Download - Buku kualitatif

Transcript
Page 1: Buku kualitatif

BAB 1

Metodologi Penelitian

A. PendahuluanPenelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang sangat penting bagi

pengembangan ilmu dan bagi pemecahan suatu masalah. Beberapa ilmuan memulai

kegiatan ilmiahnya dengan melakukan penelitian. Penelitian menjadi salah satu alat

untuk mengungkap kebenaran sehingga menjadi sebuah pengetahuan yang baru.

Selain itu, Penelitian juga berguna untuk memecahkan suatu masalah dengan

mengambil hasil penelitian yangtelah dilakukan oleh orang Ilmuan sebelumnya.

Penelitian yang seksama dan sistematis membantu para Ilmuan untuk

menemukan suatu permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang terbaik dari

masalah yang dihadapi. Aktifitas penelitian merupakan salah satu tahapan yang

harus dilakukan oleh Ilmuan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat

diterima oleh publik. Dengan demikian penelitian adalah pengalaman yang berharga

dan menjadi guru yang terbaik yang memberikan banyak pelajaran bagi yang mau

memanfaatkannya.

Penelitian-penelitian yang telah ditemukan dapat mengungkap berbagai

gejala yang jika dikembangkan lebih lanjut dengan tepat, maka terdapat solusi yang

tepat bagi suatu masalah. Di sinilah para Ilmuan dapat menemukan konsep dan teori

baru. Dengan demikian, penelitian pada hakikatnya adalah suatu kegiatan untuk

memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah.

B. Penelitian sebagai Metodologi IlmuPenelitian merupakan suatu usaha menemukan pengetahuan ilmiah.

Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu yang kita ketahui yang berjumlah

banyak dan beragam. Sedangkan pengertian dari pengetahuan ilmiah (science)

adalah pengetahuan yang mengikuti aturan ilmiah. Walau semua pengetahuan tidak

1

Page 2: Buku kualitatif

melalui penelitian, akan tetapi posisi penelitian akan menempati peran yang

strategik dalam menghasilkan pengetahuan yang baru secara akurat.

Ada banyak cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tidak hanya dengan

melalui penelitian saja. Namun dapat melalui pengalaman langsung, bertanya

kepada yang lebih memahami, membaca buku pengetahuan, dan bahkan bisa

didapatkan hanya dari berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Menurut

Kneller (1987:18-23) ada lima sumber pengetahuan, yaitu:

1. Revealed Knowledge, yaitu pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui

wahyu yang diturunkan kepada Rosul pilihan yang dituangkan dalam kitab-kitab

suci yang kebenarannya sudah tidak diragukan lagi dan bersifat mutlak.

2. Iintuitif Knowledge, yaitu pengetahuan yang diperoleh individu secara pribadi

yang melibatkan intuisi dalam penghayatannya terhadap sesuatu secara

mendalam. Intuisi atau insign dapat muncul secara tiba-tiba tanpa disadari

dalam hal cipta, rasa dan karsa seseorang yang bersifat unik.

3. Rational knowledge, pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas hasil

rekayasa akal bukan atas hasil observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual.

Yang dikedepankan adalah kekuatan logika, sehingga suatu pernyataan

dianggap benar karena silogismenya rasional atau dapat diterima secara nalar.

4. Empirikal knowledge, pengetahuan yang diperoleh dari hasil observasi dengan

menggunakan kekuatan pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan

peradaban terhadap realitas yang ada, sehingga pengetahuan ini teruji

kebenarannya secara empiric dengan bukti yang dapat diamatai oleh pancaindra.

5. Authoritative Knowledge, pengetahuan yang dikokohkan oleh reputasi

pencetusnya/ahlinya atau diterima berdasarkan otoritas seseorang.

2

Page 3: Buku kualitatif

Berdasarkan jenis pengetahuan ini, dijelaskan bahwa seseorang dapat

memiliki pengetahuan karena ia terlibar secara mendalam dengan bidang yang

digelutinya secara piker dan empirical. Kegiatan ini dapat diwadahi dalam

kegiatan penelitian.

Cara lain yang dapat digunakan untuk endapatkan pengetahuan adalah

dengan bertanya kepada orang lain. Yang pasti orang yang memiliki pengetahuan

dan wewenang yang lebih di banding dengan kita. Biasanya orang hanya bertanya

mengenai hal luarnya saja tanpa menanyakan alasan-alasan dari apa yang sudah

dibicarakan sehingga hanya percaya dan mengikutinya saja. Hal itu tentu tidak

menjamin keakuratan informasi yang didaptakan. Pengetahuan seperti ini

termasuk dalam kategori authoritatif. Untuk memperoleh pengetahuan yang benar

orang harus menggunakan nalarnaya dengan dibangun suatu kerangka piker

dedukatif yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang

lebih khusus. Untuk memperoleh kesimpulan yang benar harus melalui premis-

premis yang benar pula. Oleh karena itu perlu adanaya cara untuk menguji

kebenaran dari premis-premis yang didapatkan. Cara mengujinya dengan

menggunakan penalaran induktif yang mengkaji fakta-fakta secara cermat untuk

mendapatkan kesimpulan.

Penelitian adalah aktifitas menggunakan kekuatan berpikir dan observasi

dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu untuk menghasilkan ilmu

pengetahuan guna menyelesaikan suatu persoalan. Aktifitas berpikir dalam

penelitian tidak hanya sekedar memindahkan atau mengambil teori-teori yang

sudah ada, akan tetapi ini merupakan aktifitas berpikir secara ilmiah. Dengan kata

lain Peneliti akan paham bagaimana melakukan penelitian untuk menguji teori-

teori atau menemukan yang masih menjadi rahasia dengan menggunakan kerangka

berpikir yang rasional dan dapat menganalisis data/fakta secara ilmiah sehingga

menjadi teori baru yang teruji kebenarannya dan berguna bagi pemecah masalah

yang mengemban ilmu.

Untuk memproleh pengetahuan yang benar penelitian dapat dilaksanakan

dengan menggunakan metode ilmiah oleh peneliti yang memiliki integritas ilmiah.

3

Page 4: Buku kualitatif

Artinya, penelitian dilaksanakan berdasarkan teori-teori, prinsip-prinsip, serta

asumsi-asumsi dasar pengetahuan, dengan menggunakan penalaran deduktif-

deduktif serta prosedur dan teknik yang sistematik. Peneliti selain memiliki

penguasaan di bidang yang diteliti dan metodologi penelitian, tetapi harus juga

memiliki integritas ilmiah, artinya dia harus bersikap objektif, terbuak, jujur, dan

berpegangan teguh kepada kebenaran ilmiah.

Hasil penelitian yang valid dan reliable dapat menghasilkan kesimpulan-

kesimpulan bagi ilmu pengetahuan dan bahkan menjadi ilmu pengetahuan itu

sendiri dan menjadi konsep atau teori yang dapat digunakan untuk memahami,

mendeskripsikan, menjelaskan, mengontrol dan memprediksikan suatu fanomena.

Aktifitas tersebut sangat berguna bagi upaya pemecahan masalah dan

memverifikasikannya dengan fanomena empiric untuk mendapatkan data dan fakta

yang sesungguhnya atau yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Fakta dapat

di olah dengan tepat melalui metode yang relevandan dianalisis secara mendalam

yang melibatkan verification logical framework dalam menyajikan temuan-temuan

dan kesimpulan yang dapat dijadikan rujukan bagi pemecahan masalah dan bagi

pengembangan disiplin ilmu. Demikian seterusnya sebagai suatu aktifitas terus

menerus sebagaimana tertulis dalam gambar 1.1 berikut ini.

4

Page 5: Buku kualitatif

Generalisasi Konsep

teori

Data Fakta

To understandTo describeTo explainTo controlTo predict

To Solve Problem

Fanomena Empirik

Verification Logical

Framework

Penelitian sebagai Metodologi Ilmu

Gambar 1.1 : Penelitian Sebagai Metodologi ilmu

C. Paradigma KeilmuanNicolas Henry (1995:21-49) menyatakan bahwa, standart suatu disiplin ilmu

mencangkup focus dan locus. Focus mempersoalkan tentang “what of thr field” atau

metode dasar yang digunakan atau cara-cara ilmiah yang digunakan untuk

memecahkan suatu persoalan; sedangkan locus mencangkup “where of the field”

atau medan atau tempat dimana metode tersebut dapat digunakan atau dimanfaat

kan sebagaimana mestinya.

Suetu ilmu merupakan kumpulan dari pengetahuan yang tertata dan

kebenarannya sudah teruji serta sudah diakui oleh para ahli dan masyarakat serta

dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah lain. Pengetahuan yang

diperoleh dalam penelitian dapat berupa fakta, konsep, generalisasi atau teori.

5

Page 6: Buku kualitatif

Pengetahuan tersebut dapat membantu kita dalam memecahkan suatu persoalan

yang sedang dihadapi. Bahkan penelitian dapat menggugurkan asumsi pertama dari

pemikiran seseorang karena dapat menunjukkan konteks yang actual dan terbukti

kebenarannya.

Namun dengan demikian dalam praktik selanjutnya, melakukan penelitian

memerlukan kaidah sendiri dengan berpatokan kepada paradigm tertentu. Dengan

demikian peneliti memerlukan paradigm yang jelas unutk membuktikannya, seperti

yang dikatakan Huntington (1996) bahwa paradigma dalam penelitian menjadi

“peta” yaitu simplify-kasi yang perlu sehingga kita tahu dimana kita sedang berada,

dan kemana kita harus melangkah.

Paradigm menurut Mustopadidjaja (2000) adalah teori dasar atau cara

pandang yang fandumental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berdasarkan teori

pokok, konsepsi, asumsi, metodologi atau cara pendekatan yang dapat digunakan

teoritis dan praktisi dalam menanggapi suatu masalah baik dalam kaitan

pengembangan ilmu maupun dalam upaya pemecahan masalah bagi kemajuan hidup

dan kehidupan manusia. Definisi hamper serupa dengan yang diangkat oleh Kuhn

(1970) bahwa paradigm merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,

prinsip dasar atau cara memecahkan suau masalah yang dianut oleh suatu

masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu (Kuhn, 1970).

Suatu paradigma dalam suatu penelitian adalah penggunaan paradigm yang

memiliki pandangan yang berbeda dan menggambarkan suatu pola, model, peta,

jalan atau langkah yang akan ditempuh. Langkah-langkah tersebut biasanya

dikembangkan dalam penelitian analisis dan pengembangan kebijakan. Walaupun

sudah ada beberapa instrument kuantitatif untuk mengukur efektifitas kbijakan,

namun untuk menganalisis dan mengembangkan suatu kebijakan yang bersifat

expost maupun secara mendalam atau untuk menemukan model yang sesuai serta

kebijakan yang tepat diperlukan explorasi data kualitatif. Ini menjadi suatu

paradigma baru peneliin kebijakan. Dengan demikian paradigm merupakan suatu

cara berpikir masyarakat ilmiah untuk memahami realitas objek yang diteliti.

6

Page 7: Buku kualitatif

Paradigma digunakan untuk menunjukkan konsepsi dasar seseorang mengenai suatu

aspek realitas tertentu.

D. Paradigma PenelitianIlmuan mencari dan menguji pengetahuat memalui penelitian. Melakukan

penelitian adalah menelusuri lapangan atau menelaah suatu gejala untuk

menemukan kebenaran. Cara atau langkah yang dilakukan untuk melakukan

penelitian dipengaruhi oleh pandangan terhadap objek atau fanomena/gejala sebagai

suatu realitas sosial. Cara pandangan untuk melihat atau memahami kenyataan

dipengaruhi oleh pemahaman akan filsafat tentang alam semesta. Dua pandangan

filsafat yang mndominasi pemahaman terhadap realitas adalah filsafat positivistic

dan postpositivistik.

Paradigma filsafat positivistik membahas tentang apa yang ada, terlihat,

teraba dan terasa. Sedangkan paradigma postpositivistik tidak hanya membahas

tentang apa yang terlihat, terasa dan teraba saja, akan tetapi mencoba memahami

makna di balik semua yang ada. Paradigma postpositiviatik ini merupakan aliran

yang memperbaiki kelemahan dari paradigm positivism yang hanya mengandalkan

kemapuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.

Paradigma positivistik melahirkan pendekatan penelitian kualitatif yang

cendenrung pada penggunaan angka-angka. Sedangkan paradigma postpositivistik

atau naturalistik melahirkan pendekatan penelitian kualitatif yang cenderung pada

penggunaan kata-kata untuk menarasikan suatu fanomena/gejala.

Pandangan dasar untuk menjelaskan paradigma penelitian yang

menggunakan positivistik dengan naturalistik adalah ada pada lima pandangan dasar

(aksioma), yaitu :

1. Kenyataan tentang Realitas

Aliran positivistik memandang realitas sebagai sesuatu yang bersifat

nyata (kongkrit) yang dapat diamati dengan panca indra. Kita dapat melihat

kebenaran konsep karena terjelas dalam suatu fanomena seperti konsep

7

Page 8: Buku kualitatif

manajemen yang dapat diamati dari adanya rencana kerja yang telah dibuat,

struktur organisasi yang sudah ada, jadwal kerja yang efektif, adanya

pengawasan dan dilakukannya feed back dari evaluasi terhadap rencana

pelaksanaannya. Dari elaborasi semua itu dapat diperoleh sebuah kebenaran

yang teramati. Oleh karena itu peneliti kualitaif harus mengetahui semua

penjabaran prosesnya.

Realitas juga dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang dapat diukur

baerdasarkan jenis, bentuk, waktu, warna, perilaku dan lainny. Pecahan-

pecahan itu dapat dipelajari secara independen dan dapat dieliminasi dari objek

lain. Misalnya untuk meneliti tentang sekolahan, kita bisa memilih hanya salah

satu dari bagian sekolah tersebut. Misalnya kita memilih masalah tentang

administrasi perkantoran di sekolah tersebut tanpa memilih pembelajarannya.

Realitas pada aliran positiviatik dapat dikontrol atau dikendalikan oleh

objek lain. Misalnya suatu variable bebas akan mengontrol kehadiran variable

terikatnya. Oleh karena itu, peneliti harus menggunakan alat yang tepat untuk

mengukur setiap variable secara spesifik dan mampu menetapkan ukurannya

secara tepat.

Berbeda dengan aliran positiviatik, aliran postpositivistik memandang

bahwa realitas merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Apabila

dipahami di setiap bagiannya akan ada keterkaitan anatar yang satu dengan

yang lainnya. Suatu objek akan selalu berpasangan dengan konteks nya masing-

masing.

2. Hubungan Peneliti dengan yang Diteliti

Aliran positivistic menjabarkan bahwa hubungan anatara peneliti

dengan yang diteliti bersifat independen. Peneliti harus bersikap seobjektif

mungkin sehingga unntuk melakukan sebuah kajian fanomena harus dipilih

secara nyata anatar subjek dan objek penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian

digunakan instrument untuk mengungkap data yang ada tanpa melibatkan

langsung antara pencari data (peneliti) dan sumber data (teori peneliti).

8

Page 9: Buku kualitatif

Instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang membutuhkan bantuan orang

lain untuk memberikan pendapatnya yang sesuai tanpa harus mengetahui siapa

yang berpendapat.

Pandangan aliran postpositivistik tentang dunia adalah suatu keutuhan

dan di balik semua kenyataan terkandung adanya unsure manusiawi yang

tersembunyi dan yang dapat dimengerti, dirasakan dan dipahami apabila

berbaur pada suasana yang sesungguhnya. Postpositivistik menuntut adanya

keterkaitan antara subjek yang diteliti dengan objek nya. Penelitian kualitatif

mengetengahkan peneliti sebagai human instrument yang mampu mengungkapa

data yang sesungguhnya di balik suatu fanomena yang tersembunyi.

Cara untuk memahami dan mengungkap makna dari sebuah kenyataan

dapat dilakukan dengan cara masuk kedalam sumber data melalui observasi,

partisipasi, atai interview langsung. Dengan hal ini penelitian tidak dapat

dipisahkan anatara pencari data (peneliti) dan sumber data.

3. Kemungkinan Generalisasi

Positivistik bekerja dengan pola piker deduktif, yaitu berangkat dari

generalisasi untuk ditemukan data empiriknya yang sesuai dan mendukung

teorinya. Suatu data menjadi terpercaya karena generalisasi yang diambil dalam

populasi luas dan dapat diuji ulang dengan hasil yang relative sama.

Postpositivistik bekerja kebalikannya, yaitu dengan cara induktif, yang

artinya penelitian yang berangkat dari harapan dan membenarkannya dengan

teori-teori yang berhubungan dengan fanomena yang terkait. Data/fakta yang

ada merupakan bahan untuk dikaji dan dianalisis dengan menggunakan analisis

pola pikir reflektif sehingga ditemukan makna yang berbeda di dalamnya. Data

yang dimaknai dengan menggunakan pola pikir reflektif akan memperoleh data

yang bermakna modifikasi bagi teori atau menjadi suatu pengembangan dari

suatu teori yang telah terungkap yang disebut sebagai grounded teory.

Generalisasi penelitian kualitatif dari aliran positivistik tidak berasal

dari populasi yang besar dan diambil secara acak, akan tetapi data diungkap

9

Page 10: Buku kualitatif

dari key person dengan sample porpusive dengan tujuan agar hasil penelitiannya

memiliki nilai komparabilitas dan transferabilitas sehingga dapat direkonstruksi

untuk kepentingan praktik terbaik di tempat lain yang memiliki konteks atau

karakteristik yang relative sama. Nilai transferability yaitu dapat di transfer atau

di aplikasikan di te,pat lain.

.

4. Kemungkinan Hubungan Sebab Akibat

Positivistik mengajarkan kuantitatif meneliti dengan dasar susunan teori

yang kokoh dari awal atau menggunakan teori yang disusun dari penelitian lain.

Pemahaman akan suatu teori dikaji bagian-bagiannya untuk dipecah dan

diambil sebagai bahan kajian dengan menghubung-hubungkansatu sama lain

variabel. Misalnya diketahui bahwa yang mempengaruhi sekolah efektif adalah

kepemipinan yang visioner, budaya kerja produktif, sarana prasarana yang

lengkap, kinerja guru yang professional, dan siswa yang responsive dan kreatif.

Maka dikethui bahwa yang menyebabkan terjadinya sekolah efektif adalah

variabel-variabel tersebut, artinya kepemimpinan menjadi sebab dari sekolah

yang efektif atau sebaliknya, sekolah efektif merukan akibat dari adanya

kepemimpinan yang visioner. Variabel akibat disebut juga variabel dependen

atau yang dipengaruhi, sedangkan variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab disebut variabel independen.

Dalam penelitian kualitatif dikenal dengan focus studi yang merupakan

suatu kesatuan holistic yang dibantu dengan mengembangkan kategorisasi

untuk mempermudah penelusuran data/faktanya.

5. Peran Nilai

Positivistik menuntut penelitian kuantitatif mengejak objektifitas yang

tinggi dalam melakukan penelitian. Peneliti memiliki kebebasan untuk

mengeksplorasi fakta sesungguhnya berdasarkan batas-batas teori nilai yang

ada. Sebaliknya, pada pemahaman postpositivistik yang dianut peneliti naturalis

10

Page 11: Buku kualitatif

dalam mencari fakta meminta penyesuaian-penyesuaian dalam teknis

pencariannya yang mengadaptasi dengan kata nilai yang ada.

11

Page 12: Buku kualitatif

BAB 2

DASAR PENELITIAN KUALITATIF

A. Konsep Dasar Penelitian KualitatifIstilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986:9) pada mulanya

bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan

kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu cirri

tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus

mengetahuai apa yang menjadi cirri sesuatu itu. Untuk itu pengamat mulai mencatat

atau menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya. Baerdasarkan pertimbangan

dangkal yang demikiankemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif

mencangkup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase,

rata-rata, ci kuadrat, dan perhitungan statistic lainnya. Dengan kata lain, penelitian

kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka.

Di pihak lain, kualitas menunjuk segi alamiah yang dipertentangkan dengan

kuantum atau jumlah tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah maka kemudian

penelitian kualitatif tampaknya diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan

perhitungan.

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu

penelitian atau inkuiri naturalistic atau alamiah, entografi, interaksionis

simbolik,perspektif ke dalam, etnometodologi, the Chicago school, fanomenologis,

studi kasus, interpretative, ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982:3).

Pemakai istilah inkuiri naturalistik atau alamiah pada dasarnya kurang menyetujui

penggunaan istilah penelitian kualitatif karena menganggap bahwa penelitian

kualitatif merupakan istilah yang terlalu disederhanakan, bahkan sering

dipertentangkan dengan penelitian kuantitatif.

Alasan yang dikemukakan oleh para pengarang buku inkuiri alamiah

tersebut hanyalah merupakan alasan pembenaran istilah inkuiri alamiah yang

12

Page 13: Buku kualitatif

digunakan oleh mereka. Dilihat dari sisi lain, pada dasarnya istilah inkuiri alamiah

menekankan pada kealamian sumber data. Dengan kata lain, alasan yang digunakan

mereka sama saja yang digunakan oleh peneliti yang masih tetap menggunakan

penelitian kualitatif. Dalam buku ini istilah penelitian kualitatif tetap akan

dipertahankan, dan dalam hal-hal tertentu istilah inkuiri atau penelitian alamiah atau

naturalistic akan dimanfaatkan juga, terutama pada waktu menjelaskan definisi dan

paradigm ilmiah.

Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian

kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Bogdan dan Taylor (1975:5)

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada

latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh

mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,tetapi

perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1988:9) mendefinisikan

bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial

secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam

kawasannya maupun dalam peristilahannya.

Menurut Dn (199:8) bahwa kata kualitaif menyatakan penekanan pada

proses dan makna yang tidak diuji , atau diukur dengan setepat-tepatnya, dalam

istilah-istilah kuantitas, jumlah, intensitas, atau fekuensi. Para peneliti kualitatif

menekankan sifat realitas yang dikonstruk secara sosial, hubungan yang intim antara

peneliti dan apa yang distudi, dan kendala-kendala situasional  yang membentuk

inkuiri. Para peneliti yang demikian menekankan inkuiri yang bermuatan-nilai

(value-laden). Mereka mencari jawaban atas pertanyaan yang menekankan pada

bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberimakna.

Bogdan dan Taylor (1975) menyatakan bahwa metode kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: Ucapan atau tulisan dan

perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Pendekatan ini

13

Page 14: Buku kualitatif

langsung menunjukkan latar dan individu-individu dalam latar itu secara

keseluruhan; subjek penyelidikan, baik berupa organisasi ataupun individu, tidak

dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, melainkan

dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan.

Strauss (1990:17) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah

penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan

yang tidak diperoleh oleh alat-alat prosedur statistik atau alat-alat kuantifikasi

lainnya. Hal ini dapat mengarah pada penelitian tentang kehidupan, sejarah, perilaku

seseorang atau hubungan-hubungan interaksional.

Konsep ini menekankan bahwa penelitian kualitatif ditandai oleh penekanan

pada penggunaan non statistik (matematika) khususnya dalam proses analisis data

hingga dihasilkan temuan penelitian secara alamiah. Ini merupakan salah satu unsur

yang membedakan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Subjek

penelitian dalam penelitian kualitatif tidak harus banyak sebagaimana berlaku pada

penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif bisa dilakukan hanya dengan satu subjek

penelitian. Tetapi tentu bukan sembarang individu atau subjek  yang dipilih sesuka

peneliti.

Latar atau individu yang hendak diteliti hendaknya memiliki keunikan

tersendiri sehingga hasilnya betul-betul bermanfaat baik secara teoritis maupun

praktis. Keunikan latar atau individu yang menjadi subjek penelitian itu menentukan

tingkat bobot ilmiah.

Menurut P (198:41) bahwa metode kualitatif adalah untuk memahami

fenomena yang sedang terjadi secara natural (alamiah) dalam keadaan-keadaan yang

sedang terjadi secara alamiah. Konsep ini lebih menekankan pentingnya sifat data

yang diperoleh oleh penelitian kualitatif, yakni data alamiah. Data alamiah ini

utamanya diperoleh dari hasil ungkapan langsung dari subjek peneliti.

Sebagaimana dikatakan oleh Patton (1980:30) bahwa data kualitatif adalah

apa yang dikatakan oleh orang-orang yang diajukan seperangkat pertanyaan oleh

peneliti. Apa yang orang-orang katakan itu menurutnya merupakan sumber utama

data kualitatif, apakah apa yang mereka katakan diperoleh secara verbal melalui

14

Page 15: Buku kualitatif

suatu wawancara atau dalam bentuk tertulis melalui analisis dokumen, atau respon

survey.

Selanjutnya, pengkajian definisis inkuiri alamiah telah diadakan terlebih

dahulu oleh Willem dan Rausch (1969), kemudian hasil mereka diulas lagi oleh

Guba (lihat terjemahan St. Zanti /arbi, 19987:11-17), dan akhirnya disimpulkan atas

dasar ulasan tersebut beberapa hal sebagai berikut :

1. Inkuiri natiralistik selalu adalah suatutaraf;

2. Taraf sejauh mana tingkatan pengkajian adalah naturalistic merupakan fungsi

sesuatu yang dilakukan oleh peneliti;

3. Yang dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan stimulus variabel bebas atau

kondisi antiseden yang merupakan dimensi penting sekali;

4. Dimensi penting lainnya ialah yang dilakukan oleh peneliti dalam membatasi

rentangan respons dari keluaran subjek;

5. Inkuiri naturalistic tidak mewajibkan peneliti agar terlebih dahulu membentuk

konsepsi-konsepsi atau teori-teori mengenai lapangan perhatiannya, sebaliknya

ia dapat mendekati lapangan perhatiannya dengan pikiran yang murni dan

mempertahankan interpretasi-interpretasinya muncul daridan dipengaruhi oleh

peristiwa-peristiwa nyata, dan bukan sebaliknya. Walaupun demikian, suatu

pendekatan yang secara konseptual kosong tidaklah tepat dan naïf; dan

6. Istilah naturalistic merupakan istilah yang memodifikasi penelitian atau metode,

tetapi tidak memodifikasi gejala-gejala.

Selain definisi-definisi tersebut di bawah ini dikemukakan pula beberapa

definisi lainnya sehingga pembaca dapat memperoleh gambaran yang luas dan

mendalam. David Williams (1995) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah

pengumpulan data pada suatu latar alaiah, dan dilakukan olehorang atau peneliti

yang tertarik secara ilmiah. Jelas definisi ini member gambaran bahwa penelitian

15

Page 16: Buku kualitatif

kualitatif mengutamakan latar alamiah, dan dilakukan oleh orang yangmempunyai

perhatian alamiah.

Penulis buku penelitian kualitatif lainnya (Denzin dan Lincoln 1987)

menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian menggunakan latar

alamiah dengan maksud menafsirkan fanomena yang terjadi dan dilakukan dengan

jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis

masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat

digunakan untuk menafsirkan fanomena yang dimanfaatkan untuk penelitian

kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam penelitian kualitatif

metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan

pemanfaatan dokumen.

Penelitian kualitaif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu

merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk memahami

dan menelaah sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok

orang. Ternyata definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaitu wawncara

terbuka, sedang yang penting dari definisi ini mempersoalkan apa yang diteliti yaitu

upaya memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun

sekelompok orang.

Penulis lainnya memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan

pengertian atau pemahaman tentang fanomena dalam suatu latar yang berkonteks

khusus. Pengertianini hanya mempersoalkan dua aspek yaitu pendekatan penelitian

yang digunakan adalah naturalistik sedang upaya dan tujuannya adalah memehami

suatu dari fanomena dalam suatu konteks khusus. Hal ini berarti bahwa tidak

seluruh konteks dapat diteliti tetapi penelitian kualitatif itu harus dilakukan suau

konteks yang khusus.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis

yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya.

Jelas bahwa pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan

16

Page 17: Buku kualitatif

penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha

kuantifikasi ataupun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya pembangunan pandangan mereka

yang diteliti yang dirinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistic dan rumit.

Definisi ini lebih melihat prespektif emik dalam penelitian yaitu memandang

sesuatu uapaya pembangunan pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk

dengan kata-kata, gambaran holistic dan rumit.

Taerakhir, menurut Jane Riche, penelitian kualitaif adalah upaya untuk

menyajikan dunia sosial, dan prespektifnya di dalam dunia, dari segi konsep,

perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti

Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapatlah disintesiskan bahwa

penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fanomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitiannya misalnya perilaku, presepsi,

motivasi, tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Kesimpulan tersebut sebagian telah memberikan gambaran tentang adanya

kekhasan penelitian kualitatif.

B. Komponen Penelitian KualitatifSecara garis besar penelitian kualitatif itu memiliki tiga komponen utama

sebagaimana diuraikan berikut:

1. Ada data yang datang dari berbagai sumber. Wawancara dan observasi

merupakan sumber-sumber yang paling umum digunakan.

2. Dalam penelitian kualitatif terdiri dari prosedur-prosedur analisis atau

interpretasi yang berbeda yang digunakan untuk sampai pada temuan atau teori.

Prosedur-prosedur itu termasuk teknik-teknik untuk konseptualisasi data. Proses

ini disebut “pengodean” (coding), yang bermacam-macam karena pelatihan,

pengalaman dan tujuan peneliti. Prosedur-prosedur lain juga merupakan bagian

17

Page 18: Buku kualitatif

proses analisis. Hal ini mencakup sampling non statistik, penulisan memo, dan

pendiagraman hubungan-hubungan konseptual.

3. Laporan tertulis dan verbal. Hal ini bisa ditunjukkan dalam jurnal-jurnal atau

konferensi ilmiah serta mengambil bentuk-bentuk yang beragam tergantung

pada audiens dan aspek temuan teori yang ditunjukkan. Misalnya, seseorang

bisa memaparkan peninjauan luas (overview) seluruh temuan atau diskusi

mendalam tentang satu bagian dari kajian (Strauss, 1990:20).

C. Fungsi dan Pemanfaatan Penelitian KkualitatifPenelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan:

Pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefinisikan secara baik

dan kurang dipahami.

Pada upaya pemahaman penelitian perilaku dan penelitian motovasional.

Untuk penelitian konsultatif.

Memahami isu-isu rumit suatu proses.

Memahami isu-isu rinci tentang situasi dan kenyataan yang dihadapi seseorang.

Untuk memahami isu-isu yang sensitive.

Untuk keperluan evaluasi.

Untuk meneliti latar belakang fanomena yang tidak dapat diteliti melalui

penelitian kuantitatif.

Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang

subjek penelitian.

Digunakan untuk lebih dapat memahami setiap fanomena yang sampai sekarang

belum banyak diketahui.

Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah

banyak diketahui.

Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam.

Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar

belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan perspektif.

18

Page 19: Buku kualitatif

Digunakan oleh peneliti yang berkringinan untuk menggunakan hal-hal yang

belum banyak diketahui oleh ilmu pengetahuan.

Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.

Sebagai pengembangan teori.

Untuk penyempurnaan praktik

Dimanfaatkan sebagai sumbangan dalam mendapatkan kebajikan.

Mengklarifikasi isu-isu serta tindakan sosial.

Sumbangan untuk studi kasus.

D. Karakteristik Penelitian KualitatifPada uraian sebelumnya telah dijelaskan tentang definisi dan komponen-

komponen utama penelitian kualitatif. Bagian ini akan mengetengahkan secara

ringkas beberapa karakteristik penelitian kualitatif menurut beberapa ahli.

Menurut Lincoln dan Guba, 198:39) karakteristik penelitian kualitatif meliputi:

1. Latar alamiah

2. Instrumen manusia

3. Penggunaan pengetahuan tak terucapkan

4. Metode kualitatif

5. Pembuatan sampel secara purposive (purposive sampling)

6. Analisis data induktif

7. Teori mendasar (grounded theory)

8. Rancangan darurat

9. Hasil yang dirundingkan

10. Model laporan studi kasus

11. Interpretasi idiografis

12. Aplikasi tentatif

13. Batas-batas penentuan fokus, dan

14. Kriteria khusus untuk kepercayaan.

19

Page 20: Buku kualitatif

Menurut Maykut dan Morehouse (1994:43) bahwa penelitian kualitatif itu

mempunyai karakteristik yang meliputi:

1. Fokus eksploratori dan deskriptif

2. Rancangan darurat

3. Sampel purposif

4. Pengumpulan data dalam latar alamiah

5. Penekanan pada manusia sebagai instrument

6. Metode kualitatif dalam pengumpulan data

7. Analisis data induktif sejak awal dan terus-menerus

8. Pendekatan studi kasus untuk melaporkan hasil penelitian.

Bogdan dan Biklen (1998:4) mengetengahkan karakteristik penelitian kualitatif

meliputi:

1. Naturalistik

2. Data deskriptif

3. Perhatian dengan proses

4. Analisis data secara induktif

5. Makna tentang kehidupan.

Baru-baru ini, Bryman (1988: 61-69) telah mengusahakan untuk memberikan

karakteristik penelitian kualitatif menurut enam kriteria, yaitu:

1. Melihat melalui sudut pandang …atau mengambil perspektif subjek,

2. Mendeskripsikan detil latar sehari-hari yang biasa berlangsung

3. Memahami tindakan dan makna dalam konteks sosial mereka

4. Menekankan waktu dan proses

5. Menggunakan desain penelitian yang relatif  tidak terstruktur

6. Menghindari konsep dan teori pada tahap awal.

Dari uraian tentang karakteristik-karakteristik penelitian kualitatif dari

beberapa pandangan di atas. Penelitian kualitatif memiliki sejumlah ciri yang

20

Page 21: Buku kualitatif

membedakan antara penelitian yang ini dengan penelitian yang lainnya. Dari hasil

penelaahan kepustakaan Bogdan dan Biklen (1982:27-30) mengajukan lima buah

cirri penelitian kualitatif, sedangkan Lincoln dan /guba (1985:30-44) mengulas

sepuluh point cirri penelitian kualitatif. Uraian di bawah ini merupakan hasil

pengkajian dan sintesis kedua versi tersebut.

1. Latar Alamiah

Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah ataupun

pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan, menurut Lincoln

dan Guba (1985:39), karena ontology alamiah menghendaki adanya kenyataan-

kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari

konteksnya. Menurut merekan hal tersebut didasarkan atas beberapa asumsi :

a. Tindakan pengamatan mempengaruhi yang dilihat, karena itu hubungan

penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk

keperluan pemahaman;

b. Konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemu

mempunyai arti bagi konteks lainnya, yang berarti bahwa suatu fanomena

harus teliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan; dan

c. Sebagai struktur nilai kontekstual bersifat determinative terhadap apa yang

akan dicari.

Uraian tersebut diatas membawa untuk memasuki dan melibatkan

sebagian waktunya apakah di sekolah, keluarga, tetangga, dan lokasi lainnya

untuk meneliti masalah pendidikan atau sosiologi. Peneliti yang mengadakan

penelitian terhadap mahasiswa kedokteran, misalnya, mengikuti mahasiswa

sebagai subjek penelitiannya ke dalam ruang kuliah, laborarorium, rumah sakit

dan tempat-tempat yang biasanya digunakan oleh mereka untuk berkumpul

seperti kafetaria, asrama, tempat-tempat pertemuan, dan ebagainya. Contoh

lainnya, suatu penelitian yang dilakukan Ogbu(dalam Bogdan dan Biklen,

21

Page 22: Buku kualitatif

1982:27) diselesaikan dalam dua puluh satu bulan dengan jalan mengadakan

pengamatan dan wawancara terhadap guru, siswa, kepala sekolah, keluarga, dan

anggota dewan sekolah.

2. Manusia sebagai Alat (Instrumen)

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang

lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena, jika

memanfaatkan alat yang bukan manusia dan memprsiapkan dirianya terlebih

dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat

tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan

yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapar

berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusia lah

yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya

manusia sebagai instrumn pilalah yang dapat menilai apakah kehadirannya

menjadi factor pengganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti

dapat menyadarinya serta dapat mengatasinya.

Oleh karena itu, pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti

berperan serta pada situs penelitian dan mengikuti secara aktif kegiatan

kemasyarakatan. Pelukis menanamkan cara pengumpulan data demikian

pengamatan berperan serta atau partisipan-observation. (catatan:

Kuncaraningrat dan Emmerson, ed., 1982, menggunakan istilah pengamatan

terlibat yang jika dilihat dari segi pengertiannya masih kurang dinamis).

3. Metode Kualitatif

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,

wawancara, atau penelaah dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena

beberapa pertimbangan.

a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan jamak;

22

Page 23: Buku kualitatif

b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti

dan responden;

c. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

4. Analisis Data Secara Induktif

Penelitian kualitatif menggunakan analisi data secara induktif. Analisis

data induktif ini digunakan karena beberapa alasan.

a. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan jamak sebagai yang

terdapat dalam kata;

b. Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden menjadi

eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel;

c. Analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat

membuat keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar

lainnya.

d. Analisis induktif lebih menemukan pengaruh bersama yang mempertajam

hubungan.

e. Analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit

sebagai bagian dari struktur analitik.

5. Teori dari Dasar (grounded theory)

Dalam penelitian kualitatif teori yang digunakan disebut sebagai teori

mendasar (grounded theory). Ini merupakan salah satu karakteristik penelitian

kualitatif yang membedakannya dari penelitian kuantitatif. Teori dalam

penelitian kualitatif tidak diperoleh dari sumber literatur yang a priori, yang

biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif, melainkan diangkat dari “bumi”

(dasar). Ini biasanya melalui serangkaian pengumpulan data lapangan.

Grounded theory ini dipresentasikan pertama kali oleh Glaser dan

Strauss dalam bukunya yang berjudul The Discovery of Grounded Theory

(1967). Walaupun banyak penelitian original yang menggunakan prosedur

23

Page 24: Buku kualitatif

grounded theory yang dilakukan oleh para ahli sosiologi, barangkali

penggunaan prosedur ini belum pernah mengikat pada seluruhnya pada

kelompok ini. Para peneliti dalam psikologi dan anthropologi semakin

menggunakan prosedur grounded theory. Para peneliti dalam lapangan-lapangan

praktisi seperti pendidikan, kerja sosial, dan perawatan telah semakin

menggunakan prosedur grounded theory ini sendiri atau dalam hubungannya

dengan metodologi-metodologi yang lain (Denzin & Lincoln, 1998:163).

Definisi

Grounded theory adalah teori yang diperoleh secara induktif dari studi

terhadap fenomena-fenomena yang terjadi. Yaitu, suatu teori yang ditemukan,

dikembangkan dan dibuktikan untuk sementara waktu melalui pengumpulan

data yang sistematis dan analisa data mengenai fenomena tersebut. Oleh karena

itu pengumpulan data, analisis dan teori mempunyai hubungan timbal balik satu

sama lain.

Seseorang tidak boleh memulai dengan teori, kemudian

membuktikannya. Sebaliknya, seseorang memulai dengan kawasan studi dan

apa yang relevan pada kawasan tersebut diperkenankan untuk muncul. Dalam

penelitian konvensional, adalah sebaliknya, peneliti berangkat dari teori yang

biasanya dirumuskan dalam hipotesis penelitian, yang kemudian terjun ke

lapangan untuk membuktikan hipotesis (teori) tersebut.

Kriteria

Sebuah grounded theory yang disusun dengan baik akan memenuhi

empat kriteria pokok untuk mempertimbangkan aplikabilitas dari teori pada

suatu fenomena: cocok, pemahaman, generalitas, dan kontrol. (Lihat Glaser &

Strauss, 1967:237-250, dan juga untuk karakteristik teori tersebut yang tidak

cukup mendasar). Jika teori dapat dipercaya pada realita sehari-hari tentang

bidang substantif dan membujuk secara halus dari data yang berbeda, maka itu

harus cocok dengan bidang substantif tersebut. Karena ini menggambarkan

24

Page 25: Buku kualitatif

realita tersebut, maka juga harus dapat dipahami dan masuk akal bagi orang-

orang yang dikaji dan bagi mereka yang berpartisiasi pada bidang tersebut.

Jika data di mana hal itu didasarkan adalah komprehensif dan

interpretasi bersifat konseptual dan luas, maka teori tersebut harus cukup abstrak

dan memasukkan keragaman yang cukup memadai untuk membuatnya dapat

diterapkan pada berbagai konteks yang berhubungan dengan fenomena tersebut.

Akhirnya, teori tersebut harus memberikan kontrol dengan memperhatikan pada

tindakan terhadap fenomena tersebut. Ini karena hipotesis yang mengajukan

hubungan-hubungan di antara konsep-konsep yang selanjutnya dapat digunakan

untuk mengarahkan tindakan secara sistematis berasal dari data aktual yang

berkaitan dengan (dan hanya dengan) fenomena tersebut.

Lebih lanjut, kondisi di mana ini diterapkan harus disebutkan secara

jelas. Oleh karena itu, kondisi-kondisi harus diterapkan secara khusus pada

suatu situasi tertentu (Strauss and Corbin, 1990:23).

Dengan kata lain bahwa grounded theory ini hanya lebih memungkinkan

diterapkan pada situasi atau kondisi khusus di mana penelitian itu dilakukan

(dalam lingkungan latar penelitian itu sendiri). Jika kita meneliti cara belajar

anak jalanan misalnya, maka teori yang ditemukannya lebih mungkin diterapkan

dalam situasi dan kondisi anak jalanan.

Pendekatan grounded theory adalah suatu metode penelitian kualitatif

yang menggunakan seperangkat prosedur sistematis untuk mengembangkan

grounded theory yang diperoleh secara induktif tentang suatu fenomena.

Temuan penelitian membentuk suatu formulasi teoritis tentang realita yang ada

dalam investigasi, bukan terdiri dari seperangkat bilangan, atau satu kelompok

tema yang berkaitan secara longgar. Melalui metodologi ini, konsep dan

hubungan antara temuan-temuan penelitian tersebut tidak hanya dihasilkan

tetapi ini juga diuji secara provisional. Prosedur dari pendekatan tersebut adalah

banyak dan agak khusus, seperti yang anda lihat.

Grounded theory merupakan suatu metode ilmiah. Prosedur didesain

sedemikian, jika dilaksanakan dengan secara hati-hati, metode tersebut

25

Page 26: Buku kualitatif

memenuhi kriteria untuk melakukan signifikansi sains yang “baik”,

kompatabilitas teori-observasi, generalisabilitas, reproduksivitas, ketepatan,

kaku/keras, dan verifikasi.

Masalahnya di sini bukan apakah norma-normanya terpenuhi, namun

bagaimana diinterpretasikan dan didefinisikan dalam pendekatan grounded

theory. Norma hanya menggambarkan paling umum dari pedoman khusus, dan

para peneliti kualitatif melakukan bahaya dalam mengintepretasinya secara

terlalu spesifik dalam hal interpretasi yang lebih positifistis yang dikembangkan

oleh para peneliti kuantitatif. Para proponen atau pendukung dari masing-

masing mode discovery, seharusnya mengembangkan lebih banyak standard

khusus, berdasarkan pada prosedur khusus yang menurut mereka bermanfaat

pada investigasi mereka.

Kreativitas juga merupakan suatu komponen dari metode grounded

theory yang vital. Prosedurnya memaksa peneliti untuk menerobos asumsi dan

menciptakan tatanan baru di luar yang telah kuno. Kreativitas

memanifestasikannya sendiri dalam kemampuan peneliti untuk menyebutkan

kategori-kategori tersebut secara tepat; dan juga membiarkan pikiran

mengembara dan membuat hubungan atau asosiasi yang perlu untuk

menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan stimulus, dan untuk

menghadapinya dengan perbandingan yang mengarahkan pada penemuan.

Perbandingan tersebut membuat peneliti sensitif, seperti yang kita lihat

nantinya, membuat dia dapat mengenal kategori yang potensial, dan

mengidentifikasi kondisi dan akibat-akibat yang relefan ketika kondisi dan

akibat  tersebut muncul pada data. Sedangkan kreativitas diperlukan untuk

mengembangkan suatu teori yang efektif, sudah barang tentu, peneliti harus

selalu memvalidasikan semua kategori dan pernyataan tentang hubungan yang

datang secara kreatif selama proses penelitian secara keseluruhan (Strauss and

Corbin, 1990:27-28).

26

Page 27: Buku kualitatif

Tujuan

Tujuan dari metode grounded theory, sudah barang tentu, ialah

membentuk teori yang bagus dan mengembangkan bidang yang dikaji. Para

peneliti yang bekerja dengan tradisi juga mengharapkan bahwa teori mereka

akhirnya akan dihubungkan dengan yang lainnya di dalam disiplin masing-

masing dalam suatu gaya kumulatif, dan bahwa implikasi teori tersebut akan

mempunyai penerapan yang bermanfaat (Strauss and Corbin, 1990:24).

Tujuan grounded theory adalah untuk membangun suatu teori yang yang

cocok dengan bukti. Grounded theory merupakan metode untuk menemukan

teori baru. Di dalamnya, peneliti membandingkan fenomena yang tidak sama

dengan suatu pandangan ke arah belajar kesamaan. Dia melihat peristiwa-

peristiwa tingkat-mikro sebagai dasar untuk eksplanasi tingkat yang lebih

makro. Grounded theory menyajikan beberapa tujuan dengan teori yang lebih

berorientasi pada positivis.

Hal itu mencari teori yang dapat dibandingkan dengan bukti yang tepat,

mampu replikasi dan generalisasi. Suatu pendekatan grounded theory mengejar

generalisasi dengan membuat perbandingan-perbandingan melintasi situasi-

situasi sosial. Para peneliti kualitatif menggunakan alternatif-alternatif pada

grounded theory. Beberapa peneliti kualitatif menawarkan penggambaran yang

mendalam yang benar menurut pandangan dunia informan. Mereka menggali

situasi sosial tunggal untuk menjelaskan proses mikro yang mempertahankan

interaksi sosial stabil.

Tujuan peneliti yang lain  adalah untuk memberikan penggambaran

yang  sangat tepat tentang peristiwa atau latar untuk memperoleh pandangan ke

dalam dinamika suatu masyarakat yang lebih besar. Bahkan peneliti yang

lainnya menerapkan teori yang ada untuk menganalisa latar yang spesifik yang

telah mereka tempatkan di dalam konteks sejarah tingkat makro. Mereka

menunjukkan hubungan diantara peristiwa tingkat mikro dan antara situasi

tingkat mikro dan tekanan sosial yang lebih besat untuk tujuan merekonstruksi

teori  dan menginformasikan tindakan sosial (Neuman, 2000:146).

27

Page 28: Buku kualitatif

Grounded theory adalah teori yang cocok (fit) dengan situasi yang

diteliti, dan berfungsi (work) jika digunakan. Yang dimaksud dengan cocok (fit)

adalah bahwa kategori-kategori itu harus siap diaplikasikan  pada dan

ditunjukkan oleh data di bawah studi; sedangkan berfungsi (work) bahwa

kategori-kategori itu harus sesuai secara bermanfaat pada dan bisa menjelaskan

perilaku di bawah studi. Ahli lain, Lincoln dan Guba (1985:204)

mengetengahkan bahwa grounded theory adalah teori yang mengikuti data

bukan mendahuluinya (sebagaimana dalam inkuiri konvensional) merupakan

konsekuensi paradigma naturalistik yang memiliki realitas ganda dan

keteralihan pada faktor-faktor kontekstual lokal. Tidak ada teori a priori yang

dapat mengantisipasi banyak realitas yang peneliti pasti tidak akan jumpai di

lapangan, maupun mencakup  banyak faktor yang membuat suatu pebedaan di

tingkat mikro (lokal).

Grounded theory oleh  Elden (1981:261) diistilahkan dengan teori

“lokal.” Ia menegaskan bahwa: Proyek itu menunjukkan bahwa para karyawan

memiliki keahlian khusus mengenai stituasi kerja sendiri dan kemungkinan

perbaikannya. Penelitian partisipatori memfasilitasi pengumpulan bersama dan

mensistematiskan pemahaman yang teresolasi dan terindividualisasi ke dalam

apa yang saya telah sebut “teori lokal.”

Grounded teory itu bukan deduktif melainkan terpola; teori itu terbuka

dan dapat diperluas tiada batas; dan teori itu ditemukan secara empiris daripada

dijelaskan secara a priori. Bagaimanapun juga, teori pola mendeskripsikan dan

menjelaskan fenomena ke arah yang diarahkan (dituju). Seperti teori

konvensional, grounded teory dapat juga digunakan untuk memprediksi dan

menggerakkan hipotesis untuk tes. Grounded teory dapat memainkan peranan

teori konvensional untuk studi apapun berikutnya.

Persyaratan. Seperti halnya dengan semua ketrampilan, kecakapan dalam

mengerjakan grounded theory akan muncul dengan kajian dan latihan secara

kontinyu. Pada saatnya, hampir semua orang yang begitu berkeinginan harus

dapat mencapai tingkat ketrampilan yang cukup memadai dan mudah untuk

28

Page 29: Buku kualitatif

melaksanakan penelitian yang efektif dan bermanfaat memberikan kondisi-

kondisi sebagai berikut ini terpenuhi:

1. Kita harus mengkaji, bukan hanya membaca, melalui prosedur seperti yang

digambarkan di berbagai buku dan dipersiapkan untuk mengikutinya

(Glazer, 1978; Glazer & Strauss, 1989; Strauss, 1987). Prosedur-prosedur

tersebut didesain pada teori yang dibuat secara sistematis dan cermat.

Dengan mengambil jalan pintas pada karya tersebut akan menghasilkan

suatu teori yang disusun dengan tidak baik dan dianggap sempit yang bisa

berupa penggambaran realita yang tidak akurat.

2. Prosedur-prosedur yang harus diikuti dalam melakukan penelitian. Dengan

kata lain untuk mengambil sebuah kelas tentang grounded theory tidak akan

membuat seseorang menjadi seorang ahli grounded theory. Ini hanya dengan

berlatih dengan prosedur-prosedur melalui penelitian yang berkelanjutan

bahwa kita akan mempunyai pemahaman yang cukup tentang bagaimana hal

itu bisa bekerja, dan ketrampilan dan pengalaman yang membuat kita dapat

terus menggunakan teknik-teknik tersebut dengan sukses.

3. Sejumlah keterbukaan dan fleksibilitas diperlukan agar supaya dapat

mengadaptasikan prosedur tersebut pada fenomena yang berbeda dan situasi

penelitian yang berbeda (Strauss and Corbin, 1990:25-26).

Pengguna

Grounded theory dapat digunakan secara sukses oleh orang-orang dari

berbagai disiplin. Seseorang tidak perlu menjadi seorang sosiolog atau

membayar perspektif Interaksionis untuk menggunakannya. Jawabannya ialah

prosedur-prosedur ini tidak ada ikatan disiplin. Penting untuk diingat bahwa

para investigator dari disiplin yang berbeda akan merasa tertarik pada fenomena

yang berbeda – atau mungkin memandang fenomena yang sama secara berbeda

29

Page 30: Buku kualitatif

karena perspektif dan minat secara disipliner. Sebagai contoh, ambillah suatu

bidang studi seperti anak-anak dalam sebuah kelas tertentu. Seorang perawat

mungkin merasa tertarik pada masalah kesehatan mereka, namun seorang

psikolog terhadap penyesuaian, seorang sosiolog perilaku kelompok, seorang

pendidik dalam proses  dan pola belajar para siswa, dan seorang fenomenologis

(dari semua disiplin) dalam pengalaman sekolah mereka.

Masing-masing perspektif mewarnai pendekatan yang diambil pada

kajian dari anak-anak ini. Namun, pendekatan grounded theory tersebut dapat

memberikan prosedur untuk menganalisis data  kepada para investigator yang

akan mengarahkan pada pengembangan teori yang bermanfaat pada disiplin

tersebut. Suatu kajian multidisipliner juga dapat dilakukan dengan

menggunakan prosedur grounded, dengan masing-masing peneliti

membawakan pandangan khususnya dan memberikan kontribusi pada usaha

penelitian. Semua teori yang pada dasarnya  mengembangkannya akan

menggambarkan perspektif mereka masing-masing (Strauss and Corbin,

1990:28-29).

Pemula

Grounded theory sebagai suatu metodologi pada mulanya

dikembangkan oleh dua orang sosiolog: Barney Glaser dan Anselm Strauss.

Sedangkan masing-masing berasal dari latar belakang filosofis dan penelitian

yang berbeda. Mereka bekerja dengan kolaborasi yang erat untuk

mengembangkan teknik-teknik untuk menganalisis data kualitatif yang

mencerminkan pendidikan dan latar belakang mereka.

Anselm Strauss berasal dari the University of Chicago, yang

mempunyai sejarah panjang dan tradisi yang kuat dalam penelitian kualitatif.

Sedangkan di sini, dia juga dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Interaksionis dan

Pragmatis. Dengan demikian cara berpikirnya diilhami oleh orang-orang seperti

misalnya Robert E. Park, W.I. Thomas, John Dewey, G.H. Mead, Everett

30

Page 31: Buku kualitatif

Hughes, dan Herbert Blumer. Kontribusi latar belakang ini terhadap metode

tersebut, antara lain, adalah:

a. kebutuhan untuk keluar ke dalam bidang tersebut, jika kita ingin memahami

apa yang sedang terjadi;

b. pentingnya teori tersebut, grounded dalam realita, pada pengembangan suatu

disiplin;

c. hakekat dari pengalaman dan mengalami ketika berkembang secara

kontinyu;

d. peran aktif dari orang-orang dalam membentuk dunia di mana mereka hidup;

e. penekanan pada perubahan dan proses, dan variabilitas dan kompleksitas

kehidupan; dan

f. saling keterkaitan antara kondisi, makna, dan tindakan.

Strauss juga mempunyai pengalaman aktual sebelumnya dalam

penelitian lapangan dan telah banyak memikirkan tentang saling pengaruh

mempengaruhi secara halus pengumpulan data dan analisis serta beberapa

prosedur pengodean yang nantinya akan dikerjakan secara saksama (Strauss

et al., 1964).

Barney Glaser berasal dari suatu tradisi yang sangat berbeda tetapi

dengan beberapa gambaran penting yang bersamaan yang tidak diragukan

memungkinkan kolaborasi dari kedua orang tersebut. Dia mengikuti

pelatihannya di Columbia University dan dipengaruhi oleh Paul Lazarsfeld,

dikenal sebagai seorang innovator dari metode kuantitatif. Selanjutnya selama

melakukan analisis kualitatif, Glaser khususnya merasakan kebutuhan tentang

suatu pemikiran yang bagus, dirumuskan secara eksplisit, dan beberapa prosedur

yang sistematis baik untuk pengodean ataupun untuk menguji hipotesis yang

dihasilkan selama proses penelitian.

Tradisi Columbia juga menekankan penelitian empiris dalam

hubungannya dengan pengembangan teori. Bagi tradisi penelitian Chicago

ataupun Columbia diarahkan pada menghasilkan penelitian yang akan

31

Page 32: Buku kualitatif

digunakan untuk para orang profesional ataupun orang-orang awam. Untuk

alasan inilah banyak dari tulisan tentang grounded theory yang muncul dari

kolaborasi Glaser-Strauss, memasukkan monograf-monograf asli tentang sekarat

(1965, 1968), diarahkan kepada para hadirin (audiences) serta pada kolega

disipliner mereka.

6. Deskrptif

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan

kumpulan angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif.

Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap

apa yang dudah diteliti.

Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data

yang member gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin

berasal dari data wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen

pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan

laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan

sejauh mungkin dalam aslinya. Hal itu hendak dilakukan seseorang dal;am

merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata

mengapa, alasan apa, dan bagaimana terjadinya akan selalu di manfaatkan oleh

peneliti.

7. Lebih Mementingkan Proses daripada Hasil

Penelitian kualitatif banyak mementingkan proses dari pada sebuah

hasil. Hal ini di sebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang di teliti

akan lebih jelasnya jika melalui proses. /bagdan dan Biklen (1982:29)

memberikan contoh seorang peneliti yang menelaah sikap guru terhadap jenis

siswa tertentu. Peneliti mengamati dalam kehidupan sehari-haru, kemudian

menjelaskan hasil yang diteliti. Pengan kata lain, peranan proses dalam

penelitian kualitatif besar sekali.

32

Page 33: Buku kualitatif

8. Adanya Batas yang Ditentukan oleh Fokus

Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batasan dalam

penelitian atas dasar focus yang timbul dalam penelitian. Hal tersebut di

sebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

a. Batas menentukan kenyataan jamak yang kemudian mempertajam focus

b. Penetapan focus dapat lebih dihubungkan oleh interaksi anatara peneliti dan

fokus.

Dengan kata lain, bagaimanapun penetapan focus sebagai pokok masalah

penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian. Dengan hal

itu dapatlah peneliti menemukan likasi penelitian.

9. Adanya Kriteria Khusus dalam Keabsahan

Penelitian kualitatif mendefinisikan validitas, reliabilitas, dan

objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam

penelitian lain. Menurut Lincoln dan Guba (1985:43) hal itu disebabkan

beberapa hal sebagai berikut :

a. Validitas internal cara lama telah gagal karena hal itu menggunakan

isomorfisme antara hasil dan kenyataan tunggal yang dikonvergensikan.

b. Validitas eksternal gagal karena tidak taat asas dan aksioma dasar dari

generilisasinya.

c. Criteria reabilitas gagal karena mempersyaratkan stabilitas dan

keterlaksanaan secara mutlak dan keduanya tidak mungkin digunakan dalam

paradigma yang didasarkan atas desain yang dapat diubah-ubah.

d. Criteria objektivitas gagal karena penelitian kuantitatif justru member

kesempatan interaksi antara peneliti-responden dan peranan nilai.

10. Desain yang Bersifat Sementara

Penelitian kualitatif menyususn desain secara terus-menerus disesuaikan

dengan kenyataan di lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain yang di susun

33

Page 34: Buku kualitatif

secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi. Hal itu disebabkan oleh

beberapa hal sebagai berikut :

a. Tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan yang

ada di lapangan.

b. Tidak dapat diramalkan sebelumnya apa yang akan terjadi dalam interaksi

antara peneliti dengan kenyataan.

c. Tidak dapat memprediksi macam-macam sistem nilai yang terkait dan

berhubungan dengan cara.

Dengan demikian desain khususnya masalah yang telah ditetapkan

terlebih dahulu apabila peneliti ke lapangan dapat saja berubnah sesuai dengan

keadaan di lapangan.

11. Hasil Penelitian Dirundingkan dan Disepakati Bersama

penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil

interpretasi yang di rundingkan disepakati oleh orang yang dijadikan sebagai

sumber data. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal berikut :

a. Susunan kenyataan dari merekalah yang akan di angkat oleh peneliti sebagai

sumber data.

b. Hasil penelitian bergantung pada hakikat dan kualitas hubungan antara yang

mencari dan yang dicari.

c. Konfirmasi hipotesis kerja akan lebih baik verifikasinya apabila diketahui

dan diinformasikan oleh orang-orang yang ada kaitannya dengan fanomena

yang diteliti.

12. Penggunaan Pengetahuan tak Terucapkan (Tacit-knowledge)

Suatu hal yang tidak mungkin untuk menggambarkan atau menjelaskan

segala sesuatu yang “diketahui” dalam bentuk bahasa; sesuatu harus dialami

untuk memahaminya (Lincoln dan Guba, 1985:195). Suatu informasi atau

pengetahuan yang diperoleh tidak jarang dalam bentuk isyarat atau lambang-

34

Page 35: Buku kualitatif

lambang tertentu. Makna yang terkandung dalam isyarat atau lambang-lambang

itu disebut sebagai pengetahuan tersembunyi, atau ada yang menyebut juga

sebagai pengetahuan tak terucapkan.

Peneliti kualitatif membantah bagi legitimasi tacit knowledge (intuitif,

merasakan) sebagai tambahan bagi pengetahuan proposisional (pengetaguan

yang dapat mengekspresikan dalam bentuk bahasa) karena seringkali nuansa

dari realita ganda hanya dapat dihargai dengan cara ini; karena banyak dari

interaksi antara peneliti dan responden atau objek terjadi pada tingkat ini; dan

karena tacit knowledge lebih mencerminkan secara terbuka dan secara akurat

pola-pola nilai dari peneliti.

13. Sampling Purposif (Purposive sampling)

Sekali unit atau unit-unit analisis telah diidentifikasi dan ditentukan,

keputusan tentang rancangan sampel dapat dibuat. Ada perbedaan mendasar

antara sampling acak (random sampling) dan sampling purposif (purposeful

sampling). Random sampling merupakan suatu strategi yang  cocok ketika

seseorang ingin menggeneralisasi dari sampel yang diteliti pada populasi yang

lebih besar. Alasan penggunaan random sampling adalah untuk meningkatkan

kemungkinan bahwa data yang dikumpulkan itu representatif untuk seluruh

populasi yang diminati. Purposeful(purposive) sampling digunakan sebagai

suatu strategi ketika seseorang ingin mempelajari sesuatu dan datang untuk

memahami sesuatu tentang kasus-kasus pilihan tertentu tidak perlu

menggeneralisasikan pada semua kasus yang demikian (Patton, 1980:100).

Peneliti kualitatif cenderung menjauhi sampling acak atau repesentatif

dan lebih memilih sampling purposif karena dia dapat meningkatkan ruang

lingkup atau peringkat dari data yang diekspos (sampling random atau

representatif  cenderung lebih menekan kasus-kasus yang menyimpang) serta

kecenderungan bahwa deretan realita tidak akan tercakup sepenuhnya; dan

karena sampling purposif dapat dihasilkan dengan cara-cara yang akan

memaksimalkan kemampuan peneliti untuk merencanakan teori mendasar yang

35

Page 36: Buku kualitatif

memperhitungkan kondisi lokal, pembentukan lokal secara ganda, dan nilai-nilai

lokal (untuk memungkinkan dapat ditransfer) (Lincoln dan Guba, 1985:40).

14. Rancangan Darurat (Emergent design)

Peneliti kualitatif memilih untuk membiarkan rancangan penelitian

muncul (mengalir, merembes, terbentang/terungkap) bukan membentuknya

terlebih dahulu  (a priori) karena ini tidak dapat dipahami yang cukup dapat

diketahui sebelum waktunya tentang banyak realita ganda untuk merencanakan

rancangan tersebut secara memadai; karena apa yang muncul sebagai suatu

fungsi dari interaksi antara peneliti dan fenomena tersebut sebagian besar tidak

dapat diprediksi sebelumnya; karena peneliti tidak dapat cukup mengetahui

pola-pola pembentukan timbal balik yang cenderung eksis; dan karena berbagai

sistem nilai yang terkait (termasuk yang dimiliki peneliti) melibatkan interaksi

dengan cara-cara yang tidak dapat diprediksi untuk mempengaruhi hasil-

hasilnya (Lincoln dan Guba, 1985:41).

Petunjuk-petunjuk awal penting diidentifikasi dalam fase-fase awal

analisis data dan mengejar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru,

mengobservasi situasi-situasi baru atau situasi-situasi sebelumnya dengan lensa

yang sedikit berbeda atau menguji dokumen-dokumen tidak penting

sebelumnya. Perluasan dan penyempitan apa yang penting dalam penelitian ini

(misalnya, fokus penelitian) dan sampling orang-orang dan latar-latar yang

konsekuen diantisipasi dan direncanakan untuk, sebaik mungkin seseorang

dapat lakukan, rancangan  penelitian. Bagaimanapun juga, ini penting untuk

mempergunakan rancangan penelitian yang bukan darurat (nonemergent

research design) di mana fokus penelitian dikejar menggunakan metode

kualitatif dalam pengumpulan dan analisis data.

Dalam penelitian kualitatif, partisipan-partisipan (atau latar, seperti

sekolah dan organisasi) dipilih secara berhati-hati untuk pemasukan (inclusion),

berdasarkan pada kemungkinan yang setiap partisipan (atau latar) akan

kembangkan variabilitas sampel. Sampel purposif meningkatkan kemungkinan

36

Page 37: Buku kualitatif

bahwa variabilitas biasa dalam fenomena sosial apapun yang akan

dipresentasikan dalam data. Sebaliknya pada sampel random mencoba untuk

mencapai variasi melalui penggunaan seleksi random dan ukuran sampel yang

besar. Misalnya, jika kita tertarik untuk memahami bagaimana orang-orang di

daerah pedesaan mengembangkan jaringan dukungan sosial, kita hendaknya

mungkin ingin memasukkan orang-orang yang memiliki jaringan sosial yang

tersusun dari sebagian besar famili dan orang-orang yang memiliki jaringan-

jaringan yang tersusun dari sebagian besar teman, karena proses membangun

jaringan sosial mungkin berbeda untuk individu-individu itu (Maykut, 1994:44-

45).

15. Model Laporan Studi Kasus (Case study reporting mode)

Hasil penelitian kualitatif dipesentasikan secara paling  efektif dalam

narasi yang kaya, kadang-kadang mengarah pada studi kasus. Jumlah kasus

berbeda-beda dalam masing-masing kajian, dari satu kasus ke kasus lainnya.

Dengan laporan yang panjang, peneliti mempunyai kesempatan untuk

memberikan kutipan yang banyak dari data aktual yang memungkinkan

partisipan untuk berbicara pada diri mereka sendiri – dalam kata dan tindakan –

dengan cara demikian memberikan pada pembaca informasi yang memadai

untuk memahami hasil penelitian.

Dalam laporan yang panjang, peneliti dengan keperluannya lebih

ringkas, menggunakan model laporan studi kasus yang dimodifikasi. Laporan

penelitian kualitatif yang ditandai oleh deskripsi yang kaya hendaknya

menyuguhkan pada pembaca dengan informasi yang memadai untuk

menentukan apakah temuan-temuan penelitian itu mungkin diaplikasikan pada

orang atau latar yang lain (Maykut, 1994:47).

Peneliti kualitatif cenderung memilih model laporan studi kasus 

(dibandingkan laporan ilmiah atau teknis) karena ini lebih dapat disesuaikan

pada suatu deskripsi tentang realita ganda yang dihadapi pada situs tertentu;

karena ini dapat disesuaikan untuk mendemonstrasikan interaksi peneliti dengan

situs dan bias-bias konsekuensi yang mungkin dihasilkan (laporan reflektif);

37

Page 38: Buku kualitatif

karena ini memberikan dasar bagi “generalisasi-generalisasi naturalistik”

individual (Stake, 1980) dan transabilitas ke situs-situs lainnya (deskripsi-

deskripsi tipis); karena ini disesuaikan dalam menunjukkan keragaman dari

pengaruh-pengaruh pembentukan timbal balik sekarang ini; dan karena ini dapat

menggambarkan posisi nilai tentang posisi peneliti, teori substantif, paradigma

metodologis, dan nilai-nilai kontekstual lokal atau daerah.

16. Interpretasi Idiografis (Idiographic interpretation)

Peneliti kualitatif cenderung menginterpretasi data (termasuk menarik

kasimpulan) secara ideografis (dalam hal kekhususan dari kasus) bukan secara

nomoteris (dalam hal generalisasi seperti hukum) karena interpretasi yang

berbeda cenderung bermakna bagi realita yang berbeda; dan karena interpetasi

sangat tergantung pada validitasnya pada kekhasan-kekhasan daerah, termasuk

interaksi peneliti responden (atau objek),  faktor-faktor kontekstual yang terkait,

pembentukan timbal balik lokal atau daerah yang saling mempengaruhi, dan

nilai-nilai daerah (serta peneliti).

17. Penerapan Tentatif (Tentative application)

Naturalis cenderung coba-coba (ragu-ragu) tentang pembuatan

penerapan luas mengenai temuan karena realita adalah ganda dan berbeda-beda;

karena temuan pada dasarnya tergantung pada interaksi khusus antara peneliti

dan para responden (atau objek-objek) yang tidak mungkin duplikasi di tempat

lain; karena temuan-temuan dapat diterapkan di mana-mana tergantung pada

kesamaan-kesamaan empiris tentang pengiriman dan penerimaan konteks,

karena “percampuran” khusus dari pengaruh-pengaruh pembentukan timbal

balik bisa sangat beragam dari latar ke latar; dan karena sistem-sistem nilai,

khususnya nilai-nilai kontekstual, mungkin sangat tajam pada varian dar situs ke

situs lain.

18. Batas-batas Penentuan-fokus (Fokused-determined boundaries).

Peneliti kualitatif cenderung menentukan batas-batas penelitian dengan

dasar fokus darurat atau darurat (masalah penelitian, orang-orang yang

mengevaluasi untuk evaluasi-evaluasi, dan pilihan-pilihan kebijakan untuk

38

Page 39: Buku kualitatif

analisis kebijakan) karena itu memungkinkan realita  ganda untuk menentukan

fokus (bukan konsepsi awal penelitian); karena fokus-latar dapat lebih dekat

diantarai oleh interaksi peneliti-fokus; karena batas-batas tidak dapat ditentukan

secara memuaskan tanpa pengetahuan kontekstual yang dekat, termasuk

pengetahuan tentang faktor-faktor pembentukan timbal balik yang terkait; dan

karena fokus  tidak mempunyai makna pada setiap peristiwa dalam abstraksi

dari sistem-sistem nilai investigator lokal (Lincoln dan Guba, 1985:42).

Penelitian kualitatif dirancang untuk menemukan apa yang dapat

dipelajari tentang fenomena yang diminati, khususnya fenomena sosial di mana

orang-orang adalah partisipan (atau secara tradisional mengarah pada – subjek).

Para peneliti kualitatif mengembangkan “fokus penelitian” umum  yang

membantu untuk membimbing penemuan tentang beberapa fenomena sosial

yang ingin diketahui. Para peneliti tertarik untuk menyelidiki dan merespon

pertanyaan-pertanyaan eksploratori dan deskriptif misalnya Apa konsep anak-

anak muda tentang “pikiran”? Dalam cara-cara apakah orang-orang di daerah

pedesaan membangun jaringan-jaringan sosial informal? Bagaimana orang-

orang yang bekerja di tempat ini berpikir tentang lingkungan fisik yang

hendaknya diperbaiki? Apapun hasil penelitian ini, bukan generalisasi hasil,

tetapi pemahaman pengalaman yang lebih mendalam dari perspektif partisipan

yang diseleksi. Mary Belenky dan asosiasinya telah memilih istilah penelitian

deskriptif-interpretif (interpretive-descriptive research) untuk mengarah pada

kajian eksploratori yang mengandalkan kata-kata orang dan makna-makna

sebagai data untuk analisis Maykut (1994:44).

19. Kriteria Khusus untuk Keterpercayaan (Special criteria for trustworthiness)

Naturalis cenderung mendapatkan kriteria keterpercayaan konvensional

(validitas internal dan eksternal, reliabilitas, dan objektifitas) yang tidak

konsisten dengan aksioma dan prosedur tentang penelitian naturalistik. Oleh

karena itu dia cenderung menentukan kriteria baru (tetapi mempunyai

kesamaan) dan merencanakan prosedur-prosedur operasional untuk

menerapkannya. Perlu dicatat bahwa kriteria konvensional tentang validitas

39

Page 40: Buku kualitatif

internal gagal karena menunjukkan suatu isomorfomik antara hasil-hasil

penelitian dan suatu realita tunggal yang dapat dirasakan di mana penelitian

dapat memusatkan pada satu titik; bahwa kriteria tentang validitas eksternal

gagal karena tidak konsisten dengan aksioma dasar berkenaan dengan kebisaan

membuatgeneralisasi; bahwa kriteria tentang keterpercayaan gagal karena ini

memerlukan stabilitas dan replikabilitas mutlak, yang mana juga tidak

memungkinkan bagi suatu paradigma didasarkan pada rancangan; dan bahwa

kriteria tentang objektifitas gagal karena paradigma secara terbuka membiarkan

interaksi peneliti-responden dan peranan nilai-nilai. Kasus tersebut akan dibuat

kriteria pengganti (yang disebut kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas,

dan  konfirmabilitas) bersama-sama dengan prosedur-prosedur empiris yang

sesuai yang secara memadai (jika tidak secara mutlak) memperkuat

keterpercayaan dari pendekatan-pendekatan naturalistik.

E. Landasan Teoritis Penelitian KualitatifKajian penelitiankualitatif berawal dari kelompok ahli sosiologi dari

“Mazhab Chicago” pada tahun 1920-1930, yang memantapkan pentingnya

penelitian kualitatif untuk mengkaji kelompok kehidupan manusia. Pada waktu

yang sama, kelompok ahli antropologi menggambarkan outline dari metode karya

lapangan yang melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk mempelajari

adat dan budaya masyarakat setempat. Dari awal, tampak bahwa penelitian

kualitatif merupakan bidang penyelidikan tersendiri. Bidang ini bersilang dengan

disiplin dan pokok permasalahan lainnya. Suatu kumpulan istilah, konsep, asumsi

yang kompleks dan yang saling terkait meliputi istilah penelitian kualitatif.

Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang

peneliti dalam kegiatan penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit maupun

tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah. Dasar

teoritis pendekatan kualitatif adalah :

1. Fenomenologi

40

Page 41: Buku kualitatif

Fenomenologi diartikan sebagai :

Pengalaman subjektif atau pengalaman fanomenologikal

Suatu studi tentang kesadaran dari prespektif pokok seseorang (Husserl).

Istilah ini sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk

pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui.

Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacupada penelitian terdisiplin

tentang kesadaran dari prespektif pertama seseorang. Fanometologi kadang-

kadang digunakan sebagai prespektif filosofi dan juga digunakan sebagai

pendekatan dalam metodologi kualitatif.

Fanomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada

pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasinya di dunia. Dalam

hal ini fanomenologi ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang

lain.

Fanomenologi memiliki beberapa ciri yang dilakukan oleh peneliti

fanomenologis, yaitu :

a. Fanomenologis cenderung mempertanyakan yang naturalisme, yaitu yang

disebut dengan objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak

zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan modern dan teknologi.

b. Secara pasti fanomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu

pada apa yang dinamakan oleh Husserl, “Evidens” yang dalam hal ini

merupakan kesadaran tentang suatu benda itu sendiri secara jelas dan

berbeda denganyang lainnya. Tetapi dapat mencangkupi untuk sesuatu

dalam hal itu.

c. Fanomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya suatu benda yang

ada di dalam dunia alam dan budaya.

41

Page 42: Buku kualitatif

Fanomenologis berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena

kebetulan tetapi di bentuk oleh factor lainnya yang ada pada dirinya. Demikian

dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak ada control diri terhadap

kesadaran terstruktur. Sebagai yang terstruktur,kesadaran menciptakan “dunia”

yang dialami oleh setiap orang. Analisis fanomenologis berusaha mencari untuk

menguraikan dunianya, seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan, dan apa

yang tidak, serta dengan aturan atau objek dan kejadian itu berkaitan.

Peneliti dalam pandangan fanomenologis berusaha memahami arti

peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada pada situasi

tertentu. Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh

filusuf Edmund Husserl dan Alfred Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari

Webber yang member tekanan pada verseten, yaitu pengertian interpretative

terhadap pemahaman manusia.

Ada berbagai bcabang penelitian kualitatif, namun semua berpendapat

sama tentang tujuan pengertian subjek penelitian, yaitu melihatnya dari segi

pandangan mereka. Jika ditelaah secara teliti, frasa dari segi pandangan mereka

menjadi persoalan. Persoalan pokoknya ialah dari segi pandangan mereka

bukan merupakan ekspresi yang digunakan oleh subjek itu sendiri dan belum

tentu mewakili cara mereka berpikir. Dari segi pandang mereka adalah cara

peneliti menggunakannya sebagai pendekatan dalam pekerjaannya. Jadi dari

segi pandangan merupakan kontrak penelitian. Melihat subjek dari segi ide ini

hasilnya barangkali akan memaksa subjek tersebut mengalami dunia yang asing

baginya.

Sebenarnya upaya dunia subjek oleh peneliti bagaimanapun perlu dalam

penelitian. Jika tidak, peneliti akan membuat tafsiran yang harus mempunyai

kerangka konsep untuk menafsirkannya. Peneliti kualitatif percaya bahwa

mendekati orang dengan tujuan memahami pandangan mereka dapat

mengganggu pengalaman subjek. Bagi peneliti kualitatif terdapat perbedaan

dalam derajat mengatasi masalah metodologis/konseptual ini dan cara mereka

mengatasinya. Sebagian peneliti mencoba melakukan deskripsi fenomenologi

42

Page 43: Buku kualitatif

murni. Di pihak lain, peneliti lainnya kurang memperdulikandan berusaha

membentuk abstraksi dengan jalan menafsirkan data berdasarkan segi

pandangan mereka. Apapun posisi seorang peneliti yang jelas ia harus

menyadari persoalan teoritis dan isu metodologi ini.

Peneliti kualitatif cenderung berorientasi fenomenologis, namun

sebagian besar diantaranya tidak radikal, tetapi idealis pandangannya. Mereka

member tekanan pada segi subjektif, tetapi mereka tidak perlu mendesak atau

bertentangan dengan pandangan orang yang mampu menolak pandangan itu.

Sebagai gambaran diberikan contoh, misalnya guru mungkin percaya bahwa ia

dapat berjalan menembus dinding batu-bata, tetapi untuk mencapainya

memerlukan pemikiran. Hakikatnya, batu-bata itu keas untuk ditembus, namun

guru itu tidak perlu merasakan bahwa ia tidak mampu berjalan menembus

dinding itu. Penelitian kualitatif menekankan berpikir subjektif karena, sebagai

yang mereka lihat dunia di dominasi oleh objek yang kurang keras

dibandingkan dengan batu. Manusia kurang lebih sama dibandingkan mesin

kecil yang dapat melakukan sesuatu. Kita hidup dalam imajinasi kita, lebih

banyak berlatar-belakang simbolik daripada kongkret.

43

Page 44: Buku kualitatif

2. Interaksi Simbolik

Bersamaan dengan prespektif fenomenologis, pendekatan ini berasumsi

bahwa pengalaman manusia dipengaruhi oleh penfsiran. Objek, orang, situasi

dan peristiwa tidak memiliki pengertian senditi, sebaliknya pengertian itu

deberikan untuk mereka. Misalnya, seorang teknologi pendidikan mungkin

menentukan penyetor 16 mm sebagai alat yang akan digunakan oleh guru untuk

memperlihatkan film-film yang relevan dengan tujuan pendidikan; seorang

guru barangkalai menata penelitian kualitatif menggunakan proyektor terebut

sebagai alat pada siswa apabila ia kehabisan bahan pelajaran sewaktu mengajar

atau apabila ia sudah letih. Pengertian yang diberikan orang pada pengalaman

dan proses penafsiran adalah esensial serta menentukan an bukan bersifat

kebetulan atau bersifat kurang penting terhadap pengalaman itu.

Untuk memahami perilaku, kita harusmemahami definisi untuk proses

pendefinisiannya. Manusia terikat secara aktif dalam mencitpatak dunianya

sehingga dengan demikian ia akan mengerti tentang pemisahan antara riwayat

dengan masyarakat yang merupakan sesuatu yang esensial. Manusia tidak dapat

bertindak atas dasar respon yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk

mempradefinisikan objek, tetapi lebih sebagai penafsiran, pendefinisian, hewan

simbolik yang perilakunya hanya dapat dipahami dengan jalan peneliti

memasuki proses definisi melalui metode seperti pengamatan berperan-serta.

Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh

kekuatan manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu dengan

bantuan orang lain, seperti orang-orang masa lalu, penulis, keluarga, pemeran di

televise, dan pribadi-pribadi yang ditemuinya dalam latar tempat mereka

bekerja atau bermain, namun orang lain tidak melakukannya untuk mereka.

Melalui interaksi seseorang membentu pengertian. Orang dalam situasi tertentu

(misalnya mahasiswa dalam ruang kuliah tertentu) sering mengembangkan

definisi bersama ( atau prespektif bersama dalam bahasa interaksi simbolik)

karena mereka secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman

44

Page 45: Buku kualitatif

bersama, masalah dan latar belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan

keharusan.

Dipihak lain sebagian pemegang definisi bersama untuk menunjukkan

kebenaran, suatu pengertian yang senantiasa untuk disepakati. Hal itu dapat

dipengaruhi oleh orang yang melihat sesuatu dari sisi lain. Bila bertindak atas

dasar definisi tertentu, sesuatu barangkali tidak akan baik bagi seseorang.

Biasanya pada orang seorang ada masalah, dan masalah itu dapat membentuk

definisi baru, dapat meniadakan yang lama, dengan kata lain dapat berubah.

Bagaimana definisi itu berubah atau berkembang merupakan pokok persoalan

yang akan diteliti.

Jadi, penafsiran itu menjadi esensial. Interaksi simbolik menajdi

paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi,

motivasi yang tidak disadari, kebetulan, tatus sosial ekonomi, kewajiban

peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat, atau lingkungan

fisik lainnya. Factor-faktor tersebut sebagian adalah kontraks yang digunakan

oleh para ilmuan sosial dalam usahanya untuk menjelaskan dan memahami

perilahu. Pere interksionis simbolik tidak menolak kenyataan bahwa konsep

teoritik tersebut mungkin bermanfaat. Namun hal itu hanya relevan untuk

memahami perilaku sepanjang hal untuk memasuki atau berpengaruh terhadap

proses bendefinisian. Pengajurteori ini tidak boleh menolak kenyataan bahwa

terdapat dorongan untuk makan dan bahwa definisi kultural tentang bagaimana,

apa dan bilamana seseorang harus makan. Bagaimanapun, mereka harus

menolak apabila dikatakan bahwa makan hanaya dapat dipahami dalam

kerangka definisi kebudayaan dan dorongan. Makan dapat dipahami dengan

melihat saling kaitan anatara bagaimana orang mendefinisikan makan dan

situasi khusus dimana mereka memperolehnya. Makan dapat didefinisikan

dengan berbagai cara yang berbeda. Guru di sekolah mendefinisikan kapan

waktu yang tepat untuk makan, apa yang mau dimakan, bagaimana cara makan

anatara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya pada tempat yang sama.

Makan siang berarti beristirahat karena bekerja, gangguan yang menjengkelkan,

45

Page 46: Buku kualitatif

kesempatan untuk melakukan pekerjaan pokok, waktu untuk diet, atau

keempatan mendapatkan jawaban dari pertanyaan ujian. Makan bagi orang lain

misalnya dapat merupakan tonggak dalam perkembangan hidupnya. Makan

disini dinyatakan signifikan dengan jalan menyediakan peristiwa bagi seseorang

untuk dapat mengukur apa yang sudah atau belum tercapai. Beberapa hari ia

masih dapat bertahan, atau secepatnya seseorang akan terpaksa mengahiri

harinya yang menyenangkan.

Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa makan siang mempunyai

makna simbolik, dan konsep seperti dorongan dan ritual tidak berpengaruh.

Teori ini tidak menolak bahwa ada aturan dan keteraturan, nilai, dan sistem

nilai dalam masyarakat. Hal itu menjadi penting dalam memahami perilaku

hanya orang mempertimbangkannya. Selanjutnya, disarankan bahwa bukan

aturan, keteraturan, norma atau apa saja yang penting untuk memahami

perilaku, melainkan bagaimana hal-hal itu didefinisikan dan digunakan dalam

situasi-situasi khusus.

3. Kebudayaan

Banyak antropolog menggunakan pendekatan fenomenologi dalam studi

mereka dalam pendidikan. Kerangka studi antropologisnya adalah konsep

kebudayaan. Usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek

kebudayaan dinamakan etnografi. Walaupun ada diantaranya kurang

sependapat tentang definisi kebudayaan, mereka mmandang kebudayaan

sebagai kerangka teroritis dalam menjelaskan pekerjaan mereka.

Etnografi dikenal dengan uraian rinci (thick description). Yang ditemui

etnograf jika menguji kebudayaan menurut prepektif ini ialah suatu seri

penafsiran terhadap kehidupan, pengertian akal sehat yang rumit dan sukar

dipisahkan satu dengan yang lainnya. Tujuan etnografi adalah mengalami

bersama pengertian bahwa pemeranserta kebudayaan memperhitungkan dan

menggambarkan pengertian baru untuk pembaca dan orang luar.

46

Page 47: Buku kualitatif

Dalam kerangka kebudayaan, apapun definisi khususnya, kebudayaan

merupakanalat organisatoris atau konseptual untuk menafsirkan data yang

berarti dan yang member cirri pada etnoografi.

4. Etnometologi

Etnometodologi bukanlah metode yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data, melainkan menunjukkan pada mata pelajaran yang akan

diteliti. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan

dan memahami kehidupan sehari-hari. Metodenya untuk mencapai kehidupan

sehari-hari. Subjek etnometodologi bukanlah anggota suku-suku terasing,

melankan orang-orang dalam pelbagai macam situasi pada masyarakat kita.

Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang melihat,

menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka.

Sejumlah orang berpendidikan telah dipengaruhi oleh pendekatan ini.

Pekerjaan mereka kadang-kadang sukar dipisahkan dari pekerjaan peneliti

kualitatif lainnya. Mereka cenderung melakukan pekerjaan–pekerjan tentang isu

yang bersifat mikro, dengan pengungkapan dan kosa kata khusus, dan dengan

tindakan yang rinci dan dengan pengertian. Peneliti demikian menggunakan

istilah-istilah pengertian secara common sense, kehidupan sehari-hari, dan

memperhitungkan. Menurut para etnometodolog, penelitian bukan merupakan

usaha ilmiah yang unik, melainkan lebih merupakan penyelesaian praktis.

Mereka menyarankan agar kita melihat secara hati-hati pada pengertian akal

sehat tempat pengumpulan data itu dilakukan. Mereka mendorong peneliti unuk

bekerja dengan cara kualitatif untuk lebih peka terhadap kebutuhan tertentu

menurut mereka atau menangguhkan asumsi mereka tentang akal sehat,

pandangan mereka sendiri, daripada mempertimbangkannya.

Selain landasan teoritis tersebut di atas dalam penelitian kualitatif

dimanfaatkan juga apa yang dinamakan pendekatan (approach). Pendekatan

penelitian kualitatif merupakan cara berpikir umum tentang cara melaksanakan

penelitian kualitatif. Pendekatan itu menguraikan, baik secara eksplisit ataupun

47

Page 48: Buku kualitatif

secara implisit, maksud penelitian kualitatif, peran peneliti, langkah-langkah

penelitian, dan metode analisis data, dalam hal ini ada empat pendekatan

kualitatif yang dikemukakan.

5. Etnografi

Pendekatan etnografi dalam penelitian kualitatif terbanyak berasal dari

bidang antropologi. Penekanan pada etnografi adalah pada keseluruhan studi

budaya. Semula gagasan budaya terikat dengan persoalan etnis dan lokasi

geografis, tetapi sekarang hali itu telah diperluas dengan memasukkan setiap

kelompok dalam suatu organisasi. Dalam hal ini kita dapat meneliti budaya dari

bisnis atau kelompok tertentu.

Etnografi pada dasarnya merupakan bidang yang sangat luas sengan

variasi yang sangat besar dari praktisi dan metode. Bagaimanapun, pendekatan

etnografis secara umum adalah pengamatan berperan serta sebagai bagian dari

penelitian lapangan. Etnografer menjadi tertarik secara mendalam dalam suatu

budaya sebagai bagian dari pemeransertanya dan mencatat secara serius data

yang diperolehnya dengan memanfaatkan cacatan lapangan. Sebagai yang ada

dala “grounded throry”, tidak ada pembatasan terlebih dahulu apa yang akan

diamati dan tidak ada titik akhir dalam studinya.

6. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan (field research) dapat juga dianggap sebagai

pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk

mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya bahwa peneliti berangkat ke

lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang sesuatufenomenon dalam

suatu keadaan ilmiah atau in situ. Dalam hal demikian maka pendekatan ini

terkait erat dengan pengamatan berperanserta. Peneliti lapangan biasanya

membuat catatan lapangan secara ekstensif yang kemudian dibuatkan kodenya

dan dianalisis dalam berbagai macam cara.

48

Page 49: Buku kualitatif

7. Grounded Theory

Pendekatan grounded theory mempunyai beberapa aspek, yaitu :

a. Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan sebuah teori dengan

menggunakan pendekatan “prientasi pendekatan” / construt oriented (atau

kategori).

b. Prosedur yang digunakan benar-benar didiskusikan dan sistematik.

c. Peneliti menyajikan model visual, diagram berkode dan teori.

d. Bahasa dan kesannya ilmiah dan objektif tetapi berhubungan dengan topic

yang sensitive secara mencolok.

Gunakan pendekatan ini untuk menghasilkan dan mengembangkan

teori. Kumpulkan informasi terutama dari interview, dan gunakan prosedur

pengumpulan data yang sistematis dan analitis dikembangkan dari prosedur

seperti aksial, open dan coding tertentu. Walaupun laporan penelitian akhir

akan lebih ilmiah tetapi dapat mempengaruhi isu-isu sensitive dan emosional.

F. Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Penelitian Kuantitatif Untuk menalaah dan mempelajari perbedaan anatar penelitian kuantitatif dan

penelitian kualitatif dapatlah hal itu ditinjau dari segala aspek yang memungkinkan

adanya perbedaan yang di gambarkan seperti pada berikut :

49

Page 50: Buku kualitatif

Perbedaan Penelitian Kualitatif dengan Penelitian Kuantitatif Ditinjau dari

Beberapa aspek

No Aspek Kuantutatif Kualitatif

1. Maksud Membuat deskripsi objektif

tentang fanomena terbatas

dan menentukan apakah

fanomena dapat dikontrol

melalui beberapa intervensi.

Mengembangkan

pengertian tentang individu

dan kejadian dengan

memperhitungkan konteks

yang relevan

2. Tujuan Menjelaskan, meramalkan,

dan/atau mengontrol

fenomena melalui

pengumpulan data terfokus

dari data numeric.

Memahami fenomena sosial

melalui gambaran holistik

dan memperbanyak

pemahaman mendalam.

3. Pendekatan Menjelaskan penyebab

fenomena sosial melalui

pengukuran objektif dan

analisis numerikal.

Berasumsi bahwa subject

matter suatu ilmu sosial

adalahamat berbeda dengan

subject matter dari ilmu

fisik/alamiah dan

mempersyaratkan tujuan

yang berbeda untuk inkuiri

dan seperangkat metode

penyelidikan yang berbeda.

Induktif berisi nilai

(subjektif), holistik, dan

berorientasi proses.

4. Asumsi Beasumsi bahwa tujuan dan

metode ilmu sosial adalah

sama dengan ilmu

Perilaku terikat konteks

dimana hal itu terjadi dan

kenyataan sosial tidak bisa

50

Page 51: Buku kualitatif

fisik/alamiah dengan jalan

mencari teori yang dites

atau dikonfirmasikan yang

menjelaskan fenomena.

Deduktif, bebas nilai

(objektif), terfokus, dan

berorientasi tujuan.

direduksi menjadi variabel-

variabel sama dengan

kenyataan fisik. Berupaya

mencari pemahaman

tentang kenyataan dari segi

prespektif orang dalam;

menerima subjektiviotas

dari peneliti dan pemeran

serta.

5. Model

penjelasan

Penemuan fakta sosial tidak

berasal dari persepsi

subjektif dan terpisah dari

konteks.

Upaya generalisasi tidak

dikenal karena perilaku

manusian sealalu terikat

konteks dan selalu

diinterpretasikan kasus per

kasus.

6. Nilai Bergantung pada model

penjelasan hipotetiko-

deduktif dengan memulai

dari teori dari mana

hipotesis ditarik dan di tes

dengan menggunakan

prosedur yang ditentukan

terlebih dahulu.

Beragumentasi bahwa

peneliti senantiasa terikat

nilai dan peneliti harus

eksplisit tentang peranan

bahwa nilai memegang

peranan dalam sesuatu

studi. Beranggapan bahwa

nilai merupakan sesuatu

piihan yang inhern dalam

masalah yang harus

diselidiki, metode yang

harus diteliti, cara untuk

mengintepretasi, dan

konteks dimana studi itu

berada.

51

Page 52: Buku kualitatif

7. Alasan Menerima nilai peneliti

dapat berperan dalam

permasalahan yang sedang

diteliti, tetapi penelitian itu

sendiri harus bebas nilai

dengan prosedur khusus

yang dirancang untuk

mengisolasikan dan

mengeluarkan unsure-unsur

subjektif dan mencari

kenyataan objektif.

Induktif melakukan

pengamatan dan menarik

kesimpulan.

8. Generalisasi Deduktif – deduksi dari

teori tentang apa yang akan

diamati.

Berasumsi bahwa setiap

individu, budaya, latar

adalah unik dan penting

untuk mengapresiasi

keunikan, generalisasi

bergantung pada konteks.

9. Hubungan

peneliti

dengan

subjek

Berasumsi bahwa cara ini

dapat menemukan hokum

yang menambah pada

prediksi yang dapat

dipercaya dan pada control

tentang kenyataan/

fenomena. Mencari

keteraturan dalam simple

individu, analisis statistic

menyatakan kecenderungan

tentang perilaku dan

kecenderungan sudah

cukup kuat untuk

Peneliti secara aktif

berinteraksi secara pribadi.

Proses pengumpulan data

dapat diubah dalam hal itu

bergantung pada situasi.

Peneliti bebas

menggunakan intuisi dan

dapat memutuskan

bagaimana merumuskan

pertanyaan dan bagaimana

melakukan pengamatan.

Individu yang diteliti dapat

diberi kesempatan agar

52

Page 53: Buku kualitatif

memperoleh nilai praktis. secara sukarela mengajukan

gagasan dan persepsinya

dan malah berpartisipasi

dalam analisis data.

10. Nilai

orientasi

Tujuan penelitian adalah

objektivitas, berusaha

memelihara pandangan

pribadi, kepercayaan

“biases” dan pengaruh

pengumpulan data dan

analisis proses. Melibatkan

interaksi minimal dan jika

interaksi diperlukan

(wawancara) lalu berusaha

membakukan proses.

Peranan sampel dalam studi

adalah pasif.

Mempercayai bahwa

seluruh kegiatan penelitian

terikat nilai. Tidak

menghindari isu nilai, nilai

pribadi dinyatakan secara

terbuka, dan mencoba

memperagakan nilai yang

terikat pada konteks.

11. Studi tentang

konteks

Berupaya agar nilai pribadi

bebas dari pengaruh desain

penelitian dan menghindari

usaha membuat keputusan

nilai tentang hal-hal yang

diteliti.

Berupaya memahami

fenomena yang kompleks

dengan jalan mengujinya

dalam keseluruhannya

dalam konteks. Belum

diketahui apa yang difokus

sampai studi itu sudah

berlangsung;

mengdentifikasikan tema

yang relevan dan pola-pola

(yang muncul) yang

kemudian menjadi focus

studi.pengumpulan data

53

Page 54: Buku kualitatif

sedikit banyak adalah

kontinu dan intensif lebih

dari penelitian kuantitatif.

12. Desain Berupaya memahami

fenomena yang kompleks

dengan jalan menganalisis

bagian bagian komponen

(disebut variabel). Setiap

upaya penelitian menguji

hanya beberapa

kemungkinan dari variabel

yang dapat diteliti; konteks

situasi diabaikan atau

dikontrol. Data

dikumpulkan dalam

beberapa interval dan

memfokus pada

pengukuran yang tepat.

Fleksibel/luwes,

dikembangkan, umum,

dinegosisasi, sebagai acuan

untuk diikuti, dikhususkan

hanya dalam istilah umum

sebelum studi dilakukan.

Tidak mebikutkan intervasi

dan berupaya agar

gangguan sesedikit

mungkin.

13. Metode Terstruktur, formal,

ditentukan terlebih dahulu,

tidak luwes, dijabarkan

secara rinci terlebih dahulu

sebelum penelitian

dilakukan. Dapat diteliti;

konteks situasi diabaikan

atau dikontrol. Data

dikumpulkan dalam

beberapa interval dan

memfokus pada

pengukuran yang tepat.

Historikal, etnografis, dan

studi kasus. Intervensi dan

berupaya agar gangguan

sesedikit mungkin.

54

Page 55: Buku kualitatif

14. Hipotesis Deskriptif, korelasional,

perbandingan-kasual, dan

eksperimen.

Cenderung untuk mencari,

menemukan dan

menyimpulkan hipotesis.

Hipotesis dilihat sebagai

sesuatu yang tentative,

berkembang, dan

didasarkan pada seuatu

studi tertentu.

15. Pengukuran Hamper selalu mengetes

hipotesis. Hipotesis dilihat

ssebagai seseuatu yang

khusus, dapat dites, dan

dinyatakan sebelum

suatustudi dilakukan.

Prosedurnya sedikit

subjektif, peneliti memiliki

kemampuan untuk

mengamati dan berinteraksi

dengan manusia lainnya

dan dengan lingkungan;

percaya bahwa kemampuan

manusia diperlukan untuk

melaksanakan tugas yang

rumit dan terhadap dunia

yang sangat bervariasi dan

yang selalu berubah.

16. Review

keputusan

Tujuan pengukuran adalah

objektivitas, member

makna pada scoring dan

pengumpulan data tidak

dipengaruhi oleh nilai-nilai

peneliti, “bias” dan

persepsi; banyak tergantung

pada tes, skala dan

kuisioner terstruktur yang

dapat diadministrasikan

Terbatas, sebagai acuan

teori, dan tidak

mempengaruhi studi. Tidak

dilakukan untuk mengkaji

teori karena dengan cara ini

bukan mengkaji teori tetapi

menemukan teori dari data.

55

Page 56: Buku kualitatif

pada kondisi baku terhadap

seluruh individu dalam

sampel dan prosedur untuk

scoring data dirinci secara

tepat untuk meningkatkan

kemungkinan terjadinya

bahwa setiapdua skor

memperoleh hasil yang

sama. Akhirnya buku dan

numerikal.

17. Latar

penelitian

Ekstensif, yang dengan hal

itu mempengaruhi studi.

Pengkajian teori diperlukan

untuk menemukan konsep,

variabel, dan menata

penelitian hipotesis.

Naturalistik (sebagaimana

adanya) sejauh mungkin.

18. sampling Sejauh mungkin dikontrol

sampling teoritis dan

sampling sebanyak

mungkin digunakan sebagai

mempertimbangkan.

Bertujuan: dinaksudkan

untuk memilih sejumlah

‘kecil’ dan tidak harus

representative; sampel

dimaksudkan untuk

mengarah kepada

pemahaman secara

mendalam.

19. Data Random/acar: dimaksudkan

untuk memilih dari

sejumlah besar individu

dalam populasi dimasukkan

dalam sampel yang

dianggap mewakili. Hal itu

Naratif, deskriptif, dalam

kata-kata mereka yang

diteliti, dokumen pribadi,

catatan lapangan, artifak,

dokumen resmi dan video

tapes, transkrip.

56

Page 57: Buku kualitatif

digunakan untuk

menggeneralisasi hasilnya

kepada populasi. Strtifikasi,

kelompok control,

mengontrol variabel

ekstraneus.

20. Strategi

pengumpula

n data

Numeric, variabel

dioperasionalkan, kode

dikuantifikasikan,

statistical, dihitung dan

diadakan pengukuran.

Pengumpulan dokumen,

pengmatan berperan serta

(participant observatiom),

wawancara tidak terstruktur

dan informal, mencatat data

dalam catatan lapangan

secara intensif, menilai

artifak.

21. subjek Pengamatan terstruktur

yang non partisipan,

wawancara semi-terstruktur

dan formal, adminstrasi tes

dan kuisioner, eksperimen,

penelitian survey,

eksperimen kuasi.

Subjek penelitian berjumlah

besar, pemilihan secara

acat.

Jumlah subjek penelitian

kecil; teknik sampling

bertujuan.

22. Analisis data Deduktif, secara statistik.

Terutama menghasilkan

data numeric yang biasanya

dianalisi secara statistik.

Data kasar terdiri dari

bilangan dan analisi

Induktif, model-model,

teori-teori, konsep,metode

perbandingan tetap.

Biasanya data dianalisis

secara deskriptif yanf

sebagian besar berasal dari

57

Page 58: Buku kualitatif

dilakukan pada akhir

penelitian.

wawancara dan cacatatan

pengamatan; catatan

dianalisis untuk

memperoleh tema dan pola-

pola yang dideskripsikan

dan diilustrasikan dengan

contoh-contoh, termasuk

kutipan-kutipan dan

rangkuman dari dokumen;

koding data dan analisi

verbal.

23. Intepretasi

data

Kesimpulan dan

generalisasi diformulasikan

pada akhir penelitian,

dinyatakan dengan derajat

kepercyaan tertentu yang

ditentukan terlebih dahulu.

Kesimpulan adalah tentatif,

direview atas dasar sesuatu

yang masih berlangsung,

sedang generalisasi

diabaikan.

24. Kriteria Validitas internal–

bagaimana kebenaran

dikemukakan. Validitas

eksternal- bagaimana

penerapan temuan-temuan

pada latar lainnya.

Objektivitas- bagaimana

seharusnya kita dapat

diyakinkan bahwa temuan-

temuan adalah reflektif dari

subjek daripada hasil dari

‘biases’ para peneliti.

Kredibilitas- penelitian

dilakukan sedemikian rupa

untuk memastikanbahwa

subjek itu secara secukunya

diperoleh dan diuraikan.

Keterelihan- beban untuk

memaparkan penerapan

temuan-temuan pada latar

lainnya tergantung pada

peneliti yang haru

mengadakan uraian rinci

tentang keadaan latar untuk

keperluan penerapan.

58

Page 59: Buku kualitatif

25. Frasa kunci Eksperimental, data

numeric, empiric, dan

statistikal.

Deskriptif, naturalistik, dan

berorientasi kata.

26. Konsep

kunci

Reliabilitas, variabel,

operasionalisasi, hipotesis,

validitas, statistikal,

signifkan, replikasi.

Bermakna, pemahaman

awam, proses, dibangun

secara sosial, tema,

keabsahan data.

27. Instrument

penelitian

Inventori, kuisioner,

skala,skor tes, indikator.

“tape recorder”, catatan

lapangan, peneliti adalah

instrument iu sendiri.

28. Masalah Mengontrol variabel,

validitas.

Memakan waktu, prosedur

tidak baku, reliabilitas

keabsahan data.

G. Beberapa pertanyaan umum tentang penelitian kualitatif Jika seseorang baru pertama kali mendengar atau mempelajari penelitian

kualitatif, biasanya timbul pertanyaan pertanyaan yang memerlukan penjelasan.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagian meragukan keabsahan penelitian kualitatif.

Bogdan dan Taylor (1982:39-48) mengajukan delapan pertanyaan dan menjelaskan

jawabannya.

1. Dapatkah pendekatan kualitatif dan kuantitatif digunakan bersama?

Peneliti kualitatif biasanya tidak puas dengan hasil analisis statistik.

Misalnya, dengan data yang dikumpulkan dengan kuisioner, analisis statistic

dilakukan untuk menemukan hubungan karena antara dua atau lebih variabel.

Ternyata hasilnya tidak memuaskan karena tidak ada hubungan. Peneliti

meragukan hasilnya karena hipotesis tidak teruji. Untuk itu ia selalu

mengadakan wawancara mendalam untuk melengkapi penelitiannya. Dengan

kata lain penelitian kuantitatif tersebut menggunakan secara bersama-sama

59

Page 60: Buku kualitatif

penelitian tersebut, namun dengan pendekatan kuantitatif sebagai pegangan

utama.

Di pihak lain, peneliti kualitatif sering menggunakan data kuantitatif,

namun yang sering terjadi pada umumnya tidak menggunakan analisis

kuantitatif secara bersama-sama. Jadi, dapat dikatakan bahwa pendekatan kedua

penelitian tersebut dapat digunakan apabila desainnya adalah memanfaatkan

satu paradigma sedangkan paradigma lainnya hanya sebagai pelengkap saja.

2. Apakah penelitian kualitatif benar-benar ilmiah?

Pnelitian itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menemukan teori,

dan hal itu dilakukan secara baik justru dengan pendekatan induktif. Data

dikumpulkan, dianalisis, diabstrakkan, dan akan muncul teori-teori sebagai

penemuan penelitian kualitatif. Selain itu penelitian kualitatif juga mengelan

adanya hipotesis kerja dan pada dasarnya hal itu telah menjadi substantif.

Hanya bedanya hipotesis kerja dirumuskan sementara data dikumpulkan, jadi

tidak disusun sebelumnya. Hipotesis kerja demikian dapat disempurnakan

sementara pengumpulan data berlangsung. Hal demikian tidak mungkin

dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Pengujian hipotesis kerja juga dilakukan

dalam rangka reduksi data.

60

Page 61: Buku kualitatif

3. Bagaimana perbedaan penelitian kualitatif dengan pekerjaan guru dan

wartawan ?

Guru mengadakan pengamatan, melakukan inkuiri secara sistematis, dan

menarik kesimpulan.hal yang dilakukan oleh guru tersebut mirip dengan

pekerjaan yang dilakukan oleh peneliti kualitatif, namun berbeda pada beberapa

hal. Guru mengamati siswa untuk keperluannya dalam mengajar, memberikan

nilai pada siswa, dan mendisiplinkan siswanya, sedangkan pada peneliti hanya

dibutuhkan untuk memeperoleh data yang sesuai dengan konteks yang diambil.

Dapat dikatakan bahwa pekerjaan wartawan dengan peneliti memiliki

banyak perbedaan. Wartawan cenderung melakukan pekerjaannya yang terkait

dengan isu, atau peristiwa yang diusahakannya agar laris dan diminati oleh

pembacanya. Bahkan ia terkadang memperbesar atau memperkecil criteria yang

ada pada kenyataannya untuk menarik para peminatnya. Misalnya di Koran di

muat “seorang wanita cantik telah dicopet pada petang lalu”. Konteks tersebut

mungkin akan menarik bagi pembacanya, padahal di dunia nyatanya wanita itu

tidak terlalu canti atau bisa dikatakan buruk rupa. Pada peneliti hal ini tidak

boleh dilakukan, peneliti harus menuliskan baik buruknya kenyataan untu

membuktikan keabsahan penelitian.

4. Apakah pandangan, prasangka dan semacamnya berpengaruh terhadap

data ?

Pandangan,prasangka sikap-sikap tidak suka sering diragukan sebagai

factor pengganggu keabsahan data. Untuk menghindari hal yang seperti itu,

peneliti kualitatif harus melaksanakan kegiatan yang sedemikian rupa, hingga ia

dapat melihat dan memandang kenyataan dari subjek penelitian. Metode yang

digunakan peneliti membantu peneliti untuk menghindari subjektivitas.

Pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang relatif lama sehingga peneliti

diharapkan pada situasi tertentu ia harus menghindari prasangka atau sikap

suka-tidak-suka. Satu teknik dalam penelitian kualitatif ialah hasilnya harus

diketahui dan disepakati oleh subjek penelitian.

61

Page 62: Buku kualitatif

Dengan demikian, jika terjadi prasangka, atau pandangan yang buruk itu

muncul, hal itu akan dicek secara langsung. Selain itu data yng dikumpulkan

cukup banyak, sehingga analisis segi-segi negative tersebut dapat teratasi.

Selain apa yang ditemukan, tujuan pokok dari penelitiana adalah menambah

pengetahuan, menemukan teori baru, bukanlah mengubah keseluruhan dari latar

yang sudah ada. Dalam hal ini pandanga subjektif peneliti harus mengatasi

subjektivitas yang mungkin terjadi.

5. Apakah kehadiran peneliti mengubah perilaku orang-orang yang sedang

diteliti ?

Peneliti sudah berusaha berintraksi terhadap subjeknya secara alamiah,

tidak menonjol, dan dengan cara yang tidak memaksa. Jika peneliti

memperlakukan subjek sebagai subjek penelitian, dan mungkin tidak bertindak

dan berinteraksi secara alamiah. Justru penelitian kualitatif akan tertarik untuk

menyidik orang-orang dalam latar alamiah tentang bagaimana mereka berpikir

dan bertindang menurut cara mereka. Dalam hal ini diusahakan agar jangan

sampai terjadi oleh kehadiran peneliti, tindakan dan cara subjek menjadi

berubah, sehingga tidak mendapatkan hasil yang alamiah. Oleh karena itu,

wawancara yang dilakukan jangan secara formal, lakukan secara informal

sehingga tidak memberikan kesan terpaksa dan dapat diperoleh secara alamiah.

Jika pun ada pengaruh peneliti yang bertindak seperti itu, maka upaya

yang dilakukan ialah mengadakan penafsiran dalam konteks. Misalnya, pada

waktu kehadiran peneliti di dalam kelas, guru tidaklah berteriak sebagaimana

biasanya. Demikian pula kepala sekolah bertindak dengan perilaku sebagai

kepala sekolah dengan kehadiran peneliti. Jika hal itu terjadi, maka perlu

penafsiran dalam konteks demikian, yaitu dengan jalan membandingkan

peristiwa lainnya yang mungkin berlaku secara wajar.

62

Page 63: Buku kualitatif

6. Apakah dua orang peneliti yang meneliti secara terpisah dapat

menghasilkan kesimpulan yang sama ?

Persoalan di atas mempersoalkan kendala menurut versi paradigma

kuantitatif. Menurut pandangan ini diharap peneliti kualitatif hasil

pengamatannya pada suatu latar tertentu akan taat asas jika dilakukan pada latar

lainnya.

Harapan demikian jelas tidak berlaku pada penelitian kualitatif. Hal ini

disebabkan oleh peneliti kualitatif berasal dari pelbagai latar belakang keahlian

yang berbeda seperti, psikologi, antropologi, sosiologi dan pendidikan. Dengan

demikian, teori yang hendak ditemukan atau diuji itu berbeda, maka wajarlah

apabila kesimpulan atau teori yang diujinya juga berbeda.

Disamping itu, penelitian kualitatif lebih terarah perhatiannya pada

ketepatan dan kecukupan data. Reliabilitas menurut pengertian kualitatif tidak

lain daripada kesesuaian antara apa yang dicatat sebagai data dan apa yang

sebenarnya terjadi pada latar yang sedang diteliti, jadi bukan ketaatasasan

diantara beberapa hasil pengamatan. Jadi, dua peneliti yang meneliti satu latar

yang sama, mungkin saja menghasilkan data yang berbeda dan penemuan yang

berbeda pula, dan kedua penelitian tersebut dapat dipercaya.

7. Apakah penelitian kualitatif itu merupakan ‘penelitian ilmiah’ ?

a. Pada dasarnya ‘ilmu’ (science) adalah deskripsi dari pandangan filosofi

tertentu, pandangan-pandangan, dan kegiatan-kegiatan.

b. Penelitian bagaimanapun juga merupakan langkah-langkah yang diambil

oleh para ilmuan dalam mempertanyakan keteraturan dan keragaman

alamiah.

c. Penelitian merupakan proses pencarian jawaban dari pertanyaan-pertanyaan

ilmiah.

d. Penelitian itu adalah sains ‘in action’,

e. Oleh karena itu penelitian menunjukkan kegiatan-kegiatan yang oleh sains

memperoleh dan mencapai tujuannya. Misalkan walaupun sains itu

63

Page 64: Buku kualitatif

merupakan metode ilmiah yang konseptual, dimana dalam hal itu penelitian

adalah metodologinya.

f. Sehubungan dengan hal itu, jika kita akan mendiskusikan penelitian yang

berkaitan dengan konsep seperti desain kelompok, pemilihan subjek secara

acak, statistik parametri, apakah hal-hal demikian merupakan bagian dari

penelitian?

g. Dan jika kita membahas tentang studi motivasional misalnya, kelompok-

fokus, studi tentang sikap dan kepuutusan akhir seseorang, apakah demikian

juga bukan ilmiah?

64

Page 65: Buku kualitatif

BAB 3

Paradigma Penelitian Kualitatif

A. Paradigma Penelitian KualitatifPenelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untu menemukan

kebenaran atau untuk membenarkan kebenaran. Usaha untuk melakukan kebenaran

diusahakan oleh filusuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model

tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma.

Ada bermacam-macam paradigma, namun yang mendominasi adalah

scientific paradigm (paradigma keilmuan, namun untuk memudahkan penulis

menerjemahkannya secara harfiah sebagai paradigma ilmiah) dan naturalistic

paradigm atau paradigma alamiah. Paradigma ilmiah berpandanganh bada

positivisme sedangkan paradigma alamiah bersumber pada pandangan

fenomenologis sebagai yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya.

B. Beberapa Segi Suatu TeoriAda empat pokok yang dikemukakan dalam bagian ini, yaitu pengertian dan

fungsi teori, bentuk formulasi suatu teori, teori substantive, dan teori formal.

1. Pengertan dan fungsi teori

Beberapa definisi teori dikemukakan dan disajikan dibawah ini akan

memberikan gambaran atau paradigma penyusun definisi berpengaruh pada

konsep dasar teorinya. Snelbecker (1974:31) mendefinisikan teori sebagai

seperangkat posisi yang berinteraksi secara sintak (yaitu yang mengikuti aturan

tertentu yang dapat dihubungkan secara logis dengan lainnya dengan data atas

dasara yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan

dan menjelaskan fenomena yang diamati. Dari cara perumusan definisi tersebut

tampaknya snelbeckel mewakili buku positivis.

65

Page 66: Buku kualitatif

Definisi berikutnya dikemukakan oleh Mark dan Godsoon (1976:235)

yang menyatakan bahwa teori ialah aturan menjelaskan proporsi atau

seperangkat proporsi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan

terdiri atas representasi simbolik dari :

a. Hubungan-hubungan yang dapat diamati di antara kejadian-kejadian (yang

dapat diukur),

b. Mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan yang

demikian,

c. Hubungan-hubungan yang disimpulkan serta manifestasi hubungan empiris

apapun secara langsung.

Dari definisi tersebut kita dapat melihat bahwa kedua penulis tersebut

berakar pada interaksi simbolik yang termasuk kedalam kubu penelitian

kualitatif, namun belum seluruhnya melepaskan diri dari pengaruh positivisme

dengan menyatakan adanya pengukuran dari definisi mereka.

Terakhir Glaser dan Straus (1967:1,3,35) membobolkan konsep dasar

teori klasik dengan menyodorkan rumusan teori dasar-dasar, yaitu teori yang

berasal dari data dan yang diperoleh secara analitis dan sistematis melalui

metode komparatif; selanjutnya dikemukakan bahwa unsure-unsur teori

mencangkup kategori konseptual yang kawasannya dan hipotesis atau hubungan

yang digeneralisasikan diantara kategori dan kawasannya.

Dari pernyataan Snelbecker (1974:28-31) dan Glaser dan Strauss

(1976:3) jika dikaji ternyata kandungannya memp[unyai persamaan dalam

fungsi teori guna menjelaskan dan meramalkan fenomena. Selain itu rumusan

gleser dan strauss dilengkapi dengan fungsi praktis dalam gaya penelitian.

Perbedaan keduanya terletak pada anggapan tentang hipotesis. Snelbecker

memandang hipotesis sebagai bagian periferi sesuatu teori yang

menghubungkan teori dengan fenomena, sedangkan glaser dan strauss

memandang hipotesis merup[akan inti teori yang diperoleh dari data.

66

Page 67: Buku kualitatif

2. Bentuk formulasi teori

Menurut Glasser dan Staruss (1980:31), untuk keperluan penelitian

kualitatif yang dikenal dengan teori dari dasar, penyajian suatu teori dapat

dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu :

a. Penyajian dalam bentuk seperangkat proporsi atau secara proporsional

b. Dalam bentuk diskusi teoritis yang memanfaatkan kategori konseptual dan

kawasannya.

Menurut kedua penulis tersebut diskusi teoritis lebih kaya, lebih luwes, dan

lebih menyatakan bahwa teori itu adalah proses.

3. Teori substantif dan teori formal

Penelitian kualitatif mngenai adanya teori yang disusun dari data

dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori yang substantive dan teori formal.

Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif

atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi,

antropologi, dan psikologi. Conoh : perawatan pasien, hubungan res,

pendidikan profrsional, kenakalan atau organisasi penelitian. Di pihak lain teori

formal adalah teori untuk keperluan ang disusun secara konseptual dalam

bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi,. Contoh: perilaku

agresif, organisasi formal, sosialisasi, otoritas, dan kekuasaan, sistem

penghargaan, atau mobilitas sosial (Glaser dan Strauss 1980:32).

Pada dasarnya teori tersebut berbeda. Perbedaannya terletak pada

derajat keumumannya sehingga sering terjadi penggunaan kedua macam teori

bertukar ganti. Persoalan yang dihadapi peneliti dalam pembentukan teori ialah

peneliti dihadapkan dalam pemilihan. Ia harus memilih teori di antara salah satu

atau kedua dari teori tersebut. Dalam penelitian, pemilihan demikian hendaknya

ditetapkan terlebih dahulu karena kedua teori itu mempunyai cara analisi

sendiri-sendiri. Teori substantif diperoleh melalui perbandingan antar

kelompok, sedangkan teori formal diperoleh melalui perbandingan pelbagai

67

Page 68: Buku kualitatif

kasus substantif. Peneliti hendaknya senantiasa mengingat bahwa kedua teori

itu harus didasarkan atas data.

4. Unsur-unsur teori

Unsur teori dibentuk melalui analisis perbandingan meliputi :

a. Kategori konseptual dan kawasannya.

Kategori adalah unsur konseptual suatu teori sedangkan kawasan

(property) adalah aspek atau unsur suatu kategori. Contoh : dua kategori dari

pelayanan perawat ialah pandangan dari segi profesi, dan persepsi tentang

rasa kehilangan dari pandangan masayarakat. Satu kaasan dari kategori

kehilangan dalam masyarakat yang tinggi, dan hubungan itu membantu para

perawat untuk memelihara pandangan dari segi profesinya.

b. Hipotesis

Unsur teori kedua dicapai melalui analisi perbandingan. Analisis

perbandingan antar kelompok tidak hanya mnghasilkan kategori, tetapi

mempercepat adanya hubungan yang disimpulkan antar kelompok tersebut,

dan hal itu dinamakan hipotesis kerja. Ang perlu ditekankan disini ialah

bahwa status hipotesis kerja ialah sesuatu yang disarankan, bukan sesuatu

yang diuji diantara hubungan kategori dan kawasannya.perlu pula

dikemukakan bahwa hipotesis kerja senantiasa diverifikasi sepanjang

penelitian yang berlangsung.

c. Integrasi

Integrasi teori artinya memadukan unsur-unsur teori sehingga

menjadi lebih bermakna dan lebih kompak. Integrsi tersebut dilakukan pada

hipotesis yang muncul dari tingkat keumuman yang rendah maupun yang

tinggi. Misalnya pada hipotesis kerja ataupun pada hipotesis teoritis integrasi

itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, integrasi teori dilakukan pada

68

Page 69: Buku kualitatif

keumuman tingkat mana saja, rendah maupun tinggi, jadi berlaku pada

setiap tingkatan konsepotual. Integrasi teori itu bisa dimulai pada tingkatan

yang umum, kemudian difokuskan pada bidang yang lebih khusus.

Sedangkan teori diacuhkan pada data dengan dibimbing oleh hipotesis

terbtas sesuai dengan situasi-sitiasi yang ditemukan dari data.

C. Penyusunan TeoriPada bagian ini akan diuraikan penyususnan tori formal, kegunaan teori dan

verifikasi teori.

1. Penyusunan Teori Formal dan Kegunaannya

Penyusunan teori formal dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Secara tidak langsung berarti penyusunan dilakukan melalui teori

substantive terlebih dahulu. Penyusunan teori formal secara tidak langsung ada

dua jenis, yaitu teori formal satu bidang dan teori formal dua bidang. Keduanya

diuraikan terlebih dahulu.

a. Penusunan teori formal satu bidang

Peneliti dapat menggunakan dua cara penulisan, yaitu penulisan yang

berasal dari teori substantive dan berasal dari satu bidang substantive.

Peneliti atau analisis dapat melakukannya dengan jalan menghapus kata-kata

substantif, frasa atau kata-kata sifat. Dengan jalan demikian peneliti

menerapkan cara penulisan substantive, kemudian mengubah titik

perhatiannya dari kepedulian substantive menjadi kepedulian formal. Dalam

hal ini peneliti mnulis teori formal-satu-bidang atas dasar teori substantive

dan tidak menyusun teori formal langsung dari data.

Penulisan cara demikian barulah merupakan tahap awal dari teori

formal, jadi belum cukupunutk dikatakan sebagai teori formal. Hal ini

disebabkan beberapa alasan. Pertama, cara demikian barulah meningkatkan

derajat konseptual secara mekanik, dan peneliti belum meningkatkanny

melalui analisis perbandingan. Jadi belum menelaah pembandingan

69

Page 70: Buku kualitatif

bermacam bidang substantive sehingga lingkup tingkatak formal belum

terjamah. Di samping itu, teori demikian belum menghilangkan unsur tempat

dan waktu. Kedua, pembaca yang mempelajarinya cenderung akan

meniadakan kaitan antara data dan teori sehingga mungkin akan menjadi

terlalu abstrak karena melangkahi pembandingan teori substantive. Ketiga,

teori formal, jika ditulis langsung dari satu bidang substantive, tidak relevan

karena tidak mempertimbangkan seluruh keadaan dan kualifikasi yang

ditemui dalam bidang substantive yang bertentangan dengan tempat hal iti

akan diterapkan. Jika demikian maka teori yang disusun akan mudah dapat

dimodifikasi oleh teori lain melaluimetode perbandingan karena tidak dibuat

secara benar bagi peramalan dan penjelasan. Jadi, teori satu-bidang akan

diperlakukan sebagai teori substantive untuk memunculkan teori scara

formal melalui analisis perbandingan.

b. Penyusunan teori formal dua bidang

Analisis perbandingan antar kelompok merupakan metode terbaik

dalam penyusunan teori formal berdasarkan teori substantive. Hal itu

dilakukan dengan jalan menarik kategori inti dengan kawasannya, lalu

menyusun teori fit dan work *) atau dengan kata lain harus siap dan relevan.

Teknik penulisan yang diuraikan seperti di atas hanya akan merupakan

bagian dari penyususnan teori. Untuk menyusun teori formal perlu

digunakan logika sebagaimana digunakan oleh teori substantive. Logika itu

akan memberikan petunjuk efektif untuk memilih kelompok ganda dari suatu

bidang substantif. Ia juga akan memberikan petunjuk untuk memperoleh-

*) fit = kategori hendaknya siap diaplikasikan terhadap data dan ditunjukkan oleh data yang

diteliti.

work = teori hendaknya relevan dan berarti terhadap perilaku dapat menjelaskan perilaku

itu.

70

Page 71: Buku kualitatif

lebih banyak data dari berbagai jenis substantif. Proses analisi

perbandinagnlah yang digunakan untuk menyusun teori substantif. Hanya

perlu dikemukakan bahwa proses untuk teori formal akan lebih sukar

karena tingkatannya lebih abstrak dan cangkupan penelitiannya akanlebih

luas. Jika sukar atau waktu yang digunakan terlalu lama, peneliti

dianjurkan akan bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikannya.

c. Kegunaan Teori Formal

Menguji teori formal dari para ahli terkenal.

Melalui cara konvensional, menganalisis secara sistematis,

membandingkan hasil-hasil penelitian melalui arahan dan bimbingan teori

pokok.

Menerapkan beberapa teori formal yang sudah diketahui peneliti pada

bidang substantif dalam usaha membarikan arti yang lebih besar terhadap

lainnya. Hal ini dilakukan sesudah ata dikumpulkan.

Menyusun teori yang dimulai dengan kerangka berpikir yang agak

longgar tentang gagasan atau teori formal, pandangan, konsep atau

hipotesis kerja mngenai bidang substantif yang sedang dipikirkan.

2. Verifikasi Teori

Pembentukan teori dalam penelitian kualitatif dapat juga dilakukan

melalui verifikasi terhadap suatu teori yang berlaku atau terhadap teori yang

baru muncul dari data. Pengujian hipotesis pada suatu teori berlaku dalam hal

ini adalah menguji relevansi kategori-kategorinya yang dilakukan dengan jalan

pembandingan data. Pengecekan tersebut dilakukan secara implicit maupun

secara eksplisit dan dilakukan secara berkesinambungansemenjak data lapangan

masuk secara membanjir. Verifikasi implisit dapat membimbing peneliti untuk

menuju kearah :

71

Page 72: Buku kualitatif

a. Pembentukan uniformitas dan universalitas pokok.

b. Variasi strategi dari teori pada kondisi yang berbeda.

c. Modifikasi teori dasar.

Jadi, melalui verifikasi suatu teori peneliti mungkin juga akan

menemukan teori baru, tetapi pada dasarnya focus utama hanya pada pengujian

suatu teori. Jika suatu teori ditemukan, hal itu hanya merupakan pekerjaan

sambilan saja.

Karena focus penelitian terarah pada verifikasi suatu teori, penelitian

demikian dengan sendirinya tidak menelaah secara sistematis suatu teori yang

muncul dari data di lapangan. Penelitian semacam iu tidak menelaah pula

generalisasi dari lingkup konseptual. Pengujian teori demikian dilakukan

dengan baik apabila analisis dilakukan secara bagian per bagian. Hal itu

berakibat peninjauan dilakukan hanya dengan mempertimbangkan bagian

peristiwa tertentu dilapangan. Pada galibnya data yang mengalir di lapangan

cukup banyak., sebaliknya cara ini yang dipandang relevan untuk menguji teori

peneliti yang dimanfaatkan. Hal itu berakibat bahwa yang cukup kaya yang

dikumpulkan itu menjadi sia-sia belaka, padahal diantaranya barangkali ada

teori baru yang muncul.

Seperti yang sudah dikemukakan di atas, verifikasi teori dapat dilakukan

pada teori baru yang muncul dari data. Dalam hal ini peneliti secara sengaja

memverifikasi teori baru yang muncul dari data. Peneliti secara aktif akan sibuk

menguji seperangkat proporsi yang muncul dari data. Hal itu dilakukan dengan

teknik mencari kasus negative maupun positif guna melakukan pengujian

hipotesis kerjanya. Cara pembandingan kelompok data sebaiknya dilakukan

secara sengaja dan eksplisit.

D. Penyususnan Teori dari Bawah (Grounded Theory)Penyususnan teori dari bawah (TDB) menurut pandit yang terlebih dahulu

perlu memahami tiga unsur dasar TDB yaitu, konsep, kategori dan proporsi.

72

Page 73: Buku kualitatif

1. Konsep adalah suatu kajian dasar karena hal itu terbentuk dari konseptualisasi

data, bukan data itu sendiri, yang berdasarkan hal itu teori itu disusun. Teori

tidak dapat dibangun dengan kejadian aktual atau kegiatan atau yang dilaporkan,

yaitu dari data mentah. Kejadian, peristiwa diambil atau dianalisis sebagai

indicator potensial dari fenomena yang dengan diberikan nama atau label secara

konseptual. Jika respon mengatakan kepada peneliti ‘setiap hari saya

menyebarkan kegiatan saya diantara pagi, istirahat diantara bercukur dan mandi’

maka peeneliti barangkali dapat memberikan nama fenomenon ini sebagai

tahap. Jika menemukan kejadian lain yang semacamnya, peneliti

menamakannya juga tahap. Hanya dengan membandingkan kejadian dan

memberikan nama pada fenomena dengan istilah yang sama maka teoritis

mengumpulkan satuan-satuan teori untuk teori.

2. Unsur kedua adalah kategori yang didefinisikan sebagai kumpulan yang lebih

tinggi dan lebih abstrak dari konsep yang mereka wakili. Kategori itu diperoleh

melalui proses anlisis yang sama dengan jalan membuat perbandingan dengan

melihat kesamaan atau perbedaan yang digunakan untuk menghasilkan konsep-

konsep yang lebih rendah. Kategori adalah landasan dasar penyusun teori.

Kategori dapat memberikan makna yang olehnya dapat diintegrasi.

3. Unsur ketiga dari TDB adalah proporsi yang menunjukkan huungan-hubungan

kesimpulan. Antara satu kategori dengan konsep-konsep yang menyertainya dan

diantara kategori-kategori yang diskrit unsur ketiga ini dinamakan hipotesis oleh

Glesser dan Strauss (1967). Proporsi melibatkan hubungan konseptual.

Untuk mempelajari keseluruhan kegiatan penyususnan teori tersebut berikut

dikemukakan langkah-langkah nya dalam tabel berikut.

`

73

Page 74: Buku kualitatif

Alur proses penyusunan teori digambarkan dalam suatu gambar di bawah

ini.

Analisis data

(4)

Pengembanga teori

(5)

Pengaturan

data (3)

Teori sudah jenuh ?

Pengumpulan

data (2)

Tidak Studi

selesai

(6)Sampling

teoritis (1)

Gambar proses yang saling berkaitan antara pengumpulan data, pengaturan

data, dan analisis data dalam penyususnan teori dari bawah (TDB).

74

Page 75: Buku kualitatif

BAB 4

Perumusan Masalah

A. Sumber-sumber MasalahDari mana peneliti dapat memperoleh gambaran masalah yang mungkin

diteliti? Menurut Strauss (1990:33) bahwa sumber-sumber persoalan dalam

pendekatan grounded theory tidak berbeda dari pendekatan lainnya. Ada beberapa

sumber masalah yang dapat diteliti, yakni: (1) masalah penelitian yang disarankan

atau diberikan, (b) literatur teknis, dan (3) pengalaman personal atau profesional.

1. Masalah Penelitian yang Disarankan atau Diberikan

Untuk sampai pada suatu persoalan peneliti minta saran-saran dari

seorang profesor yang sedang melakukan penelitian dalam kawasan yang

diminati. Seringkali dia sedang melakukan proyek penelitian dan menyambut

peneliti untuk ambil bagian dalam proyek penelitian tersebut. Cara menemukan

masalah ini cenderung meningkatkan kemungkinan memperoleh keterlibatan 

dalam masalah penelitian yang bisa dilakukan dan relevan (do-able and

relevant). Hal ini karena peneliti yang lebih berpengalaman sudah tahu apa yang

telah dilakukan dan apa yang perlu dilakukan dalam kawasan substantif khusus.

Keuntungan lain bagi peneliti adalah bahwa peneliti bisa memperoleh arahan

tentang sumber perolehan dana penelitian.

2. Literatur Teknis

Hal ini dapat menjadi stimulus pada penelitian dalam beberapa cara.

Kadang-kadang literatur teknis itu menunjuk pada kawasan yang relatif tidak

terekplorasi atau menyarankan suatu topik yang diperlukan untuk

pengembangan lebih jauh. Pada waktu yang lain terdapat kontradiksi-

kontradiksi atau keambiguan di antara studi-studi atau tulisan yang

75

Page 76: Buku kualitatif

diakumulasi. Ketidakcocokan ini menyarankan perlunya untuk suatu studi yang

akan membantu memecahkan ketidaktentuan ini. Alternatifnya, bacaan peneliti

tentang suatu pokok persoalan bisa menyarankan suatu pendekatan baru yang

diperlukan untuk memecahkan suatu masalah lama walaupun hal itu telah dikaji

dengan baik di masa lalu Jadi bacaan itu penting terutama untuk memberikan

stimulan keingintahuan tentang suatu pokok persoalan yang hendak diteliti.

3. Pengalaman Personal dan Profesional

Hal ini seringkali menjadi sumber masalah dalam penelitian. Seseorang

yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan bertanya-tanya

bagaimana orang lain mengalami pemutusan hubungan kerjanya. Tentang

pengangguran, bagaimana  ia atau mereka mengalami pengangguran. Atau

seseorang yang mengalami persoalan profesional (pekerjaan) atau di tempat

kerjanya yang tidak ada jawaban yang diketahui. Pengalaman profesional

seringkali mengarah pada keputusan bahwa beberapa sifat pekerjaan atau

praktiknya kurang efektif, efisien, manusiawi, atau adil. Jadi, ini dipercaya,

barangkali suatu penelitian yang baik bisa membantu mengoreksi situasi itu.

Memilih masalah penelitian melalui rute pengalaman personal atau profesional

ini tampaknya lebih berbahaya daripada melalui rute yang disarankan  atau

literature. Ini tidak perlu benar. Batu ujian (touchstone) dari pengalaman anda

sendiri bisa lebih bernilai menjadi indikator yang lebih bernilai bagi anda

sebagai pencarian penelitian yang secara potensial berhasil (Strauss, 1990:36).

Setelah peneliti memiliki gambaran tentang persoalan menarik untuk

diteliti, maka selanjutnya peneliti menentukan topik  penelitiannya. Dengan

topik ini akan dapat dipahami persoalan apa yang sebenarnya hendak diteliti.

Disadari bahwa bahwa pemilihan topik atau pertanyaan penelitian merupakan

komitmen yang agak jangka-panjang (dan seorang peneliti akan memerlukan

usaha yang intensif) yang seringkali cukup menegangkan untuk meletakkan

para peneliti ke dalam suasana yang panik. Kunci untuk memilih topik

pertanyaan kualitatif adalah mengidentifikasi beberapa yang menarik minat

76

Page 77: Buku kualitatif

seseorang (peneliti) sepanjang waktu. Para peneliti baru dapat paling baik

mengidentifikasi topik yang demikian melalui refleksi pada apa yang

merupakan minat personal yang nyata bagi mereka (Denzin dan Lincoln,

1998:57).

Dari beberapa kemungkinan sumber pemilihan masalah atau topik 

penelitian kualitatif, Morse (dalam Denzin & Lincoln, 1998:57) menyatakan

bahwa kunci untuk memilih topik penelitian kualitatif adalah mengidentifikasi

sesuatu yang akan menarik minat seseorang dalam waktu yang lama. Para

peneliti baru dapat dengan paling baik mengidentifikasi topik yang demikian itu

dengan merefleksikan pada apa minat personal yang nyata (real personal

interest) bagi mereka. Topik-topik yang menarik itu memungkinkan peneliti

untuk asyik dan menarik dirinya ke dalam wawancara yang menarik dalam

wawancara dengan orang lain. Mengidentifikasi topik-topik yang demikian

seringkali memerlukan refleksi-diri dan eksaminasi-diri yang kritis.

B. Pembahasan Masalah Studi Melalui FokusPada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong,

tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya masalah.

Demikian pula di dalam alam ini tidak ada masalah; hanya manusia itu sendiri yang

mempersepsikan adanya masalah itu.

Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada focus. Pada dasarnya

penentuan masalah menurut Lincoln dan Guba (1985:226) bergantung pada

paradigma apa yang dianu oleh seorang peneliti, yaitu apakah ia sebagai peneliti,

evaluator, ataukah sebagai peneliti kebijakan. Dengan demikian maka ada tiga

macam masalah, yaitu masalah untuk peneliti, evaluands untuk evaluator, dan

pilihan kebijaksanaanuntuk peneliti kebijaksanaan. Uraian berikut hanya akan

membatasi diri pada masalah umum sebagai bagian penelitian.

Masalah adalah lebih dari sekedar pertanyaan, dan jelas berbeda dengan

tujuan. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua

faktoor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanyadan

77

Page 78: Buku kualitatif

dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari suatu jawaban (Guba,

1978:44; Lincoln dan Guba, 1985:218, dan Guba Lincoln, 1981:88).

Faktor yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa konsep,

data empiris, pengalaman atau unsur lainnya. Jika kedua factor itu diletakkan secara

berpasangan akan menghasilkan sejumlah tanda-tanya, kesukaran yaitu sesuatu

yang dipahami atau tidak dapat dijelaskan pada waktu itu. Sebagai cintih tawuran

remaja. Untuk menelaah penyebabnya, peneliti barangkali ingin menelaah dari sisi

kepemimpinan sekolah, perhatian orang tua, dan gejilak dalam diri para remaja.

Faktor-faktor tersebut dapat dikaitkan untuk menjadi penyebab tawuran remaja.

Dengan demikian masalah penelitiannya menjadi sebagai berikut : apakah ada

kaitan anatara kepemimpinan sekolah dengan tawuran remaja? Bagaimanakah

gejolak dalam diri remaja (masa pubertas) apakah hal itu menjadi sumber penyebab

timbulnya tawuran remaja? Apakah kesibukan orang tua sehingga mengabaikan

pendidikan remaja di rumah ada kaitannya dengan kenakalan remaja yang berakibat

pada tawuran remaja?

Di pihak lain, tujuan suatu penelitian ialah upaya untuk memecahkan

masalah. Dengan demikian kelirulah anggapan orang atau peneliti yang

menyamakan masalah dengan penelitian. Perumusan masalah dilakukan dengan

jalan mengumpulkan sejumlah pengetahuan yang memadahi atau yang mengarah

pada upaya untuk memahami atau menjelaskan faktor-faktor yang brkaitan yang ada

dalam masalah tersebut. Jadi, proses tersebut berupa proses dialektik yang berperan

sebagai proporsi terikat dan antithesis yang membentuk masalah berdasarkan usaha

sintesis tertentu.

Ada dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam merumuskan

masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus.

1. Penetapan fokus dapat membatasi studi. Jadi dalam hal ini fokus akan

membatasi bidang inkuiri. Misalnya jika membatasi diri pada upaya menemukan

teori dari dasar, maka lapangan penelitian lainnya tidak akan kita manfaatkan

lagi. Pada contoh tersebut akan jelas bahwa subjek penelitian adalah remaja.

78

Page 79: Buku kualitatif

Jadi peneliti tidak perlu kesana kemari untuk mencari subjek penelitian, sudah

dengan sendirinya telah dibatasi oleh fokusnya.

2. Penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau

kriteria masuk-keluar (inclision-exlusion criteria) suatu informasi yang baru

diperoleh di lapangan. Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus, seorang

penelititahu persis data mana yang dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan

dan data mana pula, yang walaupun mungkin menarik, karena tidak relevan,

tidak perlu dimasukkan ke dalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan. Jadi,

dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat

kepuusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak

perlu dijamah dan mana yang akan dibuang.

Penetapan fokus satu masalah dalam penelitian kualitatif bagaimanapun

akhirnya akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di arena atau lapangan

penelitian. Dengan kata lain, walaupun rumusan masalah sudah cukup baik dan

telah dirumuskan atas dasar penelaah kepustakaan dan dengan ditunjang oleh

sejumlah pengalaman tertentu, bisa terjadi situasi di lapangan tidak memungkinkan

peneliti untuk meneliti masalah itu. Dengan demikian kepastian tentang fokus dan

masalah itu yang menentukan adalah keadaan I lapangan.

Sebagai contoh: KKuntjaraningrat, antropologi terkenal, pada mulanya ingin

meneliti industry kopra rakyat di daerah pantaiUtara Irian Jaya. Akan tetapi, ketika

ia berada di sana (1963) ternyata tidak banyak pohon kelapa yang masih produktif

dan sarana angkutan serta pemasarannya sudah mundur. Oleh karena itu, ia

mengalihkan perhatiannya kepada maslah hubungan kekerabatan yang renggang si

Irian (Kuntjaraningrat dan Emmerson, ed. 1985:102).

Dari contoh tersebut jelas bahwa perumusan masalah yang bertumpupada

fokus dalam penelitian kualitatif bersifat tentative, artinya penyempurnaan rumusan

fokus atau masalah itu masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar

penelitian.

79

Page 80: Buku kualitatif

Rumusan masalah yang bertumpu pada fokus dapat berubah berubah dan

dapat disempurnakan dan hal itu akan memberikan warna tersendiri pada penelitian

kualitatif. Penelitian klasik menganggap bahwa perubahan demikian sama sekali

akan merusak inkuirinya karena hipotesisnya yang sudah pasti, apabila berubah,

variabelnya ikut berubah, dan pasti aka nada sejumlah variabel pengganggu yang

merusak masalah penelitiannya. Sebaliknya, pada penelitian kualitatif, peneliti

justru mengharapkan adanya perubahan demikian dan mengantisipasi bahwa dwsain

yang muncul akan diberi isi dan warna olehnya. Penelitian alamiah justru

menganggap perubahan demikian bukan merusak atau bersifat destruktif, melainkan

malah dipandang konstruktif karena perubahan yang terjadi merupakan tanda

adanya gerakan kea rah penyempurnaan dan kearah inkuiri yang berpandangan luas.

Hal ini jelas sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian kualitatif bahwa

desainnya dapatlah berubah sesuai dengan situs atau konteks penelitian yang

dihadapi.

Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam

penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih tentative. Dari uraian di atas dapat

ditarik kesimpulan penting, yaitu sebagai berikut:

1. Suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong.

Implikasinya peneliti sayogianya membatasi masalah studinya yang bertumpu

pada fokus. Hal ini yang memungkinkan adanya acuan teori dari suatu

penelitian.

2. fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman

peneliti atau melaluipengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah

ataupun kepustakaan lainnya. Implikasinya, apabila peneliti merasakan adanya

masalah, sayogianya ia mendalami kepustakaan yang relevan sebelum terjun ke

lapangan. Dengan jalan demikian fokus penelitian akan memenuhi kriteria untuk

bidang inkuiri yaitu kriteria inklusi-eksklusi. Implikasi yang lain ialah peneliti

80

Page 81: Buku kualitatif

harus memanfaatkan paradigma. Dengan fokus, peneliti akan tahu persis data

yang perlu dikumpulkan dan yang tidak perlu dikumpulkan.

3. Tujuan penelitian pada dasarnya adalah memecahkan masalah yang telah

dirumuskan. Implikasinya, masalah perlu dirumuskan terlebih dahulu, barulah

tujuan penelitiaan ditetapkan, bukan sebaliknya.

4. Masalah yang bertumpu pada fokus yang ditetapkan bersifat tentatif, dapat

diubah sesuai dengan siuasi latar penelitian. Implikasinya, peneliti tidak perlu

kecewa jika masalah atau fokusnya berubah. Dengan kata lain, peneliti

hendaknya membiasakan diri untuk meghadapi perubahan dalam masalah

penelitian. Jika perubahannya cukup besar dan memerlukan orientasi baru dalam

dasar pemikiran, maka peneliti perlu mendalami kembali kepustakaan yang

relevan dengan masalah baru itu.

C. Model Perumusan MasalahSelama dua semester penulis menjadi coordinator penyelenggaraan seminar

persiapan tesis mahasiswa S2. Hal itu memberikan pengalaman yang cukup

berharga, khususnya tentang perumusan masalah penelitian. Setelah mempelajari

usulan-usulan penelitian, khususnya yang telah diseminarkan, penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa umumnya mahasiswa masih kurang memahamoi teknik

perumusan masalah.

Persoalan yang seperti diungkapkan diatas, khususnya untuk kawasan

penelitian kualitatif, dapat diatasi dengan menelaah, mempelajari, dan memahami

model-model perumusan masalah, kemudian mengadakan latihan-latihan tersendiri.

Alasan-alasan itulah yang mendorong penulis untuk menyajikan beberapa contoh

rumusan masalah yang dikutip atau diterjemahkan dari berbagai laporan penelitian,

disertasi, atau usulan-usulan atau proposal penelitian.

81

Page 82: Buku kualitatif

1. Pnelitian David A. Karp yang berjudul Observing Behavior in Public Places:

Problem and Strategies dalam Shaffir, dan Turowets, 1980:57-58:

Tujuan pokok penelitian ini ialah mendeskripsikan cara memasuki suatu

peristiwa tertentu yang saya alami selama hamper dua tahun (1960-1970) dan

mencoba mempelajari pemandangan percintaan di tempat umum, yaitu daerah

Time Square di kota New York. Selama masa itu saya mengamati perilaku

orang-orang terutama di took-toko buku dan bioskop porno. Dalam konteks

demikian orang-orang terlibat dalam kegiatan yang dapat dibatasi sebagai tidak

lazim. Dengan dikenalkan nilai masyarakat umum pada mereka, saya mulanya

tertari terhadap bagaimana para langganan took buku dan bioskop mengelola

identitad pribadinya, tanpa dikenal, dan mengawasi informasinya sendiri.

Orang-orang yang terlibat dalam perilaku mengganggu atau perilaku khusus

biasanya mengupayakan untuk mengurangi resiko mengurangi resiko dan biaya

perilaku-perilaku demikian. Melalui keteraturan peritingan perhitungan secara

etnografis di took buku dan bioskop, saya mengharapkan dapat lebih mengerti

arti latar-latar demikian terhadap peserta, dank arena itu ingin

memahamikualitas pengalaman-pengalamannya.

2. Penelitian David G. Bromley dan Anson D Shupe, Jr., yang berjudul Evolving

Foci in Participant Observation: Reason as an Emergent Process dalam Shaffir

Stebbing, dan Turrowetz, 1980:191-192:

Situasi yang akan disajikan agak unik karena melibatkan studi dua kelompok

yang berbeda dalam keadaan bertentangan secara terbuka. Penemuan

substantive yang muncul dari studi kedua kelompok secara simultan

mengemukakan :

Bagaimana setiap kelompok membenarkan kegiatan-kegiatannya dan

menyalahkan kelompok lawannya.

Bagaimana strategi dan taktik seiap kelompok cenderung dipengaruhi oleh

mereka yang menjadi lawannya.

82

Page 83: Buku kualitatif

Bagaimanapun di sini kita lebih mempedulikan proses yang muncul dengan

temuan-temuan yang diperoleh; usaha selanjutnya ialah upaya membangun

kembali proses implikasinya yang berkaitan engan hubungan-hubungan

sekarang dan informan-informan kami.

Atas dasar-dasar contoh di atas kiranya pembaca mendapatkan gambaran

tentang adanya berbagai macam cara dan gaya penulisan rumusan masalah suatu

penelitian. Yang jelas, tidak ada keseragaman dalam penyajiannya karena para

penulis berasal dari berbagai macam disiplin ilmu dengan berbagai macam latar

belakang metodologi penelitiannya. Keraganman tersebut kiranya menarik untuk

dikaji untuk kemudian menemukan beberapa prinsip yang dapat diajukan sebagai

pegangan bagi mereka yang akan mengadakan penelitian.

D. Analisis Perumusan Masalahjika model-model perumusan masalah di atas dikaji, tentu saja pengkajian

itu perlu didasarkan atas jumlah patokan tertentu. Pengkajian model-model itu

dalam hal ini didasarkan atas enam patokan.

1. Kriteria Analisi

a. Apakah rumusan masalah tersebut telah menghubungkan dua atau lebih hal

atau faktor (definisi masalah)? jika ya, apakah dirumuskan secara

proposisional ataukah dalam bentuk diskusi atau gabungan dari keduanya.

b. Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitan? Jika ya,

apakah hanya terdapat rumusan masalah atau dicampur-adukkan dengan

metode penelitian? Jika disatukan dengan tujuan penelitian apakah masalah

dipandang sama dengan tujuan penelitian atau tujuan peneliitian

dimaksudkan untuk memecahkan masalah? Apakah rumusan masalah yang

disatukan dengan tujuan masalah yang disatukan dengan tujuan penelitian,

pada masalah penelitian dibahas juga metode penelitiannya?

83

Page 84: Buku kualitatif

c. Apakah uraian dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai

pernyataan pnelitian, ataukah dalam bentuk pernyataan penelitian saja?

d. Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat

memenuhi kriteria inklusi-eksklusi ataukah masih berkaitan dengan masalah

penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implisit?

e. Apakah kata hipotesis kerja dinyatakan secara eksplisit dan berkaitan

dengan masalah penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implisit?

f. Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah fokus,

secara eksplisit atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?

E. Prinsip-Prinsip Perumusan MasalahPrinsip-prinsip perumusan masalah yang disajikan di sini pada dasarnya

ditarik dari hasil pengkajian rumusan masalah yang telah dilakukan seperti

diuraikan dibagian sebelumnya. Perlu dikemukakan bahwa prinsip-prinsip yang

disajikan di sini dimaksudkan sebagai pegangan bagi para peneliti dalam rangka

merumuskan masalah, dan dapat pula digunakan oleh para dosen sebagai bahan

latihan bagi para mahasiswa. Prinsip yang disajikan pada dasarnya bersifat luwes,

artinya dapat tidaknya digunakan seluruh atau sebagian prinsip diserahkan kepada

peneliti atau dosen sendiri untuk memanfaatkannya. Hal itu berkaitan dengan tugas

dan fungsinya karena peneliti sendirilah yang akan merumuskan masalah penelitian,

dan masalah itu sesungguhnya berada dan terletak di latar penelitian, di tengah

masyarakat, sekolah, atau mana saja tempat penelitian melakukan tugasnya.

Pengajuan prinsip-prinsip perumusan masalah berikut ini pada dasarnya

diuraikan secara berturut-turut sebagai berikut:

1. Prinsip yang berkaitan dengan teori dasar

Penelitian hendaknya senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah

dalam penelitiannya didasarkan atas upaya menemukan teori dari dasar sebagai

acuan utama. Dengan hal itu berarti bahwa masalah sebenarnya terletak dan

berada di tengah-tengah kenyataan, atau fakta, atau fenomena. Jadi perumusan

84

Page 85: Buku kualitatif

masalah di sini adalah sekedar arahan, pembimbing, atau acuan pada usaha

untuk menemukan masalah yang sebenarnya. Masalah yang sesungguhnya baru

akan dapat di rumuskan apabila pneliti sudah berada dan mulai, bahkan sedang

mengumpulkan data. Bagi kita perumusan masalah yang dilakukan itu

merupakan aplikasi dari asumsi bahwa suatu penelitian tidak mungkin dimulai

dari sesuatu yang kosong.

2. Prinsip yang berkaitan dengan maksud perumusan masalah

Pada dasarnya inti hakikat penelitian kualitatif terletak pada upaya

penemuan dan penyusunan teori baru lebih dari sekedar menguji, atau

mengkonfirmasikan, atau verifikasi suatu teori yang sedang berlaku.

Sehubungan dengan hal itu, perumusan masalah di sini bermaksud menunjang

upaya penemuan dan penyusunan teori substantif, yaitu teori yang bersumber

dari data.

Prinsipini tentu saja tidak akan begitu membatasi penelitian yang

berkeinginan menguji suatu teori yang berlaku. Di atas telah dinyatakan bahwa

penemuan teori baru lebih dari sekedar menguji teori yang berlaku. Hal itu

berarti tetap memungkinkan peneliti yang ingin merumuskan masalah dengan

maksud menguji suatu teori dengan menyadari segala macam kekurangan akibat

tindakannya.

Di samping itu penekanan pada suatu usaha penemuan dapat membawa

peneliti untuk juga dapat menguji suatu teori yang sedang berlaku. Jikahal

demikian yang dilakukan, maka perumusan masalah terutama untuk

menemukan tori dan sebagai usaha tambahan ialah menguji suatu teori juga.

Usaha demikian dapat saja dilakukan walaupun agak sukar.

Terakhir, perlu dikemukakan bahwa masalah yang dirumuskan dan

mungkin disempurnakan akan berfungsi sebagai patokan untuk keperluan

mengadakan analisis data dan kemudian menjadi hipotesis kerja, yaitu teori

yang akan ditemukan.

85

Page 86: Buku kualitatif

Perumusan masalah tentatif yang kemudian diubah, dimodifikasi, dan

disempurnakan pada latar penelitian jelas akan lebih memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan dalam dunia ilmu. Sehubungan dengan hal itu, prinsip ini

menghendaki agar peneliti jangan cepat kecewa, putus asa, atau merasa gagal

karena menemukan bahwa perumusan masalah terpaksa diubah. Malah

sebaliknya ia hendak merasa senang dan menjadi lebih bersemangat karena

dorongan ingin tahu dalam dirinya tergugah lebih dalam lagi oleh

ketidakcocokan tadi.

Dengan demikian maka melalui prinsip ini rumusan masalah dalam usaha

penelitian barangkali akan terjadi, dua kali, atau lebih mengalami perubahan dan

penyempurnaan. Itulah slah satu cirri khas penelitian kualitatif yang memang

bersifat luwes, longgar dan terbuka.

3. Prinsip hubungan faktor

Fokus sebagai sumber masalah penelitian merupakan rumusan yang

terdiri atas dua atau lebih faktor yang menghasilkan tanda-tanya atau

kebingungan yang telah didefinisikan di muka. Factor-faktor itu dapat berupa

konsep, peristiwa, pengalaman, atau fenomena. Definisi tersebut mengarahkan

kita pada tiga atuan tertentu yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti pada

waktu perumusan masalah tersebut, yaitu:

a. Adanya dua atau lebih factor,

b. Faktor-faktor itu dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau

bermakna, dan

c. Hasil pekerjaan menghubungkan tadi berupa suatu keadaan yang

menimbulkan tanda-tanya atau hal yang menimbulkan kebingungan,

Jadi suatu keadaan bersifat tanda-tanya, yang memerlukan pemecahan atau

upaya untuk menjawabnya. Upaya itulah yang dilakukan oleh peneliti untuk

menjawab atau memecahkan persoalannya, danhalitu biaanya dinamakan tujuan

penelitian.

86

Page 87: Buku kualitatif

Hal itu membawa peneliti agar tegas dalam merumuskan masalah

memisahkan masalah dari tujuan penelitian. Namun, yang utama bagi peneliti

ialah agar dalam perumusan masalahnya ketiga aturantersebut diusahakan

sedemikian rupa supaya dapat dipenuhi. Jadi walaupun ada faktor-faktor, jika

tidak dikaitkan yang satu dengan lainnya secara bermakna, hal itu berarti belum

memenuhi persyaratan. Hubungan harus memenuhi keadaan berupa tanda-tanya

dan, jika tidak demikian, berarti juga belum memenuhi salah satu syarat sebagai

yang dikemukakan.

4. Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi

Seorang peneliti pasti memiliki orientasi teori atau paradigmanya sendiri,

barangkali berdasarkan pengetahuan sebelumnya ataupun berdasarkan

pengalaman sebelumnya. Penelitian kualitatif bersifat terbuka, artinya tidak

mengharuskan peneliti menganut suatu orientasi teori atau paradigma tertentu.

Pilihan subjektif peneliti dihormati dan dihargai dalam penelitian kualitatif.

Dmikian pula, apakah peneliti menganut paradigma ilmiah atau alamiah,

terserah pada peneliti untuk menetapkannya walaupun yang sangat dikehendaki

ialah bahwa penelitian kualitatif mengacu pada paradigma alamiah. Ada pula

pilihan paradigma tngah yaitu berada diantara paradigma alamiah dan ilmiah,

sehingga kedua macam penlitian digunakan sekaligus. Namun bila seorang

peneliti telah menetapkan dan memegang paradigma, manfaatkanlah hal itu dan

harus secara asas. Demikian pula, apabila peneliti telah menetapkan masalah

dantujuan peneltiannya, misalkan untuk menemukan dan menyusun teori baru

yang berasal dari data, maka hal itu berarti bahwa ia harus benar-benar

memegang posisi paradigma alamiahnya.

Jika hal itu terjadi, maka perumusan masalah bagi peneliti akan

mengarahkan dan membimbingnya pada situasi lapangan bagaimanakah

yangakan dipiihnya dari berbagai latar yang sangat banyak tersedia. Mungkin

sekali perumusan masalahnya belum terlalu tegas sehingga masih memerlukan

kegiatan penelitian penjajagan atau kegiatan pra-lapangan, maka hal demikian

87

Page 88: Buku kualitatif

wajib dilakukan oleh peneliti. Dengan cara demikian ruusan masalahnya akan

makin dapat disempurnakan. Hal ini membawa kita pada prinsip bahwa

perumusan fokus membatasi studi bagi peneliti.

5. Prinsip yang berkaitan dengan kriteria inklusi dan eksklusi

Sekali peneliti terjun ke lapangan, ia akan kebanjiran data, baik melalui

pengamatan berperanserta, wawancara mendalam, analisi dokumen, dan

sebagainya. Perumusan fokus yang baik yang dilakukan sebelum peneliti ke

lapangan dan yang mungkin disempurnakan pada awal ia terjun ke lapangan

akan membatasi peneliti guna memilih mana data yang relevan dan mana data

yang tidak relevan. Data yang relevan dimasukkan dan dianalisis sedangkan

data yang tidak relevan dengan masalah akan dikeluarkan.

Dengan demikian, peneliti dihadapkan pada beberapa hal berkut.masalah

yang dirumuskan secara jelas dan tegas akan merupakan yang ampuh untuk

memilih data yang relevan. Mungkin ada yang menarik, namun tidak relevan,

maka data demikian perlu dikeluarkan. Dikeluarkannya yang tidak relevan

bukan berarti dibuang karena apabila peneliti suatu saat tertarik pada masalah

lainnya yang belum tercangkup pada penelitian yang sedang dilakukannya, data

yang dikeluarkan tetapi tidak dibuang itu masih tetap dapat dimanfaatkan.

6. Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah

Contoh-contoh perumusan masalah yang disajikan ternyata menawarkan

tiga bentuk rumusan masalah, yaitu:

a. Secara diskusi, cara ini cara penyajiannya adalah dengan dalam bentuk

pernyatan secara deskriptif namun perlu diikuti dengan pernyataan-

pernyataan penelitian,

b. Secara proporsional, yakni secara langsung menghubungkan faktor-faktor

dalam hubungan logis dan bermakna, dalam hal ini ada yang disajikan dalam

bentuk uraian atau deskriptif dan ada pula yang langsung dikemukakan

dalam bentuk pernyataan penelitian, dan

88

Page 89: Buku kualitatif

c. Secara gabungan, yakni terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi,

kemudian ditegaskan lagi dalam bentuk proporsional.

Pertanyaan yang timbul sekarang ialah mana diantara cara-cara itu yang

terbaik? Subjektivitas penulis mengarahpada yang ketiga, namun sifat

keterbukaan dan keluwesan penelitian kualitatif menghendaki agar peneliti

sendirilah yang memilih mana yang sesuai dengan pengetahuan, pengalaman,

selera dan gayanya.

7. Prinsip sehubungan dengan posisi perumusan masalah

Yang dimaksud dengan posisi di sini tidak lain adalah kedudukan untuk

rumusan masalah diantara unsur-unsur penelitian lainnya. Unsur-unsur

penelitian lainnya yang erat kaitannya dengan perumusan masalah ialah latar

belakang masalah, tujuan, dan acuan teori dan metode penelitian.

Dari contoh-contoh yang disajikan dimuka ternyata ada beberapa variasi

yang ditemukan. Ada yang menggabungkan rumusan masalah dengan latar

belkang, ada yang menuliskan rumusan masalah dengan tujuan penelitian, ada

yang menyatukan rumusan masalah dengan metode penelitian, dan ada pula

yang menyatukan rumusan masalah dengan tujuan dan metode penelitian.

Prinsip posisimenghendaki agar rumusan latar belakang penelitian

didahulukan karena latar belakanglah yang memberikan ancang-ancang dan

alasan diadakannya penelitian. Prinsip lainnya ialah hendaknya rumusan

masalah disusun terlebih dahulu, baru tujuan penelitian karena tujuan penelitian

pada dasarnya akan berusaha memecahkan dan menjawab pertanyaan pada

masalah penelitian itu. Prinsip berikutnya menghendaki agar sebaiknya rumusan

masalah dipisahkan dari rumusan tujuan walaupun hal itu jangan diartikan

bahwa keduanya tidak dapat dilakukan. Prinsip terakhir menghendaki agar

sayogianya rumusan masalah tersebut dipisahkan dari metode penelitian karena

perbedaan fungsi keduanya yang cukup mencolok.

89

Page 90: Buku kualitatif

8. Prinsi berkaitan dengan hasil penelaahan kepustakaan

Pneliti baru atau peneliti yang belum berpengalaman sewaktu

mengadakan penelitian tampaknya cenderung mengabaikan penelaah

kepustakaan dalam perumusan masalah. Pada dasarnya perumusan masalah itu

tidak dapat dipisahkan dari hasil penelaah kepustakaan yang berkaitan. Hal

tersebut diperlukan untuk lebih mempertajam rumusan masalah itu sendiri

walaupun masalah yang sesungguhnya bersumber dari data itu sendiri. Selain

itu, penelaah kepustakan tersebut mengarahkan serta membimbing peneliti

untuk membentuk kategori substantif walaupun perlu diingat bahwa kategori

substantif seharusnya bersumber dari data.

Sehubungan dengan hal itu, prinsip yang perlu dipegang oleh peneliti

ialah bahwa peneliti perlu membiasakan diri agar dalam merumuskan masalah,

ia senantiasa disertai dengan penelaah kepustakaan yang terkait.

9. Prinsip yang berkaitan dengan penggunaan bahasa

Perumusan masalah dilakukan pada waktu mengajukan usulan penelitian

dan diualngi kembali pada waktu menulis laporan karena rumusan masalah

merupakan salah satu unsur penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari unsur-

unsur lainnya. Rumusan masalah juga disajikan sebagai bagian tak terpisahkan

dariunsur lainnyapada waktu peneliti mempublikasikan hasil penemuannya

dimajalah-majalah ilmiah ataupun Koran umum.

Pada waktu menulis laporan atau artikel tentanghasil penelitian, ketika

merumuskan masalah, hendaknya peneliti mempertimbangkan ragam

pembacanya sehingga rumusan masalah yang diajukan dapat sesuai dengan

tingkat kemampuan menyimak para pembacanya. Dengan kata lain, penulisan

rumusan masalah harus disesuaikan tingkat keumuman para pembaca. Jika

disajikan pad forum ilmiah, mestinya berbeda dengan yang disajikan pada

Koran yang dibaca oleh orang awam. Demikian pula jika laporan penelitian

ditujukan kepada pengambil keputusan misalnya, hendaknya perumusannya

menggunakan bahasa langsung yang tidak berbelit-belit dan mudah dipahami.

90

Page 91: Buku kualitatif

F. Langkah-Langkah Perumusan MasalahBerikut ini dikemukakan tentang langkah-langkah perumusan masalah

penelitian. Adapun langkah-langkah perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Tentukan fokus penelitian.

2. Cari berbagai kemungkinan faktor yang ada kaitannya dengan fokus tersebut

yang dalam hal ini dinamakan subfokus.

3. Dari antara faktor-faktor yang terkait adakan pengkajian mana yang sangat

menarik untuk ditelaah, kemudian tetapkan mana yang dipilih.

4. Kaitkan secara logis faktor-faktor subfokus yang dipilih dengan fokus

penelitian.

91

Page 92: Buku kualitatif

BAB 5

Tahapan-Tahapan Penelitian Kualitatif

A. Tahapan Penelitian KualitatifAda dua pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan penelitian

kualitatif dan pendekatan penelitian kuantitaif. Metode penelitian kualitatif adalah

pendekatan yang temuan-temuan penelitiannya tidak diperoleh melalui prosedur

statistik atau bentuk perhitungan lainnya, prosedur ini menghasilkan temuan-temuan

yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam

sarana. Sarana itu meliputi pengamatan dan wawancara, namun bisa juga mencakup

dokumen, buku, kaset video, dan bahkan data yang telah dihitung untuk tujuan lain,

misalnya data sensus.

Sedangkan Metode atau pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang

mengkuantifikasi temuan-temuan kedalam angka-angka dan analisis datanya

menggunakan statistik sebagai alat. Adapun wawancara dan dokumentasi dalam

pendekatan ini hasilnya dikuantifikasikan ke dalam angka-angka yang sudah

ditentukan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Adapun dibawah ini akan di paparkan mengenai langkah-langkah atau

tahapan penelitian dari pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang secara garis besar

dapat dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:

1. Tahapan persiapan/pra-lapangan

2. Tahapan pekerjaan lapangan/penelitian, dan

3. Tahapan analisis data.

Ada beberapa pendapat dalam memperinci tahapan kegiatan kualitatif,

seperti yang dikemukakan oleh John W. Creswell dalam bukunya Research Design

Qualitative, Quantitative, And Mixed Methods Approaches second edition (2003),

92

Page 93: Buku kualitatif

menyebutkan bahwa tahapan atau prosedur dalam pendekatan kualitatif meliputi

langkah-langkah sebagai berikut:

1. The Assumptions Of Qualitative Designs 

2. The Type of Design 

3. The Researcher’s Role 

4. The Data Collection Procedures 

5. Data Recording Procedures 

6. Data Analysis Procedures 

7. Verification Steps 

8. The Qualitative Narratif

Pendapat lain dari Dr. Endang S Sedyaningsih Mahamit (2006) dalam Asep

Suryana (2007:5) tahapan penelitian kualitatif meliputi:

a. Menentukan permasalahan

b. Melakukan studi literature

c. Penatapan lokasi

d. Studi pendahuluan

e. Penetapan metode pengumpulan data; observasi, wawancara, dokumen, diskusi

terarah

f. Analisa data selama penelitian

g. Analisa data setelah; validasi dan reliabilitas

h. Hasil; cerita, personal, deskrifsi tebal, naratif, dapat dibantu table frekuensi.

Dari pendapat para ahli diatas kami mencoba menjabarkan secara garis besar

langkah-langkah penelitian kualitatif dalam tiga tahap yakni:

1. Persiapan

a. Menyusun rancangan penelitian Penelitian yang akan dilakukan berangkat

dari permasalahan dalam lingkup peristiwa yang sedang terus berlangsung

dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat berlangsungnya

93

Page 94: Buku kualitatif

penelitian. Peristiwa-peristiwa yang diamati dalam konteks kegiatan orang-

orang/organisasi. 

b. Memilih lokasi Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka dipilih

lokasi penelitian yang digunakan sebagai sumber data.

c. Mengurus perizinan

Mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk kelancaran kegiatan

penelitian. 

d. Menjajagi dan melihat keadaan 

Proses penjajagan lapangan dan sosialisasi diri dengan keadaan, karena

kitalah yang menjadi alat utamanya maka kitalah yang akan menetukan

apakah lapangan merasa terganggu atau tidak. 

e. Memilih dan memanfaatkan informan

Ketika kita menjajagi dan mensosialisasikan diri di lapangan, ada hal

penting lainnya yang perlu kita lakukan yaitu menentukan narasumber.

f. Menyiapkan instrumen penelitian 

Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah ujung tombak sebagai

pengumpul data (instrumen). Peneliti terjun secara langsung ke lapangan

untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang dibutuhkan. Dalam rangka

kepentingan pengumpulan data, teknik yang digunakan dapat berupa

kegiatan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

94

Page 95: Buku kualitatif

2. Lapangan 

a. Memahami dan memasuki lapangan 

Memahami latar penelitian; latar terbuka; dimana secara terbuka orang

berinteraksi sehingga peneliti hanya mengamati, latar tertutup dimana

peneliti berinteraksi secara langsung dengan orang. Penampilan,

Menyesuaikan penampilan dengan kebiasaan, adat, tata cara, dan budaya

latar penelitian. Pengenalan hubungan peneliti di lapangan, berindak netral

dengan peran serta dalam kegiatan dan hubungan akrab dengan

subjek. Jumlah waktu studi, pembatasan waktu melalui keterpenuhan

informasi yang dibutuhkan. 

b. Aktif dalam kegiatan (pengumpulan data) 

Peneliti merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data, jadi peneliti

harus berperanaktif dalam pengumpulan sumber

3. Pengolahan Data 

a. Analisis Data 

Melakukan analisis terhadap data yang telah didapatkan, peneliti dalam hal

ini bisa melakukan interpretasi dari data yang didapatkan dilapangan.

b. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi 

Dari kegiatan-kegiatan sebelumnya, langkah selanjutnya adalah

menyimpulkan dan melakukan verifikasi atau kritik sumber apakah data

tersebut valid atau tidak. 

c. Narasi Hasil Analisis 

Langkah terakhir adalah pelaporan hasil penelitian dalam bentuk tulisan dan

biasanya pendekatan kualitatif lebih cenderung menggunakan metode

deskriptif-analitis.

95

Page 96: Buku kualitatif

4. Penelitian Kuantitatif

a. Identifikasi

Masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai adanya kesenjangan antara

apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, adanya

kesenjangan informasi atau teori dan sebagainya. 

b. Pemilihan Masalah 

Mempunyai nilai penelitian (asli penting dan dapat diuji)

Fisible (biaya, waktu dan kondisi)

Sesuai dengan kualifikasi peneliti

Menghubungkan dua variabel atau lebih

c. Perumusan Masalah 

Dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya

Jelas dan padat

Dapat menjadi dasar dalam merumusan hipotesa dan judul penelitian 

d. Perumusan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan tentang apa yang akan kita

cari/ capai dari masalah penelitian. Cara merumuskan yang paling

mudah adalah dengan mengubah kalimat pertanyaan dalam rumusan

masalah menjadi kalimat pernyataan.

Manfaat penelitian mencakup manfaat teoritis dan praktis

(Arikunto:1992). 

e. Telaah Pustaka

Manfaat Telaah Pustaka

Untuk memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti 

Menyusun kerangka teoritis yang menjadi landasan pemikiran

Untuk mempertajam konsep yang digunakan sehingga memudahkan

perumusan hipotesa

Untuk menghindari terjadinya pengulangan penelitian.

96

Page 97: Buku kualitatif

f. Pembentukan Kerangka Teori

Teori yang dibahas atau teori yang dikupas harus mempunyai

relevansi yang kuat dengan permasalahan penelitian. Sifatnya

mengemukakan bagaimana seharusnya tentang masalah yang diteliti tersebut

berdasar konsep atau teori-teori tertentu. Khusus untuk penelitian hubungan

dua variabel atau lebih maka dalam landasan teori harus dapat digambarkan

secara jelas bagaimana hubungan dua variabel tersebut.

g. Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang

secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat

kebenarannya. Hipotesa merupakan titik pangkal dari kesimpulan teoritik

yang diperoleh dari telaah pustaka. Secara statistik hipotesis merupakan

pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya

berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.

h. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Konsep merupakan definisi dari sekelompok fakta atau gejala (yang

akan diteliti). Konsep ada yang sederhana dan dapat dilihat seperti konsep

meja, kursi dan sebagainya dan ada konsep yang abstrak dan tak dapat

dilihat seeprti konsep partisipasi, peranan dan sebagainya. Konsep yang tak

dapat dilihat disebut construct. Karena construct bergerak di alam abstrak

maka perlu diubah dalam bentuk yang dapat diukur secara empiris, atau

dalam kata lain perlu ada definisi operasional.

Definisi operasional adalah mengubah konsep dengan kata-kata yang

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan dapat diuji

kebenarannya oleh orang lain.

97

Page 98: Buku kualitatif

i. Validitas dan Reliabiltas Instrumen 

Pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur variabel yang kita teliti

sebelumnya harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Bila instrumen/alat

ukur tersebut tidak valid maupun reliabel, maka tidak akan diperoleh hasil

penelitian yang baik. Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang akan diukur.

Ada beberapa jenis validitas, namun yang paling banyak dibahas

adalah validitas konstruk. Konstruk atau kerangka konsep adalah istilah dan

definisi yang digunakan untuk menggabarkan secara abstrak kejadian,

keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian penelitian.

Konsep itu kemudian seringkali masih harus diubah menjadi definisi yang

operasional, yang menggambarkan bagaimana mengukur suatu gejala. 

j. Penetapan Metode Penelitian

Penetapan metode penelitian mencakup :

(i) Penentuan subyek penelitian (populasi dan sampel),

(ii) Metode pengumpulan data(penyusunan angket) dan

(iii) Metode analisis data (pemilihan analisis statistik yang sesuai dengan

jenis data).

k. Pembuatan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah pedoman yang disusun secara

sistematis dan logis tentang apa yang akan dilakukan dalam penelitian.

Rancangan penelitian memuat: judul, latar belakang masalah, masalah,

tujuan, kajian pustaka, hipotesis, definisi operasional, metode penelitian,

jadwal pelaksanaan, organisasi/tenaga pelaksana dan rencana anggaran. 

l. Pengumpulan Data

98

Page 99: Buku kualitatif

Dalam pengumpulan data diperlukan kemampuan melacak peta wilayah,

sumber informasi dan keterampilan menggali data. Untuk itu diperlukan

pelatihan bagi para tenaga pengumpul data.

m. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian

Pengolahan data meliputi editing, coding, katagorisasi dan tabulasi data.

Analisis data bertujuan menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan

ditafsirkan. Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik.

Interpretasi bertujuan menafsirkan hasil analisis secara lebih luas untuk

menarik kesimpulan.

n. Menyusun Laporan Penelitian

Menyusun laporan penelitian berupa tulisan.

99

Page 100: Buku kualitatif

BAB 6

Teknik Penelitian

A. Data Penelitian KualitatifBagi peneliti penelitian kualitatif, sebelum mengumpulkan data harus

terlebih dahulu mengetaui data kualitatif itu seperti apa. Ini penting sehingga dia

paham apa yang sedang dicarinya.

Data kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang yang diajukan

seperangkat pertanyaan oleh peneliti. Apa yang orang-orang katakan itu menurut

Patton (1980:30) merupakan sumber utama data kualitatif, apakah apa yang

mereka katakan diperoleh secara verbal melalui suatu wawancara atau dalam

bentuk tertulis melalui analisa dokumen, atau respon survey. Lebih konkrit lagi,

Patton (1980:36) mengatakan bahwa pada dasarnya data kualitatif itu terdiri dari

petikan-petikan dari orang-orang dan deskripsi tentang situasi, peristiwa, interaksi,

dan peristiwa. Tujuan data ini adalah untuk memahami sudut pandang dan

pengalaman orang lain. 

Neuman (2000:148) mengungkapkan hal senada bahwa data itu adalah

dalam bentuk kata-kata, termasuk kutipan-kutipan atau deskripsi peristiwa-

peristiwa khusus. Selanjutnya Neuman (2000:417) mengetengahkan bahwa data

kualitatif adalah dalam bentuk teks, kata-kata tertulis, frase-frase,  atau simbol-

simbol yang mendeskripsikan atau mempresentasikan  orang-orang, tindakan-

tindakan, dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sosial.

Menurut Bogdan & Biklen (1982:106) bahwa yang dimaksud dengan data

adalah bahan-bahan kasar (rough materials) yang dikumpulkan para peneliti dari

dunia (lapangan) yang ditelitinya; bahan-bahan itu berupa hal-hal khusus yang

menjadi dasar analisa. Data meliputi bahan-bahan yang direkam secara aktif oleh

orang yang melakukan studi, seperti transkrip wawancara dan catatan dari

lapangan hasil observasi pelibatan. Data juga meliputi apa-apa yang diciptakan

100

Page 101: Buku kualitatif

orang lain dan yang ditemukan peneliti, misalnya buku harian, foto, dokumen

resmi, dan artikel surat kabar. Data meliputi baik bukti nyata maupun petunjuk

(atau pertanda). Jika dikumpulkan secara seksama, data merupakan fakta segar

yang dapat menghemat penulisan yang akan anda kerjakan.

Data membuat anda berpijak di dunia empiris dan, bila dikumpulkan dengan

sistematis dan ketat, akan menghubungkan riset kualitatif dengan bentuk-bentuk

sains lainnya. Data mencakup hal-hal khusus yang perlu anda pikirkan baik-baik

dan dalam-dalam tentang segi-segi kehidupan yang hendak anda selidiki.

Sebagaimana yang Patton (1980:303) katakan bahwa data kasus (kualitatif) terdiri

dari semua informasi yang seseorang miliki tentang kasus itu. Data kasus

mencakup seluruh data wawancara, data observasi, data dokumen, kesan-kesan

dan pernyataan orang-orang lain tentang kasus itu, dan data pada waktunya,

sebenarnya, semua informasi yang seseorang kumpulkan tentang kasus-kasus

khusus atau kasus-kasus dalam pertanyaan. Ini adalah data mentah untuk analisis

kasus, dan dapat bertambah pada kumpulan informasi yang besar. Pada data kasus

tingkat undividual dapat mencakup catatan klinis, informasi statistik tentang

orang, informasi latar belakang, profil kisah kehidupan, dan diari. Pada data kasus

tingkat program dapat mencakup dokumen-dokumen program, laporan program,

wawancara dengan partisipan dan staf program, observasi program, dan sejarah

program.

Khusus mengenai data observasi, Patton (1980:124) menjelaskan bahwa

tujuan data observasi adalah untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi;

kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam latar itu; orang-orang yang berpartisipasi

dalam kegiatan; dan makna latar, kegiatan, dan partisipasi mereka pada orang-

orang itu. Laporan observasi harus termasuk detil deskripsi yang memadai untuk

memungkinkan seseorang mengetahui apa yang telah terjadi dan bagaimana hal itu

terjadi. Sedangkan cara-cara untuk mengumpulkan data observasi menurut

Lofland (1971:93) adalah termasuk observasi partisipan, observasi lapangan,

observasi kualitatif, observasi langsung, atau penelitian lapangan. Semua istilah ini

101

Page 102: Buku kualitatif

mengarah pada lingkungan dalam atau sekitar latar sosial yang sedang berlangsung

dengan maksud membuat analisis kualitatif tentang latar itu.

Para peneliti kualitatif memandang banyak aspek dalam kehidupan sosial

sebagai kualitatif secara intrinsik. Bagi mereka, data kualitatif adalah makna

(meaningful), bukan kurang, dan isu-isu sentral bukan bagaimana mengubah data

ke dalam variabel-variabel yang dapat dinyatakan dengan jumlah-jumlah objektif,

lebih dari itu, mereka perhatian pada masalah-masalah demikian sebagai

aksessibilitas (sub) budaya lain, relativitas jumlah pelaku pada dunia sosial mereka

dan hubungan antara deskripsi sosiologis dan konsep-konsep pelaku tentang

tindakan-tindakan mereka (Halfpenny, 1979:803 dalam Neuman, 2000:144).

Beberapa orang percaya bahwa data kualitatif adalah “lembut” (“soft”),

tidak dapat dinyatakan secara jelas (intangiable), dan bukan material (immaterial).

Data yang demikian begitu tidak jelas dan sukar dipahami sehingga para peneliti

tidak dapat mengungkapnya secara nyata. Data kualitatif adalah data empiris. Data

itu termasuk dokumen peristiwa nyata, rekaman apa yang mereka nyatakan

(dengan kata-kata, isyarat, nada), observasi perilaku spesifik, studi dokumen

tertulis, atau menguji kesan visual. Semua data itu adalah aspek-aspek konkret

suatu dunia. Tidak sebagaimana para peneliti kuantitatif yang mengubah ide atau

aspek dunia sosial ke dalam variabel-variabel umum untuk membentuk hipotesis,

para peneliti kualitatif meminjam ide-ide dari orang-orang yang mereka studi

ketika mereka menguji suatu kasus spesifik dalam konteksnya atau latar alamiah

khusus.

Kategori-kategori teoritik yang parapeneliti kualitatif gunakan untuk

memahami dan menginterpretasi dunia sosial seringkali dalam bentuk grounded

theory. Teori-teori itu adalah motif-motif, tema-tema, perbedaan-perbedaan, dan

ide-ide yang peneliti ciptakan sebagai bagian proses pengumpulan dan analisa data

kualitatif (Neuman, 2000:145).

Data kualitatif terdiri dari deskripsi situasi, peristiwa, orang, interaksi, dan

perilaku terobservasi yang mendetil; pertanyaan-pertanyaan yang terarah dan

102

Page 103: Buku kualitatif

orang-orang tentang pengalaman, sikap, kepercayaan, dan pikirannya; serta

kutipan atau seluruh bagian dari dokumen, korespondensi, dan sejarah suatu kasus.

Deskripsi mendetil, kutipan langsung, dan dokumentasi kasus dalam

penelitian kualitatif merupakan data mentah (raw data) dari dunia empiris. Data

itu tidak terbatas agar menemukan apa makna kehidupan, pengalaman, dan

interaksi mereka bagi dirinya dalam istilah (term) sendiri dan dalam latar budaya

mereka sendiri (Patton, 1980:22).

Kedalaman dan detil data muncul melalui petikan langsung dan deskripsi

yang hati-hati. Tingkat kedalaman detil data itu akan berbeda-beda tergantung

pada sifat dan tujuan studi tertentu. Pada tingkat yang paling sederhana,

kedalaman dan detil bisa jadi muncul dari respon pada pertanyaan-pertanyaan

terbuka. Suatu contoh yang baik perbedaan kedalaman dan detil yang diperoleh

dari pertanyaan-pertanyaan terbuka melawan item-item pertanyaan questionnaire

yang terstandar dapat diobservasi dengan membandingkan dua jenis data dari satu

studi tunggal (Patton, 1980:22).

Kutipan langsung merupakan sumber dasar data mentah dalam pengukuran

(penelitian) kualitatif, yang menyatakan tingkatan emosi responden, suatu cara di

mana mereka telah mengorganisir dunianya, pikiran-pikirannya tentang apa yang

sedang terjadi, pengalamannya, dan persepsi-persepsi dasarnya. Tugas para ahli

metode kualitatif adalah memberikan kerangka kerja sehingga orang-orang dapat

merespon dalam suatu cara yang mempresentasikan secara akurat atau keseluruhan

pandangan-pandangannya tentang dunia, atau bagian dari dunia mengenai apa

yang sedang mereka bicarakan (Patton, 1980:28).

Kebenaran data adalah apa yang benar-benar diungkapkan oleh subjek

penelitian, yang mereka katakan pada saat dia diwawancarai. Ungkapan mereka

tentang persepsinya, perasaannya, dan pengetahuannya tentang suatu fenomena

adalah data yang akurat, yang menjadi tujuan setiap penelitian kualitatif. Untuk

mengungkap ini biasanya dengan wawancara. Seperti yang Patton (1980, 29)

katakan bahwa cara utama yang dilakukan oleh para ahli metodologi kualitatif

103

Page 104: Buku kualitatif

untuk memahami persepsi, perasaan, dan pengetahuan orang-orang adalah

wawancara mendalam dan intensif.

Kebenaran muncul tidak seabagai satu pandangan yang objektif, melainkan

sebagai gambar campuran tentang bagaimana pendapat orang terhadap fenomena

(dunia) dan terhadap sesamanya. Sebagaimana halnya orang yang berlainan bisa

menafsirkan hal yang sama secara berbeda, orang yang sama pun mungkin dapat

mempunyai interpretasi yang berbeda tentang sesuatu hal yang sama pada saat

yang berbeda. Perspektif seseorang terhadap suatu kejadian atau pengalaman dapat

berubah bersama dengan berubahnya waktu. Dengan demikian, peneliti kualitatif

mungkin akan menemui subjek-subjek yang kelihatannya tidak konsisten dalam

pernyataan dan tingkah laku mereka. Misalnya bagaimana orang-orang  menilai

atau memberikan persepsi tentang seseorang yang kaya raya di suatu daerah,

misalnya si “A”. Saat anda bertanya pada si “B” mungkin dia mempersepsikan

bahwa kekayaan “A” itu karena hasil kerja kerasnya sendiri, tapi si “C” dan

seterusnya bisa jadi mempersepsikan bahwa kekayaan “A” itu karena warisan

kekayaan orangtua atau mertuanya; atau ragam persepsi lainnya. Ini menunjukkan

bahwa orang-orang yang berbeda mempersepsikan suatu hal yang sama secara

berbeda. Tetapi si “B” itu sendiri, misalnya,  pada saat berbeda karena berbagai

situasi atau lingkungan bisa berubah persepsinya. Dia mungkin mengatakan bahwa

kekayaan “A” itu hasil korupsi di kantornya. Ini menunjukkan persepsi seseorang

berbeda terhadap suatu hal yang sama pada waktu yang berbeda.

Sebagai peneliti kualitatif, tugas peneliti adalah menembus pengertian akal

sehat tentang “kebenaran” dan “kenyataan.” Apa yang kelihatannya keliru atau

tidak konsisten menurut perspektif dan logika peneliti mungkin, menurut subjek

anda, tidak demikian. Dan, kendati anda tidak harus sependapat dengan pandangan

subjek terhadap dunia ini, anda harus dapat mengetahui, menerima, dan

menyajikan pandangan mereka itu sebagaimana adanya (Bogdan dan Taylor,

1975). Misalnya, jika kita mewawancarai seorang pimpinan ketika perusahaan

atau lembaganya memperoleh suatu penghargaan; mungkin sekali dia memberikan

jawaban atau informasi secara terbuka dan mendetil. Waktu itu ia perasaannya

104

Page 105: Buku kualitatif

senang karena banyak memperoleh ucapan selamat dari berbagai individu dan

lembaga lain atas keberhasilan mengelola lembaganya. Namun pada waktu

perusahaannya mengalami masalah (gagal), maka dia bisa jadi enggan atau

menolak untuk diwawancarai, dan jika maun diwawancarai mungkin dia

memberikan informasi yang menurut anda tidak rasional. Dalam hal yang

demikian peneliti tetap menerima dan menyajikan informasi itu apa adanya.

Data penelitian kualitatif dan kuantitatif itu sama-sama berkualitas. Apa arti

data yang berkualitas tinggi bagi penelitian lapangan (kualitatif)? Apakah yang

dimaksud dengan data berkualitas tinggi di dalam penelitian lapangan, dan apa

yang harus dilakukan seorang peneliti untuk memperoleh data seperti itu. Bagi

seorang peneliti kuantitatif, data yang berkualitas tinggi adalah reliable dan valid;

yaitu memberikan pengukuran yang tepat, konsisten pada kebenaran “tujuan-

tujuan” yang sama bagi semua peneliti. Suatu pendekatan interpretif menyarankan

tentang suatu jenis kualitas data yang berbeda. Bukan mengasumsikan data

kebenaran ojekif tunggal, para peneliti lapangan berpendapat bahwa para anggota

secara subjektif menginterpretasikan pengalaman di dalam suatu konteks sosial.

Apa yang nggota terima menjadi suatu yang benar adalah berasal dari interaksi

sosial dan interpretasi. Dengan demikian, data lapangan yang kualitas yang tinggi

menangkap proses-proses  yang demikian itu dan memberikan suatu pemahaman

tentang sudut pandangan anggota.

Seorang peneliti lapangan tidak mengeliminasi pandangan subjektif untuk

memperoleh data yang berkualitas; namun, data yang kualitas mencakup respon

dan pengalaman subjektif. Data lapangan yang berkualitas merupakan deskripsi

yang terinci dari penenggelaman peneliti dan pengalaman otentik di dalam dunia

social para anggotanya (Neuman, 2000:368).

Reliabilitas Penelitian Lapangan. Reliabilitas data lapangan menjawab

pertanyaan: apakah observasi peneliti tentang seorang anggota atau peristiwa

lapangan secara internal dan konsisten secara eksternal? Konsistensi internal

dimaksudkan ialah apakah data dapat dipercaya memberikan semua yang

diketahui tentang seseorang atau peristiwa, menghapuskan bentuk umum tentang

105

Page 106: Buku kualitatif

penipuan manusia. Dengan kata lain, melakukan hal-hal yang kecil yang cocok

semuanya ke dalam suatu gambar yang melekat? Sebagai contoh, apakah tindakan

seorang anggota konsisten sepanjang waktu dan dalam konteks sosial yang

berbeda?

Konsistensi eksternal dicapai dengan memverifikasikan suatu pengamatan

cross-checking dengan yang lain, sumber data yang menyebar. Dengan kata lain,

apakah semua itu sesuai dengan konteks secara keseluruhan? Sebagai contoh,

apakah dapat pihak lain memverifikasikan apa yang diamati peneliti tentang

seseorang? Apakah  bukti lain memperkuat pengamatan peneliti?

Reliabilitas di dalam penelitian lapangan juga memasukkan apa yang tidak

dikatakan atau dilakukan, tetapi diharapkan atau diantisipasi. Penghilangan seperti

itu atau data nol dapat signifikan tetapi sulit untuk dideteksi. Sebagai misal, ketika

mengamati seorang kasier mengakhiri pergantian waktu tugasnya, peneliti

memperhatikan atau mengamati bahwa uang yang ada di laci tidak dihitung. Dia

bisa memperhatikan penghilangan hanya jika kasir-kasir lainnya selalu

menghitung uang pada akhir waktu pergantiannya.

Reliabilitas di dalam penelitian lapangan tergantung pada wawasan,

kesadaran, kecurigaan dan pertanyaan  peneliti. Dia melihat seorang anggota dan

peristiwa darisudut yang berbeda (hukum, ekonomi, politis, pribadi) dan secara

mental mengajukan pertanyaan: Di manakah uang tersebut berasal untuk hal itu?

Apakah yang dilakukan orang-orang tersebut sepanjang hari?

Para peneliti lapangan tergantung pada apa yang diceriterakan kepada

mereka. Ini membuat kredibilitas para anggota dan pernyataan mereka menjadi

bagian dari reliabilitas. Untuk mengecek kredibilitas anggota, seorang anggota

mengajukan sebuah pertanyaan: Apakah orang tersebut mempunyai alasan untuk

berbohong? Apakah dia dalam posisi untuk mengetahui hal tersebut? Apakah

nilai-nilai seseorang dan bagaimana hal ini membentuk apa yang dikatakannya?

Apakah dia hanya mengatakan hal itu untuk menyenangkan saya? Apakah ada hal

yang mungkin membatasi spontanitasnya? Banyak pengalaman berharga yang

diperoleh dari lapangan bagaimana responden memberikan jawaban yang tidak

106

Page 107: Buku kualitatif

sebenarnya melainkan demi menyenangkan orang atau lembaga yang melakukan

penelitian pada satu sisi, dan untuk kesenangan diri dan anggotanya

(kelompoknya) yang lain. Ini biasanya terjadi pada penelitian-penelitian proyek

yang didanai pemerintah. Peneliti mungkin bertanya, “Apakah program yang

Bapak lakukan berjalan dengan lancar?” Ia akan menjawab, “Ya, betul Pak. Semua

program telah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sungguh, sangat berhasil!”

Jawaban yang demikian menunjukkan bahwa program itu berhasil, dan biasanya

jika program itu dikatakan berhasil maka pihak pemberi dana (pemerintah) senang

dan cenderung kucuran dana pun akan mengalir. Peristiwa yang demikian

merupakan tantangan tersendiri bagi peneliti kualitatif, khususnya bagi pemula,

untuk mampu mengungkap informasi (data) yang betul-betul akurat.

Para peneliti lapangan mengambil subjektifitas dan konteks ke dalam

perhitungan ketika mereka mengevaluasi kredibilitas. Mereka mengetahui bahwa

pernyataan atau tindakan seseorang dipengaruhi oleh persepsi subjektif.

Pernyataan dibuat dari suatu sudut pandangan khusus dan diwarnai oleh

pengalaman individu. Disamping mengevaluasi masing-masing pernyataan untuk

mengetahui apakah itu benar, seorang peneliti lapangan merasakan bahwa

pernyataan adalah sangat bermanfaat bagi diri mereka sendiri. Bahkan pernyataan

dan tindakan yang tidak akurat dapat dinyatakan dari perspektif seorang peneliti.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, tindakan dan pernyataan terbentuk

oleh konteks di mana hal itu muncul. Apa yang dikatakan di suatu latar mungkin

berbeda dalam konteks yang lainnya. Sebagai contoh, jika bertanya “Mau

berdansa?” seorang anggota mungkin mengatakan tidak di tempat umum yang

penuh dengan para penari yang hebat, tetapi mengatakan ya di tempat yang semi

pribadi dengan beberapa penari yang baik dan musik yang berbeda. Ini bukan

berarti bahwa anggota tersebut berbohong tetapi jawaban tersebut terbentuk oleh

konteks.

Hambatan-hambatan lain pada reliabilitas meliputi perilaku yang dapat salah

arah bagi seorang peneliti: misinformasi, evaluasi, kebohongan dan penipuan.

Misinformasi adalah kesalahan yang tidak disengaja yang disebabkan oleh

107

Page 108: Buku kualitatif

ketidakpastian dan kompleksnya kehidupan. Sebagai contoh, para perawat di

sebuah rumah sakit menyatakan sesuatu seperti “ kebijakan rumah sakit resmi”

jika, kenyataannya, tidak ada kebijakan seperti itu secara tertulis.

Penghilangan adalah tindakan yang disengaja untuk menghindarkan atau

tidak menyatakan informasi. Penghilangan yang umum dilakukan ialah tidak

menjawab pertanyaan, menjawab pertanyaan yang berbeda daripada ditanya,

mengalihkan topik-topik, atau menjawab suatu kekaburan yang disengaja dan

bersikap meragukan. Sebagai contoh, seorang salesman terlihat tidak nyaman

ketika topik dengan menggunakan gadis panggilan meminta seorang pelanggan

datang pada pesta makan malam. Dia menyatakan “Ya, banyak orang

menggunakannya”. Tetapi kemudian, sendiri, setelah bertanya secara hati-hati,

salesman tersebut pergi keluar dan menyatakan bahwa dia sendiri melakukan

kebiasaan tersebut.

Berbohong adalah ketidakbenaran ditujukan untuk menyalaharahkan atau

membelokkan atau memberikan suatu pendapat yang salah. Sebagai contoh,

seorang anggota gang memberikan kepada seorang peneliti sebuah nama dan

alamat yang salah, atau seorang pendeta gereja memberikan suatu gambaran

keanggotaan yang menggelembung agar kelihatan lebih berhasil. Douglas

(1976:73) mencatat, “di semua latar penelitian yang lain saya telah mengetahui

secara terinci, berbohong adalah hal biasa, baik di antara bagi anggota dan bagi

para peneliti, khususnya tentang hal-hal yang benar-benar penting bagi para

anggota”.

Menipu adalah kebohongan bersama dan dipelajari serta penipuan. Ini

termasuk penggunaan alat-alat dan para kolaborator fisik. Sebagai contoh, sebuah

bar sebenarnya adalah suatu tempat untuk membuat taruhan ilegal. Bar terlihat

terlegitimasi dan menjual minuman-minuman, tetapi bisnis yang sebenarnya hanya

dinyatakan dengan investigasi yang cermat.

Validitas dalam Penelitian Lapangan. Validitas di dalam penelitian

lapangan ialah kepercayaan yang ditempatkan pada analisis peneliti dan data

seakurat mungkin yang menggambarkan dunia sosial di lapangan. Replikabilitas

108

Page 109: Buku kualitatif

bukan merupakan suatu kriteria karena penelitian lapangan pada dasarnya tidak

memungkinkan untuk disalin. Aspek-aspek penting dari perubahan lapangan:

Peristiwa sosial dan perubahan konteks, anggota-anggota adalah berbeda, peneliti

individu adalah berbeda, dan sebagainya. Ada empat jenis validitas atau uji

keakuratan penelitian: validitas ekologis, sejarah alami, validitas anggota, dan

kinerja orang dalam yang berkompetensi.

Validitas ekologis adalah tingkat di mana dunia sosial digambarkan oleh

seorang peneliti dipadukan dengan dunia para anggota. Ini menanyakan: Apakah

latar alami digambarkan secara relatif tidak terganggu oleh kehadiran atau

prosedur peneliti? Suatu proyek mempunyai validitas ekologis jika peristiwa

terjadi tanpa kehadiran peneliti.

Sejarah alami adalah suatu deskripsi terinci tentang bagaimana proyek atau

perencanaan dilaksanakan. Ini merupakan suatu penyingkapan sepenuhnya dan

apa adanya tentang tindakan, asumsi dan prosedur seorang peneliti bagi orang lain

untuk dievaluasi. Suatu proyek adalah valid dalam hal sejarah alami jika orang

luar melihat dan menerima situs lapangan dan tindakan peneliti.

Validitas anggota terjadi jika seorang peneliti mengambil hasil lapangan

kembali untuk para anggota, yang menilai ketercukupannya… suatu proyek

dikatakan valid anggota jika para anggotanya mengetahui dan memahami

deskripsi peneliti yang mencerminkan kedekatan dunia sosialnya. Validasi anggota

mempunyai keterbatasan karena perspektif yang berbeda pada suatu latar

menghasilkan ketidaksetujuan dengan pengamatan peneliti, dan para anggota

boleh menolak jika hasil tersebut tidak mencerminkan kelompok mereka dengan

pandangan yang menyenangkan. Sebagai tambahan, para anggota mungkin tidak

mengetahui deskripsi karena tidak berasal dari perspektif mereka atau tidak sesuai

dengan tujuan mereka.

Perfoma atau kinerja orang dalam yang kompeten ialah kemampuan dari

non anggota untuk berinteraksi secara efektif sebagai seorang anggota atau

dilekatkan sebagai seseorang. Ini meliputi kemampuan untuk menyampaikan dan

memahami gurauan orang dalam. Suatu proyek lapangan yang valid memberikan

109

Page 110: Buku kualitatif

ketercukupan bumbu kehidupan sosial di lapangan, dan detil yang cukup sehingga

seorang luar dapat bertindak sebagai seorang anggota. Keterbatasannya ialah

bahwa tidak memungkinkan untuk mengetahui peraturan sosial bagi semua situasi.

Juga, seorang luar mungkin dapat melewatinya dengan mudah karena para

anggotanya bersikap sopan dan tidak ingin mencari kesalahan sosial (Neuman,

2000:368).

Interpretasi data dalam penelitian kualitatif adalah memberikan arti atau

makna yang penting. Peneliti kualitatif menginterpretasi data dengan

memberikannya makna, menerjemahkannya, atau membuatnya dapat dimengerti.

Bagaimanapun juga, makna yang ia berikan mulai dengan sudut pandang orang-

orang yang distudi. Dia (peneliti) menginterpretasi  data dengan menemukan

bagaimana orang-orang yang distudi melihat dunia, bagaimana mereka

mendefinisikan situasi atau apa maknanya bagi mereka. Jadi langkah pertama

dalam interpretasi kualitatif, apakah seorang peneliti memeriksa (examining) 

dokumen-dokumen historis atau teks kata-kata yang dituturkan atau perilaku

manusia, adalah mempelajari tentang maknanya bagi orang-orang yang distudi.

Orang-orang yang menciptakan perilaku social memiliki alasan-alasan atau motif

personal untuk tindakan-tindakan mereka. Inilah interpretasi urutan-pertama (first-

order interpretation). Penemuan atau rekonstruksi peneliti terhadap interpretasi

urutan-pertama merupakan interpretasi urutan-kedua (second-order

interpretation), karena peneliti berasal dari luar, untuk menemukan apa yang

terjadi. Dalam interpretasi urutan-kedua (second-order interpretation), peneliti

mendapatkan makna yang pokok atau kesan terhadap makna dalam data. Karena

makna berkembang dalam seperangkat makna yang lain, bukan dalam kevakuman,

interpretasi urutan-kedua menempatkan tindakan manusia yang distudi dalam

“arus perilaku” (stream of behavior) atau peristiwa-peristiwa yang terkait—

konteksnya.

Seorang peneliti yang mengadopsi pendekatan interpretif yang keras bisa

jadi berhenti pada interpretasi urutan-kedua—yakni, sekali dia memahami makna

tindakan bagi mereka yang distudi. Banyak peneliti kualitatif yang pergi lebih jauh

110

Page 111: Buku kualitatif

untuk menggeneralisasikan atau mengaitkan interpretasi urutan-kedua pada teori

umum. Mereka bergerak ke tingkat interpretasi yang lebih luas, atau interpretasi

urutan-ketiga (third-order interpretation), di mana peneliti memberikan makna

teoritikal umum (Neuman, 2000:148).

Jadi interpretasi dalam penelitian kualitatif adalah bukan bagaimana peneliti

memahami dunia atau memberikan makna terhadap situasi, melainkan bagaimana

orang-orang yang distudi itu memahami dunia atau memberikan makna terhadap

situasi.

Tentang data kualitatif ini memang dapat membingungkan. Suatu sumber

kebingungan menurut Neuman (2000:426) adalah format-format ganda

pengambilan data dalam tahapan-tahapan penelitian kualitatif yang beragam.

Misalnya, data penelitian lapangan adalah data mentah yang peneliti alami, data

yang direkam dalam catatan lapangan, dan data yang dipilih dan diproses yang

muncul dalam laporan akhir.

B. WawancaraTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif lebih

menekankan pada jenis teknik wawancara, khususnya wawancara mendalam (deep

interview). Guba dan Lincoln (1981:78) menyatakan bahwa teknik ini memang

merupakan teknik pengumpulan data yang khas bagi penelitian kualitatif. Hal ini

senada dengan pendapat Patton (1980:29).Cara utama yang dilakukan oleh para

ahli metodologi kualitatif untuk memahami persepsi, perasaan, dan pengetahuan

orang-orang adalah wawancara mendalam dan intensif (Patton, 1980:29).

Maykut (1994:79) mengemukakan bahwa dalam kajian-kajian kualitatif,

wawancara sering berperanan sewaktu seseorang berperan sebagai seorang

pengamat partisipan, meskipun orang-orang di tempat latar mungkin tidak

menyadari bahwa percakapan informal mereka adalah wawancara. Di lapangan

kadang-kadang mungkin mengatur wawancara dengan orang-orang yang menurut

keyakinan peneliti bisa menambah pemahamannya tentang fenomena yang dikaji.

111

Page 112: Buku kualitatif

Para partisipan setuju untuk diwawancarai untuk membantu peneliti mendapatkan

fokus penelitian.

Dexter (1970) menggambarkan bahwa wawancara adalah sebuah

percakapan dengan tujuan. Tujuan wawancara antara lain adalah untuk

memperoleh bentukan-bentukan di-sini-dan-sekarang dari orang, peristiwa,

kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, klaim, perhatian (concern), dan cantuman

lainnya; rekonstruks tentang cantuman-cantuman seperti itu sebagaimana dialami

di masa lalu; proyeksi-proyeksi dari cantuman seperti itu diharapkan akan dialami

di masa mendatang; verifikasi, perbaikan, dan pengembangan informasi

(pengecekan anggota) (Lincoln & Guba, 1985:268).

Dalam bukunya Research Interviewing: Context and Narative, Elliot

Mishler memperjelas perbedaan antara suatu wawancara peneliti kualitatif dan

bentuk-bentuk standar wawancara lainnya.

Pada intinya bahwa wawancara adalah suatu bentuk dari wacana. Gambaran-

gambaran khususnya mencerminkan struktur dan tujuan wawancara yang berbeda,

yaitu bahwa wacana dibuat dan diorganisir dengan menanyakan dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan. Suatu wawancara adalah suatu produk bersama (joint

product) tentang apa yang dibicarakan oleh orang-responden dan pewawancara

dan bagaimana mereka berbicara satu sama lain. Catatan sebuah wawancara yang

peneliti buat dan kemudian digunakan di dalam pekerjaan analisa dan interpretasi

adalah sebuah penggambaran atau representasi dari percakapan tersebut.

Kajian kualitatif yang telah menggunakan model Mishler tentang wawancara

penelitian sebagai metode pengumpulan data telah menambah pengetahuan kita

secara substansial di berbagai bidang. Dalam anthropologi budaya dan sosiologi,

manfaat wawancara untuk memperjelas gambaran yang menonjol tentang budaya

dan pengalaman manusia mempunyai suatu sejarah yang panjang dan telah

diperbaiki.

Karakter-karakter apakah yang diberikan wawancara yang disajikan dalam

laporan penelitian adalah kedalaman dari percakapan, yang bergerak di luar

percakapan permukaan ke suatu diskusi yang banyak tentang pemikiran dan

112

Page 113: Buku kualitatif

perasaan. Beberapa gambaran situasi wawancara kualitatif membuat hal berikut

mungkin.

1. wawancara kualitatif rata-rata satu setengah jam hingga dua jam lamanya,

memungkinkan interaksi yang diperpanjang dengan orang-responden.

Kerangka waktu ini memungkinkan pewawancara yang kompeten untuk

membuat hubungan dengan responden dan untuk membentuk suatu iklim

kepercayaan.

2. Di berbagai kajian responden mendapatkan wawancara lebih dari satu kali,

mengejar dalam topik wawancara berikutnya yang muncul sebagai hal yang

penting dari analisa data permulaan. Jenis keterlibatan yang kuat dengan

responden membuatnya lebih cenderung bahwa peneliti akan semakin

memahami persepsi mereka secara lebih mendalam terhadap fenomena yang

dikaji. Wawancara penelitian kualitatif secara khas berarti sebagai wawancara

yang mendalam (Lincoln dan Guba, 1985; Taylor dan Bogdan, 1984).

Keterampilan tentang mewawancarai telah menjadi pokok bahasan dari

berbagai buku karena merupakan keterampilan yang mempunyai penerapan yang

luas. Di dalam interaksi kita sehari-hari di rumah, di tempat kerja dan di sekolah,

dan evaluator program, kita belajar dengan menanyakan kepada orang lain untuk

memberitahukan kepada kita dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan kita.

Karakteristik dari pewawancara kualitatif yang baik sangat serupa dengan karakter

dari orang-orang yang dapat meminta dan mendengar dengan penuh kearifan

tentang apa yang dikatakan oleh orang lain. Akan tetapi mungkin yang paling

kritis untuk menjadi seorang pewawancara kualitatif yang terampil adalah

keingintahuan dan kejujuran yang mendalam tentang pemahaman mengenai

pengalaman orang lain.

Untuk tujuan penelitian kualitatif, bentuk yang yang bisa diambil oleh

wawancara telah digambarkan dengan berbagai cara. Yang umum pada sebagian

besar deskripsi adalah suatu kontinum dari format wawancara berkisar dari format

113

Page 114: Buku kualitatif

terstruktur hingga suatu format yang relatif tidak terstruktur. Struktur dari

wawancara berkenaan dengan ukuran di mana pertanyaan yang diajukan kepada

responden dikembangkan terlebih dahulu sebelum wawancara. Setiap format

wawancara berbeda dalam tingkat keterampilan yang diperlukan dari peneliti

untuk melaksanakan percakapan di sekitar tujuannya. Namun demikian, masing-

masing format memberikan suatu kelaziman kritis: Pertanyaan-pertanyaan terbuka 

dan dirancang untuk menyatakan apa yang penting untuk memahami tentang

fenomena yang dikaji.

Wawancara Terstruktur

Jenis wawancara yang terstruktur seringkali disebut sebagai suatu

wawancara “terfokus”, dan yang tidak terstruktur sebagai suatu wawancara

“mendalam”, “klinis’, “elite”, ‘spesialis”, atau “eksploratori” (Lincoln & Guba,

1985:268). Selanjutnya Guba & Lincoln  dalam tulisannya Effective Evaluation

(1981:155-156) memberikan komentarnya sebagai berikut.

Dalam wawancara terstruktur, persoalan saya definisikan dengan peneliti

sebelum wawancara. Pertanyan-pertanyaan telah dirumuskan terlebih dahulu, dan

responden diharapkan menjawab dalam hal-hal kerangka wawancara dan definisi

atau ketentuan dari masalah. Wawancara terstruktur atau spesialisasi beragam dari

model ini. Dalam wawancara tidak terstruktur, format tidak distansdardisasikan, dan

pewawancara tidak mencari respon normatif. Akan tetapi, masalah yang diminati

diharapkan timbul dari reaksi responden pada masalah yang luas yang dimunculkan

oleh peneliti. Seperti yang ditentuklan Dexter (1970:3) bentuk wawancara ini

meliputi: menekankan definisi pewawancara pada situasi; memberikan dorongan

kepada responden pada struktur jawaban dari situasi tersebut; dan memberikan

kesempatan kepada responden untuk memperkenalkan sebanyak-banyaknya tentang

pandangan yang dianggapnya relevan, bukan bertumpu pada paham relevansi oleh

investigator. Dengan demikian, tidak seperti suatu wawancara yang terfokus, atau

terstandar, wawancara tidak terstruktur atau “elite” berkenaan dengan sudut

pandangan individu yang unik, idiosinkratis, dan keseluruhan.

114

Page 115: Buku kualitatif

Dengan cara lain, wawancara terstruktur adalah model pilihan jika

pewawancara mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan oleh karenanya dapat

membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk memperolehnya, sedangkan

wawancara yang tidak terstruktur adalah sebuah model pilihan jika pewawancara

tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya dan oleh karena itu harus

berpedoman pada responden untuk menceriterakan kepada mereka. Dalam

wawancara terstruktur pertanyaan ada di tangan pewawancara dan respon terletak

pada responden; di dalam wawancara tidak terstruktur pertanyaan-pertanyaan dan

jawaban-jawabannya diberikan oleh responden (“Ceriterakan kepada saya tentang

pertanyaan yang harus saya berikan kepada anda dan kemudian jawablah untuk

saya”) (Lincoln & Guba, 1985:269).

Wawancara tidak Terstruktur

Wawancara seperti yang digunakan di dalam inkuiri naturalistik biasanya

tidak terstruktur, meskipun pada tahap-tahap selanjutnya dari inkuiri (khususnya

untuk tujuan-tujuan triangulasi atau pengecekan anggota) bentuk-bentuk yang lebih

terstruktur bisa didapatkan; hampir selalu terbuka sepenuhnya dan jarang

menyimpang jauh dari standar untuk alasan etis; dan ini biasanya merupakan suatu

wawancara mendalam (menurut pengertian Massarik) yang mana di dalamnya

pewawancara dan responden bisa saling memberikan pendapat seperti layaknya

teman. Lincoln & Guba, 1985:269).

Percakapan informal dimulai dan diarahkan oleh peneliti sementara di

lapangan adalah merupakan tipe wawancara yang tidak terstruktur (Maykut,

1994:81). Wawancara percakapan informal adalah pendekatan fenomenologis untuk

wawancara. Suatu pendekatan fenomenologis digunakan jika peneliti tidak

mempunyai perkiraan tentang apa yang mungkin penting yang bisa dipelajari

dengan berbicara dengan orang-orang di dalam program tersebut. Pewawancara

fenomenologis ingin mempertahankan atau memelihara fleksibilitas maksimal yang

dapat memburu informasi pada arah manapun yang dianggap tepat, tergantung pada

informasi yang muncul dari mengamati suatu latar khusus dari berbicara dengan

115

Page 116: Buku kualitatif

satu individu atau lebih di latar tersebut. Sebagian besar dari pertanyaan akan

mengalir dari konteks segera. Dengan demikian,  wawancara percakapan

merupakan suatu alat utama yang digunakan dengan dikombinasikan dengan

pengamatan partisipan untuk memungkinkan evaluasi (penelitian) siapa yang

berpartisipasi di dalam beberapa kegiatan pogramatis untuk memahami alasan para

partisipan lainnya terhadap apa yang sedang terjadi tidak ada perangkat yang

dipastikan terlebih dahulu tentang pertanyaan yang memungkinkan dengan keadaan

seperti itu, karena evaluator (peneliti) tidak mengetahui sebelumnya apa yang akan

terjadi dan apa yang akan penting untuk mengajukan seperangkat pertanyaan.

Data yang dikumpulkan dari wawancara percakapan informal akan berbeda

bagi masing-masing responden. Dalam banyak hal, orang yang sama mungkin

diwawancarai tentang sejumlah  kesempatan yang berbeda dengan menggunakan

pendekatan yang informal, percakapan. Pendekatan fenomenologis secara khusus

bermanfaat di mana evaluator dapat berada pada situasi selama beberapa periode

waktu, sehingga dia tidak tergantung pada satu wawancara untuk mengumpulkan

informasi tentang program tersebut. Pertanyaan wawancara akan berubah sepanjang

waktu, dan masing-nmasing wawancara saling memperbaiki satu sama lain,

mengembangkan atau memperluas informasi yang telah diambil sebelumnya,

bergerak ke beberapa arah yang baru dan berusaha mengembangkan dan

mengerjakan dengan secermat-cermatnya dari berbagai partisipan dalam hal-hal

mereka sendiri. Pewawancara fenomenologis harus “mengikuti arus”. Tergantung

pada bagaimana peran pewawancara telah ditentukan, responden mungkin tidak

mengetahui selama percakapan khusus secara informal bahwa tujuan dari

percakapan tersebut adalah pengumpulan data. Ini berarti bahwa dalam beberapa

kasus para pewawancara fenomenologis membuat catatan selama wawancara

tersebut; namun, mereka menulis apa yang telah mereka pelajari setelah mereka

meninggalkan situasi wawancara atau pengamatan. Dalam hal-hal lainnya, ini dapat

cocok dan nyaman untuk membuat catatan atau bahkan menggunakn sebuah tape

recorder.

116

Page 117: Buku kualitatif

Kekuatan dari pendekatan fenomenologis untuk mewawancarai ialah bahwa

hal itu memungkinkan pewawancara untuk responsif pada perbedaan dan perubahan

situasional. Pertanyaan-pertanyaan dapat diindividualisasikan untuk membentuk

komunikasi secara mendalam dengan responden dan untuk memanfaatkan

lingkungan sekitar secara langsung dan situasi untuk meningkatkan kekongkritan

dan segera dari pertanyaan dan jawaban wawancara. Wawancara informal,

percakapan adalah suatu aliran utama dari pengamatan partisipan. Ini secara khusus

bermanfaat jika pewawancara dapat menyelidiki suatu latar lapangan atau program

selama periode waktu yang cukup lama sehingga suatu pangkalan data yang

komprehensif terakumulasi melalui wawancara mendalam (di mana wawancara

membuat informasi yang diperoleh dalam wawancara sebelumnya), dengan

demikian membuat suatu gambaran yang holistik dari perubahan program dan

pengembangan.

Kelemahan dari wawancara konversasional informasi ialah bahwa ini

memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan informasi yang

sistematis karena perlu beberapa percakapan dengan orang-orang yang berbeda

sebelum satu rangkaian pertanyaan yang serupa telah diberikan kepada masing-

masing partisipan di dalam program tersebut. Wawancara percakapan informal

tersebut juga lebih terbuka bagi pengaruh pewawancara di dalamnya ini tergantung

pada ketrampilan percakapan dari pewawancara sejauh mana dibandingkan dengan

yang dilakukan dengan format lebih formal, dan terstandar. Pewawancara

fenomenologis harus dapat berinteraksi dengan mudah dengan orang-orang dalam

suatu latar yang beragam, menghasilkan wawasan yang cepat, merumuskan

pertanyaan dengan cepat dan halus/lancar, dan membimbing terhadap pertanyaan

yang mengharuskan interpretasi tentang situasi dengan struktur dari pertanyaan

tersebut. Data yang diperoleh dari wawancara percakapan informal juga sulit untuk

diambil bersama-sama dan dianalisis. Karena pertanyaan yang berbeda akan

menghasilkan respon yang berbeda pula, ahli fenomenologi harus menghabiskan

banyak waktu melalui respon untuk memperoleh pola yang telah muncul pada poin

yang berbeda dengan wawancara yang berbeda dengan orang yang berbeda.

117

Page 118: Buku kualitatif

Sebaliknya, wawancara yang lebih tersistematis dan terstandar mempermudah

analisis tetapi sulit memberikan fleksibilitas dalam hal dapat menjadi responsif bagi

individu dan situasi yang berbeda (Patton, 1980:  198-200).

Dengan fokus penelitian seseorang yang jelas di dalam pikiran, peneliti

secara arif menanyakan dan secara aktif mendengarkan agar dapat memahami apa

yang penting untuk diketahui mengenai latar dan pengalaman orang yang ada di

tempat latar. Percakapan yang mempunyai tujuan ini tidak dikonsep secara tercatat

terlebih dahulu. Akan tetapi, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat

pada kajian sebagai kesempatan yang ada, kemudian mendengarkan secara dekat

kepada orang-orang yang memberikan respon terhadap isyarat-isyarat tentang

pertanyaan apa yang diajukan, atau apakah kiranya penting untuk menyelidiki lebih

mendalam untuk mendapatkan informasi tambahan. Jean Piaget (1926), seorang

perintis awal dari metode penelitian ini, menyebutnya metode klinis. Fokus

penelitiannya adalah untuk memahami lebih banyak tentang bagaimana anak-anak

berfikir.

Sebagian peneliti kualitatif menggunakan wawancara tidak terstruktur atau

hanya dengan metode pengumpulan data. Wawancara secara khusus adalah penting

jika seseorang merasa tertarik dalam memperoleh perspektif partisipan, bahasa dan

makna yang disusun oleh individu-individu (Bogdan dan Biklen, 1982). Karya

William Perry menjelaskan pendekatan ini. Perry menentukan untuk

menginvestigasi apa yang terbaik untuk dirangkum dalam judul laporan

penelitiannya, Forms of Intellectual and Ethical Development in the Colege Year.

Perry mengundang suatu sampel yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa pria yang

belajar di Harvard University sebagai relawan yang diwawancarai tentang

pengalaman mereka di sekolah tinggi. Surat undangan untuk berpartisipasi

berbunyi: ‘Kami merasakan bahwa para mahasiswa dengan pendapat yang berbeda

tentang  pendidikan yang mungkin mereka alami di tahun-tahun mereka di sekolah

tinggi dengan cara yang berbeda dan bahwa penting sekali untuk mengetahui

tentang bagian dari eksistensi yang berbeda-beda ini’ (1970:17). Undangan untuk

berpartisipasi di dalam kajian ini disebarkan pada akhir tahun pertama masuk.

118

Page 119: Buku kualitatif

Dalam perhitungan metodologi penelitiannya, Perry (1970) menggambarkan

pentingnya untuk memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk saling

memberikan persepsi dan istilah mereka sendiri dengan pewawancara, bukan

mendapatkan pengaruh dari pewawancara terhadap respon mahasiswa melalui

format wawancara yang lebih terstruktur. Setelah beberapa percobaan, Perry

memutuskan cara menjalankan wawancara tersebut:

Kami terlebih dahulu menyambut baik mahasiswa, menentukan kembali

minat kami dalam mendengarkan para mahasiswa tentang pengalaman mereka

sendiri, dan meminta ijin (dengan jaminan kerahasiaan nama/identitas) untuk

merekam dengan tape. Kami kemudian mengatakan, dalam bentuk umum yang

dikembangkan oleh Merton (Merton, Fiske dan Kendall), 1952): ‘Mengapakah anda

tidak memulai dengan apa saja yang ada pada pikiran anda tentang hal-hal yang

terjadi di tahun tersebut?’(Perry 1970:19).

Dengan menggunakan pertanyaan tunggal terbuka ini dan kemudian

bertumpu pada keterampilan dari pewawancara untuk mengerjakan dan memperluas

muatan dari setiap wawancara, Perry dapat membuat manfaat yang luar biasa dari

wawancara tidak terstruktur untuk memahami cara berpikir para mahasiswa pria.

Teori epistemologis yang berasal dari wawancara mahasiswa Harvard telah

mempermudah cara bagi kajian kualitatif tambahan tentang pemikiran dan

perkembangan orang-orang dewasa  (Belenky et al., 1986; Gilligan, 1982).

Nilai dari suatu pertanyaan tunggal yang penting dalam membuat kerangka

wawancara kualitatif telah terbukti dalam kajian yang dilaksanakan di sekolah

menengah lokal. Dosen-dosen dan para administrator merasa tertarik dalam

memahami praktek sekolah apa (termasuk praktek mengajar) yang dapat membantu

pada kegagalan akademis di antara mahasiswa. Tim peneliti membentuk dua

peneliti dosen universitas dan sembilan anggota fakultas sekolah menengah,

ditentukan untuk menyelidiki persepsi-persepsi para mahasiswa, dosen, dan para

orangtua pada topik ini. Setelah mencoba untuk mengembangkan seperangkat

pertanyaan terbuka secara ekstensif untuk menanyakan setiap kelompok yang

menjadi bagian, tim tersebut sampai pada kesimpulan bahwa satu pertanyaan

119

Page 120: Buku kualitatif

menangkap inti dari penelitian: ‘Praktek-praktek berdasarkan sekolah apa yang

membantu pada kegagalan akademis di sekolah ini?’ Melalui wawancara tidak

terstruktur individual dan kelompok tim memutuskan untuk menempatkan

pertanyaan ini sebagai dasar bagi kajian mereka (Maykut dan Erickson, 1992).

Apakah wawancara tidak terstruktur dilaksanakan di lapangan atau diatur,

muatan dari wawancara tersebut harus ditulis. Wawancara informal di lapangan

disusun kembali dan dimasukkan ke dalam catatan lapangan peneliti. Wawancara

yang diatur seringkali direkam di dalam tape, dan jika perekaman ke dalam tape

tidak diinginkan atau tidak mungkin, peneliti dapat membuat beberapa catatan

selama wawancara dan kemudian menyusun kembali wawancara setelah itu

(Maykut, 1994:83).

Wawancara Terbuka Terstandar

Tentang wawancara terbuka terstandar ini dikemukakan oleh Patton (1980)

dalam penerapannya pada evaluasi program.

Dalam beberapa hal, ketika melaksanakan suatu evaluasi program, hanya

memungkinkan bagi para partisipan selama suatu periode waktu yang terbatas.

Kadang-kadang hanya memungkinkan untuk mewawancarai masing-masing

partisipan sekali. Pada waktu yang lainnya memungkinkan dan diinginkan

mewawancarai para partisipan sebelum mereka masuk ke dalam program tersebut,

ketika mereka meninggalkan program tersebut, dan lagi setelah beberapa periode

waktu (misalnya, enam bulan) setelah mereka meninggalkan program tersebut.

Karena terbatasnya waktu, dan karena diinginkan untuk mempunyai informasi yang

sama dari setiap responden, suatu format ‘open-ended’ terstandar bisa digunakan di

mana masing-masing orang diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang pada

dasarnya sama. Pertanyaan-pertanyaan wawancara tersebut ditulis sebelumnya

secara pasti dengan cara yang sama ditanyakan selama wawancara tersebut.

Pertimbangan yang cermat perlu diberikan sebelum wawancara tentang bagaimana

menyusun kata-kata pada masing-masing pertanyaan. Semua klarifikasi yang harus

digunakan ditulis ke dalam wawancara itu sendiri. Pertanyaan yang menyelidiki

120

Page 121: Buku kualitatif

secara mendalam ditempatkan di dalam wawancara tersebut pada tempat-tempat

yang tepat. Tujuan utama dari wawancara terbuka terstandar ialah untuk

meminimalkan pengaruh wawancara dengan menanyakan pertanyaan yang sama

kepada masing-masing responden. Lebih-lebih, wawancara harus sistematis dan

perlunya bagi pertimbangan pewawancara juga membuat analisis data lebih mudah

karena ini memungkinkan untuk menempatkan jawaban dari masing-masing

responden pada pertanyaan yang sama secara agak cepat dan untuk mengorganisir

pertanyaan dan jawaban yang serupa.

Ada tiga faktor utama untuk menggunakan wawancara terbuka  terstandar

sebagai bagian dari evaluasi:

1. instrumen yang pasti digunakan di dalam evaluasi tersedia untuk pemeriksaan

dengan para pembuat keputusan dan pengguna informasi;

2. variasi diantara para pewawancara dapat diminimalkan di mana sejumlah

pewawancara yang berbeda harus digunakan; dan

3. wawancara sangat difokuskan sehingga waktu peserta wawancara digunakan

secara hati-hati.

Dalam banyak hal cukup untuk membuat suatu pedoman wawancara topikal

(berkenaan dengan topik) bagi para pembuat keputusan dan para pengguna

informasi untuk memeriksanya. Bagaimanapun juga, persoalan tentang legitimasi

dan kredibilitas untuk data kualitatif dapat dibuat bijaksana secara politis untuk

menghasilkan suatu bentuk wawancara yang eksak yang dapat ditunjukkan kepada

para pembuat keputusan dan para pengguna informasi, memberitahu kepada mereka

dengan kepastian bahwa terdapat pertanyaan yang pasti yang akan ditanyakan oleh

para klien atau pihak lain yang diwawancarai. Dengan mengeneralisaskan suatu

bentuk terstandar para pembuat keputusan dan pengguna informasi dapat

berpartisipasi secara lebih lengkap di dalam penulisan instrumen wawancara

sebelum wawancara tersebut digunakan. Selanjutnya mereka akan mengetahui

secara pasti apa yang akan ditanyakan dan apa yang tidak akan ditanyakan. Ini

121

Page 122: Buku kualitatif

memperkecil kecenderungan tentang data yang akan diserang suatu saat nanti

karena pertanyaan tertentu hilang atau ditanyakan dengan cara yang salah. Dengan

memperjelas sebelumnya tentang pengumpulan data, secara pasti pertanyaan apa

yang akan ditanyakan, pembatasan data dapat diketahui dan dibahas sebelumnya.

Suatu persoalan yang berkenaan dengan politik ialah menanyakan

pertanyaan-pertanyaan yang berbeda  kepada klien-klien yang berbeda. Sedangkan

suatu pendekatan fenomenologis, dan bahkan pendekatan pedoman wawancara,

mempunyai kekuatan untuk memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dan

individualisasi, pendekatan-pendekatan ini juga membuka kemungkinan bahwa

lebih banyak informasi akan dikumpulkan dari beberapa orang bukan dari pihak-

pihak lain. Ketika menganalisis data menjadi sulit secara pasti bagaimana temuan

dipengaruhi oleh perbedaan kualitatif dalam kedalaman dan keluasan informasi

yang diterima dari orang-orang yang berbeda. Untuk pelaksanaan penelitian dasar,

jika seseorang berusaha untuk memahami pandangan dunia keseluruhan dari

sekelompok orang ini tidak perlu mengumpulkan informasi yang sama dari masing-

masing orang.  Wawancara terbuka terstandar juga memperkecil variasi di antara

para pewawancara. Beberapa evaluasi berdasar pada relawan-relawan untuk

melakukan wawancara; pada waktu yang lain staf program bisa dilibatkan dalam

mengerjakan beberapa wawancara; dan masih pada hal yang lain pewawancara

mungkin orang baru, para mahasiswa, atau lainnya yang bukan merupakan para

ilmuwan pengetahuan sosial evalutor yang profesional. Jika sejumlah pewawancara

yang berbeda digunakan, variasi di dalam data yang dibuat dengan perbedaan-

perbedaan di antara para pewawancara secara khusus akan semakin jelas jika suatu

pendekatan percakapan informal pada pengumpulan data digunakan atau bahkan

jika  masing-masing pewawancara menggunakan suatu pedoman dasar. Cara terbaik

untuk menjaga terhadap variasi diantara para pewawancara ialah menyusun kata-

kata pertanyaan secara hati-hati sebelumnya dan melatih para pewawancara untuk

tidak menyimpang dari bentuk yang tepat. Data yang dikumpulkan masih open-

ended, dalam arti bahwa responden menyediakan kata-kata, pikiran, wawasan

122

Page 123: Buku kualitatif

sendiri dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan, tetapi  pembuatan kalimat atau

kata-kata yang tepat dari seperangkat pertanyaan ditentukan sebelumnya.

Kelemahan pendekatan ini ialah bahwa ini tidak memungkinkan bagi

pewawancara untuk mencari topik-topik yang tidak diantisipasi jika wawancara

tersebut ditulis. Ketidakluasan juga ditempatkan pada penggunaan baris-baris yang

berbeda dari pertanyaan dengan orang-orang yang berbeda berdasarkan pengalaman

unik mereka. Oleh karena itu, suatu pendekatan wawancara terbuka terstandar akan

memperkecil sejauh mana perbedaan individual dan keadaan dapat diperhitungkan;

sebaliknya, pendekatan ini dapat memperkecil pengaruh pewawancara dan

mempermudah analisis data.

Jika perlu memungkinkan untuk menggabungkan pendekatan fenomenologis

dengan suatu pendekatan pedoman wawancara, juga memungkinkan untuk

menggabungkan suatu pendekatan pedoman wawancara dengan suatu pendekatan

terbuka terstandar. Dengan demikian, sejumlah pertanyaan dasar bisa disusun

secara tepat dengan gaya yang ditentukan sebelumnya, sambil memungkinkan

pewawancara lebih fleksibel dalam menyelidiki secara mendalam dan lebih banyak

fleksibilitas pembuat keputusan dalam menentukan jika cocok untuk menyelidiki

subjek-subjek tertentu secara lebih mendalam, atau bahkan untuk menjalankan

seluruh bidang inkuiri baru yang pada mulanya tidak dimasukkan ke dalam

instrumen wawancara. Bahkan memungkinkan untuk menggunakan suatu format

wawancara terbuka terstandar pada bagian awal wawancara dan kemudian

membiarkan pewawancara bebas untuk memburu subjek yang diminati selama

bagian berikutnya dari wawancara tersebut. Kombinasi lain meliputi penggunaan

pendekatan fenomenologis (wawancara percakapan informal) pada bagian awal

dalam proyek evaluasi, diikuti bagian tengah dengan suatu pedoman wawancara,

dan kemudian menutup evaluasi program dengan suatu wawancara terbuka

terstandar untuk memberikan informasi sistematis dari suatu sampel partisipan dari

akhir program atau jika melaksanakan kajian-kajian partisipan lanjutan (Patton,

1980:2002-205).

123

Page 124: Buku kualitatif

124

Page 125: Buku kualitatif

Langkah-langkah Wawancara

Lincoln dan Guba (1985) mengetengahkan tahapan-tahapan penelitian

kualitatif sebagai berikut:

1. Menentukan kepada siapa wawancara dilakukan.

Langkah ini “Menentukan di mana dan dari siapa data akan dikumpulkan”.

Bahan yang dinegosiasikan sepenuhnya tentang pernyataan yang diinformasikan

dan pengidentifikasian serta menggunakan informan-informan juga sesuai

dengan tugas ini.

2. Mempersiapkan diri untuk mewawancarai.

Langkah ini meliputi melakukan pekerjaan rumah dalam hubungannya dengan

rersponden (semakin elite respondennya, dalam arti istilah tersebut seperti yang

digunakan oleh Dexter, 1970, semakin pentinglah bagi pewawancara

sepenuhnya mendapatkan informasi tentang responden); mempraktekkan

wawancara dengan peranan “berada di tempat” yang tepat; menentukan urutan

yang tepat tentang pertanyaan-pertanyaan (meskipun jika wawancara tidak

terstruktur); dan menentukan peranan, pakaian, tingkat formalitas yang dimiliki

oleh pewawancara itu sendiri, dan sebagainya. Konfirmasi dengan responden

waktu dan tempat wawancara juga tindakan yang bijaksana.

125

Page 126: Buku kualitatif

3. Gerakan-gerakan awal.

Meskipun responden telah diberikan briefing secara meyakinkan berkenaan

dengan hakekat dan tujuan wawancara sebagai bagian dari prosedur pemberian

ijin yang diinformasikan, suatu hal yang bijaksana untuk mengingat kembali

rincian ini pada awalnya. Responden harus diberi kesempatan untuk “melakukan

pemanasan” dengan diberi pertanyaan-pertanyaan “yang bersifat umum”

(Spradley, 1979; misalnya, “Betapa khusus agaknya hari ini ?” “Bagaimana

anda sampai masuk ke pekerjaan ini?”) yang memberikan kepada responden

latihan dalam berbicara dengan pewawancara dengan suatu iklim yang santai

sambil pada saat yang sama memberikan informasi yang bermanfaat tentang

bagaimana responden menguraikan karakteristik umum dari konteks tersebut.

Responden juga dapat diberi kesempatan untuk “mengatur pikiran” dengan

diberikan pertanyaan tentang pertanyaan-pertanyaan umum lainnya. Yang

mengarahkan kepada persoalan-persoalan yang diinginkan oleh pewawancara

untuk dibahas secara terinci selanjutnya.

4. Membuat dan mempertahankan tahapan wawancara agar tetap produktif.

Pertanyaan-pertanyaan semakin spesifik dan spesifik ketika pewawancara

beralih dan ketika pewawancara mulai merasakan apa yang kelihatan menonjol

tentang informasi yang diberikan oleh responden. Penting untuk menjaga irama

yang mudah, dan sebanyak mungkin, menjaga “berbicara bergantian” dengan

responden (pewawancara jarang belajar sesuatu ketika dia berbicara). Menjaga

fleksibilitas sehingga pewawancara ini dapat mengikuti pengarahan yang

menjanjikan atau kembali ke poin-popin sebelumnya yang agaknya memerlukan

pengembangan penting selanjutnya. Pewawancara yang telah trampil adalah ahli

dalam menggunakan penelitian – mengarahkan isyarat untuk lebih banyak

informasi dan informasi yang lebih berkembang. Penelitian mendalam bisa

mengambil bentuk diam (para responden tidak menyukai suatu kekosongan

pendengaran, tetapi harus jelas bahwa “giliran berbicara” adalah dengan

responden); “pumps” – suara-suara seperti “uh-huh” atau “umm” atau

126

Page 127: Buku kualitatif

memberikan dorongan lambaian tangan; harus lebih banyak diadakan

(“Dapatkah anda menceriterakan kepada saya lebih banyak lagi dalam hal

tersebut?”); mengambil contoh-contoh;  mengambil reaksi-reaksi pada

perumusan kembali pewawancara tentang apa yang telah dikatakan (“Apakah

saya mengerti kamu untuk mengatakan hal itu …”; atau  “Jika saya

memahamimu secara benar; anda agaknya mengatakan bahwa …”), atau hanya

bertanya secara khusus yang dirumuskan oleh pewawancara untuk membumbui

atau mengembangkan sesuatu apa yang telah dikatakan oleh responden.

5. Menghentikan wawancara dan memperoleh penjelasan.

Jika wawancara telah dihentikan dianggap produktif (informasi diulang; baik

pewawancara ataupun responden menunjukkan kepenatannya; respon agaknya

perlu diarahkan; dan sebagainya) ini waktunya untuk menghentikannya. Pada

poin ini pewawancara harus merangkum dan “memutar kembali” untuk apa

yang telah dikatakan oleh responden (“Saya percaya poin-poin utama yang telah

anda buat adalah X, Y, dan Z; apakah itu agaknya benar bagi anda?”. Proses ini

mempunyai beberapa keuntungan bagi pewawancara. Yang pertama, ini

mengundang responden untuk bereaksi – mengecek anggota – validitas dari

bentukan-bentukan yang telah dibuat oleh pewawancara. Yang kedua, seringkali

menggoda responden untuk menambahkan materi-materi baru di mana dia

diingatkan untuk mendengarkan rangkuman. Akhirnya, itu menempatkan

responden pada catatan, sehingga dia kurang ada kecenderungan untuk menunda

atau menolak informasi selanjutnya (sudah barang tentu penolakan mutlak tidak

mungkin jika pernyataan telah dicatat dan jika bentuk pernyataan yang

diinformasikan telah diberikan).

Tuntutan sopan santun adalah di mana pewawancara harus berterima kasih

kepada responden terhadap kerjasamanya. Pewawancara juga ingin memberikan

kesempatan tambahan untuk komunikasi “akankah semua hal lainnya yang menarik

terjadi pada responden”, dan mungkin faktanya diatur untuk wawancara tambahan

127

Page 128: Buku kualitatif

jika jelas bahwa terdapat lebih banyak dasar yang dicakup. Sebagai suatu tata

kesopanan terakhir pewawancara harus mengadakan tindak lanjut dengan sebuah

surat ucapan terima kasih secara formal, khususnya jika responden adalah suatu

subjek “elite” dalam pandangan Dexter (1970).

Data wawancara dapat dicatat atau direkam dengan beberapa cara. Yang

paling jelas, tape recorder dapat dimanfaatkan, sebuah model yang mempunyai

banyak keuntungan, seperti memberikan suatu sumber data yang tidak tercela;

memperkuat kelengkapan; memberikan kesempatan untuk mereview sesering yang

diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemahaman sepenuhnya telah dicapai;

memberikan kesempatan untuk review selanjutnya bagi isyarat-isyarat nonverbal

seperti misalnya jeda-jeda yang signifikan, suara-suara yang meninggi, atau

meledaknya emosional; dan memberikan materi untuk mengadakan pelatihan

pewawancara bersama-sama dan mengecek reliabilitas. Akan tetapi keuntungan

yang mengesankan ini, dalam pertimbangan kita adalah lebih dari penyeimbangan

ketidakpercayaan responden (kenyataan bahwa perekaman tidak memberikan suatu

rekaman yang akurat serta tidak tercela seringkali lebih dari cukup untuk

menghambat respon-respon terbuka dan terus terang). Orang juga tidak melihat

kemungkinan kegagalan mekanis, dan semuanya terlalu biasa ketika tape berjalan

terus atau baterinya habis muatannya.

Jika data tidak direkam pada tape recorder, kita harus gagal kembali pada

catatan-catatan tertulis yang dilakukan selama wawancara itu sendiri. Membuat

catatan-catatan  dapat tidak menguntungkan: Kita tidak dapat mencatat semuanya;

menulis tangan secara cepat seringkali lebih lambat dan tidak dapat ditentukan;

responden memperlambat temponya untuk memungkinkan pewawancara

meneruskan dan bisa kehilangan jalan pikirannya atau hanya kehabisan waktunya.

Tetapi keuntungan dari mencatat dengan tulisan tangan sangat mengesankan;

mengambil kekuatan pewawancara untuk mendengarkan secara hati-hati tentang

apa yang telah dikatakan oleh responden; pewawancara dapat menyisipkan

pertanyaan atau komentar (termasuk catatan tentang isyarat-isyarat nonverbal) ke

dalam kertas tanpa kesadaran responden, catatan tersebut dapat ditandai dengan

128

Page 129: Buku kualitatif

mudah untuk item-item penting di mana pewawancara ingin kembali suatu saat

nanti; pewawancara perlu bertumpu pada memorinya untuk menyusun semua

rangkuman yang penting yang harus disediakan pada akhir wawancara. Sebagai

imbangan, kami menyarankan bahwa para pewawancara tidak merekam ke dalam

tape recorder kecuali jika terdapat ketentuan atau alasan pelatihan untuk melakukan

hal demikian; keuntungan membuat catatan tertulis cukup terlihat untuk membuat

model pilihan tersebut.

Segera setelah wawancara, pewawancara harus membuat catatan agar dapat

digunakan dalam analisis berikutnya. Jika wawancara telah dibuka, proses ini dapat

meliputi pembuatan transkrip draft kasar yang harus diedit terlebih dahulu oleh

pewawancara (untuk menjelaskan kesalahan pembuat transkrip) dan selanjutnya

diketik dalam bentuk akhir – suatu tugas yang tidak ringan tidak hanya banyak

menyita energi tetapi memusatkan perhatian dan menyita waktu interval antara

memperoleh data dan dapat bekerja dengan data tersebut. Sulit dibayangkan,

misalnya, bagaimana merekam dalam tape recorder untuk mewawancarai seseorang

dapat digunakan secara efektif untuk membantu membuat pertanyaan wawancara

pada hari berikutnya. Memang, interval waktu  bisa begitu penting (beberapa pekan

mungkin tidak biasa) bahwa pewawancara tidak lagi segar pada pikiran

pewawancara, oleh karena itu akan banyak mengurangi kemampuannya umtuk

memproses data tersebut. Jika wawancara telah dicatat dengan tulisan tangan,

pewawancara harus sesegera mungkin (segera setelah wawancara, jika hal itu

memang dapat diatur demikian)  mereview catatan dan memperbanyaknya dari

memori. Catatan yang telah dibuat buatlah tanda memori dari pewawancara

sehingga item-item lainnya tidak dicatat jika terjadi diingat kembali; kita telah

mengetahui pada pewawancara telah cukup berketrampilan dalam gaya retrospektif

ini dapat menyusun lagi sebuah wawancara seolah-olah wawancara tersebut sudah

tercatat. Pewawancara juga dapat menandai komentar sendiri (“K.S.”) atau

pertanyaan-pertanyaan (“P.S.”) atau hipotesis (“H.S.”) sehingga bagian-bagian itu

nantinya tidak akan dianggap sebagai komentar responden.

129

Page 130: Buku kualitatif

Selama penyusunan kembali ini pewawancara bisa memulai analisis data,

setidak-tidaknya untuk kepentingan bahwa pekerjaan hari berikutnya dapat dibuat

kembali dengan dasar wawasan hari ini.

Akhirnya, informasi yang diperoleh dari setiap wawancara – dan, ketika

kajian berlangsung, dari wawancara yang telah terkumpul – harus diperiksa pada

triangulasi dan pengecekan anggota lebih lanjut. Item-item data ilmiah dapat

diverifikasikan dengan responden lainnya atau dari sumber-sumber seperti

pengamatan atau analisis dokumen. Kategori-kategori yang muncul (yang

menggambarkan hipotesis di dalam penelitian, berkenaan dengan evaluasi responsif,

pengukuran dalam kajian kebijakan, dan banyak jenis data lainnya) dapat menjadi

pengecekan anggota dalam wawancara berikutnya (“Saya telah berbicara dengan

sejumlah guru seperti anda dan mereka agaknya mengatakan X; apakah itu cukup

benar bagi anda?”) (Lincoln & Guba, 1985:273).

Mempersiapkan Pertanyaan Wawancara

Seperti yang dicatat Stanley Payne (1951), mengajukan-pertanyaan adalah

suatu seni, dan seperti sebagian besar bentuk seni ini dikembangkan melalui praktek

dan kesungguhan. Mempersiapkan seperangkat pertanyaan untuk suatu pedoman

wawancara, terdapat banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Pertimbangan

utama bagi penelitian kualitatif adalah bahwa pertanyaan hendaknya terbuka,

mengundang responden untuk berpartisipasi dalam suatu percakapan. Pertanyaan

terbuka dimulai dengan kata-kata seperti misalnya:

‘Bagaimanakah pendapat anda ………?’

‘Bagaimana perasaan anda ………?’

‘Dengan cara apa ………?’

‘Bagaimana mungkin ………?’

Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak mudah dijawab dengan

suatu respon yang tersendiri, seperti misalnya ‘ya’ atau ‘tidak’, atau sebuah kata

atau frasa singkat. Pertanyaan yang dirancang untuk menghasilkan respon yang

130

Page 131: Buku kualitatif

lepas atau tunggal diartikan sebagai pertanyaan yang tertutup. Respon tersebut

menutup percakapan, dan memberikan sedikit kesempatan untuk memperoleh

perspektif partisipan. Agar dapat menjalankan suatu wawancara yang dialami oleh

peneliti dan responden sebagai suatu ‘percakapan dengan suatu tujuan’, adalah

penting untuk mengajukan petanyaan yang terbuka.

Sebuah contoh akan membantu untuk menggambarkan perbedaan antara

pertanyaan yang terbuka dan tertutup. Dalam dialog dibawah ini, seorang dosen

sekolah tinggi berusaha untuk memahami dari seorang mahasiswa bagaimana dia

dapat memperbaiki pelajaran selama pertengahan semester panjang yang kedua.

Pertanyaan :   Bagaimanakah menurutmu pelajaran tersebut dilaksanakan?

Jawab          :   Bagus, sangat bagus.

P: Adakah pelajaran yang cukup menarik untuk membuat anda masuk     kelas?

J: Memang.

P:       Bagaimana dengan buku-buku teksnya? Apakah menurut anda buku-buku

tersebut merupakan bacaan yang bagus?

J: Yah, lumayan.

P: Menurut pendapatmu apakah saya memberikan tugas terlalu banyak atau

terlalu sedikit?

J: Secara tertentu tidak terlalu sedikit.

P:      Menurutmu apakah mahasiswa lainnya di kelasmu saling memberikan

pandangan denganmu?

J:        Saya kira demikian.

P:       Bagaimanakah anda mengukur pekerjaanmu sendiri dalam  pelajaran selama

ini?

J:       Antara ‘B’ dan ‘C’.

P:       Saya rasa karya anda sangat menarik untuk dibaca. Terima kasih atas umpan

baliknya di dalam kelas. Sampai jumpa hari Senin.

131

Page 132: Buku kualitatif

(Para mahasiswa tersebut berpikir, ‘Sangat cepat’, dosen berpikir, ‘Mahasiswa

hanya tidak ingin menceriterakan kepada anda tentang apa yang sebenarnya ada

pada pikiran dia’)

Pada contoh diatas, dosen menanyakan kepada mahasiswa serangkaian

pertanyaan yang tertutup yang mengharuskan sedikit lebih dari respon lepas yang

singkat. Dalam percakapan normal kita seringali mengajukan pertanyaan yang

tertutup, sewaktu mengharapkan dan mencari kejelasan yang sebenarnya

ditunjukkan di dalam pertanyaan tersebut. Pada contoh di atas, dosen ingin

mahasiswa menceriterakan bagaimana tentang pelajaran, buku teks, dan kelas, apa

yang membuat pelajaran ‘baik-baik saja’. Maksud ini hilang pada mahasiswa yang

memberikan tanggapan pada pertanyaan ketika mereka ditanya. Dialog tersebut bisa

mengambil giliran yang berbeda jika dosen menggunakan pertanyaan terbuka ketika

berbicara dengan mahasiswa tersebut:

P: Saya merasa tertarik untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran

mahasiswa tentang mengajar saya dan pelajaran membaca serta tugas-

tugas. Memikirkan kembali semester ini selama ini, bagaimanakah anda

menggambarkan pelajaran ini kepada orang lain?

J: Hm ……… Baiklah, saya akan menggambarkan pelajaran seperti biasanya

menarik dan menyatu. Pada jam-jam kosong saya hanya duduk di sana,

meskipun saya mempunyai sesuatu yang harus saya ceriterakan. Saya tak

tahu mengapa, namun saya banyak berpartisipasi dalam pelajaran anda.

Mungkin karena anda menyuruh kami melakukan banyak tugas.

P: Baiklah, tujuan saya adalah membuat mahasiswa berpartisipasi. Kita

cenderung belajar lebih banyak dengan cara itu. Saya ingin menanyakan

kepada kamu sedikit hal tentang buku-buku teks. Bagaimana anda

melakukan membaca sebuah bab dan mempersiapkan untuk pembahasan di

kelas?

132

Page 133: Buku kualitatif

J: (Berhenti sejenak) saya mulai membacanya seperti yang saya lakukan

dengan buku-buku teks lainnya; banyak selama sekali duduk dan

melakukan banyak hal yang memperjelasnya. Tetapi sebenarnya tidak

mempersiapkan saya untuk jenis-jenis pertanyaan yang anda tanyakan di

kelas. Dan saya juga tidak mengerjakan dengan cukup bagus pada tes

pertama, maka saya mengubah cara untuk membaca. Saya membacanya

dengan penggalan-penggalan kecil dan melakukan apa yang anda bahas di

kelas. Anda tahu, ketika anda menulis pertanyaan-pertanyaan yang akan

anda tanyakan tentang penulis seandainya dia sedang duduk di dekat saya.

Ini akan sedikit membantu, meskipun kadang-kadang saya rasa sedikit

konyol.

P: Saya lihat bahwa kamu telah mengerjakan dengan sangat bagus pada tugas-

tugas kelas. Bagaimana anda mengaturnya?

J: Saya merasa sangat berat, karena begitu banyak tugas. Saya telah

mengerjakannya dengan baik selama ini, tetapi ketika saya lihat kembali

jadwal saya saya tidak mengetahui jika saya dapat menyelesaikannya.

P: Dan bagaimanakah mahasiswa lainnya di kelas? Bagaimana menurutmu

pendapat umum tentang kelas dengan memperhatikan pada banyaknya

tugas?

J: Saya hanya dapat berbicara kepada kelompok mahasiswa di kelas dengan

teman saya. Kita semua mengeluh tentang banyaknya pekerjaan tersebut.

P: Saya menghargai kejujuran anda. Umpan balik anda akan sangat

bermanfaat. Terima kasih. Sampai jumpa hari Senin.

(Mahasiswa berpikir, ‘Saya benar-benar mempunyai kesempatan untuk

mengatakan apa yang sedang ada dalam pikiran saya, dan rasanya sepertinya dia

mendengarkan dan memperhatikan tentang apa yang saya katakan. Saya juga

mempelajari sesuatu tentang diri saya sendiri: saya suka berpartisipasi di kelas jika

ada kesempatan’. Dosen berpikir, ‘Ini merupakan informasi yang seharusnya sering

saya dapatkan. Saya mendapatkan suatu idea yang jelas tentang apa yang mungkin

perlu saya ubah dan apa yang ingin saya teruskan dalam pelajaran’).

133

Page 134: Buku kualitatif

Dengan hal tersebut di atas peneliti berusaha mengembangkan pertanyaan

terbuka, tugas di depan dia untuk memutuskan pertanyaan apakah yang harus

diajukan. Kita mempunyai tipologi pertanyaan yang disajikan oleh Patton (1990)

bermanfaat sebagai suatu pedoman terhadap pertanyaan yang bisa kita buat. Patton

membuat garis besar tentang enam jenis pertanyaan yang bisa diajukan dalam suatu

wawancara:

1. Pertanyaan tentang pengalaman/perilaku;

2. Pertanyaan tentang pendapat/nilai;

3. Pertanyaan tentang perasan;

4. Pertanyaan tentang pengetahuan;

5. Pertanyaan tentang sensori atau penginderaan; dan

6. pertanyaan tentang latar belakang/demografi.

Pertanyaan tentang pengalaman/perilaku menanyakan tentang apa yang

dilakukan atau apa yang telah dikerjakan orang-orang, seperti misalnya ‘Jenis

pekerjaan apa sajakah yang anda kerjakan pada tugas ini?’ pertanyaan tentang

pengalaman/perilaku sangat bermanfaat untuk memulai sebuah wawancara,

khususnya jika mereka meminta seseorang untuk menggambarkan apa yang biasa

mereka kerjakan. Jelas ini merupakan sesuatu yang diketahui oleh responden dan

dapat menawarkan untuk memulai percakapan.

Patton membuat suatu pembedaan antara pertanyaan tentang pendapat/nilai

dan pertanyaan tentang perasaan. Yang disebut terdahulu tersebut mendapatkan

kepercayaan yang utamanya bersifat kognitif, seperti misalnya ‘Bagaimanakah

pendapatmu tentang kebijakan yang baru ditinggalkan oleh perusahaan tersebut?’

atau ‘Bagaimanakah pendapatmu tentang negosiasi kembali kontrak yang baru

tersebut?’ Sebaliknya, pertanyaan tentang perasaan menanyakan tentang keadaan

afeksi, seperti ‘Jenis perasaan bagaimanakah yang anda alami ketika mendengar

tentang penutupan perusahaan tersebut?’ Para pewawancara harus jelas tentang

jenis informasi bagaimanakah yang mereka cari – pemikiran ataukah perasaan – dan

memberikan pertanyaan dan isyarat yang tepat bagi responden.

134

Page 135: Buku kualitatif

Pertanyaan tentang pengetahuan menanyakan kepada para responden untuk

menceritakan apa yang mereka ketahui tentang suatu topik khusus, mendapatkan

informasi ke dalam pengetahuan mereka yang sebenarnya, seperti misalnya ‘Apa

sajakah yang dimuat di dalam deskripsi tugas perusahaan untuk tugas ini?’ atau

‘Bagaimanakah prosedur di kantor anda tentang pengisian suatu pengaduan

hambatan jenis kelamin? Jenis pertanyaan ini secara khusus dapat menimbulkan

rasa takut jika resonden percaya bahwa mereka harus mengetahui jawabannya dan

mereka tidak mengetahuinya. Wawancara dapat menyimpang jika responden mulai

melihat pertemuan tersebut sebagai suatu pemeriksaan yang seksama tentang topik-

topik di mana mereka tidak dapat memberikan informasi yang perlu.

Pertanyaan tentang penginderaan atau sensori dirancang untuk mencari

informasi ke dalam apa yang diketahui, didengar, disinggung, tercium dan terasa

oleh responden, dan dapat memberikan jenis pengalaman yang mewakili kepada

peneliti. Responden mungkin dapat meberikan kesempatan kepada pewawancara

untuk ‘tetap berada di posisinya’ dengan memberikan respon secara deskriptif

terhadap -pertanyaan seperti misalnya, ‘Apakah yang anda perhatikan terlebih

dahulu ketika anda masuk ke kantornya?’

Pertanyaan tentang latar belakang/demografis mungkin penting dalam

membantu peneliti menentukan -sifat setiap responden, serta sampel yang pada

akhirnya mencakup kajian tersebut. Namun demikian, informasi sosiodemo-grafis

tidak harus dikumpulkan secara samar-samar secara rutin  dalam bentuk penelitian

lain. Pertanyaan-pertanyaan ini harus diajukan jika potensinya bermanfaat untuk

memahami fenomena yang dikaji. Jika dimasukkan, misalnya informasi tentang

usia, lamanya tahun pengalaman, status perkawinan, tempat tinggal, dsb., yang

faktual, singkat, dan kadang-kadang diangap terlalu mengganggu, seyogyanya

dikumpulkan pada akhir wawancara. Kadang-kadang, pewawancara bisa

mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan infomasi latar belakang secara tidak

mencolok pada berbagai poin di dalam wawancara. Sebagai contoh: ‘Jadi, anda

telah bekerja pada tugas ini selama lima tahun. Berapa usia anda ketika anda

135

Page 136: Buku kualitatif

memulai di sini?’ memungkinkan pewawancara untuk menghitung usia seseorang

pada saat sekarang tanpa menanyakan secara langsung.

Gambaran lain tentang tipologi pertanyaan Patton adalah kerangka waktu

dari masing-masing pertanyaan. Sebuah pertanyaan dapat diberikan pada waktu

sekarang, yang lalu, atau akan datang. Jenis-jenis pertanyaan yang ditanyakan pada

kerangka waktu digambarkan oleh setiap pertanyaan akan ditentukan secara luas

oleh fokus penelitian.

Tipologi pertanyaan Patton nmemberikan suatu tempat yang bermanfaat

untuk memulai mengembangkan beberapa pertanyaan yang luas untuk suatu

pedoman wawancara atau merumuskan banyak pertanyaan yang meliputi jadwal

wawancara. Tipologi pertanyaan Patton secara khusus bermanfaat untuk hal yang

terakhir tersebut. Akan tetapi sebelum anda mempersiapkan suatu pedoman atau

jadwal wawancara, akan sangat membantu untuk berlatih mengembangkan

pertanyaan wawancara.

Pertanyaan wawancara yang bagus, seseorang yang akan menarik partisipan

wawancara ke dalam percakapan dan menghasilkan informasi yang bermanfaat,

dapat menantang untuk dikembangkan. Ada tiga perangkap utama yang dihadapi

oleh para peneliti pemula dalam mengembangkan pertanyaan untuk suatu

wawancara penelitian: pertanyaan tertutup, pertanyaan yang tidak jelas atau kabur

dan pertanyaan kompleks. Pertanyaan yang tertutup kadang-kadang terlihat seperti

suatu pertanyaan pilihan ganda, meminta partisipan untuk merespon pada

seperangkat respon yang telah disediakan. Pertanyaan, ‘Seberapa jauhkah program

akademis ini memenuhi kebutuhan anda?’ adalah sebuah pertanyaan tertutup,

mengarahkan individu untuk menjawab dalam  beberapa variasi berikut ini:

(a) pada ukuran besar;

(b) pada beberapa ukuran;

(c) tidak sama sekali.

Jenis pertanyaan tertutup lainnya yang diidentifikasi oleh Patton adalah

pertanyaan yang dikhotomis, orang yang menggunakan kata-kata menggambarkan

bahwa suatu respon ‘ya’ atau ‘tidak’ yang diinginkan, seperti misalnya ‘Apakah

136

Page 137: Buku kualitatif

anda merasa puas terhadap dukungan akademis yang diberikan oleh sentra belajar di

sekolah tersebut?’ Pertanyaan tertutup dapat menghentikan percakapan kecuali jika

diikuti oleh pertanyaan atau pemeriksaan yang ada kaitannya.

Pertanyaan wawancara yang tidak jelas atau samar-samar cenderung

dihasilkan jika tujuan penelitian tidak jelas bagi peneliti. Suatu fokus penelitian

yang jelas adalah penting untuk kesempatan yang direncanakan terlebih dahulu dan

di tempat untuk mengumpulkan informasi. Sebagai tambahan cobalah pertanyaan

yang menarik bagi orang lain dan menanyakan untuk umpan balik yang terus terang

akan membantu anda memperjelas pertanyaan anda.

Perangkap yang ketiga dalam mengembangkan pertanyaan wawancara

membuatnya terlalu kompleks atau rumit. Masing-masing pertanyaan wawancara

harus merupakan satu pertanyaan tunggal, bukan serangkaian pertanyaan yang

mengelilingi di mana partisipan harus menyimpannya dalam pikiran. Pertanyaan

‘Bagaimana anda menangani pemecahan persoalan tersebut, dan bagaimana

perasaan anda tentang hasilnya?’ adalah suatu pertanyaan yang kompleks atau

rumit, yang dengan mudah dapat dibagi ke dalam dua pertanyaan. Para partisipan

penelitian anda akan menghargai kesederhanaan anda.

Tinjaulah kembali pertanyaan wawancara anda yang telah anda kembangkan

untuk latihan Penelitian. Apakah pertanyaan anda berkaitan dengan fokus

penelitian anda? Sudahkah anda mengidentifikasi secara jelas jenis pertanyaan-

pertanyaan yang telah anda kembangkan, dengan menggunakan tipologi Patton?

Sudahkan anda mengidentifikasi kerangka waktu dari masing-masing pertanyaan:

telah lalu (lampau), sekarang, yang akan datang? Apakah masing-masing

pertanyaan tertutup? Apakah makna dari masing-masing pertanyaan telah jelas?

Apakah masing-masing pertanyaan adalah pertanyaan tunggal? Dalam wawancara

kualitatif pembuatan kata-kata dalam pertanyaan mempengaruhi jenis respon atau

jawaban yang diberikan partisipan penelitian dan kekayaan dan kualitas dari

wawancara itu sendiri.

Membuat Draft Pedoman Wawancara dan Jadwal Wawancara

137

Page 138: Buku kualitatif

Dalam pembahasan kita tentang pengembangan wawancara, kita telah

menguji beberapa langkah penting: mengembangkan suatu fokus penelitian; urun

gagasan dan memperbaiki kategori penelitian; memutuskan pada suatu format,

apakah suatu pedoman atau suatu jadwal wawancara; dan mempersiapkan

pertanyaan wawancara. Dengan mempraktekkan pengembangan pertanyaan

wawancara, anda mungkin mempunyai idea yang lebih baik tentang format

wawancara mana yang akan anda pilih jika anda memang benar-benar berusaha

untuk mencari fokus penelitian. Jika kita kembali ke diagram prosedural yang

membuat garis besar tentang pengembangan  wawancara, kita mengetahui bahwa

keputusan untuk mempersiapkan suatu pedoman wawancara berarti anda akan

menggunakan -kategori penelitian sebagai pedoman wawancara anda, atau anda

akan mengembangkan seperangkat kecil tentang pertanyaan terbuka yang luas,

berdasarkan pada kategori penelitian.

Jika anda memilih untuk mengembangkan suatu jadwal wawancara, dan

mengorganisirnya ke dalam suatu urutan yang berguna. Seperti yang kita bahas di

atas, secara khusus bermanfaat untuk menulis setiap pertanyaan yang potensial pada

selembar kertas atau kartu indek secara terpisah. Setiap pertanyaan pada pooling

anda tentang pertanyaan yang memungkinkan kemudian dapat dihilangkan atau

ditambahkan dengan mudah, dan pertanyaan yang telah diseleksi dapat diurutkan

dengan mudah di dalam kategori penelitian. Kategor penelitian itu sendiri

selanjutnya dapat ditempatkan di dalam suatu susunan yang masuk akal untuk

wawancara.

Patton (1990) menawarkan lagi beberapa saran yang sangat bermanfaat

tentang pembuatan pedoman wawancara. Satu, mulailah wawancara dengan

pertanyaan nonkontroversial yang dikerangkakan sekarang difokuskan pada

pengalaman atau perilaku para responden. Dua, simpanlah pertanyaan pengetahuan

yang mempunyai potensi menakutkan hingga beberapa hubungan telah terbentuk

dengan responden. Tiga, minimalkan jumlah pertanyaan tentang latar belakang dan

demografis, dan pisah-pisahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut di seluruh

wawancara tersebut secara tepat. Perhatian yang cermat untuk penyusunan

138

Page 139: Buku kualitatif

pertanyaan akan meningkatkan kecenderungan mengenai suatu wawancara

poduktif. Namun demikian, di dalam proses pelaksanaan wawancara penelitian

tidak ada pengganti untuk mengetahui  pertanyaan wawancara anda dengan baik.

Urutan dari pertanyaan-pertanyaan sebenarnya ditentukan oleh responden, dan ini

merupakan tugas bagi pewawancara kualitatif untuk menjadi orang yang menguasai

dan responsif, untuk merasakan suatu saat yang tepat untuk mengajukan sebuah

pertanyaan, dan mengetahui kapan sebuah pertanyaan harus dijawab di luar urutan.

Dalam mempersiapkan draft pedoman wawancara, penting untuk memulai

wawancara dengan beberapa bentuk yang penting: perkenalan pribadi, pernyataan

tentang tujuan, termasuk apa yang akan dilakukan dengan hasil kajian tersebut; 

pernyataan yang menunjukkan kerahasiaan dari wawancara tersebut; pernyataan

yang memperhatikan pada pembuatan catatan yang bisa berperanan selama

wawancara; permohonan ijin untuk merekam wawancara tersebut ke dalam tape;

harus mencari informasi yang memungkinkan; dan  pernyataan yang memberikan

informasi kepada responden mengapa dia diwawancarai.

Menggunakan  Pemeriksaan dalam Wawancara

Suatu keterampilan penting bagi para peneliti kualitatif adalah penggunaan

pertanyaan pemeriksaan atau pertanyaan lanjut (probes or follow-up questions)

dalam suatu wawancara penelitian. Untuk informasi lebih banyak tentang

pemeriksaan (probes), kita kembali lagi pada karya Patton. Dia mendefinisikan

suatu ’pemeriksaan’ sebagai ‘suatu alat wawancara yang digunakan untuk menggali

lebih mendalam ke dalam respon wawancara’ (1990:238). Karena tujuan

wawancara penelitian kualitatif adalah untuk memperoleh pemahaman yang dalam

tentang pengalaman dan perspektif responden, dengan menggunakan pemeriksaan

secara efektif merupakan suatu keterampilan penelitian kualitatif yang penting.

Dengan memeriksa lebih mendalam respon responden, kita agaknya menambahkan

pada kekayaan data, dan mengakhiri dengan suatu pemahaman yang lebih baik

tentang fenomena yang kita kaji.

139

Page 140: Buku kualitatif

Patton (1990) mengidentifikasi tiga jenis pemeriksaan: (1) pemeriksan yang

berorientasi-terinci; (2) pemeriksaan elaborasi (untuk mengerjakan secara teliti),

dan (3) pemeriksaan untuk klarifikasi. Ketiga jenis pemeriksaan tersebut akan

dijabarkan sebagai berikut:

1. Pemeriksan mendalam berorientasi terinci (detail-oriented probes).

Dalam percakapan biasa kita, kita saling menanyakan satu sama lain

untuk memperoleh lebih mendalam. Pertanyaan-pertanyaan follow-up jenis ini

dirancang untuk mengisi gambaran tentang apapun yang kita coba untuk

memahminya. Kita dengan mudah mengajukan pertanyaan jika kita benar-benar

ingin tahu secara jujur.

a. Siapakah yang bersama anda?

b. Bagaimanakah rasanya berada di sana?

c. Kemana anda pergi setelah itu?

d. Kapankah hal tersebut terjadi pada kehidupan anda?

e. Bagaimanakah usaha anda untuk mengatasi situasi tersebut?

2. Pemeriksaan elaborasi.

Jenis pemeriksaan lain dirancang untuk mendorong responden untuk

menceritakan lebih banyak lagi kepada kita. Kita menunjukkan keinginan kita

untuk mengetahui lebih banyak tentang hal-hal seperti misalnya

menganggukkan kepala ketika orang berbicara, seringkali bersuara dengan

lembut ‘un-huh’, dan kadang-kadang hanya diam diri saja tetapi penuh

perhatian. Kita juga dapat menanyakan kepada responden untuk terus berbicara.

a. Ceriterakan lebih banyak tentang hal tersebut.

b. Dapatkah anda memberikan contoh kepada saya tentang apa yang anda

katakan?

c. Saya kira saya memahami tentang apa yang anda maksud.

d. Ceriterakan lebih banyak tentang hal tersebut, maukah anda?

e. Saya ingin mendengarkan anda lebih banyak berbicara tentang hal tersebut.

140

Page 141: Buku kualitatif

f. Ini sangat membantu. Dapatkah anda mengatakan sedikit lebih banyak

tentang hal tersebut?

3. Pemeriksaan untuk klarifikasi.

Agaknya ada kalanya dalam suatu wawancara ketika pewawancara tidak

yakin tentang apa yang dikatakan oleh responden, apa yang dia maksud. Dalam

situasi seperti ini seorang pewawancara dengan sopan meminta klarifikasi,

meyakinkan untuk berkomunikasi bahwa ini merupakan kesulitan bagi

pewawancara dalam memahami dan bukan kesalahan responden.

a. Saya tidak yakin memahami apa maksud anda?. Dapatkah anda membantu

saya untuk mehamai apa maksudnya?

b. Saya merasa kesulitan untuk memahami persoalan yang telah anda

gambarkan. Dapatkah anda menceritakan sedikit lebih banyak tentang hal

tersebut?

c. Saya ingin meyakinkan bahwa saya memahami apa maksud anda. Maukah

anda menggambarkannya lagi untuk saya?

d. Maaf. Saya tidak begitu mengerti. Ceritakan lagi, maukah anda?

Anda dapat menjadi terampil untuk menggunakan pemeriksaan dengan

menyadari tentang manfaat anda bagi mereka dalam percakapan sehari-hari dan

juga dengan melatih untuk menggunakannya dalam situasi yang lebih formal.

Rekamlah  wawancara tersebut ke dalam tape recorder dan mainkan kembali untuk

menguji manfat pemeriksan anda adalah merupakan teknik pembentukan

keterampilan yang sangat bermanfaat. Hanya dengan mendengarkan pemeriksaan

yang berbeda bahwa anda dapat menggunakan dalam suatu wawancara yang

sebenarnya benar-benar sangat bermanfaat. Anda mungkin juga ingin menulis

dalam pemeriksaan yang mungkin pada pedoman atau jadwal wawancara yang

dapat anda gunakan dalam wawancara sebenarnya.

Konteks Wawancara

141

Page 142: Buku kualitatif

Di mana sebaiknya peneliti melakukan wawancara? Pertanyaan ini penting

mengingat tempat di mana peneliti melakukan wawancara sangat mempengaruhi

hasil wawancara (data). Dalam hal ini peneliti sebaiknya tidak menentukan sendiri

di mana sebaiknya wawancara dilakukan. Peneliti jangan segan-segan untuk

menawarkan pada responden di mana sebaiknya wawancara dilakukan. Tempat

wawancara yang baik adalah yang dipilih oleh responden sendiri, bukan yang

nyaman menurut selera peneliti. Usahakan informan sendiri yang menentukan atau

disepakati bersama. Melakukan wawancara di kantor pribadi bisa jadi kurang

nyaman karena suasana yang biasanya ramai dan relatif banyak gangguan.

Seringkali wawancara terjadi di lingkungan rumah anggota (informan) sehingga dia

merasa nyaman. Tatapi hal ini tidak senantiasa menjadi yang terbaik. Apabila

anggota tidak merasa nyaman (no privacy), peneliti pindah ke tempat lain (Neuman,

2000:375).

Tempat yang nyaman memberikan keleluasaan bagi informan untuk

menyampaikan secara lebih bebas dan terbuka berbagai informasi atau menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Dengan demikian informasi atau data

yang diperoleh lebih terjamin keakuratannya.

C. Observasi Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian

apapun, termasuk penelitian kualitatif, dan digunakan untuk memperoleh informasi

atau data sebagaimana tujuan penelitian. Istilah observasi dalam penelitian

kuantitatif biasanya hanya dikenal dengan satu sebutan saja, yakni teknik observasi

(pengamatan). Sedangkan dalam penelitian kualitatif ada beberapa tipe observasi

sebagaimana akan dijabarkan dalam uraian mendatang. Istilah observasi, di mana

sebagian besar ilmuwan sosial memaknakan observasi partisipan, telah menjadi

sinonim dengan penelitian lapangan (Williamson, Karp, dan Dalpin, 1977:199),

kerja lapangan, atau observasi tidak terkontrol, observasi partisipan dan

nonpartisipan (Guban dan Lincoln, 1981:189).

142

Page 143: Buku kualitatif

Tujuan data observasi adalah untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi;

kegiatan-kegiatan yang terjadi di latar itu; orang-orang yang berpartisipasi dalam

kegiatan-kegiatan; dan makna latar, kegiatan-kegiatan, dan partisipasi mereka dalam

orang-orangnya (Patton, 1980:124).

Ada banyak alasan yang baik untuk mempergunakan teknik-teknik observasi

dalam penelitian; misalnya, teknik ini dibangun atas pengalaman langsung (direct

experinence). Douglas (1976) membuat pernyataan bahwa di dalam kehidupan

sehari-hari orang-orang menggunakan tes-tes kebenaran yang beragam tetapi yang

paling penting dari tes-tes ini adalah pengalaman langsung. Kami menggunakan

pengalaman langsung tentang sesuatu. “Melihat adalah percaya.” “Pengalaman

adalah guru terbaik.” Pengalaman langsung tampak menjadi tes kebenaran yang

paling dapat menembus, paling mendasar; pengalaman personal yang langsung

paling dapat dipercaya pada setiap orang. Teknik observasi memungkinkan untuk

merekam perilaku atau peristiwa ketika perilaku dan peristiwa itu terjadi. Selltiz

(1959) menjelaskan bahwa asset utama observasi itu adalah memungkinkannya

untuk merekam perilaku ketika terjadi.

Kualitas simultanitas, kualitas “saya di sana,” merupakan persuasi yang

sangat besar bukan hanya pada pengamat tetapi juga orang-orang lain pada siapa

pengamat itu melaporkan hasil observasi. Lebih dari itu, teknik observasi membuat

kemungkinan untuk membangun dalil (propositional) dan pengetahuan tak

terucapkan (tacit knowledge). Kemungkinan utama peneliti menjadi instrumennya

sendiri adalah kemampuannya untuk menggunakan pemahaman tak terucapkan dan

dalil-dalil suatu situasi. Observasi sebagai teknik tidak diragukan lagi memberikan

rentangan yang paling luas tentang input (data) yang dapat diinterpretasikan oleh

peneliti yang sedang menggunakan basis pengetahuan yang tak terucapkan.

Selanjutnya McCall dan Simmons (1969) menegaskan bahwa teknik-teknik

observasi diadaptasi dengan baik untuk memaksimalkan penemuan dan deskripsi.

Tentu ini merupakan asset yang memberikan keuntungan khusus ketika

tidak ada teori a priori untuk membimbing observasi. Dibandingkan dengan teknik-

teknik lainnya dalam pengumpulan data pada umumnya, kerjasama aktif subjek

143

Page 144: Buku kualitatif

diperlukan; misalnya, ia harus mengisi questionnaire atau merespon pertanyaan.

Tetapi observasi dapat dalam banyak hal dilakukan tanpa kerjasama yang demikian,

dan sungguh, bahkan tanpa pengetahuan subjek observasi dapat berlangsung.

Teknik-teknik observasi juga meningkatkan kemampuan peneliti untuk memahami

situasi-situasi yang rumit. Yang terakhir, bahwa teknik-teknik observasi

memungkinkan pengumpulan data dalam hal-hal di mana bentuk-bentuk

komunikasi lainnya tidak mungkin bisa melakukan. Dalam penelitian di mana

subjek baik yang tidak bisa berbicara – bayi, misalnya, atau anak-anak yang cacat –

atau tidak mau berbicara, misalnya, yang tidak percaya pada pengamat dan anti

usaha penelitiannya – metode  observasi memungkinkan paling tidak beberapa

kesempatan untuk melakukan studi tanpa kerjasama aktif subjek. Lagi pula, aspek-

aspek etika dalam observasi itu harus dipertimbangkan.

Tentang penggunaan teknik observasi kadang-kadang orang-orang belum

memahami apakah teknik itu digunakan secara tunggal atau dapat digunakan

dengan teknik-teknik lainnya. Dalam penelitian kualitatif teknik observasi biasa

digunakan bersamaan dengan teknik wawancara mendalam (deep interview). Kedua

teknik ini merupakan teknik-teknik utama. Seperti dikatakan Strauss (1990: 18)

bahwa beberapa peneliti mengumpulkan data dengan alat wawancara dan observasi

—teknik-teknik yang biasanya berkaitan dengan metode kualitatif. Para pekerja

lapangan anthropologi mengkombinasikan data catatan lapangan dari observasi

saksi mata personal dengan informasi yang diperoleh dari wawancara alamiah

informal dan deskripsi informan (Pelto and Pelto, 1978:5). Namun demikian tidak

melepas juga penggunaan teknik analisa dokumentasi; hanya saja fungsinya lebih

sebagai pelengkap data yang diperoleh khususnya melalui teknik wawancara

mendalam

Observasi Partisipan

Bagian ini akan menjelaskan secara khusus mengenai observasi partisipan.

Dalam uraian di atas telah dikemukakan antara lain tentang definisi umum

observasi, alasan penggunaan maupun beberapa jenis observasi. Menurut Becker

144

Page 145: Buku kualitatif

dan Geer (dalam Patton, 1980:30) bahwa observasi partisipan adalah yang paling

komprehensif dari semua tipe strategi penelitian. Dengan observasi partisipan ini

peneliti dapat memahami lebih dalam tentang fenomena (perilaku atau peristiwa)

yang terjadi di lapangan.

Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan observasi partisipan sebagai

suatu periode interaksi sosial yang intensif antara peneliti dan subjek dalam suatu

lingkungan tertentu. Observasi partisipan dipakai untuk menunjuk kepada penelitian

yang bercirikan suatu periode interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan

subjeknya, di dalam lingkungan subjek itu. Hartouse Powdermaker menggambarkan

asumsi dasar mengenai observasi partisipan: Untuk memahami suatu masyarakat,

ahli anthropologi telah membenamkan dirinya ke dalam masyarakat itu, sejauh

mungkin, berpikir, melihat, merasa dan kadang-kadang bertindak sebagai anggota

ahli anthropologi yang terlatih dari budaya yang lain (Powdermaker, 1967:9).

Pengamat partisipan terlibat sepenuhnya dalam mengalami latar di bawah studi

sementara pada waktu yag sama mencoba untuk memahami latar itu melalui

pengalaman seseorang, mengobservasi dan wawancara dengan partisipan lain

tentang apa yang sedang terjadi (Patton: 1980:127). McCall dan Simmons (dalam

Bogdan dan Taylor, 1975) juga menegaskan bahwa pengamat menenggelamkan diri

dalam kehidupan orang-orang dan situasi yang ingin dimengerti. Ia berbicara,

bergurau, bersatu rasa (empati) dengan mereka, dan ikut menghayati kehidupan

serta pengalaman mereka. Kontak yang berlangsung lama di tempat itu

memungkinkan pengamat melihat dinamika konflik dan perubahan, sehingga ia

dapat melihat susunan, hubungan, serta definisi kelompok dan individu yang sedang

berkembang. Oleh karena itu, dibandingkan dengan praktisi metodologi lainnya, ia

memperoleh keuntungan yang unik.

Dalam pelaksanaannya, observasi partisipan seringkali digunakan bersama

teknik wawancara, bahkan juga analisa dokumen. Observasi partisipan memerlukan

suatu kombinasi dan wawancara informal. Ini penting, sehingga pengamat …tidak

membuat asumsi tentang makna mengenai apa yang mereka observasi tanpa

memasukkan persepsi-persepsi partisipan tentang perilaku mereka sendiri (Patton,

145

Page 146: Buku kualitatif

1980:145). Denzin juga mengungkapkan hal yang senada, bahwa observasi

partisipan adalah suatu strategi lapangan yang menyangkut banyak hal yakni

mengkombinasikan secara simultan analisa dokumen, wawancara responden dan

informan, observasi partisipan langsung serta introspeksi (Denzin, 1978:183).

Secara historis adalah para anthropolog budaya yang telah mengembangkan

dan memperbaiki metode pengumpulan data kualitatif yang disebut observasi

partisipan. Para anthropolog budaya yang terkenal seperti Margaret Mead dan Ruth

Benedict telah berusaha untuk memahami kehidupan orang-orang dengan istilah-

istilah mereka sendiri dengan memakan waktu yang sangat lama dengan orang-

orang yang hidup di latar alami di mana mereka tinggal. Usaha-usaha para

anthropolog tersebut dengan menggambarkan kultur aspek-aspek kultur yang

disebut ethnografi, dan berbagai perhitungan ethnografis tentang kehidupan orang-

orang di tempat-tempat, iklim-iklim, dan tahap-tahap perkembangan yang berbeda-

beda (Boas, 1911; Malinoswki, 1932; Mead, 1960).

Observasi partisipan juga mempunyai tradisi yang kaya dalam sosiologi dan

pendidikan. Yang lebih baru lagi Robert Coles (1989) John Holt (1964, 1967), dan

Jonathan Kozol (1986) telah memberikan penjelasan tentang perhitungan 

pengalaman sekolah para siswa dan menemukan cara pada reformasi-reformasi

pendidikan yang penting. Dari para ahli ethnografi inilah kita telah mempelajari

untuk menjadi seorang pengamat partisipan.

Pengamat partisipan berusaha untuk masuk ke dalam kehidupan orang-orang

lain, mendiami, menurut istilah Polanyi, menghentikan sementara sebanyak

mungkin cara-cara mereka sendiri untuk memandang dunia. Dalam arti yang luas,

pengamat partisipan mengajukan pertanyaan-pertanyaan: Apa yang sedang terjadi di

sini? Apa yang penting di dalam kehidupan orang-orang di sini? Bagaimanakah

mereka akan menggambarkan kehidupan mereka dan bahasa apakah yang akan

mereka gunakan untuk melakukannya? Tugasnya adalah mendengarkan dengan

sungguh-sungguh dan mengamati dengan cermat tentang apa yang sedang terjadi di

antara orang-orang di dalam suatu situasi atau organisasi atau budaya tertentu dalam

146

Page 147: Buku kualitatif

suatu usaha untuk memahami secara lebih mendalam tentang hal-hal tersebut dan

tentang orang-orang tersebut.

Dengan berdasarkan lagi pada disain penelitian ‘darurat’, pengamat

partisipan memulai dengan suatu fokus penelitian yang luas dan melalui proses

yang sedang berlangsung tentang mengamati dan berpartisipasi di dalam latar,

mencatat apa yang sia lihat dan dengar, dan menganalisa data, aspek-aspek yang

menonjol dari latar yang muncul. Observasi secara berurutan diarahkan dengan

penemuan awal.

Observasi partisipan merupakan metode pengumpulan data yang sangat

memerlukan ketrampilan tertentu bagi peneliti kualitatif. Seperti yang dicatat oleh

Norman Denzin (1978), observasi partisipan ‘secara bersamaan menggabungkan

analisa dokumen, observasi responden dan informan, partisipasi dan observasi

langsung, serta introspeksi’. Sebagai tambahan, dengan memperoleh akses pada

latar yang ingin kita kaji seringkali memerlukan taktik dan ketangguhan. Dengan

berada di dalam dan di luar latar juga sambil mengamatinya, memperluas

ketrampilan-ketrampilan antar pribadi dan pemrosesan informasi. Dan keterlibatan

yang diperpanjang, selama berpekan-pekan atau berbulan-bulan, perlu memahami

orang-orang lain dalam konteks beban-beban enerji dan meskipun bagi para peneliti

yang paling berpengalaman. Namun demikian, memungkinkan untuk

menggambarkan banyak ketrampilan yang mungkin telah anda miliki untuk

mengembangkan ketrampilan anda sebagai seorang pengamat partisipan (Maykut,

1994:69-70).

Jenis Partisipasi

Tentang jenis partisipasi dalam penelitian kualitatif dikemukakan oleh

beberapa ahli penelitian kualitatif yang antara lain  sebagaimana dalam uraian

berikut berikut.

Patton (1980:130) menyatakan bahwa suatu hal yang utama tentang validitas

dan reliabilitas tentang data observasi berkenaan dengan efek-efek dari pengamat

147

Page 148: Buku kualitatif

tentang apa yang diamati. Pengertian dasar di sini ialah bahwa orang-orang

mungkin berperilaku sangat berbeda jika mereka mengetahui bahwa mereka diamati

dibandingkan dengan bagaimana mereka berperilaku jika mereka tidak menyadari

bahwa mereka diamati. Jadi, argumentasi terus berjalan, observasi terbuka lebih

cenderung menangkap apa yang sebenarnya terjadi dibandingkan dengan observasi

terbuka atau terang-terangan di mana orang-orang di dalam latar menyadari bahwa

mereka dikaji.

Ada suatu tingkatan sepenuhnya tentang pendapat-pendapat yang berkenaan

dengan etika dan moralitas tentang pelaksanaan penelitian terbuka. Pada ujung akhir

dari ‘kontinuum’ (rangkaian kesatuan) adalah oposisi absolut oleh Edward Shils

(1959) pada semua bentuk penelitian terbuka. Dia menentang “observasi perilaku

pribadi, namun demikian kelayakan secara teknis, tanpa ijin eksplisit dan

sepenuhnya diinformasikan dari orang yang diamati”; dia membantah bahwa

seharusnya ada penyingkapan penuh tentang tujuan dari setiap proyek penelitian,

dan membantah bahwa bahkan teknik dari observasi partisipan adalah “tidak layak

secara moral ….. manipulasi” kecuali jika pengamat membuat pertanyaan-

pertanyaan secara eksplisit pada permulaan dari observasi tersebut (Shils, 1959;

dikutip dalam Webb et al., 1966:vi).

Pada ujung kontinuum lainnya adalah pendekatan “penelitian sosial

investigatif” dari Jack Dougklas (1976). Douglas membantah bahwa metode-

metode bidang anthropologis konvensional telah didasarkan pada suatu pandangan

konsensus tentang masyarakat yang berasumsi bahwa orang-orang pada dasarnya

adalah kooperatif dan suka membantu serta bersedia untuk memiliki sudut

pandangan mereka dipahami dan berbagi dengan isi dunia lainnya, berbeda dengan

model konsensus, Douglas menggunakan suatu paradigma konflik dari masyarakat

yang mengarahkannya untuk percaya bahwa setiap dan semua metode penelitian

tersamar harus dianggap merupakan pilihan dapat diterima dalam suatu usaha

mencari kebenaran.

Paradigma investigatif didasarkan pada asumsi bahwa perbedaan perbedaan

minat, nilai, dan tindakan yang menonjol yang mencakup kehidupan sosial. Dijamin

148

Page 149: Buku kualitatif

bahwa banyak orang yang dimaksud, mungkin semua orang pada hakekatnya,

mempunyai alasan yang baik untuk menyembunyikan tentang apa yang sedang

dilakukannya dan bahkan berbohong kepada mereka. Disamping percaya kepada

orang-orang dan mengharapkan kepercayaan pada gilirannya, orang mencurigai

orang-orang lain dan mengharapkan mencurigai mereka. Konflik adalah realita

kehidupan; rasa curiga adalah mengarahkan pada prinsip … Ini adalah perang dari

semua pihak terhadap semua pihak dan tidak ada yang memberikan kepada setiap

orang sesuatu bukan untuk apa-apa, khususnya kepercayaan.

Semua orang dewasa yang berkompetensi diasumsikan mengetahui bahwa

setidak-tidaknya terdapat empat persoalan utama terletak pada cara untuk sampai

pada realita dengan menanyakan kepada orang tentang apa yang sedang terjadi dan

bahwa persoalan ini harus ditangani jika orang harus menghindarkan untuk diambil,

dikorbankan, ditertibkan, digunakan, dipakai, dibodohkan, ditipu, dan lain

sebagainya. Keempat persoalan tersebut adalah (1) misinformasi;                    (2)

penyingkiran; (3) berbohong; (4) dihadapi (Douglas, 1976:55, 57).

Hanya sebagai partisipan bukan merupakan suatu pernyataan di dalam suatu

penelitian observasional, observasi dan tujuan dari penelitian tersebut bukan suatu

pernyataan juga. Ukuran di mana partisipasi di dalam suatu program yang dikaji,

jadi pertanyaan tentang seberapa eksplisitkah diinformasikan bahwa mereka diamati

dan diberitahu tujuan penelitian beragam dari penyingkapan sepenuhnya hingga

tidak dan penyingkapan, dengan banyaknya variasi sepanjang pertengahan dari

kontinuum ini. Buford Junker (dalam Patton, 1980:131-132) mengembangkan suatu

tipologi tentang observasi partisipan yang menggambarkan empat poin sepanjang

kontinum ini:

1. Partisipasi Lengkap.

Dalam peranan ini, kegiatan-kegiatan pengamat seperti seperti itu adalah seluruhnya tersembunyi. Pekerja lapangan tersebut adalah atau menjadi seorang anggota lengkap dari suatu kelompok-dalam, dengan demikian berbagi informasi rahasia yang dijaga dari pihak-pihak luar. Kebebasan petugas lapangan untuk mengamati di luar sistem hubungan-hubungan kelompok-dalam mungkin sangat terbatas sekali, dan dalam suatu peranan seperti itu cenderung menutup persepsi tentang bekerja mengenai reaksi berbalasan antara

149

Page 150: Buku kualitatif

kelompok-dalam dan sistem sosial yang lebih besar, juga tidak mudah untuk beralih dari peran ini ke peran lain memungkinkan observasi secara mendetil tentang sistem yang lebih besar.

1. Partisipan sebagai Pengamat.

Pada peranan ini, kegiatan-kegiatan pengamat petugas lapangan tidak seluruhnya tersembunyi, tetapi “tertutup di bawah selubung” sedemikian rupa, atau terlihat kurang penting pada kegiatan-kegiatan sebagai partisipan, kegiatan-kegiatan yang memberikan kepada orang-orang dalam situasi itu dasar-dasar utama mereka untuk mengevaluasi para petugas lapangan dalam peranan mereka. Peranan ini mungkin membatasi akses pada beberapa jenis informasi, mungkin khususnya pada tingkat rahasia; tepatnya bagaimana dia “merangking” sebagai seorang “Anggota dari Pernikahan” semu akan berpengaruh terhadap kemampuan para petugas lapangan untuk mengkomunikasikan di bawah tingkat informasi publik.

1. Pengamat sebagai Partisipan.

Ini merupakan peranan di mana kegiatan-kegiatan pengamat seperti itu diketahui secara umum pada permulaannya, adalah lebih kurang disponsori secara publik oleh orang-orang di dalam situasi yang dikaji, dan secara sengaja tidak “tertutup di bawah selubung”. Peranan tersebut bisa memberikan akses pada informasi yang sangat luas dan bahkan rahasia bisa diberikan kepada petugas lapangan ketika dia semakin diketahui untuk menyimpannya, serta untuk menjaga informasi dapat dipercaya. Pada peranan ini para ilmuwan sosial bisa memperoleh kebebasan maksimal yang dapat dilihat untuk mengumpulkan informasi tetapi hanya pada harga menerima hambatan-hambatan maksimal terhadap pelaporannya.

1. Pengamat yang Lengkap.

Ini menggambarkan luasnya peranan di mana, pada satu ekstrim, pengamat bersembunyi di balik cermin satu sisi, mungkin dilengkapi dengan fasilitas film suara, dan pada ekstrim yang lainnya, kegiatan-kegiatannya secara lengkap adalah umum atau publik, dengan konsensus, “tidak ada rahasia” dan “tidak ada yang disakralkan” (Junker, 1960:35-38).

Di dalam kerja lapangan tradisional  untuk tujuan penelitian dasar, keputusan tentang sejauh mana observasi akan tersamar dibuat di dalam konteks usaha peneliti untuk memperoleh kebenaran. Peneliti itu sendiri menanggung tanggung jawab untuk memutuskan  bagaimana kebenaran ilmiah dapat diperoleh dengan sebaik-baiknya (Patton, 1980:132).

Spradley (1980:58) menyatakan bahwa setiap survei tentang pengamat partisipan menyatakan perbedaan besar tentang daya dari penelitian mereka. Salah satu perbedaan penting ialah tingkat dari keterlibatan mereka, baik dengan orang-orang ataupun di dalam

150

Page 151: Buku kualitatif

kegiatan-kegiatan yang mereka amati. Selanjutnya dia menjelaskan lima jenis partisipasi yang berkisar sepanjang kontinuum keterlibatan, yang meliputi: (1) nonpartisipasi, (2) partisipasi pasif, (3)partisipasi moderat, (4) partisipasi aktif, dan (5) partisipasi lengkap. Kelima jenis partisipasi tersebut dijelaskan dalam uraian berikut.

NonpartisipasiSeorang pengamat bisa melakukan pengumpulan data tanpa harus melibatkan diri langsung ke dalam situasi di mana peristiwa itu berlangsung, melainkan dengan menggunakan media tertentu (misalnya, elektronik). Cara yang demikian itu disebut sebagai nonpartisipasi. Tentu penggunaan nonpartisipasi itu karena alasan-alasan atau tujuan tertentu. Kadang-kadang jenis penelitian ini bisa dilaksanakan oleh orang yang sangat pemalu yang senang melaksanakan bidang ethnografis tetapi ingin menghindarkan keterlibatan. Kadang-kadang suatu situasi sosial khusus tidak memungkinkan untuk semua partisipasi, tetapi akan memungkinkan untuk mengadakan penelitian.

Menonton televisi memberikan kesempatan lain bagi nonpartisipan untuk melakukan observasi. Sebagai contoh, jenis perogram yang sedikit kurang “dipanggungkan” yang memberikan kemungkinan pengamat, seperti permainan sepak bola. Atau juga pada petistiwa insidental di mana tidak memungkinkan pengamat terjun di lokasi di mana peristiwa berlangsung, misalnya bagaimana perilaku para calon presiden pada waktu mereka hadir di pasar, pabrik, lokasi pengungsian dan lain sebagainya dalam rangka memperoleh simpatik masyarakat. Dengan menonton berbagai permainan yang ditelevisikan, seorang pengamat dapat memperoleh tidak hanya peraturan eksplisit bagi permainan tersebut tetapi juga peraturan yang tidak diucapkan untuk mengenakan seragam, menampilkan permainan separuh waktu, mengkomunikasikan secara tidak verbal, memperlihatkan rasa tertarik bagi anggota tim lainnya, dan bahkan bagaimana berperilaku sebagai seorang pengamat olah raga. Kartoon anak, iklan komersial, reporter berita, dan seluruh rangkaian program-program yang memberikan kesempatan lain bagi kajian ethnografis tanpa adanya keterlibatan

Adanya aturan-aturan dari pihak pemegang kekuasaan atau pimpinan yang tidak memungkinkan pengamat berpartisipasi di dalamnya, memungkinkan pengamat mengumpulkan data melalui media elektronik (televisi), seperti tayangan (langsung) sidang tahunan atau sidang istimewa DPR, di mana kita dapat mengetahui bagaimana suasana sidang, bagaimana perilaku anggota sidang saat mereka mengikuti berlangsungnya sidang baik cara mereka mengajukan pertanyaan maupun saat memberikan komentar atau tanggapan terhadap laporan-laporan tertentu, dan bentuk-bentuk perilaku lainnya.

Partisipasi PasifPara pengamat yang terlibat di dalam partisipasi hadir pada saat tampilan tindakan tetapi tidak berpartisipasi atau berinteraksi dengan orang-orang lain pada ukuran tertentu. Tentang

151

Page 152: Buku kualitatif

segala hal yang perlu anda lakukan ialah mendapatkan suatu “paska observasi” dari mana untuk mengamati dan merekam apa yang sedang berlangsung. Jika partisipan pasif menduduki peranan di dalam situasi sosial, itu hanya merupakan “orang yang berdiri di dekatnya”, “penonton atau pemerhati”, atau “orang yang luntang-lantung”. Misalnya, observasi terhadap suasana dan perilaku (interaksi) pedagang dan pembeli pada saat melakukan tawar-menawar jual-beli di pasar. Pengamat mengambil posisi di dekat mereka atau jalan-jalan di sekitarnya sambil mendengarkan pembicaraannya, melihat rawut muka atu penampilan fisiknya dan wujud barang-barang yang ditawarkan sambil lalu melakukan pertanyaan-pertanyaan tertentu baik pada pembeli atau pada penjual.

Observasi partisipan di tempat-tempat umum sering dimulai dengan jenis sikap teguh seperti ini. Saya menghabiskan waktu beberapa jam sebagai penonton di Pengadilan Kriminal Seattle mengamati pemabuk, karyawan pengadilan, penonton lainnya. Untuk memulai dengan tidak ada orang yang mengetahui tentang identitas saya atau apa yang sedang saya lakukan. Selanjutnya, saya mulai lebih aktif dan mewawancarai hakim, berbicara dengan para pegawai, dan mengembangkan hubungan-hubungan yang aktif dengan banyak orang yang muncul di pengadilan tentang bahan pembicaran pemabuk (Spradley, 1970).

Kita dapat menyimpulkan banyak sekali tentang peraturan kultural yang diikuti oleh orang-orang dari sudut yang menguntungkan bagi seorang partisipan pasif. Jika anda berdiri di luar jendela dari sebuah rumah sakit anak-anak dan mengamati para perawat dan bayi, anda akan memperhatikan pola perilaku kultural – cara memegang bayi, berapa lama boleh menangis, dan pola mengubah dan memberi makan/minum mereka. Di latar atau tempat-tempat ini anda diharuskan untuk tetap berada di luar jendela anak-anak tersebut, tetapi di banyak situasi kita dapat segera pindah dari partisipan pasif ke yang lebih banyak keterlibatan.

Perhatikan contoh lainnya tentang partisipasi pasif. Pada kajiannya tentang kelas-kelas ballet, Hall (1976) menerima ijin untuk mengadakan observasi di enam studio ballet. Dia telah mengambil pelajaran sendiri selama enam belas tahun pada masa sebelumnya dari kehidupannya tetapi memutuskan untuk mengamati untuk tujuan-tujuan pengamat. Dia mengunjungi kelas-kelas yang telah lanjut di setiap studio selama tiga pekan, kemudian menentukan untuk mengamati tiga kelas di satu studio selama dua bulan. Dia tidak masuk ke dalam  kegiatan kelas tetapi mengambil tempat di dekatnya mengamati dan membuat catatan. Dari pengalaman sebelumnya sebagai seorang partisipan biasa, dia pindah ke mengamati dengan cara pasif ini. Selanjutnya dia mewawancarai sepuluh orang anggota dari sebuah kelas lanjut untuk melengkapi observasinya.

Partisipasi Moderat

Meningkatkan skala keterlibatan kita sampai pada gaya penelitian yang digambarkan telah digambarkan sebelumnya pada bab ini. Partisipasi moderat terjadi  bila ahli ethnografi berusaha untuk memelihara suatu keseimbangan antara menjadi seorang dalam dan orang

152

Page 153: Buku kualitatif

luar, antara partisipasi dan pengamat. Kajian Sander tentang para pemain “jackpot” atau “pinball”  (1973) merupakan salah satu contoh yang bagus dari partisipasi moderat. Dia masuk ke daerah ‘West Coast’ pool hall sebagai seorang “lontang lantung” dan “penonton permainan”, dua peran yang dia amati dapat diterima di tempat ini. Dari permulaan dia membuat catatan dengan hati-hati, merekamnya setelah kembali dari suatu perjalanan. Pada waktu dia memainkan mesin tersebut, bahkan mengembangkan kecenderungan khusus seperti yang dimainkan oleh para pemain reguler, tetapi dia tidak pernah memperoleh ketrampilan atau status dari seorang reguler.

Partisipasi Aktif

Partisipan aktif berusaha melakukan apa yang dilakukan orang lain, tetapi pada belajar yang lebih penuh peraturan atau perilaku kultural. Partisipasi aktif dimulai dengan observasi, tetapi ketika pengetahuan tentang apa yang dilakukan orang lain tumbuh, ahli ethnografi tersebut berusaha untuk mempelajari perilaku yang sama. Richard Nelson berusaha untuk menjadi seorang partisipan aktif selama penelitiannya di antar0a orang-orang Eskimo. Dia menulis: Metode utama dari pengumpulan data di seluruh kajian ini didasarkan pada observasi. Tetapi observasi tentang suatu hakekat khusus. Ini bukan “observasi partisipan” dalam arti bahwa sebagian besar anthropolog menggunakan istilah tersebut. Ini melibatkan lebih dari hidup di dalam sebuah komunitas dan berpartisipasi di dalam kehidupan sehari-hari hanya dalam ukuran bahwa seseorang selalu berada di sana untuk melihat apa yang sedang terjadi. Jenis observasi ini tanpa benar-benar terlibat sebagai bagian dari kegiatan atau interaksi yang bisa diistilahkan dengan partisipasi pasif.

Kajian sekarang ini menggunakan sebuah teknik yang saya pilih untuk disebut partisipasi “aktif” atau “penuh”. Artinya bahwa agar dapat mendokumentasikan teknik-teknik berburu dan mengadakan perjalanan di mana pengamat berusaha untuk mempelajari dan menguasainya sendiri – berpartisipasi di dalamnya pada ukuran sepenuhnya.

Jika partisipasi sepenuhnya digunakan untuk mendokumentasikan suatu teknik seperti misalnya suatu metode “/berburu”, pengamat harus belajar melakukannya sendiri dengan sekurang-kurangnya kemampuan miniml yang perlu untuk berhasil. Dalam arti, dia mengamati orang-orang lain dan belajar dari mereka, tetapi dia belajar mengamati sendiri juga. (1969:394).

Meskipun partisipasi aktif merupakan suatu teknik yang benar-benar bermanfaat, tidak semua situasi sosial memberikan kesempatan yang sama seperti yang dilakukan orang Eskimo berburu anjing laut. Pengamat belajar membuka pembedahan jantung di rumah sakit atau tarian para penari ballet profesional bisa mengalami kesulitan untuk melaksanakan kegiatan yang sama seperti mereka melakukan dengan pembedahan atau dengan cara menari ballet. Sebagian besar para ahli ethnografi dapat memperoleh beberapa bidang dalam penelitian mereka di mana partisipasi aktif adalah layak dan bahkan penggunaan yang terbatas dari teknik ini akan memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih bersar.

153

Page 154: Buku kualitatif

Partisipasi LengkapTingkat keterlibatan yang tertinggi bagi pengamat mungkin ada ketika mereka mengkaji suatu situasi di mana mereka telah menjadi para partisipan biasa. Nash (1975) naik bus setiap hari ke Universitas Tulsa dan memutuskan untuk melakukan ethnografi untuk para penumpang bus. Dia adalah seorang partisipan yang lengkap, telah mempelajari peraturan untuk menumpang bus, dan hanya mulai untuk mengadakan observasi sistematis selama proses kegiatannya lengkap setiap hari. Dalam kajian ethnografis lainnya, Nash (1977) memanfaatkan keterlibatannya lengkap dalam perjalanan yang berjarak cukup jauh untuk melakukan ethnografi dari para penumpang bus tersebut. Dia merupakan seorang partisipan yang lengkap, telah belajar tentang pergi ke rumah sakit karena, dengan cepat setelah menyelesaikan pekerjaan sarjana, dia menjadi seorang pasien. Becker mengkaji para musisi jazz, dan menulis: Saya mengumpulkan bahan untuk kajin ini dengan observasi partisipan, dengan berpartisipasi dengan para musisi pada berbagai situasi yang meningkatkan pekerjaannya dan kehidupan waktu luangnya. Pada waktu yang sama saya melakukan kajian tersebut. Saya telah memainkan piano secara profesional selama beberapa tahun dan aktif dalam lingkaran musik di Chicago (1963:83-84).

Contoh-contoh dari para pengamat tersebut yang telah mengubah situasi biasa di mana mereka merupakan anggota ke dalam latar penelitian dapat terus berjalan. Memang, dalam  sebuah artikel yang mengagumkan, “Berbagai Penelitian tentang kesempatan”, Reiner (1977) meninjau kembali berbagai kajian yang berdasarkan pada keterlibatan lengkap oleh para anthropolog dan para sosiolog, meliputi rumah tangga di kota kecil, sopir taksi, bar, departemen kepolisian, kegiatan para tawanan perang, suatu klinik penyembuhan tulang punggung, balap mobil/motor, karnaval, dan bahkan Akademi Penjaga Pantai. Pengamat permulaan mungkin ingin mengikuti contoh-contoh ini dan mencari kesempatan yang sangat dekat. Saya ingin memberikan satu kalimat peringatan: semakin banyak anda mengetahui tentang suatu situasi sebagai seorang partisipan biasa, semakin sulit untuk mengkajinya sebagai seorang pengamat. Tidak ada bukti bahwa pengamat dilahirkan dan dikembangkan di dalam kajian tentang kultur-kultur non-Barat. Semakin kurang akrab anda dengan suatu situasi sosial, semakin banyak kemungkinan anda dapat melihat peraturan yang utuh di tempat kerja tersebut.

Ketika anda membuat pemilihan terakhir tentang suatu situasi sosial untuk dikaji, pikirkanlah kemungkinan bagi keterlibatan. Teknik-teknik yang akan anda kaji dengan langkah-langkah berikut ini akan membantu anda dengan baik tentang tingkat keterlibatan anda, dari non-partisipasi ke partisipasi lengkap. Dengan menggunakan teknik-teknik ini  anda dapat menemukan pengetahuan kultural yang menjadi dasar pemikiran pertandingan gulat profesional di televisi atau peraturan kultural bagi perilaku di dalam sebuah kelas perguruan tinggi. Dan setelah anda mempelajari strategi bertanya tentang berbagai pertanyaan ethnografis, mengumpulkan data ethnografis, dan merekam serta menganalisis data tersebut, anda dapat menggunakan ketrampilan ini untuk memahami kultur tentang dunia sosial yang semakin kompleks (Spradley, 1980).

154

Page 155: Buku kualitatif

Suatu keuntungan utama dari wawancara ialah bahwa wawancara memungkinkan bagi responden untuk bergerak maju mundur dalam waktu – untuk menyusun kembali masa lalu, menginterpretasi masa kini, dan memprediksikan masa depan, tanpa meninggalkan masa sekarang. Keuntungan utama dari observasi langsung, sebaliknya, ialah bahwa observasi langsung ini memberikan pengalaman di sini dan sekarang  secara mendalam. Ketika kita mengamati dalam Effective Evaluation: Argumentasi metodologis dasar untuk observasi, selanjutnya, bisa dirangkum sebagai berikut: observasi … memaksimalkan kemampuan peneliti untuk mereka motif, kepercayaan, urusan, minat, perilaku yang tidak disadari, kebiasaan, dan sejenisnya, observasi … memungkinkan bagi peneliti untuk melihat dunia superti subjek melihatnya, untuk hidup di dalam kerangka waktu mereka, untuk menangkap fenomena di dalam dan pada urusan sendiri, dan untuk menggambarkan kultur dalam alaminya sendiri, lingkungan yang terus berjalan, pengamatan … memberikan akses reaksi emosional kepada penanya (peneliti) dari kelompok secara introspektif – yaitu, dalam arti yang sebenarnya ini memungkinkan bagi pengamat untuk menggunakan dirinya sendiri sebagai suatu sumber data; dan observasi … memberikan kesempatan pengamat untuk membangun pengetahuan tersembunyi, baik kepada dirinya sendiri ataupun para anggotya dari kelompok. (Guba & Lincoln, 1981:192).

Observasi memang merupakan suatu alat yang sangat kuat. Seperti halnya pada wawancara, observasi dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara ganda. Yang pertama, pengamat bisa bertindak dalam model seorang partisipan atau nonpartisipan; dalam contoh yang pertama, pengamat satu peran saja yang harus dimainkan, yaitu pengamat, tetapi berikutnya dia harus memainkan dua peranan secara bersamaan, yaitu pengamat dan anggota dari kelompok-kelompok resmi. Sulit untuk bertindak sebagai seorang pengamat-partisipan, jika hanya untuk alasan-alasan logis; peranan tersebut sebaiknya dialihkan kepada informan yang secara historis merupakan bagian dari konteks daerah atau lokal. Observasi bisa terbuka atau tertutup (“under cover”), tetapi tuntutan etika bahwa ketertutupan dihindari kecuali dalam keadaan yang sangat terkecuali (klaim di mana “orang dalam” memperoleh data “nyata” secara etika tidaklah memaksa). Dan observasi dapat mengambil tempat dalam latar “alam” sebagai lawan dari latar “rekaan”. Dalam beberapa hal dikotomi ini sejajar dengan dikotomi “terstruktur-tidak terstruktur” dari wawancara, dan latar alami lebih disenangi dibandingkan dengan yang rekaan dengan alasan-alasan yang sama bahwa wawancara tidak terstruktur lebih disenangi dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Dalam banyak hal peneliti tidak cukup yakin tentang apa itu bahwa dia tidak mengetahui dalam menangani latar yang lebih mengutungkan. Pembuatan rekaan latar juga bertentangan dengan prinsip bahwa fenomena mengambil arti dari konteksnya sebanyak mungkin dari semua karakteristik individu yang mereka miliki; suatu konteks rekaan tidak hanya berupa tiruan (pembuatan terhadap validitas  eksternal, untuk menempatkannya ke dalam hal-hal konvensional), akan tetapi secara tertulis mengubah fenomena yang dikaji dengan cara-cara fundamental.

Pemilihan situasi observasi diarahkan dengan prinsip-prinsip yang serupa dengan mengarahkan pemilihn tempat atau situs penelitian dan responden wawancara – purposive sampling dimaksudkan untuk memaksimalkan ruang lingkup informasi yang diperoleh. Latar kontrastif dipilih secara periodik untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan sebaik-

155

Page 156: Buku kualitatif

baiknya. Dan selama observasi tidak seintensif dan seindividualis seperti wawancara satu lawan satu, langkah-langkah yang tepat untuk membersihkan dengan penjaga, memperoleh pernyataan yang diinformasikan sepenuhnya, dan memelihara kesantunan bahasa adalah diwajibkan.

Data observasi dapat direkam ke dalam model yang mensejajarkan dengan yang ada pada pewawancara. Sebagai contoh, rekaman berupa film atau video-recording dapat digunakan untuk mendapatkan suatu rekaman lengkap tentang apa yang dilihat dan didengarkan. Observasi tidak lagi lebih banyak menghambat apa yang didengar dibandingkan dengan wawancara yang harus menghambat apa yang dilihat – sebagai contoh, isyarat nonverbal. Tetapi penggunaan perlengkapan seperti itu terkecoh dengan kelemahan dari wawancara yang direkam ke dalam tape recorder; memang kelemahan mungkin bisa menjengkelkan, karena pengamat mungkin ingin merekam komentarnya sendiri selama observasi dan komentar ini mungkin terlalu banyak didengar dan dilakukan oleh orang yang mengadakan observasi. Tetapi haruskah pengamat membatasi diri sendiri pada bentuk lain dari catatan dibandingkan dengan film atau videotape, suatu keragaman tentang model cukup tersedia, termasuk hal-hal berikut ini:

Membuat catatan, secara langsung berupa adekdotal atau diorganisir ke dalam kategori pada saat diperolehnya.

Pengalaman lapangan atau diari, serupa dengan catatan lapangan tetapi biasanya ditulis pada waktu setelah observasi yang sebenarnya.

Catatan pada unit-unit tematis, yang telah ditentukan terlebih dahulu waktunya, seperti misalnya, unit-unit yang dispesifikasikan dengan suatu teori mendasar.

Kronologis, menghitung perilaku-perilaku yang diorganisir selama batas waktu yang ketat (yaitu, mencatat masing-masing episode perilaku yang terpisah dan mencatat waktu di mana hal itu terjadi, atau membuat sebuah notasi atau catatan pada beberapa interval temporer yang ditentukan, katakanlah setiap dua menit).

Peta konteks, yaitu, peta, sketsa, atau diagram tentang konteks di mana observasi terjadi, seperti misalnya di dalam kelas, gerakan orang yang diamati dapat juga dicatat pada peta-peta tersebut.

Cantuman-cantuman menurut beberapa sistem taksonomis atau kategoris, misalnya, taksonomi atau kategori yang telah disusun sebelumnya dari awal wawancara atau catatan observasi.

Sosiometri, diagram yang berkenaan yang menggambarkan berbagai jenis interaksi (misalnya, siapa saja bermain dengan siapa) atau hubungan-hubungan (misalnya siapa menyebutkan siapa sebagai teman yang terdekat).

Wawancara debriefing, bukan ditujukan untuk responden tetapi untuk pengamat, secara tipikal digunakan setelah pengamat meninggalkan adegan, untuk mengingatkan dia tentang kategori utama tentang informasi yang harus dicatat.

Sesi debriefing, dengan anggota-anggota lain tim penelitian, juga untuk kepentingan menggambarkan dari pengamat apa yang telah dilihat dan didengar.

Skala angka (rating scales)  dan daftar cek, meskipun bentuk-bentuk ini biasanya lebih banyak dihubungkan dengan penelitian konvensional sains yang mereka

156

Page 157: Buku kualitatif

pandang sebagai pengetahuan a priori tentang apa yang bermanfaat untuk diamati (item-item harus dispesifikasikan sebelumnya).

Observasi, seperti wawancara, cenderung mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda-beda pada tahap-tahap yang berbeda dari penelitian. Sebelumnya, observasi mungkin sangat tidak terstruktur, suatu tahap yang tidak terstruktur atau pendalaman (Douglas, 1976) agar dapat memungkinkan pengamat untuk mengembangkan pengetahuan tersembunyi mereka dan untuk mengembangkan beberapa arti dari sesuatu yang bersifat permulaan atau menonjol. Selanjutnya, observasi semakin difokuskan sebagai wawasan dan informasi yang tumbuh.

Sangat bermanfaat, seperti halnya dengan data, untuk memusatkan pada satu fokus periode awal dari analisis data di antara periode-periode observasi. Untuk semua tujuan praktis, catatan lapangan dari observasi dapat dilakukan seperti yang dilakukan pada catatan lapangan selama wawancara; ini dapat disempurnakan (atau ditranskripsikan, jika direkam) dan dianalisis untuk unit dan kategori informasi awal. Kategori awal tersebut dapat diperiksa, diperluas, dan dihubungkan selama observasi berikutnya. Juga akan bermanfaat untuk memeriksa data yang muncul ini dengan beberapa orang responden untuk kredibilitasnya; para informan sebagai anggota tim penelitian telah mengumpulkan infomasi tersebut dapat ditekan ke dalam jasa-jasa untuk tujuan ini.

Isyarat-isyarat nonverbal. Komunikasi nonverbal kadang-kadang didefinisikan sebagai pertukaran infomasi melalui tanda-tanda nonlinguistik: isyarat yang kurang lebih disadari, dan bahasa tubuh, kurang atau lebih tidak disadari, semuanya tercakup ke dalam definisi ini. Para mahasiswa dari bidang-bidang yang sedang berkembang ini (Birdwhistell, 1970; Hall, 1966, Mehrabian, 1972; Gordon, 1980; Wolfgang, Longstreet, 1978) telah mendefinisikan beberapa cabang, termasuk kinesics (gerakan tubuh) proxemics (hubungan-hubungan spasial), synchrony (hubungan-hubungan berirama tentang pengirim dan penerima), chronemics (penggunaan waktu sebagai pentahapan, penyelidikan dan berhenti sebentar), paralinguistik (volume, kualitas suara, aksen, dan pola-pola infleksional, misalnya), dan haptics (sentuhan). Untungnya, ada sedikit kebutuhan bagi peneliti perlu lebih dari mengetahui secara sebab akibat dibandingkan dengan tipe-tipe ini, (dan banyak percabangannya), karena apa yang penting adalah kurangnya informasi bahwa isyarat nonverbal mengkomunikasikan bukan pemisahan yang jelas antara perilaku nonverbal seperti itu dan apa yang sedang dikomunikasikan secara nonverbal. Pengamat, dan bahkan lebih dari itu pewawancara, hanya mempunyai sedikit waktu untuk hadir dan membuat catatan tentang semua pernyataan nonverbal, tetapi peneliti dengan peran yang lain dapat mencatat hal-hal di mana perilaku nonverbal bertentangan dengan perilaku verbal, memberikan kebohongan kepadanya atau setidak-tidaknya mengajukan pertanyaan tentang kejujuran dan kelengkapannya. Pewawancara atau pengamat yang mencatat pemisahan seperti itu dapat memperolehnya (yang lebih baik tidak pada saat terjadi) agar dapat menyelidiki secara lebih mendalam ke dalam informasi tersebut selanjutnya disediakan atau diperhatikan dan sudah barang tentu informasi yang dapat ditanyakan dapat diterima pada triangulasi yang lebih kuat atau usaha penguatan lainnya. Dengan demikian isyarat

157

Page 158: Buku kualitatif

nonverbal sebaiknya digunakan dalam bentuk suplementer untuk menandai item-item informasi yang memerlukan perhatian kebih terinci lagi (Lincoln & Guba, 1985).

158