BRONKOPNEUMONIA
Rilano V. S. Umboh110111034
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim
paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Bronkopneumonia.
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-
anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan
angka kematian anak.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh
tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.
1
ISI
A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne C, 2002:57).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing( Ngastiyah, 2005).
Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian
menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobules, disebut juga
pneumonia lobaris (Whaley & Wong, 2000).
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti peradangan pada
jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus). (Arief Mansjoer).
Bronkopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau
alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian atas selama beberapa
hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing lainnya.1
B. ETIOLOGI
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikrobakteri,
mikoplasma, dan riketsia, antara lain:5
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya
tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dank arena
adanya pneumocystis crania, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002: 572 dan Sandra M.
Nettina, 2001:628).
2
C. EPIDEMIOLOGI1
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit
(1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda
dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada
pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus
tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian
pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical
Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan
perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu
sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi
sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).
D. KLASIFIKASI
1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab
umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua6
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti
ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum
penyebab hospital acquired pneumonia.6
3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang
ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya
saja.6
4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya,
kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak. ( Reeves, 2001)
3
E. PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui saluran
pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus
lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau
bronchiolus dan alveolus sekitarnya.3
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif
ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat
tahap, antara lain :3
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan
banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam
alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah fibrinosa,
lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan mengandung eksudat
fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di dalam
alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat berubah
menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur
semua.
F. MANIFESTASI KLINIK
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas selama
beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat
dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut,
kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan
penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.3
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan
adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan
4
mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah
auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang. (Ngastiyah, 2005).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
G. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.6
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
5
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
DIAGNOSIS BANDING
a. Bronkiolitis
b. Aspirasi pneumonia
c. TB paru primer
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosis dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis ( meningkatnya jumlah
neutrofil) ( Sandra M,Nettina 2001: 684).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk
pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk mendeteksi agen
infeksius (Barbara C, Long, 1996 : 435)
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa (Sandra M,
Nettina, 2001 : 684)
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba
(Sandra M, Nettina 2001 : 684)
2. Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks
6
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau
klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus
(Barbara C, Long, 1996 : 435).
Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apkah jalan nafas tersumbat oleh benda padat
(Sandra M, Nettina, 2001).
I. PENATALAKSANAAN
a. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi
pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia
selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika
(Jeremy, 2007).
b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 <
90%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada
gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi membantu bersihan sputum (Jeremy, 2007).
J. KOMPLIKASI5
Komplikasi dari bronkopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang
2. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura yang
terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
7
K. PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-
anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.4
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.4
L. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.1
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi
dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.2
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
8
PENUTUP
KESIMPULAN
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim
paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikrobakteri,
mikoplasma, dan riketsia.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas selama
beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat
dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut,
kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan
penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI (1996). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes ;
Jakarta.
2. Guyton (1994). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit : EGC penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
3. Price & Wilson. Patofisiologi Volume 2 Ed. 6 : EGC penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta
4. http://paru-paru.com/penyakit-pneumonia/
5. http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/bronkopneumonia.html
6. Hood Alsagaff, dkk (1995). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga Press
Surabaya.
10