Download - Benign Prostat Hyperplasifefef

Transcript

BENIGN PROSTAT HYPERPLASI

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior

buli-buli dam membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu

uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.

Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. McNeal

(1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona ,antara lain : zona perifer, merupakan

70 % bagian volume dari kelenjar prostat dewasa muda, zona sentral, sebanyak 25 %, zona

transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia

prostat berasal dari zona transisional, 60 – 70 % pertumbuhan karsinoma prostat (CaP) berasal

dari zona perifer, 10 – 20 % berasal dari zona transisional dan 5 – 10 % dari zona sentral(McNeal

et al, 1988).2

EPIDEMIOLOGI

BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan insidennya

berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH menunjukkan peningkatan kira-

kira sebanyak 20% pada pria dengan umur 41-50 tahun, menjadi 50 % pada pria dengan umur

51-60 tahun dan menjadi > dari 90% pada pria > dari 80 tahun(Berry et al, 1984).1,2 Walaupun

bukti klinis dari penyakit lebih jarang muncul, gejala dari obstruksi prostat juga berhubungan

dengan umur. Pada umur 55 tahun, kira-kira sebanyak 25% pria mengeluhkan gejala voiding

symptoms. Pada umur 75 tahun, 50% dari pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan

jumlah dari pembuangan urin. Faktor resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa

hasil studi menyebutkan predisposisi genetik dan beberapa studi lainny memberi perhatian

pada perbedaan ras. Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang telah menjalani

operasi pembedahan BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika dari penyakit. Bentuk ini

paling banyak merupakan bentuk autosomal dominan trait(Sanda et al, 1994).2,4

ETIOLOGI

Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa

penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor yang erat

kaitannya dengan BPH yaitu; peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging

(menjadi tua) (McConnell, 1995). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya

hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya ketidakseimbangan antara

estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, 4) berkurangnya

kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.2,3,4

1) TEORI DIHIDROTESTOSTERON

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalan sel prostat oleh

enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk

berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHT-RA pada inti

sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi

pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada

BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,

aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal

ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi

sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2) KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA ESTROGEN – TESTOSTERON

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen

relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.

Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi

sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap

rangsangan hormon androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel

prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat

yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih

besar.

3) INTERAKSI SEL STROMA DAN EPITEL

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator (grwoth factor)

tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-sel

stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma

itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara

parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel

stroma.

4) BERKURANGNYA KEMATIAN SEL PROSTAT

Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi

kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan

difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada

jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.

Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan

jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya

jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat

secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa

prostat.

5) TEORI SEL STEM

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.

Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang mempunyai

kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada

keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang

terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel

pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi

produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

ANATOMI & FISIOLOGI

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan

rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3

x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskuler dan

glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona

transisional, zona preprostatik sfingter dan zona anterior (McNeal 1970). Secara histopatologik

kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas

otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.1,2

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan

ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk

kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan

prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat.2,4

Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus

prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik

dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2 ). Stimulus parasimpatik

meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik

menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat

ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat dan

leher buli-buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan

simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut.4

Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat

membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

PATOFISIOLOGI HIPERPLASIA PROSTAT

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesike. Untuk

dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi

oto detrusor, tarbekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan

struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih

sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala

prostatimus.1,2,3,4

Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali

pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran

balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh

ke dalam gagal ginjal.

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikel

Buli-buli Ginjal dan Ureter

- Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko ureter- Trabekulasi - Hidroureter- Selula - Hidronefrosis- Divertikel buli-buli - Pionefrosis

- Gagal ginjal

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan

oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh

tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-

buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada

prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat

menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat

dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi

komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai

penyebab obstruksi prostat.2,4

GAMBARAN KLINIS

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di

luar saluran kemih.

KELUHAN PADA SALURAN KEMIH BAWAH(LUTS)

”Lower Urinary Track Symptom” terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti

terlihat pada tabel di bawah.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,

beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan

dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International

Prostatic Symptom Score (I-PSS).

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan

miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan

keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu

dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, (1) Ringan : 0 -7 – Watchfull waiting, (2)

Sedang : 8 - 19 – Medikamentosa, (3) Berat : 20 - 35 – Operasi. Timbulnya gejala

LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu

saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi

OBSTRUKSI IRITASI

HESITANSI

PANCARAN MIKSI LEMAH

INTERMITENSI (Kencing tiba-tiba

berhenti dan lancar kembali)

MIKSI TIDAK PUAS

TERMINAL DRIBBLING ( Menetes

setelah miksi)

Frekuensi ( Anyang-anyangan)

Nokturia ( Sering kencing

malam hari)

Urgensi ( Merasa ingin kencing

yang tidak bisa ditahan)

Disuria ( Rasa tidak enak saat

kencing)

yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya

didahului oleh beberapa faktor pencetus antara lain : (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh

yaitu pada cuaca dingin,menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau

minuman yang mengandung diuretikum (alkoholo, kopi), dan minum air dalam jumlah yang

berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual

atau mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat

menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain

: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.1,2,4

GEJALA PADA SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa

gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda

hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

GEJALA PADA LUAR SALURAN KEMIH

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau

hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba

massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang

selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan pertanda dari inkontinensia

paradoksa. Pada DRE (direct rectal examination) diperhatikan : (1) tonus sfingter ani/refleks

bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2) mukosa

rektum, dan (3) keadaan prostat: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,

simteris antara lobus, volume prostat dan batas prostat(batas atas, kiri dan kanan, sulcus

teraba/tidak).2,4

Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal

seperti meraba ujung hidung, halus, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul;

sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di

antara lobus prostat tidak simetris.4

DIAGNOSIS BANDING

Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperi striktur uretra, contracture

leher buli-buli, batu buli-buli atau karsinoma prostat (CaP) harus ditunjukkan saat melakukan

evaluasi laki-laki dengan kecurigaan BPH. Riwayat melakukan tindakan pada saluran kemih,

radang atau trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan striktur uretra atau

contrrcture leher buli-buli. Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan batu buli-buli.

CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan DRE atau elevasi dari kadar penanda

tumor PSA. Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti pada iritatif BPH, bisa

diidentifikasi dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin; bagaimanapun juga infeksi saluran

kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.2,4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman

yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa

antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai

saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk ,mencari kemungkinan

adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli

(buli-buli neurogenik).1,2,3

PENCITRAAN

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya

batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh

terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan IVP dapat

menerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter

atau hidronefrosis, (2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya

indentasi prostat/”filling defect” (pendesakan buli-bli oleh kelenjar prostat) atau ureter

disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi

pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini

sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.2,3

PEMERIKSAAN LAIN

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat :3,4

Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat diukur

dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan

pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.

Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan

menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)

atau dengan alat uroflometri ysng mrnyajikan gambaran grafik pancaran urine.

Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum

oancaran, dan volume urine yang dikemihkan.

PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang

mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun

atau hanya dengan nasehat dan konsultas saja. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat

adalah (1) memperbaiki keluhan miksi (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi

obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi

volume residu urine setelah miksi, dan (6) mencegah progresifitas penyakit.2,4

Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Obsevasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull

waiting

α adrenergik

inhibitor

α reduktase

inhibitor

Fitoterapi

Hormonal

Prostatektomi

terbuka

TURP

TUIP

TULP

Elektro

vaparosasi

TUBD

TUMT

Stent Uretra

TUNA

WATCHFULL WAITING

Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu keluhan ringan

yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun dan hanya

diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,

misalnya :

1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam

2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat)

3. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin

4. Kurangi makanan pedas dan asin, dan

5. Jangan menahan kencing terlalu lama

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah

menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau

uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek, perlu dipikirkan memilih terapi lain.2,3,4

MEDIKAMENTOSA

Tujuan terapi ini adalah untuk :2,4

1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab

obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat α-adrenergik (adrenergik α

blocker)

2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar

hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.

3. Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang

mekanisme kerjanya belum terlalu jelas.

PENGHAMBAT RESEPTOR ADRENERGIK α

Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik

alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat

alfa tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi

keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena komplikasi sistemiknya,

antara lain hipotensi postural dan kelainan kardiovaskular lain.

Diketemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi beberapa penyulit

yang diakibatkan oleh fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1

ini adalah : Prazosin yang diberikan 2x/hari, Terazosin, Afluzosin dan Doksazosin yang diberikan

1x/hari. Obat-obatan ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik-α-1A, yaitu

Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat dan obat ini dilaporkan mampu

memperbaiki keluhan pancaran miksi tanpa menimbulkan kardiovaskuler.2,3,4

PENGHAMBAT 5α-REDUKTASE

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosterone (DHT) dari

testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5α-reduktase didalam sel-sel prostat. Menurunnya

kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.

Dilaporkan bahwa pemberian obat ini, Finasteride 5mg/hari yang diberikan 1x setelah

enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%.3,4

FITOFARMAKA

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala

akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang

mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan

fitoterapi bekerja sebagai: anti- estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone

binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth

factor (IGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflammasi, menurunkan

outflow resistance dan memperkecil volume prostat.

Diantara fioterapi yang banyak digunakan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens,

Hypaxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.2,3,4

OPERASI

PEMBEDAHAN

Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang saat ini yang paling baik adalah

pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan

jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi

Pembedahan mempunyai indikasi pada pasien BPH dengan:1,2,4

1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

2. Mengalami retensi urine, > 2 x

3. Infeksi saluran kemih yang berulang

4. Hematuria, > 2 x

5. Gagal ginjal

6. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian

bawah

PEMBEDAHAN TERBUKA

Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu

melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika. Freyer melalui

pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakan

yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif dan efisien sebagai terapi

BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal

(Freyer) atau retropubik infravesikel (Millin). Dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100

gr).

Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia urine

(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%) dan kontarktor leher buli-buli (3-5%)

PEMBEDAHAN ENDOUROLOGI

Saat ini tindakan TURP (Trans Uretral Recection Prostat) merupakan operasi yang paling

banyak dilakukan di seluruh dunia. Disenangi karena tidak memerlukan insisi pada kulit perut,

massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan operasi

terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga

elektrik TURP atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi

(TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.

TURP (Transuretral Resection of the Prostate)

Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan

(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan

yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi

hantaran listrik saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O

steril (aquades).

DAFTAR PUSTAKA

1. Potts, J.M. Essential Urology: A Guide to Clinical Practice. Humana Press Inc., Totowa, NJ.

Pg 191

2. Schwartz.Manual of Surgery,in Urology, Benign Prostatic Hyperplasia.Mc Graw Hills

Companies. 2006. Pg. 1061

3. Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Students 6th edition in cavitas Pelvis Part

II.Lippincot William & Wilkins Inc. 2006. USA. Pg.350-352.

4. Presti JC. Smith’s General Urology, in Neoplasm of The Prostate Gland. 16 th edition. USA :

Lange Medical Books/McGraw-Hill Company, 2004. Pg.399-420

5. WebMD, Men’s Health, Human Anatomy section, topic of Prostate Gland, Subject of

Prostate Picture, Definition, Function, Condition, Test, and Treatment. Last reviewed on

April 28th 2010 by WebMD, downloaded from http://men.webmd.com/picture-of-the-

prostate. on March 17th 2015.

6. UNSW Embriology, Categories of Genital, Prostate, Subject of Prostate development

Overview. Last modified on October 28th 2010 by Dr Mark Hill, downloaded from

http://php.med.unsw.edu.au./embryology/index.php/title=prostate_development on March

17th 2015

7. M. Hanno, Phillips. Malkowicz, Bruce S. Wein, Alan J. Clinical Manual of Urology Third

Edition. McGraw Hill International Edition. 2001.