Download - Boe Tht Boyol

Transcript

TUGAS THT

RHINORRHEA

KARANGANYAR

Oleh :Mohamed MukhrizG99131052Pembimbing :dr. Anton Christanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIKILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARETRSUD PANDANARANG BOYOLALIBOYOLALI2015

1. Keluhan utama (simptom) di bidang THT:a. Keluhan di telinga, meliputi :1) Nyeri telinga (otalgia),2) Keluar cairan dari telinga(otorrhea),3) Telinga berdenging/berdengung (tinnitus),4) Gangguan pendengaran/tuli (deafness),5) Telinga terasa penuh,6) Pusing berputar (vertigo),7) Benda asing di dalam telinga (corpal),8) Telinga gatal (itching),9) Sakit kepala (cephalgia),10) Sakit kepala sebelah (migraine).b. Keluhan di hidung, meliputi :1) Pilek/keluar cairan dari hidung (rhinorrhea),2) Hidung tersumbat (nasal obstruksi),3) Bersin-bersin (sneezing),4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala,5) Perdarahan dari hidung/mimisan (epistaksis),6) Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia),7) Benda asing di dalam hidung (corpal),8) Suara sengau (nasolalia),9) Hidung berbau (foetor ex nasal).c. Keluhan di tenggorok, meliputi :1) Nyeri menelan (odinofagia),2) Sakit tenggorokan,3) Tenggorok berlendir/banyak dahak di tenggorok,4) Sulit menelan (disfagia),5) Suara serak (hoarseness),6) Benda asing di dalam tenggorok (corpal),7) Amandel (tonsil),8) Bau mulut (halitosis),9) Tenggorok kering,10) Rasa sumbatan di leher,11) Batuk.d. Keluhan di kepala leher di luar keluhan telinga, hidung, dan tenggorok, meliputi :1) Benjolan di leher,2) Sesak nafas.(Soepardi et al., 2010)

2. Mekanisme patofisiologi rhinorrea Anatomi Hidung

Fisiologi hidung Berdasarkan Soetjipto D & Wardani RS,2007 dalam teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal b. Fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu c. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang d. Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas e. Refleks nasal.Sedangkan menurut Mangunkusumo dan Soetjipto, 2007 fungsi sinus paranasal antara lain adalah:a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning) Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak didapati pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung. b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators) Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas , melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi. c. Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. d. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah. e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. f. Membantu produksi mukusMukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

Patofisiologi Rhinovirus :Palut lendir (muocus blanket) terdapat pada sel mukosa dan menghasilkan mucus yang berfungsi menghangatkan membersihkan terutama dari partikel, bakteri maupun virus. Mukus dihasilkan oleh sel goblet dan sel epitel mukosa tersebut. Dalam kondisi normal bakteri maupun virus akan terjebak dalam mucus dan menjadi inaktiv sehingga tidak mampu menimbulkan kerusakan. Bakteri maupun virus inaktiv tersebut akan dibawa melalui mekanisme transport mukosliar kemudian dikeluarkan mealui mekanisme batuk, bersin atau tertelan. Dalam kondisi dimana daya imun rendah, virus tersebut menyerang cilia dan menyebabkan stasis. Sehingga mekanisme mucosiliar transpot terganggu. Bakteri maupun virus inaktif yang terjebak pada palut lendir lama kelamaan semakin menumpuk dan banyak sehingga akhirnya mengakibatkan infeksi dan inflamasi. Palut lendir akan terus merespon jumlah bakteri maupun virus yang semakin banyak sehingga terdapat mekanisme rhinorrhea.

Patogenesis RhinovirusRhinovirus dapat menginfeksi populasi besar dalam waktu tertentu. Transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung serta partikel aerosol. Rhinovirus menyerang reseptor utama pada tubuh manusia terutama pada ICAM-1 ( dimana paling banyak ditemukan pada nasofaring posterior). Virus tesebut menggunakan ICAM-1 sebagai reseptor baik dalam invasi sel maupun berikatan interkasi dengan sel endotel maupun leukosit. Gejala berkembang 1-2 hari setelah infeksi virus, memuncak pada 2-4 hari setelah inokulasi. Inflamasi local dapat terjadi dan menimbulkan discharge, hidung tersumbat, bersin serta nyeri menelan. Kemudian sel yang terinfeksi akan melepaskan interleukin 8, yang berperan sebagai chemotractant dimana berpengaruh pada PMN. Sehingga akan terjadi proses pengaktifan mediator inflamasi seperti prostaglandin dimana akan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sekresi kelenjar eksokrin sehingga menimbulkan gejala mirip flu.

Gejala Rhinorea di sebabkan influenza : Discharge (+) Batuk Sakit tenggorokan Hidung tersumbat Bersin Sakit kepala Malaise Biasanya disertai dengan gejala demam dan dapat timbul gejala dari gangguang gastrointestinal seperti nausea dan vomitus

3. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjangAnamnesis keluhan utama pilek1) Onset2) Kronologi/awitan3) Kualitas4) Kuantitas5) Faktor pemberat6) Faktor peringan7) Keluhan lain

Pemeriksaan FisikPersiapan Alat dan bahan: Lampu kepala, spekulum hidung, kaca laring, pinset bayonet, alat pengait benda asing hidung, spatula lidah, adrenalin 1/10.000, pantokain 2% atau xilokain 4%, dan kapas.1) Inspeksi: Simetrisitas lobang hidung kanan dan kiri Apakah hidungnya lurus Apakah ada deviasi septum nasi, apakah deviasinya melibatkanbagian atas, yang terdiri dari tulang, atau bagian bawah, yang terdiridari tulang rawan ada tidaknya kelainan bentuk hidung atau anomali kongenital tanda-tanda infeksi dan pembengkakan tanda tanda trauma adanya sekret yang keluar dari rongga hidung.2) Palpasi: untuk mengetahui ada tidaknya nyeri, massa tumor atautanda-tanda krepitasi3) Rhinoskopi anterior: Rongga hidung, luasnya lapang/sempit (dikatakan lapang kalau dapat dilihat pergerakan palatum mole bila pasien disuruh menelan) , adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut. Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda (normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau hipertrofi. Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.4) Rhinoskopi posterior: septum nasi bagian belakang nares posterior (koana) sekret di dinding belakang faring (post nasal drip) dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka media dan konka inferior. dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba, torus tubarius dan fossa rossen muller.

Hasil pemeriksaan fisik hidung Polip hidung: hidung tampak mekar, pada rhinoskopi anterior dapat terlihat massa berwarna pucat dan mudah digerakkan. Rhinitis alergi: mukosa edem, basah, livid, konka hipertrofi, secret cair banyak Rhinitis vasomotor: edema mukosa hidung, konka merah gelap, permukaan licin atau berbenjolbenjol Rhinitis atrofi: rongga hidung sangat lapang, atrofi konka Rhinitis medikamentosa: hipertrofi konka dengan secret hidung berlebih, edema tidak berkurang dengan tampon adrenalin.Pemeriksaan Penunjang1) Laboratorium darah hitung eosinofil2) Ig E total dan Ig E spesifik3) Prick test skin4) Mikrobiologi5) Nasoendoskopi6) Foto polos sinus paranasal7) CT scan

pilek

Rinitis AtrofiiGejala lain :Napas berbau, gn penghidu, sakit kepala, hidung tersumbat, Px Histopatologi:Metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, silia menghilang,, lapisan submukosa menjadi lebih tipis, kelenjar-kelenjar atrofiPx. Mikrobiologi : Klebsiella, stafilokokus, streptokokus, pseudomonas aeruginosa

Px. Rinoskopi Anterior :Atrofi konka, sekret kental, krusta berwarna hijauRinitis hipertrofiGejala lain :hidung tersumbat, mulut kering, nyeri kepala, gn tidurPx. Rinoskopi Anterior :Konka inferior hipertrofi, permukaan berbenjol-benjol,sekret banyak, mukopurulenGejala lain :Panas, kering, gatal, bersin, hidung tersumbat, demam, nyeri kepalaRinitis simpleksPx. Rinoskopi Anterior :Mukosa hidung hiperemis, bengkak,Sekret encer - mukopurulenAnamnesis

Rinitis tuberkulosaPx Mikrobiologi:BTA (+)Px Histopatologi:Sel datia langhans, limfositosis

Px. Rinoskopi Anterior :Bentuk noduler/ulkus pada septum nasi, sekret mukopurulen dan krustaRinitis jamurPx Histopatologi:hifa jamur pada lamina propriaPx kultur jamur: aspergillus, candida, histoplasma, fussarium, mucorPx. Rinoskopi Anterior :Sekret mukopurulen,ulkus/perforasi pada septum nasi dengan jaringan nekrotik kehitamanRinitis difteriGejala lain :Riwayat imunisasi tidak lengap, demam, toksemia, limfadenitis, paralisis otot pernafasan,ingus bercampur darahPx Mikrobiologi:Corynebacterium diphteriae

Px. Rinoskopi Anterior :Pseudomembran berwarna putih, krusta berwarna coklat

4. Diagnosis banding rhinorrheaa. SerousRinitis AlergiRinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.Penatalaksanaan1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoi dance) dan eliminasi.2. MedikamentosaAntihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara per oral. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topical (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat, dan triamsinolon). Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit.3. OperatifTindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirka bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.4. ImunoterapiCara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.

b. MukoidRinitis VasomotorRinitis vasomotor merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh beberapa rangsangan seperti perubahan kelembapan dan suhu atau iritasi di alam yang tidak spesifik. Hal ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan vasomotor dan juga pengaruh faktor endokrin.2,3Pada umumnya pasien dengan rinitis vasomotor mengeluhkan gejala yang dominan seperti hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung dengan posisi pasien. Selain itu juga terdapat rinore yang mukoid atau serosa.4 Gejala ini akan dicetus dan diperparah oleh pengaruh wangi-wangian (seperti parfum, asap rokok, bau cat, tinta), alkohol, makanan pedas, emosi dan faktor lingkungan seperti suhu, perubahan tekanan barometrik dan cahaya terang.3,5EtiologiPenyebab pasti terjadinya rinitis vasomotor masih belum diketahui.2 Mayoritas 75-80% dari faktor individual.6 Etiologi rinitis vasomotor diduga akibat adanya gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yaitu bertambahnya aktivitas parasimpatis dimana terjadi gangguan vasomotor atau gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang dipicu oleh zat-zat tertentu.2,4Faktor presiposisi terjadinya rinitis vasomotor yaitu :6,7a. Herediterb. Infeksi yaitu riwayat infeksi bakteri dan virus sebelumnyac. Psikologi dan emosionald.Obat-obatan yang menginduksi gejala dari rinitis seperti aspirin dan obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID), reserpin, hidralazin, guanetidin, pentolamin, metildopa, penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE), -blocker, antagonis -adrenoceptor, klorpromazin, kontrasepsi oral, nasal dekongestan topikal dan agen psikotropik.6e.Pengaruh endokrin, rinitis vasomotor terjadi saat usia muda, pubertas, selama menstruasi, kehamilan serta rangsangan seksual.Faktor pesipitasi dari rinitis vasomotor yaitu:6,7a. Keadaan cuaca, perubahan kelembapan dam suhub. Asap, asap rokok, debu, wangi-wangian dan alkohol PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada rinitis vasomotor sangat bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol.4 Menghindari faktor presipitasi yang diketahui merupakan langkah awal yang tepat dalam pencegahan terjadinya vasomotor rinitis. Pemberian antihistamin topikal pada pasien yang menujukkan gejala seperti rinore dengan bersin, post nasal drip dan hidung tersumbat.3 Pada pasien yang mengeluhkan rinore semata, pemberian antikolinergik topikal dapat menjadi langkah awal.8 Pemberian kortikosteroid topikal dapat diberikan pada pasien yang mengeluhkan hidung tersumbat dan mengalami obstruksi. Saat ini terdapat kortikosteroid topikal baru dalam larutan aqua seperti flutikason propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan dosis 200 mcg.4 Selain itu dikenal juga operasi bedah beku, elektrokauter, diatermi submukosal, laser-turbinectomy, krioterapi dan turbinektomi pembedahan sebagai penatalaksanaan rinitis vasomotor yang bersifat invasif.4 Pilihan terapi ini tidak memberikan 100% efek perubahan untuk semua gejala.9Adapun algoritme pendekatan yang disarankan dalam melakukan tatalaksana dari rinitis vasomotor dijelaskan pada gambar 1.c. Mukopurulen1) Polip NasiPolip nasi adalah suatu pseudotumor bersifat edematosa yang merupakan penonjolan keluar dari mukosa hidung atau sinus paranasalis, massa lunak, bertangkai, bulat, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung. Sering kali berasal dari sinus dimana menonjol dari meatus ke rongga hidung. Berdasarkan hasil pengamatan, polip nasi terletak di dinding lateral cavum nasi terutama daerah meatus media. Paling banyak di sel-sel eithmoidalis. Dapat juga berasal dari mukosa di daerah antrum, yang keluar dari ostium sinus dan meluas ke belakang di daerah koana posterior (polip antrokoanal).Etiologi Etiologi polip nasi belum diketahui secara pasti. Penyakit ini masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat, terutama mengenai etiologi dan patogenesisnya. Terjadinya polip nasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal : umur, alergi, infeksi dan inflamasi dominasi eosinofil. Deviasi septum juga dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempermudah terjadinya polip nasi. Penyebab lainnya diduga karena adanya intoleransi aspirin, perubahan polisakarida dan ketidakseimbangan vasomotor.Gejala dan TandaTimbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama.dimana dirasakan semakin hari semakin berat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-sembuh, sengau, sakit kepala. Pada sumbatan yang hebat didapatkan gejala hiposmia atau anosmia, rasa lendir di tenggorok. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak adanya massa lunak, bertangkai, tidak nyeri jika ditekan, tidak mudah berdarah dan pada pemakaian vasokontriktor (kapas efedrin 1%) tidak mengecil. Pada pemeriksaan rhinoskopi posterior bila ukurannya besar akan tampak massa berwarna putih keabu-abuan mengkilat yang terlihat mengggantung di nasofaring.Penatalaksanaana) Terapi Konservatif Kortikosteroid sistemik merupakan terapi efektif sebagai terapi jangka pendek pada polip nasal. Pasien yang responsif terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara aman sebanyak 3-4 kali setahun, terutama untuk pasien yang tidak dapat dilakukan operasi. Kortikosteroid spray dapat mengecilkan ukuran polip, tetapi relatif tidak efektif untuk polip yang masif Kortikosteroid topikal, intranasal spray, mengecilkan ukuran polip dan sangat efektif pada pemberian postoperatif untuk mencegah kekambuhan Leukotrin inhibitor menghambat pemecahan asam arakidonat oleh enzyme 5-lipoxygenase yang akan menghasilkan leukotrin yang merupakan mediator inflamasi.b) Terapi operatif Polipektomi intranasal Antrostomi intranasal Ethmoidektomi intranasal Ethmoidektomi ekstranasal Caldwell-Luc (CWL) Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

2) RinosinusitisRinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.10 Rinosinusitis yang terjadi pada orang dewasa diartikan sebagai inflamasi dari hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan dua atau lebih gejala, satu diantaranya harus ada penyumbatan pada hidung/obstruksi/kongesti atau discharge nasal (anterior/posterior/post nasal drip) ditambah dengan ada atau tidak nyeri tekan pada muka. Pada dewasa dapat ditandai dengan ada atau tidaknya gangguan penciuman, namun pada anak-anak ditandai dengan ada atau tidaknya batuk.11 Etiologia. Infeksi Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus, kemudian diikuti oleh infeksi bakteri yang sekunder. Virus sangat mudah menempel pada mukosa hidung yang menganggu sistem mukosiliar rongga hidung dan virus melakukan penetrasi ke selaput lendir dan masuk ke sel tubuh dan menginfeksi secara cepat. Akibat dari infeksi virus dapat terjadi edema dan hilangnya fungsi silia yang normal, maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk perkembangan bakteri. Bakteri aerob yang paling sering ditemukan, antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians, Haemophilis influenze, Neisseria flavus, Staphylococcus epidermidis. Bakteri anaerob termasuk Corynebacterium, Peptostreptococcus dan Vellonela.13b. AlergiAlergi juga dapat merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis karena alergi dapat menyebabkan mukosa udem dan hipersekresi. Mukosa sinus yang udem dapat menyumbat muara sinus dan menganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya dapat menghancurkan epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang yang mengarah pada rinosinusitis kronis.13PenatalaksanaanPenatalaksanaan dilakukan tergantung penyebabnya. Pada rinosinusitis viral dapat dilakukan dengan menghilangkan gejala dari hidung tersumbat dan rinore yang diderita, sedangkan untuk rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat dilakukan penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik untuk mngeradikasi infeksi, mencegah komplikasi dan mencegah penyakit agar tidak menjadi kronis.Menurut The European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) 2012 merekomendasikan pemberian antibiotik harus diberikan pada pasien dengan gejala yang berat seperti discaj yang bewarna, nyeri local (VAS >7), demam (>380C), peningkatan laju endap darah (LED) atau C-reactive protein (CRP) serta gejala yang timbul lebih berat dari gejala sebelumnya.11 Adapun pengobatan antibiotik seperti golongan cephalosporin (cefpodoxime, cefuroxime, cefdinir, ceftriaxone) dan amoxicillin/clavulanate potassium dapat direkomendasikan sebagai pengobatan inisial.13 Pasien dilakukan perujukan jika ditemukan beberapa kondisi sebagai berikut periorbital edema,eritema, globe dysplaced, penglihatan ganda, oftalmoplegia, pengurangan lapangan penglihatan, nyeri kepala yang hebat unilateral atau bilateral, bengkak pada bagian frontal, tanda-tanda meningitis dan tanda-tanda neurologis lainnya.11

3) Korpus AlienumEtiologi Benda asing adalah benda yang berasal dari luar (eksogen) atau dalam (endogen) tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh. Benda asing dapat masuk melalui hidung atau mulut. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah, bekuan darah, nanah, krusta, membrane difteri atau cairan amnion.14Pembagian lain juga membagi benda asing menjadi benda asing hidup dan benda asing mati. Benda asing hidup yang pernah ditemukan yaitu larva lalat, lintah dan cacing sedangkan benda asing mati yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam dan kancing baju.14Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam saluran nafas antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi yang normal, faktor fisik, faktor dental, faktor medikal dan surgikal, faktor kejiwaan, ukuran dan bentuk benda asing serta faktor kecerobohan. Benda asing dapat masuk melalui hidung dan dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus. 14PenatalaksanaanSecara prinsip benda asing yang berada pada saluran nafas diatasi dengan pengangkatan segera secara endoskopik dalam kondisi yang paling aman dan dengan trauma yang minimum. Benda asing yang berada dalam hidung dapat dilakukan pengangkatan dengan menggunakan pengait (haak) yang dimasukkan kedalam bagian hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring.Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik kedepan. Dengan cara ini benda asing itu akan terbawa keluar. Cara lain yang dapat digunakan dengan alat cunam Nortman atau wire loop.14

4) Rinitis Atrofi (Ozaena)Rinitis atrofi didefinisikan sebagai penyakit infeksi pada hidung yang kronik. Penyakit ini ditandai dengan adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka serta terdapat adanya pembentukan krusta. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mongering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.15EtiologiPenyebab rinitis atrofi belum dapat diketahui sampai sekarang. Adapun beberapa keadaan yang menjadi faktor predisposisi yang dianggap berhubungan dengan terjadinya rinitis atrofi yaitu :15 Infeksi setempat atau kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh Klebsiella ozaena. Kuman spesifik lainnya antara lain Stafilokokkus, Streptokokus, Pseudomonas dan Kokobasil. Defisiensi Fe dan vitamin A Infeksi sekunder seperti sinusitis kronis Kelainan hormon Penyakit kolagen termasuk penyakit autoimunPenatalaksanaanPenatalaksanaan rinitis atrofi lebih ditujukan dalam mengatasi etiologi dan menghilangkan gejala. Pengobatan rinitis atrofi bersifat konservatif yaitu diberikan antibiotik bersprektrum luas yang sesuai dengan uji resistensi kuman yang dikultur. Pemberian antibiotik dianjurkan harus adekuat dan lama pemberian bervariasi tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa sekret yang kehijauan.15Selain itu untuk membantu dalam menghilangkan bau busuk yang dihasilkan dari proses infeksinya, dapat diberikan obat cuci hidung yang sering diberikan yaitu larutan garam hipertonik. Larutan ini dimasukkan kedalam rongga hidungdan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan sekuat-kuatnya atau yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut. Pencucian ini dilakukan dua kali dalam sehari. Jika dengan menggunakan pengobatan konservatif tidak memberikan perbaikan, maka dilanjutkan dengan melakukan pengobatan operatif. Teknik operasi yang akan dilakukan dengan menutup lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau dengan jabir osteoperiosteal. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi turbulensi udara dan pengeringan sekret serta inflamasi dari mukosa juga berkurang.15Akhir-akhir ini dilakukan bedah endoskopik fungsional (BSEF) untuk mengatasi rinitis atrofi. Dilakukannya pengangkatan sekat-sekat tulang yang mengalami osteomyelitis dengan harapan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan drainase sinus kembali menjadi normal.15

5) Rinitis HipertrofiEtiologiRinitis hipertrofi terjadi dikarenakan adanya proses inflamasi yang disebabkan oleh infeksi berulang dalam hidung dan sinus, kelanjutan dari rinitis alergi dan rinitis vasomotor serta akibat paparan bahan iritan kimiawi dan udara kotor.15PenatalaksanaanPada penatalaksanaan rinitis hipertrofi ditujukan untuk mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rinitis hipertrofi. Terapi simtomatis hanya dapat meredakan sumbatan hidung akibat terjadinya hipertrofi konka, antara lain dapat menggunakan nitras argenti atau dengan kauter listrik . Bila tidak ada perbaikan dapat dilakukan dengan luksasi konka, frakturisasi konka multipel, konkoplasti ataupun konkotomi parsial.15

6) Rinitis TuberkulosaEtiologiRinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner. Penyakit ini meningkat seiring dengan meningkatnya kasus tuberculosis. Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk noduler atau ulkus pada hidung dan dapat mengenai tulang rawan septum bahkan dapat menyebabkan perforasi septum.15PenatalaksanaanPenatalaksanaan rinitis tuberkulosa seiiring dengan etiologinya yaitu melakukan pengobatan antituberkulosis dan diberikan obat cuci hidung untuk menghilangkan sekret dan bau yang berada pada hidung.15

7) Rinitis JamurEtiologiRinitis akibat jamur dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan bersifat invasive atau non invasif. Rinitis jamur non invasif dapat menyerupai rinolith dengan inflamasi mukosa yang lebih berat, sedangkan rinitis jamur tipe invasive ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Adapun jamur penyebab rinitis jamur yaitu Aspergillus, Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor.Aspergilosis merupakan infeksi jamur paling sering yang menyebabkan rinitis kronik spesifik dengan koloni jamur yang terdapat dalam sinus paranasal.15PenatalaksanaanPenatalaksanaan rinitis jamur non invasif dapat dilakukan dengan mengangkat bola jamur (fungus ball). Pemberian obat anti jamur untuk non invasif tidak begitu diperlukan, sedangkan untuk pengobatan rinitis jamur invasif dapat diberikan anti jamur oral dan topikal yang bertujuan untuk mengeradikasi agen penyebabnya. Obat cuci hidung dapat diberikan untuk pembersihan hidung dari krusta-krusta yang lengket. Khusus untuk rinitis jamur invasif perlu dilakukannya tindakan debridement sebelumnya untuk mengangkat seluruh jaringan yang nekrotik dan tidak sehat sehingga tidak akan terjadi proses destruksi tulang yang lebih lanjut.15

d. Bercampur DarahNeoplasma SinonasalEtiologiFaktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain : 1. Penggunaan tembakau Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok pipa, mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar penyebab kanker pada kepala dan leher.2. Alkohol Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor resiko kanker kepala dan leher.3. Inhalan spesifik Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk diantaranya adalah : a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan tepung. b. Debu logam berat : kromium, asbes c. Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium d. Uap pelarut yang digunakan dalam memproduksi furniture dan sepatu. 4. Sinar ionisasi : Sinar radiasi; Sinar UV5. Virus : Virus HPV, Virus Epstein-barr 6. Usia Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun hingga 85 tahun.7. Jenis Kelamin Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita.

5. Pilihan Obat untuk meringankan atau menghilangkan gejala rinorrhea berdasarkan Formularium Nasional 2014a. Antipiretik: Parasetamol sebagai antinyeri bekerja sebagai inhibitor untuk prostaglandin. Prostaglandin adalah bahan kimia dalam tubuh yang membawa pesan rasa nyeri ke otak. Sediaan: tab 500 mg, sir 120 mg/5 mL.

b. Anti Inflamasi Non Steroid: Ibuprofen dapat meredakan rasa sakit ringan hingga menengah serta mengurangi inflamasi yaitu mengurangi nyeri dan menurunkan demam. Sediaan: tab 200 mg, tab 400 mg, sir 100 mg/5 mL, sir 200 mg/5 mL

c. Antihistamin: Cetirizine berkompetisi dengan histamine pada reseptor H1. tablet 5mg, 10mg. Digunakan untuk alergi perennial, alergi musiman, dan vasomotor rhinitis. Meredakan keluhan pilek, urtikaria, angioedema, reaksi anafilaksis, pruritus, dan konjungtivitis alergi. Sediaan: tab 10 mgd. Kortikosteroid Sistemiki. Metil prednisolone : Mengurangi inflamasi dengan mensupresi migrasi leukosit polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas kapiler. Sediaan: tab 4 mg, tab 8 mg, tab 16 mg, inj 125 mg/vial.ii. Prednisone : menurunkan inflamasi dengan mencegah peningkatan permeabilitas kapiler dan mensupresi sel PMN. Sediaan tab 1mg, 5mg, 10mg, 20mg, 50 mg. Digunakan untuk polip hidung, asma akut, alergi, giant cell atritis.iii. Dexametasone : Mengurangi inflamasi dengan mensupresi migrasi leukosit polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas kapiler. Tab 0.5 mg, 1mg, 2mg. 6mg. injeksi 4mg/ml, 10mg/ml. digunakan untuk inflamasi, cerebral edema, kondisi alergi, polip nasi.e. Antibiotiki. Penisilin: Amoksilin, Amoxicilin clavulanat. Antibiotik yang berkerja secara sensitive melawan bakteri dengan mencegah biosintesis dari dinding sel mukopeptide. Untuk sinusitis bacterial akut, lower respiratory track infection. Sediaan: tab 250 mg, tab 500 mg, sir kering 125 mg/5 mL, sir forte 250 mg/5 mLii. Cepalosporin : Ceftriaxone. Mengikat penicillin binding protein, yang menghentikan sintesis dinding bakteri dan menginhibisi pertumbuhan bakteri. Sediaan: serb inj 1.000 mg/vialiii. Flouroquinolone : Levofloxacin merupakan antibiotic spectrum luas dengan aktifitas melawan bakteri gram negative dan positif aerobic. Obat ini menghentikan sintesis DNA bakteri dengan menginhibisi DNA gyrase. Sediaan: tab 500 mg.DAFTARPUSTAKAKamus Kedokteran Dorland.EGC.edisi ke 31. 2010:19911. Adam, Boies, Higler. Rinitis vasomotorik. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.Jakarta: EGC. 1997:218-192. Patricia W, Wheeler MD, Stephen F. Vasomotor rhinitis. Kentucky : American Academy of Family Physicians Publishing. 2005. 3. Irawati N, Poerbonegoro NL, Kasakeyan E. Rinitis vasomotor. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007:135-374. Druce HM. Allergic and nonallergic rhinitis. Dalam : Middleton E jr, Ellis EF, Yunginger JW, Reed CE, Adkinson NF, Busse WW,edisi Allergy principles and practices.Edisi ke 5. St.Louis:Mosby.1998:1005-165. Garay G. Mechanism of vasomotor rhinitis.France:Journal of Allergy.2004:4-106. Downtown D, Blau JN. Vasomotor rhinitis in a synopsis of otolaryngology. Edisi ke4. Bristol:Wright.1985:230-31.7. Dolovich J, Kennedy L, Vickerson F, Kazim F. Control of the hypersecretion of vasomotor rhinitis by topical ipratropium bromide. J Allergy Clin Immunol.1987;274-8.8. Ellen A, Jaatun, Claude L. Radio-wave therapy of inferior turbinates for treatment of intractable vasomotor rhinitis-a clinical study of the subjective long term outcome. Clinical Medicine and Diagnostics. Norway.2012;1-5.9. Endang M,Damajanti S. Sinusitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007: 150-410. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl.2012 Mar(23):1-298.11. Paul C, Potter MD, Ruby P. Indication, efficacy and safety of intranasal corticosteroids in rhinosinusitis. WAO Journal.Tokyo.2012:14-17.12. Dewey C, Sched MD, Robert M. Acute bacterial rhinosinusitis in adults: part II.treatment. American Academy Family Physician.Oklahoma.2004:1711-12.13. Junizaf MH. Benda asing di saluran nafas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007: 259-26514. Wardani RS, Mangunkusumo E. Rhinorea, infeksi hidung dan sinus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2007:139-143.

24