Download - Bindo Jadi Yes

Transcript

UNSUR INTRINSIK

Sinopsisnovel Ronggeng Dukuh Paruk bercerita tentang seorang perempuan

bernama Srintil. Ia diangkat menjadi ronggeng di sebuah kampung terpencil, miskin dan tertinggal bernama Dukuh Paruk. Adalah Ki Sacamenggala, leluhur mereka yang konon membangun perkampungan tersebut dan sengaja menjauh dari keramaian untuk mencari ketenangan.

srintil sejak bayi menjadi yatim piyatu. Orang tuanya meninggal karena tempe bongkrek beracun yang mereka buat sendiri. Akibat tempe bongkrek tersebut itu pun, hampir sebagian warga Dukuh Paruk meninggal, termasuk salah satunya ibu dari teman sepermainan Srintil, Rasus. Namun, kematian ibu Rasus belum jelas kebenarannya karena mayatnya yang tidak pernah kembali. Karena rasa penasaran dan kerinduan yang bersar terhadap ibunya, rasus yang hanya dibesarkan oleh neneknya sendiri, memimpikan sosok ibunya dalam diri Srintil. Ia sangat menghormati dan menyayangi temannya itu.

Namun, sejak Srintil diserahkan oleh kakeknya terhadap sepasang dukun ronggeng yaitu Kartareja dan istrinya, Rasus kehilangan sosok ibunya dalam diri Srintil. Terlebih saat Srintil harus melakukan salah satu ritual untuk menjadi ronggeng yaitu malam bukak kelambu, Rasus semakin kehilangan rasa hormatnya kepada perempuan itu. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi dari kampung miskin yang telah merebut Srintil darinya itu.

Tema

Pencarian Rasus akan sosok ibunya yang telah meninggal dalam diri seorang ronggeng bernama Srintil.

Alur

1. Perkenalan

Perkenalan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dimulai dengan memperkenalkan para

tokoh seperti Rasus, Srintil, Santayib, dan Sakarya. Pengenalan dengan menceritakan

kehidupan Rasus dan Srintil ketika masih kecil yang harus di tinggal oleh kedua orang tua

mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek yang menimpa warga Dukuh

Paruk. Kemudian menceritakan perihal kematian Emak Rasus dan kehidupan Ki

Secamenggala, dalam hal ini emak rasus, nenek rasus, kartareja, Nyai kartareja

diperkenalkan. Setelah itu membicarakan tentang sayembara bukak klambu, pada hal

ini Dower dan Sulam diperkenalkan. Pada bagian akhir tokoh utama dibicarakan, dalam

hal ini Sersan slamet dan Kopral Pujo diperkenlakan.

2. Timbulnya Konflik

Konflik awal yang terdapat pada novel Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu

malapetaka keracunan tempe bongkrek yang membunuh sebagian

masyarakat Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh paruk yang

terakhir serta penabuh gendang. Rasus juga mengalami malapetaka

tersebut. Munculnya konflik utama ditandai ketika srintil mulai menjadi

ronggeng baru, saat itu kehidupan srintil mulai berubah. Dari yang dulunya

sering bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi setelah menjadi

ronggeng dia sudah tidak ada waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu

Rasus mulai renggang dengan srintil, wanita yang disukainya.

3. Peningkatan konflik

Peningkatan konflik ditndai dengan pengembangan konflik utama dengan kuat pada

tengah cerita, yaitu ketika srintil harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi seorang

ronggeng, syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu. Sebuah syarat

yang akan menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan kebencian

yang mendalam bagi rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh paruk.

4. Klimaks

Puncak permasalahan terjadi ketika srintil telah menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk.

Itu tandanya srintil menjadi milik orang banyak dan rasus sebagai seorang laki-laki yang

menyukainya harus merelakan.

5. Pemecahan masalah atau Penyelesaian

Penyelesaian bagian pertama novel RDP yaitu ketika Rasus pergi

meninggalkan Dukuh. Rasus merasa dukuh paruk bertindak semena-mena

dan hanya menciptakan kesengsaraan baginya. Sebagai seorang anak yang

menghubungkan diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat

noda dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan.

Pilihan-pilihan itulah yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang

Srintil, asal-usul ibunya, dan juga tujuan hidupnya.

LatarLatar Tempat•Dukuh Paruk.

“Dua pululuh tiga rumah berada di pendukuhan itu, di huni oleh orang-orang seketurunan. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya”(Ronggeng Dukuh Paruk: 10)•Di tepi kampung

“Di tepi kampung ini menjadi latar rasus dan temannya Darsun dan Warta mencabut batang singkong yang menjadi cerita pertama yang terdapat dalam novel” (Ronggeng Dukuh Paruk: 10).

• Pasar Dawuan“Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan, aku

menganggap nilai-nilai yang kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku pula di semua tempat (Ronggeng Dukuh Paruk: 84).”• Di Hutan“Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai.”(Ronggeng Dukuh

Paruk: 95)• Di Rumah Sakarya“Dengan atap seng pemberian lurah Pecikalan, rumah Sakarya

kelihatan paling menonjol di Dukuh Paruk.”(Ronggeng Dukuh Paruk: 101)

• Di Beranda Rumah Nenek Rasus

“aku duduk berdekatan dengan Srintil di beranda rumah nenekku sendiri.” (Ronggeng Dukuh Paruk: 103

• Di pelataran yang membatu di bawah pohon nangka

“Di bawah pohon nangka itu mereka melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri.” (Ronggeng Dukuh Paruk: 13).

• Di halaman rumah Kartareja

“Maka pagi-pagi warga Dukuh Paruk, tiada kecualinya, sudah berkumpul di halaman rumah Kartareja.” (Ronggeng Dukuh Paruk: 45)

• Di Pekuburan Ki Secamenggala

“Mereka akan mengiring Srintil dari rumah itu sampai ke makam Ki Secamenggala.” (Ronggeng Dukuh Paruk: 46)

Latar Waktu

• Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu sampai matahari

menyentuh garis vakrawala.” (Tohari,Ahmad, 2008:7)• Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang

keluar halaman...” (Tohari,Ahmad, 2008:7)• Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat mencect si rumpun

aur di belakang rumah.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)

Latar Suasana

• Ceria “ Ketiganya patuh, ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai

matahari menyentuh garis cakrawala.” (Halaman 7)• Takjub “ penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit....” (Halaman

10)• Panik “ Dalam haru-biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai di

teriakkan orang.” (Halaman 13)

Penokohan

• Srintil :• Penakut. “masih merangkulku kuat-kuat, Srintil mengisak,…kurasakan tubuhnya

hangat dan gemetar”• Kekanak-kanakan. “tetapi Srintil tidak malas melakukan perbuatan yang lucu dimata

orang-orang Dukh Paruk. Bercengkrama dengan anak-anak gembala….”• Perindu “sementara Srintil yang tidak tahu menahu soal malapetaka tempe

bongkrek itu hanya teringat akan Rasus….”

• Rasus : • Pemberani “….ketika perampok itu membelakangiku, aku maju dengan hati-hati.

Pembunuhan kulakukan untuk pertama kali….”• Imajinatif “...penampilan Srintil membantuku mewjudkan anganku tentang pribadi

perempuan yang telah melahirkanku”.• Penurut “Kalau demikian penilaian sersan, maka aku hanya menurut.”

• Sakarya :• Pemarah “apa sampean tidak mengerti semua ini terjadi karena ada sesuatu antara

cucuku dan Rasus? Kata Sakarya, nadanya menuduh….”• Terkejut/kaget “Sakarya terperanjat. Kata-kata bakar tak diduganya sama sekali.

Kata-kata itu mengandung penghinaan….” • Kartareja :

• Penuh kebimbangan “kesulitan pertama yang dihadapi Kartareja bukan masalah bagaimana memperbaiki alat musiknya, melainkan bagaimana dia mendapat para penabuh…”

• Bangga “siapa yang akan menyalahkan Kartareja bila dukun ronggeng itu merasa telah menang secara gemilang….”

• Licik “jangan keliru yang asli buat Sulam. Lainya buat Dower, kata Kartareja….”

• Nyai Kartareja :• Mudah gelisah “di rumahnya Nyai Kartareja mulai merasa was-was karena ternyata

Srintil tidak segera mengikutinya pulang…..”

SUDUT PANDANG• Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam penulisan

novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini menggunakan sudut pandang penulis sebagai orang ketiga serba tahu karena pengarang berada di luar cerita. Sebagai bukti, pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga seperti adanya kata “dia” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.• Pada bagian akhir novel, sudut pandang orang pertama sebagai

pelaku utama dengan bukti adanya kata “aku”.

AMANAT• Janganlah menilai orang lain dari sisi luar saja tanpa mengetahui sifat

dan perilakunya.• Sebaiknya seorang wanita harus dapat menjaga keperawanannya

sebelum menikah.• Manusia hendaknya percaya akan adanya Tuhan dan jangan percaya

pada tahayul.• Selalu tabah dalam menjalani hidup.• Jangan mudah terlena dengan kehidupan duniawi karena suatu saat

segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat menghancurkan masa depan.

  Gaya Bahasa

Majas Personifikasi“Burung-burung seling yang hitam pekat dan burung katik yang hijau, hinggap dalam kelompok-kelompok. Mereka membisu sambil berjemur menanti hangatnya udara pagi sebelum terbang mencari makanan di tempat lain.”

Ahmad Tohari dilahirkan di desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan formalnya hanya sampai SMAN II Purwokerto. Namun demikian beberapa fakultas seperti ekonomi, sospol, dan kedokteran pernah dijelajahinya. Semuanya tak ada yang ditekuninya.Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya yang mewarnai seluruh karya sastranya.

Lewat trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (dua yang lainnya Lintang Kemukus Dinihari dan Jentera Bianglala ), ia telah mengangkat kehidupan berikut cara pandang orang-orang dari lingkungan dekatnya ke pelataran sastra IndonesiaSesuai tahun-tahun penerbitannya, karya Ahmad Tohari adalah Kubah (1980), Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dinihari (1984), Jentera Bianglala (1985), Di Kaki Bukit Cibalak (1989), Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1990), Lingkar Tanah Lingkar Air (1993), Bekisar Merah (1993), dan Mas Mantri Gugat (kumpulan kolom, 1994).Karya-karya Ahmad Tohari telah diterbitkan dalam bahasa Jepang, Cina, Belanda dan Jerman. Edisi bahasa Inggrisnya sedang disiapkan penerbitannya.

Nilai-nilai

• Nilai budaya1. Budaya penari tayub khususnya ronggeng di sebuah pedukuhan yang

masih sangat tertinggal bernama Dukuh Paruk.Bukti : “Dukuh Paruk tanpa ronggeng, bukanlah Dukuh Paruk.”2. Budaya berkata serta berperilaku yang kurang senonoh.Bukti : Dulu, dunia bagiku adalah Dukuh Paruk dengan sumpah

serapahnya, dengan kemelaratannya dan dengan kecabulannya yang sah.

• Nilai ekonomiKemiskinan masyarakat Dukuh ParukBukti : “Mereka makan gaplek. Anak-anak makan nasi gaplek.

Karbohidrat yang terkandung dalam singkong kering itu banyak rusak”• Nilai moralkurangnya semangat untuk memperbaiki kehidupan di Dukuh ParukBukti : “Di belakangku Dukuh Paruh diam membisu. Namun segalanya

masih utuh di sana: keramat Ki Secamenggala, kemelaratan, sumpah serapah, irama calung, dan seorang ronggeng.” (RDP: 107)