Download - Buku Pedoman Pembinaan Administrasi Keuangan

Transcript

i

Inspektorat Utama mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap

pelaksanaan tugas di lingkungan BPS. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi; (i) perumusan kebijakan pengawasan

fungsional di lingkungan BPS; (ii) pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan

pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk kepala badan; dan (iii) penyusunan

laporan hasil pengawasan.

Salah satu upaya mewujudkan tujuan fungsi pengawasan tersebut yaitu Inspektorat

Utama perlu melakukan pembinaan pengelolaan administrasi keuangan dan barang

(PPAKB). Kegiatan pembinaan ini memerlukan partisipasi penuh seluruh satker di

BPS. Tuntutan partisipasi penuh seluruh satker ini dilandasi dengan semangat untuk

tetap mempertahan opini WTP.

Buku Pedoman Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Barang merupakan

kompilasi berbagai materi yang menjelaskan pengelolaan administrasi keuangan

seperti; pejabat perbendaharaan negara, revisi anggaran, SKPA, kerja sama, PNBP,

rumah dinas, pajak, perjalanan dinas, dan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Sedangkan materi terkait barang yaitu barang milik negara (BMN) ditinjau dari

pengelolaan BMN dan persediaan.

Buku pedoman ini masih bersifat sementara dan masih perlu perbaikan untuk

disempurnakan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan

sampai penerbitan buku pedoman ini kami ucapkan terima kasih. Kritik dan saran

untuk perbaikan pedoman ini di masa datang sangat kami hargai.

Jakarta, Oktober 2013

Inspektur Utama, BPS RI

KATA PENGANTAR

ii

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA............................ 1

A. Kuasa Pengguna Anggaran .................................... .............. 1

B. Pejabat Pembuat Komitmen..................................................... 1

C. Pejabat Penandatangan SPM.................................................... 3

D. Bendahara Pengeluaran............................................................ 3

E. Bendahara Pengeluaran Pembantu........................................... 4

F. Bendahara Penerimaan............................................................. 4

G. BPP Kerjasama......................................................................... 4

H. Pejabat Pengelola Administrasi Belanja Pegawai.................... 5

BAB II BAGAN AKUN STANDAR......................................................... 7

BAB III REVISI ANGGARAN................................................................. 14

A. Peraturan Terkait Revisi Anggaran ........................ .............. 16

B. Ruang Lingkup Revisi Anggaran........................................... 16

C. Batasan Revisi Anggaran........................................................ 16

D. Dokumen Terkait Revisi Anggaran........................................ 17

E. Revisi DIPA dan POK............................................................ 17

BAB IV SKPA........................................................................................... 18

A. Prinsip Dasar ......................................................... .............. 18

B. Penerbitan dan Penatausahaan SKPA..................................... 18

C. Pencairan Dana SKPA............................................................ 19

D. Pelaporan Keuangan dan Rekonsiliasi.................................... 19

E. Pelaporan Pelaksanaan Pekerjaan............................................ 19

DAFTAR ISI

iii

BAB V KERJASAMA............................................................................. 20

A. Hibah .................................................................... .............. 20

B. PNBP...................................................................................... 25

C. Swakelola................................................................................ 26

BAB VI PNBP DAN RUMAH DINAS..................................................... 28

A. Penggolongan PNBP ............................................. .............. 28

B. Jenis dan Tarif PNBP di BPS................................................. 28

C. Pemungutan dan Penyetoran PNBP........................................ 30

D. Pengelola PNBP...................................................................... 32

E. Rekonsiliasi............................................................................ 32

F. Input Data PNBP ke dalam SAI .............................. .............. 33

G. Pelaporan PNBP..................................................................... 33

H. Rumah Dinas........................................................................... 33

BAB VII PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK....................... 28

A. Dasar Hukum ........................................................ .............. 39

B. Kewajiban Perpajakan Untuk Bendahara............................... 39

C. Jenis Pajak............................................................................... 40

BAB VIII RAPAT DAN KEGIATAN SEJENIS......................................... 50

A. Definisi dan Istilah ................................................ .............. 50

B. Syarat dan Ketentuan.............................................................. 51

BAB IX PERJALANAN DINAS............................................................... 56

A. Pengertian ............................................................. .............. 56

B. Tujuan Perjalanan Dinas Jabatan............................................ 56

C. Prosedur Perjalan Dinas Jabatan.............................................. 57

D. Komponen Biaya Perjanan Dinas............................................ 57

E. Pembatalan Perjalanan Dinas.................................................. 58

F. Ketentuan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas ... ............... 59

iv

BAB X PENGEDAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH............ 61

BAB XI PENATAUSAHAAN KAS DAN PENYUSUNAN LPJ............ 72

A. Pembukuan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan.......... 72

B. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi......................................... 72

C. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara............................... 73

BAB XII BUKTI PENGELUARAN........................................................... 74

A. Bentuk dan Jenis Bukti Pengeluaran ...................... .............. 74

B. Kelengkapan Bukti Pengeluaran............................................ 74

BAB XIII LAPORAN KEUANGAN........................................................... 78

A. Gambaran Umum .................................................. .............. 78

B. Tahapan Penyusunan LK........................................................ 78

C. Penyusunan LK........................................................................ 80

D. Sistematika Isi LK.................................................................... 81

LAMPIRAN

v

1

A. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan

sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian

Negara/Lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan PMK No. 190 tahun 2012 tentang

Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara, berikut ini akan diuraikan tugas dan kewenangan KPA, adalah :

1. Menyusun DIPA;

2. Menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja negara;

3. Menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan kepada negara dan

menerbitkan SPM atas beban anggaran belanja Negara;

4. Menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan

pengelolaan anggaran/keuangan;

5. Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;

6. Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan

dana;

7. Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan

pelaksanaan kegiatan dan anggaran;

8. Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai

dengan peraturan perundang-undangan;

9. Melakukan pemeriksaan kas secara berkala dan sewaktu-waktu sesuai dengan

peraturan yang berlaku. (Perdirjen Pb No. 47 tahun 2009 dan Peraturan

Pemerintah no.45 tahun 2013.

KPA adalah Kepala Satuan Kerja. KPA mendapatkan delegasi dari Pengguna

Anggaran (PA) untuk menunjuk dan menetapkan:

1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);

2. Pejabat Penguji/Penerbit SPM (PPSPM);

B. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil

keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban

APBN. Tugas dan wewenang PPK adalah:

1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan

DIPA;

2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

BAB 1 PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

2

3. Membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan

Penyedia Barang/Jasa;

4. Melaksanakan kegiatan swakelola;

5. Memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/kontrak yang dilakukannya;

6. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;

7. Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;

8. Membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);

9. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA (paling kurang

memuat perjanjian/kontrak dengan penyedia barang/jasa yang telah

ditandatangani, tagihan yang belum dan telah disampaikan penyedia barang/jasa,

tagihan yang belum dan telah diterbitkan SPPnya, dan jangka waktu penyelesaian

tagihan) ;

10. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita

Acara Penyerahan;

11. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;

12. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang

mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, PPK menguji:

1. Kelengkapan dokumen tagihan;

2. Kebenaran perhitungan tagihan;

3. Kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN;

4. Kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang

tercantum dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh

penyedia barang/jasa;

5. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang

tercantum pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen

perjanjian/kontrak;

6. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti

mengenai hak tagih kepada negara; dan

7. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang tercantum

pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak.

PPK harus sudah mempunyai Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa.

Apabila pada satker berkenaan belum ada yang memiliki sertifikat tersebut, maka

tugas dan tanggungjawab PPK dirangkap oleh KPA.

3

C. Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM)

PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan

pengujian atas pemintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran. Tugas

dan wewenang PPSPM, antara lain:

1. Menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;

2. Menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan

untuk dibayarkan;

3. Membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;

4. Menerbitkan SPM (mencatat pagu, realisasi belanja, sisa pagu, dana UP/TUP, dan

sisa dana UP/TUP pada kartu pengawasan DIPA; menandatangani SPM;

memasukkan PIN PPSPM);

5. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;

6. Melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA;

7. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan

pengujian dan perintah pembayaran;

Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, PPSM bertanggungjawab atas:

1. Kebenaran, kelengkapan, dan keabsahan administrasi terhadap dokumen hak

tagih pembayaran yang menjadi dasar penerbitan SPM dan akibat yang timbul

dari pengujian yang dilakukannya;

2. Ketepatan jangka waktu penerbitan dan penyampaian SPM kepada KPPN.

Di BPS Provinsi, KPA dapat menunujuk Kepala Bagian Tata Usaha sebagai

PPSPM, sedangkan di BPS Kabupaten/Kota adalah Kepala Subbagian Tata Usaha.

PPK tidak dapat merangkap sebagai PPSPM.

D. Bendahara Pengeluaran

Bendahara adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,

membayarkan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk Belanja Negara dalam

pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga. Tugas

Bendahara Pengeluaran, adalah :

1. Menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang/surat berharga

dalam pengelolaannya;

2. Melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK;

3. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk

dibayarkan;

4. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang

dilakukannya;

5. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;

4

6. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP;

7. Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kepala KPPN selaku

Kuasa BUN;

Bendahara pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, atau PPSPM.

E. Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)

BPP adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk

melaksanakan pembayarankepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan

kegiatan tertentu. Tugas BPP adalah:

1. Menerima dan menyimpan UP;

2. Melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari

UP;

3. Melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari UP berdasarkan perintah

PPK;

4. Menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk

dibayarkan;

5. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang

dilakukannya;

6. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;

7. Menatausahakan transaksi UP;

8. Menyelenggarakan pembukuan transaksi UP;

9. Mengelola rekening tempat penyimpanan UP;

F. Bendahara Penerimaan (BPEN)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 Bendahara

Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,

menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam

rangka pelaksanaan APBN pada satuan kerja.

Bendahara Penerimaan bertugas:

1. Menerima dan menyimpan uang Pendapatan Negara

2. Menyetorkan uang Pendapatan Negara ke rekening Kas Negara secara periodik

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

3. Menatausahakan transaksi uang Pendapatan negara di Satker

4. Menyelenggarakan pembukuan transaksi uang Pendapatan Negara

5. Mengelola rekening tempat penyimpanan uang pendapatan negara

6. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan kepada

Badan Pemeriksa Keuangan dan Kuasa BUN.

G. BPP Kerjasama

5

Bendahara Kerjasama adalah Bendahara Pengeluaran Pembantu yang bertugas

mengelola administrasi keuangan kerjasama hibah. BPP Kerjasama ditunjuk pada

saat adanya kerjasama.

Tugas BPP Kerjasama yaitu:

1. Menerima dan menyimpan dana kerjasama;

2. Melakukan pengujian dan pembayaran atas tagihan yang dananya bersumber dari

dana kerjasama;

3. Melakukan pembayaran yang dananya bersumber dari dana kerjasama

berdasarkan perintah PPK;

4. Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan;

5. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang

dilakukannya;

6. Menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;

7. Menatausahakan transaksi dana kerjasama;

8. Menyelenggarakan pembukuan transaksi dana kerjasama;

9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban belanja dana kerjasama;

10. Mengelola rekening tempat penyimpanan dana kerjasama;

H. Pejabat Pengelola Administrasi Belanja Pegawai (PPABP)

PPABP adalah pembantu KPA yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk

mengelola pelaksanaan belanja pegawai.

Tugas PPABP adalah :

1. Melakukan pencatatan data kepegawaian secara elektronik dan/atau manual yang

berhubungan dengan belanja pegawai secara tertib, teratur, dan

berkesinambungan;

2. Melakukan penatausahaan dokumen terkait keputusan kepegawaian dan

dokumen pendukung lainnya dalam dosir setiap pegawai pada Satker yang

bersangkutan secara tertib dan teratur;

3. Memproses pembuatan Daftar Gaji induk, Gaji Susulan, Kekurangan Gaji, Uang

Duka Wafat/Tewas, Terusan Penghasilan/Gaji, Uang Muka Gaji, Uang Lembur,

Uang Makan, Honorarium, Vakasi, dan pembuatan Daftar Permintaan

Perhitungan Belanja Pegawai lainnya;

4. Memproses pembuatan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP);

5. Memproses perubahan data yang tercantum pada Surat Keterangan Untuk

Mendapatkan Tunjangan Keluarga setiap awal tahun anggaran atau setiap terjadi

perubahan susunan keluarga;

6. Menyampaikan Daftar Permintaan Belanja Pegawai, ADK Perubahan Data

Pegawai, ADK Belanja Pegawai, Daftar Perubahan Data Pegawai, dan dokumen

pendukungnya kepada PPK;

7. Mencetak Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan setiap awal tahun

dan/atau apabila diperlukan; dan

6

8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan penggunaan anggaran

belanja pegawai.

Catatan :

1. Para pejabat perbendaharaan negara ditetapkan dengan Surat Keputusan.

2. KPA ditetapkan oleh PA.

3. Berdasarkan SK pelimpahan wewenang dari PA, KPA menetapkan PPK, PPSPM.

4. Berdasarkan SK pendelegasian kewenangan dari Kepala BPS, maka Kepala BPS

Provinsi dan Kepala BPS Kabupaten/Kota menetapkan Bendahara Pengeluaran,

Bendahara Penerimaan, BPP, PPABP, dan BPP Kerjasama.

5. Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK

dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK

dan/atau PPSPM tahun yang lalu masih tetap berlaku.

7

Berdasarkan PMK No. 91/PMK.06/2007 BAS adalah daftar perkiraan buku besar

yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan

pelaksanaan anggaran, serta pertanggunjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah

pusat. Pengertian ini menitikberatkan BAS dari sisi klasifikasi ekonomi atau jenis

belanja.

A. Penjelasan Penggunaan Kode Akun

1. Pendapatan

Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang

menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan

yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah yang

berasal dari pajak dan bukan pajak (PP No. 71 Tahun 2010). Pada BPS pendapatan

hanya berasal dari bukan pejabat (PNBP), antara lain:

a. Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/ Sitaan (42311)

1. Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan dan

Hasil Cetakan Lainnya (423116)

Digunakan untuk mencatat penjualan informasi dan publikasi dalam

bentuk buku publikasi, softcopy data, raw data, dll.

2. Pendapatan Penjualan Dokumen-Dokumen Pelelangan (423117)

Digunakan untuk mencatat penjualan dokumen-dokumen lelang.

3. Pendapatan Penjualan Lainnya (423119)

Digunakan untuk mencatat penjualan yang tidak termasuk penjualan-

penjualan di atas.

b. Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN (42312)

1. Pendapatan dari Penjualan Tanah, Gedung, dan Bangunan (423121)

Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Tanah, Gedung, dan

Bangunan, tidak termasuk penjualan sewa beli rumah dinas,

2. Pendapatan dari Penjualan Peralatan dan Mesin (423122)

Digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan Peralatan dan

Mesin.

3. Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN Lainnya (423129)

Digunakan untuk mencatat pendapatan dari pemindahtanganan BMN

lainnya

c. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN (42314)

1. Pendapatan Sewa Tanah, Gedung, dan Bangunan (423141)

Digunakan untuk mencatat penerimaan umum berupa pendapatan sewa

rumah dinas.

2. Pendapatan dari Pemanfaatan BMN Lainnya (423149)

BAB II BAGAN AKUN STANDAR

8

Digunakan untuk mencatat pendapatan dari pemanfaatan BMN lainnya.

d. Pendapatan Jasa II (42322)

Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan/ Jasa Giro (423221)

Digunakan untuk mencatat pendapatan yang berasal dari bunga rekening giro

pemerintah.

e. Pendapatan dari Penerimaan Kembali Tahun Anggaran Yang Lalu (42391)

1. Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL (423911)

2. Penerimaan Kembali Belanja Lainnya TAYL (423913)

2. Belanja

Belanja adalah pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum

Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran

bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

pemerintah.

a. Belanja Pegawai

1. Belanja Gaji PNS (51111)

a) Belanja Gaji Pokok PNS (511111)

Pengeluaran untuk pembayaran gaji pokok Pegawai Negeri Sipil

b) Belanja Pembulatan Gaji PNS (511119)

Pengeluaran untuk pembayaran pembulatan gaji pokok Pegawai Negeri

Sipil.

2. Belanja Tunjangan I PNS (51112)

a) Belanja Tunj. Suami/Istri PNS (511121)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan suami/istri PNS

b) Belanja Tunj. Anak PNS (511122)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan anak PNS.

c) Belanja Tunj. Struktural PNS (511123)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan struktural PNS.

d) Belanja Tunj. Fungsional PNS (511124)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan fungsional PNS.

e) Belanja Tunj. PPh PNS (511125)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan PPh PNS

f) Belanja Tunj. Beras PNS (511126)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan beras berbentuk uang

maupun natura.

g) Belanja Uang Makan PNS (511129)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan uang makan PNS.

3. Belanja Tunjangan-Tunjangan II PNS (51113)

a) Belanja Tunj. Daerah Terpencil/Sangat Terpencil PNS (511135)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan daerah terpencil/sangat

terpencil PNS.

9

b) Belanja Tunjangan Khusus Papua PNS (511138)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan khusus PNS Papua.

4. Belanja Tunjangan-Tunjangan III Pegawai Negeri/Staff di Luar Negeri

(51114)

Belanja Tunj. Lain-lain termasuk uang duka PNS Dalam dan Luar Negeri

(511147)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan Lain lain termasuk uang duka

PNS dalam dan Luar Negeri.

5. Belanja Tunjangan-Tunjangan IV PNS (51115)

Belanja Tunjangan Umum PNS (511151)

Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan umum/tambahan tunjangan

umum PNS, termasuk PNS TNI/Polri sesuai Peraturan Presiden No. 12

Tahun 2006

6. Belanja Lembur (51221)

Belanja Uang Lembur (512211)

Pengeluaran untuk pembayaran uang lembur termasuk uang makan yang

dibayarkan dalam rangka lembur.

7. Belanja Vakasi (51231)

Belanja Vakasi (512311)

Pengeluaran untuk pembayaran imbalan untuk penguji atau pemeriksa

kertas/ jawaban ujian.

b. Belanja Barang

1. Belanja Barang Operasional (52111) terdiri dari:

a) Belanja Keperluan Perkantoran (521111)

Pengeluaran untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran yang

secara langsung menunjang kegiatan operasional kementerian negara/

lembaga terdiri dari :

1) Satuan biaya yang dikaitkan dengan jumlah pegawai yaitu

pengadaan barang yang habis dipakai antara lain pembelian alat-

alat tulis, barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat

kabar/berita/majalah, biaya minum/makanan kecil untuk rapat,

biaya penerimaan tamu.

2) Satuan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah pegawai antara

lain biaya satpam/pengaman kantor, cleaning service, sopir, tenaga

lepas (yang dipekerjakan secara kontraktual), telex, internet,

komunikasi khusus diplomat, pengurusan penggantian sertifikat

tanah yang hilang, pembayaran PBB.

3) Pengeluaran untuk membiayai pengadaan/ penggantian inventaris

yang berhubungan dengan penyelenggaraan administrasi

kantor/satker di bawah nilai kapitalisasi.

10

4) Pembelian buku cek/buku giro bilyet.

5) Pembelian meterai.

b) Belanja Pengadaan Bahan Makanan (521112)

Pengeluaran untuk pengadaan bahan makanan.

c) Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh (521113)

Pengeluaran untuk membiayai pengadaan bahan makanan / minuman /

obat-obatan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan

operasional kepada pegawai.

d) BelanjaPengiriman Surat Dinas Pos Pusat (521114)

Pengeluaran untuk membiayai Pengiriman surat menyurat dalam

rangka kedinasan yang dibayarkan oleh Kementerian Negara/lembaga.

e) Belanja Honor Operasional Satuan Kerja (521115)

Honor Operasional Satuan Kerja merupakan honor yang menunjang

kegiatan operasional yang bersangkutan dan pembayaran honornya

dilakukan secara terus menerus dari awal sampai dengan akhir tahun

anggaran. Honor tidak tetap yang digunakan untuk kegiatan yang

terkait dengan operasional kegiatan satuan kerja seperti:

1) Honor Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran, Honor Pejabat Pembuat

Komitmen, Honor Pejabat Penguji SPP dan Penanda Tangan SPM,

Honor Bendahara Pengeluaran/Pemegang Uang Muka, Honor Staf

Pengelola Keuangan.

2) Honor Pengelola PNBP (honor atasan langsung. bendahara dan

sekretariat)

3) Honor Pengelola Satuan Kerja (yang mengelola gaji pada

Kementerian Pertahanan)

4) Honor Tim SAI (Pengelola SAK dan SIMAK BMN)

f) Belanja Barang Operasional Lainnya (521119)

Pengeluaran untuk membiayai pengadaan barang yang tidak dapat

ditampung dalam mata anggaran 521111, 521112, 521113, 521114,

dan 521115 dalam rangka kegiatan operasional.

Belanja Barang Operasional Lainnya dapat digunakan untuk belanja

bantuan transport dalam kota. Dalam rangka kegiatan operasional

satker.

2. Belanja Barang Non Operasional (52121) Terdiri dari:

a) Belanja Bahan (521211)

Pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran biaya bahan

pendukung kegiatan (yang habis dipakai) seperti alat tulis kantor

(ATK), konsumsi/bahan makanan, bahan cetakan, dokumentasi,

spanduk, biaya fotokopi yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan

non operasional seperti dies natalis, pameran, seminar, sosialisasi,

11

rapat, diseminasi dan lain lain yang terkait langsung dengan output

suatu kegiatan.

b) BelanjaHonor Output Kegiatan (521213)

Honor tidak tetap yang dibayarkan kepada pegawai yang

melaksanakan kegiatan dan terkait dengan output seperti:

1) Honor untuk Pelaksana Kegiatan Penelitian.

2) Honor penyuluh non PNS.

3) Honor Tim Pelaksana Kegiatan (pengarah, penanggung jawab,

koordinator, ketua, sekretaris, anggota dan staf sekretariat).

4) Honor Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, Honor Panitia Pengadaan

Barang/Jasa, Honor Panitia Pemeriksa Penerima Barang/Jasa,

untuk pengadaan yang tidak menghasilkan Aset Tetap/Aset

Lainnya.

Honor Output Kegiatan dapat digunakan untuk biaya honor yang

timbul sehubungan dengan/dalam rangka penyerahan barang kepada

masyarakat

Honor Output Kegiatan merupakan honor yang dibayarkan atas

pelaksanaan kegiatan yang insidentil dan dapat dibayarkan tidak terus

menerus dalam satu tahun.

c) Belanja Barang Non Operasional Lainnya (521219)

Digunakan untuk pengeluaran yang tidak dapat ditampung dalam akun

521211 dan 521213.

Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk:

1) Belanja bantuan transport dalam kota dalam rangka kegiatan non

operasional satker

2) Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk

biaya-biaya Crash Program.

3) Belanja Barang Non Operasional Lainnya dapat digunakan untuk

pemberian beasiswa kepada pegawai dilingkup K/L atau di luar

lingkup satker.

3. Belanja Langganan Daya dan Jasa (52211)

a) Belanja Langganan Listrik (522111)

Belanja langganan listrik, termasuk belanja apabila terjadi denda atas

keterlambatan pembayaran tagihan langganan listrik.

b) Belanja Langganan Telepon (522112)

Belanja langganan telepon, termasuk belanja apabila terjadi denda atas

keterlambatan pembayaran tagihan langganan telepon.

c) Belanja Langganan Air (522113)

Belanja langganan air, termasuk belanja apabila terjadi denda atas

keterlambatan pembayaran tagihan langganan air.

12

d) Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya (522119)

Belanja langganan daya dan jasa lainnya, termasuk belanja apabila

terjadi denda atas keterlambatan pembayaran tagihan langganan daya

dan jasa lainnya.

4. Belanja Jasa Pos dan Giro (52212)

Belanja Jasa Pos dan Giro (522121)

Digunakan untuk pembayaran jasa perbendaharaan yang telah

dilaksanakan oleh kantor pos diseluruh Indonesia.

5. Belanja Jasa Konsultan (52213)

BelanjaJasa Konsultan (522131)

Digunakan untuk pembayaran jasa konsultan secara kontraktual termasuk

jasa pengacara yang outputnya tidak menghasilkan aset lainnya.

6. Belanja Jasa Sewa (52214)

Belanja Jasa Sewa (522141)

Digunakan untuk pembayaran sewa (misalnya sewa

kantor/gedung/ruangan, atau sewa lainnya).

7. Belanja Jasa Profesi (52215)

Belanja Jasa Profesi (522151)

Belanja untuk pembayaran honorarium narasumber yang diberikan kepada

pegawai negeri/non-pegawai negeri sebagai narasumber, pembicara,

praktisi, pakar yang memberikan informasi/pengetahuan kepada pegawai

negeri lainnya/masyarakat.

Honorarium narasumber pegawai negeri dapat diberikan dengan

ketentuan:

a) Berasal dari luar lingkup unit eselon I penyelenggara;

b) Berasal dari lingkup unit eselon I penyelenggara sepanjang peserta

yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar lingkup unit

eselon I berkenaan/masyarakat

8. Belanja Pemeliharaan (52311)

a) Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan (523111)

Pengeluaran pemeliharaan/perbaikan yang dilaksanakan sesuai dengan

Standar Biaya Umum. Dalam rangka mempertahankan gedung dan

bangunan kantor dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sampai

dengan 2%; dan pemeliharaan/perawatan halaman/taman

gedung/kantor agar berada dalam kondisi normal (tidak memenuhi

syarat kapitalisasi aset tetap gedung dan bangunan).

b) Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin (523121)

Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan

peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang tidak

memenuhi syarat kriteria kapitalisasi aset tetap peralatan dan mesin.

13

9. Belanja Perjalanan Dalam Negeri (52411)

a) Belanja Perjalanan Biasa (524111)

b) Pengeluaran untuk perjalanan dinas melewati batas kota/kabupaten,

perjalanan dinas dalam kota/kabupaten lebih dari 8 jam dan perjalanan

dinas pindah sesuai dengan PMK yang mengatur mengenai perjalanan

dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai

tidak tetap.

c) Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota (524113)

d) Pengeluaran untuk perjalanan dinas yang dilaksanakan di dalam kota

sampai dengan 8 jam sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang

mengatur mengenaiperjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara,

pegawai negeri danpegawai tidak tetap.

e) Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota (524114)

f) Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat,

seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di dalam kota satker

penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara,

serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya

perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta.

g) Biaya Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota (524119)

h) Pengeluaran untuk perjalanan dinas dalam rangka kegiatan rapat,

seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota satker

penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh satker penyelenggara,

serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya

perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta.

c. Belanja Modal

1. Belanja Modal Tanah (53111)

a) Belanja Modal Tanah (531111)

Seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/ pembelian/

pembebasan penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan,

perataan, pematangan tanah, pembualan sertifikat tanah serta

pengeluaran - pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan

dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat

pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap

digunakan/ pakai (swakelola/kontraktual).

b) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah (531113)

Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja dan honor pengelola

teknis pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai

dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola).

14

c) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah (531114)

Pengeluaran yang dilakukan untuk pembuatan sertifikat tanah pada

saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah

tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola).

d) Belanja Modal Pengurukan dan Pematangan Tanah (531115)

Pengeluaran yang dilakukan untuk pengurukan/penimbunan, perataan

dan pematangan tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara

swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai

(swakelola).

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin (53211)

Belanja Modal Peralatan dan Mesin (532111)

Pengeluaran unluk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam

pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan,

biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan

mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan (53311)

Belanja Modal Gedung dan Bangunan (533111)

Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual

sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya

pembelian atau biaya kontruksi. termasuk biaya pengurusan IMB, notaris

dan pajak (kontraktual).

4. Belanja Modal Jaringan (53413)

Belanja Modal Jaringan (534131)

Pengeluaran untuk memperoleh jaringan sampai siap pakai meliputi biaya

perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan

sampai jaringan tersebut siap pakai.

5. Belanja Modal Lainnya (53611)

Belanja Modal Lainnya (536111)

a) Pengeluaran untuk memperoleh Aset Tetap Lainnya dan Aset Lainnya

yang tidak dapat diklasifikasikan dalam belanja modal tanah, peralatan

dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan.

b) Pengeluaran untuk memperoleh Aset Tetap Lainnya dan Aset Lainnya

sampai dengan siap digunakan.

c) Belanja Modal Lainnya dapat digunakan untuk pengadaan software,

pengembangan website, pengadaan lisensi yang memberikan manfaat

lebih dari satu tahun baik secara swakelola maupun dikontrakkan

kepada Pihak Ketiga

d) Belanja Modal Lainnya dapat digunakan untuk pembangunan aset

tetap renovasi yang akan diserahkan kepada entitas lain dan masih di

lingkungan pernerintah pusat. Untuk Aset Tetap Renovasi yang

15

nantinya akan diserahkan kepada entitas lain berupa Gedung dan

Bangunan mengikuti ketentuan batasan minimal kapitalisasi.

e) Termasuk dalam belanja modal lainnya: pengadaan/pembelian barang-

barang kesenian, dan koleksi perpustakaan.

16

A. Peraturan terkait Revisi Anggaran

Peraturan yang digunakan terkait pelaksanaan Revisi Anggaran meliputi:

1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.02/2013

Tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013

2. Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2013 Tentang

Petunjuk Teknis Revisi Anggaran Yang Menjadi Bidang Tugas Direktorat

Jendral Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013

Peraturan ini tetap berlaku sepanjang belum diterbitkannya peraturan baru yang

mengatur tatacara revisi anggaran Tahun Anggaran 2013. Peraturan mengenai revisi

anggaran ini mengalami perubahan setiap tahun anggaran.

B. Ruang Lingkup Revisi Anggaran

Revisi Anggaran terdiri atas:

1. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan

pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya;

2. Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap

dan/atau

3. Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi, yang meliputi:

a. Ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan

sasaran yang sama;

b. Ralat kode KPPN;

c. perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode

tetap;

d. Ralat kode nomor register PI-ILN/PHDN

e. Ralat kode kewenangan

f. Ralat kode lokasi; dan/atau

g. Ralat cara penarikan PHLN/PHDN

C. Batasan Revisi Anggaran

Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan

alokasi anggaran terhadap:

1. Kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional

pada Satker lain dan dalam peruntukan yang sarna;

2. Pembayaran berbagai tunggakan (tercantum dalam Lembar IV DIPA);

3. Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut

(on-going); dan/atau

BAB III REVISI ANGGARAN

17

4. Paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya

sehingga menjadi minus.

D. Dokumen terkait Revisi Anggaran

Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kepala

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilengkapi dokumen pendukung

berupa:

1. Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-

menjadi);

2. SPTJM yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan bermeterai; dan

3. ADK RKA-K/L DIPA Revisi.

E. Revisi DIPA dan Revisi POK

1. Revisi DIPA

Merupakan kewenangan Kementerian Keuangan melalui Kanwil DJPB. Revisi

DIPA dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Kanwil DJPB setempat.

Setelah mendapatkan persetujuan Revisi DIPA, KPA menerbitkan revisi POK

sesuai persetujuan revisi DIPA tersebut.

Revisi DIPA yang diajukan ke Kanwil DJPB harus diusulkan oleh KPA masing-

masing Satker.

2. Revisi POK

Merupakan kewenangan KPA masing-masing Satker. Revisi POK dapat

dilakukan sepanjang tidak berakibat pada perubahan POK (volume keluaran, total

biaya per output/kegiatan, total biaya menurut kategori belanja barang dan

belanja modal).

Revisi POK diajukan oleh Penanggungjawab Kegiatan kepada KPA. Selanjutnya

KPA membuat persetujuan/penolakan usulan revisi tersebut. Jika usulan revisi

POK disetujui maka ADK RKAKL harus disesuaikan, dan dikirimkan ke KPPN

setempat sebagai acuan penerbitan SP2D.

Khusus BPS Kabupaten/Kota, sebelum menyetujui usulan revisi POK dari

penanggungjawab kegiatan, diminta agar melakukan konsultasi terlebih dahulu ke

BPS Provinsi, hal ini untuk menghindari adanya perbedaan aktivitas dari setiap BPS

Kabupaten/Kota.

18

SKPA adalah dokumen pemberian kuasa dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

tertentu kepada KPA lainnya untuk menggunakan sebagian kredit anggaran dalam

rangka melaksanakan sebagian/seluruh paket pekerjaan yang telah ditentukan. Peraturan

terkait SKPA yaitu Perdirjen Nomor PER-20/PB/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan Anggaran Melalui Pemberian Kuasa Antar Kuasa Pengguna Anggaran dan

Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE- 41/ PB/ 2011 tentang Petunjuk Teknis

Penyusunan, Dan Konsolidasi Laporan Keuangan Atas Realisasi Dana Surat Kuasa

Pengguna Anggaran.

A. Prinsip dasar

1. SKPA diterbitkan dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembayaran

antar wilayah dan dilakukan untuk menunjang pencapaian keluaran (output) KPA

penerbit.

2. Output SKPA penerima harus sesuai dengan rencana output penerbit.

3. SKPA diterbitkan oleh KPA unit eselon yang lebih tinggi kepada KPA unit

eselon yang lebih rendah dalam satu unit eselon 1 yang sama pada suatu

Kementerian Negara/Lembaga.

4. KPA Penerima tidak dapat menerbitkan SKPA lagi kepada KPA Penerima

lainnya atas SKPA yang diterimanya.

5. KPA Penerbit bertanggungjawab atas Indeks Kinerja Kegiatan dan keluaran

(output) dari pekerjaan yang diterbitkan SKPA-nya.

6. KPA Penerima bertanggungjawab atas pencapaian paket pekerjaan dan

penggunaan anggaran yang diterbitkan SKPA-nya

7. Penerbitan SKPA tidak berakibat pada pemindahan pagu DIPA/dari KPA

penerbit kepada KPA penerima.

B. Penerbitan dan Penatausahaan SKPA

1. SKPA diterbitkan sesuai fungsi, subfungsi, program, kegiatan, output, akun

sebagaimana tercantum dalam DIPA KPA penerbit.

2. SKPA diterbitkan dengan kode satuan kerja KPA penerbit, kode lokasi KPA

penerbit dan kode kantor bayar KPPN penerima.

3. SKPA diterbitkan per jenis belanja dan berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran.

4. KPA penerbit menerbitkan SKPA untuk digunakan sebagai dasar penggunaan

anggaran oleh KPA penerima.

5. SKPA diterbitkan melalui aplikasi SPM dengan format sebagaimana telah diatur

dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

BAB IV SURAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (SKPA)

19

6. SKPA disampaikan kepada KPPN penerbit rangkap 8 (delapan) dengan dilampiri

ADK SKPA untuk mendapatkan pengesahan.

7. Jika terdapat revisi POK, KPA penerbit juga harus menyampaikan ADK revisi

POK kepada KPPN penerbit.

8. KPPN penerbit akan melakukan pengujian SKPA sebelum disahkan.

9. KPA penerbit mengirimkan SKPA yang telah disahkan kepada KPA penerima

rangkap 2 (dua) dengan disertai ADK SKPA untuk dijadikan sebagai dasar

penggunaan anggaran, dan menyimpan 1 lembar untuk pertinggal.

C. Pencairan dana SKPA

1. KPA penerima menyampaikan 1 lembar SKPA kepada KPPN penerima sebelum

pengajuan SPM pertama kali.

2. KPPN penerima akan menguji SKPA yang telah diserahkan KPA penerima

dengan data SKPA dari KPPN penerbit.

3. KPA penerima membukukan pengeluaran yang berasal dari SKPA secara

terpisah dengan dana yang berasal dari DIPA.

D. Pelaporan Keuangan dan Rekonsiliasi.

1. KPA penerima menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan

(LK) atas pelaksanaan SKPA secara terpisah dengan penyelenggaraan akuntansi

dan penyusunan laporan keuangan atas dana DIPA yang dikelolanya.

2. KPA penerima melakukan rekonsiliasi atas realisasi dana SKPA dengan KPPN

penerima setiap bulan, dan menyusun LK atas realisasi dana SKPA setiap

triwulan

3. LK SKPA yang dibuat oleh KPA penerima, disampaikan kepada KPA penerbit

disertai dengan ADK beserta copy Berita Acara Rekonsiliasi paling lambat 1

(satu) hari kerja sebelum penyampaian LK oleh KPA penerbit SKPA.

4. KPA penerbit melakukan konsolidasi atas LK SKPA yang diterima dari KPA

penerima dengan LK atas dana DIPA.

E. Pelaporan pelaksanaan pekerjaan

1. Setelah pelaksanaan pembayaran berakhir atau berakhirnya tahun anggaran, KPA

penerima wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan kepada KPA

penerbit.

2. Laporan pelaksanaan pekerjaan tersebut menggunakan format yang telah

ditentukan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 20 Tahun

2011.

3. Jika dalam pelaksanaan pekerjaan SKPA menghasilkan BMN maka KPA

4.

5. penerbit melakukan pemindahtanganan BMN kepada KPA penerima.

6. KPA penerima BMN mencatat BMN tersebut kedalam SIMAK-BMN.

20

Kerja sama pada BPS adalah kesepakatan antara unit kerja pada BPS dan mitra

kerja sama dari dalam maupun dari luar negeri untuk kegiatan statistik, teknologi

informasi, dan/atau pengembangan sumber daya manusia dimana masing-masing pihak

mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan kesepakatan

bersama yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dalam kerangka Sistem Statistik

Nasional. (Perka BPS No. 37 Tahun 2012).

Jenis Kerjasama di BPS terdiri dari:

A. Hibah

B. PNBP

C. Swakelola

Semua jenis kerjasama yang dilakukan oleh satker harus diungkapan ke dalam

Laporan Keuangan (CaLK).

A. Hibah

Hibah adalah pendapatan/belanja pemerintah pusat yang berasal dari/untuk

badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, pemerintah negara asing,

badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional baik dalam bentuk devisa,

rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak

perlu dibayar/diterima kembali, yang secara spesifik telah ditetapkan

peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus

menerus (PMK No. 191 Tahun 2011).

Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari

Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara

spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.

Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa

dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau

jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar

kembali.

Berdasarkan mekanisme pencairannya hibah dibagi menjadi:

1. Hibah Terencana

2. Hibah Tidak Terencana

Berdasarkan sumbernya hibah dibagi menjadi:

1. Bersumber dari dalam negeri

2. Bersumber dari luar negeri

Berdasarkan bentuknya hibah dibagi menjadi:

1. Barang/Jasa

2. Uang

a. Uang tunai

b. Uang untuk membiayai kegiatan

BAB V KERJASAMA

21

3. Surat Berharga

Mekanisme Pelaksanaan Hibah Langsung

1. Penandatanganan MOU atau dokumen yang dipersamakan

a. Pemberi hibah dan penerima hibah membuat ikatan kerjasama atau perjanjian

tentang hibah.

b. Berdasarkan naskah perjanjian hibah tersebut penerima hibah bersama-sama

pemberi hibah membuat Disbursement Plan, dan Grant Summary dan

mengirim ke Biro Keuangan sebagai dasar pembuatan surat permintaan nomor

register ke Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian

Keuangan.

2. Registrasi

a. Mengajukan Surat Permohonan Nomor Register Hibah ke DJPU yang

ditandatangani oleh Sekretaris Utama (Sestama) dengan melampirkan:

1) Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan.

2) Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang dibuat oleh

subject matter/ satker penerima hibah.

3) Surat Permohonan nomor register kepada Sestama dari subject matter

satker penerima hibah.

4) Ringkasan Perjanjian Hibah (Grant Summary)

5) Rencana Penarikan Dana (Disbursement Plan)

b. DJPU akan mengeluarkan nomor register dan dikirim ke Sestama cq. Biro

Keuangan.

c. Biro Keuangan akan menerima nomor register dan kemudian menyampaikan

ke subject matter/ satker penerima hibah, sebagai dasar untuk revisi DIPA.

3. Pembukaan rekening

a. Mengajukan izin pembukaan rekening lainnya ke Direktorat Jenderal

Perbendaharan (DJPB) yang ditandatangani oleh Sestama dengan

melampirkan:

1) Naskah Perjanjian Hibah atau dokumen yang dipersamakan

2) Grant Summary

3) Disbursement Plan

4) Nomor Register Hibah

b. DJPB mengeluarkan surat persetujuan pembukaan rekening

c. Dengan Surat Persetujuan tersebut subject matter Penerima Hibah dapat

membuka rekeningnya pada bank yang ditunjuk

d. Donor dapat mentransfer dana hibah ke rekening lainnya.

e. Atas dasar nomor rekening bank yang diterima, subject matter membuat surat

laporan pembukuan rekening ditujukan ke Sestama.

22

f. Sestama menandatangani surat pernyataan penggunaan rekening beserta

penyampaian nomor rekening yang telah dibuka dan surat tersebut ditujukan

ke DJPB.

Dana hibah dapat ditampung sementara dalam rekening Bendahara Pengeluaran

sebelum persetujuan pembukaan rekening hibah disahkan, hal ini merujuk pada

Surat Edaran DJPBN Nomor SE-2/PB/2012 tentang Petunjuk Lebih Lanjut

Pengelolaan Hibah Langsung Baik Dalam Bentuk Uang Maupun

Barang/Jasa/Surat Berharga Tahun 2011, Huruf E Romawi II nomor 3 dan 4.

4. Revisi Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA)

a. Untuk Satker Sestama subject matter mengajukan revisi DIPA ke Biro Bina

Program.

b. Untuk Satker BPS Propinsi/Kabupaten/Kota mengajukan revisi DIPA ke

Kantor Wilayah (Kanwil) DJPB setempat.

c. Pengajukan revisi DIPA dilampiri dengan:

1) MOU

2) Grant Summary

3) Disbursement Plan

4) Nomor Register dari DJPU

5) Surat pernyataan pengalokasian dana dalam DIPA

d. Biro Bina Program mengajukan surat permohonan ijin revisi DIPA ke DJA

melalui Sestama. Sestama mengajukan surat ijin Revisi DIPA ke DJA. Untuk

Satker BPS Propinsi/Kabupaten/Kota mengajukan revisi DIPA ke Kanwil

DJPB setempat.

e. Penyesuaian pagu belanja dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan

kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil DJPB untuk

disahkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi

anggaran.

f. Penyesuaian pagu belanja sebagaimana dimaksud adalah sebesar yang

direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran

berjalan, paling tinggi sebesar perjanjian hibah atau dokumen yang

dipersamakan.

g. Subject matter/ satker dapat langsung menggunakan uang yang berasal dari

hibah langsung tanpa menunggu terbitnya revisi DIPA (hibah dalam bentuk

uang tunai).

5. Pengesahan Hibah Langsung

a. PA/KPA mengajukan Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung (SP2HL)

atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari dalam negeri

dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber

23

dari hibah langsung yang bersumber dari dalam negeri sebesar yang telah

dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN mitra kerjanya.

b. Atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang dan/atau belanja yang

bersumber dari hibah langsung, PA/KPA membuat dan menyampaikan

SP2HL ke KPPN dengan dilampiri:

1) copy Rekening atas Rekening Hibah;

2) Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung (SPTMHL);

3) SPTJM; dan

4) Copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL

pertama kali.

c. Atas dasar SP2HL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah Langsung dan

belanja yang bersumber dari hibah langsung serta saldo kas di K/L dari hibah.

d. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, DJPU membukukan Pendapatan

Hibah Langsung.

e. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan belanja

yang bersumber dari hibah langsung dan saldo kas di K/L dari hibah ke dalam

Sistem Akuntansi Instansi (SAI).

f. Setiap bulan PA/KPA melakukan rekonsiliasi dengan KPPN dan kedua belah

pihak menandatangani Berita Acara Rekonsiliasi.

6. Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Uang (Jika Ada

Pengembalian).

a. Sisa uang yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang, dapat

dikembalikan melalui mekanisme disetor ke kas negara/ daerah atau

dikembalikan langsung ke rekening Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah

atau dokumen yang dipersamakan.

b. Atas pengembalian pendapatan hibah langsung PA/KPA mengajukan Surat

Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung (SP4HL)

kepada KPPN mitra kerjanya dalam hal hibah berasal dari dalam negeri.

c. Atas pengembalian Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang, PA/KPA

membuat dan menyampaikan Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan

Hibah Langsung (SP4HL) ke KPPN dengan dilampiri:

1) copy rekening atas Rekening Hibah;

2) copy bukti pengiriman/transfer kepada Pemberi Hibah;

3) SPTJM.

d. Atas dasar SP4HL, KPPN menerbitkan SP3HL dalam rangkap 3 (tiga) dengan

e. Atas dasar SP3HL, KPPN membukukan pengembalian Pendapatan Hibah

Langsung dan mengurangi saldo kas di K/L dari hibah.

f. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun

berjalan, DJPU membukukan pengembalian Pendapatan Hibah Langsung

sebagai pengurang realisasi pendapatan hibah.

24

g. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN untuk pendapatan hibah tahun

yang lalu, DJPU tidak melakukan pencatatan, namun diungkapkan dalam

CaLK.

h. Atas dasar SP3HL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan

pengurangan saldo kas di K/L dari hibah.

i. Saldo kas di K/L dari hibah tidak boleh bernilai negatif.

7. Penutupan Rekening

a. Sebelum batas akhir penarikan dana subject matter/ satker dapat melakukan

perpanjangan atau penutupan rekening.

b. Jika subject matter/ satker memperpanjang penggunaan rekening hibah, maka

Biro Keuangan akan membuat surat pelaporan penggunaan rekening hibah

yang ditandatangani oleh Sestama dan kemudian mengirim ke DJPB

c. Jika subject matter/ satker akan melakukan penutupan rekening, Biro

Keuangan membuat surat pemberitahuan penutupan rekening yang

ditandatangani oleh Sestama dan mengirim ke DJPB dengan dilampiri:

1) Surat permohonan penutupan rekening hibah

2) Grant Summary

3) Disbursement Plan

4) Rekening Koran

8. Pertanggungjawaban Penerima Hibah (Permendagri No.32 Tahun 2011 Pasal 19

yang mengacu pada PP No 10 Tahun 2011).

Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan

hibah yang diterimanya. Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:

a. Laporan penggunaan hibah;

b. Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang

diterima telah digunakan sesuai Dokumen Perjanjian Hibah; dan

c. Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-

undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima

barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.

d. Bukti Pertanggungjawaban disimpan dan dipergunakan oleh penerima hibah

selaku obyek pemeriksaan.

25

Mekanisme Pelaksanaan Hibah Tidak Langsung

Proses yang membedakan antara hibah langsung dan tidak langsung adalah

pembukaan rekening khusus, penerbitan peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan

dan proses pembayaran dana hibah. Mekanisme ini terdapat pada BPS Pusat.

B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari

penerimaan perpajakan (Perka BPS No. 37 Tahun 2012).

Mekanisme Pelaksanaan PNBP

1. Mitra kerja sama dan satker membuat perjanjian kerja sama.

2. Naskah perjanjian kerja sama yang sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak

dikirim ke Biro Keuangan dan Biro Bina Program untuk dilakukan revisi POK.

Untuk satker yang belum memiliki PAGU anggaran penerimaan maka terlebih

dahulu mengajukan usulan revisi DIPA ke BPS Pusat (Biro Bina Program).

3. Satker menginformasikan nama dan nomor rekening bendahara penerimaan ke

mitra kerja sama.

4. Mitra kerja sama mentransfer sejumlah dana terkait dengan penjualan jasa ke

rekening atas nama bendahara penerimaan.

5. Bendahara penerimaan menyetor dana PNBP ke Kas Negara.

6. Subject matter/satker sudah bisa menggunakan pagu PNBP dengan izin

penggunaan PNBP berdasarkan kontrak kerja sama dengan pihak lain paling

tinggi sebesar 98,26%, sehingga terjadi perbedaan antara nilai Mou dengan RAB.

26

7. Subject matter/satker harus membukukan seluruh penerimaan dan pengeluaran

PNBP berdasarkan bukti pungutan dan setoran.

8. Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan

perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut

dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Swakelola

Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi

sendiri.

Mekanisme Pelaksanaan Swakelola

1. Mitra kerja sama dan satker membuat perjanjian kerjasama swakelola.

2. Naskah perjanjian kerjasama swakelola yang sudah ditandatangani oleh kedua

belah pihak beserta POK nya dikirim ke Biro Keuangan.

27

3. Berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut, Satker membuat surat permohonan

pembukaan rekening penampung dana swakelola yang ditandatangani oleh

Sestama dan dikirim ke DJPB.

4. Setelah mendapat persetujuan dari DJPB, Satker membuat rekening penampung

dana swakelola.

5. Satker menyampaikan informasi nomor rekening atas nama proyek swakelola ke

mitra kerja sama dan subject matter.

6. Subject matter melakukan pekerjaan sesuai kontrak kerjasama.

7. Mitra kerja sama mentransfer sejumlah dana untuk keperluan operasional proyek.

8. Subject matter secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan pekerjaan dan

penggunaan uang ke mitra kerja sama.

9. Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan

perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut

dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28

PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari

penerimaan pajak (UU No. 20 Tahun 1997 pasal 1, PMK No.190/PMK.05/2012 pasal 1).

A. Penggolongan PNBP:

1. Penerimaan Umum:

Pendapatan yang biasa dilakukan oleh seluruh instansi pemerintah dan tidak bisa

ditarik/digunakan.

2. Penerimaan Fungsional:

Pendapatan yang berasal dari instansi yang bersangkutan karena menjalankan

tupoksinya dan bisa ditarik/digunakan kembali.

B. Jenis dan Tarif PNBP di BPS

Penerimaan umum di BPS meliputi:

1. Penjualan dokumen pelelangan,

2. Penjualan lainnya,

3. Penjualan kendaraan bermotor,

4. Penjualan asset yang berlebih/dihapus,

5. Sewa rumah dinas/negeri,

6. Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro bendaharawan),

7. Denda keterlambatan pekerjaan,

8. Penerimaan kembali belanja pegawai pusat tahun anggaran yang lalu,

9. Penerimaan kembali belanja lainnya RM tahun anggaran yang lalu,

10. Penerimaan kembali/ganti rugi yang diderita oleh Negara.

Penerimaan fungsional Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2009

dijelaskan bahwa jenis PNBP yang berlaku pada Badan Pusat Statistik meliputi

penerimaan dari :

1. Penjualan publikasi cetakan;

2. Penjualan publikasi elektronik/softcopy;

3. Penjualan data mentah;

4. Penjualan peta digital wilayah;

5. Penyeleksian calon mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

6. Jasa pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik bagi pegawai tugas belajar

non-Badan Pusat Statistik;

7. Jasa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional;

8. Jasa sewa sarana dan prasarana Badan Pusat Statistik;

BAB VI PNBP DAN RUMAH DINAS

29

9. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak

kerja sama dengan pihak lain.

Penetapan tarif untuk masing-masing jenis PNBP tersebut sebagai berikut:

1. Tarif atas jenis PNBP no.1-8 dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No.54 Tahun

2009 dalam bentuk satuan rupiah.

2. Tarif untuk jenis PNBP no.9 adalah sebesar nilai nominal yang tercantum dalam

kontrak kerjasama dan dalam bentuk satuan rupiah, dollar Amerika, yen, atau

euro.

3. Tarif atas jenis PNBP no.1-4 tidak termasuk biaya pengiriman dan jasa

perbankan. Biaya pengiriman dan jasa perbankan dibebankan kepada Wajib

Bayar.

4. Tarif atas jenis PNBP no. 5 tidak termasuk biaya tes kesehatan, konsumsi,

transportasi, dan/atau akomodasi. Biaya tes kesehatan, konsumsi, transportasi,

dan/atau akomodasi dibebankan kepada Wajib Bayar.

5. Tarif atas jenis PNBP no. 6 tidak termasuk biaya buku, literature, seragam,

atribut, masa integrasi pendidikan kampus, asuransi, konsumsi, transportasi,

dan/atau akomodasi. Biaya buku, literature, seragam, atribut, masa integrasi

pendidikan kampus, asuransi, konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi

dibebankan kepada Wajib Bayar.

6. Tarif atas jenis PNBP no. 7 tidak termasuk biaya konsumsi, transportasi, dan/atau

akomodasi. Biaya konsumsi, transportasi, dan/atau akomodasi dibebankan kepada

Wajib Bayar.

7. Terhadap pihak tertentu, untuk penjualan atas jenis PNBP no.1-4 dapat dikenakan

tarif sebesar Rp.0,00 (nol rupiah). Pihak tertentu tersebut terdiri atas:

a. Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,

b. Lembaga Negara,

c. Perwakilan Negara Asing,

d. Lembaga Internasional.

Pengenaan tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah) terhadap pihak tertentu diberikan

untuk layanan sebagai berikut:

a. Publikasi cetakan sebanyak 1 (satu) eksemplar publikasi cetakan,

b. Publikasi elektronik/softcopy sebanyak 1 (satu) keping publikasi elektronik,

c. Data mentah sampai dengan 5 MB (lima Mega Bytes),

d. Peta digital wilayah sebanyak 1 (satu) peta.

Catatan:

a. Instansi pemerintah pusat dan daerah serta lembaga negara yang

melaksanakan kegiatan terkait tugas perencanaan pembangunan, pengelolaan

keuangan negara, pengawasan dan pemeriksaan keuangan dan pembangunan,

dan/atau penanggulangan bencana yang bersifat nasional dan lintas sektor

30

dapat diberikan publikasi cetakan, publikasi elektronik/softcopy, data mentah,

dan/atau peta digital wilayah lebih banyak dari satuan yang ditetapkan di atas.

b. Khusus untuk kegiatan pendidikan dan penelitian nonkomersial di lingkungan

institusi pendidikan, dapat diberikan pengenaan tarif sebesar Rp0,00 (Nol

Rupiah) dimana pelaksanaan pengenaan tarif Rp0,00 (Nol Rupiah) tersebut

dilakukan melalui nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara

Badan Pusat Statistik dengan instansi pemerintah yang berwenang di bidang

pendidikan.

C. Pemungutan dan Penyetoran PNBP

1. Pemungutan

a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan

APBN dan PMK No. 3 Tahun 2012 mengenai Tata Cara penyetoran PNBP

menyatakan bahwa:

1) Orang atau badan yang melakukan pemungutan atau penerimaan uang

negara wajib menyetor seluruh penerimaan pada akhir hari kerja melalui

Bank Umum atau badan lainnya yang ditunjuk oleh Kementerian

Keuangan.

2) Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan pada hari kerja berikutnya

setelah PNBP diterima dapat dilakukan dalam hal:

a) PNBP diterima pada hari libur/yang diliburkan

b) Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat kedudukan

Bendahara Penerimaan tidak tersedia

c) Dalam hal tidak tersedia layanan Bank/Pos persepsi yang sekota

dengan tempat kedudukan bendahara penerimaan, sepanjang

memenuhi kondisi:

Kondisi geografis satker yang tidak memungkinkan melakukan

penyetoran setiap hari;

Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat

kedudukan bendahara melampaui waktu 2 jam, dan/atau;

Biaya yang dibutuhkan untuk penyetoran PNBP lebih besar

daripada penerimaan yang diperoleh.

3) Penyetoran penerimaan negara yang dilakukan melampaui waktu yang

ditetapkan akan dikenakan sanksi adminstrasi berupa denda. Pengenaan

denda tidak berlaku terhadap keterlambatan penyetoran yang diakibatkan

oleh keadaan kahar.

4) Bendahara penerimaan dilarang menyimpan uang dalam penguasaannya

pada rekening pribadi.

31

b. Berdasarkan Peraturan Kepala BPS No. 28 Tahun 2012, dinyatakan bahwa:

1) Setiap surat perjanjian kerjasama atau dokumen PNBP lainnya yang dibuat

unit kerja harus difotokopi dan disampaikan kepada Bendahara

Penerimaan.

2) Penerimaan setoran uang tunai PNBP:

a) Bendahara Penerimaan menerima uang tunai dari wajib bayar dan/atau

kasir/petugas layanan perpustakaan dan membuat kuitansi tanda

terima. Uang tunai dari kasir/petugas layanan disertai kuitansi

prenumbered lembar kedua.

b) Bendahara Penerimaan melakukan pemeriksaan silang (crosscheck)

dengan dokumen PNBP dari unit kerja yang bersangkutan.

c) Bendahara Penerimaan membukukan uang tunai yang diterima.

3) Penerimaan setoran melalui transfer:

a) Bendahara Penerimaan menerima bukti transfer beserta kuitansi

prenumbered dari kasir untuk penjualan publikasi, data mentah, dan

peta digital wilayah.

b) Bendahara Penerimaan menerima bukti transfer dari unit kerja

pengelola kerjasama.

c) Bendahara Penerimaan melakukan pengecekan ke bank persepsi setiap

kali menerima bukti transfer baik dari kasir maupun dari unit kerja.

d) Bendahara Penerimaan membukukan dana yang diterima melalui

transfer bank.

e) Bendahara Penerimaan membuat rekapitulasi setoran yang sejenis

(misal Penyeleksian Calon Mahasiswa Baru STIS).

2. Penyetoran ke Kas Negara

a. Setoran tunai ke Kas Negara

Tugas Bendahara Penerimaan:

1) Menelaah kode MAP PNBP

2) Melakukan penomoran SSBP

3) Membuat/mengetik setoran dengan SSBP

4) Membayar setoran penerimaan ke kantor pos

5) Menyampaikan tembusan SSBP (7 lembar) yang sudah mendapat NTPN

ke WB/subject matter dan unit terkait.

b. Setoran dari rekening Bendahara Penerimaan

Tugas Bendahara Penerimaan:

1) Menelaah kode MAP PNBP

2) Melakukan penomoran SSBP

3) Membuat/mengetik setoran dengan SSBP

4) Melakukan konfirmasi ke bank persepsi untuk pemblokiran jumlah PNBP

yang akan disetor.

32

5) Meminta Pejabat Pemungut PNBP menandatangani cek atas dana PNBP

yang masuk ke rekening.

6) Menyetorkan cek atas dana PNBP tersebut ke bank persepsi (proses

pemindahbukuan)

7) Menyampaikan tembusan SSBP (7 lembar) yang sudah mendapat NTPN

ke wajib bayar dan unit kerja terkait.

D. Pengelola PNBP

1. Pengelola PNBP di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota adalah Kepala Satker

dan Bendahara Penerimaan. Bendahara Penerimaan ditetapkan dengan SK KPA

(Kepala Satker).

Selain itu, yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PNBP, adalah:

a. Kepala Bidang BPS Provinsi/Kepala Seksi BPS Kabupaten/Kota

b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

c. Kabag Tata Usaha/Kasubag Tata Usaha.

d. Bendahara Pengeluaran/BP Pembantu.

e. Kasir/Petugas Layanan Perpustakaan.

2. Unit Kerja Pengelola PNBP di BPS Provinsi/ Kabupaten/ Kota adalah sebagai

berikut:

a. Penjualan publikasi cetakan, publikasi elektronik/softcopy, data mentah, dan

peta digital wilayah dilaksanakan oleh Bidang Integrasi Pengolahan dan

Diseminasi Statistik (IPDS) di BPS Provinsi, dan Seksi IPDS di BPS

Kabupaten/Kota.

b. Jasa pelayanan kegiatan statistik dan teknologi informasi berdasarkan kontrak

kerja sama dengan pihak lain oleh BPS Provinsi, dan BPS Kabupaten/Kota.

E. Rekonsiliasi

Dalam Perka BPS No. 28 Tahun 2012 disebutkan:

Penerimaan:

1. Bendahara Penerimaan wajib melakukan rekonsiliasi tiap bulan dengan unit kerja

penghasil PNBP (misalnya Subdit Layanan dan Promosi Statistik atau Bidang

IPDS) dan mambuat Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal.

2. Rekonsiliasi dengan staf pengelola keuangan untuk input SAI dan membuat BAR

internal.

3. Rekonsiliasi Pengelola SAI dengan KPPN setempat di BPS Provinsi atau BPS

Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam BAR.

Penggunaan:

Unit kerja penghasil kegiatan PNBP wajib:

1. Menyampaikan realisasi fisik kegiatan PNBP bulan sebelumnya ke Biro

Keuangan.

33

2. Melakukan rekonsiliasi dengan Bagian Perbendaharaan, Biro Keuangan atas daya

serap anggaran kegiatan tersebut (realisasi keuangan).

3. Mengajukan rencana penggunaan dana PNBP bulan berikutnya.

F. Input data PNBP ke dalam SAI

SAI Kabupaten/Kota dikompilasi menjadi SAI Wilayah dan kemudian dikompilasi

menjadi SAI Pusat + Daerah.

SAI Kabupaten/Kota —> SAI Wilayah —> SAI Pusat + Daerah

Penerimaan umum PNBP diinput ke dalam SAI di masing-masing satker sedangkan

penerimaan fungsional diinput ke dalam SAI di BPS Pusat. Satker hanya

mengirimkan bukti setor ke Bendahara penerima di BPS Pusat.

G. Pelaporan PNBP

1. Bendahara penerimaan wajib membuat laporan PNBP secara berkala baik

bulanan maupun triwulanan.

2. Laporan dikirim ke BPS Pusat u.p Bagian Akuntansi selambat-lambatnya tanggal

7 bulan berjalan.

3. Laporan PNBP Propinsi (wilayah) merupakan akumulasi dari seluruh PNBP Prop

+ Kabupaten + Kota dari Propinsi ybs.

Alur pelaporan PNBP:

Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat Kabupaten/Kota —> Laporan Realisasi PNBP

BPS tingkat Wilayah (Prop + Kab + Kota) —> Laporan Realisasi PNBP BPS tingkat

Pusat —> DJ PNBP

H. Rumah Dinas

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. menyatakan bahwa Kegiatan

pengintensifan penerimaan Negara termasuk melakukan pemungutan Sewa atas

pemanfaatan BMN. Besarnya tarif dan prosedur pemungutan ditetapkan oleh Menteri

Keuangan.

1. Pejabat/pegawai yang menempati rumah dinas agar diterbitkan surat keputusan

penunjukan penempatan rumah dinas.

2. Sewa rumah dinas tersebut agar dipungut atau dipotong melalui gaji yang

bersangkutan.

3. Biaya langganan daya dan jasa rumah dinas yang ditempati pejabat/pegawai tidak

dapat dibebankan pada APBN.

4. Biaya pemeliharaan rumah dinas yang ditempati pejabat/pegawai tidak dapat

dibebankan pada APBN.

34

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 082 Tahun 2002

tentang Pemberian Kuasa Penetapan Penghunian dan Pencabutan Penghunian

Rumah Negara Golongan I (Rumah Jabatan) Milik Badan Pusat Statistik

dinyatakan bahwa untuk kelancaran tugas Penunjukan dan Pencabutan Hak

Penghunian Rumah Negara milik BPS, maka pihak yang diberikan kuasa untuk

menerbitkan Surat Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara

Golongan I (Rumah Jabatan) adalah:

1. Sekretaris Utama Sekretariat Utama diberikan kuasa untuk Menerbitkan Surat

Izin Penghunian dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara di BPS yang

dihuni oleh Kepala BPS Provinsi, dan Rumah Negara yang berlokasi di Jakarta,

kecuali Rumah Negara milik BPS Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2. Kepala BPS Provinsi diberikan kuasa untuk Menerbitkan Surat Izin Penghunian

dan Pencabutan Hak Penghunian Rumah Negara yang dihuni oleh Pejabat

Struktural di bawahnya, yang berada di wilayahnya masing-masing.

Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah

No.373/KPTS/2001 tentang Sewa Rumah Negara pasal 3, dinyatakan bahwa:

1. Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan I dan Rumah Negara Golongan II

dilakukan oleh Bendaharawan Gaji pada Kantor/Satuan Kerja penghuni Rumah

Negara yang bersangkutan.

2. Perhitungan sewa Rumah Negara Golongan III dilakukan oleh:

a. Direktur Jenderal Perumahan dan Permukiman, atau pejabat yang

ditunjuk olehnya untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, wilayah yang

berbatasan Kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi.

b. Kepala Dinas yang membidangi urusan Rumah Negara Propinsi/Dinas

yang membidangi urusan Rumah Negara Kabupaten/Kota untuk daerah

lainnya.

Berdasarkan Surat Edaran No. 22/A/2002:

1. Rumus perhitungan sewa rumah negara Gol. I/II merujuk kepada lampiran Surat

Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah

No.373/KPTS/M/2001yang dituangkan dalam Surat Ijin Penghunian (SIP) yang

diterbitkan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan SIP masing-masing

Kantor/Satuan Kerja.

2. Pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara Gol. I/II dilakukan oleh Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) dengan menerbitkan Surat Penagihan

(SPn) berdasarkan SIP yang diterbitkan oleh Kantor/Satuan Kerja, dan dipungut

langsung dari gaji masing-masing Kantor/Satuan Kerja. Pelaksanaan pemungutan

sewa rumah negara gol.III disetor ke rekening kas negara oleh masing-masing

wajib bayar dan ditatausahakan oleh KPPN sebagai PNBP).

3. Pengawasan atas pelaksanaan pemungutan sewa rumah negara Gol. I/II dilakukan

oleh Pembina Barang Inventaris Instansi bersangkutan bersama-sama Direktorat

Jenderal Anggaran, dalam hal ini di daerah yang dilakukan oleh Kantor Wilayah

35

Departemen/Lembaga dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran.

Pengawasan atas pelaksanaan pemungutam sewa rumah negara Gol. III dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Anggaran bersama-sama Direktorat Jenderal Perumahan

dan Permukiman atau pejabat yang ditunjuk untuk Daerah Khusus Ibukota

Jakarta wilayah yang berbatasan Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi, dan

dalam hal ini di daerah dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Anggaran dan Dinas yang membidangi urusan rumah negara

Propinsi/Kabupaten/Kota.

4. Perhitungan Sewa Rumah Negara:

Rumus Sewa:

Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk

Sb : Sewa bangunan per bulan

2,75% : Prosentase sewa terhadap nilai bangunan

Lb. : Luas bangunana dalam meter persegi

Hs. : Harga satuan bangungan per meter persegi

Ns : Nilai sisa bangunan/layak huni (60%)

Fkb : Faktor klasifikasi tanah/kelas bumi (%)

Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%)

Keterangan:

a. Prosentase Sewa

Prosentase sewa terhdapa nilai bangunan 2,75%

b. Luas Bangunan (Lb)

Luas bangunan dalam meter persegi dihitung dari as ke as

c. Harga Satuan (Hs)

1) Harga satuan bangunan sesuai klasifikasi dalam keadaan baru berdasarkan

Peraturan Pemerintah Daerah Setempat (Kabupaten/Koya) pada tahun

yang berjalan.

2) Harga satuan bangunan, dengan:

a) Luas bangunan 36-95 m² mengikuti harga satuan tipe C,D, E.

b) Luas bangunan 96 – 185 m² mengikuti harga satuan tipe B.

c) Luas bangunan 186 m² ke atas mengikuti harga satuan tipe A.

3) Harga satuan bangunan semi permanen (dinding bagian bawah batu/batako

dan bagian atas papan/anyaman bambu) 50% x Hs.

d. Nilai Sisa Bangunan (Ns)

Nilai sisa bangunan ditetapkan 60% sebagai bangunan layak huni

(Nilai sisa bangunan antara 20% s/d 100% dengan rata-rata 60%)

e. Faktor Klasifikasi Tanah (Fkb)

36

Faktor klasifikasi tanah adalah besar prosentase sewa terhdapa klasifikasi

tanah/kelas bumi sebagaimna tercantun dalam SPPT Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), sebagai berikut:

Klasifikasi

tanah

Penggunaan

Bangunan

Kelas Bumi

A1 s.d

A10

(%)

A11 s.d

A20

(%)

A21 s.d

A30

(%)

A31 s.d

A40

(%)

A41 s.d

A50

(%)

Rumah 80 70 60 50 40

f. Faktor Keringanan (Fk)

Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%).

g. Sewa Rumah Negara Dengan Luas Tanah Melebihi Standar

Standar luas tanah Rumah Negra sesuai Tipe:

Tipe Luas Bangunan Luas Tanah

A 250 m² 600 m²

B 120 m² 350 m²

C 70 m² 200 m²

D 50 m² 120 m²

E 36 m² 100 m²

Rumah Negara yang berdiri di atas persil dengan luas tanah melebihi luas

standar lebih dari 20% dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas tanaha

sebagai berikut:

St = 2% x [(Lt x NJOP) x Fk]/tahun

St : Sewa kelebihan tanah per tahun

2% : porsentase sewa terhadap nilai tanah

Lt : Luas kelebihan tanah dari standar dalam meter persegi

NJOP : Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT

Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5%)

CONTOH PERHITUNGAN SEWA

Rumus Sewa:

Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk

Contoh Perhitungan Sewa Untuk Lokasi DKI Jakarla:

Kelas bumi: (A9), Fkb = 80%

37

Eselon I = 2,75% x [250 m2 x Rp 864.000,-x 60%x80%] x 5% = Rp 142.560,-

/bln

Eselon II = 2,75% x [120 m2 x Rp 779.000,-x 60%x80%] x 5 % = Rp

61.696,-/bln

Eselon III = 2,75% x [ 70m2 x Rp 755.000,- x 60%x80%] x 5 % = Rp

34.881,-/bln

Eselon IV = 2,75% x [ 50m2 x Rp 755.000,- x 60%x 80%] x 5 % = Rp

24.915,-/bln

Staf = 2,75% x [ 36m2 x Rp 755.000,- x 60% x 80%] x 5 % = Rp 17.938,-/bln

CONTOH PENGHITUNGAN SEWA RUMAH NEGARA

Rumah negara di Kurao Pagang Nanggalo Kelurahan Kurao Pagang Kec. Nanggalo

Kodya Padang, luas tanah 200 m², luas bangunan 50 m². Dari table Harga Satuan

Pokok Bangunan Gedung Negara (HSPBGN) tahun 2001, Kota Padang untuk

Rumah Dinas Tipe 36/50/70 tertulis Rp815.030,-.

Perhitungan Sewa Bangunan per bulan

Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk

= 2,75% x [(50 x Rp815.030,- x 60%) x 80%] x 5%

Perhitungan Sewa Tanah per tahun

Luas tanah Rumah Negara = 200 m²

Standar Luas tanah tipe C = 200 m²

Sehingga tidak ada kelebihan luas tanah yang harus dibayar sewanya.

Perhitungan Sewa Rumah Negara

Sewa Rumah Negara per bulan = Sewa Bangunan + Sewa tanah / 12

= Rp26.895,99 + 0

= Rp26.895,99

Keterangan:

1. Formula Sewa Bangunan per bulan

Sb = 2,75% x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk

Sb = Sewa Bangunan

Lb = Luas Bangunan dalam m²

Hs = Harga Satuan Bagunan m² diperoleh dari tabel HSPBGN yang setiap tahun

diterbitkan bersama oleh Kanwil DJA dengan BAPPEDA

Ns = Nilai Sisa Layak Huni (60%)

Fkb = Faktor Klasifikasi Tanah ( %)

Dapat dilihat di Faktur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan pada Kelas

Bumi.

Fk = Faktor Keringanan Sewa (5%)

38

2. Formula Sewa Tanah per tahun

St = 2% x [(Lb x NJOP) x Fk]

St = Sewa Tanah

Lt = Kelebihan Luas Tanah

( luas tanah – standar luas tanah menurut tipe rumah)

Fk = Faktor Keringanan Sewa (5%)

Tabel standar luas tanah untuk rumah negara menurut tipe dan faktur klasifikasi

bumi dapat diperoleh dari instansi KIMPRASWIL.

3. Formula Sewa BMN

a) Sewa tanah kosong:

(3,33% x Lt x Nilai tanah)

Keterangan

3,33% = Prosentase sewa terhadap nilai tanah

Lt = Luas tanah yang disewa Nilai tanah = Nilai wajar tanah per meter persegi

b) Sewa tanah dan bangunan:

(3,33% x Lt x Nilai tanah) + ( 6,64% x Lb x Hs x Nsb)

Keterangan

6,64% = Prosentase sewa terhadap nilai bangunan

Lb = Luas bangunan yang disewa

Hs = Harga satuan bangunan per meter per segi

Nsb = Nilai sisa bangunan

c) Sewa BMN selain tanah dan bangunan

1) Formula sewa berdasarkan hasil kajian pengguna barang

2) Nilai sewa berdasarkan hasil perhitungan pengguna barang

39

A. Dasar Hukum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2013 pasal 23 ayat (2) huruf

”e” Bendahara ditugaskan untuk melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran

yang dilakukan atas kewajiban terhadap Negara.

Berdasarkan Keppres No. 72 Tahun 2004 pasal 18 ayat (2) Setiap instansi

pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, bendaharawan dan badan-badan lain

yang melakukan pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)/anggaran BUMN/BUMD,

ditetapkan sebagai

wajib pungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 21 ayat 1 huruf b,

disebutkan bahwa: “Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh

Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan

pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.”

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 1 angka 27, dinyatakan:

“Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah BendaharaPemerintah, badan, atau

Instansi Pemerintah yang ditunjuk olehMenteri Keuangan untuk memungut, menyetor

dan melaporkanpajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas

penyerahanBarang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak

kepadaBendahara Pemerintah, Badan, atau Instansi Pemerintah tersebut.”

B. Kewajiban Perpajakan untuk Bendahara

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Bila terjadi penggantian pejabat

Bendahara, NPWP tidak perlu diganti (meminta NPWP baru), tetapi cukup

melaporkan penggantian tersebut secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) setempat.

2. Menghitung pajak yang harus dipotong/dipungut.

3. Memotong/memungut pajak yang terutang setiap bulan.

4. Mencatat semua pajak yang dipungut/dipotong ke dalam buku Pembantu Pajak.

5. Menyetorkan pajak yang dipotong/dipungut.

6. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak melalui SPT MASA.

BAB VII PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK

40

C. Jenis Pajak

Jenis pajak yang dipotong atau dipungut Bendahara Pengeluaran adalah sebagai

berikut:

1. PPh Pasal 21 (PPh 21)

Berdasarkan Peraturan DJP No. PER-31/PJ/2012

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun

sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.

Objek Pajak:

a. Penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur

b. Penghasilan penerima pensiun secara teratur

c. Uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang

dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun

d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas

e. Imbalan kepada bukan pegawai

f. Imbalan kepada peserta kegiatan

g. Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai

tetap pada perusahaan yang sama

h. Imbalan kepada mantan pegawai

i. Penarikan dana pensiun oleh pegawai

Subjek Pajak:

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang

merupakan:

a. Pegawai, (pegawai tetap dan pegawai tidak tetap)

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari

tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya:

c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, seperti pengacara, dokter, penyanyi,

peneliti, agen iklan, pengawas proyek dll.

d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, seperti peserta pendidikan dan

pelatihan, peserta rapat, peserta dalam suatu kepanitiaan.

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :

1) Pegawai tetap;

2) Penerima pensiun berkala;

3) Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau

jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan

kalender telah melebihi Rp2.025.000,-;

41

4) Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pemberian jasa (pasal 3 huruf c) yang menerima imbalan yang

bersifat berkesinambungan.

b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)

sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian,

upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan, sepanjang penghasilan

kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi

Rp2.025.000,-

c. 50% (Lima Puluh Persen) dari jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi

bukan pegawai (pasal 3 huruf c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat

berkesinambungan.

d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain

penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c.

Penghitungan PPh Pasal 21 dan Tarifnya

a. Pegawai Tetap/PNS

1) Golongan IV : 15% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto

2) Golongan III : 5% x Uang saku/Biaya perdiem/Upah bruto

3) Golongan II : 0%

b. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas

1) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon

Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan,

Upah Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan:

a) Jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang

diterima atau diperoleh dalam sehari:

a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam

seminggu;

b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang

dihasilkan dalam sehari;

c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk

menyelesaikan pekerjaan borongan.

b) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian

belum melebihi Rp200.000,- dan jumlah kumulatif yang diterima atau

diperoleh dalam bulan kalendar yang bersangkutan belum melebihi

Rp2.025.000,- maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.

c) Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telah

melebihi Rp200.000,- dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima

atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum

melebihi Rp2.025.000,- maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong

adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku

harian setelah dikurangi Rp200.000 dikalikan 5%.

42

d) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam

bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp2.025.000,- dan

kurang dari Rp7.000.000,- maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong

adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku

harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.

e) Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam

satu bulan kalender telah melebihi Rp7.000.000,- maka PPh Pasal 21

dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh

atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah

dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar

PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

2) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon

Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan:

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a

UU PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi

PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21

hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Tata Cara Penyetoran

a. Bendahara menyetor PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung Pemerintah dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi atau Kantor Pos

paling lama tanggal 10 bulan takwin berikutnya. Apabila tanggal 10 jatuh

pada hari libur maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.

b. Atas PPh Pasal 21 yang terutang bagi pejabat negara, PNS, anggota ABRI

yang PPh-nya ditanggung Pemerintah, Bendahara melaporkan penghitungan

PPh Pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada KPPN.

c. Bendahara melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang sekalipun nihil dengan

menggunakan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja

berikutnya.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21

a) Fitri Nurasih mitra statistik mengikuti kegiatan pengolahan ST2013 di BPS

Provinsi Lampung dengan sistem kontrak/borongan dengan upah sebesar Rp

2.500.000,- dan jadwal pengolahan selama 1 (satu) bulan.

Maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sbb:

Upah sebulan (sesuai jadwal) Rp2.500.000,-

PTKP sebulan Rp2.025.000,-

Penghasilan Kena Pajak Rp475.000,-

43

PPh Pasal 21 yang harus dipungut (tanpa NPWP)

6% x Rp. 475.000 = Rp. 28.500,-

PPh Pasal 21 yang harus dipungut (dengan NPWP)

5% x Rp. 475.000 = Rp. 23.750,

b) Pujiono seorang mitra BPS Kabupaten Jayapura mengikuti kegiatan pelatihan

petugas pencacahan ST 2013 selama 5 hari. Uang saku pelatihan dibayarkan

per harinya sebesar Rp150.000,-. Pujiono telah memiliki NPWP

Maka PPh Pasal 21 yang dipungut adalah sebagai berikut:

Uang saku pelatihan perhari Rp150.000,-

Jumlah hari peltihan 5 hari

Uang saku selama pelatihan Rp750.000,-

PPh Pasal 21 yang harus dipungut (dengan NPWP)

5% x Rp750.000,- = Rp37.500,-

2. PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut berkenaan dengan pembayaran atas

penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari APBN.

Transaksi/pembayaran atas pembelian barang yang tidak dikenakan PPh Pasal 22

adalah :

a. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecahpecah) yang

meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk

nilai PPN dan/atau PPnBM;

b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air

minum/PDAM, benda-benda pos;

c. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan

pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang

dibiayai dengan hibah/PNBP/pinjaman luar negeri;

d. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Tarif

Tarif untuk PPh Pasal 22 adalah : 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang. Apabila

Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka

tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x

200%).

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran

a. PPh Pasal 22 dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran langsung (LS)

oleh KPPN atau Bendahara atas penyerahan barang oleh Wajib Pajak

(Rekanan).

44

b. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara harus disetor

pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang

yang dibiayai dari belanja negara.

c. Penyetoran dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos atau pemungutan

langsung (LS) oleh KPPN dengan menggunakan SSP yang telah diisi oleh dan

atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Pemungut.

d. Dalam hal rekanan belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada Surat

Setoran Pajak (SSP) cukup diisi oleh angka 0 (nol), kecuali untuk 3 (tiga)

digit kolom kode KPP Pratama tempat Pemungut terdaftar.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 22:

BPS Kabupaten Tapanuli Selatan membeli sejumlah laptop seharga

Rp40.000.000 (harga tersebut sudah termasuk PPN). Maka PPh Pasal 22 yang

harus dipungut bendahara adalah :

(100/110 x Rp40.000.000) x 1,5% = Rp545.454,-

3. PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk

apapun yang bersal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan

selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 diantaranya, adalah:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa

atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan PP 29 tahun 1996 jo. PP 5 tahun

2002.

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Jenis jasa lain (PMK: 244/PMK.03/2008), diantaranya:

a. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,

pemeliharaan dan perbaikan;

b. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,

dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang

lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi

sebagai pengusaha konstruksi;

c. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,

gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain

yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi

dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

d. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

e. Jasa pengepakan;

f. Jasa kebersihan atau cleaning service;

g. Jasa katering atau tata boga.

45

Tarif dan dasar pemotongan

Tarif PPh Pasal 23 adalah 2% dari jumlah bruto atas:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali

sewa atas tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan

yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh;

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan dan jasa lainnya.

Penyetoran

PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran paling lama tanggal

10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

PPh Pasal 23 terutang adalah saat dibayarkan atau saat disediakan untuk

dibayarkan atau ketika pembayarannya telah jatuh tempo.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23:

BPS Provinsi Sulawesi Utara mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh

Kepala BPS Kabupaten/Kota. Untuk konsumsi rapat menggunakan jasa catering

dengan biaya Rp3.000.000,- namun pengusaha jasa catering tidak mempunyai

NPWP, maka

PPh Pasal 23 yang harus dipungut adalah:

Rp3.000.000 x 2% x 200% = Rp3.000.000 x 4% = Rp120.000

4. PPh Pasal 4 ayat 2

PPh Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan dengan tarif khusus yang bersifat

final.

a. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dan

Persewaan Tanah dan Bangunan

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:

1) Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak

lain selain pemerintah;

2) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain

yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan,

termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan

persyaratan khusus;

3) Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain

kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Jumlah bruto nilai penjualan atau pengalihan adalah nilai tertinggi antara

nilai berdasarkan akta pengalihan hak termasuk bunga, pungutan dan

46

pembayaran lainnya yang dipenuhi pembeli dibandingkan dengan Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.

Jumlah bruto nilai pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai

berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;

Jumlah bruto nilai pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah

nilai menurut risalah lelang;

Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah sewa berupa tanah, rumah,

rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, portokoan, atau

pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

bangunan industri. Bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau

pertemuan termasuk areal, baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang

merupakan bagian dari gedung tersebut;

Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau

terutang oleh penyewa dengan nama dan bentuk apa pun juga yang berkaitan

dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan,

biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service

charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang

disatukan

Objek dan Tarif

1) Penghasilan yang diterima:

a) Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan

atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan

Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen)

dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai

berdasarkan akta pngalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)

tanah dan atau bangunan;

b) Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang Pribadi yang memiliki

penghasilan setahun dibawah PTKP dan nilai pengalihannya sampai

dengan Rp60.000.000,00), yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib

Pajak Badan, membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto

nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta

pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau

bangunan.

2) Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan yang diterima oleh

Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan dipotong PPh sebesar 10% dari

jumlah bruto dan bersifat final.

47

Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Persewaan

Tanah dan atau Bangunan

1) KPPN atau Bendahara sebagai penyewa wajib memotong PPh pada saat

pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana yang

terjadi lebih dahulu;

2) KPPN atau Bendahara memberikan Bukti Pemotongan PPh Final kepada

orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan

PPh;

3) Bendahara menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan menggunakan

SSP pada Bank Persepsi atau Kantor Pos, selambat-lambatnya tanggal 10

bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.

b. Penghasilan dari Jasa Konstruksi

1) Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan

konsturksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan

jasa konsultasi pengawasan konstruksi.

2) Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan

perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup

pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan

masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu

bangunan atau bentuk fisik lain.

Objek dan Tarif

Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan

dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai berikut:

1) Memiliki Klasifikasi Usaha

a) Pelaksanaan Konstruksi Kecil dengan tarif 2%

b) Konstruksi Menengah & Besar dengan tarif 3%

c) Perencanaan & Pengawasan Konstruksi Kecil, Menengah & Besar

dengann tarif 4%

2) Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha

a) Pelaksanaan Konstruksi dengan tarif 4%

b) Perencanaan & Pengawasan Konstruksi tarif 6%

Tata Cara Pemotongan dan Penyetoran atas Penghasilan dari Usaha Jasa

Konstruksi

1) KPPN atau Bendahara memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada

saat pembayaran penghasilan berupa imbalan;

2) KPPN atau Bendahara memberikan bukti pemotongan PPh Final atas Jasa

Konstruksi dan bukti pemotongan PPh Final atas hadiah undian;

48

3) Bendahara menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos

selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan

pembayaran imbalan, dengan menggunakan SSP.

Contoh Perhitungan Pajak

BPS Kota Medan akan merevitalisasi gedung kantor, sehingga harus

menyewa gedung kantor selama pembangunan gedung baru, sewa gedung

kantor tersebut sebesar Rp80.000.000 setahun. Maka PPh Pasal 4 ayat (2)

yang harus dipungut/disetor Bendahara adalah sebesar : Rp80.000.000 x 10%

=Rp8.000.000

5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang/Jasa Kena Pajak di

dalam Daerah Pabean.

Pemungutan PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap

transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari penyedia barang/jasa,

misalnya pembelian alat tulis kantor, pembelian perlengkapan petugas, perolehan

jasa akomodasi dan konsumsi, dan perolehan barang/jasa lainnya.

Tarif PPN adalah 10% dari dasar pengenaan pajak. Tarif ini dapat diubah dengan

peraturan pemerintah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%

Namun, ada beberapa transaksi pembelian barang dan perolehan jasa dari pihak

ketiga yang tidak perlu dipungut PPN oleh bendahara pengeluaran yaitu :

a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)

dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b. Pembayaran untuk pembebasan tanah;

c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat

fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari

pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar

Minyak oleh PT Pertamina (Persero);

e. Pembayaran atas rekening telepon;

f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan

penerbangan;

g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut

ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai.

49

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran

a. Pemungutan PPN oleh Bendahara dilakukan pada saat pembayaran kepada

rekanan Pemerintah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan

Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.

b. Dasar pemungutan PPN adalah jumlah pembayaran, baik dalam bentuk uang

muka, pembayaran sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan

oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan.

c. PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat

menyampaikan tagihan kepada Bendahara baik untuk sebagian maupun

seluruh pembayaran.

d. SSP dibuat oleh PKP Rekanan dengan nama, alamat, dan NPWP dari PKP

Rekanan yang bersangkutan. Namun ditandatangani oleh Bendahara selaku

pemungut pajak yang bertindak atas nama PKP Rekanan.

e. PPN dipungut wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling

lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran

tagihan.Jasa perhotelan dan jasa catering, rumah makan juga tidak dikenakan

PPN

Contoh Perhitungan PPN

Pengadaan Laptop seharga Rp40.000.000 dikenakan PPN sebesar :10/110 x

Rp44.000.000 = Rp3.636.400,-

50

A. Definisi dan Istilah

Rapat adalah pertemuan dalam situasi formal maupun informal sebagai alat

koordinasi antar intern atau antar ekstern untuk membicarakan, merundingkan, dan

memutuskan suatu masalah, atau mempersiapakan suatu acara/ kegiatan baik dalam jam

kerja maupun di luar jam kerja.

Konsinyasi adalah pertemuan di luar kantor yang melibatkan unit eselon II lainnya

karena fasilitas di dalam kantor tidak mencukupi untuk penyelenggaraan paket fullboard.

Kegiatan sejenis adalah seperti sosialisasi, desiminasi, pelatihan/ kursus, seminar,

workshop, rapat koordinasi, rapat kerja/ rapat teknis, konsulatasi

nasional/regional/serentak, dan Focus Group Discussion (FGD).

Pembiayaan:

Akun 524114 (Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota) adalah pengeluaran

untuk perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya yang

dilaksanakan di dalam kota satker penyelenggara dan biaya seluruhnya oleh satker

penyelenggara, serta yang dilaksanakan di dalam kota satker peserta dengan biaya

perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta, yang meliputi:

1. Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal

dari dalam kota maupun dari luar kota;

2. Biaya paket meeting (halfday/fullday/fullboard);

3. Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari

dalam kota maupun dari luar kota termasuk uang saku rapat di luar jam kerja; dan

4. Uang harian dan / atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau

narasumber yang mengalami kesulitan transportasi;

Akun 524119 (Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota) adalah pengeluaran

untuk perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya yang

dilaksanakan di luar kota satker penyelenggara dan biaya seluruhnya oleh satker

penyelenggara, serta yang dilaksanakan di luar kota satker peserta dengan biaya

perjalanan dinas yang ditanggung oleh satker peserta, yang meliputi:

1. Biaya transportasi peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal

dari dalam kota maupun dari luar kota;

2. Biaya paket meeting (fullboard);

3. Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari

dalam kota maupun dari luar kota; dan

4. Uang harian dan / atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau

narasumber yang mengalami kesulitan transportasi;

BAB VIII RAPAT DAN KEGIATAN SEJENISNYA

51

Rapat, konsinyasi, dan kegiatan sejenisnya harus menghasilkan output berupa:

1. Notulensi rapat;

2. Transkrip hasil rapat; dan/atau

3. Laporan pelaksanaan.

B. Syarat dan Ketentuan

1. Syarat dan ketentuan rapat di dalam kantor di luar jam kerja:

a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya

b. Dilaksanakan paling sedikit 4 (empat) jam di luar jam kerja dengan ketentuan:

Hari senin-kamis : jam 16.00-20.00

Hari Jumat : jam 16.30-20.30

c. Diselenggarakan di dalam kantor di luar jam kerja pada hari kerja satker

bersangkutan

d. Form permintaan rapat di luar jam kerja diajukan ke KPA paling lambat 3 (tiga)

hari sebelum penyelenggaraan dan disetujui oleh PPK

e. Peserta harus sudah tercatat hadir di kantor paling lambat pukul 08.00

WIB/WITA/WIT

f. Tidak diberikan uang lembur dan uang makan lembur

g. Satu orang peserta hanya berhak mendapatkan uang saku rapat satu kali dalam

satu hari

h. Petugas pendukung rapat berhak mendapat uang saku rapat sebesar 50% dari

standar biaya.

i. Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat

Statistik Provinsi:

1) Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi

atau eselon III penyelenggara

2) Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan

Pusat Statistik Provinsi

3) Surat pernyataan pelaksanaasn rapat yang ditandatangani oleh

penanggungjawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon III),

dilengkapi dengan rincian materi yang akan di bahas.

4) Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit

eselon III lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat

eselon III. Peserta lainnya berasal dari unit eselon III penyelenggara.

5) Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon III terkait,

disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik

Provinsi dan seluruh peserta rapat.

6) Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku

rapat sebesar Rp200.000,-/bruto

7) Kuitansi pembeliaan konsumsi

52

j. Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang dilengkapi di Badan Pusat

Statistik Kabupaten/ Kota:

1) Surat undangan ditandatangani oleh Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten/

Kota

2) Surat tugas dari unit penyelenggara yang ditandatangani oleh Kepala Badan

Pusat Statistik Kabupaten/ Kota

3) Surat pernyataan pelaksanaan rapat yang ditandatangani oleh penanggung

jawab kegiatan (paling rendah pejabat setingkat eselon IV), dilengkapi dengan

rincian materi yang akan di bahas.

4) Daftar hadir dan print out presensi handkey. Minimal dua orang dari unit

eselon IV lainnya atau dari instansi lain yang salah satunya minimal pejabat

eselon IV. Peserta lainnya berasal dari unit eselon IV penyelenggara.

5) Notulen dan laporan hasil rapat yang diketahui oleh pejabat eselon IV terkait,

disampaikan kepada PPK, ditembuskan kepada Kepala Badan Pusat Statistik

Kabupaten/ Kota dan seluruh peserta rapat.

6) Daftar uang saku rapat di luar jam kerja. Peserta dapat diberikan uang saku

rapat sebesar Rp150.000,-/ bruto

7) Kuitansi pembeliaan konsumsi

2. Syarat dan Ketentuan Kegiatan Sosialisasi, Seminar, Workshop, Diseminasi, dan

Focus Group Discussion (FGD):

a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya

b. Diselenggarakan paket fullday dan halfday

c. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat:

1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA

diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima.

2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA

diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima.

d. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila

dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien.

e. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II/III penyelenggara.

f. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari

penyelenggara kegiatan.

g. Notulen dan laporan hasil sosialisasi, seminar, workshop, diseminasi, diketahui

oleh para pejabat eselon II/III terkait, disampaikan kepada PPK, dan

ditembuskan kepada pejabat eselon I/II terkait serta KPA.

h. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan:

1) Form permintaan

2) Surat undangan

3) Surat pernyataan PPK

4) Surat tugas

5) Surat Perjalanan Dinas (SPD)

53

6) Daftar hadir

7) Notulen dan laporan hasil

8) Tagihan hotel

i. Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119

j. Setiap pegawai mendapatkan uang saku paket fullday atau halfday sesuai standar

biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak

diberikan uang transport kegiatan.

k. Pembayaran uang saku fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan

dalam kota atau transpor at cost unutk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan

ke dalam perincian Perjalanan Dinas.

l. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat:

1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertiimbangan bahwa

penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar kota,

atau diselenggarakan di lokasi terdekat dengan satker penyelenggara.

2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota

3) Berskala regional/nasional/internasional

3. Syarat dan Ketentuan Rapat Koordinasi, Rapat Kerja/ Rapat Teknis, dan Konsultasi

Nasional/Regional/Serentak:

a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya

b. Diselenggarakan secara fullboard

c. Kegiatan dilakukan minimal 2 hari dan maksimal 4 hari fullboard

d. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat:

1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA

diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima.

2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA

diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima.

e. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila

dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien.

f. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II penyelenggara.

g. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari

penyelenggara kegiatan

h. Notulen dan hasil kegiatan diketahui oleh pejabat eselon II/III terkait,

disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II terkait

serta KPA.

i. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan:

1) Form permintaan konsinyasi

2) Surat undangan

3) Surat pernyatan PPK

4) Surat tugas

5) Surat Perjalanan Dinas (SPD).

54

6) Daftar hadir

7) Notulen dan laporan hasil konsinyasi

8) Tagihan hotel

j. Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119

k. Setiap pegawai mendapatkan uang saku paket fullboard sesuai standar biaya dan

transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak diberikan

uang transport kegiatan.

l. Pembayaran uang saku fullboard dan transport kegiatan untuk penyelenggaraan

dalam kota atau transpor at cost unutk penyelenggaraan di luar kota, dimasukkan

ke dalam perincian Perjalanan Dinas.

m. Rate uang saku fullboard untuk pengemudi sebesar 50% dari uang saku fullboard

peserta kegiatan.

n. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat:

1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertiimbangan bahwa

penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar kota dan

diselenggarakan dilokasi terdekat dengan satker penyelenggara.

2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota

3) Berskala regional/nasional/internasional

4. Syarat dan Ketentuan Kegiatan Pelatihan dan Kursus:

a. Berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya

b. Diselenggarakan secara fullday atau fullboard

c. Form permintaan penyelenggaraan kegiatan diajukan paling lambat:

1) Dalam kota: 7 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA

diterbitkan paling lambat 3 hari sejak form permintaan diterima.

2) Luar kota: 22 hari kerja sebelum pelaksanaan kepada KPA. Persetujuan KPA

diterbitkan paling lambat 5 hari sejak form permintaan diterima.

d. Pernyataan dari PPK bahwa fasilitas di kantor tidak mencukupi, sehingga apabila

dilakukan di dalam kantor menjadi tidak efektif dan efisien.

e. Surat undangan ditandatangani oleh eselon I/II/III penyelenggara.

f. Surat tugas dari masing-masing unit kerja. Khusus pengemudi, surat tugas dari

penyelenggara kegiatan

g. Notulen dan hasil kegiatan diketahui oleh pejabat eselon II/III/IV terkait,

disampaikan kepada PPK, dan ditembuskan kepada pejabat eselon I/II/III terkait

serta KPA

h. Dokumen pertanggungjawaban administrasi keuangan:

1) Form permintaan konsinyasi

2) Surat undangan

3) Surat pernyatan PPK

4) Surat tugas

5) Surat Perjalanan Dinas (SPD)

55

6) Daftar hadir

7) Notulen dan laporan hasil konsinyasi

8) Tagihan hotel

i. Tersedia pembiayaan dalam akun 524114 atau akun 524119

j. Setiap peserta mendapatkan uang saku paket fullday atau fullboard sesuai standar

biaya dan transport kegiatan sebesar Rp110.000,-. Pejabat eselon I/II/III tidak

diberikan uang transport kegiatan.

k. Pembayaran uang saku fullday atau fullboard dan transport kegiatan untuk

penyelenggaraan dalam kota atau transport at cost untuk penyelenggaraan di luar

kota, dimasukkan ke dalam perincian Perjalanan Dinas.

l. Rate uang saku paket fullday atau fullboard untuk pengemudi sebesar 50% dari

uang saku paket fullday atau fullboard peserta kegiatan.

m. Kegiatan dilakukan di luar kota harus memenuhi syarat:

1) Mendapat persetujuan dari PPK dengan pertimbangan bahwa

penyelenggaraan kegiatan dari segi teknis harus dilaksanakan di luar,

diselenggarakan dilokasi terdekat dengan satker penyelenggara.

2) Melibatkan satker BPS Provinsi atau BPS Kabupaten/Kota

3) Berskala regional/nasional/internasional

56

A. Pengertian

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012, Perjalanan Dinas

adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Republik

Indonesia untuk kepentingan negara. Perjalanan Dinas Jabatan adalah perjalanan yang

dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), Calon PNS, Pegawai Tidak Tetap dan Pihak

Lain sesuai Surat Tugas yang diterbitkan Pejabat Eselon I/II yang:

1. Melewati batas Kabupaten/Kota;

2. Dilaksanakan di dalam Kota.

a. Dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam dari tempat kedudukan ke tempat yang

dituju sampai kembali ke tempat kedudukan semula;

b. Dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam dari tempat kedudukan ke tempat

yang dituju sampai kembali ke tempat kedudukan semula.

B. Tujuan Perjalanan Dinas Jabatan

1. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan;

2. Mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya;

3. Pengumandahan (Detasering);

4. Menempuh ujian dinas/ ujian jabatan;

5. Menghadap Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau menghadap seorang

dokter penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan dokter

tentang kesehatannya guna kepentingan jabatan;

6. Memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter karena mendapat

cedera pada waktu/ karena melakukan tugas;

7. Mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai

Negeri;

8. Mengikuti pendidikan setara Diploma/ S1/S2/S3;

9. Mengikuti pendidikan dan pelatihan;

10. Menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai

Negeri yang meninggal dunia dalam melakukan perjalanan dinas; atau

11. Menjemput/ mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/ Pegawai

Negeri yang meninggal dunia dari tempat kedudukan terakhir ke Kota/ Kabupaten

tempat pemakaman.

BAB IX PERJALANAN DINAS

57

C. Prosedur Perjalanan Dinas Jabatan

1. Persiapan

a. Perjalanan Dinas Jabatan dilaksanakan sesuai perintah atasan pelaksana SPD

(Surat Perjalanan Dinas) yang tertuang dalam Surat Tugas yang diterbitkan dan

ditandatangani oleh Kepala BPS/Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II dan atau

Kepala Satuan Kerja.

b. Usul perjalanan dinas dibuat oleh Unit Kerja Eselon IV.

c. Pejabat Eselon I/II, dan/atau Kepala Satuan Kerja menerbitkan Surat Tugas

dengan lampiran Rincian Perkiraan Biaya Perjalanan Dinas yang disampaikan

kepada PPK.

d. Surat Tugas tersebut menjadi dasar penerbitan SPD dan diterbitkan oleh Pejabat

pembuat Komitmen (PPK).

e. Dalam menerbitkan SPD, PPK berwenang untuk menetapkan tingkat biaya

perjalanan dinas dan alat transport yang akan digunakan untuk melaksanakan

perjalanan dinas dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan perjalanan

dinas.

f. Khusus perjalanan dinas jabatan di dalam Kabupaten/Kota yang dilaksanakan

sampai dengan 8 (delapan) jam, pembebanan biayanya dicantumkan dalam Surat

Tugas.

2. Pelaksanaan Pembayaran

a. Pembayaran biaya perjalanan dinas diberikan dalam batas pagu anggaran yang

tersedia dalam DIPA satuan kerja berkenaan.

b. Pembayaran biaya perjalanan dinas kepada pelaksana SPD paling cepat 5 (lima)

hari kerja sebelum perjalanan dinas dilaksanakan. Pada akhir tahun anggaran,

pembayaran biaya perjalanan dinas menyesuaikan dengan ketentuan yang

mengatur mengenai langkah-langkah menghadapi akhir tahun anggaran dari

Kementerian Keuangan.

c. Pembayaran biaya perjalanan dinas sebagaimana dimaksud huruf “b” dapat

diberikan apabila daftar nominatif perjalanan dinas sudah diajukan 10 (sepuluh)

hari kerja sebelum pelaksanaan perjalanan dinas.

D. Komponen Biaya Perjalanan Dinas Jabatan

1. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan yang melewati batas kabupaten/kota dan

dalam kota yang lebih dari 8 (delapan) jam meliputi:

a. Uang harian (mencakup uang makan, uang transport lokal, dan uang saku)

b. Biaya transpor, terdiri atas:

1) Biaya perjalanan dari tempat kedudukan sampai ke tempat tujuan

keberangkatan dan kepulangan (tiket).

2) Retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan

keberangkatan dan kepulangan.

58

3) Biaya ke terminal bus/stasiun/bandara/pelabuhan keberangkatan dan

kepulangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar

Biaya. Biaya perjalanan dinas dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi

dapat dibayarkan jika telah dilegalisasi dengan SK atau bukti biaya transport

dengan melihat kewajaran.

c. Biaya penginapan di hotel atau tempat menginap lainnya.

Jika pelaksana SPD tidak menggunakan biaya penginapan maka pelaksana SPD

diberikan biaya penginapan sebesar 30% dari tarif hotel di Kota/Kabupaten

tempat tujuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar

Biaya.

Biaya penginapan sebesar 30% tidak dapat diberikan jika pelaksana SPD sebagai

peserta rateknas dan ratekda.

d. Uang representasi diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, dan Pejabat

Eselon II selama melakukan perjalanan dinas supervisi.

1) Sewa kendaraan dalam kota untuk keperluan pelaksanaan tugas di tempat

tujuan bagi pejabat negara.

2) Biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah

(perjalanan dinas menjemput/mengantar jenazah).

2. Komponen biaya perjalanan dinas jabatan dalam kabupaten/kota sampai dengan 8

(delapan) jam meliputi:

a. Transpor lokal;

b. Biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian, dan biaya angkutan jenazah

(perjalanan dinas menjemput/mengantar jenazah).

E. Pembatalan Perjalanan Dinas

Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan perjalanan dinas, biaya pembatalan dapat

dibebankan pada DIPA satker berkenaan yaitu:

1. Biaya pembatalan tiket transportasi atau penginapan.

2. Sebagian atau seluruh biaya tiket transportasi atau penginapan yang tidak dapat

dikembalikan/ refund

Dokumen pertanggungjawaban administrasi yang harus disertakan adalah:

1. Surat Pernyataan Pembatalan Tugas dari pemberi tugas;

2. Surat Pernyataan Pembebanan Biaya dari PPK;

3. Surat Pernyataan atau tanda bukti besaran pengembalian biaya transport, biaya

penginapan dari perusahaan jasa transportasi/ penginapan yang disahkan oleh PPK.

Pembatalan perjalanan dinas dapat dilakukan bila:

1. Menyelesaikan tugas lain yang mendesak.

2. Tugas dan output kinerja yang menjadi target perjalanan dinas telah selesai sebelum

tanggal perjalanan dinas berakhir.

3. Tugas dan output kinerja yang menjadi target belum tercapai dan membutuhkan

penambahan hari.

59

4. Pelaksana SPD sakit.

F. Ketentuan Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas:

1. Perjalanan Dinas melewati batas Kabupaten/Kota dan di dalam kabupaten/kota yang

lebih dari 8 (delapan) jam :

a. SPJ Perjalanan Dinas dilengkapi dengan:

1) Redaksi kuitansi tertulis, “Biaya perjalanan….(dst.)”.

2) Surat Tugas yang ditandatangani oleh atasan pelaksana SPD;

3) Surat Perjalanan Dinas (SPD) yang ditandatangani oleh PPK.

4) Rincian perhitungan perjalanan dinas

5) Tiket, Airport Tax (jika ada) dan kuitansi/tagihan biaya penginapan.

6) Bukti pengeluaran riil untuk biaya yang tidak memiliki bukti riil pengeluaran.

b. SPD dilegalisasi oleh pejabat yang dikunjungi dan mencantumkan tanggal tiba di

‘....’ dan berangkat dari ‘....’.

c. Biaya perjalanan dinas tidak boleh melebihi batas Standar Biaya Umum (SBU)

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2. Bukti pembayaran biaya perjalanan dinas dalam Kabupaten/Kota sampai dengan 8

(delapan) jam:

a. SPJ perjalanan dinas dilengkapi dengan :

1) Redaksi kuitansi tertulis, “ Transport kegiatan dalam rangka ….(dst.)”.

2) Surat Tugas yang mencantumkan akun pembebanan anggaran ditandatangani

oleh atasan pelaksana.

b. Surat Tugas didukung dengan bukti kunjungan yang telah dilegalisasi oleh

pejabat setempat sebanyak kunjungan.

c. Kuitansi pembayaran perjalanan dinas dibuat per nama.

Form permintaan perjalanan dinas, Surat Tugas, SPD, kuitansi, rincian belanja

perjalanan dinas, surat pernyataan pembatalan tugas, surat pernyataan pembebanan

pembatalan perjalanan dinas mengikuti Peraturan Kepala BPS Nomor 67 Tahun 2012

tanggal 26 September 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Badan Pusat

Statistik atau

Tata cara pembayaran dan pertanggungjawaban perjalanan dinas mengacu pada :

1. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Peraturan Menteri Keuangan No. 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas

Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.

3. Peraturan Kepala BPS No. 67 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan

Badan Pusat Statistik.

4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER - 22/PB/2013 tentang

Ketentuan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat

Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.

60

61

Sesuai dengan Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

yang diubah dengan Perpres No. 70 tahun 2012, menyatakan:

A. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui:

1. Swakelola; dan/atau

2. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa.

B. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi:

1. Barang;

2. Pekerjaan Konstruksi;

3. Jasa Konsultansi; dan

4. Jasa Lainnya.

C. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa, untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/

Jasa, sbb:

1. PA/KPA

PA/KPA memiliki tugas dan kewenangan, sbb :

a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan;

b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di

website K/L/D/I;

c. Menetapkan PPK;

d. Menetapkan Pejabat Pengadaan;

e. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;

f. Menetapkan:

1) Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung

untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya

dengan nilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau

2) Pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung

untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas

Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).

g. Mengawasi pelaksanaan anggaran;

h. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

i. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan,

dalam hal terjadi perbedaan pendapat;

j. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan

Barang/Jasa.

BAB X PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

62

Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali

organisasi maka PA menetapkan KPA. KPA memiliki kewenangan sesuai

pelimpahan PA.

2. PPK

PPK merupakan pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa.

PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan, sbb:

a. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:

1) Spesifikasi teknis Barang/Jasa;

2) Harga PerkiraanSendiri (HPS); dan

3) Rancangan Kontrak.

b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

c. Menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah

Kerja (SPK)/surat perjanjian:

d. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;

e. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak;

f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada

PA/KPA;

g. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA

dengan Berita Acara Penyerahan;

h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan

hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan

i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa.

j. Mengusulkan kepada PA/KPA:

1) Perubahan paket pekerjaan; dan/atau

2) Perubahan jadwal kegiatan pengadaan;

k. Menetapkan tim pendukung;

l. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk

membantu pelaksanaan tugas ULP; dan

m. Menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia

Barang/Jasa.

3. ULP/ Pejabat Pengadaan

a. K/L/D/I diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan

pelayanan/pembinaan dibidang pengadaan Barang/Jasa.

b. Dalam hal ULP belum terbentuk maka PA/KPA menetapkan Panitia

Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, dan panitia

tersebut memiliki persyaratan keanggotaan, tugas pokok dan kewenangan

kelompok kerja ULP.

c. Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk pengadaan barang/ pekerjaan

konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai di atas Rp100.000.000,- (seratus juta

63

rupiah). Dan untuk pengadaan Jasa Konsultasi dengan nilai di atas

Rp50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ).

d. Panitia/ Anggota Kelompok kerja ULP berjumlah gasal dan paling kurang

3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.

e. Anggota ULP dilarang merangkap sebagai PPK, Pengelola keuangan, dan

APIP (terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk

pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya).

f. Pejabat pengadaan hanya 1 (satu) orang, yang memahami tata cara

pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang

lain yang diperlukan, baik dari unsur-unsur dari dalam maupun dari luar

instansi yang bersangkutan.

Syarat-syarat ULP/Pejabat Pengadaan adalah:

a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan

tugas;

b. Memahami keseluruhan pekerjaan yang akan diadakan;

c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/kelompok

kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;

d. Memahami isi dokumen pengadaan/metode dan prosedur pengadaan;

e. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang /jasa sesuai dengan

kompetensi yang dipersyaratkan;

f. Menandatangani Pakta Integritas.

Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan,

meliputi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa;

b. Menetapkan dokumen pengadaan;

c. Menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran;

d. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website

Kementrian/Lembaga dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat

serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan

Nasional;

e. Menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi;

f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran

yang masuk;

g. Menjawab sanggahan (khusus ULP);

h. Menetapkan Penyedia Barang/Jasa;

i. Menyampaikan hasil pemilihan dan salinan dokumen Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa kepada PPK;

j. Menyimpan (khusus ULP) dan menyerahkan dokumen asli pemilihan

penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA (khusus pejabat);

k. Membuat laporan mengenai proses pengadaan;

64

l. Memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan

barang/jasa kepada PA/KPA.

4. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan

a. Ditetapkan oleh PA/KPA

b. Tidak menjabat sebagai PPSPM dan bendahara

c. Tugas dan tanggungjawab adalah memeriksa dan menerima hasil pekerjaan

pengadaan Barang/Jasa dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak

melalui pemeriksaan/pengujian serta menandatangani Berita Acara Serah

Terima

d. Dalam hal pemeriksaan memerlukan keahlian teknis khususm dapat

dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan tugas

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

D. Penyedia Barang / Jasa

Penyedia Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk

menyediakan Barang/Jasa;

3. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa

dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah

maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak, kecuali bagi Penyedia

Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;

4. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang

diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa;

5. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia

Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang

memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan

tersebut;

6. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro,

Usaha Kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan

yang sesuai untuk usaha non-kecil;

7. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha nonkecil, kecuali untuk

Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;

8. Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan

Konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;

9. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus

memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP);

10. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak

sedang dihentikan dan/ atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama

perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan

dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa;

65

11. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban

perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh

Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN

(bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun

berjalan;

12. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;

13. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;

14. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman;

dan

15. Menandatangani Pakta Integritas.

Pegawai K/L/D/I dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa, kecuali yang

bersangkutan mengambil cuti diluar tanggungan K/L/D/I.

E. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

1. PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk

Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti

pembelian.

2. Untuk pengadaan langsung yang tidak menggunakan SPK dan Surat Perjanjian

tidak diperlukan HPS.

3. Sumber data HPS adalah dari harga pasar setempat yaitu barang/jasa

diproduksi/diserahkan/dilaksanakan menjelang dilaksanakannya pengadaan

barang/jasa.

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA

Jenis

Pengadaan

Metode

pengadaan

Nilai

pengadaan

Keterangan

Pengadaan

Barang

Pelelangan

umum

> 200 jt

Pelelangan

Terbatas

Untuk jumlah

penyedia

yang terbatas

dan pekerjaan

kompleks

Pelelangan

Sederhana

s.d 200 jt

Penunjukan

Langsung

ULP

Pengadaan

Langsung

s.d 200 jt Pejabat

Pengadaan

66

Kontes

Pengadaan

Pekerjaan

konstruksi

Pelelangan

umum

Pelelangan

Terbatas

Pemilihan

Langsung

Penunjukan

Langsung

Pengadaan

Langsung

Pejabat

Pengadaan

Pengadaan

Jasa lainnya

Pelelangan

umum

Pelelangan

Sederhana

Penunjukan

Langsung

Pengadaan

Langsung

s.d 200 jt Pejabat

Pengadaan

Kontes/

Sayembara

Pengadaan

jasa konsultasi

Seleksi Umum

Seleksi

Sederhana

Penunjukan

Langsung

Pengadaan

Langsung

s.d 50 jt Pejabat

Pengadaan

Sayembara

67

Tanda bukti Pembayaran:

F. Standar Bidding Dokumen Pengadaan

1. Pengadaan s.d 10 Juta

a. FormulirPermintaan

b. Bukti Pekerjaan

Barang : SuratJalan

Jasa : BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP)

c. Kwitansi dan Invoice/Faktur

2. Pengadaan s.d 50 Juta

a. FormulirPermintaan

b. SuratPermintaanMenawarkanHarga

c. SuratPenawaranHargadari Perusahaan

d. SuratPermintaan

e. Bukti Pekerjaan

Barang : SuratJalan

Jasa : BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP)

f. Kwitansi dan Invoice/Faktur

3. Pengadaan > 50 Juta s.d 200 Juta

a. Form Permintaan

b. HPS

c. SuratPermintaanMenawarkanHarga

Lampiran SPMH

d. SuratPenawaranHargadari Perusahaan

e. BeritaAcaraNegosiasi

Lampiran BAN

f. SuratUsulPenerbitan SPK

g. SuratPerintahKerja

Lampiran SPK

h. BeritaAcaraSerahTerimaHasilPekerjaan (BAHSTP)

i. Jasa : BAPP dari subject matter

s.d 10 juta Bukti pembelian untuk barang/jasa lainnya

s.d 50 juta Kuitansi untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya

s.d 200 juta

s.d 50 juta

SPK untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya

SPK untuk jasa konsultansi

> 200 juta

>50 juta

Surat Perjanjian untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa

lainnya

Surat Perjanjian untuk jasa konsultansi (khusus jasa

konsultasi)

68

4. Pengadaan Lelang Sederhana/Umum > 200 Juta dengan Pascakualifikasi

a. Form Permintaandari Subject matter

b. HPS oleh PPK

Lampiran

c. DokumenPengadaan

d. PengumumanLelang

e. PendaftaranLelangolehPenyedia

f. PemberianPenjelasan/Aanwijzing

g. Upload Addendum (apabilaada)

h. Upload Penawaran Harga

i. PembukaanPenawaranHarga

j. EvaluasiPenawaran

k. EvaluasiKualifikasi

l. PembuktianKualifikasi

m. BeritaAcaraHasilLelang

n. BeritaAcaraPenetapanPemenang

o. PengumumanPemenang

p. SuratPemberitahuanPemenangLelang

q. SPPBJ

r. Kontrak

s. SuratPesanan/SPMK

t. BAST

5. Penunjukan Langsung

a. Form Permintaan

b. HPS

c. SuratPermintaanPenunjukanlangsungdari PPK

d. SuratPermintaanMenawarkanHarga (SPMH)

LampiranSPMH

e. SuratPenawaranHargadari Perusahaan

f. BeritaAcaraNegosiasi (BAN)

Lampiran BAN

g. SuratUsulPenerbitanSuratPerintahKerja (SPK)

h. SuratPerintahKerja (SPK)

LampiranSPK

i. BeritaAcaraPenyelesaianPekerjaan (BAPP) --- untuk jasa

j. BeritaAcaraSerahTerimaHasilPekerjaan (BASTHP)

6. Pengadaan dengan Metode Prakualifikasi

a. PengumumanPrakualifikasi

b. HPS dan KAK

c. Download/PengambilanDokumenPrakualifikasi

d. PenjelasanDokumenPrakualifikasi

69

e. PemasukanDokumenKualifikasi

f. EvaluasiDokumenKualifikasi

g. PembuktianKualifikasi

h. PenetapanHasilKualifikasi

i. PengumumanHasilPrakualifikasi

j. Masa Sanggah prakualifikasi

k. Download/PengambilanDokumenPemilihan

l. PemberianPenjelasan

m. Upload/Pemasukan Dokumen Penawaran

n. Pembukaandanevaluasipenawaran file I : AdministrasidanTeknis

o. PenetapanperingkatteknisPemberitahuan/pengumumanperingkatteknis

p. Pembukaandanevaluasipenawaran file II : HargaPenetapanpemenang

q. Pengumumanpemenang

r. Masa sanggah hasil lelang

s. Klarifikasidannegosiasiteknisdanbiaya Upload beritaacarahasilpelelangan

t. Suratpenunjukanpenyediabarang/jasa

u. Kontrak

v. SPMK/Surat Pesanan

w. BAST

G. Tata cara pengadaan barang/jasa dan prosedur pencairan anggarannya adalah

sebagai berikut :

1. Tata Cara Pengadaan Langsung

a. Unit kerja mengajukan Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain)

sebagai Nota Dinas ditujukan ke KPA dengan tembusan PPK dan Pejabat

Pengadaan;

b. PPK melakukan survei harga untuk mendapatkan HPS dari barang/jasa

dengan spesifikasi sesuai dengan Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain

Lain);

c. PPK memerintahkan pejabat pengadaan melakukan pengadaan barang/jasa

sesuai dengan HPS yang telah ditetapkan;

d. Pejabat pengadaan meminta penyedia barang/jasa untuk menyampaikan

Surat Permintaan Menawarkan Harga (SPMH);

e. Penyedia barang/jasa mengajukan Surat Penawaran Harga disertai dengan

Isian Kualifikasi dan Pakta Integritas;

f. Pejabat pengadaan melakukan evaluasi Surat Penawaran Harga, Isian

Kualifikasi, dan Pakta Integritas;

g. Pejabat pengadaan melakukan negosiasi harga apabila Surat Penawaran

Harga, Isian Kualifikasi, dan Pakta Integritas tersebut memenuhi kriteria;

h. Pejabat pengadaan membuat Berita Acara Evaluasi, Klarifikasi, dan

Negosiasi Harga;

70

i. Pejabat pengadaan menetapkan calon penyedia barang/jasa dan

mengusulkan kepada PPK untuk diterbitkan Surat Penetapan Penyedia

Barang dan Jasa (SPPBJ);

j. PPK menerbitkan SPPBJ;

k. PPK dan penyedia barang/jasa membuat Surat Perintah Kerja apabila nilai

pengadaan diatas Rp 10.000.000;

l. Penyelesaian pekerjaan pengadaan barang/jasa dibuktikan dengan Berita

Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Untuk nilai pengadaan sampai

dengan Rp 10.000.000 cukup dibuktikan dengan Kuitansi.

2. Penunjukan Langsung (khusus pengadaan jasa akomodasi/hotel)

a. Form Permintaan (OPS, CTK, dan Lain Lain) sebagai Nota Dinas

b. Surat Permintaan Pemilihan PBJ dari PPK ke Pejabat Pengadaan dengan

Lampiran HPS

c. Surat Permintaan Dokumen Kualifikasi

d. Berita Acara Penilaian Kualifikasi

e. Surat Undangan Menyampaikan Dokumen Pengadaan

f. Berita Acara Aanwijzing

g. Surat Penawaran Harga (SPH) dari PBJ : Harga, Kualifikasi (Meterai),

Pakta Integritas, NPWP, Rekening Bank

h. Surat Kuasa dari Direktur (Akta Notaris)bila Penanda tangan Berkas

Administrasi Bukan Direktur

i. Berita Acara Pembukaan Dokumen Penawaran

j. Berita Acara Evaluasi Administrasi , Teknis, dan Harga

k. Berita Acara Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Harga

l. Surat Penetapan Penyedia Barang dan Jasa

m. Pengumunan Penetapan Penyedia Barang dan Jasa

n. Surat Pernyataan Sahnya Penetapan Penyedia Barang dan Jasa (Setelah 5

hari kerja tanggal Pengumuman atau Masa Sanggah)

o. Surat Usul Penerbitan SPPBJ

p. Surat Perjanjian /Kontrak

q. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP) untuk Pengadaan Jasa

r. Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP)

s. Surat Permintaan Pembayaran kepada KPA dari PBJ

t. Invoice dan/atau Faktur

u. Kuitansi

v. Faktur Pajak

w. SSP

3. Prosedur Pembayaran Pengadaan Barang/Jasa

a. KPA/PPK membuat SPP dengan melampirkan bukti-bukti pendukung

pembayaran dan mengajukannya kepada Pejabat Penguji/Penerbit SPM;

71

b. Kelengkapan SPP Belanja Bahan, meliputi ringkasan kontrak, kuitansi/

bukti pembayaran, faktur (invoice), SPTB, Faktur Pajak, dan Surat Setoran

Pajak (SSP). Kelengkatan SPP ini disesuaikan dengan nilai pengadaannya;

c. Pejabat Penguji/Penerbit SPM menerbitkan SPM-GUP atau SPM-LS

setelah meneliti SPP dan bukti-bukti pendukungnya. Jenis SPM yang

diterbitkan disesuaikan dengan nilai pengadaan atau uang persediaan tunai

di kas BP;

d. Bendahara menyerahkan SPM kepada KPPN dengan melampirkan SPTB,

Faktur Pajak, dan SSP;

e. BP dapat langsung membayar kuitansi tersebut dengan uang persediaan

atau tambahan uang persediaan yang ada di Kas bila nilai pengadaan paling

tinggi Rp 20.000.000,- termasuk penyetoran pajaknya;

f. KPPN akan menerbitkan SP2D-LS atau SP2D-GUP.

72

Berdasarkan Perdirjen Perbendaharaan No. 47 Tahun 2009 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara

Kementerian Negara/Lembaga /Kantor/Satuan Kerja, menyatakan bahwa penatausahaan

dan penyusunan LPJ meliputi tata cara pembukuan Bendahara Penerimaan/Bendahara

Pengeluaran, pemeriksaan kas dan rekonsiliasi, penyusunan dan penyampaian LPJ, dan

verifikasi LPJ.

A. Pembukuan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan

1. Bendahara Pengeluaran

a. Dalam rangka menyelenggarakan pembukuan, Bendahara Pengeluaran wajib

menyelenggarakan pembukuan dalam bentuk Buku Kas Umum, Buku Pembantu,

dan Buku Pengawasan Anggaran.

b. Pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara harus dimulai dari Buku Kas Umum,

selanjutnya pada buku-buku pembantu sesuai dengan transaksinya. Buku

Pembantu Bendahara Pengeluaran sekurang-kurangnya meliputi:

1) Buku Pembantu Kas Tunai,

2) Buku Pembantu Bank,

3) Buku Pembantu Uang Muka Perjalanan Dinas,

4) Buku Pembantu UP/TUP

5) Buku Pembantu LS Bendahara,

6) Buku Pembantu Pajak

7) Buku Pembantu Lain-lain.

c. Bendahara Pengeluaran harus melakukan pembukuan secara terpisah untuk

Satker yang menerima SKPA.

d. Pada akhir tahun anggaran, BKU, buku-buku pembantu, dan Buku Pengawasan

Anggaran wajib ditutup.

2. Bendahara Penerimaan

a. Bendahara penerimaan membukukan seluruh penerimaan PNBP, baik yang

disetor langsung (ct : sewa rumah dinas), maupun yang dipungutnya.

b. Buku Pembantu Bendahara Penerimaan terdiri dari Buku Pembantu Kas dan buku

pembantu lainnya sesuai kebutuhan.

BAB XI PENATAUSAHAAN KAS DAN PENYUSUNAN LPJ

73

B. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi

1. Kuasa PA wajib melakukan pemeriksaan kas sekurang-kurangnya satu kali dalam

satu bulan. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan

Rekonsiliasi.

2. Kuasa PA wajib melakukan rekonsiliasi interrnal antara pembukuan bendahara dan

Laporan Keuangan UAKPA sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan sebelum

dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.

3. PPK wajib melakukan rekonsiliasi interrnal antara pembukuan BPP dan pembukuan

BP sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Hasil rekonsiliasi dituangkan

dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi Internal.

4. Pokok-pokok yang perlu diperhatikan oleh KPA terhadap Bendahara dalam

pemeriksaan kas:

a) Kesesuaian antara data pembukuan setiap bulan dengan SP2D, uang muka, buku-

buku pembantu/ catatan lainnya. Selain itu KPA juga memperhatikan ketertiban

penyimpanan arsip/dokumen jeuangan dalam satu berkas tagihan.

b) Pemeriksaan fisik uang kas yang dituangkan dalam Register Penutupan Kas dan

cara penyimpanan uang agar terjamin dari segi keamanannya.

C. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)

1. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan wajib menyusun LPJ secara

bulanan dan disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja bulan berikutnya

disertai rekening koran.

2. LPJ disusun berdasarkan Buku Kas Umum, buku-buku pembantu, dan Buku

Pengawasan Anggaran yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh KPA.

D. Kelemahan yang sering terjadi:

1. Pencatatan BKU terlambat/ tidak dibuat.

2. Pencatatan nomor bukti pada BKU berulang sehingga sulit untuk melakukan

pengecekan.

3. Nilai yang dicatat pada BKU adalah nilai netto bukan bruto, sehingga pada

umumnya akun pajak pada BKU tidak dicatat.

4. Saldo pada BKU tidak sama dengan saldo di LPJ Bendahara Pengeluaran.

74

Bukti pengeluaran adalah bukti pembayaran yang memuat keterangan tentang

jumlah uang yang dibayar/dikeluarkan, uraian pembayaran, tanggal pembayaran, tanda

tangan dan nama yang berhak menerima.

A. Bentuk dan Jenis bukti pengeluaran.

1. Bukti pengeluaran berbentuk daftar nominatif dan atau kuitansi/bukti pembayaran.

2. Jenis bukti pengeluaran yaitu daftar nominatif untuk pembayaran LS sedangkan

kuitansi/bukti untuk pembayaran UP/TUP dan LS.

3. Bendahara/BPP melakukan pembayaran atas UP/TUP berdasarkan surat perintah

bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA, yang

dilampiri bukti pengeluaran

4. Bukti pengeluaran atas pembelian barang/jasa harus dari penyedia barang/jasa.

Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai kuitansi/bukti pembayaran, maka

Bendahara/BPP membuat kuitansi sesuai format yang tercantum dalam lampiran XI

PMK No. 190 Tahun 2012. Tidak dibenarkan memakai kuitansi/bukti pembelian

berlogo BPS.

B. Kelengkapan bukti pengeluaran.

1. Pembayaran Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji dilengkapi dengan Daftar

Gaji Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji yang telah dilegalisasi oleh PPABP,

Bendahara dan KPA/PPK.

2. Apabila PPABP belum ada, maka legalisasi dilakukan oleh pembuat daftar gaji.

3. Pembayaran Uang Makan dilengkapi dengan Daftar penerima/perhitungan uang

makan dan rekapitulasi kehadiran.

4. Pembayaran Honorarium (531213) dan vakasi (512311) dilengkapi dengan:

a. Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat

penerbitan surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA (lengkap dengan

nomor, tanggal DIPA, dan kode pembebanan).

b. Daftar Nominatif penerima yang memuat paling sedikit nama orang, besaran

honor dan pemotongan pajak yang dilegalisasi oleh KPA/PPK, Bendahara, dan

Pembuat Daftar.

5. Pembayaran Belanja Operasional Perkantoran

a. Belanja Keperluan Perkantoran (521111) dilengkapi dengan:

1) SK Kepala BPS/BPS Provinsi atau BPS Kab/Kota untuk 1 (satu) tahun

anggaran untuk Pembayaran honor satpam dan petugas kebersihan

2) Kuitansi/Daftar penerima honor

BAB XII BUKTI PENGELUARAN

75

b. Belanja Penambahan Daya Tahan Tubuh (521113) dilengkapi dengan:

1) Surat Keputusan penerima daya tahan tubuh

2) Kuitansi pembelian daya tahan tubuh, dilengkapi dengan bukti pemotongan

pajak sesuai ketentuan yang berlaku

3) Tanda terima pemberian belanja penambahan daya tahan tubuh.

c. Belanja Pengiriman terdiri dari:

Pengiriman Surat Dinas (521114) dilengkapi dengan :

1) Kuitansi/Daftar rincian biaya

2) Bukti pengiriman atau resi

Pengiriman Barang (521119/521219) dilengkapi dengan :

1) Tanda terima dokumen yang sudah ditanda tangani Tata Usaha BPS atau

instansi yang dituju (bila melalui kurir), dilengkapi dengan tanggal

penerimaan.

2) Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BASTHP) untuk pengiriman

yang dilakukan dengan SPK.

d. Belanja Langganan Daya dan Jasa dilengkapi dengan Surat tagihan penggunaan

daya dan jasa yang sah.

e. Belanja Pemeliharaan Kendaraan Dinas/Peralatan dan Mesin (523121) dilengkapi

dengan

1) Kuitansi/Nota yang sah. Untuk kendaraan dinas, apabila disekitar wilayah

kerja tidak terdapat SPBU maka pembelian bahan bakar dapat dilakukan di

pedagang eceran, dan pada tanda bukti harus ditulis secara lengkap dan jelas

alamatnya seperti kota/desa, jalan/nomor bangunan tempat usaha.(perlu

contoh terlampir)

2) Tanda bukti pemeliharaan kendaraan harus mencantumkan nomor polisi

kendaraan yang sesuai dan untuk peralatan kantor lainnnya mencantumkan

jenis dan tipe barang yang dipelihara.

3) Peralatan dan mesin yang tercatat dalam SIMAK-BMN dengan kondisi Rusak

Berat tidak boleh mendapat biaya pemeliharaan.

4) Setiap kali dilakukan perawatan harus dicatat ke dalam kartu kendali

pemeliharaan.

f. Belanja pemeliharaan gedung dan halaman Kantor (523111) dilengkapi dengan:

1) Kuitansi/Nota yang sah dilengkapi dengan rincian jenis dan biaya

pemeliharaan.

2) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP)/ Berita Acara Serah Terima

Hasil Pekerjaan (BASTHP) untuk pemeliharaan yang dilakukan dengan SPK.

3) Setiap kali dilakukan perawatan harus dicatat ke dalam kartu kendali

pemeliharaan.

76

g. Belanja biaya Fotocopy (521211/521219) dilengkapi dengan :

Kuitansi/Nota yang sah. Tanda bukti yang berupa bon/faktur dan nilainya relatif

kecil dari berbagai subject matter agar dibuatkan rekapitulasinya yang

ditandatangani pejabat Tata Usaha.

6. Pembayaran Biaya Pelatihan Petugas/Perjalanan Paket Meeting Dalam Kota

(524114) dilengkapi dengan :

a. SPJ untuk akomodasi, konsumsi dan ruang kelas

1) Kuitansi apabila nilai pembayaran dibawah Rp50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) dilengkapi dengan invoice, faktur pajak (jika dikenakan), BAPP dan

BASTHP.

2) Surat Perintah Kerja (SPK) Penunjukan Langsung apabila nilai pembayaran

antara Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s.d Rp200.000.000,- (dua ratus

juta rupiah).

3) Kontrak Penunjukan Langsung apabila pembayaran diatas Rp200.000.000,-

(dua ratus juta rupiah).

b. SPJ untuk peserta pelatihan terdiri dari Surat Tugas, SPD, Kuitansi, Rincian

Perjalanan Dinas dan Pengeluaran Riil.

7. Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas (524119)

a. Mengacu pada PMK 113 Tahun 2012 dan Perka BPS nomor 31 Tahun 2013

b. Seluruh Perjalanan Dinas (kecuali Perjalanan Dinas dalam kota s.d 8 jam)

dipertanggungjawabkan melalui Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas (SPD)

dengan komponen SPD yaitu biaya transpor, biaya penginapan, uang harian dan

uang representative (khusus pejabat setingkat Menteri, Eselon I, dan II).

c. Dalam hal bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan/hotel tidak

diperoleh, pertanggungjawab-an biaya dapat menggunakan Daftar Pengeluaran

Riil.

d. Perjalanan Dinas dalam kota s.d 8 jam diberikan transport lokal yang

dipertanggungjawabkan melalui Surat Tugas dan daftar nominatif penerima.

8. Pembayaran Belanja Pengadaan Barang/Jasa

a. Mengacu Perpres 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah Perpres 70 Tahun

2012

b. Mengacu pada PMK 190 tahun 2012

Dalam melaksanakan tugas, bendahara/BPP di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota

wajib berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara

lain:

1. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

4. Keputusan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa;

77

5. Ketentuan yang dikeluarkan Menteri Keuangan/Dirjen Anggaran/ Dirjen

Perbendaharaan/Dirjen Pajak dan Instansi Lainnya.

6. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan dan Pengelolaan Anggaran BPS dan Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Pengendalian Kegiatan dan Anggaran BPS di Daerah.

78

A. Gambaran Umum

LK merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-

transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan (Perdirjen Pb No. 55 Tahun 2012).

LK juga merupakan produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan oleh

Kementrian/Lembaga. LK yang disusun harus memenuhi karekteristik kualitatif LK

yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.

Tujuan umum LK adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi

anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi

para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber

daya. Secara spesifik tujuan LK pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang

berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas

pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Penyusunan LK harus memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang dituangkan dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP).

B. Tahapan Penyusunan LK BPS

Dalam penyusunan LK, terdapat dua jenis entitas yaitu entitas pelaporan dan entitas

akuntansi. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih

entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa LK. Entitas Akuntansi adalah unit

pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib

menyelenggarakan akuntansi dan menyusun LK untuk digabungkan pada entitas

pelaporan.

Pada BPS yang menjadi entitas pelaporan adalah instansi BPS itu sendiri (BPS RI)

sedangkan yang menjadi entitas akuntansi adalah BPS Provinsi/Kab/Kota dan BPS

Pusat. Maka dapat disimpulkan bahwa LK BPS merupakan hasil penggabungan dari LK

BPS Provinsi/ Kab/Kota dan LK BPS Pusat.

LK wajib disusun oleh BPS Provinsi dan BPS Kabupaten/Kota lalu disampaikan ke

Bagian Tata Usaha BPS Provinsi untuk digabungkan menjadi LK Wilayah (UAPPA-W).

LK Wilayah dan LK BPS Pusat disampaikan ke Biro Keuangan cq Bagian Akuntansi

untuk digabungkan menjadi LK BPS RI. LK BPS RI tersebut disampaikan kepada

Kementrian Keuangan cq Dirjen PBN.

Dalam penyusunan LK agar memperhatikan jadwal-jadwal penyusunan dan

pengiriman yang diatur pada Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan No. PER-

55/PB/2012 tentang Pedoman Penyusunan LK. Jadwal tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

BAB XIII LAPORAN KEUANGAN

79

Laporan Keuangan Semester I

Laporan Keuangan Tahunan

Unit Organisasi Terima Proses &

Rekonsiliasi

Kirim Waktu

Pengiriman

BPS

Provinsi/Kab/Kota

- - 10 Juli

20xx 2 hari

BPS Wilayah

12 Juli

20xx 3 hari

15 Juli

20xx 2 hari

Biro Keuangan

c.q Bagian

Akuntansi 17 Juli

20xx 3 hari

20 Juli

20xx 2 hari

BPS RI

22 Juli

20xx 3 hari

26 Juli

20xx -

Menkeu cq Dirjen

PBN

Tanggal

26 Juli

20xx

- - -

Unit Organisasi Terima Proses &

Rekonsiliasi

Kirim Waktu

Pengiriman

BPS

Provinsi/Kab/Kota

- -

20

Januari

20xx

3 hari

BPS Wilayah

23

Januari

20xx

6 hari

29

Januari

20xx

3 hari

80

C. Penyusunan LK BPS

Pada penyusunan LK BPS, komponen pokok yang harus dipenuhi yaitu:

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);

2. Neraca;

3. Catatan atas LK

Selain ketiga komponen pokok di atas, LK juga wajib menyajikan laporan lain dan/atau

elemen informasi akuntansi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-perundangan

(statutory reports) yaitu lampiran-lampiran pendukungnya yang terdiri dari (disesuaikan

dengan Surat Sestama terkait penyusunan LK):

1. Lampiran dari Aplikasi SAKPA

a. LRA Pendapatan dan LRA Pengembalian Pendapatan;

b. LRA Belanja dan LRA Pengembalian Belanja;

c. Neraca percobaan;

d. Neraca perbandingan posisi per 30 Juni 20xx dengen posisi per 31 Desember

20xx-1 untuk LK Semester I dan 31 Desember 20xx dengan posisi per 31

Desember 20xx-1 untuk LK Tahunan.

2. Lampiran dari Aplikasi SIMAK BMN

a. Laporan Posisi Barang Milik Negara (BMN)/Neraca BMN;

b. Laporan Barang Persediaan dan Berita Acara (BA) Stock Opname Barang

Persediaan;

c. Laporan Barang Pengguna : Intrakomptabel (I), Ekstrakomptabel (E), Gabungan

(I) dan (E);

d. Barang Bersejarah;

e. Aset Tak Berwujud;

Biro Keuangan

c.q Bagian

Akuntansi

2

Februari

20xx

6 hari

8

Februari

20xx

2 hari

BPS RI

10

Februari

20xx

17 hari

Tanggal

terakhir

Februari

20xx

-

Menkeu cq Dirjen

PBN

Tanggal

terakhir

Februari

20xx

- - -

81

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP);

g. Laporan Kondisi Barang.

3. Surat pernyataan rekening Bendahara Pengeluaran (LK tingkat UAKPA)

Provinsi/Kab/Kota) atau Surat pernyataan dan rekapan daftar rekening BPS

Provinsi/Kab/Kota (LK tingkat UAPPA-W).

4. Rekap Akrual

5. Tindak lanjut atas temuan BPK (Bila Ada)

6. Daftar SSBP/copy dokumen SSBP untuk penyetoran UP tahun berjalan.

7. Daftar SSBP/copy dokumen SSBP untuk pendapatan yang diterima pada tahun

berjalan.

8. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR), beserta laporan hasil rekonsiliasi (LHR).

9. Monitoring UP/TUP

10. Rekening Koran

11. Dokumen pendukung terkait hibah, kerja sama dan lain-lain (Bila Ada)

12. LRA Belanja dari SKPA (Bila Ada)

13. Capaian Kinerja untuk LK Tahunan

14. Lampiran lainnya.

D. Sistematika Isi LK

Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Kementerian Negara/Lembaga disertai

dengan Catatan atas LK yang memuat:

1. Kata Pengantar

2. Daftar Isi

3. Daftar Tabel

4. Daftar Grafik

5. Daftar Lampiran

6. Daftar Singkatan

7. Pernyataan Tanggung Jawab (SOR)

8. Ringkasan

a. Laporan Realisasi Anggaran

b. Neraca

c. Catatan Atas LK

9. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

10. Neraca

11. LRA Face Perbandingan

12. Neraca Face Perbandingan

13. CALK

a. Penjelasan Umum

1) Dasar Hukum

2) Kebijakan Teknis

82

3) Pendekatan Penyusunan LK

4) Kebijakan Akuntansi

b. Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran

1) Pendapatan Negara dan Hibah

2) Belanja Negara

c. Penjelasan atas Pos-pos Neraca

1) Aset Lancar

2) Aset Tetap

3) Aset Lainnya

4) Kewajiban Jangka Pendek

5) Ekuitas Dana Lancar

6) Ekuitas Dana Diinvestasikan

d. Pengungkapan Penting Lainnya

1) Kejadian-Kejadian Penting Setelah Tanggal Neraca

2) Temuan dan Tindak Lanjut BPK

3) Informasi Pendapatan dan Belanja Akrual

4) Rekening Pemerintah

5) Pengungkapan Lain-Lain

14. Lampiran dan Daftar

Contoh Kasus

A. Pejabat Perbendaharaan Negara

1. Pimpinan suatu Satker berstatus bukan Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan yang bersangkutan

ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA). Apakah hal ini diperkenankan?

Jawab:

Sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang

Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka

Pelaksanaan APBN pada Pasal 5, diatur bahwa

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

Anggaran (PA) berwenang menunjuk kepala

Satker yang berstatus PNS untuk melaksanakan

kegiatan Kementerian Negara/Lembaga

sebagai KPA. Dalam hal Satker yang

pimpinannya bukan PNS, PA dapat menunjuk

pejabat lain yang berstatus PNS sebagai KPA.

Namun demikian, dalam keadaan tertentu PA

dapat menunjuk KPA yang bukan PNS dengan

mempertimbangkan efektivitas dalam

pelaksanaan dan pertanggungjawaban

anggaran, pelaksanaan kegiatan, dan

pencapaian output/kinerja yang ditetapkan

dalam DIPA. Penunjukan KPA yang bukan PNS

tersebut dilaksanakan setelah mendapat

persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur

Jenderal Perbendaharaan.

Demikian juga dalam hal terdapat keterbatasan

jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat

untuk ditetapkan sebagai Pejabat

Perbendaharaan Negara, KPA dimungkinkan

merangkap fungsi Pejabat Perbendaharaan

Negara sebagai Pejabat Pembuat Komitmen

atau Pejabat Penandatangan Surat Perintah

Membayar dengan memperhatikan pelaksanaan

prinsip saling uji (check and balance).

2. Siapa saja pejabat perbendaharaan negara pada

satker?

Jawab:

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penanda

Tangan SPM (PPSPM), Bendahara

Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran

Pembantu (BPP), dan Petugas Pengelolaan

Administrasi Belanja Pegawai (PPABP)

Apa Tugas masing-masing Pejabat

Perbendaharaan Negara?

Masing-masing pejabat memiliki wewenang dan

tanggung jawab, secara umum sebagai berikut:

KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan

kegiatan dan anggaran yang berada dalam

penguasaannya kepada Pengguna

Anggaran.

PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk

melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran anggaran belanja negara. PPK

menandatangani SPP.

PPSPM melaksanakan kewenangan KPA

untuk melakukan pengujian atas tagihan

dan menerbitkan SPM.

Bendahara Pengeluaran dan BPP

melaksanakan tugas kebendaharaan atas

uang/surat berharga yang berada dalam

pengelolaannya.

PPABP membantu PPK dalam mengelola

pelaksanaan belanja pegawai.

Untuk wewenang dan tugas masing–masing

pejabat perbendaharaan negara selengkapnya,

lihat di PMK 190/PMK.05/2012.

3. Apakah Pegawai Tidak Tetap dalam sebuah

satker boleh menjadi bendahara pengeluaran

APBN ?

Jawab:

Mengingat tuntutan ganti rugi atas keuangan

negara, sesuai UU No. 17 tahun 2003, hanya

dapat dikenakan kepada pegawai negeri maka

jabatan bendahara hanya boleh dijabat oleh

pegawai negeri.

4. Apakah Bendahara Pengeluaran Pembantu

(BPP) diperbolehkan merangkap menjadi

panitia pengadaan barang dan jasa? atau panitia

yang lain dalam (SK)? apakah ada peraturan

yang menjelaskan hal tersebut? mohon

penjelasannya. Terima kasih.

Jawab:

Sesuai PMK 190/PMK.05/2012 pasal 22 ayat 5,

Bendahara Pengeluaran/BPP tidak dapat

dirangkap oleh KPA, PPK maupun PPSPM.

Sedangkan menurut PMK 73/PMK.05/2008

pasal 3, Bendahara Pengeluaran/BPP tidak

boleh merangkap sebagai Bendahara

Penerimaan atau sebaliknya. Sehingga apabila

diluar itu, tidak ada larangan. Namun yang

jelas, semua harus memperhatikan prinsip

check and balance.

5. Apakah honor untuk bendahara pengeluaran ada

dasar hukum yang mengatur? ataukah hanya

berdasarkan kewenangan masing-masing

instansi.

Jawab:

Pada prinsipnya pembayaran honorarium untuk

bendahara pengeluaran menjadi kewenangan

masing-masing Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA) dengan memperhatikan batas tertinggi

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan mengenai Standar Biaya Umum.

Pada tahun 2013 Standar Biaya Umum diatur

dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Umum

Tahun 2013.

B. Bagan Akun Standar

1. Akun mana yang digunakan untuk Belanja

Langganan Internet, 522119 atau 521111?

Apakah akun belanja telepon dan Fax sama?

Jawab:

Pengeluaran untuk langganan telepon dan fax

dibebankan ke dalam akun 522112 (Belanja

Langganan Telepon), sedangkan pengeluaran

untuk internet dibebankan ke dalam akun

521111 (Belanja Keperluan Perkantoran) atau

akun 522119 (Belanja Langganan Daya dan

Jasa Lainnya).

2. Apakah terdapat akun untuk biaya penerimaan

tamu serta bagaimana peng SPJ-an konsumsi

untuk penerima tamu?

Jawab:

Bahwa biaya penerimaan tamu dapat

menggunakan MAK 521111 dengan pola SPJ-

nya dapat berupa konsumsi rapat (notulen,

daftar hadir, surat undangan dan bukti

pembelian konsumsi), atau jika bukan berupa

rapat maka bukti pembelian konsumsi dapat

sebagai pertanggungjawaban dengan dilampiri

foto kopi surat tugas.

3. Pembelian materai menggunakan akun belanja

apa? dan untuk apa saja pemakaian materai

tersebut?

Jawab:

Pembelian materai dapat menggunakan belanja

521111, pemakaian materai dapat digunakan

terkait dokumen-dokumen seperti Cek, Surat

Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).

4. Apakah diperkenankan belanja barang dari

belanja pemeliharaan untuk pembelian vertical

blind, gordyen atau hard disk yang menambah

aset tetap?

Jawab:

Sebagaimana telah diatur dalam Perdirjen

33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan akun

belanja barang dan belanja modal dan

Perdirjen Nomor 80/PB/2011 tentang

Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan,

Belanja, dan Transfer Pada BAS, bahwa

pengeluaran-pengeluaran yang dapat

didistribusikan langsung terhadap pembentukan

Aset Tetap/Aset Lainnya di atas batas

kapitalisasi yang disajikan dalam neraca,

seluruhnya tidak dibebankan ke dalam akun 52

melainkan menggunakan akun 53. Jika terjadi

pembelian belanja modal menggunakan belanja

barang maka untuk pengamanan aset maka

dilakukan jurnal koreksi pada SIMAK-BMN dan

dijelaskan pada Berita Acara Rekonsiliasi

Internal SAKPA-SIMAK BMN.

5. MAK 521219 itu untuk apa saja. Apakah boleh

direvisi untuk belanja bahan?

Jawab:

MAK 521219 merupakan digunakan untuk

pengeluaran yang tidak dapat ditampung

dalam akun 521211, 521212, 521213, MAK

521219 boleh direvisi ke belanja bahan

(521211), belanja barang transito (521212)

dan belanja honor (521213) melalui

mekanisme revisi POK namun jika direvisi ke

belanja perjalanan (524xxx) maka melalui

mekanisme revisi DIPA di kanwil DJPB.

Contoh belanja menggunakan akun 521219

adalah belanja dalam rangka diklat, sertifikasi

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) jika

penyelenggaraannya menggunakan pola PNBP

namun jika penyelenggaraannya menggunakan

paket meeting kontraktual maka menggunakan

belanja paket meeting dalam kota (524114)

ataupun belanja paket meeting luar kota

(524115)

6. Apakah perjalanan dinas menghadiri undangan

instansi lain, workshop, Focus Group

Discussion (FGD) yang biaya perjalanannya

ditanggung sendiri apakah diperkenankan dan

harus menggunakan akun apa?, terimakasih.

Jawab:

Dalam hal instansi saudara diundang untuk

menghadiri undangan yang dilaksanakan oleh

instansi lain dan biaya perjalanannya

ditanggung sendiri maka pengeluarannya

dibebankan ke dalam akun 524111 (Belanja

Perjalanan Biasa). Sepanjang pengeluaran

tersebut tercantum dalam POK maka dapat

diperkenankan untuk dibiayai.

7. Biaya pengiriman jenazah pegawai yang

meninggal dalam tugas menggunakan akun

apa?

Jawab:

Biaya pengiriman jenazah menggunakan akun

524111, dimana untuk biaya-biaya pemetian

dan pengangkutan jenazah sesuai dengan bukti

riil yang dikeluarkan dan dicantumkan dalam

bukti pengeluaran riil sesuai dengan PMK 113

Tahun 2012.

8. Apakah perbedaan dan peruntukan belanja akun

524111 dengan akun 524112. Sedianya kami

mempunyai belanja akun 524111 yang dalam

rkakl diperuntukan untuk perjalanan ke

provinsi. Tapi pada pelaksanaannya kami juga

sering menggunakan belanja akun tersebut

untuk perjalanan tetap ke ibu kota kabupaten

(daerah kami adalah daerah kepulauan). Yang

jadi pertanyaan apakah terhadap tindakan

tersebut kami harus merevisi sebagian anggaran

dari akun 524111 ke akun 524112 ? terima

kasih atas penjelasannya.

Jawab:

Perbedaan akun 524111 dan 524112 adalah

tujuan dari kegiatan perjalanan dinas

dimaksud. Akun 524111 digunakan untuk

pengeluaran perjalanan dinas bagi

PNS/pegawai tidak tetap yang secara umum

melakanakan tupoksi, sedangkan 524112

digunakan untuk pengeluaran perjalanan dinas

yang berhubungan langsung dengan pelayanan

kepada masyarakat.

Sesuai dengan PMK Nomor 113/PMK.05/2012

tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi

Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Dan Pegawai

Tidak Tetap, pengertian Kota adalah

Kota/Kabupaten pembagian wilayah

administratif di Indonesia di bawah Provinsi

sehingga masih dalam batas wilayah

kota/kabupaten yang sama, dan memperhatikan

surat Direktur jenderal Perbendaharaan

Nomor S-4599/PB/2013 Tanggal 3 Juli 2013

maka perjalanan dinas tersebut menggunakan

akun 524113 (Belanja Perjalanan Dinas Dalam

Kota).

9. Mengapa terdapat revisi akun perjalanan dinas

tahun 2013?

Jawab:

Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-

2056/MK.5/2013 tanggal 18 Maret 2013, akun

sebagai berikut harus direvisi yaitu:

Akun 521119 (Belanja Barang Operasional

Lainnya) menjadi 524113.

Akun 521219 (Belanja Barang Non

Operasional Lainnya) menjadi 524114.

Seluruh satker harus merevisi sebagaimana

ketentuan tersebut agar pelaksanaan dan

pembebanan biaya perjalanan dinas menjadi

lebih tertib dan terkendali.

10. Bagaimana penggunaan akun perjalanan dinas?

Jawab:

524111 Belanja Perjalanan Biasa, yaitu

Pengeluaran untuk perjalanan dinas

jabatan melewati batas kota dan perjalanan

dinas pindah.

524112 Belanja Perjalanan Tetap, yaitu

Pengeluaran untuk perjalanan dinas tetap

yang dihitung dengan memperhatikan

jumlah pejabat yang melaksanakan

perjalanan dinas. Pengeluaran oleh

Kementerian Negara/ Lembaga untuk

kegiatan pelayanan masyarakat. Contoh:

Perjalanan dinas oleh tenaga penyuluh

pertanian, juru penerang, penyuluh agama,

dan lainnya.

524113 Belanja Perjalanan Dinas Dalam

Kota, yaitu Pengeluaran untuk perjalanan

dinas yang dilaksanakan di dalam kota.

524114 Belanja Perjalanan Dinas Paket

Meeting Dalam Kota, yaitu Pengeluaran

untuk perjalanan dinas dalam rangka

kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

yang dilaksanakan di dalam kota satker

penyelenggara dan dibiayai seluruhnya

oleh satker penyelenggara, serta yang

dilaksanakan di dalam kota satker peserta

dengan biaya perjalanan dinas yang

ditanggung oleh satker peserta.

524119 Belanja Perjalanan Dinas Paket

Meeting Luar Kota, yaitu Pengeluaran

untuk perjalanan dinas dalam rangka

kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

yang dilaksanakan di luar kota satker

penyelenggara dan dibiayai seluruhnya

oleh satker penyelenggara, serta yang

dilaksanakan di luar kota satker peserta

dengan biaya perjalanan dinas yang

ditanggung oleh satker peserta.

11. Apakah akun perjalanan dinas boleh minus?

Jawab:

Tidak boleh, karena akun perjalanan dinas

tercantum dalam halaman IV DIPA.

C. Revisi Anggaran

1. Kekurangan anggaran pada langganan daya dan

jasa apakah boleh diambil dari pengadaan

pakaian dinas pegawai, dimana sasaran atau

output dari pengadaan pakaian dinas pegawai

sudah terpenuhi. Apakah ini termasuk revisi

POK atau revisi DIPA?

Jawab:

Kelebihan alokasi pagu yang sudah tercapai

sasaran outputnya dapat dilakukan revisi untuk

membiayai kegiatan lain. Revisi DIPA yang

masih dalam satu output, satu jenis belanja dan

tidak merubah DIPA merupakan kewenangan

KPA (revisi POK).

2. Mengapa tidak bisa mengembalikan pagu awal

setelah melakukan transfer pagu revisi DIPA

ke- 2 di aplikasi SPM?

Jawab:

Pagu yang sudah ditransfer sesuai revisi

terakhir tidak akan bisa lagi kembali ke pagu

awal, karena secara aturan yang berlaku dan

sistem yang ada tidak diperbolehkan

3. Apakah boleh melakukan revisi belanja uang

makan PNS (511129) untuk menutupi

kekurangan belanja langganan listrik (522111)?

Jawab:

Belanja uang makan tidak dapat direvisi

(dikurangi) untuk menambah belanja

langganan listrik. Apabila terjadi kekurangan

untuk belanja langganan listrik, biaya

langganan listrik dimaksud dapat dibayarkan

pada tahun anggaran berikutnya sebagai

tunggakan.

4. Apakah akun 521115 boleh di revisi ke akun

524114?

Jawab:

Akun 521115 (Honor pengelola keuangan)

tidak dapat direvisi menambah belanja lain

(termasuk belanja perjadin akun 524114),

kecuali untuk menambah belanja honor

pengelola keuangan satker lain.

5. Apa saja syarat administrasi untuk merevisi

nama KPA di DIPA?

Jawab:

Surat usulan pengesahan revisi diajukan ke

Kanwil DJPB, disertai dengan Revisi DIPA

yang ditandatangani KPA.

6. Bagaimana cara mengetahui status revisi DIPA

yang telah diajukan ke Pusat Layanan DJA?

Jawab:

Revisi yg diajukan melalui Pusat Layanan DJA

akan memperoleh nomor tiket. Untuk

mengetahui status revisinya dapat dicek melalui

Sistem Informasi Pusat Layanan DJA dengan

entri nomor tiket pada laman tersebut atau

dapat menghubungi Call Center/Customer

Service ke nomor yang ada pada laman

dimaksud.

7. Bagaimana cara merubah nama bendahara dan

KPA di ADK?

Jawab:

Ubah data bendahara dan KPA di aplikasi

pada menu DIPA - Data KPA. Kemudian

sampaikan usulan perubahan dan back up ADK

kepada Kanwil DJPB wilayah kerja masing-

masing.

8. Di daerah dituntut untuk mengikuti sertifikasi

PBJ namun biayanya tidak dianggarkan padahal

kebutuhan pegawai yang memiliki sertifikat

PBJ masih terbatas, namun tidak ada anggaran

untuk diklat PBJ?

Jawab:

Diklat PBJ dapat dibiayai asalkan pengeluaran

atas kegiatan tersebut tercantum dalam POK,

jika belum ada maka KPA dapat melakukan

revisi POK.

9. Apabila terjadi perubahan di Lembar ke IV,

misalnya penambahan spd, revisinya

merupakan kewenangan siapa?

Jawab:

Pergeseran/perubahan anggaran yang

mengakibatkan perubahan pada Halaman (I, II,

III, dan/atau IV) DIPA merupakan kewenangan

satker, tetapi perlu pengesahan Kanwil DJPB

atau DJA. Revisi Lembar IV dimaksud

(termasuk penambahan spd) perlu disahkan

oleh Kanwil DJPB atau DJA, tergantung jenis

kewenangannya, apabila revisi masih dalam

satu satker dan tidak mengurangi volume,

cukup disahkan oleh Kanwil DJPB

10. Dana Pagu Belanja Langganan Air (522113)

sudah habis, apakah bisa diambil (revisi) dari

Belanja Langganan Listrik (522111)? Kalau

bisa apakah revisi KPA atau Kanwil DJPBN?

Terima Kasih.

Jawab:

Bisa, dan merupakan revisi POK yang

ditetapkan oleh KPA.

11. Apakah pagu DIPA boleh minus?

Jawab:

Nilai yang tercantum pada DIPA merupakan

batas tertinggi, baik yang tercantum pada

halaman II DIPA ataupun halaman IV DIPA.

Pengeluaran tidak boleh dilaksanakan apabila

tidak terdapat atau tidak mencukupinya alokasi

dana pada DIPA. Pengecualian untuk gaji dan

tunjangan yang melekat pada gaji dapat

melampaui alokasi pagu DIPA untuk kemudian

dilakukan revisi DIPA.

12. Apakah diperbolehkan bila belanja dengan

MAK yang sama tapi berbeda kegiatan tanpa

melalui mekanisme revisi? Contohnya apakah

boleh kekurangan untuk belanja ATK untuk

kegiatan sakernas ditambahkan dari belanja

ATK untuk kegiatan susenas tanpa melalui

mekanisme revisi?

Jawab:

Tidak boleh, tetap harus melalui mekanisme

revisi POK dan dikoordinasikan dengan BPS

Provinsi.

D. SKPA

1. Pada suatu daerah ada dua satker dari satu

penerbit SKPA yaitu Kanwil X. Ketika salah

satu satker rekon dengan KPPN sedangkan yang

satu belum, akan terjadi perbedaan. Bagaimana

cara mengatasinya?

Jawab:

Selama ini untuk rekon satker dengan SKPA

memang seperti itu, tidak berubah dari tahun

2012, seharusnya untuk rekonsiliasi SKPA

ditunjuk 1 satker sebagai koordinator untuk

melakukan rekonsiliasi ke KPPN

2. Mengapa cetakan realisasi belanja untuk 2

satker berbeda menjadi satu?

Jawab:

Konsep dari SKPA adalah realisasi dimiliki

oleh penerbit SKPA sehingga realisasi

anggaran adalah realisasi satker penerbit,

bukan realisasi satker penerima.

3. Bagaimana cara penerbitan SKPA?

Jawab:

Yang dapat menerbitkan SKPA adalah KPA

unit eselon lebih tinggi kepada KPA unit eselon

lebih rendah dalam unit eselon I yang sama

pada Kementerian Negara/Lembaga. Untuk

KPA Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan

Urusan Bersama tidak dapat menerbitkan atau

menerima SKPA. SKPA diterbitkan melalui

aplikasi SPM. KPA Penerbit menyampaikan

dokumen SKPA (beserta ADK) ke KPPN

Penerbit untuk mendapat pengesahan.

4. Bagaimana Prosedur yang harus dilakukan oleh

Satker penerima SKPA ketika SKPA tersebut

telah diterima?

Isi Formulir Pendaftaran PIN PPSPM untuk

SKPA tersebut dan kirim satu lembar SKPA

yang sudah ditandatangani ke KPPN.

Selanjutnya input ADK SKPA ke aplikasi

SPM dan lakukan pencairan dana sesuai

peruntukan dan ketentuan yang berlaku.

Lakukan rekonsiliasi realisasi dana SKPA

per bulan dengan KPPN Penerima SKPA.

Kirim Laporan Keuangan triwulanan

beserta ADK dari aplikasi SAKPA dan

dokumen pendukung kepada KPA Penerbit.

E. Kerjasama

1. Kenapa tidak diseragamkan untuk kegiatan

kerjasama di BPS untuk seluruh provinsi?

Jawab:

Pola kerjasama di BPS sesuai dengan Perka 37

Tahun 2012 terdapat 3 jenis pola kerjasama di

BPS yaitu PNBP, Hibah dan Swakelola. Karena

masing-masing mitra kerjasama BPS

menginginkan bentuk kerjasama yang berbeda-

beda.

2. Apa perbedaan antara satker PNBP yang

Maksimum Pencairannya ditetapkan terpusat

dan tidak terpusat ?

Jawab:

Untuk satker PNBP terpusat:

Maksimum pencairan ditetapkan

berdasarkan Surat Edaran atau Peraturan

Dirjen Perbendaharaan.

Pencairan dana PNBP dilakukan

berdasarkan Surat Edaran/Peraturan

Dirjen Perbendaharaan tanpa melampirkan

SSBP ketika pencairan dana

Untuk satker PNBP tidak terpusat :

Penetapan Maksimum Pencairan ditetapkan

berdasarkan SSBP yang telah dikonfirmasi

oleh KPPN.

Pencairan dana PNBP dilakukan

berdasarkan Daftar Perhitungan Jumlah

Maksimum Pencairan

3. Bagaimana Cara Perhitungan Maksimum

Pencairan Dana Satker?

Jawab:

MP =(PPP x JS) – JPS

Keterangan:

MP = maksimum pencairan dana.

PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap

pendapatan.

JS = jumlah setoran.

JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya

sampai dengan SPM terakhir yang

diterbitkan.

4. Berapa jumlah UP yang dapat diberikan kepada

satker PNBP ?

Jawab:

Dapat diberikan sebesar 20% dari realisasi

PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu

PNBP maksimal Rp 500 juta.

Dapat diberikan sebesar 1/12 dari pagu

PNBP di DIPA maksimal Rp 200 juta.

Apabila satker:

(a) Belum memperoleh MP,

(b) Nilai MP satker belum mencapa 1/12 pagu

PNBP, atau

(c) Satker terpusat belum memperoleh pagu

pencairan berdasarkan SE/Perdirjen

Perbendaharaan.

Penggantian UP atas pemberian UP dilakukan

setelah satker Pengguna PNBP memperoleh

Maksimum Pencairan dana PNBP minimal

sebesar UP yang diberikan.

5. Bagaimana tata cara Pengesahan Hibah

langsung dalam bentuk uang untuk hibah yang

bersumber dari dalam negeri ?

Jawab:

Tahapannya sebagai berikut:

a) Pengajuan permohonan nomor register ke

DJPU;

b) Pengajuan persetujuan pembukaan

Rekening Hibah ke DJPB;

c) Penyesuaian pagu hibah dalam DIPA; dan

d) Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung

dalam bentuk uang dan belanja yang

bersumber dari hibah langsung dengan

tahapan sebagai berikut:

1) PA/KPA mengajukan SP2HL seluruh

pendapatan hibah sebesar yang telah

diterima dan belanja sebesar yang telah

dibelanjakan maksimal sebesar alokasi

dana yang tercantum pada DIPA,

dilampiri dengan copy Rekening atas

Rekening Hibah, SPTMHL, SPTJM, dan

copy surat persetujuan pembukaan

rekening untuk pengajuan SP2HL

pertama kali.

2) Atas dasar SP2HL, KPPN menerbitkan

SPHL dalam 3 rangkap. Lembar

pertama disampaikan ke PA/KPA.

3) Atas dasar SPHL, KPPN membukukan

Pendapatan Hibah Langsung dan

belanja yang bersumber dari hibah

langsung serta saldo kas di K/L dari

hibah.

4) Atas dasar SPHL, PA/KPA

membukukan belanja yang bersumber

dari hibah langsung dan saldo kas di

K/L dari hibah.

e) Apabila terdapat pengembalian

pendapatan hibah langsung dalam bentuk

uang maka tahapannya sebagai berikut:

1) Sisa uang dapat dikembalikan kepada

Pemberi Hibah sesuai perjanjian hibah

atau dokumen yang dipersamakan. Atas

pengembalian tersebut, PA/KPA

mengajukan SP4HL kepada KPPN

mitra kerjanya sesuai batas waktu yang

ditentukan, dengan dilampiri:

(a) Copy rekening atas Rekening

Hibah,

(b) Copy bukti pengiriman/transfer

kepada Pemberi Hibah, dan

(c) SPTJM.

2) Atas dasar SP4HL tersebut KPPN

menerbitkan SP3HL dalam 3 rangkap.

Lembar pertama disampaikan ke

PA/KPA.

3) Atas dasar SP3HL, KPPN

membukukan pengembalian

Pendapatan Hibah Langsung dan

mengurangi saldo kas di K/L dari

hibah.

4) Atas dasar SP3HL, PA/KPA

membukukan pengurangan saldo kas di

K/L dari hibah.

6. Bagaimana Ketentuan Pengesahan hibah

langsung dalam Bentuk Barang/jasa/surat

berharga?

Jawab:

Tahapannya sebagai berikut :

a) Penandatanganan BAST dan

penatausahaan dokumen pendukung

lainnya bersama pemberi hibah.

b) Pengajuan permohonan nomor register ke

DJPU.

c) Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung

bentuk barang/jasa/surat berharga ke

DJPU dengan mengajukan SP3HL-BJS.

d) Pencatatan hibah bentuk barang/jasa/surat

berharga ke KPPN dengan tahapan sebagai

berikut:

1) PA/KPA menyampaikan MPHL-BJS ke

KPPN dengan dilampiri SPTMHL

bentuk barang/jasa/surat berharga,

SP3HL-BJS yang sudah disetujui DJPU

lembar kedua, dan SPTJM.

2) Atas dasar MPHL-BJS, KPPN

menerbitkan Persetujuan MPHL-BJS

dalam 3 rangkap. Lembar pertama

disampaikan ke PA/KPA.

3) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS,

KPPN membukukan belanja barang

untuk pencatatan persediaan

darihibah/belanja modal untuk

pencatatan aset tetap atau aset lainnya

dari hibah dan Pendapatan Hibah.

4) Atas dasar Persetujuan MPHL-BJS,

PA/KPA membukukan belanja barang

untuk pencatatan persediaan dari

hibah/belanja modal untuk pencatatan

aset tetap atau aset lainnya dari hibah.

7. Apakah diperkenankan output hasil kerjasama

diperjualbelikan sebagai PNBP?

Jawab:

Output hasil kerjasama tidak diperkenankan

diperjualbelikan sebagai PNBP dikarenakan

ouput tersebut adalah milik pemberi dana

kerjasama.

8. Apakah diperbolehkan dalam kerjasama

swakelola tidak membuka rekening dikarenakan

nilai kerjasama yang tidak terlalu besar?

Jawab:

Kerjasama tidak diperkenankan menggunakan

rekening atas nama pribadi, jika dalam

pelaksanaan kerjasama tidak

menggunakan/membuka rekening namun dalam

bentuk uang tunai diperkenankan namun tetap

harus dilaksanakan pembukuannya dengan

tertib.

9. Apakah kerjasama diperkenankan untuk

membiayai kegiatan-kegiatan yang telah

dibiayai APBN?

Jawab:

Kerjasama tidak diperbolehkan untuk

membiayai kegiatan-kegiatan yang telah

dibiayai APBN.

10. Apakah diperkenankan kerjasama menggunakan

rekening Bendahara Pengeluaran dikarenakan

menunggu izin pembukaan rekening dari DJPB?

Jawab:

Kerjasama dapat diperkenankan menggunakan

rekening Bendahara Pengeluaran namun tetap

dicatat pada buku pembantu lainnya, dan jika

terdapat perbedaan pada LPJ Bendahara

Pengeluaran agar dijelaskan pada LPJ

tersebut.

11. Apakah diperkenankan menggunakan logo

Pemda pada output hasil kerjasama.

Jawab:

Diperkenankan untuk menggunakan logo

Pemda pada output hasil kerjasama karena

Pemda sebagai pemberi dana, tidak

diperkenankan menggunakan logo pemda untuk

output yang dibiayai oleh APBN.

F. PNBP dan Rumah Dinas

1. Seluruh PNBP wajib disetor langsung

secepatnya ke Kas Negara namun dalam keadaan

tertentu, penyetoran PNBP sebagaimana

dimaksud di atas dapat dilakukan melalui

Bendahara Penerimaan sesuai dengan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan, keadaan tertentu

seperti apa? Mohon penjelasannya.

Jawab:

Sesuai dengan PP 45 Tahun 2013 yang dimaksud

dengan “keadaan tertentu” adalah suatu

keadaan dimana berdasarkan pertimbangan

efisiensi dan efektivitas Wajib Bayar lebih

praktis menyetor PNBP melalui Bendahara

Penerimaan (tidak langsung ke Kas Negara).

Keadaan tertentu yang menyebabkan Wajib

Bayar dapat menyetor PNBP melalui Bendahara

Penerimaan antara lain:

a) Sulitnya kondisi geografis (daerah terpencil)

yang menyebabkan tidak terdapat Bank

Devisa Persepsi/Bank Persepsi di

kota/wilayah tempat pemenuhan kewajiban

pembayaran/penyetoran PNBP.

b) Jumlah PNBP yang disetor tidak sebanding

dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan penyetoran.

c) Jarak tempat Wajib Bayar dengan Bank

persepsi relatif jauh.

2. Bagaimana tata cara perhitungan sewa rumah

dinas beserta contohnya:

Jawab:

Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman

Dan Prasarana Wilayah Nomor:

373/Kpts/M/2001 Tentang Sewa Rumah Negara

Tata cara perhitungan Perhitungan sewa rumah

negara.

Rumus Sewa :

Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk

Sb : Sewa bangunan per bulan

2,75% : Prosentase sewa terhadap nilai

bangunan

Lb : Luas bangunan dalam meter

persegi

Hs : Harga satuan bangunan per

meter persegi

Ns : Nilai sisa bangunan /layak huni

(60 %)

Fkb : Faktor klasifikasi tanah/kelas

bumi ( % )

Fk : Faktor keringanan sewa untuk

PNS (5 %)

KETERANGAN :

1. Prosentase sewa terhadap nilai bangunan

2,75 %.

2. Luas bangunan (Lb) dalam meter persegi

dihitung dari as ke as.

3. Harga Satuan (Hs)

a) Harga satuan (Hs) bangunan sesuai

klasifikasi dalam keadaan baru

berdasarkan Peraturan Pemerintah

Daerah Setempat (Kabupaten/Kota)

pada tahun yang berjalan.

b) Harga satuan bangunan, dengan :

1) Luas bangunan 36–95 m2

mengikuti harga satuan Tipe C, D,

E.

2) Luas bangunan 96–185 m2

mengikuti harga satuan Tipe B.

3) Luas bangunan 186 m2 keatas

mengikuti harga satuan Tipe A.

c) Harga satuan bangunan semi permanen

(dinding bagian bawah batu/batako dan

bagian atas papan/anyaman bambu) 50

% x Hs.

d) Nilai Sisa Bangunan (NS)

1) Nilai sisa bangunan ditetapkan 60

% sebagai bangunan layak huni.

2) (Nilai sisa bangunan antara 20 %

s/d.100 % dengan rata-rata 60 %).

e) Faktor Klasifikasi Tanah (Fkb)

Faktor klasifikasi tanah adalah besar

prosentase sewa terhadap klasifikasi

tanah/kelas bumi sebagaimana

tercantum dalam SPPT Pajak Bumi dan

Bangunan ( PBB )

f) Faktor Keringanan (Fk) Faktor

keringanan sewa untuk PNS (5 %)

g) Sewa Rumah Negara Dengan Luas

Tanah Melebihi Standar

Standar luas tanah Rumah Negara

sesuai Tipe :

T i p e Luas

Bangunan

Luas

Tanah

A 250 m2 600 m2

B 120 m2 350 m2

C 70 m2 200 m2

D 50 m2 120 m2

E 36 m2 100 m2

Rumah Negara yang berdiri diatas persil dengan

luas tanah melebihi luas standar lebih dari 20 %

dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas

tanah sebagai berikut :

St = 2 % x [ ( Lt x NJOP ) x Fk ] / tahun

St : Sewa kelebihan tanah per tahun

2 % : Prosentase sewa terhadap nilai tanah

Lt : Luas kelebihan tanah dari standar, dalam

meter persegi

NJOP : Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT

Fk : Faktor keringanan sewa untuk PNS (5 %)

Contoh Perhitungan Sewa

Rumus Sewa :

Sb = 2,75 % x [(Lb x Hs x Ns) x Fkb] x Fk

Contoh Perhitungan Sewa Untuk Lokasi DKI

Jakarta :

Kelas bumi : (A9), Fkb = 80%

Esl 1 = 2,75% (250m2 X Rp864.000,- X60%X80%)X5%

= Rp 142.500/bulan

Esl II = 2,75% (120m2 X Rp779.000,- X60%X80%)X5%

= Rp 61.697/bulan

Esl II1 = 2,75% (70m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%

= Rp 34.881/bulan

Esl IV = 2,75% (50m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%

= Rp 24.915/bulan

Esl V = 2,75% (36m2 X Rp775.000,- X60%X80%)X5%

= Rp 17.798/bulan

G. Pajak

1. Apakah terdapat peraturan yang mengatur

bahwa bendahara pengeluaran satker tidak boleh

memecah kwitansi untuk menghindari

pembayaran pajak Terima kasih

Jawab:

Sebagai aparat pemerintah yang mengelola

keuangan negara tentu diharapkan

kontribusinya untuk meningkatkan penerimaan

negara yang salah satunya adalah pajak.

Sehingga tidaklah etis untuk menghindari

pembayaran pajak apapun caranya, termasuk

memecah kuitansi.

2. Pajak disetorkan pada hari yang sama, apa

maksudnya?

Jawab:

Untuk PPh 22 bahwa pada saat menyampaikan

SPM ke KPPN pada saat itu PPh 22 disetorkan.

3. Bagaimana perlakukan PPh pasal 21 nya jika

ada mitra dalam setahun itu hanya 5 bulan

bekerja?

Jawab:

Jika penghasilannya melebihi PTKP maka tetap

dipotong pajak PPh 21.

4. Konsumsi rapat di kantor bagaimana pajaknya?

Jawab:

Untuk konsumsi rapat dibebaskan PPN, namun

jika pembeliannya lebih dari dua juta maka

dikenakan PPh 22.

5. Dalam PPh 21 apakah ada akun yang menjamin

PPh 21 honor dipotong lewat PTKP, sedangkan

pada akun 521219 dipotong tidak harus lewat

PTKP?

Jawab:

Untuk PPh 21 ada yang pemotongannya

dikenakan PTKP jika dia diposisikan sebagai

pegawai tidak tetap, jika PPh 21 dasar

pengenaan pajak adalah penghasilan bruto

maka dia diposisikan sebagai peserta kegiatan.

6. Untuk pembelian ATK dibawah Rp2.000.000,-

bagaimana cara pemotongan pajaknya?

Jawab:

Pembelian ATK dibawah 2 Juta namun di atas 1

juta maka hanya dikenakan PPN saja. Jika

pembelian dibawah Rp1.000.000,- maka tidak

dikenakan PPN dan PPh 22.

H. Rapat dan Kegiatan Yang Sejenis

1. Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

dilaksanakan di dalam kota penyelenggara

kegiatan dengan menggunakan paket meeting

fullboard dan seluruh biaya ditanggung

penyelenggara bagaimanakah rincian

pembiayaannya?

Jawab:

Rincian pembebanan biayanya sebagai berikut:

a. Biaya transportasi seluruh peserta, baik

peserta dan panitia dari dalam kota maupun

peserta dari luar kota menggunakan akun

524114.

b. Uang harian dibayarkan berupa uang saku

paket meeting fullboard sesuai standar biaya,

baik peserta dan panitia dari kota maupun

peserta dari luar kota menggunakan akun

524114.

c. Paket meeting (termasuk biaya penginapan)

dibayarkan menggunakan akun 524114.

2. Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

dilaksanakan di dalam kota penyelenggara

kegiatan dengan menggunakan paket meeting

fullboard. Panitia penyelenggara hanya

menanggung biaya meeting fullboard (termasuk

biaya penginapan) dan uang harian, sedangkan

biaya transportasi ditanggung oleh masing-

masing satker peserta bagaimanakah rincian

pembiayaannya?

Jawab:

Rincian pembebanan biayanya adalah sebagai

berikut:

Satker Penyelenggara:

Uang harian berupa uang saku paket meeting

fullboard sesuai standar biaya, baik peserta

dan panitia dari dalam kota maupun peserta

dari luar kota menggunakan akun 524114.

Paket meeting (termasuk biaya penginapan)

dibayarkan menggunakan akun 524114.

Masing-masing Satker Peserta:

dari dalam kota, biaya transportasi

dibebankan pada akun 524114.

dari luar kota, biaya transportasi dibebankan

pada akun 524119.

3. Kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya

dilaksanakan di luar kota penyelenggara kegiatan

dengan menggunakan paket meeting fullboard

dan seluruh biaya ditanggung penyelenggara.

Bagaimanakah rincian pembebanan biayanya?

Jawab:

Rincian pembebanan biayanya sebagai berikut:

Biaya transportasi seluruh peserta, baik

peserta dan panitia dari luar kota maupun

peserta dari dalam kota menggunakan akun

524119.

Uang harian dibayarkan berupa uang saku

paket meeting fullboard sesuai standar biaya,

baik peserta dan panitia dari kota maupun

peserta dari luar kota menggunakan akun

524119.

Paket meeting (termasuk biaya penginapan)

dibayarkan menggunakan akun 524119.

4. Apakah rapat diluar jam kantor yang

dilaksanakan didalam kantor apakah

mendapatkan uang transport?

Jawab:

Biaya transport untuk peserta rapat diluar jam

kantor yang dilaksanakan di dalam kantor tidak

diperbolehkan dikarenakan tidak memenuhi

definisi perjalanan dinas sesuai dengan PMK 113

Tahun 2012.

5. Dokumen apa saja yang diperlukan terkait

kelengkapan rapat diluar jam kantor?

Jawab:

Sesuai dengan Per 22 Pb 2013 dan Perka BPS No

31 Tahun 2013

1) Syarat dan ketentuan rapat di dalam kantor

di luar jam kerja:

a. Berpedoman pada Peraturan Menteri

Keuangan mengenai Standar Biaya

b. Dilaksanakan paling sedikit 4 (empat)

jam di luar jam kerja dengan ketentuan:

Hari Senin-Kamis : jam 16.00-20.00

Hari Jumat : jam 16.30-20.30

c. Diselenggarakan di dalam kantor di luar

jam kerja pada hari kerja satker

bersangkutan

d. Form permintaan rapat di luar jam kerja

diajukan ke KPA paling lambat 3 (tiga)

hari sebelum penyelenggaraan dan

disetujui oleh PPK

e. Peserta harus sudah tercatat hadir di

kantor paling lambat pukul 08.00

WIB/WITA/WIT

f. Tidak diberikan uang lembur dan uang

makan lembur

g. Satu orang peserta hanya berhak

mendapatkan uang saku rapat satu kali

dalam satu hari

h. Petugas pendukung rapat berhak

mendapat uang saku rapat sebesar 50%

dari standar biaya.

i. Dokumen pertanggungjawaban

administrasi yang dilengkapi di Badan

Pusat Statistik Provinsi:

Surat undangan ditandatangani oleh

Kepala Badan Pusat Statistik

Provinsi atau eselon III

penyelenggara

Surat tugas dari unit penyelenggara

yang ditandatangani oleh Kepala

Badan Pusat Statistik Provinsi

Surat pernyataan pelaksanaasn rapat

yang ditandatangani oleh

penanggungjawab kegiatan (paling

rendah pejabat setingkat eselon III),

dilengkapi dengan rincian materi

yang akan di bahas.

Daftar hadir dan print out presensi

handkey. Minimal dua orang dari

unit eselon III lainnya atau dari

instansi lain yang salah satunya

minimal pejabat eselon III. Peserta

lainnya berasal dari unit eselon III

penyelenggara.

Notulen dan laporan hasil rapat yang

diketahui oleh pejabat eselon III

terkait, disampaikan kepada PPK,

ditembuskan kepada Kepala Badan

Pusat Statistik Provinsi dan seluruh

peserta rapat.

Daftar uang saku rapat di luar jam

kerja. Peserta dapat diberikan uang

saku rapat sebesar Rp200.000,-/bruto

Kuitansi pembeliaan konsumsi

j. Dokumen pertanggungjawaban

administrasi yang dilengkapi di Badan

Pusat Statistik Kabupaten/ Kota:

Surat undangan ditandatangani oleh

Kepala Badan Pusat Statistik

Kabupaten/ Kota

Surat tugas dari unit penyelenggara

yang ditandatangani oleh Kepala

Badan Pusat Statistik Kabupaten/

Kota

Surat pernyataan pelaksanaan rapat

yang ditandatangani oleh

penanggung jawab kegiatan (paling

rendah pejabat setingkat eselon IV),

dilengkapi dengan rincian materi

yang akan di bahas.

Daftar hadir dan print out presensi

handkey. Minimal dua orang dari

unit eselon IV lainnya atau dari

instansi lain yang salah satunya

minimal pejabat eselon IV. Peserta

lainnya berasal dari unit eselon IV

penyelenggara.

Notulen dan laporan hasil rapat yang

diketahui oleh pejabat eselon IV

terkait, disampaikan kepada PPK,

ditembuskan kepada Kepala Badan

Pusat Statistik Kabupaten/ Kota dan

seluruh peserta rapat.

Daftar uang saku rapat di luar jam

kerja. Peserta dapat diberikan uang

saku rapat sebesar Rp150.000,-/

bruto

Kuitansi pembeliaan konsumsi

I. Perjalanan Dinas

1. Tindakan Atasan Pelaksana SPD/Penerbit Surat

Tugas dalam menerapkan prinsip-prinsip

perjalanan dinas berupa apa?

Jawab:

Melakukan monitoring penerbitan Surat

Tugas di lingkup wilayah kerjanya;

Dapat membatasi pelaksanaan perjalanan

dinas dalam Kota hanya sampai dengan 8

jam, kecuali pelaksanaan perjalanan dinas

dimaksud memang sangat diperlukan

penyelesaiannya lebih dari 8 jam.

Contoh:

Dalam Surat Tugas disebutkan pelaksanaan tugas

dalam Kota dimulai tanggal 1 sampai dengan

tanggal 10, waktu perjalanan dinas jabatan

adalah pukul 09.00 s.d 17.00 WIB (8 jam) setiap

hari. Atas pelaksanaan tugas tersebut diberikan

biaya perjalanan dinas berupa transpor dalam

Kota.

2. Pembayaran uang harian mengacu pada jumlah

hari yang tercantum dalam Surat Tugas,

contohnya seperti apa?

3.

Jawab:

Contoh:

Pelaksana SPD diundang untuk mengikuti rapat

koordinasi selama 3 hari (tanggal 5, 6 dan 7) di

Jakarta. Atasan Pelaksana SPD menerbitkan

Surat Tugas selama 5 hari, dari tanggal 4 sampai

dengan tanggal 8 karena Pelaksana SPD

dimaksud memerlukan waktu 1 hari untuk tiba di

tempat tujuan dan 1 hari untuk kembali ke tempat

kedudukan semula. Kepada Pelaksana SPD

dibayarkan uang harian untuk tanggal 4 dan 8,

yang dibebankan pada DIPA satuan kerja

penyelenggara. Selama rapat koordinasi (tanggal

5, 6, dan 7) diberikan uang harian sebesar uang

saku paket fullboard.

Atasan Pelaksana SPD harus memperhitungkan

apakah keberangkatan 1 hari sebelum dan/atau 1

hari sesudah pelaksanaan rapat koordinasi

tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila dalam surat tugas disebutkan Pelaksana

SPD berangkat pada tanggal 5 dan kembali pada

tanggal 7, maka tidak dibayarkan uang harian

untuk tanggal 5 dan tanggal 7, namun hanya

dibayarkan uang saku paket fullboard (tanggal 5,

6, dan 7) sesuai Standar Biaya.

4. Pertanggungjawaban uang harian sesuai dengan

jumlah hari riil pelaksanaan perjalanan dinas

jabatan contohnya seperti apa?

Jawab:

Contoh:

Pelaksana SPD ditugaskan melakukan perjalanan

dinas selama 4 hari dan kepadanya sudah

diberikan uang harian selama 4 hari. Ternyata

Pelaksana SPD sudah kembali ke tempat tugas

(kantor) pada hari ke-3 (sebelum berakhirnya

masa tugas). Maka Pelaksana SPD dimaksud

harus mengembalikan kelebihan pembayaran

uang harian selama 1 hari.

5. Penugasan yang dilaksanakan lebih dari satu

tujuan pelaksanaan perjalanan dinas jabatan dan

merupakan satu kesatuan penugasan hanya

diberikan sebesar 1 (satu) kali biaya transpor

dalam Kota, contohnya seperti apa?

Jawab:

Contoh:

Dalam satu surat tugas disebutkan bahwa

Pelaksana SPD melaksanakan kegiatan

pembinaan kepada kantor di Kecamatan A, B,

dan C yang masih dalam satu Kabupaten/Kota.

Kepada Pelaksana SPD tersebut hanya diberikan

1 kali biaya transpor dalam Kota secara lumpsum

sesuai standar biaya.

6. Biaya transpor dalam Kota lebih dari 8 jam

melebihi biaya transpor dalam Kota yang

diberikan secara lumpsum sesuai Standar Biaya,

maka kepada Pelaksana SPD diberikan biaya

transpor sesuai bukti riil moda transportasi yang

digunakan, contohnya seperti apa?

Jawab:

Contoh:

Pelaksana SPD melakukan perjalanan dinas

dalam Kota lebih dari 8 jam menggunakan moda

transportasi pesawat udara sehingga biaya yang

diperlukan lebih dari biaya transpor dalam Kota

sesuai standar biaya. Kepada Pelaksana SPD

diberikan biaya transpor sesuai bukti riil

transportasi pesawat udara.

7. Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan 30 %

karena tidak terdapat hotel atau tempat menginap

lainnya, sehingga Pelaksana SPD menginap di

tempat menginap yang tidak menyediakan

kuitansi/bukti biaya penginapan, contohnya

seperti apa?

Jawab:

Contoh:

Petugas instansi A melakukan pengukuran tanah

selama 3 hari di wilayah yang masih dalam satu

kabupaten. Dalam melakukan tugasnya, Petugas

instansi A tersebut memerlukan menginap. Pada

wilayah pengukuran tersebut tidak tersedia hotel

atau tempat menginap lainnya, sehingga Petugas

instansi A menginap di rumah penduduk. Kepada

Petugas instansi A diberikan biaya penginapan

sebesar 30% secara lumpsum selama 2 malam.

8. Pelaksana SPD diberikan biaya penginapan 30 %

karena meskipun terdapat hotel atau tempat

menginap lainnya, namun Pelaksana SPD tidak

menginap di hotel atau tempat menginap lainnya

tersebut. Contohnya seperti apa?

Jawab:

Contoh:

Seorang Pelaksana SPD diperintahkan

melaksanakan tugas pembinaan, dan monitoring

dan evaluasi ke luar kota selama 3 hari. Dalam

melaksanakan tugasnya, Pelaksana SPD

dimaksud tidak menginap di hotel atau tempat

menginap lainnya, sehingga Pelaksana SPD

dimaksud tidak dapat menyerahkan kuitansi/bukti

riil biaya penginapan. Kepada Pelaksana SPD

dimaksud diberikan biaya penginapan sebesar

30% secara lumpsum selama 2 malam.

9. Biaya penginapan sebesar 30% tidak diberikan

untuk perjalanan dinas seperti apa?

Jawab:

Perjalanan Dinas Jabatan dalam Kota lebih

dari 8 jam yang dilaksanakan pergi dan

pulang dalam hari yang sama.

Perjalanan Dinas Jabatan untuk mengikuti

rapat, seminar, dan sejenisnya yang

dilaksanakan dengan paket meeting

fullboard.

10. Pelaksana SPD sesuai penugasan melaksanakan

perjalanan dinas dalam Kota dari Jakarta Timur

ke Jakarta Barat selama 20 hari. Selama

melaksanakan perjalanan dinas, Pelaksana SPD

dimaksud tidak memerlukan penginapan (pulang

ke rumah). Atas pelaksanaan perjalanan dinas

dimaksud kepada Pelaksana SPD tidak diberikan

biaya penginapan sebesar 30% Berapa besaran

transport yang bisa diberikan untuk KSK yang

dipanggil dari kecamatan tempatnya bertugas

untuk mengikuti refreshing dikantor? Apakah

menggunakan besaran transport dari rumah KSK

ybs ke kantor atau transport dari kec. Tempat

bertugas dengan asumsi kegiatan dilaksanakan

diluar jam kerja pada hari kerja?

Jawab:

Besaran transport mengacu pada transport

kecamatan ke ibukota kabupaten (kantor

BPS setempat). (mengacu SK Transport yang

ditetapkan oleh KPA)

Jika refreshing dilakukan pada jam kerja

tidak mendapat transport.

Jika refreshing dilakukan diluar hari kerja

mendapat transport dengan besaran

transport dari rumah KSK (kecamatan

setempat) menuju kantor BPS (mengacu SK

Transport yang ditetapkan oleh KPA).

11. Apakah pegawai pelaksana SPD lebih dari 8 jam

tetap wajib absen dikantor?

Jawab:

Tidak wajib

Pelaksana juga berhak mendapat uang

harian sehingga tidak boleh mendapat uang

makan.

12. Bagaimana apabila ditemukan perjalanan dinas

yang seharusnya dilakukan kurang dari 8 jam

namun dilaksanakan lebih dari 8 jam agar

mendapat uang harian?

Jawab:

Hal ini tidak diperkenankan. PPK dan KPA

harus membuat matrik SPD lengkap dengan

tujuan, beban kerja dan penganggarannya

sehingga mampu terlaksana 3 E.

Pegawai ybs harus absen dan tidak

mendapat uang harian (tidak mendapat uang

harian)

13. Bagaimana konsep 8 jam pada perjalanan dinas

apakah pulang pergi saja ataukah sudah termasuk

dengan melakukan kegiatan?

Jawab:

Berangkat melaksanakan tugas sesuai SPD

pulang ke tempat kedudukan semula.

J. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

1. Pejabat Pembuat Komitmen dalam menyusun

rencana kegiatan akan mengadakan pembelian

sebuah mesin seharga Rp 25 juta rupiah dengan

Uang Persediaan. Apakah hal tersebut bisa

dilaksanakan?

Jawab:

Pelaksanaan pembayaran atas suatu tagihan

pada prinsipnya adalah dengan pembayaran

Langsung (LS) kepada penyedia barang/jasa atau

Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya. Dalam

hal tidak bisa dilaksanakan dengan LS, baru

dilakukan melalui Uang Persediaan (UP). Hal ini

dengan pertimbangan bahwa UP digunakan

untuk keperluan membiayai kegiatan operasional

sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran

yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme

LS.

Pembayaran secara LS atas nilai pembelian

sebesar Rp25 juta tersebut juga dengan

pertimbangan keamanan. Apabila pegawai yang

ditugaskan melakukan pembelian berangkat ke

toko untuk membeli mesin yang sudah

direncanakan tersebut dengan membawa uang

sebesar Rp25 juta, dikhawatirkan terjadi tindak

kejahatan dalam perjalanan dari kantor satker ke

toko yang bersangkutan, misalnya pencopetan,

penjambretan, atau perampokan, atas uang

tersebut. Sehingga lebih aman jika pembayaran

atas pembelian mesin tersebut dilakukan secara

LS.

Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan

dan pembelian tetap akan dilakukan dengan UP

hal tersebut juga bisa dilaksanakan. Karena

Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran

Pembantu dapat melakukan pembayaran UP

kepada satu penerima/penyedia barang/jasa

maksimal Rp50 juta dan pengeluaran atas UP

bisa diberikan untuk pengeluaran belanja

barang, belanja modal, dan belanja lain-lain.

2. Bisakah perjanjian/kontrak dibebankan lebih dari

satu tahun anggaran?

Jawab:

Perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa hanya

dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran

berkenaan. Jika lebih dari satu tahun anggaran,

harus mendapatkan persetujuan dari pejabat

yang berwenang.

3. Apakah Syarat-Syarat Jaminan Uang Muka?

Jawab:

a) Masa berlaku jaminan uang muka sekurang-

kurangnya sampai dengan berakhirnya

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan

kontrak.

b) Masa klaim jaminan uang muka sekurang-

kurangnya 30 hari kalender setelah

berakhirnya masa berlaku jaminan uang

muka.

c) Nilai jaminan uang muka sekurang-

kurangnya sama dengan besarnya uang

muka yang dibayarkan kepada penyedia

barang/jasa.

d) Isi Surat Jaminan Uang Muka memuat:

nama dan alamat pengguna barang/jasa,

penyedia barang/jasa yang ditunjuk,

hak penjamin, nama paket kontrak

nilai jaminan uang muka (dalam angka

dan huruf)

e) Kewajiban pihak-pihak penjamin untuk

mencairkan surat jaminan uang muka

dengan segera kepada pengguna barang/jasa

sesuai ketentuan dalam jaminan uang muka.

Masa berlaku jaminan uang muka.

Mengacu kepada Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata Pasal 1831 dan 1832.

Tanda tangan penjamin

Ketentuan bahwa Kepala KPPN yang

menerbitkan SP2D uang muka

berdasarkan surat kuasa pemegang

jaminan atau obligee dapat mengajukan

tuntutan/klaim penagihan kepada

penjamin sampai dengan berakhirnya

masa klaim jaminan uang muka.

4. Bagaimana cara pembayaran pengembalian uang

muka?

Jawab:

Dibayarkan secara proporsional melalui

potongan SPM sesuai pencapaian pekerjaan dan

harus lunas saat pembayaran terakhir pengadaan

barang/jasa.

5. Apa kelengkapan SPM berkaitan dengan jaminan

uang muka?

Jawab:

Asli jaminan uang muka

Asli surat kuasa PPK kepada Kepala KPPN

yang menerbitkan uang muka untuk

melakukan klaim jaminan uang muka. Surat

ini harus memuat hak substitusi.

Asli konfirmasi tertulis dari pimpinan

penerbit jaminan uang muka berisi

pernyataan kebenaran telah menerbitkan

jaminan uang muka, pernyataan kebenaran

klausul tertuang dalam jaminan uang muka,

serta pernyataan bahwa jaminan uang muka

bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat

(unconditional). Di halaman belakang surat

ini dibubuhi stempel "telah disahkan PPSPM

di..pada tanggal...", stempel dinas, dan tanda

tangan PPSPM.

6. Bagaimana mengatasi kurang memadainya SDM

pegawai terkait dengan kompetensi kemampuan

teknis pembangunan gedung?

Jawab:

Meminta tenaga teknis dari PU untuk menjadi

panitia pengadaan.

Untuk formasi panitia pengadaab yang

melibatkan tenaga teknis dari PU disarankan

mengikuti hal berikut:

Panitia yang berasal dari BPS diupayakan

berjumlah 3 orang dari total 5 orang

panitia.

Jika point diatas tidak memungkinkan

maka panitia dari BPS harus memegang

peran sebagai sekretaris.

7. Bagaimana mekanisme lelang sebelum tahun

anggaran?

Jawab:

Hal ini dapat dilakukan jika telah dipastikan

bahwa satker ybs memang benar-benar

mendapat anggaran untuk PBJ tahun

berikutnya

Mekanisme PBJ sama dengan PBJ tahun

berjalan.

8. Bagaimana kiat mempercepat proses PBJ untuk

pembangunan gedung agar tidak mepet Tahun

Anggaran?

Jawab:

Setelah menerima DIPA Definitif segera

lakukan lelang kantor lama

Satker harus menyiapkan gambaran mengenai

pembangunan, misalnya ruang apa saja yang

dibutuhkan, bentuknya seperti apa mengacu

pada kantor2 BPS yang lain dan Prototype

Untuk kontrak konsultan perencana dibawah

50jt boleh dilakukan penunjukan langsung

sehingga mempercepat proses menuju

kontrak untuk pelaksanaan.

9. Bagaimana mengatasi perselisihan antara ULP

dan PPK?

Jawab:

Butuh komitmen kedua belah pihak demi

tercapainya tujuan yaitu pelaksanaan PBJ

sesuai peraturan

10. Bagaimana jika ditengah pelaksanaan PBJ terjadi

mutasi pada PPK, apakah PPK boleh diganti?

Jawab:

Boleh, asalkan PPK pengganti memenuhi

kualifikasi sebagai PPK

K. Pembukuan

1. Bagaimana cara penginputan nomor bukti kas

pada pembukuan bendahara, apabila pembayaran

UP atas dasar SPBy sesuai PMK 190 Tahun 2012,

dengan kasus sebagai berikut:

a) SPBy dilampiri kuitansi/nota dari toko,

nomor yang diinput pada no.bukti kas

pembukuan bendahara yang mana? Apakah

nomor nota/kuitansi toko atau nomor SPBy?

(nota/kuitansi toko pada umumnya tidak

bernomor)

b) Apabila pada point 1 di atas, kuitansi dibuat

sendiri sesuai format PMK 190 karena toko

tidak memberikan nota/kuitansi, lalu

dibuatkan SPBy, nomor bukti kas yang

diinput pada pembukuan bendahara yang

mana? Jika yang diinput itu adalah nomor

SPBy, untuk apa ada kolom nomor bukti kas

pada kuitansi yang dibuat? dan sebaliknya?

c) Demikian halnya dengan kuitansi perjalanan

dinas yang dibuatkan SPBy, bagaimana

penginputan nomor bukti kas pada

pembukuan bendahara? Kuitansi atau SPBy?

Jawab:

a) SPBy merupakan dokumen yang menjadi

bukti adanya perintah dari PPK kepada

Bendahara Pengeluaran/BPP untuk

mengeluarkan uangnya dari kas Bendahara.

Apabila terdapat kuitansi yang harus

dibayar namun tidak disertai dengan adanya

SPBy dari PPK, maka Bendahara

Pengeluaran/BPP tidak diperbolehkan

membayar. Hal itu merupakan bagian dari

tugas Bendahara Pengeluaran/BPP untuk

menguji SPBy berdasarkan kuitansi/dokumen

pendukung dan juga ketersediaan dana.

b) Perlu juga dipahami perbedaan antara

nomor bukti dengan nomor dokumen dimana

nomor bukti merupakan nomor urutan

transaksi pembukuan Bendahara sebagai

sarana untuk mengecek kepatuhan dan

kebenaran pembukuan Bendahara sehingga

terlepas dari nomor pada dokumen berupa

SPBy maupun kuitansi. Namun, setiap

pembukuan Bendahara harus berdasarkan

dokumen sumber.

2. Bendahara Pengeluaran/BPP membukukan

pengeluaran uangnya pada saat pembayaran

UP/TUP maupun pemberian uang muka adalah

berdasarkan SPBy. Namun, pembebanan pada

akun-akun terkait dalam Buku Pengawasan

Anggaran adalah sesuai rincian dokumen terkait

yang dalam hal ini juga termasuk kuitansi.

Bagaimana membukukan transaksi dengan

tanggal nota yang berbeda-beda sebagai contoh

pengiriman dokumen dengan nilai rupiah yang

kecil digabungkan menjadi satu kemudian baru

dilakukan penagihan pembayaran pada

bendahara. Sedangkan tanggal nota sudah tidak

sesuai. Selain itu pembayaran juga telah

dilakukan oleh subject matter jadi dalam hal ini

tagihan pada bendahara hanya berupa

penggantian?

Jawab:

Pembukuan dilakukan untuk tiap transaksi

berdasarkan tanggal pada

nota/kuitansi/bukti pembayaran. Sehingga

tidak dibenarkan mengumpulan nota menjadi

satu nota.

Pembayaran pengiriman surat dinas tidak

boleh berupa penggantian pada subject

matter, melainkan bendahara langsung

membayar pada penyedia jasa pengiriman.

Bendahara membentuk kerjasama dengan

rekanan /penyedia jasa pengiriman agar

pembayaran bisa dilakukan berkala (lebih

teratur).

3. Terdapat realisasi belanja yang melebihi pagu

anggaran pada POK, bagaimana cara

membukukan pada BKU (realisasi transport ST

2013)?

Jawab:

Setiap transaksi yang dilakukan bendahara

harus dibukukan, sehingga walaupun realisasi

belanja melebihi pagu anggaran harus tetap

dibukukan.

4. Apa saja yang disampaikan pada saat LPJ?

Jawab:

LPJ Bendahara Penerimaan, LPJ

Bendahara Pengeluaran, LPJ BPP.

disertai dengan salinan rekening koran

bulan berkenaan.

5. Apa yang harus dilakukan Bendahara dalam

membuat LPJ ?

Jawab:

Bendahara menyelenggarakan pembukuan

terhadap seluruh penerimaan dan

pengeluaran satker (terdiri dari Buku Kas

Umum/BKU, Buku Pembantu dan Buku

Pengawasan Anggaran), yang dilakukan

berdasarkan dokumen sumber pembukuan

bendahara.

Pembukuan dilakukan terlebih dahulu pada

BKU kemudian dicatat pada Buku

Pembantu.

Cetak Rekening Koran.

Lakukan rekonsiliasi internal dengan

meneliti kesesuaian antara pembukuan

bendahara dan laporan keuangan UAKPA

dengan menggunakan data:

a) Saldo UP untuk bendahara pengeluaran

b) Kuitansi yang belum di-SPM-

GUP/SP2D-kan untuk bendahara

pengeluaran,

c) SPM LS kepada bendahara yang belum

dibayarkan kepada yang berhak,

d) penerimaan negara yang belum disetor

ke Kas Negara berupa SBS untuk

Bendahara Penerimaan, dan

e) realisasi anggaran.

6. Apakah Rekonsiliasi SAKPA dan LPJ bisa

disampaikan melalui email ?

Jawab:

Bisa

7. Apa Sanksi jika terlambat melakukan

rekonsiliasi?

Jawab:

Diberikan Surat Peringatan Penyampaian

Laporan Keuangan (SP2LK) apabila setelah

7 hari kerja tidak melakukan rekonsiliasi.

Diterbitkan Surat Pemberitahuan

Pengenaan Sanksi (SP2S) apabila 5 hari

kerja setelah SP2LK diterbitkan masih belum

melakukan rekonsiliasi.

Penundaan penerbitan SP2D Non Belanja

Pegawai

Penundaan penerbitan SP2D-GUP/TUP

L. Bukti Pengeluaran

1. Pada kondisi tertentu subject matter (teknis)

diharuskan untuk segera mengirimkan dokumen

baik ke BPS Prov maupun BPS Pusat sehingga

jika harus menunggu dari Tata Usaha yang

mengirimkan pasti akan lama. Untuk itu

biasanya subject matter (teknis) akan

mengirimkan dan membayar biaya pengiriman

sendiri dan kemudian di klaim pada bendahara.

Apakah hal ini dibolehkan?

Jawab:

Agar tertib administrasi, semua pengeluaran

harus dilakukan oleh bendahara. Hal ini

tidak harus terjadi jika satker dalam hal ini

tata usaha dan subbag keuangan membina

kerjasama dengan jasa pengiriman sehingga

pada kondisi tersebut subject matter (teknis)

tetap bisa dengan segera mengirimkan

dokumen tanpa harus membayar, karena

rekanan akan melakukan penagihan pada

bendahara.

Untuk mengatasi overload kiriman dan untuk

efektifitas pelaksanaan pengiriman, maka

dapat dilakukan kerjasama dengan lebih dari

1 jasa pengiriman (untuk satker yang

mempunyai intensitas pengiriman tinggi).

2. Apakah boleh kendaraan dinas tidak memakai

pertamax dikarenakan didaerah setempat tidak

ada SPBU yang menjual pertamax.

Jawab:

Boleh, karena memang kondisi tidak ada.

Untuk kabupaten yang tidak ada SPBU sama

sekali boleh membeli eceran dengan

mencantumkan nama dan alamat penjual.

Untuk perbedaan harga BBM diberbagai

daerah, hal ini dibolehkan karena harga

BBM tiap daerah memang bervariasi.

3. Apakah biaya administrasi dalam pembayaran

biaya langganan daya dan jasa yang dilakukan di

kantor pos boleh dimasukkan sebagai bagian

dari pembayaran daya dan jasa?

Jawab:

Biaya administrasi dalam pembayaran biaya

langganan daya dan jasa yang dilakukan di

kantor pos boleh dimasukkan sebagai bagian

dari pembayaran daya dan jasa.

4. Apakah 1 (satu) SPBy boleh untuk beberapa

kuitansi?

Jawab:

1 (satu) SPBy boleh/dapat terdiri dari beberapa

kuitansi.

5. Apakah boleh Bendahara Pengeluaran

menandatangani untuk bagian penerima uang

pada SPBy karena Bendahara Pengeluaran yang

langsung membayarkan pada pihak ketiga

misalkan pada saat pembayaran langganan daya

dan jasa.

Jawab:

SPBy merupakan dokumen/tanda bukti

pembayaran UP dari Bendahara atas perintah

PPK. Penerima uang adalah pegawai yang

ditunjuk melaksanakan kegiatan dan melakukan

pembayaran, dalam hal Saudara misalkan yang

melakukan pembayaran ke loket PLN maka di

kolom penerima uang diisi nama Saudara

namun selaku pegawai yang ditunjuk melakukan

pembayaran (UP) kepada pihak ketiga, bukan

sebagai Bendahara Pengeluaran.

6. Untuk kwitansi yang disahkan oleh PPK namun

dalam kwitansi tidak terdapat ruang untuk

pengesahan tersebut, bagaimana solusinya

terima kasih.

Jawab:

Pengesahan yang dilakukan oleh PPK dapat

dilakukan pada lembar belakang kuitansi.

7. SPBy sebagaimana terdapat pada lampiran XII

dalam PMK 190 tentunya merupakan format

baku. Selanjutnya, pada bagian/baris/kotak

keempat dari atas, tertulis Kepada : …………

Kemudian pada bagian/baris/kotak kelima

ditengah tertulis penerima uang/uang muka

kerja. Contoh kasus kami misalnya; jika seorang

staf di satker kami membeli ATK di toko ABCD

apakah yang ditulis pada bagian kepada: ……..

adalah Kepada: Toko ABCD atau nama staf

kami? berhubung pada bagian penerima

uang/uang muka kerja sudah pasti/harus nama

staf kami. Mohon Pencerahan dan Penegasan,

Terima Kasih.

Jawab :

SPBy dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1) Yang dibayarkan langsung kepada

rekanan/pihak ke tiga atas pembelian

barang/jasa,SPBy dilampiri dengan:

a) Kuitansi/bukti pembelian yang telah

disahkan PPK beserta faktur pajak dan

SSP;dan

b) Nota/bukti penerimaan barang/jasa

atau dokumen pendukung lainnya yang

diperlukan yang telah disahkan PPK.

c) Dalam SPBy Kepada: diisi nama

rekanan/pihak ke tiga penyedia

barang/jasa.

d) Penerima uang/uang muka kerja tidak

perlu diisi

2) Yang dibayarkan merupakan uang muka

kerja, SPBy dilampiri dengan:

a) Rencana pelaksanaan

kegiatan/pembayaran;

b) Rincian kebutuhan dana; dan

c) Batas waktu pertanggungjawaban

penggunaan muka kerja

dalam SPBy Kepada: nama pegawai

yang menerima uang/uang muka kerja

Penerima uang/uang muka kerja diisi

Nama/NIP pegawai yang menerima

uang/uang muka kerja.

8. Bagaimanakah ketentuan pembayaran uang

makan?

Jawab:

Uang Makan diberikan berdasarkan

kehadiran PNS di kantor pada hari kerja

dalam 1 bulan.

Uang Makan dibayarkan setiap 1 bulan yang

pembayarannya dilakukan pada bulan

berikutnya, kecuali di bulan Desember.

Permintaan pembayaran Uang Makan dapat

diajukan untuk beberapa bulan sekaligus.

Uang Makan tidak diberikan kepada PNS

yang tidak hadir kerja, sedang menjalankan

perjalanan dinas, cuti, tugas belajar, dan

sebab-sebab lain yang mengakibatkan PNS

tidak diberikan Uang Makan.