAT

Berdasarkan penelusuran sejarah tersebut, banyak sekalipelajaran yang dapat dipetik, direnungkan, dan

k e m u d i a nuntuk dijadikan bahan pijakan dalam menetapkan

pilihan-pilihan solusi ke depan. Beberapa pelajaran berhargatersebut antara lain adalah:

1. Persoalan kerusakan taman nasional saat ini (baca: kawasanBesitang) tidak dapat dilepaskan dari proses-prosespengelolaan (dalam kondisi ketidakjelasan arahankebijakan) di masa lalu. TNGL dideklarasi pada tahun1980, pada saat itu belum ada perangkat hukum yang bisadijadikan acuan pengelolaannya. Acuan tersebut baru lahirsetelah 10 tahun kemudian, yaitu UU No.5 tahun 1990;

2. Perlunya dilakukan kajian aspek kesejarahan terhadappersoalan kawasan, sehingga dapat dijadikan salah satuacuan kunci dalam mencarikan upaya solusi yang realistikdan sesuai dengan koridor hukum saat ini;

3. Pengelolaan taman nasional tanpa melibatkan masyarakatsetempat, tanpa mendapatkan dukungan dari Pemkab/Pemprov, berbagai LSM, maupun pihak keamanan, akanmengalami kesulitan dan kegagalan. Semua pihak kunciharus dilibatkan untuk membangun persamaan agenda danpersepsi tentang bagaimana melakukan pengelolaanbersama secara sinergis;

4. Penyelesaian terhadap persoalan kawasan sebaiknyadilakukan dengan berpegang pada prinsip-prinsiptransparansi, komprehensif, sistematis-bertahap,kontekstual, dan konsisten. Dukungan dari berbagaiinstansi terkait baik di tingkat horizontal dan vertikal diJakarta, akan sangat menentukan keberhasilannya.

5. Penegalan hukum harus dapat dilakukan secara konsisten,kontekstual, dan komprehensif. Upaya ini harus diiringidengan upaya-upaya sosialiasi program-programkonservasi yang melibatkan masyarakat sekitar kawasan,dengan memposisikan masyarakat sebagai subyek danbagian dari solusi penyelesaian persoalan tamannasional.***

Kepala Seksi Konservasi Wilayah IV TNGL di Besitang

1)

2)

Staf Balai TNGL di Kantor Perwakilan Medan

Page 13: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 13

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nD i n a m i k aD i n a m i k a

Barangkali di sana ada jawabnya. Mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan. Melihattingkah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengankita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang…….. (Ebiet G. Ade – Berita Kepada Kawan).

Sebuah keprihatinan mendalam yang membuat kita semuatepekur merenunginya. Apa yang sudah kita perbuat

u n t u kbumi ini, itulah yang

harus kita pertanggung-jawabkan di padang mahsyarsana nanti. Tsunami, banjirbandang, kekeringan, gempabumi, angin puting beliung,kebakaran hutan, hujanasam, angin panas….. Bumimakin rapuh. Gejala alam,sinyal kebesaran Tuhan,masih saja ada yang merasajumawa, menantangkebesarannya denganmencoba “menaklukkan”alam. MasyaAllah.…tanda-tanda kiamat sudah dekat?!

Mengawali tahun anjing ini, bencana alam banjir bandangkembali terjadi di Jember, Jawa Timur. Tak kurang 80 orangmenjadi korban, lebih dari 100 bangunan hancur dan ratusanhektar kebun masyarakat rusak berat. Penggundulan kawasanhutan Gunung Argopuro menjadi “tersangka utama” penyebabperistiwa ini. Wilayah Desa Kemiri yang relatif terpencil danterletak tepat di “bahu” pegunungan Argopuro sebagian besarlenyap disapu air yang membawa longsoran batu, tanah,bangkai kayu dan material lainnya. Tinggi air yang mencapai6 – 7 meter membuat panik warga. Dalam hitungan menit semuahancur. Tsunami kecil? Besoknya, peristiwa serupa terjadi diBanjarnegara, Jawa Tengah. Longsoran massa tanah dalamjumlah besar menyapu rumah dan ladang penduduk, sertamenewaskan lebih dari 50 orang. Belum habis hari-hari padabulan pertama di awal tahun, kejadian serupa muncul lagi diSitubondo dan Lombok Timur. Sungguh tahun 2006 terpaksa

kita buka dengan lembaran hitam, lagi-lagi akibat keserakahanmanusia!!

Banjir dan Manusia

Manusia adalah bagian dari alam yang akan selalu bergantungpada lingkungan alamnya. Kebutuhan hidup menuntut manusiauntuk mengeksploitasi sumber daya alam. Di satu sisi, alamakan selalu memberi semua miliknya yang diambil manusia,namun di sisi lain alam akan membentuk keseimbangan baruyang pada intinya akan merugikan manusia. Degradasilingkungan meningkat, banjir dan longsor bertambah, baiksecara kualitas maupun kuantitas. Dibanding jenis bencanalainnya, banjir, longsor, kekeringan, dan kebakaran hutanmerupakan jenis-jenis bencana yang di dalamnya terdapat unsurcampur tangan manusia. Faktor manusia sangat berperansebagai fungsi katalisator yang memicu, mempercepat prosesmaupun menentukan tingkat kualitas dan kuantitas bencana.

Terdapat 2 kategori penyebab banjir dan longsor, yaitu faktormanusia dan faktor alam (dimodifikasi dari Robert danSugiyanto, 2001). Faktor campur tangan manusia yangmempengaruhi terjadinya banjir dan longsor adalah :1. Perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS); melalui

aktivitas-aktivitas seperti penggundulan hutan, usahapertanian yang kurang memperhatikan kaidah-kaidahkonservasi tanah, perluasan pemukiman dan perubahan tataguna lainnya.

2. Kawasan kumuh dan buangan sampah di sepanjang sungai;terutama di daerah perkotaan, berperan dalam menghambataliran air.

3. Drainase lahan; pada daerah perkotaan dan pengembanganpertanian akan mengurangi kemampuan bantaran sungaidalam menampung debit air yang tinggi.

4. Bendungan dan bangunan air; misalnya pilar jembatan dapatmeningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliranbalik (backwater).

5. Kerusakan bangunan pengendali banjir.

BANJIR BANDANGOleh:Ujang Wisnu Barata, S.Hut*)

Page 14: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200614

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nD i n a m i k aD i n a m i k a

Hasil survey geologi yang dilakukan oleh Helmkampp danNagasima pada tahun 1973 menunjukkan bahwa gugusanBendahara dan Perkison pada perbukitan Serbolangit, termasukformasi Alas Utara dan Barat yang tersusun dari jenis batuanguartzbiolite schist bended, gneiss, cucocratic, garnet, finegranular gneiss, amphibolete, chlrite epidote schisti calo-

6. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.

Sedangkan faktor-faktor penyebab banjir dan longsor, yangdisebabkan oleh faktor alamiah, antara lain adalah:1. Curah hujan; musim hujan di Indonesia umumnya terjadi

antara bulan Oktober – Maret. Curah hujan yang tinggi padaperiode tersebut bila melebihi tebing sungai akanmenimbulkan banjir atau genangan

2. Topografi dan geomorfologi; kemiringan lahan, tingkatkerapuhan badan lahan terhadap erosi yang terdiri dari jenistanah dan susunan geologi lahan, serta tutupan vegetasi.Faktor ini merupakan kombinasi antara kondisi topografidengan kepekaan lahan terhadap erosi.

3. Fisiografi atau geografi fisik sungai; bentuk, fungsi dankemiringan DAS, kemiringan sungai, geometrik hidrolik(bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potonganmemanjang, material dasar sungai), letak atau lokasi sungai,dan lain-lain.

4. Erosi dan sedimentasi; erosi di DAS berpengaruh terhadappengurangan kapasitas penampang sungai. Besarnyasedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehinggatimbul genangan dan banjir.

5. Kapasitas sungai; pengurangan kapasitas aliran banjir dapatdisebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS danerosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi karenatidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahanyang tidak tepat.

6. Kapasitas drainase yang tidak memadai; sehingga tanahmudah jenuh dengan air.

7. Pengaruh air pasang; pada waktu banjir bersamaan denganair pasang yang tinggi maka genangan atau banjir menjadibesar karena terjadi aliran balik.

Leuser dan Banjir Bandang

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir hingga tahun 2005, tercatat3 kali peristiwa banjir bandang di kawasan Taman NasionalGunung Leuser. Paska kejadian Bahorok yang menewaskantak kurang dari 129 jiwa, serta 400 bangunan rusak, musibahyang sama terjadi di “seberang” bukit pada land system yangsama (pegunungan Serbolangit, dengan tipe land system BukitPandan), yaitu di wilayah Lawe Mengkudu dan Semadam.Kedua peristiwa terakhir terjadi pada tahun 2005 lalu diKabupaten Aceh Tenggara yang sedang disorot karena berbagaiaktivitas pembukaan lahan untuk pertanian di kelerengan curammaupun kegiatan logging baik legal maupun ilegal.

Menurut definisi yang disarikan oleh wikipedia.com, banjirbandang adalah banjir di daerah permukaan rendah yang terjadiakibat hujan yang turun terus-menerus dan muncul secara tiba-tiba. Banjir bandang terjadi saat penjenuhan terhadap tanahberlangsung dengan sangat cepat hingga air tak mampu diseraplagi. Air yang tergenang lalu berkumpul di daerah-daerah dibawahnya dan terus mengalir dengan cepat ke daerah yang lebihrendah.

Dengan bahasa lain, banjir bandang adalah “banjir kiriman”dari daerah yang lebih tinggi dimana air dalam jumlah dankekuatan besar mampu melongsorkan tanah, bebatuan danmaterial lain ke daerah yang lebih rendah. Faktor-faktorpenyebab banjir bandang ini antara lain : pengundulan hutan,penggunaan lahan yang kurang tepat, yaitu jenis tanaman danperlakuan lahan, kondisi topografi yang curam, geomorfologilahan, serta curah hujan yang tinggi.

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe iklim wilayahbencana di Kabupaten Aceh Tenggara termasuk dalam tipe Adengan curah hujan 3000 mm dengan 2 (dua) musim hujanpada bulan Maret, April, Mei dan Oktober, Nopember,Desember. Berdasarkan pengukuran di Stasiun PenelitianKetambe, Aceh Tenggara, tercatat temperatur udara berkisarantara 210 – 280 C. Kelembaban udara cukup tinggi, padakeadaan normal kelembaban nisbi berkisar antara 60 – 100%.Angin bertiup dengan kecepatan sedang dan kadang bertiupdengan keras disertai badai dalam waktu singkat yangmenyebabkan kerusakan pohon-pohon di hutan. Grafik berikutmenunjukkan data curah hujan dan hari hujan pada periodetahun 1999-2000.

Page 15: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 15

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nD i n a m i k aD i n a m i k aschists, banded dan massive marble. Formasi Alas Barat inidiperkirakan berasal dari periode Nesozoic (Anonim, 2005).

Berdasarkan Peta Tanah Eksplorasi yang dikeluarkan olehLembaga Penelitian Tanah Bogor, jenis tanah di Hutan LindungSerbolangit adalah Kompleks Podsolik Merah Kuning, Latosoldan Litosol dengan kepekaan terhadap erosi peka dan sangatpeka. Litbang Kehutanan di Aek Nauli yang melakukan analisatanah di lokasi banjir Aceh Tenggara menunjukkan bahwakondisi tanah yang lapuk dan mudah longsor karena terletakdi patahan “Semangko”, memicu terjadinya fragmentasi batuandengan sesar yang labil dan tidak teratur. (Darwo et al, 2005)

Tragedi Bahorok, Minggu, 2 November 2003, Jam 09.30Malam

Dalam Siaran Pers nomor 1383/II/PIK-1/2003 tanggal 11November 2003, Departemen Kehutanan mengeluarkanpernyataan resmi bahwa banjir bandang Bahorok adalah murniperistiwa bencana alam. Penyebab utama adalah karakter alamhulu sub DAS Bohorok yang memiliki kemiringan lahan lebihdari 60 % (persen), peka longsor dengan erosi lokal tipe parit,ditambah curah hujan yang sangat tinggi selama 2 (dua) harisebelum kejadian yaitu 5 – 10 kali diatas normal, atau 50 – 100mm per hari (kondisi normal 2100 – 5100 mm per tahun).Sedangkan faktor yang menyebabkan timbulnya korban jiwacukup tinggi adalah tata letak bangunan fasilitas wisata(penginapan, restoran, dan hotel) dan bangunan pemukimandi lokasi kejadian berada di bantaran sungai, bahkan ada yangmemasuki badan sungai, serta waktu kejadian pada malam hari.

Melihat topografi yang kemiringannya lebih dari 60 % (persen)dan sifat tanah sub DAS Bohorok yang peka longsor dan erosi,maka ancaman bahaya longsor dan banjir sepanjang tahun tetaptinggi, terutama pada bulan-bulan curah hujan diatas rata-ratanormal. Struktur badan sungai yang menyempit pada beberapabagian di wilayah hulu, sangat potensial membentuk‘bendungan-bendungan’ akibat deposit tanah atau pohon-pohonyang tumbang.

“Tsunami Kecil” di Lawe Mengkudu, Selasa, 26 April2005, Jam 22.00

Kejadian di Desa Lawe Mengkudu, Kecamatan Badar, AcehTenggara tidak kalah dahsyatnya. Ketika itu, di tengah malam,debit air yang meningkat tajam akibat hujan deras seharian yangmengguyur wilayah Aceh Tenggara telah menggerus badantanah, menerjang bebatuan, dan menghanyutkan pohon-pohonserta apa saja yang dilaluinya. Badan air yang terkumpul dibagian atas bukit akibat penyumbatan-penyumbatan aliran air,pada akhirnya tidak sanggup lagi tertampung dan dimuntahkansecara luar biasa oleh kekuatan massa yang sangat besar.Korban berjatuhan.

Waktu kejadian, yaitu pada bulan April 2005 merupakan saat-saat puncak musim hujan di Aceh Tenggara. Dari hasilpengecekan di lapangan, terlihat beberapa titik longsor di

masing-masing lokasi bencana, antara lain Desa Lawe Ger-ger+ 12 titik, Desa Lawe Mengkudu + 17 titik, dan Desa LawePenanggalan 1 titik. Titik-titik longsor tersebut diperkirakanmasih berpotensi menyebabkan banjir dan longsor susulan,terutama pada saat intensitas hujan yang tinggi. Ketika itu, BalaiTNGL segera mengusulkan perlunya menerapkan sistemperingatan dini dan tata ulang pemukiman berdasarkan hasilidentifikasi lokasi-lokasi yang rawan bencana.

Semadam Semalam, Selasa, 18 Oktober 2005, Jam 22.00

Peristiwa terakhir menimpa wilayah Kecamatan Semadam yangrelatif merupakan daerah hunian cukup padat. Tercatat 5 desadi kecamatan ini mengalami dampak yang cukup parah. Letakpemukiman yang berada di lembah perbukitan memang rentanterhadap bahaya longsor. Berdasarkan informasi lapangandiperoleh keterangan bahwa pada lereng bukit yang didominasioleh tanaman perkebunan kemiri, di beberapa tempat telah diland clearing untuk persiapan penanaman coklat dan sebagiantelah ditanam. Jenis tanaman coklat memiliki perakaran yangkurang kuat jika dibandingkan tanaman kemiri, dan kurangmampu menahan air.

Pembangunan ruas jalan Titi Pasir – Bahorok sejak tahun 2002yang membuka lahan hutan memotong areal perbukitan,disebutkan oleh WALHI Sumut, menjadi penyebab lain.Akibatnya, water catchment area menjadi terganggu,kemampuan tanah menyerap air berkurang, membentukgenangan-genangan yang siap “dimuntahkan”.

Banjir bandang Semadam, seperti halnya peristiwa di Bahorokdan Lawe Mengkudu, bahkan juga peristiwa di Jember danBanjarnegara, satu hal yang patut diperhatikan adalah, kesemuaperistiwa tersebut terjadi pada malam hari di saat masyarakatsedang tertidur lelap, beristirahat setelah lelah bekerja seharian.

Bencana di Semadam 19 Oktober 2005, dipotret dari udara

Wira

tno

Page 16: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200616

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nD i n a m i k aD i n a m i k aBencana memang murni kekuasaan Tuhan, yang datangnya takpernah diduga. Membaca gejala alam, bersikap waspada, danberlaku arif terhadap alam, itulah yang harus bisa kita lakukan.

Menurut prediksi Walhi NAD dan kajian Balai TNGL,berdasarkan kondisi topografi dan wawancara denganmasyarakat, tidak kurang dari 50 desa di sepanjang poros jalanKutacane, tergolong berpotensi mengalami musibah banjirbandang. Banjir di Simpang Semadam misalnya, merupakankejadian ke tiga yang dimulai sejak tahun 1968, 1980, danterakhir 2005.

Land System “Bukit Pandan” yang Rapuh

Konsep “Land System” didasarkan pada kesamaan danketerhubungan antara faktor-faktor seperti tipe batuan,hidroklimatologi, bentuk lahan, tanah dan makhluk hidup. Landsystem Bukit Pandan (BPD) dicirikan dengan (Ministry of F &EC and Leuser Management Unit, 2000) :1) slope >60%2) kelas kelerengan 53) klas tanah 4

Gambar 1. Pegunungan Serbolangit yang bertipe Land System Bukit Pandan merupakan hulu dari banyak Sub DAS, diantaranyaSub DAS Alas dan Bohorok. Nampak patahan-patahan dan alur sungai yang menyempit mendominasi formasigugusan bukit.

4) intensitas hujan 2/35) site index 180

Land system Bukit Pandan terdiri dari perbukitan Serbolangitdengan puncak tertinggi Gunung Bendahara (3012 m dpl)memiliki rata-rata kemiringan lahan 70%. Beberapa diantaranyamerupakan formasi patahan yang terus “bergerak”. Tipe patahanyang khas ini menyebabkan Bukit Pandan yang di dalamnyamerupakan hulu dari Sub DAS Bahorok dan alur-alur kecilyang mengalir ke Sub DAS Alas, sangat sensitif terhadappergeseran bumi. Longsor, baik dalam skala kecil maupun besarmerupakan aktivitas harian dari land system ini. Longsoran-longsoran tersebut, terutama yang mengarah ke aliran air dibawahnya, akan menyebabkan penyumbatan pada beberapatitik aliran. Tipe badan aliran air yang menyempit di beberapatempat semakin mempercepat proses penyumbatan.

Celakanya, 60% wilayah Taman Nasional Gunung Leusermerupakan land system Bukit Pandan yang mudah longsor.Curah hujan besar pada bulan-bulan tertentu patut diwaspadaiuntuk mengambil tindakan pencegahan dalam meminimalisirkorban. Tiupan angin yang cukup besar di daerah tinggi,memungkinkan pohon-pohon tumbang secara alami, dan

Page 17: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 17

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nD i n a m i k aD i n a m i k a

Early Warning System

Sistem peringatan dini (early warning system) pada prinsipnyadimaksudkan supaya masyarakat yang bermukim di daerahendemik dapat memperoleh informasi lebih awal tentangbencana yang akan terjadi serta memiliki cukup waktu untukevakuasi sehingga resiko dapat diminimalkan. Hampir sebagianbesar banjir di Indonesia tidak dapat diantisipasi karena belumtersedianya sistem peringatan dini tentang banjir. Penangananbanjir dan bencana lain pada umumnya lebih ditekankan padakegiatan rehabilitasi paska bencana yang tentunya memerlukantenaga, waktu dan biaya yang cukup besar.

Sistem peringatan dini tentang banjir di Indonesia sangatpenting karena: (1) intensitas dan keragaman hujan menurutruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secaratiba-tiba atau dikenal sebagai banjir bandang (flash flood), (2)hujan besar umumnya terjadi pada sore sampai malam harisebagai akibat proses orografis, sehingga terjadinya debitpuncak umumnya malam hari di saat masyarakat tidur lelap(Gatot Irianto, 2003).

Beberapa hal dapat dilakukan dalam rangka mitigasi bencanabanjir, genangan dan tanah longsor, yaitu dengan melakukandeliniasi wilayah rawan banjir dan genangan serta melakukanpemantauan cuaca secara intensif. Penurunan curah hujantahunan dengan musim kemarau lebih lama akanmengakibatkan periode musim hujan semakin singkat.Penurunan curah hujan dalam periode musim hujan yangsingkat akan menghasilkan hujan dengan intensitas tinggidengan durasi singkat. Kondisi ini akan memicu terjadinyabanjir bandang, tanah longsor, dan genangan.

Dalam pengendalian dan penanggulangan bencana alamterdapat 6 (enam) tahapan utama yang saling terkait(dimodifikasi dari Soedhono, 1998), yaitu :

1. Tahap pencegahan, yang dilaksanakan melalui 2 (dua)pendekatan, yaitu :

• pendekatan sosial kemasyarakatan, dengan kegiatanpenyuluhan serta membangkitkan kearifan lokal,hukum adat, dan lain-lain untuk membangunperlindungan kawasan secara swadaya.

• pendekatan teknis, dengan bangunan fisik pencegahbencana seperti sekat bakar, bangunan pengendalibanjir, penataan tanaman, teknik terasering,pengelolaan biodiversity, dan lain-lain.

2. Tahap kesiap-siagaan (pre-paredness), yang ditujukanuntuk persiapan sumberdaya oleh seluruh pihak terkaitsesuai perkiraan “musim bencana”.

3. Tahap peringatan dini (early warning), yaitu penetapankondisi dari suatu analisa terhadap faktor-faktor yangmempengaruhi kerawanan suatu wilayah terhadap bencana.Ruang lingkup kegiatan pada tahapan ini adalah :

• Pengolahan peta kerawanan baik yang bersifatdinamis harian maupun yang statis

• Analisis faktor alam.• Sosialisasi / peringatan tanda bahaya.• Koordinasi antar pihak di semua tingkatan.

4. Tahap deteksi dini (early detection), yaitu upayamendapatkan informasi awal terjadinya bencana melaluipenerapan teknologi sederhana hingga teknologi canggih,meliputi :

• deteksi darat, yaitu melalui patroli kawasan,pengamatan dan penjagaan kawasan rawan bencana.

• deteksi penginderaan jauh, melalui pesawat terbang,helikopter atau satelit.

5. Tahap perlakuan (response), yaitu upaya evakuasi danmobilisasi untuk menghindari dan meminimalisir jatuhnyakorban.

6. Tahap penanganan paska bencana (recovery), meliputipenyelidikan sebab bencana, penanganan dampak,penegakan hukum, dan rehabilitasi.

Untuk membangun sistem peringatan dini tentang banjir, makadiperlukan otomatisasi peralatan pengukur curah hujan dandebit dalam suatu daerah aliran sungai (DAS). Dalam bentukyang sederhana, sistem tersebut dapat dirakit denganmenghubungkan alat ukur curah hujan otomatis (automatic raingauge), dan alat duga muka air sungai otomatis (automaticwater level recorder / AWLR) di bagian hilir maupun hulu yangrepresentatif dengan pusat kendali komputer yang dipantau olehbeberapa operator secara kontinyu.

Masbah R.T. Siregar, et. al (2004), menyebutkan bahwa jenisstasiun pemantau dalam satuan daerah aliran sungai untukpengendalian banjir pada dasarnya berupa 2 jenis stasiunpemantau, yaitu stasiun pemantau kualitas aliran dan stasiunpemantau kuantitas aliran. Data-data kualitas air yang sangatberhubungan dengan manajemen DAS adalah temperatur, pH,ketersediaan oksigen (DO / Dissolved Oxygen), turbiditas airdan sifat aliran (conductivity). Untuk stasiun pemantau kuantitasair, dua jenis stasiun yang biasa digunakan adalah stasiunpemantau curah hujan dan stasiun pemantau tinggi muka air.

Secara teoritis, banjir yang terjadi dengan intensitas yangcenderung meningkat merupakan akibat dari masukan sistemyang berlebihan, berupa curah hujan eksepsional (curah hujanyang melebihi normal). Kejadian banjir yang terus berulangmerupakan hasil resultan dari kerusakan sistem DAS. Dengandua pendekatan tersebut maka rekayasa dan rancang bangununtuk antisipasi dan meminimalisir resiko banjir dapatditentukan.

apabila tumbangan mengarah ke alur sungai, maka akanmenyumbat serta merubah arah aliran.

Kombinasi sifat alami pada land system Bukit Pandan apabilaberada pada intensitas yang cukup berat akan mengakibatkangugusan bukit mengalami “perubahan” bentuk. Hal tersebutmerupakan pertanda bahwa Bukit Pandan rapuh karena sifatalaminya.

Page 18: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200618

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nD i n a m i k aD i n a m i k a

Inikah Akhir Episode Bencana?

Bencana datang setiap tahun. Ketika musim hujan, kitadikejutkan dengan banyaknya peristiwa banjir dan longsor. Dimusim kemarau, kebakaran hutan dan kekeringan ada di mana-mana. Early warning system merupakan salah satu langkahdalam meminimalisir resiko dan dampak bencana. Dibutuhkansistem rencana penanggulangan bencana yang komprehensifdalam keseluruhan “risk management” mulai dari pencegahan,penjinakan, kesiapan, penanggulangan darurat sampaipemulihan dan rehabilitasi. Apa hikmah yang bisa kita ambildari bencana-bencana itu? Setidaknya, DPR telah menyiapkandraft Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang jugadimotori oleh beberapa aktivis LSM. Tinggal kita tunggukelanjutan pada tahap implementasinya. Biasanya, praktek /pelaksanaan di tingkat lapangan tak pernah mulus. Komitmensemua instansi terkait dan Pemerintah Daerah yang wilayahnyarawan terhadap bencana dalam melaksanakan pembangunanyang berwawasan lingkungan, serta agenda-agenda mendesakseperti pembuatan sistem peringatan dini dan relokasi pendudukdi kawasan sensitif, harus segera dijadikan program prioritas.Kita memang perlu segera “bergerak”. Kita dituntut untuk lebihproaktif, bukan hanya reaktif namun kurang antisipatif, sepertiselama ini. Persis seperti olok-olok sebuah produk iklan…..Banjir Kok Jadi Tradisi….Tanya Kenapa??

*) PEH Balai TNGL di SKW IV Besitang Email : [email protected]

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Laporan Sementara Banjir Bandang diKabupaten Aceh Tenggara. Balai Taman NasionalGunung Leuser. Kutacane.

Darwo, A. Sukmana, Bambang,S.A., Sembiring,S. 2005.Kajian Bencana Banjir bandang KecamatanSemadam, Kabupaten Aceh Tenggara, PropinsiNanggroe Aceh Darussalam. Balai LitbanghutSumatera. Pematang Siantar.

Irianto Gatot. 2003. Kumpulan Pemikiran Banjir danKekeringan, Penyebab, Antisipasi dan Solusinya.CV Universal Pustaka Media. Bogor.

Kodoatie Robert J. & Sugiyanto. 2001. Banjir, BeberapaPenyebab dan Metode Pengendaliannya dalamPerspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Ministry of F & EC and Leuser Management Unit. 2000. TheLeuser Ecosystem Management Plan 2000-2005(Book I – Data and Information). Leuser ManagementUnit. Medan.

Siregar, Masbah R.T. Asis Djajadiningrat, Hiskia, DjoharSyamsi, Novrita Idayanti, Widyarani. 2004. RoadMap Teknologi Pemantauan Daerah Aliran Sungai(DAS) dan Pengelolaan Limbah. LIPI Press. Jakarta.

Soedhono. 1998. Gangguan Kebakaran Hutan (MateriPelatihan Damkarhut – Tidak Dipublikasikan).Pusdiklat Kehutanan. Bogor.

Page 19: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 19

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nK h a s a n a hK h a s a n a h

Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yangdiumumkan Menteri Pertanian tahun 1980 dengan luas792.675 hektar dan kemudian diperkokoh dengan

penunjukan Menteri Kehutanan melalui SK.No. 276/Kpts-VI/1997 dengan luas 1.094.692 ha merupakan kawasan yangmemiliki penyebaran vegetasi hutan yang komplit mulai darivegetasi hutan pantai/rawa, hutan dataran rendah, hutan datarantinggi dan pegunungan dan diperkirakan dihuni oleh sekitar3.500 jenis flora. Sebagianbesar kawasan ini didomiasioleh ekosistem hutanDipterocarpaceae denganflora langka antara lain:Raflesia atjehensis,Johananesteinimania altifronsdan Rizanthes zippelnii yangmerupakan bunga terbesar danlangka dan dilindungi dengandiameter 1,5 meter.

Taman Nasional GunungLeuser juga kaya denganjenis-jenis fauna dandiperkirakan sedikitnyaterdapat 89 jenis satwa langka dan dilindungi di kawasan ini.Selain itu pada wilayah ini juga memiliki obyek wisata yangmenarik untuk dikunjungi seperti Gurah (panorama alam),Kawasan Eks. Rehabilitas Orangutan Bahorok di Bukit Lawang(Orangutan dan panorama sungai), Kluet (bersampan, trekking,dan goa), Sekundur (Berkemah), Ketambe (Orangutan danpenelitian), Suaq Balimbing (penelitian primata dan satwalainnya), serta ‘The Hidden Paradise’ Tangkahan.

Kehadiran Ladia Galaska

Dari sudut pandang lain, isu pembangunan Ladia Galaskamerupakan proyek yang menimbulkan perdebatan panjang dibanyak pihak. Pada satu sisi merupakan sarana untukmeningkatkan kesejahteraan rakyat, namun di sisi lainpembangunan ini akan mempertinggi potensi terancamnyakelestarian ekosistem di dalam kawasan Taman NasionalGunung Leuser. Dengan dibukanya jalan ini, berdasarkan hasildiskusi yang diadakan Greenomics Indonesia, diperkirakanakan memberikan kerugian material sebesar 316,7 trilyun

Penginderaan Jauh,Seberapa Pentingkah Bagi TNGL?

rupiah (Suara Pembaharuan, 9 Maret 2004). Selain itu,kemudahan akses ke taman nasional akan meningkatkan potensiterjadinya pembalakan liar di dalam kawasan. Dengan kondisiini, dimungkinkan akan menambah kerusakan KawasanEkosistem Leuser yang menurut catatan WALHI kerusakannyadiperkirakan sudah mencapai sekitar 25% atau setara dengan500.000 Ha dimana sebarannya termasuk yang berada di luarkawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kerusakan ini

tentunya mulai dari degradasihutan tingkat rendah sampaipada terjadinya deforestasi.

Meningkatnya potensikerusakan hutan yang mungkinterjadi harus dihadapi denganarif dimana salah satunya adalahmenerapkan sistem keamananterpadu yang dengan pelibatanmasyarakat sekitar hutan. Hal inisejalan dengan prinsippengelolaan hutan lestaridimana harus terpenuhinya tigahal, yaitu adanya tata batas yangjelas, perhitungan etat untuk

menentukan jatah tebangan yang benar dan adanya keberhasilanregenerasi (peremajaan kembali).

Mengingat Taman Nasional Leuser bukan merupakan kawasanproduksi maka yang harus dipenuhi adalah dua hal yaitu tatabatas yang harus diakui oleh semua pihak termasuk masyarakatsehingga perlu dilakukan penataan batas secara partisipatif danmenjamin keberhasilan regenerasi dengan menanami wilayah-wilayah yang sudah tidak berhutan pada saat permudaan alamsudah tidak mungkin berhasil lagi. Sedangkan perhitungan etatuntuk menentukan jatah tebangan tidak perlu dilakukan karenawilayah Taman Nasional tidak diperuntukkan sebagai hutanproduksi. Setelah terpenuhinya syarat kelestarian ini tentu sajajuga harus didukung oleh sistem pengamanan hutan yang baik.

Potret Pemetaan TN Gunung Leuser BerdasarkanPenginderaan Jauh

Besarnya pasokan kayu dari hutan dengan permintaan kayusebagai bahan baku industri yang sangat tidak berimbangberakibat terhadap meningkatnya pembalakan liar. Kondisi ini

Oleh: Budiharto, S.Si 1)

Ari Prayitno, S.Hut 2)

Page 20: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200620

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nK h a s a n a hK h a s a n a h

Penyajian informasi yang di-up date secara kontinyu minimalsatu tahun sekali, sangat perlu dilakukan untuk melihatperkembangan perubahan penutupan hutan pada wilayah tamannasional. Untuk mempertajam informasi, wilayah yangdijadikan target utama (areal of interest) perlu dilakukanpengamatan lebih detail lagi dengan citra resolusi lebih tinggimisalnya Spot-5 dengan resolusi spasial 10 meter, 5 meter, ataukalau diperlukan sampai dengan 2,5 meter, sesuai tingkatkedetilan informasi yang diperlukan.

Selain itu perlu juga adanya ketersediaan informasi penutupanlahan secara time series untuk melihat perubahan penutupanlahan dari waktu ke waktu. Gambar-gambar berikutmenunjukkan hasil analisa citra Landsat secara time seriespada wilayah Taman Nasional Gunung Leuser untuk liputantahun 1990 dan tahun 2003.

semakin parah ketika pengusaha-pengusaha industri kayu lebihsuka menggunakan produk kayu illegal yang dapat dibelidengan harga lebih murah. Penurunan potensi hutan padakawasan hutan produksi dan semakin jauhnya kayu komersialyang mampu dijangkau oleh aktor pembalakan liar (padawilayah hutan produksi) menyebabkan pembalakan liarmengarah pada wilayah hutan lindung dan taman nasional.Kondisi seperti inilah yang sedang mengancam kelestariankawasan hutan di Indonesia, termasuk di wilayah TamanNasional Gunung Leuser.

Faktor aksesibilitas yang lebih terbuka dengan kemungkinanhadirnya jalan Ladia Galaska dan ditandatanganinya notakesepahaman damai antara GAM dan NKRI pada tanggal 15Agustus 2005 di Helsinki Finlandia, selain memberikan rasaaman kepada pihak pengelola kehutanan, di sisi lain jugamemberikan angin segar kepada aktor pembalakan liar untuklebih berani masuk pada wilayah-wilayah hutan yang masihmemiliki potensi kayu tinggi. Rumusan strategi yang jitutampaknya harus segera ditemukan Pengelola TNGL untukmengamankan kawasannya.

Secara umum, untuk mengelola hutan yang lebih baik,informasi yang tersedia haruslah akurat, konsisten, relevan,terkini, kontinyu (time series), komprehensif, dan up to date(tidak terlambat). Untuk menyediakan data dengan spesifikasiseperti ini diperlukan dukungan teknologi terapan yang mampumembantu untuk mengumpulkan data secara cepat dan akurat.Melihat penutupan lahan yang sangat luas dan aksesibilitas yangcukup sulit, rasanya teknologi penginderaan jauh akan sangatcocok digunakan sebagai pendukung tersedianya data untukpengelolaan hutan, khususnya taman nasional.Keuntungan penerapan teknologi penginderaan jauh padasektor kehutanan adalah memungkinkan untuk menyediakandata tanpa harus mendatangi wilayah tersebut, ketersediaan datapada liputan yang luas, mengamati obyek secara time series,dan mampu menyediakan informasi spasial secara akurat (initergantung dengan kedetilan resolusi spasial dan base map yangdigunakan). Namun, salah satu kendala penyediaan pirantiteknologi tersebut adalah harga data citra dan softwarepemrosesnya yang masih terbilang sangat mahal serta adanyakendala penutupan awan untuk citra-citra optik.

Informasi berbasis teknologi penginderaan jauh ini diyakiniakan sangat cocok untuk kepentingan monitoring TamanNasional Gunung Leuser karena diyakini akan mampumenyediakan informasi adanya indikasi-indikasi permasalahandi dalam kawasan (misal: pembalakan liar) dan perubahanpenutupan lahan. Dengan adanya informasi spasial terjadinyaindikasi pembalakan liar (melalui pendekatan ketersediaanaksesibilitas dan informasi sekunder lain) dan perubahanpenutupan lahan secara time series, akan dapat dilakukanpenentuan tingkat kerawanan wilayah dan strategi pengelolaanyang tepat sehingga mampu mewujudkan pengamanan danperlindungan terhadap keberadaan Taman Nasional GunungLeuser. Namun mengingat data dengan resolusi tinggi cukupmahal, maka untuk melakukan pengamatan secara menyeluruhcukup dilakukan dengan citra resolusi sedang, sebagai contoh

adalah citra landsat dengan resolusi 30 meter. Dengan citraberesolusi sedang ini cukup untuk memetakan adanya jaringanjalan dan juga adanya bukaan-bukaan wilayah hutan sehinggadapat disajikan informasi daerah-daerah dengan aksesibilitastinggi yang memungkinkan mendukung terjadinya aktivitasillegal logging.

Gambar-gambar berikut ini menunjukkan contoh informasiyang dapat disajikan berdasarkan analisa citra Landsat untukmendeteksi adanya ketersediaan jalan.

Page 21: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 21

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nK h a s a n a hK h a s a n a h

Citra landsat tahun 1999

Citra landsat tahun 2003

Berdasarkan peta hasil analisis citra landsat padawilayah TN. Gunung Leuser menunjukkan sebaranspasial penutupan lahan bukan hutan bertambah daritahun 1990 hingga tahun 2003. Perubahan penutupanlahan bukan hutan terjadi pada wilayah-wilayah yangterletak di punggung bukit dan daerah pinggir batas kawasanhutan. Untuk wilayah yang ada pada punggung bukit,penambahan areal bukan hutan kemungkinan terjadi akibat darisolum tahah yang tipis sehingga memang tidak memungkinkanuntuk ditumbuhi pohon-pohon besar. Sedangkan untuk wilayahdi sekitar batas kawasan taman nasional dapat dipastikan terjadiakibat dari aktifitas manusia.

Dengan adanya dukungan data penutupan lahan secara timeseries setiap tahun, maka laju perubahan penutupan lahan danpersebarannya akan dapat dipantau secara lebih akuratsehingga dapat digunakan untuk merencanakan sistempengamanan yang intensif pada wilayah-wilayah yangterindikasi terjadi aktifitas pembalakan liar atau sebab lainnya.Untuk menambah akurasi informasi, checking lapangan denganintensitas sampling tertentu tetap harus dilaksanakan karenaakurasi geometris citra antar tanggal liputan yang berbeda tidakdapat persis sama meskipun masih dalam batas toleransi yangdapat dipertanggungjawabkan nilai kebenarannya.

Dengan sistem kerja di atas, diharapkan akan dapatmengefisienkan dan mengefektifkan kinerja pengamananwilayah Taman Nasional Gunung Leuser sehingga tetap terjagaeksistensinya. Sebuah potret yang tidak berubah dari masa kemasa akan mengindikasikan kelestarian hutan tetap terjaga.Terjaganya kawasan ini berarti berbagai macam flora dan faunayang ada di dalamnya akan terlindungi. Semoga potret sepertiitu akan terpampang pada gambar TNGL di masa datang.***

1)

2)

Surveiyor Pemetaan Pertama pada PusatInventarisasidan Perpetaan Kehutanan

Staf Bidang Penginderaan Jauh, Baplan

Page 22: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200622

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

BANING (Geochelone Emys) :

K e h a t iK e h a t i

Oleh:Drs Suharto Djojosudharmo*)

Biar lambat asal selamat. Demikianlah orangmenerjemahkan rambu bergambar kura-kura. Semuajenis kura-kura gerakannya lambat bila dibandingkan

dengan binatang lain pada kelas yang sama yaitu Reptilia.Baning, demikian masyarakat Suku Karo di Sumatera Utaradan Suku Alas di Aceh Tenggara menyebut kura-kura yangmemiliki nama Latin Geochelone emys dan nama umumBurmese Brown Tortoise ini. Kura-kura darat dengan geraklambat ini sering dijumpai di hutan-hutanprimer dan sekunder sampai pada ketinggian1000 meter dari permukaan laut, di kebun-kebun terutama yang berdekatan alur atau anaksungai dekat hutan.

Ciri umum dari baning ialah berdarah dingin,suhu badannya sama dengan suhu di sekitarnya,dan seluruh permukaan badannya ditutupi olehsisik. Tubuh baning yang bagaikan piringtertutup, dibedakan menjadi dua bagian besaryaitu bagian atas yang disebut carapaceberwarna coklat tua dan bagian bawah yangdisebut plastron. Binatang ini memiliki 4(empat) kaki yang masing-masing memiliki 4(empat) kuku atau cakar. Baik plastron maupuncarapace terbentuk dari zat tanduk yang amatkuat. Baning memiliki leher berbentuk huruf S yang ketikadirentangkan menjadi lebih panjang. Bila dalam keadaanterancam, Baning dapat dengan cepat menarik kaki danlehernya ke dalam cangkang yang keras seperti batu. Binatangini tidak memiliki gigi, tetapi memiliki paruh bertulang yangdapat melumat makanan berupa tumbuhan atau hewan. Nenekmoyang Baning diperkirakan muncul pada 200 juta tahun yanglalu, jauh sebelum munculnya Dinosaurus.Klasifikasi baning adalah sebagai berikut:

Kelas : ReptiliaOrdo : TestudintaFamilia : TrionychydaeJenis : Geochelone emys

Ukuran tubuh Baning betina jauh lebih besar daripada yangjantan. Baning jantan selain tubuhnya relatif kecil, plastron-nya lebih cekung, memiliki ekor lebih panjang daripada yang

betina, serta memiliki kuku-kuku panjang pada kedua kakidepan. Baning betina dewasa beratnya mencapai 30 kilogram,sedangkan yang jantan hanya sekitar 20 kilogram.Baning mencari pakan pada siang dan malam hari. Makananutamanya adalah daun-daun, umbut, buah berdaging lunak yangjatuh di lantai hutan. Mereka juga menyantap serangga, cacing,larva dan reptil kecil lain. Baning akan mencapai dewasasetelah 6 – 7 tahun. Perkawinan biasanya berlangsung pada

siang hari. Baning jantan yang ukurantubuhnya relatif lebih kecil menggigit-gigittengkuk kepala baning betina, kemudianberlangsunglah kopulasi dengan posisidorso-ventral, dan tidak pernah ventro-ventral.

Dalam bertelur, sebelum meletakkan telur-telurnya, baning betina mencari tempatbertelur, biasanya yang bertanah gembur,kemudian menggali dengan kaki-kakinyayang berkuku tajam. Sekali bertelur akankeluar 6 – 12 butir sekaligus dengan kulityang sangat lembek. Kulit telur tersebutakan menjadi lebih kuat setelah kena udara,walaupun tidak sekeras telor unggas. Telur-telur tersebut kemudian ditutup kembali

dengan tanah dan daun-daun kering. Setelah ± 6 minggu telur-telur tersebut menetas menjadi anak-anak baning yang disebutTukik. Tukik-tukik ini segera lari meninggalkan “sarang” danmengembara serta mencari makan sendiri-sendiri (semi soliter)dan tidak dalam kelompok. Namun pada nantinya, hanyasebagian kecil saja tukik yang selamat dan hidup sampaidewasa ; sebagian besar mati dalam persaingan hidup. Ketikaumurnya masih sangat muda, carapace Baning memiliki bentukdan warna yang berbeda dibanding ketika sudah dewasa. Tukikbaning berwarna coklat muda mengkilap dan ketika dewasamenjadi berwarna coklat tua, kusam.

Seekor tukik yang pernah penulis jumpai panjangnya 7 cm(diukur dari anterior ke posterior carapace-nya). Carapaceini seolah olah seperti susunan tegel lantai. Bangunan padacarapace ini seolah-olah bilateral simetris, ada ”garis” yangmemisahkan bagian kanan dan bagian kiri carapace. Susunan

KURA-KURA VEGETARIAN

Page 23: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 23

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nK e h a t iK e h a t i

tegel-tegel ini sangat fantastik, dihitung dari tengah (“garis”)ke arah pinggir susunannya adalah: 4,5,12; dengan demikianseluruh carapace terdiri dari 42 “tegel”. Dua-puluh empat tegelyaitu yang terletak di perifer, mengalami modifikasi bentuk,meruncing seperti duri. Keadaan ini sangat menguntungkandalam melindungi diri dari ancaman binatang lain. Modifikasibentuk juga terjadi pada “garis” yang mengalami penebalanseperti sirip yang tajam. Ketika telah dewasa, fenomena initidak ada lagi, dan bangunan tegel pada carapace jumlahnyatinggal 13. Bangunan seperti sirip yang membatasi bagiankanan dan kiri carapace menjadi hilang, sedangkan seluruhtegel yang terletak di perifer yang jumlahnya 24 besertabangunan seperti duri, mengalami rudimentasi.

Gerakan Baning sangat lambat. Dengan berat badan 30kilogram, binatang ini di darat bergerak dengan kecepatan 0,27km/jam, jauh tercecer bila dibandingkan dengan Cheetah yangmampu lari dengan kecepatan 112 km/jam, tetapi masih lebihcepat daripada Bekicot yang hanya mampu bergerak dengankecepatan 0,048 km/jam.Di area yang ditumbuhi rumput atau anakan pohon yang masihsangat muda, kita akan mudah mengidentifikasi bahwa di areatersebut baru saja dilewati oleh Baning, karena segenap rumputdan tumbuhan anakan pohon menjadi rebah laksana digilingoleh bolduser.

Baning dan kura-kura jenis lain diketahui mampu bertahanhidup sampai 150 tahun, jauh lebih lama daripada daya tahanhidup binatang kelas mammalia. Namun, di banyak daerah,Baning diburu tanpa mempertimbangkan aspek kelestarian.Masyarakat di pinggiran hutan sering memburu Baning, adayang menangkapnya langsung tetapi banyak yangmenggunakan pancing dengan terasi sebagai umpannya. Terasidigunakan sebagai umpan karena baunya diyakini dapat

merangsang Baning untuk mendekat.Seorang pemburu Baning denganseorang anak laki-laki remajanya diDesa Bukit, Kabupaten Langkat bisamembawa pulang 4 – 6 ekor Baning permalam, dengan berat rata-rata 4 kg/ekor.Hasil buruannya dikumpulkan di dalamkarung sampai 3 atau 4 kali buru.Mereka menjual hasil buruannya dalamkeadaan masih hidup kepadapengumpul di Tanjung Langkat, sebuahkota kecamatan di Kabupaten Langkat.Pengumpul menjual Baning dalamjumlah relatif besar kepada tauke di kotaBinjai, Sumatera Utara. Konon di kotaini Baning-baning tersebut di bantai;dagingnya diambil untuk dikonsumsi,sedangkan kulit dan cangkangdiawetkan dan dijual dalam bentuk

opsetan. Baning yang beratnya kurang dari 1 kg dipisahkanuntuk diekspor ke luar negeri. Hanya sebagian kecil saja yangdijual di dalam negeri untuk dipelihara.

Di alam, Baning sebenarnya tidak banyak musuhnya. Tidakada mamalia dan reptil yang mampu menghancurkan tubuhnyayang sekeras batu itu. Salah satu predator Baning adalah elang.Karena badan Baning yang sangat keras, biasanya elangpredator menangkap dan mencengkeram Baning dengan amatkuat dan membawanya terbang tinggi, lalu menjatukannya kedaerah yang berbatu-batu keras hingga carapace dan plastronBaning pecah, selanjutnya elang menukik dan menyantapdagingnya. Walaupun sangat jarang, kejadian ini pernahtersaksikan oleh penulis. Namun, dari musuh Baning yangsedikit itu, musuh utama mereka tentunya adalah manusia, aliasHomo destructans…!!!

Gerakan Baning yang lambat tentu akan sangat tercecer bilaberpacu dengan cepatnya proses pengrusakan hutan sebagaihabitat mereka, apalagi ditambah dengan besarnya permintaanTukik yang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Sanggupkahmereka menjalani jatah umurnya yang 150 tahun?***

*) Staf Balai TNGL di Kantor Perwakilan Medan

Daftar Pustaka :

Rubeli, K.1986. Tropical Rainforest in South-East Asia – aPictural Journey. Tropical Press SDN. BHD.Kuala Lumpur.

Supriatna, J . and Sidik, I. 1996. Checklist of Herpetofauna ofGunung Leuser National Park. in Leuser aSumatran Sanctuary (van Schaik, CP andSupriatna , J. eds.). Y.B.S.H.I.. Depok.

Tukik baning

Suha

rto D

j

Page 24: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200624

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nK e h a t iK e h a t i

Kita seharusnya mampu membusungkan dada, banggadengan kekayaan hayati yang berlimpah ruah, baikspesies flora maupun fauna yang tersebar di berbagai

tipe ekosistem. Diantaraberbagai jenis floradaratan, di negara initerdapat banyak sekalipotensi tumbuhan obat,yang sayangnya belumdapat termanfaatkan secaramaksimal oleh anakbangsa.

Menurut Zuhud danHaryanto (1994),tumbuhan obat dapatdiartikan sebagai spesiestumbuhan yang diketahuiatau dipercaya mempunyaikhasiat obat. Ada beberapaitem definisi kecil yang dapat diambil dari pengertian ini, yaitu:

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yangdiketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiatobat dan telah digunakan sebagai bahan baku obattradisional.

2. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yangsecara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahanbioaktif yang berkhasiat obat yang penggunaannya dapatdipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yangdiduga mengandung senyawa yang berkhasiat obat tetapibelum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannyasebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri.

Berdasarkan catatan WHO, lebih dari 20.000 spesies tumbuhanobat digunakan oleh penduduk seluruh dunia. Sedangkan diIndonesia, pemanfaatan obat tradisional telah berkembangcukup pesat dalam waktu 30 tahun terakhir. Hal ini terlihatdari kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, khususnya yangterkait dengan bidang pengobatan tradisional. Pemanfaatan obattradisional di Indonesia menjadi lebih berkembang dan ‘terarah’sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang menyinggung masalahobat asli di Indonesia. (Aliadi et all, 1994) dalam (Zuhud danHaryanto, 1994)

Tabel di bawah ini akan menunjukkan kepada kita betapatingginya pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat dinegara kita. Penulis yakin, pasti lebih banyak lagi bentukpemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat yang belumteridentifikasi, yang belum masuk ke dalam tabel di bawah ini.

PECUT KUDA,Flora Berjuta GunaFlora Berjuta GunaFlora Berjuta GunaFlora Berjuta GunaFlora Berjuta Guna

Oleh:Iskandar*)

Tabel : Jumlah spesies Tumbuhan Obat yang dimanfaatkanoleh masyarakat berbagai daerah di Indonesia

Sumber : Aliadi et all, 1994 dalam Zuhud dan Haryanto, 1994

Page 25: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 25

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nK e h a t iK e h a t i

atau posisinya berpasangan-bersilangan, bentuk daun bulattelur serta tepi daun yang bergerigi.

Salah satu yang membuat Pecut kuda gampang dikenali adalahkarena adanya bulir-bulir bunga sepanjang 4 sampai 20 cmyang berbentuk seperti pecut, serta adanya bunga berukurankecil berwarna ungu atau putih tanpa tangkai yang menempelpada bulir-bulir tersebut.

Klasifikasi/ Urutan Taksonomi Pecut Kuda adalah sebagaiberikut:Kingdom :TumbuhanDivisi : SpermatophytaSub Divisi : AngiospermaeClass : DycotiledonaeFamily : VerbenaceaeGenus : StachytarphetaSpecies : Stachytarpheta jamaicensis(L) Vahl

Menurut catatan Prof.H.M. Hembing Wijayakusuma, seorangahli pengobatan tradisional, Pecut Kuda selain untuk penyakitkronis seperti Hepatitis A dan Batu Saluran Kencing, jugaberkhasiat untuk pengobatan luar. Penulis pernahmempraktekkan langsung penggunaan tumbuhan ini pada saatluka tergores, langsung menempelkan daun yang telah dilumatpada luka tersebut, yang dapat menghentikan pendarahan dan

Salah satu jenis tumbuhan obat yang akan sedikit kita ulasadalah Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis(L)Vahl). PecutKuda adalah tumbuhan yang termasuk dalam golongan herba(terna tahunan) yang dengan mudah dapat kita jumpai di tepi-tepi jalan di pinggir kota atau di ladang-ladang yang tidakterawat. Tumbuhan ini juga banyak kita jumpai di sekitarpekarangan rumah, tumbuh liar bersama semak belukar danrerumputan lainnya.

Tumbuhan yang termasuk dalam famili Verbenaceae inimungkin bagi sebagian orang dianggap hanya sebagai perdubiasa yang tidak mempunyai manfaat. Dan belum banyak yangtahu bahwa ternyata Pecut Kuda mengandung khasiat obatyang mujarab untuk penyakit-penyakit kronis.

Tumbuhan ini mempunyai banyak sekali nama lokal, antaralain: Jarongan, Jarong Lalaki, Ngadi Rengga, Rumjarum,Remek getih, Jarong, Biron, Sekar Laru, Laler Mengeng, atauKi Meurit Beureum. Dengan tinggi dapat mencapai ± 50 cm,tumbuhan yang tumbuh tegak ini mempunyai daun tunggalyang kedudukan

Tumbuhan ini mempunyai kandungan kimia Glikosida danAlkaloid yang dapat menimbulkan efek farmakologis sepertirasa pahit, dingin, serta meluruhkan air seni.

Disadari atau tidak, sebenarnya di negeri kita sendiri begitubanyak potensi yang bisa dikembangkan. Diperlukan penelitian,pengkajian dan kesadaran yang lebih lanjut dan mendalamuntuk pengembangannya. Begitu banyak rahasia alam yangdapat kita gali dan manfaatkan untuk kepentingan umat manusiasekarang dan kita wariskan untuk generasi yang akan datang.Akankah kita manusia akan terus membuat kerusakan di mukabumi ataukah kita bisa menjaga dan bersahabat dengannya.Semuanya tergantung pada diri kita masing-masing.***

*) PEHBalai TNGL di SKW III Bukit Lawang Email : [email protected]

Daftar Pustaka

Fitriani. 2004. Studi Potensi Pasak Bumi Sebagai TumbuhanObat Di Pusat Penelitian Orangutan BukitLawang Taman Nasional Gunung Leuser.Bahan Usulan Penelitian untuk penyelesaiantugas akhir S1 Jurusan Kehutanan FakultasPertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wijayakusuma, H. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat DiIndonesia. Pustaka Kartini. Jakarta.

Tabel: Jenis penyakit dan bagian tumbuhan yang digunakan.

luka menjadi cepat sembuh. Tabel di bawah ini akan kembalimenunjukkan kepada kita bahwa banyak sekali manfaat dariPecut Kuda untuk penyembuhan berbagai macam penyakit.

Pada akhirnya kita tidak akan mengingat kata-kata musuh kita,tapi diamnya sahabat kita.

- Martin Luther King Jr -

Page 26: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200626

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nI n t e r m e z z oI n t e r m e z z oBERUNTUNGLAH PARA PEROKOK

Berbahagialah bagi para perokok.... Pada kondisi tertentu sebaiknya Anda merokok saja, di lain kondisi dianjurkan tidak;

1. Perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif, maka untuk mengurangi resiko tersebut aktiflah merokoK.2. Menghindarkan dari perbuatan jahat karena tidak pernah ditemui orang yang membunuh, mencuri dan berkelahi

sambil merokok.3. Mengurangi resiko kematian; dalam berita tidak pernah ditemui orang yang meninggal dalam posisi merokok.4. Berbuat amal kebaikan; kalau ada orang yang mau pinjam korek api paling tidak sudah siap / tidak mengecewakan

orang yang ingin meminjam.5. Baik untuk basa-basi / keakraban; Kalau ketemu orang misalnya di halte, kita bisa tawarkan rokok. Kalau basa-

basinya tawarkan uang kan nggak lucu…?6. Memberikan lapangan kerja bagi buruh rokok, dokter, pedagang asongan, pembuat asbak, pabrik kemasan dan

perusahaan obat batuk.7. Bisa untuk alasan untuk tambah gaji karena ada pos untuk rokok dan resiko baju berlubang kena api rokok.8. Bisa menambah suasana pedesaan / nature bagi ruangan ber AC, dengan asapnya sehingga seolah-olah berkabut.9. Menghilangkan bau wangi-wangian ruang bagi yang alergi bau parfum.10. Kalau mobil mogok karena busi ngadat tidak ada api, maka sudah siap api.11. Membantu program KB dan mengurangi penyelewengan karena konon katanya merokok bisa menyebabkan impoten.12. Melatih kesabaran dan menambah semangat pantang menyerah karena bagi pemula merokok itu tidak mudah; batuk-

batuk dan tersedak tapi tetap diteruskan (bagi yang lulus).13. Untuk indikator kesehatan; biasanya orang yang sakit pasti dilarang dulu merokok. Jadi yang merokok itu pasti orang

sehat.14. Menambah kenikmatan: sore hari minum kopi dan makan pisang goreng sungguh nikmat. Apalagi ditambah merokok !15. Tanda kalau hari sudah pagi, kita pasti mendengar ayam merokok (baca: berkokok)16. Anti maling, waktu perokok batuk berat di malam hari17. Membantu shooting film keji, rokok digunakan penjahat buat nyundut jagoan yg terikat dikursi... hahaha penderitaan

itu pedih jendral..!!!18. Film Koboy pasti lebih gaya kalo ngerokok sambil naek kuda, soalnya kalo sambil ngupil susah betul.19. Membuat awet muda, karena konon orang yang merokok berat belum sampai tua udah mati duluan kena kanker paru-

paru.

Anda mempertimbangkan untuk masuk ke golongan ini?

BARANG SELUNDUPAN

Seorang Palestina bernama Mahmud hendak melintasi pos perbatasan Israel - Palestina. Dia bersepeda dan membawa duatas besar di pundaknya.

Tentara Israel segera memerintahkan dia berhenti, “Pinggirkan sepedamu itu. Saya ingin bertanya, apa isi kedua tasitu?” “Pasir,” jawab Mahmud.

Tentara Israel tidak percaya begitu saja. Mereka membongkar kedua tas itu dan benar mereka menemukan pasirdidalamnya. Akhirnya mereka melepaskan Mahmud dan membiarkan dia melintasi perbatasan menuju wilayah Israel.

Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang kembali. Tentara Israel menghentikan Mahmud dan bertanya, “Apa yangkamu bawa?” Mahmud menjawab, “Pasir.” Tentara-tentara itu memeriksa dengan teliti kedua tas itu dan tetapmenemukan benda yang sama, pasir.

Kejadian yang sama berulang kali terjadi hingga tiga tahun lamanya. Akhirnya, Mahmud tidak muncul lagi dan tentaraIsrael itu menjumpainya sedang bersantai ria di luar kota Yerikho.

“Hei, kamu yang suka bawa pasir,” tegur tentara Israel itu. “Saya menduga kamu selama ini membohongi kami saatmelintas perbatasan. Tapi saya selalu menemukan pasir di dalam tasmu. Selama tiga tahun, saya sepertinya menjadi gila,tidak bisa makan atau tidur memikirkan apa yang kamu selundupkan. Baiklah, ini di antara kita berdua saja! Saya mautanya, apa sih yang kamu selundupkan tiap hari selama tiga tahun ini?”

Mahmud menjawab dengan kalem, “SEPEDA!”

dari www.lucu-lucu.com

Page 27: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 27

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nP o t r e tP o t r e t

Laba-laba bagi sebagian orang bisa jadi binatang yangmenjijikkan bahkan mungkin menyeramkan. Tapi bagiseorang Drs Suharto Djojosudharmo atau di kalangan

Balai Taman Nasional Gunung Leuser lebih populer dengansapaan “Pak Harto”, laba-laba adalah serangga yang bisamembuatnya sangat bangga dan sangat mengesankan.Bagaimana tidak, sedikitnya ada 5 jenis laba-laba yangdibukukan dalam dunia ilmu pengetahuan umum saat inimengabadikan namanya dalam nama ilmiahnya. SebutlahAltepus suhartoi (1983), Psiloderces djojosudharmoi (1995),

Sudharmia pongorum (2001), Sudharmia beroni (2001) danCalamoneta djojosudharmoi (2001). Penghargaan tersebutditerima atas dedikasi Pak Harto dalam menemukan danmengoleksi jenis laba-laba yang belum teridentifikasi jenisnya.Nama yang ternyata hanya menjadi sekelumit kisah manis PakHarto yang sudah memilih jalan untuk mengabadikan hidupnyadi dunia konservasi khususnya penelitian di bidang konservasisejak tahun 70-an.

Dalam wawancara dengan JL, pria kelahiran Yogyakarta 2Oktober 1950 yang beberapa bulan lagi akan memasuki masa

pensiun ini mengatakan, “Sejak awal saya menyadarimengabdikan diri di bidang penelitian terlebih lagipenelitian konservasi adalah pilihan berat karena secaraekonomi dunia penelitian tidak menjanjikan banyakhal…tapi kepuasaan batin yang saya dapatkan denganmenyumbangkan pemikiran saya untuk kemajuan ilmupengetahuan adalah hal yang tidak bisa dinilai denganmateri…”Biarpun fisiknya sekarang tidak lagi sekuat masamudanya yang gemar melakukan petualangan dan keluarmasuk hutan untuk menjadi volunteer bagi sejumlahpeneliti-peniliti asing, namun semangatnya langsungbangkit saat berbagi cerita tentang perjalanannyamengabdikan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil diDepartemen Kehutanan.

Apa yang telah digelutinya selama ini berawal dariceramah Dr Westerman, Ketua World NetherlandFoundation tentang orangutan di tahun 1973, saat PakHarto masih berstatus mahasiswa Fakultas BiologiUniversitas Nasional, Jakarta. Ceramah tentangrehabilitasi orangutan di Serawak saat itu sangat menarikbuat Harto muda sehingga saat ceramah itu berlanjutdengan tawaran menjadi volunteer penelitian konservasibagi mahasiswa Indonesia, kesempatan itu tidak disia-siakan. Dan menjadi volunteer penelitan tentang aspekperilaku orangutan (Pongo pygmaeus) di SuakaMargasatwa Tanjung Puting di Kalimantan tahun 1974adalah awal yang menggiringnya berhubungan dengan“hutan” sampai saat ini. Tapi, penelitian tentang orangutanbukan penelitian pertama bagi Pak Harto, karenasebelumnya di tahun 1973, Pak Harto sudah menjadi

Sang ‘Spiderman’ dari TNGL

Pak Harto,

Bis

ro S

y

Page 28: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200628

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nP o t r e tP o t r e tvolunteer untuk Depkes RI dan US Namru-2 Project untukspesifikasi Distribusi dan Prevalensi Nyamuk Aedes aegyptidi Wilayah DKI jakarta.

Selepas dari penelitian di Tanjung Puting, Pak Harto bergabungdengan Kebun Binatang Ragunan dengan status sebagaikaryawan Pemda DKI. Karirnya terus berjalan, hingga padatahun 1976 dirinya diminta oleh WWF Indonesia pimpinanRegina Frey untuk melakukan pendidikan konservasi alam diSumatera selama 6 bulan. Selama melakukan pendidikankonservasi alam ini, Pak harto sempat merasakan kesedihandan kekecewaan yang luar biasa karena menyaksikan langsungproses penggundulan hutan yang cepat karena aktivitaspenebangan yang ternyata mendapat izin dari pemerintah pusat,sementara di saat yang sama atas tugas yang diterimanya daripemerintah juga, dirinya melakukan aktivitas penyadarankepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan hutan.

Masih berkisah tentang penebangan hutan, Pak Harto sempatmengisahkan kekecewaannya kepada pemerintah ketika dirinyamengajukan protes atas aktivitas penebangan di dalam hutanprimer Sumatera di tahun 80-an. Saat itu salah seorang pejabatberwenang yang menerima protes tersebut mengatakanpenebangan itu sengaja dibiarkan untuk kepentingan pemiludan berbagi kebahagiaan dengan masyarakat setempat.

Dari pengakuannya, Pak Harto tidak pernah bercita-cita untukmenjadi seperti sekarang ini. Cita-cita awalnya adalah menjadipsikolog dengan alasan ingin tahu lebih banyak tentang perilakumanusia. Tapi karena gagal test masuk Fakultas Psikologi UGMdan UI tahun 70an, Pak Harto memilih Fakultas Biologi, dengandalih dirinya tetap akan belajar tentang perilaku, meskipunperilaku hewan.

Sampai saat ini sudah banyak tulisan ilmiah yang dibuat olehPak Harto dan beberapa di antaranya sudah di publikasikan .Salah satu tulisan pribadi yang menurutnya sangatmengesankan adalah tulisan tentang migrasi burung pelikandari Australia ke Indonesia di tahun 1977. Migrasi itumenimbulkan kerugian besar bagi petani tambak Indonesiasampai pemerintah Indonesia membuat tim untuk proyekmengembalikan burung pelikan itu ke Australia. Dalam

tulisannya , Pak Harto menentang ide tersebut karena akan sia-sia. Isi tulisan yang cukup menyudutkan pemerintah itumembuat Pak Harto sempat berseberangan dengan ketua proyekpengembalian burung tersebut yang tidak lain adalah dosennyasendiri. Tapi berkat tulisannya itu pula, Pak Hartoberkesempatan bertemu dengan peneliti besar saat itu yakniProf. Sumadikarto yang secara khusus mencari danmenemuinya karena terkesan dengan tulisan tersebut.

Dunia tulis menulis memang menjadi bagian tidak terpisahkandari Pak Harto sebagai konservasionis dan satu dari sedikitpeneliti di Balai TNGL. Sebagai peneliti sekaligus penulisilmiah, Pak Harto menyayangkan sedikitnya peneliti danpenulis ilmiah, khususnya bidang kehutanan yang kita miliki,walaupun di sisi lain dirinya menyadari hal itu dikarenakantingkat kesulitan yang tinggi serta penghargaan dan perhatiansangat minim dari pihak – pihak berwenang kepada peneliti.Wajar, menurut Pak Harto, kalau saat ini ada pendapat yangmengatakan sedikit sekali peneliti yang bisa hidup mapan dansukses secara ekonomi.

Di saat-saat terakhir pengabdiaannya di Departemen Kehutanansejumlah hal masih menjadi harapan besar Bapak 3 orang anakitu. Dirinya sangat memimpikan adanya generasi mudaIndonesia yang profesional dan mengerti secara mendalamtentang dunia kehutanan. Khusus untuk Taman NasionalGunung Leuser, dirinya sangat ingin Balai TNGL diisi olehorang-orang profesional dan berdedikasi. Di akhir wawancaradengan tim Jejak Leuser, Pak Harto yang saat ini masih bingungmenuntaskan tulisannya yang berjudul “Hidupku untukOrangutan” bertutur lirih, “Sebenarnya saya ingin sekalimenghabiskan dan mengabdikan saat-saat terakhir saya sebagaiPNS di Departemen Kehutanan sebagai peneliti di instansikhusus penelitian agar bisa total....”.

Semoga saja keinginan-keinginan sederhana Pak Harto itu bisasegera mendapatkan jawabannya. Dan semoga juga suatu saatnanti TNGL yang menyimpan berjuta potensi alam jugamenyimpan dan melambungkan potensi-potensi “Pak Hartolain” yang akan “berbuat banyak” untuk hutan kita.... ***

- Trijatmiko -

Suasana wawancara dengan Pak Harto oleh salah satu staf JL

Bisro Sy

Page 29: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 29

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nS e p u t a r K i t aS e p u t a r K i t aBukit Lawang di “Jejak Petualang”

Pada awal Januari, selama 3 (tiga) hari kru “Jejak Petualang(JP)” TV7 yang beranggotakan 6 orang melakukan syutingdi Bukit Lawang. Setelah melakukan koordinasi sekaliguspengurusan Simaksi di kantor SKW III Balai TNGL diBukit Lawang, Tim JP melakukan aktifitas di lapangandengan dipandu para Perawat Orangutan. Pada hari pertama,dengan didampingi Jhon Maruli Purba (salah satu PerawatOrangutan bukit Lawang), Tim JP meliput aktifitasOrangutan di Eks. Rehabilitasi Orangutan Bohorok. Danpada hari kedua, JP lebih berkonsentrasi meliput kegiatantubing (mengarungi sungai memakai bekas ban dalam mobil)di Sungai Bohorok. Menurut sang produser, DoddyJohanjaya, selain Bukit Lawang tim JP juga mengaku tertarikuntuk meliput eksotika Gunung Leuser yang juga merupakansalah satu icon terpenting bagi TNGL.

Salah satu petugas Seksi Konservasi Wilayah III BukitLawang, Nurhadi,SP, menuturkan bahwa kegiatanpengambilan gambar di Bukit Lawang oleh Tim TV7diharapkan akan dapat membantu mempromosikan BukitLawang sehingga mampu bangkit kembali pascaketerpurukan akibat banjir bandang November 2003.***(bis)

Host JP, Riyanni Djangkaru, ber-tubing-ria di SungaiBohorok

Bis

ro S

y

Shared Learning III di Tangkahan

Pada tanggal 13 – 21 Februari 2006 di Kawasan EkowisataTangkahan diadakan kegiatan Shared Leaning III yangdiselenggarakan oleh CIFOR bekerjasama dengan YayasanPusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI-NGOMovement), Balai Taman Nasional Gunung Leuser, Indecon,dan Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT). Peserta kegiatanyang dibuka oleh Kepala Balai TNGL, Ir Wiratno, M.Sc, iniberjumlah 48 orang yang berasal dari instansi-instansipemerintah, masyarakat dan LSM dari Nanggroe AcehDarussalam sampai dengan Papua.

Kegiatan Shared Learning ini sudah berlangsung ketiga kalinyasetelah sebelumnya diselenggarakan pada medio Bulan Agustus2005 di Cagar Alam Gunung Simpang dan TWA GunungPancar. Menurut rencana, SL 4 akan dilaksanakan pada bulanMei 2006 di Bogor. Pada seri ketiga ini, kegiatan SharedLearning yang pada penutupan acaranya dilakukan olehDirektur Konservasi Kawasan Departemen Kehutanan ini,mengangkat “Penguatan Kapasitas Para Pihak dalamPengelolaan Konflik Kehutanan’.*** (bis)

Magang CPNS Departemen Kehutanan RIdi Taman Nasional Gunung Leuser

Kegiatan Magang CPNS Departemen Kehutanan Formasi tahun2004 di Balai Taman Nasional Gunung Leuser terlaksana mulaitanggal 24 Desember 2005 s/d 18 Februari 2006. Selama 3bulan peserta magang menjalankan tugas sehari-hari sebagaistaf Balai TNGL selain menyelesaikan topik kajian masing-masing sebagai laporan akhir. Peserta sebanyak 12 orang, yaituEko Desi, S.Hut, Elvina Rosinta, S.Hut, Jonh Piter, S.Hut, RisdaWati, S.Kom, Trijatmiko, S.S, Togar Merton, S.Sos, BobbyNopandry, S.Hut, M. Irsan, S.Si, Hasto Nugroho, S.Hut,Sukardi, S.Hut, Suhut Hesaki, S.Hut, dan Hasrul Tambak,S.Hut. Enam orang pertama bertugas di Seksi Bukit Lawangdan enam orang berikutnya di Seksi Besitang.

Tahapan magang yang dilalui oleh semua peserta adalah (1)tahap persiapan, dimana peserta mendapat pembekalan dariKepala Balai TNGL, melakukan studi literatur untukmenentukan topik masing-masing, dan melakukan presentasiproposal ; (2) tahap pelaksanaan, yaitu peserta mulaiditempatkan di wilayah kerja untuk melakukan observasilapangan, melakukan revisi proposal topik disesuaikan denganhasil observasi, melakukan presentasi topik pilihan yang sudahdirevisi, dan melaksanakan magang ; (3) tahap pelaporan, yaitumenyusun laporan topik dan kegiatan magang, sertamelaksanakan presentasi akhir.

Secara umum peserta magang di seksi Bukit Lawang memilikifokus kajian untuk membenahi sektor wisata dan segalaperangkatnya yang memang merupakan icon dari lokasi ini.Sedangkan peserta magang di seksi Besitang diarahkan untukmendalami permasalahan di daerah konflik dari berbagai aspek,selain juga mengikuti kegiatan seksi seperti penyuluhan danpemeliharaan pal batas.

Pada tanggal 10 Februari peserta magang melakukan presentasiakhir. Kegiatan ini menghadirkan pula instansi terkait, yaituDinas Kehutanan Propinsi Sumut, Balai Konservasi SumberDaya Alam (BKSDA) I & II Sumut, Balai Pemantapan KawasanHutan (BPKH) Wilayah I Sumut, Balai Sertifikasi Penguji HasilHutan (BSPHH) Sumut, mitra TNGL seperti Yayasan LeuserInternasional (YLI), Sumatran Orangutan ConservationProgramme (SOCP), Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT),Fauna & Flora International (FFI), dan akademisi dari JurusanKehutanan Universitas Sumatera Utara. *** (uj)

Foto bersama setelah presentasi akhir

agung

Page 30: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200630

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i nS e p u t a r K i t aS e p u t a r K i t a

Siaran Pers Permasalahan TNGLdi Wilayah Langkat

Persoalan kerusakan kawasan di Seksi Konservasi Wilayah IVBesitang merupakan salah satu prioritas utama yang menjadiagenda penting Balai TNGL untuk segera diselesaikan.Persoalan yang begitu rumit memerlukan perencanaan yangmatang dan harus diselesaikan secara komprehensif. Langkah-langkah penyelesaian telah berhasil disusun oleh Balai TNGLmelalui studi mendalam dan observasi lapangan selama satutahun terakhir serta langkah-langkah koordinasi dengan semuapihak terkait. Strategi penyelesaian tersebut didokumentasikandalam sebuah konsep “Rehabilitasi Kawasan Besitang”.

Menyikapi “tensi” permasalahan kawasan yang semakin tinggidi wilayah Langkat akibat proses penyelesaian yang berlarut-larut dan penuh konflik, pihak Balai TNGL merasa perlu untukmemberikan gambaran serta himbauan kepada publik tentangkondisi riil kawasan serta langkah-langkah yang harusditempuh. Momentum tertangkapnya 11 perambah dan satu daritiga orang aktor intelektual perambahan serta beberapa operasikayu ilegal yang hasilnya cukup signifikan, dimanfaatkan olehBalai TNGL untuk melakukan Press Release. Kegiatan inidilaksanakan tanggal 31 Januari 2006 di aula Mapolres Langkat,dengan dihadiri Kapolres Langkat dan jajarannya, DinasKehutanan Kab. Langkat, Yayasan Leuser Internasional, serta14 wartawan dari media lokal dan 2 orang wartawan dari medianasional.

Kepala Balai TNGL, Ir. Wiratno, M.Sc memaparkan sejarahpermasalahan serta langkah-langkah komprehensif yang telah,sedang dan akan dilakukan. Langkah-langkah tersebut harusdisertai dengan koordinasi yang solid oleh semua pihak terkaitdan komitmen untuk menyelesaikan permasalahan hinggatuntas. Pernyataan tersebut didukung oleh Kapolres Langkat,Bpk. Anang Syarif Hidayat seraya menampilkan rekaman hasilfly over dengan menggunakan helikopter dari atas daerahkonflik di wilayah Besitang.*** (uj)

WORKSHOP “Helping in Establish a CommonAction Plan in The Tropical Rain Forest HeritageOf Sumatra” di Sungai Penuh, Kerinci, Jambi

Workshop dilaksanakan di kantor Balai Taman Nasional KerinciSeblat di Sungai Penuh pada tanggal 9 – 10 Februari 2006.Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyusun action plan /strategi bersama antara 3 (tiga) taman nasional yang telahditetapkan sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatraoleh UNESCO. Ketiga taman nasional tersebut adalah TNGunung Leuser, TN Kerinci Seblat, dan TN Bukit BarisanSelatan. Strategi bersama yang dimaksud adalah dalammensikapi permasalahan umum seperti ilegal logging,perburuan satwa, dan perambahan serta beberapa isu strategismasing-masing taman nasional seperti Ladia Galaska danpemekaran propinsi di TNGL, missing link habitat Merangindi TNKS, dan pengembangan ecotourism di TNBBS.

Selain ketiga taman nasional yang diwakili oleh masing-masingkepala balai dan beberapa staf kunci, turut hadir pihakUNESCO dan Dirjen PHKA (dalam hal ini bertindak sebagaifasilitator). Dalam workshop yang berlangsung selama 2 haritersebut diperoleh hasil berupa draft action plan dan kebutuhandata yang harus dipersiapkan oleh masing-masing tamannasional untuk bahan kajian dalam monitoring mission padaagenda berikutnya.*** (uj)

Penangkapan Kayu Olahan Tanpa Dokumendari Dalam Kawasan TNGL di Besitang

Pada hari Kamis tanggal 29 Desember 2005 sekitar pukul 03.00Wib dini hari, Polhut TNGL mendapat informasi dari timintelejen yang sedang operasi di lapangan tentang adanyapengangkutan kayu illegal dari dalam kawasan Taman NasionalGunung Leuser. Setelah mendapat informasi tersebut tim segeramerapat ke TKP dan sekitar pukul 04.30 WIB berhasilmelakukan penyergapan terhadap tersangka dan menggiringnyake Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) IV Besitang,selanjutnya oleh Pelaksana Tugas Harian Kepala Seksi yangdidampingi oleh dua anggota Sub Denpom menyeret tersangkadan barang bukti tersebut ke kantor Sub Denpom 1/5-3Pangkalan Brandan untuk proses lebih lanjut.

Hari berikutnya, Jum’at, 30 Desember 2005 sekitar pukul 23.30WIB, tim patroli SKW IV Besitang kembali melakukanpenangkapan terhadap pengangkut kayu tanpa dokumen.Seperti kejadian sehari sebelumnya, kayu dibawa menggunakankendaraan mitsubishi L 300 yang dikendarai oleh 3 (tiga) orang,masing-masing seorang pengawal, seorang sopir dan kenek.Berdasarkan pengakuan dari salah seorang tersangka, kayu-kayu olahan jenis Damar Laut sebanyak 75 batang berukuran2 x 2.5 inci x 6 meter tersebut berasal dari dalam kawasanTNGL. Selanjutnya ketiga tersangka beserta barang buktidiamankan di Mapolres Langkat.*** (uj)

Uja

ng W

B

Suasana Press Release di Aula Mapolres Langkat

Page 31: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 2006 31

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n

Engkau memberi kehidupanEngkau perantara berkatDan sumber hidupKau bersihkan nodaKau cuci kekotoranPadamu sumber inspirasi imajinasiTanpamu hidup gersang kerontangDi kami engkau berlimpahanPemanfaatan sesuai seleraTiada pernah mensyukuriEngkau pembawa berkat karunia

Ketika kau marahBencana melandaSemua terkesimaDasyat, petakaRiuh ricuh jerit tangis merontaEngkau berlaluMenggapai tujuanmuTinggal kenanganMenyisakan pedih piluKini menata hidup baruYang lalu berlaluKenangan tinggal kenangan

Hidup ada yang memberiHidup ada yang mengaturHidup ada yang mengasihiHidup ada yang tahuMaha MemberiMaha PengaturMaha PengasihMaha Tahu

Gemuruh suara mengalir (06.55)Sungai Bohorok, 18 Desember 2005Seseorang paling kecil di hadapan-Nya

h. ginting

A IR

WanasastraWanasastra

Page 32: Buletin Jejak Leuser Edisi 3

Vol. 2 No. 3 Tahun 200632

Jejak LeuserJejak Leuserb u l e t i n