Download - Booklet Diseminasi Akhir

Transcript

LATAR BELAKANG

Pelayanan keperawatan sesuai Keputusan Menpan Nomor 94 tahun 2001, pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup bio, psiko, sosio, dan spritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang meliputi peningkatan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Untuk itu perawat harus mampu melakukan upaya preventif, promotif, preventif. kuratif, rehabilitatif penyakit serta pemeliharaan kesehatan. Keperawatan juga mencakup kegiatan perencanaan dan pemberian perawatan pada saat sehat, sakit, masa rehabilitasi dan menjaga tingkat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang seluruhnya akan mempengaruhi status kesehatan, terjadinya penyakit kecacatan dan kematian (PPNI, 2006).Marquis & Huston (2000) menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi yaitu yang pertama adalah keperawatan klinik yang mencakup antara lain pelayanan keperawatan personal, menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan dengan klien, komunikasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, menjaga lingkungan perawatan, melakukan penyuluhan serta upaya pencegahan penyakit. Kegiatan yang kedua adalah manajemen keperawatan yang meliputi pelaksana tugas administratif seperti pengelolaan/pengurusan pasien (patient admission), pengawasan pengisisn dokumen catatan medik, membuat penjadwalan pemeriksaan/pengobatan pasien, membuat penggolangan pasien sesuai berat ringannya pemnyakit, mengatur kerja perawat perawat secara optimal sesuai kebutuhan, memonitor mutu pelayanan pada pasien maupun manajemen ketenagaan logistik keperawatan. Dimana kedua-duanya merupakan aspek penting yang harus diterapkan secara bersamaan untuk menjamin keberhasilan pencapaian tujuan pelayanan keperawatan pada khususnya dan kualitas pelayanan perawatan pada umumnya.Untuk dapat menjalankan peran dan fungsi tersebut, sesuai SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/ASK/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi pelayanan manajemen keperawatan, sehingga untuk rumah sakit umum ditetapkan seorang wakil direktur pelayanan medis dan keperawatan yang dibantu oleh kepala bidang keperawatan yang mempunyai tugas melakukan bimbingan pelaksanaan asuhan/pelayanan keperawatan, profesi keperawatan, logistik keperawatan, serta etika dan mutu keperawatan (Aditama, 2006).Sejalan dengan tingginya tuntutan masyarakat akan kualitas asuhan pelayanan kesehatan, maka diperlukan upaya peningkatan profesionalisme tenaga keperawatan yang salah satunya adalah pengembangan pendidikan tinggi keperawatan melalui Program pendidikan D-3 Keperawatan dan Pendidikan Sarjana Keperawatan dengan tujuan untuk menghasilkan ilmuwan keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan keperawatan profesional, baik sebagai pengelola pelayanan keperawatan maupun pengelola manajemen keperawatan (Nurhidayah, 2005).Model praktek keperawatan professional merupakan suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai professional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan (Hoffart & Woods,1996). Salah satu bentuk dari penerapan manajemen profesional adalah manajemen asuhan keperawatan yang saat ini sudah mulai banyak diterapkan di Rumah Sakit. Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan model dari Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) yang tujuannya memungkinkan perawat profesional dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut. Pengembangan MPKP merupakan upaya dalam memberdayakan keperawatan dalam pemberian pelayanan kesehatan, yang disesuaikan dengan visi dan misi yang diemban oleh masing-masing Rumah Sakit.Model pemberian asuhan keperawatan yang saat ini sedang menjadi trend dalam keperawatan Indonesia adalah Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dengan metode pemberian asuhan keperawatan Modifikasi Primer. Dalam hal ini, kami mencoba mengidentifikasi dan menganalisis Model Asuhan Keperawatan Profesional yang ada dan lebih cocok untuk diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan di Ruang Dahlia RS TK II Dr Soeproen.Mengingat pentingnya fungsi manajemen dalam menjamin kelancaran dan keberhasilan suatu pelayanan keperawatan, maka konsep manajemen keparawatan perlu diwujudkan secara nyata dalam tatanan praktek guna menjamin efisiensi, efektifitas, dan kualitas pelayanan keperawatan yang di berikan kepada klien.

ANALISA SWOT

ANALISA STRENGTH DAN WEAKNESSMasalahFaktor strategi InternalprioritaskonstantaP x KbobotratingSKOR

Strength (S)

1Perawat ruangan berpendidikan S1sebanyak 1 orang, D3 sebanyak 3 orang, SPK sebanyak 4 orang.1440.00333340.013333

2Perawat ruangan memiliki pengalaman kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 5 orang (35%) 2480.00666740.026667

3Ruangan memberlakukan sistem operan keliling124480.0420.08

4Terdapat handsrub di seluruh bed pasien144560.04666740.186667

5Jumlah Bed di ruang dahlia sebanyak 21 bed, sehingga sangat cukup kapasitasnya untuk melayani pasien dengan pre atau post op.184720.0640.24

6Kepala ruangan melaksanakan fungsi manajemen ruangan sebesar 94%, Katim sebesar 83,3%, PP sebesar 83,33%34120.0140.04

7Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang Dahlia sudah cukup baik dengan prosentase rata-rata 80%.44160.01333340.053333

8Perawat Dahlia diperbolehkan meningkatkan pendidikan dan skill melalui studi mandiri 64240.0240.08

9Seluruh SDM (perawat) dahlia sudah pernah mengikuti pelatihan minimal 1x94360.0340.12

10Prosentase kelengkapan proses operan sebesar 78%84320.02666740.106667

11Tersedia rak untuk penyimpanan obat pasien berdasarkan bed224880.07333320.146667

12Penomoran bed pasien tertata dengan baik dan mudah diingat234920.07666720.153333

13Sudah terdapat poster tentang 10 benar pemberian obat diruangan.214840.0720.14

14Sudah tersedia poster 5 moment cuci tangan di wastafel ruang perawat204800.06666720.133333

15Ruangan memiliki ruang isolasi khusus untuk pasien infeksius74280.02333340.093333

16Terdapat formulir pendokumentasian Kejadian Tidak Diingankan104400.03333320.066667

17Terdapat poster pengkajian resiko jatuh dan skala dekubitus 154600.0520.1

18Terdapat wastafel untuk pasien dan keluarga164640.05333330.16

19Komunikasi yang digunakan melibatkan dua arah antara kepala ruang dan perawat pelaksana ataupun ketua tim 54200.01666740.066667

20Terdapat mahasiswa praktek di ruangan 114440.03666720.073333

21Tersedia tissue untuk pengering setelah cuci tangan di ruang perawat194760.06333320.126667

22Lyst pasien dikelompokkan sesuai Dokter penanggung jawab pasien244960.0820.16

23Terdapat alarm pasien yang langsung menuju ruang perawat sehingga perawat tanggap dan cepat dalam merespon keluhan pasien 134520.04333330.13

24Tersedia tempat sampah sesuai dengan jenis sampah174680.05666730.17

TOTAL12002.66667

NoFaktor Strategi InternalprioritaskonstantaP x KBobotratingSKOR

Weakness (W)

1Di ruang Dahlia, perawat yang sudah mengikuti pelatihan dalam bidang keperawatan bedah kurang dari 50%.44160.02614440.104575

2Jumlah tenaga perawat per hari di Ruang Dahlia sebanyak 9 orang yang mana masih kurang dari kebutuhan tenaga berdasarkan rumus Gillies yaitu 12 orang1440.00653640.026144

3APD yang digunakan perawat belum lengkap54200.0326840.130719

4Tidak ada penanda khusus terhadap pasien resiko jatuh dan alergi.64240.03921640.156863

5Tidak terdapat surgical check list untuk pasien pre dan post operasi74280.04575230.137255

6Tidak terdapat ruang khusus untuk mengoplos obat114440.07189520.143791

7Beban kerja Karu dan perawat ruangan yang tinggi sehingga perawat harus bekerja rangkap (misalnya: administrasi, pengurusan kelengkapan pasien pulang)2480.01307240.052288

8Perawat tidak memberikan KIE kepada 90% pasien dan keluarga terkait kondisi pasien84320.05228830.156863

9Perawat tidak melaksanakan operan keliling dengan maksimal (mis: menanyakan kabar, keluhan saat ini, kenyamanan istirahat, perawat yang bertugas)94360.05882420.117647

10Metode keperawatan tim yang disusun tidak berjalan maksimal34120.01960840.078431

11Pendokumentasian terkait kasus plebitis dan inos tidak berjalan maksimal dikarenakan tidak adanya sistem supervisi dari kepala ruangan104400.06535920.130719

12Ferbed hanya dilakukan saat pasien pulang dan ada pasien baru, tidak setiap hari dan tidak dilakukan dekontaminasi154600.09803910.098039

13Berdasarkan observasi yang dilakukan selama 4 hari, pasien baru yang diorientasikan sebanyak 50%144560.09150310.091503

14Tidak ada peraturan khusus yang membatasi jumlah pengunjung134520.08496720.169935

15Pemberian obat oral pada pasien tidak dipantau langsung oleh perawat164640.10457510.104575

16Tidak ada perawat yang bertanggung jawab khusus untuk menjalankan program PKMRS124480.07843120.156863

17Tidak terdapat media untuk melakukan penyuluhan174680.11111110.111111

Total612 1.96732

ANALISA OPPORTUNITY DAN THREATHSNo.Faktor Strategi EksternalPrioritasKonstantaPxKBobotratingSKOR

Opportunity (O)

1Terdapat Peraturan Pemerintah tentang prinsip pelayanan prima yaitu promotif, preventif, dan kuratif yang mendukung program PKMRS 1450,07352940,294118

2Sumber pendapatan di Ruang Dahlia berasal dari Pemerintah yang diatur oleh rumah sakit tersentralisasi dari instalasi watnap yang kemudian dibagikan keruangan sesuai kebutuhan ruangan tersebut.2460,08823530,264706

3Sumber dana untuk gaji pegawai golongan Tentara dan PNS berasal dari pemerintah, sedangkan sumber dana untuk gaji pegawai Non-PNS atau honorer berasal dari rumah sakit4480,11764720,235294

4Pembagian insentif per bulan berasal dari instalasi watnap masing-masing64100,14705920,294118

5Penerimaan pegawai baru dilakukan oleh instalasi WATNAP.74110,16176510,161765

6Perawat Honorer dengan masa kerja tertentu dapat mengikuti seleksi penerimaan pegawai tetap84120,17647120,352941

7pengembangan staf berupa pelatihan, pendelegasian perawat sebagai peserta ditentukan oleh instalasi WATNAP5490,13235330,397059

8Termasuk rumah sakit tipe B yang dapat menerima rujukan BPJS sehinggga masyarakat sipil juga dapat menerima pelayanan kesehatan di Rumah Sakit ini3470,10294140,411765

Total 682,411765

No.Faktor Strategi Eksternal PrioritasKonstantaPxKBobotRatingskor

Threat (T)

1Terdapat Rumah Sakit Umum (RSU) dan Rumah Sakit Swasta yang memiliki daya saing tinggi dan pelayanan sesuai dengan standar rumah sakit tersebut.84320,22222240,888889

2Sebagian besar (64,2%) tenaga keperawatan di ruang Dahlia RST berasal dari jenjang pendidikan D3-Keperawatan, diikuti tenaga SPK (28,6%) dan S1 (7,2%). Dalam UU No. 20/2003, pendidikan D3 keperawatan masuk dalam jenis pendidikan vokasi sedangkan pendidikan perawat menempati jenis pendidikan profesional, yakni setara S1.74280,19444430,583333

3Semakin tinggi tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di ruangan yang berkualitas dan prima.54200,13888930,416667

4Masyarakat sudah sadar hukum sehingga semua tindakan medis dan keperawatan harus diketahui oleh pasien dan keluarga dengan disertai surat persetujuan tindakan keperawatan/informed consent44160,11111120,222222

5Tingginya pendidikan pasien terutama dikalangan pejabat TNI, sangat memungkinkan tingginya koreksi terhadap pelayanan Asuhan Keperawatan dan tuntutan pelayanan yang berkualitas.64240,16666730,5

6Banyaknya pengunjung atau keluarga pasien yang sering berlalu lalang di ruang Dahlia sehingga meningkatkan risiko infeksi nosokomial2480,05555640,222222

7Masih terdapat kecemasan pada klien dengan tingkat kecemasan terbanyak yaitu ringan (32,64%). Kecemasan pasien banyak terjadi pada pasien yang meghadapi operasi34120,08333310,083333

8Kesadaran keluarga terhadap cuci tangan setelah kontak dengan pasien masih kurang1440,02777840,111111

9Terdapat kebijakan dari rumah sakit yang mewajibkan pegawai untuk melakukan apel pagi sehingga mengurangi waktu operan94360.0510.05

Total1803,077778

Penghitungan SWOTSkor Faktor Internal= skor kekuatan skor kelemahan= 2,6 1,96= 0,64Skor Faktor Eksternal= skor kesempatan skor ancaman= 2,4 3,07= - 0,67

KURVA SWOT

KuadranIKuadranIII

0,64

(+) Internal(KEKUATAN)(-) Internal(KELEMAHAN)

-0,67

KuadranIIKuadranIV

(-) Eksternal(ANCAMAN)

Analisa Kurva :Dari kurva diatas, titik berada di bawah garis Kuadran II Selective Maintenance. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan Ruang Dahlia memerlukan strategi konsolidasi internal dengan melakukan perbaikan pada faktor-faktor yang menjadi kelemahan. Memaksimalkan perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk meningkatkan kekuatan, seperti:1. Kurang optimalnya penataan manajemen Ruang Dahliaa. Pemantauan timbang terima dan pre conference secara komprehensif sesuai petunjuk teknis dan pembacaan doab. Peningkatan pengetahuan tentang skill perawat dengan cara mengoptimalkan ronde keperawatan yang lebih terstruktur dan pembacaan SOP setiap Pre konferencec. Peningkatan fungsi metode modifikasi tim primer dengan cara memaksimalkan peran tenaga magang dan mahasiswa yang praktek di ruangand. Pemberian orientasi ruangan kepada setiap pasien baru2. Kurang optimalnya Program Patient Safety di Ruang Dahliaa. Pembuatan dokumentasi terkait INOS, Plebitis, resiko jatuh dan dekubitusb. Pemberian pendidikan kesehatan pengendalian INOS kepada keluarga pasien dengan cara penyuluhan dan pemasangan media di sekitar ruanganc. Pelaksanaan cuci tangan 6 langkah 5 momentd. Pemberian tanda khusus pada pasien risiko jatuh dan pasien alergi3. Kurang optimalnya Program Promosi Kesehatan Masyarakat Rumah Sakita. Pembuatan media penyuluhanb. Penerapan kegiatan penyuluhan di ruang dahliac. Penggandaan leaflet terkait penyakit bedah

PRIORITAS MASALAH DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Penentuan Prioritas MasalahTeknik prioritas masalah yang digunakan disini adalah teknik criteria matrik (criteria matrix technique), yakni teknik pemungutan suara dengan menggunakan criteria tertentu. Secara sederhana dapat dibedakan atas 5 macam yaitu: 1. Kecenderungan besar dan seringnya kejadian masalah (Magnitude = Mg)2. Besarnya kerugian yang ditimbulkan (Severity=Sv)3. Bisa dipecahkan (Managebility=Mn) 4. Perhatian perawat terhadap masalah (Nursing concern=Nc)5. Ketersediaan sumberdaya (Affordability=Af)

NoMasalahMgSvMnNcAfTotalPrioritas

1Kurang optimalnya penataan manajemen Ruang Dahlia543335403

2Kurang optimalnya Program Patient Safety5545525001

3Kurang optimalnya Program PKMRS435347202

Keterangan :5= sangat penting4= penting3= kurang penting2= tidak penting1= sangat tidak penting

Penentuan Prioritas Cara Pemecahan MasalahPrioritas cara pemecahan masalah dilakukan dengan memperhatikan aspek: 1. Besarnya masalah yang diselesaikan (Magnitude = Mg)2. Pentingnya cara penyelesaian masalah (Importancy = I)3. Sensitivitas penyelesaian masalah (Vulnerability = V)4. Biaya (Cost = C)

No.Daftar Alternatif Pemecahan MasalahMgIVEJumlahM.I.VE

1Memantau timbang terima dan pre conference secara komprehensif sesuai petunjuk teknis dan pembacaan doa344224

2Meningkatkan pengetahuan skill perawat dengan cara mengoptimalkan ronde keperawatan yang lebih terstruktur dan pembacaan SOP setiap Pre conference23344.5

3Meningkatan fungsi metode modifikasi tim primer dengan cara memaksimalkan peran tenaga magang dan mahasiswa yang praktek di ruangan.444232

4Membuat dokumentasi terkait INOS, Plebitis, resiko jatuh dan dekubitus.555341.66667

5Memberi pendidikan kesehatan pengendalian INOS kepada keluarga pasien dengan cara penyuluhan dan pemasangan media di sekitar ruangan555525

6Melaksanaan cuci tangan 6 langkah 5 moment445240

7Memberikan tanda khusus pada pasien risiko jatuh dan pasien alergi555525

8Memberikan orientasi ruangan kepada setiap pasien baru555341.66667

14Membuat media penyuluhan 44359.6

15Menerapkan kegiatan penyuluhan di ruang dahlia44359.6

16Menggandakan leaflet terkait penyakit bedah43349

Keterangan :5= sangat penting4= penting3= kurang penting2= tidak penting1= sangat tidak penting

PEMBAHASAN

1. Manajerial Dahliaa. Mengoptimalkan Preconference

Berdasarkan diagram diatas didapatkan bahwa penerapan dalam pengoptimalan pre conference setelah timbang terima tugas yakni pada saat pengkajian 0% dan menjadi 84% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 50% pada saat evaluasi. Berdasarkan hasil diskusi dengan perawat didapatkan data 100% perawat bersedia melakukan pre conference setiap harinya. Namun pada kenyataannya terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam proses dilakukannya pre conference seperti adanya visite dokter yang tidak terjadwal, panggilan tindakan dari ruangan lain (misalnya panggilan operasi dari ruang OK, panggilan cabut gigi dari poli gigi).Untuk menindaklanjuti program ini kelompok telah menyediakan list pre conference yang sistematis. Dengan ini diharapkan perawat dapat melakukan pre conference secara optimal sehingga informasi kondisi dan rencana tindakan pasien dapat berjalan sesuai rencana/program. Hal ini sesuai dengan peran perawat di masa depan yang mengharuskan berkembang seiring dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan berkomunikasi secara professional.Berkomunikasi secara professional adalah dengan berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. (Nursalam,2007)

b. Meningkatkan Pengetahuan Skill Perawat

Adanya tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, menyebabkan perawat harus berubah secara terencana dan terkendali. Salah satu teori perubahan yang dikenal dengan teori lapangan (field theory) dengan analisis kekuatan medan (force field analysis) dari Kurt Lewin (1951) dalam Asnar (2013), ada kekuatan pendorong untuk berubah (driving forces) dan ada kekuatan penghambat terjadinya perubahan (restraining force). Perubahan terjadi apabila salah satu kekuatan lebih besar dari yang lain. Pada ruangan didapatkan bahwa penerapan dalam meningkatkan pengetahuan skill perawat dengan cara pembacaan SOP pada saat pengkajian 0% pada saat implementasi mencapai 80% dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi.Ketika pengkajian didapatkan pengetahuan skill perawat hanya terbatas pada skill yang paling sering dilakukan dalam ruangan yang berarti belum ada peningkatan secara signifikan. Kelompok melakukan implementasi dengan cara membacakan kembali SOP skill perawat yang sudah diterbitkan oleh rumah sakit setiap kali pre konference, hasil dari implementasi didapatkan 80% atau hampir setiap kali preconference perawat bersedia membacakan SOP skill keperawatan. Dan pada saat evaluasi didapatkan data 0% dari pre conference yang dilakukan disertai dengan pembacaan SOP. Pembacaan SOP skill keperawatan ini juga memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar interpersonal dalam anggota tim, salah satunya adalah kebutuhan untuk meningkatkan pengetahuan berdasarkan teori dari maslow (1954) dalam Nusrsalam (2011). Kebutuhan tersebut dalam keperawatan diartikan sebagai upaya keperawatan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan dan perkembangan iptek.Dalam diskusi dengan perawat ruangan, seluruh perawat (100%) bersedia tetap menjaga keberlangsungan pembacaan SOP, namun dalam kenyataannya banyak faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya pembacaan SOP dalam preconference antara lain adanya visite dokter yang tidak terjadwal dan panggilan dari ruang OK untuk mengantar pasien operasi.

c. Meningkatkan Fungsi Metode Modifikasi Tim Primer

Selama diruangan kelompok mengamati bahwa penerapan dalam meningkatkan fungsi metode modifikasi tim primer, pada saat pengkajian 66% menjadi 100% pada saat implementasi dan bertahan dalam prosentase 100% ketika evaluasi.Pada saat pengkajian selam 6 hari, 66% perawat melakukan pembagian tim primer hal ini berdampak pada masing-masing perawat memegang secara penuh program dan rencana pasien ruangan pada hari tersebut. Pada saat implementasi 24 hari penuh saat role play kelompok menerapkan pembagian modifikasi tim primer yang melibatkan tenaga keperawatan baik dari perawat ruangan dan mahasiswa magang serta mahasiswa praktek, dimana pembagiannya adalah berdasarkan letak bed pasien pada ruang dahlia yaitu bed bagian barat yang selanjutnya disebut tim 1 dan bed bagian timur yang selanjutnya disebut tim 2. Dan selanjutnya masing-masing tim memegang program rencana pasien pada hari tersebut. Ketika modifikasi tim primer ini dilakukan kinerja perawat lebih terfokus pada tim masing- masing tetapi rencana tindakan setiap pasien dari masing-masing tim dapat dijalankan lebih efektif dan komprehensif. Menurut Gillies (2000), perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).Dari hasil evaluasi dan diskusi dengan perawat serta kepala ruangan, tugas, tindakan medis serta keperawatan lebih ringan, lebih terfokus pada rencana tindakan kepada pasien sesuai dengan bagiannya tim yang sudah dibagi. Perawat ruang bersedia untuk menerapkan metode modifikasi tim primer dalam menjalankan fungsi keperawatan ruangan yang diharapkan kinerja perawat lebih efektif dan focus. Hal ini sesuai dengan kelebihan pada penerapan metode modifikasi tim primer yaitu memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi, dan memberi kepuasan kepada anggota tim (Nursalam,2007).

d. Orientasi Pasien Baru

Berdasarkan pada hasil temuan lapangan kelompok mendapatkan data bahwa penerapan orientasi pasien baru, pada saat pengkajian 50% menjadi 100% pada saat implementasi dan tetap 100% pada saat evaluasi. Penerimaan pasien baru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat di ruang rawat inap ketika penerimaan pasien baru. Dengan tujuan pasien dan keluarga mengerti tentang aturan yang berlaku di ruang rawat inap (Watnap RST,2014).Ketika pengkajian didapatkan data 50% yang berarti selama ini di ruang dahlia hanya sebagian saja dilakukan orientasi pasien baru, hal ini berdampak pada tingkat pengetahuan pasien tentang ruangan dan berakibat penurunan tingkat kepuasan pasien. Dalam pelaksanaannya kelompok melakukan implementasi dengan cara memberlakukan orientasi kepada pasien baru sesuai dengan SOP rumah sakit yang baru dikeluarkan yaitu menjelaskan tentang ruangan, jam perawatan serta hak dan kewajiban pasien selama dirawat dengan bantuan media lembar balik, dimana dalam prosesnya didapatkan 100% atau seluruh pasien baru mendapat orientasi terhadap ruangan. Dari hasil evaluasi, perawat lebih memilih memberikan orientasi secara langsung bukan menggunakan lembar balik.Namun penyampaian isi orientasi hanya 60% dari 6 poin checklist penerimaan pasien baru.Dari hasil evaluasi dengan pasien, pasien mengatakan merasa terbantu dengan adanya orientasi seperti ini sehingga berdampak pada peningkatan pengetahuan pasien terhadap hak dan kewajiban serta aturan ruangan.

2. Penerapan PKRSPenerapan kegiatan penyuluhan

Pada saat pengkajian pada tanggal 12 Januari 2015 di ruang Dahlia selama 4 hari didapatkan bahwa penerapan kegiatan PKRS pada saat pengkajian 0% dan pada saat implementasi menjadi 75%. Dalam pelaksanaan program PKRS, kelompok mengadakan kegiatan penyuluhan hampir setiap minggu selama praktek. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat. Selain itu, kelompok juga berdiskusi dengan perawat di ruangan untuk melaksanakan kegiatan mingguan berupa program PKRS yang dilakukan setiap hari Jumat. Pada hari tersebut semua keluarga pasien dapat berkumpul di ruang belakang untuk mengikuti kegiatan ini. Pada saat implementasi, antusiasme keluarga pasien untuk mengikuti kegiatan penyuluhan sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keingintahuan keluarga terhadap penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya sangat besar. Dalam pelaksanaanya terdapat hambatan yang mempengaruhi keberhasilan program ini. Salah satunya adalah belum selesainya pembuatan media penyuluhan sehingga pada minggu pertama tidak dapat dilakukan penyuluhan. Selain itu kelompok kurang bisa mengontrol keluar masuknya keluarga pasien sehingga materi yang disampaikan tidak bisa dievaluasi secara penuh.Walaupun terdapat beberapa kesulitan dan hambatan yang dialami oleh kelompok, namun program tersebut dapat berjalan cukup baik hal ini dikarenakan peran serta perawat ruangan dan kepala ruangan yang selalu memberikan masukan untuk memperbaiki program tersebut guna terwujudnya suatu program yang lebih baik kedepannya dan dapat berkelanjutan.

3. Patient Safety Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)a. Pasien Resiko Jatuh

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pengkajian pasien resiko jatuh pada saat pengkajian 0% menjadi 90% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi.

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pendokumentasian pasien resiko jatuh pada saat pengkajian 0% menjadi 90% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi.

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan edukasi pasien dan keluarga pada saat pengkajian 0% menjadi 90% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 70% pada saat evaluasi.

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwakejadian pasien jatuh pada saat pengkajian tidak terdapat pasien jatuh, saat implementasi ada 1 pasien dan saat evaluasi tidak ada pasien jatuh.Salah satu risiko keamanan pasien selama berada dalam pelayanan di rumah sakit adalah kemungkinan pasien jatuh (fall). Morse Fall Scale (MFS) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Dengan menghitung skor MFS pada pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari pasien tersebut,

b. Pasien Resiko Dekubitus

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pengkajian pasien resiko dekubitus pada saat pengkajian 0% menjadi 90% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi.

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pendokumentasian pasien resiko dekubitus pada saat pengkajian 0% menjadi 100% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi.

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pendokumentasian pasien resiko dekubitus pada saat pengkajian 0% menjadi 100% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwakejadian pasien dekubitus pada saat pengkajian, saat implementasi dan evaluasi tidak ada pasien yang mengalami dekubitus.

Pada saat pengkajian pada tanggal 12 - 17 Januari 2015 di ruang Dahlia selama 6 hari didapatkan bahwa proses pendokumentasian kejadian dekubitus tidak dilakukan meskipun ada formulir yang baku dari Rumah Sakit. Selama implementasi didapatkan hasil bahwa terdapat 1 pasien yang mengalami dekubitus pada tanggal 21 Januari 2015.Dalam pelaksanaannya pemantauan kejadian dekubitus, kelompok menggunakan skala Bradden untuki menialai hal tersebut.Kejadian dekubitus merupakan efek dari lamanya pasien tidak melakukan mobilisasi di tempat tidur serta dikarenakan terdapatnya penekanan pada area kulit. Oleh sebab itu, kelompok membuat buku sensus harian untuk mendokumentasikan kejadian dekubitus di Ruang Dahlia. Selain itu, kelompok berdiskusi dengan perawat ruangan untuk tetap melakukan sensus harian yang dilakukan setiap hari. Selama proses implementasi, didapatkan data 3 pasien yang beresiko dekubitus dan 1 pasien dekubitus berdasarkan hasil pengkajian menggunakan skala braden. Pengkajian skala braden dilakukan saat pasien datang dan pasien post operasi dengan jenis general anastesi dan lumbal anastesi. Setelah dilakukan pengkajian menggunakan skala braden, kelopok mendokumentasikan pada buku survey harian dan mengedukasi pasien terkait pentingnya mobilisasi di atas tempat tidur untuk menghindari terjadi nya dekubitus.Selama proses implementasi, dapat disimpulkan bahwa proses dokumentasi kejadian tidak diinginkan terkait dengan pasien resiko dekubitus dan pasien dekubitus sudah optimal. Hal tersebut didukung oleh terlaksananya pengkajian pasien resiko dekubitus dengan menggunakan skala braden, pendokumentasian pada buku survey harian, dan edukasi pasien terkait resiko dekubitus.

c. Pasien Phlebitis

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan monitoring kejadian phlebitis pada saat pengkajian 0 menjadi 100% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 50% pada saat evaluasi

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa kejadian pasien phlebitis pada saat minggu 1 (12 17 Januari 2015) tidak ada, minggu 2 (19 24 Januari) ada 2 pasien, minggu 3 (26 30 Januari) ada 3 pasien, minggu 4 (2 7 Februari) ada 3 pasien dan minggu 5 (9 14 Februari ) ada 6 pasien.

Pada saat pengkajian tanggal 12-17 Januari 2015 di ruang Dahlia selama 4 hari didapatkan bahwa belum ada pendokumentasian kejadian phlebitis.Selain itu di ruangan dahlia tidak ada kegiatan monitoring lokasi insersi vena pasien. Pada saat implementasi tanggal 12 Januari 13 Februari 2015 didapatkan hasil bahwa terdapat 14 kejadian phlebitis. Dalam pelaksanaan pemantauan kejadian plebitis, kelompok memberikan tanggal pemasangan infus dan melakukan monitoring lokasi insersi serta kebersihan daerah insersi. Semua pasien yang terpasang infuse akan dikaji balutan infuse, Nyeri pada tempat tusukan, Eritema pada tempat tusukan, pembengkakan, indurasi, venous cord yang teraba, dan adanya demam. Kejadian plebitis sendiri merupakan cerminan karakter palayanan kesehatan dan infeksi nosokomial. Oleh sebab itu, kelompok menyediakan buku sensus harian untuk mendokumentasikan kejadian phlebitis.

d. Pasien Alergi

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pengkajian pasien alergi pada saat pengkajian 0% menjadi 90% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 50% pada saat evaluasi.

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan pendokumentasian pasien alergi pada saat pengkajian 0% menjadi 100% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwa penerapan mengkomunikasikan jenis alergi kepada tenaga kesehatan lain pada saat pengkajian 0 menjadi 10% pada saat implementasi dan turun kembali menjadi 0% pada saat evaluasi

Berdasarkan diagram di atas, didapatkan bahwakejadian pasien alergi pada saat pengkajian terdapat 0 orang, saat implementasi 2 orang dan evaluasi tidak ada.Pada saat proses pengkajian selama tanggal 12 17 januari 2015 berdasarkan hasil wawancara dan observasi selama 5 hari, di ruangan dahlia jika terjadi pasien alergi perawat ruangan melakukan pendokumentasian hanya melalui buku operan saja dan tidak ada tanda khusus yang ada di bed pasien. Selama proses implementasi, kelompok melakukan dokumentasi pada buku survey harian dan melakukan penandaan dengan tanda keselamatan pasien yang didalamnya terdapat penulisan pasien alergi. Jika pasien tersebut alergi maka tanda bertuliskan pasien alergi di centang sehingga petugas kesehatan lainnya dapat mengetahui bahwa pasien tersebut memiliki riwayat alergi.

SARAN

1. Timbang terima diikuti prekonference dengan pembacaan doa dan SOP diusahakan dilakukan setiap hari sesuai dengan sistematika yang ada agar 2. Pembagian tim primer dalam metode pembagian tugas harap dilanjutkan bertujuan untuk memfokuskan program kerja perawat setiap harinya yang diharapkan perawat dapat lebih paham tentang pasien masing-masing dan mengurangi jumlah total beban kerja perawat.3. Orientasi dilakukan dengan tepat dan jelas sesuai SOP agar pasien dapat beradaptasi dengan kondisi ruangan sehingga diharapkan tingkat kepuasan dari pasien meningkat.4. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan sebaiknya dilakukan secara berkala setiap minggu sekali. Pelaksanaannya sendiri dapat dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan mahasiswa praktek di Ruang Dahlia dengan tetap mendampingi mahasiswa dalam kegiatan.5. Perlu adanya penambahan media penyuluhan agar memudahkan pasien dalam menerima informasi tentang penyakitnya.6. Program ini sangat berpotensi untuk dapat diterapkan di ruangan lain dengan menggunakan metode yang sama.7. Perlu adanya kesinambungan terkait sistem regulasi antar rumah sakit dan ruangan mengenai program pasien safety.