SISTEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA
Disusun Oleh: Nita Zakiyah
1. Pendahuluan
Pembicaraan mengenai pengajaran bahasa tidak bisa dilepaskan dari konteks pembelajaran
bahasa. Keduanya berkait erat dan melibatkan berbagai komponen yang jumlahnya banyak. Intinya
adalah bahwa proses belajar mengajar bahasa itu bukan hal yang sederhana dan tidak bisa diamati
sekedar sebagai potongan-potongan kegiatan mengeluarkan dan menimba bahan saja. Sistem
pengajaran formal di sekolah dalam konteks pembelajaran bahasa hanya merupakan salah satu saja
dari sekian banyak komponen terkait.[1]
Sebagai sistem pembelajaran terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu pelajar sebagai masukan
(input), proses, dan keluaran (output). Proses melibatkan pelajar sebagai komponen yang mengalami
proses itu, guru sebagai penggerak sekaligus pengatur jalannya proses, kurikulum sebagai program
yang dijalankan dalam proses, dan prasarana serta sarana sebagai fasilitas yang memungkinkan
jalannya proses itu. Semua komponen itu berperan dalam kekompakan. Pelajar merupakan pribadi-
pribadi yang aktif, bukan objek yang pasif yang dapat diisi dengan ilmu dan pengetahuan seperti botol
kosong yang dapat dipenuhi begitu saja dengan air, minyak tanah, bensin, atau apa saja oleh guru.
Guru mempunyai peranan yang sangat menentukan. Apakah ia mau memperlakukan pelajar sebagai
subjek yang aktif atau objek yang pasif, melaksanakan kurikulum dengan penuh kreativitas, atau
seperti mesin yang mati dan hidup tanpa variasi, dan sebagainya, semua tergantung pada guru.
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa
Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu ada
dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Dengan demikian dimana-mana bisa
ditemukan peristiwa belajar mengajar, terutama di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Proses
belajar mengajar yang berkembang di kelas pada umumnya ditentukan oleh peranan guru dan siswa
sebagai individu-individu yang terlibat langsung di dalam proses tersebut.[2]
Dan belajar mengajar tersebut merupakan peristiwa bertujuan, artinya mengajar merupakan peristiwa
yang terikat oleh tujuan dan dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan itu. Menetapkan tujuan
sebelum pembelajaran dimulai merupakan salah satu hal yang dapat mendukung pembelajaran bahasa
siswa sekolah. Tanpa tujuan yang jelas, seorang guru seperti layaknya tidaknya mempunyai pegangan
yang tetap dalam pengajaran. Oleh karena itulah, sebelum pembelajaran dimulai, maka seorang guru
harus menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas, kongkrit, fungsionsl dan dapat di evaluasi.
Apabila yang dituju atau yang akan dicapai ialah titik C, maka dengan sendirinya proses
pengajaran belum dianggap berhasil bila yang dicapai pada kenyataannya barulah titik A atau B.
Dengan kata lain, taraf pencapaian tujuan pengajaran merupakan petunjuk praktis tentang sejauh
manakah interaksi edukatif itu harus dibawa untuk mencapai tujuan yang terakhir. Dalam hal ini yang
harus diperhatikan ialah bahwa para guru terlebih dahulu harus mempunyai gambaran dan konsep
yang jelas mengenai tujuan yang akan dicapainya bersama dengan murid. Bila dia sendiri tidak
memahami makna tujuan itu bagaimana ia dapat diharapkan membimbing murid-murid yang lebih
tinggi.
Termasuk pula pengajaran bahasa, tujuan merupakan satu diantara hal pokok yang harus
diketahui dan disadari betul-betul oleh seorang guru sebelum mulai mengajar. Guru tersebut harus
dapat memberi penafsiran yang tepat mengenai jenis dan fungsi tujuan yang akan dicapainya secara
kongkrit.[3]
Dalam bahasa Indonesia, kata tujuan mengandung sedikitnya dua arti: arah dan titik akhir.
Dalam arti inilah juga kita perlu menafsirkan makna tujuan pendidikan khususnya bahasa. Misalnya
beberapa tujuan pembelajaran bahasa diantaranya yaitu agar siswa mampu berkomunikasi dengan
bahasa ajaran dan dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar serta dapat bertutur seperti
ujaran penutur asli.[4]
Contoh lain, tujuan pembelajaran bahasa Arab menurut Pak Abdullah dalam artikelnya
“Model Pembelajaran Bahasa Arab di PTAIS” adalah pembelajaran bahasa yang di orientasikan dan
fokus kepada pembinaan kemampuan wacana berbahasa Arab,[5] dan hal itu menjadi tujuan yang
wajar bila dalam aplikasi pembelajaran bahasa Arab selalu di kaitkan dengan materi nahwu, sehingga
lebih pantas di namakan pembelajaran nahwu dibanding bahasa Arab, meski dalam mempelajari
bahasa tidak dapat dipungkiri bahwa materi nahwu memang unsur vital, namun tidak berarti
pembelajaran bahasa Arab menjadi pembelajaran nahwu, jadi pembinaan kemampuan hendaknya jadi
tujuan dalam pembelajaran bahasa. Demikianlah kiranya argumentasi dari tujuan yang dikemukakan
oleh dosen yang bergelut dengan pembelajaran bahasa Arab ini.
Agar tujuan pembelajaran bahasa dapat tercapai dan mendapatkan predikat sukses, perlu
diperhatikan pula kondisi pengajar atau guru. Idealnya, seorang guru bahasa harus:
1. Mempunyai kemampuan bahasa yang hendak di ajarkan secara memadai
2. Memahami perkembangan psikologi siswa
3. Memahami cara belajar siswa
4. Mengerti dan memahami karakteristik siswa
5. Mengerti dan memahami bagaimana memilih dan mengembangkan materi ajar
termasuk juga media bantu pengajaran
6. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang methodology pengajaran[6]
3. Prinsip Pembelajaran Bahasa
Dalam pengajaran bahasa sangat penting untuk mengetahui prinsip-prinsip yang terkandung
didalamnya sehingga guru mengetahui dan memahami benar bagaimana proses keberhasilan siswanya
dalam penguasaan bahasa pertama dan kedua. Sering terjadi bahwa guru hanya menggunakan teknik
pengajaran yang digunakan oleh gurunya yang terdahulu tanpa memahami adanya perubahan yang
terjadi di lingkungan belajar siswanya saat itu. Dalam prinsip-prinsip pembelajaran bahasa terdapat
tiga unsur penting, meliputi:
1 Prinsip didaktik
Sebelum beranjak pada manfaat didaktik, perlu dibahas ruang lingkup dari didaktik itu sendiri
terutama dalam pembelajaran bahasa. Jika kita menganggap mengajar itu sebagai menanamkan
pengetahuan kepada anak, maka tekanannya hanya pada mata pelajaran saja. Tetapi secara umum
mengajar disini kita artikan sebagi suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-
baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dalam pengertian ini
tercakup faktor guru, anak dan lingkungan hidup yang diorganisir dalam bentuk bahan pengajaran
dimana ketiga-tiganya harus mendapatkan perhatian, sehingga dapat diperoleh hasil yang sebaik-
baiknya. Dalam tataran pembelajaran bahasa juga tidak jauh berbeda, proses pembelajaran bahasa bisa
berlangsung dengan pengorganisasian dan lingkungan sebaik-baiknya yang sudah di persiapkan
sehingga anak merasa nyaman, misalnya: waktu belajar telah di atur sedemikian rupa, durasi belajar,
mata pelajaran (nahwu, shorof, muhadatsah, Maharat istima’, dll) dan tempat yang di gunakan
(contoh: ruang hanya boleh ditempati maksimal 10 orang, ventilasi ruangan memadai dll). Kemudian
kesemuanya itu menjadi faktor pendukung bagi anak dalam mempelajari bahasa yang di tekuni,
dengan demikian akan melahirkan suatu prinsip pembelajaran bahasa yang efektif.
Merupakan suatu kewajiban bagi seorang guru untuk dapat melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya, dan untuk mengetahui sukses tidaknya suatu proses pembelajaran dapat diketahui dari
adanya perubahan pada tingkah laku anak menuju kesempurnaan, atau pengajaran dikatakan sukses
apabila:
a. Hasilnya mantap/tahan lama dan bahasa yang dipelajari dapat digunakan atau di
aplikasikan oleh si pelajar dalam hidupnya
b. Anak-anak dapat menggunakan bahasa yang dipelajarinya dengan bebas serta penuh
kepercayaan di berbagai situasi dalam hidupnya
Perlu diketahui pula, bahwa mengajar yang tahan lama atau autentik ialah bila:
1) hasilnya meresap didalam pribadi anak
2) dipahami benar
3) mengandung arti bagi hidup anak (meaningfull)[7]
Dengan demikian hendaknya bahasa yang dipelajari dapat mencapai hasil yang autentik,
sehingga pembelajaran bahasa dapat di katakan sukses yakni mencapai tujuan yang telah
diformulasikan dalam perencanaan yang diaplikasikan pada proses balajar mengajar.
2 Prinsip Linguistik
Prinsip linguistik disini akan menguraikan beberapa teori bahasa yang telah banyak di
aplikasikan oleh berbagai lembaga dalam belajar bahasa, tapi sebelum beranjak pada teori perlu
dibahas sedikit mengenai teori bahasa itu sendiri.
Teori bahasa perlu dibedakan dari teori analisis bahasa. Teori analisis bahasa perlu dibedakan
dari metode studi bahasa. Teori tentang bahasa berhubungan dengan hakikat bahasa itu sendiri. Teori
bahasa dapat dibedakan atas; bahasa dan seperangkat struktur, dikaitkan dengan situasi; bahasa adalah
satu system struktur yang dikuasai oleh kaidah dan tersusun secara hirarkhis; bahasa pada dasarnya
adalah struktur berdasarkan tata bahasa; setiap bahasa terdiri dari unsure-unsur yang memberikan satu
ritme yang khas dan semangat, kosakata yang fungsional dan seperangkat struktur adalah kunci dari
semangat bahasa; bahasa adalah lebih daripada satu sistem Dari beberapa teori dan persepsi orang
tentang bahasa tersebut itu melahirkan teori-teori pembelajaran bahasa yang berpadanan dengan teori
dan persepsi tentang bahasa.[8]
Kita dapat mencatat pelbagai macam teori belajar bahasa yang dikaitkan dengan teori bahasa
itu sendiri dan tujuan belajar bahasa. Bila memandang bahasa sebagai seperangkat struktur, dikaitkan
dengan situasi; bahasa adalah satu system struktur yang dikuasai oleh kaidah dan tersusun secara
hirarkhis; bahasa pada dasarnya adalah struktur berdasarkan tata bahasa; setiap bahasa terdiri dari
unsure-unsur yang memberikan satu ritme yang khas dan semangat, kosakata yang fungsional dan
seperangkat struktur adalah kunci dari semangat bahasa; dengan tujuan agar siswa dapat memahami
struktur bahasa itu dapat digunakan teori tradisional yang notabene ciri dalam pembelajarannya
senang bermain dengan definisi. Namun apabila memandang bahasa merupakan sebuah perangkat
kebiasaan dapat menggunakan teori structural yang berlandaskan pola pemikiran secara behavioristik.
[9]
3 Prinsip Psikologis
Prinsip psikologis memegang peranan penting dalam pembelajaran bahasa, pada prinsip
psikologis dalam pembelajaran bahasa juga menyimpan beberapa teori, seperti teori kognitif yang
pada pembelajarannya memperhatikan tahap perkembangan kognitif peserta didik atau pembelajaran
bahasa yang langsung dapat dikaitkan dengan teori psikologi belajar adalah teori belajar bahasa secara
empiris dan teori belajar bahasa secara kognitif. Contohnya: bahasa dan cara berpikir anak dan dewasa
berbeda, oleh karena itu, guru harus mengetahui kondisi siswa yang di ajar dan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berpikir anak.[10] Teori struktural tentang bahasa dapat dikaitkan dengan
teori tingkah laku dari psikologi dan teori belajar yang berhubungan dengannya; teori transformasi
generatif tentang bahasa dapat dikaitkan dengan teori kognitif dan proses dari psikologi dan teori
belajar yang cocok. Selain itu, terdapat teori humanistic yang mengenalkan satu cara pengajaran
bahasa yang lentur dan tidak kaku, dengan kata lain, tidak ada yang memaksa dan dipaksa, tidak
menekankan pada suasana formal seperti pada umumnya dalam belajar mengajar, guru disini
diposisikan hanya sebagai fasilitator.
4. Pendekatan
Secara umum tedapat dua pendekatan dalam pempelajari bahasa, yakni secara empiris dan
rasional. Dikaitkan dengan teori pembelajaran bahasa, prinsip-prinsip empiris didasari oleh teori
structural yang memandang bahasa itu seperangkat kebiasaan, prinsip-prinsip tersebut memandang
bahasa sebagai ujaran dan bukan tulisan serta berdasarkan kebiasaan dan mengajarkan bahasa, bukan
tentang bahasa. Sedangkan teori rasional yang mempunyai pandangan bahwa bahasa itu
berkaidah[11] bisa dikatakan berakar dari teori tradisional yang suka bermain dengan definisi.
Contoh yang banyak terjadi, pembelajaran bahasa Arab di pesantren yang masyhur dengan
teori tradisional dan pendekatan rasionalisme yang di amalkan para guru/ustadzdalam mengajarkan
bahasa. Sedangkan di lembaga-lembaga kursus bahasa ditanah air didominasi oleh penggunaan teori
structural dan transformatif dengan pendekatan empirik.
5. Strategi Dan Langkah-Langkah Pembelajaran Bahasa
Masuk pada tataran selanjutnya yakni strategi dan langkah-langkah dalam mempelajari bahasa.
Strategi dan langkah-langkah yang akan dicapai tentu saja harus selaras dengan tujuan, prinsip, dan
pendekatan yang sudah dirumuskan sebelumnya. Pemilihan strategi pembelajaran juga harus
didasarkan pada pertimbangan berikut:
1. Tujuan belajar: jenis dan jenjangnya
2. Isi ajaran: sifat, kedalaman, dan banyaknya
3. Pembelajar: latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mental
4. Tenaga kependidikan: jumlah, kualifikasi, dan kompetensinya
5. Waktu: lama dan jadwalnya
6. Sarana yang dapat dimanfaatkan
7. biaya
Pemilihan strategi dengan segala pertimbangannya seyogyanya dilakukan secara bersama,
atau bahkan oleh suatu tim khusus, bukan dibebankan sendiri-sendiri pada dosen/guru. Dan pemilihan
itu merupakan keputusan kebijakan yang bersifat nasional ataupun institusional.
Menurut Romiszowski strategi dasar dalam pembelajaran dibedakan menjadi dua: (1)
ekspositori (penjelasan) yang difokuskan pada pemrosesan informasi, terkait dengan teori dan
pendekatan dalam mermpelajari bahasa strategi ini lebih condong pada teori tradisional dan
pendekatan rasional. Karena strategi ini difokuskan pada pemberian informasi dari guru pada anak
didik dan latihan-latihan yang diberikan hanya untuk mengaplikasikan teori, biasanya dalam bentuk
soal-soal dengan kesulitan yang bertambah. Dalam pembelajaran bahasa, biasanya pembelajar menjadi
ahli bahasa yang pasif. Maksudnya ia akan menguasai tata bahasa namun kurang bisa berkomunikasi
atau berujar dengan bahasa yang dipelajari. Contohnya seorang yang belajar bahasa Arab, ia
menguasai tata bahasa Arab yang meliputi nahwu sharaf namun tidak mampu berkomunikasi dengan
penutur asli/orang Arab atau ia tidak mampu berujar dengan bahasa Arab. (2) diskoveri (penemuan)
[12] yang didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman. Pada strategi pembelajaran diskoveri lebih
cocok dipakai dengan di iringi dengan teori stuktural dan pendekatan empiric, karena pada strategi
diskoveri titik tekannya pada pemrosesan pengalaman, berarti anak didik diberi kesempatan untuk
mengamati setiap tindakannya, dengan demikian dibutuhkan latihan demi latihan dengan tidak
menggunakan soal-soal tulisan akan tetapi biasanya dengan multimedia, pada strategi ini guru tidak
selalu memberi informasi akan tetapi memberi peluang kepada anak didik mengaplikasikan bahasa
yang dipelajari dalam bentuk ujaran untuk berkomunikasi agar lahir kebiasaan dalam berbahasa.
6. Bahan
Setelah menentukan teori, pendekatan dan strategi pembelajaran bahasa, bahan atau materi
pembelajaran juga harus diperhatikan dengan seksama. Sebelum menentukan bahan harus mengetahui
konsep dalam mempersiapkan bahan, secara garis besar terdapat dua konsep: (a) Konsep Mackey
membedakan 4 hal penting yakni: sasaran, prosedur, urutan, dan proporsi. Sasaran persiapan berkaitan
dengan 1)jenjang pengajaran, maksudnya jenjang pendidikan mana pelajaran itu akan diberikan. 2)
tipe pelajaran yang akan disajikan, tipe pelajaran berkaitan dengan dengan masalah apakah bahan itu
baru, merevisi bahan yang ada, atau pengajaran remedia. 3) keterampilan yang akan dilatihkan. 4)butir
bahan yang akan diketengahkan. Selanjutnya hal yang berkaitan dengan prosedur meliputi: 1) daftar
alat Bantu belajar yang dibutuhkan, 2) prosedur menyiapkan si terdidik, 3) penyajian butir-butir
bahan, 4) bimbingn kepada si terdidik, 5) kebiasaan, 6) penerapan butir bahan yang disajikan, dan 7)
penilaian akhir. Beranjak pada urutan, urutan disini berkaitan dengau urutan butir yang akan disajikan,
urutan keterampilan yang akan dilatihkan dan urutan prosedur yang akan diterapkan.n sedangkan
proporsi yang berkaitan denga alokasi waktu yang disediakan, dan mengisyaratkan untuk penggunaan
waktu sejak guru masuk sampai ia keluar. Ia dapat merencanakan, kapan memberikan bahan persepsi,
berapa menit pretes akan dilaksanakan, berapa menit penyajian akan diberikan, diskusi, laporan
diskusi, penguatan, penilaian, dan menutup pelajaran. (b) Konsep Howatt, meliputi 1)pendekatan,
2)prinsip penyusunan, 3) teknik penyusunan, 4) pemilihan bahan, dan 5) organisasi penyajian.
Setelah menentukan konsep yang ingin dipakai untuk mempersiapkan bahan pelajaran, harus
ditentukan orientasi penyusunan, dan orientasi ini dikaitkan dengan a) tujuan, apabila bahan
pengajaran yang disusun berorientasi kepada tujuan, maka seluruh aktivitas guru bahasa harus di
arahkan pada tujuan. b) bahan, disini bukan tujuan yang dipentingkan, tetapi bahan. Tentu saja bahan
itu harus dilihat dari keluasan dan kedalamannya, contoh yang banyak terjadi, guru bahasa mengejar
bahan agar bahan selesai sesuai dengan alokasi waktu yang terdapat dalam kurikulum. c) anak didik,
memperhatikan anak didik di kelas yang memiliki keragaman kemampuan menyerap bahan pelajaran
yang disajikan, IQ yang berbeda, latar belakang ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan orang tua
yang berbeda, latar belakang lingkungan keluarga, dan berperilaku bahasa yang berbeda pula. dan d)
guru bahasa, disini gurulah yang jadi ukuran.[13] Kemudian isi bahan pelajaran pun harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1) isi bahan harus sesuai dengan kurikulum sekolah
2) isi bahan pelajaran harus berorientasi pada tujuan
3) isi bahan harus mempertimbangkan landasan kebahasaan, kependidikan, dan psikologi
4) isi bahan yang disusun harus memperhatikan jenjang pendidikan anak didik
5) isi bahan pengajaran memungkinkan anak didik mengembangkan kapasitas bahasanya
6) isi bahan pengajaran sebaiknya terpadu dan utuh
7) isi bahan pengajaran yang disusun sebaiknya berguna bagi anak didik.[14]
7. Media
Bahasa merupakan medium komunikasi utama didalam didalam kehidupan manusia sesame
manusia baik di dalam hubungan sosial sehari-hari maupun hubungan interaksi edukatif. Media
merupakan sarana penunjang demi keberhasilan dalam pembelajaran bahasa. Untuk memperoleh
gambaran yang lebih menyeluruh mengenai kemungkinan-kemungkinan mempergunakan media yang
lain untuk mempertinggi nilai perhubungan edukatif tersebut, kini kita akan lihat berbagai alat dalam
tiga tingkatan pengalaman.
Alat-alat pengajaran, ditinjau dari tingkatan pengalaman murid. Dapat dibagi dalam tiga
golongan. Golongan pertama adalah alat-alat yang merupakan ‘benda-benda sebenarnya’ yakni benda-
benda riil yang dipakai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam mempelajari kosakata
guru bisa menggunakan benda-benda dari kosakat yang ingin diajarkan, seperti pena, buku, penggaris,
dll. Golongan kedua adalah alat-alat yang merupakan benda pengganti, seringkali dalam bentuk tiruan
benda sebenarnya. Benda-benda pengganti ini berfungsi sebagai alat-alat pengajaran bilamana karena
suatu sebab benda pengganti itu lebih praktis digunakan daripada benda-benda sebenarnya.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh murid melalui benda-benda itu adalah pengalaman
“bantuan”. Misalnya, dalam mempelajari dialek atau logat dalam berbahasa arab di perlukan ruang
multimedia atau laboratorium bahasa. Ruang multimedia dan laboratorium bahasa merupakan benda
pengganti karena lebih praktis dibanding harus melakukan perjalanan dan tinggal di Negara-negara
yang menggunakan bahasa Arab untuk mempelajari bahasanya. Dan sebagaimana sudah di singgung
bahwa pengalaman yang di dapat anak didik pada contoh yang seperti ini bisa di sebut sebagai
pengalaman bantuan. Golongan ketiga adalah bahasa baik lisan maupun tulisan; bahasa memberikan
pengalaman verbal yang tinggi tingkat abstraksinya dibandingkan dengan dua golongan alat
sebelumnya.[15] Golongan yang ketiga ini juga sangat umum di gunakan di berbagai proses belajar
mengajar bahasa, karena sangat praktis dan ekonomis.
Yang perlu di ingat adalah, media pembelajaran hanya sebagai penunjang dan bukan hal pokok
dalam pembelajaran bahasa. Jadi, jangan sampai media pembelajaran menjadi penghambat dalam
pembelajaran bahasa itu sendiri.
8. Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau nilai berdasarkan kriteria
tertentu. Hasil yang diperoleh dalam penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar, dan evaluasi
merupakan sebuah komponen penting dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa, evaluasi berfungsi
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan
benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik atau guru maupun
anak didik/murid.
2. Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan
pelajaran perlu diulang atau dilanjutkan.
3. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan
yang diperoleh oleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum pembelajaran bahasa.
4. Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat
berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah, dll.
5. Untuk membandingkan hasil pelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang
dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[16]
9. Penutup
Di dalam pembelajaran bahasa memerlukan upaya yang beraneka, berbagai variabel turut
terlibat di dalam upaya membuat pembelajaran bahasa itu berhasil dengan baik. Demi keberhasilan itu
dibutuhkan proses panjang sejak perencaan hingga aplikasi pengajaran dan pembelajarannya. Dari
menentukan tujuan, mempelajari teori pengajaran bahasa, menentukan pendekatan, lalu mengarah
pada strategi dan langkah-langkah, merencanakan bahan pembelajaran, kemudian memilih media yang
sesuai dalam pembelajaran, kemudian tahap akhir adalah evaluasi dari usaha perencanaan dan
pembelajaran bahasa yang sudah dilakukan.
Makalah ini mungkin jauh dari kata sempurna, dan sebagai penyusun, dengan rendah hati
saya membuka tangan selebar-lebarnya untuk kritik, saran yang menumbuhkan motivasi. Karena
hidup di penuhi oleh berbagai proses, begitu pula saya sebagai pelajar akan selalu berproses untuk
selalu memperbaiki segala kesalahan dan kekhilafan.
Tak ada asa yang lebih tinggi, hanya berharap semoga karya ini dapat bermanfaat untuk
penyusun sebagai pemula khususnya, dan bagi pembaca umumnya.
Kepada bapak dosen dan semua oknum yang telah membantu hingga tugas ini selesai, saya
haturkan beribu terima kasih dan apresiasi yang tak terhingga.
SEMANTIK
1.0 PENGENALAN
Manusia berbicara dengan bahaasa. Tanpa bahasa yang jelas dan bermakna, komunikasi yang lengkap
tidak akan berlaku. Jalinan bahasa yang terjadi antara setiap penuturnya memerlukan persefahaman
dalam mengungkapkan makna. Pada umumnya, istilah semantik merupakan istilah yang digunakan
untuk merujuk kepada perkembangan dan perubahan makna dalam bahasa. Kajian semantik telah
mula memberi fokus kepada aspek kajian tradisional iaitu perubahan makna sebelum tahun 1930.
Namun selepas 1930, kajian semantik lebih menekankan kepada permasalahan deskriptif dan struktur
dalam semantik(Ullman,1966).Gustaf Stern (1931) telah menghasilkan sebuah buku bertajuk
“Meaning and Change of Meaning with Special Reference to English Language”.
Dengan terhasilnya tulisan ini, corak pengkajian telah berubah. Pakar-pakar bahasa tidak lagi
memberi tumpuan hanya kepada perubahan makna dan sebab-sebabnya tetapi juga mula beralih
kepada aspek dalaman tentang perbendaharaan kata dan juga prinsip umum kepada kajian bahasa
tertentu(Ullman,1966). Nor Hashimah(1994) pula berpendapat, terdapat dua tahap perkembangan ilmu
bahasa iaitu semantik falsafah dan semantik linguistik. Perkembangan dalam bidang linguistik telah
menyebabkan wujudnya pendapat yang meletakkan ilmu semantik dalam bidang linguistik.
Sementara itu menurut Modul Pembelajaran BML3083, kata semantik berasal daripada kata
adjektif bahasa Yunani, ‘semant ickos’ yag bermaksud ‘significant’ iaitu ‘penting’ atau’ bererti’(Hashin
Musa, Ong Chin Guan, 1998). Nik Safiah Karim(2001) juga mengatakan bahas semanting ialah
bidang yang mengkaj makna atau erti bahasa. Semantik atau kajian makna adalah satu bidang yang
luas, mencakupi struktur dan fungsi bahasa danjuga masalah dalam kajin psikologi, falsafah dan
antropologi.Dngan pendapat di atas, dapatlah dikatakan semantik ialah sebahagian daripada cabang
linguistik yang mengkaji bidang makna dalam bahasa.
Seseorang itu boleh mentakrifkan makna sesuatu bentuk pertuturan dengan tepat apabila
makna ini berkaitan dengan pengetahuan saintifik yang dimiliki oleh seseorang ( Leonard Bloomfield,
1992). Menurut Zabech, semantik dalam peristilahan moden digunakan dengan maksud ‘kajian
tentang hubungan antara item-item bahasa seperti perkataan, penamaan (nama am dan nama khas),
ekspresi predikat.
Menurut Abdullah Yusof, Alias Mohd Yatim dan Mohd Ra’in Shaari dalam bukunya yang
bertajuk semantik dan pragmatik bahasa Melayu, Semantik merupakan kajian makna istilah. Perkataan
ini berasal daripada perkataan Greek “ semantikos ” yang membawa maksud “erti yang penting”.
Selalunya terdapat perbezaan antara “semantik” dengan “sintaksis”. Dalam keadaan tersebut,
“semantik” merujuk kepada struktur ataupun pola yang formal bagi pernyataannya (contoh, secara
bertulis ataupun bertutur). Semantik ( Bahasa Yunani): semantikos, memberikan tanda, penting, dari
kata sema(sama), tanda adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu
bahasa, kod, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dibezakan dengan dua aspek lain dari
simbol yang lebih sederhana, serta pragmatik, penggunaan praktis symbol oleh agen atau komuniti
pada suatu keadaan atau konteks tertentu.
Kata semantik berasal daripada kata adjektif bahasa Yunanisemant ickos yang membawa
maknasignificant iaitu ‘penting’ atau ‘beerti’ ( Hashim Musa, Ong Chin Guan, 1998). Selain itu,
‘sema’ juga beerti tanda atau lambang. Dalam bidang linguistik, semantik ialah bidang yang mengkaji
makna atau erti dalam bahasa ( Nik Safiah Karim, 2001). Semantik atau kajian makna adalah satu
bidang yang luas, mencakupi kebanyakan daripada struktur dan fungsi bahasa dan juga masalah dalam
kajian psikologi, falsafah dan antropologi.
2.0 Hubungan Perkataan Dengan Makna
Perubahan makna merupakan salah satu fenomena bahasa yang selalu berlaku dalam mana-mana
bahasa didunia ini. Oleh sebab sifat dinamis dan evolusinya, dan akibat terdedah kepada pelbagai
fenomena seperti pertembungan dengan bahasa-bahasa lain, serta faktor-faktor social seperti tabu,
kemasukan idea-idea baharu dan perkembangan ilmu baharu seperti sains dan teknologi, maka bahasa
sentiasa menampilkan perubahan makna.
Menurut Ullmann (1957), menyenaraikan enam sebab perubahan makna; antaranya
termasuklah sebab-sebab linguistik (bahasa), sejarah, social, psikologi, pengaruh luar, dan keperluan
untuk kata baharu. Sementara itu, Bloomfield (1992) pula menyenaraikan sembilan jenis perubahan
yang berlaku dalam bahasa. Menurut beliau, perubahan makna dalam bahasa berlaku akibat daripada
perluasan makna, penyempitan makna, metafora, metonimi, sinekdoksi, hiperbola, litotes, pejorasi,
dan ameliorasi.Menurut Stren ( 1965: 163) perubahan makna bagi suatu kata ialah “ apabila sesuatu
kata digunakan untuk menyatakan sesuatu makna yang belum pernah dinyatakan lagi”
Menurut Abdullah Hassan (1981) „‟kata-kata mengandungi makna dan bagaimana kata-kata
itu berhubungan sebenarnya bergantung pada bagaimana pengguna sesuatu bahasa tersebut menyusun
segala pengalamannya dalam ungkapan yang berbentuk kata-kata.”
Makna merupakan satu unsur penting dalam mana-mana ujaran atau tulisan. Tanpa unsur ini, maka
apa sahaja yang diujarkan atau yang dituliskan tidak akan memberi sebarang kefahaman kepada orang
yang dilawan bercakap atau orang yang membaca sesuatu yang ditulis.
Dalam suatu bahasa, perubahan makna merupakan salah satu fenomena bahasa yang selalu berlaku
dalam mana-mana bahasa didunia ini. Oleh sebab sifat dinamis dan evolusinya, dan
akibat terdedah kepada pelbagai fenomena seperti perubahan disebabkan oleh;
(i)Faktor perkembangan bahasa itu sendiri
(ii) Faktor tanggapan penutur
(iii) Faktor peluasan maksud
(iv) Faktor pembatasan atau penyempitan maksud
(v) Faktor tujuan simbolik dan stilistik
2.1 SINONIM
Sinonim ialah hubungan kesamaan makna antara suatu perkatan, frasa, ayat atau ungkapan dengan
suatu perkataan, frasa, ayat, atau mengikut konteks(Lyons, 1929:405). Contohnya menurut Zainal
Abidin Safarwan(1995), frasa ‘sungai tak tentu gaungnya’ bersinonim dengan frasa ‘orang yang tidak
tentu asal usulnya’. Frasa sungai tak tentu gaungnya merupakan peribahasa, sementara frasa orang
yang tidak tentu asal-usulnya ialah maksud peribahasa itu. Definisi sinonim secara etimologi atau
bahasanya ialah ‘onoma’ dan ‘syn’ yang berasal dari bahasa Yunani kuno. Maksud ‘onoma’ ialah nama
manakala ‘syn’ bermaksud nama lain untuk benda atau hal yang sama.
Secara semantik pula, Verhaar (1978) mendefinisikan sinonim sebagai ungkapan yang
mempunyai makna lebih kurang sama dengan ungkapan kata yang lain.
Sinonim juga diterjemahkan sebagai ungkapan iaitu perkataan, frasa atau ayat yang makna lebih
kurang sama dengan makna ungkapan lain. Perkataan ‘sinonim’ dikatakan berasal daripada bahasa
Yunani kuno iaitu ‘onoma’ bermaksud nama dan ‘syn’ yang bererti nama lain. Hubungan makna
antara dua patah perkataan yang bersinonim itu bersifat dua hala, misalnya indah bersinonim dengan
cantik, cantik juga bersinonim dengan indah.
Dalam Bahasa Melayu, tidak semua perkataan mempunyai sinonim. Contoh perkataan tersebut
ialah, padi, barli, kayu dan batu. Ada juga perkataan bersinonim pada bentuk kata dasar tetapi tidak
bersinonim pada bentuk terbitan iaitu raut bersinonim dengan wajah tetapi diraut tidak bersinonim
dengan diwajah..Begitu juga dengan perkataan yang tidak bersinonim pada kata dasar namun
bersinonim dengan pada bentuk terbitan seperti kekuasaan yang bersinonim dengan kekuatan tetapi
kuasa tidak bersinonim dengan kuat. Selain itu, terdapat perkataan yang mengikut erti sebenarnya
tidak bersinonim tetapi dalam erti kiasan memiliki sinonim seperti merah bersinonim dengan berani,
marah dan darah.
O’Grady(2000:118) berpendapat sinonim bermaksud perkataan yang berlainan bentuk ejaan
atau bunyi tetapi mempunyai makna yang sama atau hampir sama. Maksud sama makna tidak
semestinya mempunyai persamaan secara keseluruhan. Contohnya, makna perkatan ‘kereta’ dan
‘motokar’ adalah sama namun apabila membentuk ungkapan ‘kereta lembu’ dan ‘motokar lembu’
maka maknanya menjadi berbeza(Abdullah Hassan;2007). Abdullah Hassan(1981) turut menjelaskanj
bahawa’ memang agak sukar untuk memberi satu takrif yang menyeluruh dalam kata-kata sinonim
ini’.
Dalam ilmu semantik terdapat beberapa jenis sinonim iaitu sinonim pinjaman, sinonim
konteks, sinonim laras bahasa dan sinonim kolokasi.
2.1.1 Sinonim Pinjaman
Sinonim pinjaman datang daripada pinjaman daripada bahasa asing. Contoh kata yang
dipinjam daripada bahasa asing seperti ‘politik’ dan ‘siasah’ serta ‘iktisad’ dan ‘ekonomi’. Kedua-dua
kata ini datang daripada bahasa Arab dan Bahasa Inggeris. Menurut pengkaji semantik, hal ini terjadi
disebabkan oleh pertembungan bahasa Melayu dengan kedua-dua bahasa ini secara serentak.
Contoh;
(a) belalang – patung(dialek Melayu)
cakcibau(Perak)
(b) batas(Kedah)- jalan raya( Kedah
(c) bankrap(Inggeris) - muflis(Arab)
(d) kurikulum
(e) mesin
(f) munsyi-guru
(g) makbul-mustajab
2.1.2 Sinonim Konteks
Sinonim mengikut konteks ialah perkataan yang sama makna dalam bahasa Melayu pada awalnya.
Misalnya, perkataan ‘jemput’ dan ‘undang’. Perkataan ‘jemput, digunakan dalam konteks lisan dan
undang dalam konteks tulisan.(Abdullah Hassan,2007). Dalam hal ini, konteks dikatakan boleh
mewujudkan perkataan sama makna.
Contoh:
(a) ayah- bapa
Penggunaan sinonim jenis ini dapat dilihat melalui ayat di bawah
(i) Bapa ayamitu telah ditangkap polis.
(ii) Ayah ayamitu telah ditangkap oleh polis.
Walaupun kata ayah sama makna dengan bapa namun pada sesetangah frasa ayat, kata bapa tidak
sesuai digantikan dengan ayah. Jadi, jika kita menggantikan kata bapa menjadi ayah, bunyi simpulan
bahasa ini agak janggal dan kurang sesuai. Jelaslah, dalam penggunaan sinonim yang melibatkan
ayat, pemilihan kata hendaklah sesuai menurut konteks ayat yang dibina dan dipertuturkan.
(b) Gadis- dara
(i) Minyak kelapa darasangat sesuai untuk melebatkan rambut.
(ii) Minyak kelapagadis sangat sesuai untuk melebatkan rambut.
(c) Murid- pelajar
(i) Aminah ialah pelajar semester Universiti Sains Malaysia.
(ii) Aminah ialah murid semester Universiti Sains Malaysia.
(d) Lelaki – jantan
(i) Ayam jantan itu sedang berkokok di halaman rumah.
(ii) Ayam lelakiitu sedang berkokok di halaman rumah.
Contoh sinonim dalam (b), (c), dan (d) ialah penggunaan kata yang sinonim mengikut konteks. Andai
sinonim ini berbentuk kata tunggal dan tidak dimasukkan ke dalam ayat, penggunaannya adalah
sesuai. Namun jika digunakan pada sesetengah ayat, makna ayat menjadi tidak gramatis dan agak
aneh. Ayam jantan tidak sesuai diganti dengan ayam lelaki, kelapa dara tidak sesuai ditukar dengan
kelapa gadis dan murid tidak sesuai diganti dengan pelajar kerana kata murid adalah untuk kanak-
kanak sekolah rendah manakala kata pelajar adalah untuk yang lebih berumur. Kata seperti tenggelam
sinonimnya karam, kawan sinonimnya sahabat, dukundan bomoh adalah antara contoh sinonim
mengikut konteks.
2.1.3 Sinonim Laras Sosial
Sinonim laras sosial terbentuk kerana wujudnya laras sosial yang berlainan. Untuk melihat
bentuk sinonim laras sosial, laras bahasa yang digunakan adalah berlainan iaitu beberapa perkataan
yang mempunyai makna denotasi yang sama tetapi digunakan dalam wacana yang berlainan.
Contohnya, perkataan wafat untuk nabi, mangkat untuk raja, mati untuk orang biasa , kojol, kejang
dan kerpus adalah bahasa yang tidak sopan(Abdullah Hassan,2007). Penggunaan perkataan-perkataan
ini menunjukkan perbezaan darjat dan status namun mempunyai pengertiaan yang sama iaitu tidak
bernyawa lagi.
Contoh-contoh lain;
(a) Professor- mahaguru
(b) Primadona- seri panggung
(c) Peniaga-penjual
(d) Beta- saya
(e) Beradu- tidur
(f) nakhoda- juragan
(g) inang-pengasuh
(h) meminta-memohon
(i) gering-uzur, sakit
2.1.4 Sinonim Kolokasi
Sinonim kolokasi ialah satu kelompok perkataan yang setiap satunya berlaku dam konteks
penggunaan masing-masing. Abdullah Hassan(2007) memberi contoh , perkataan ‘banyak’ adalah
sama makna dengan perkataan ‘ramai’. Perkataan ‘ banyak’ digunakan dengan pelbagai kata nama
manakala ‘ramai’ hanya digunakan untuk manusia sahaja.
Contoh-contoh lain;
(a) renek-rendah
(b) Tengik-busuk
(c) Serak-parau-garau
(d) Kacak- tampan
(e) Cantik- rupawan
(f) Sedap- lazat
2.2 ANTONIM
Antonim ialah perktaan yang mempunyai makna yang berlawanan. Hubungan makna yang
berlawanan antara suatu perkataan, frasa, ayat atau ungkapan dengam suatu perkataan, frasa, ayat, atau
ungkapan lain, misalnya seperti sungai berantonim dengan perkataan laut (Lyons, 1979). Perkataan
antonim berasal daripada perkataan Yunani kuno, iaitu "anoma" yang bererti "nama" dan "anti" yang
bererti "melawan". Oleh itu, antonim bermaksud perkataan yang maknanya dianggap berlawanan atau
kebalikan daripada perkataan lain. Contohnya ialah baik/buruk, tinggi/rendah dan panjang/pendek.
Bagi perkataan yang tergolong dalam kata (adjektif)sifat, biasanya perkataan lawannya mudah
dikaji tetapi bagi kata kerja, tidak semua kata kerja mempunyai lawan. Contohnya kita tidak dapat
menentukan lawan bagi berjalan, bermain, duduk, memasak, mandi, dan sebagainya.
Pertentangan makna ini juga bergantung pada konteks dan budaya. Contohnya perkataan “tinggi”
mungkin bertentangan makna dengan “rendah” atau “pendek”, “kaya” dengan “fakir” atau”miskin”
dan sebagainya. Bagaimanapun kita boleh melawankan atau mempertentangkan perkataan seperti
menolak-menerima, keluar-masuk, membuka-menutup, menangis-ketawa, mendedahkan-
menyembunyikan dan sebagainya.
Bagi perkataan nama, demikian juga keadaannya. Kita boleh menentukan kata berlawanan bagi
perkataan langit, ibu, kakak, malam dan sebagainya tetapi tidak untuk perkataan seperti perang, kertas,
cawan, bakul, tali, sayur, daun, meja, dan sebagainya.
i) Kata adjektif(sifat)
(a) Sempit lawannya luas
(b) Baik lawannya buruk
(c) Sayang lawannya benci
(d) Dungu lawannya bijak
(e) Kering lawannya basah
(f) Gigih lawannya malas
(g) Rendang lawannya tinggi
(h) Jujur lawannya tipu
(i) Bimbang lawannya tenang
(j) Curang lawannya setia
ii) Antonim Kata Kerja
(a) berehat lawannya bekerja
(b) melempar lawannya menyambut
(c) menimbus lawannya menggali
(d) terlindung lawannya terdedah
(e) melepas lawannya mengurung
(f) memanjat lawannya menuruni
iii) Antonim Kata Nama
(a) Guru lawannya murid
(b) Televisyen lawannya radio
(c) Komputer lawannya mesin taip
(d) Angin lawannya bayu
(e) flora lawannya fauna
(f) baju lawannya seluar
(g) pinggan lawannya piring
(h) sudu lawannya lembu
(i) kucing lawannya anjing
(j) harimau lawannya singa
2.2.1 Antonim Berpasangan
Terdiri daripada dua kata nama yang memiliki makna berlawan makna namun lebih kepada
berpasangan. Contohnya;
(a) malam lawannya siang
(b) subuh lawannya senja
(c) matahari lawannya bulan
(d) kakak lawannya abang
(e) kaki lawannya tangan
(f) pisau lawannya parang
(g) bantal lawannya tilam
(h) gadis lawannya teruna
2.2.2 Antonim Berperingkat
Antonim ini dinamakan antonim berperingkat kerana terdapatnya peringkat. Peringkat ini bersal
daripada kata adjektif atau kata yang menunjukkan keadaan dalam kategori yang sama seperti kecil
lawannya besar, tua lawannya muda dan tinggi lawannya rendah.
Contoh :
(a) letih lawannya segar
(b) pucat lawannya berseri
(c) pintar lawannya bodoh
(d) pemurah lawannya kedekut
(e) leka lawannya peka
(f) pekak lawannya dengar
(g) suci lawannya kotor
(h) garing lawannya lemau
(i) harum lawannya busuk
(j) lalai lawannya waspada
(k) kering lawannya basah
(l) lembut lawannya keras
(m) sakit lawannya sihat
2.2.3 Antonim Berhubungan
Antonim berhubungan ialah perkataan berlawan makna tetapi maknanya berhubungan. Sebagai contoh
perkataan berlawan makna ialah guru-murid, turun-naik, penjual-pembeli dan sebagainya. Pasangan
perkataan yang berlawan makna ini menunjukkan kewujudan perhubungan makna.
Contoh;
(a) doktor lawannya pesakit
(b) emak lawannya bapa
(c) majikan lawannya pekerja
(d) makanan lawannya minuman
(e) sultan lawannya sultanah
(f) bunga lawannya buah
(g) nasi lawannya lauk
(h) suami lawannya isteri
(i) sudu lawannya garpu
2.3 Polisemi
Polisemi Perkataan yang mempunyai bentuk yang sama tetapi mendukung banyak makna. Contohnya,
perkataan berat mempunyai sembilan makna yang berbeza. Antaranya: i. tekanan benda ii. tidak
ringan iii. sukar (dilakukan, diselesaikan) iv. amat sangat, kuat v. menyebelah, memihak vi. berkenaan
dengan novel, drama dll yang mengisahkan perkara yang serius (seperti pergolakan rumah tangga,
perjuangan politik, dan sebagainya).
Sementara itu, Hartmann dan Stork(1972),mengatakan polisemi ialah perkataan atau frasa yang
mempunyai dua makna atau lebih.
Polisem juga bermaksud perkataan sama yang memiliki beberapa makna yang berkaitan secara
konseptual(Kuiper& Allan,2004:550. Abdullah Hassan(2006:2311) memberi maksud polisemi sebagai
perktaan yang semua jadi mempunyai banyak makna.
2.3.1 Polisemi Tulen
Berdasarkan sebuah kamus, kata polisemi mengandungi satu senarai makna yang berlainan yang
kesemuanya dihuraikan di bawah satu kata masukan sahaja. Contohnya, kata ‘pelat’ bermakna kurang
betul cara pengucapan dan gaya tertentu mngucapkan sesuatu ungkapan(Kamus Dewan,2000:999).
Terdapat dua makna berlainan wujud yang bermaksud polisemi tulen. Untuk situasi lain pula, jika
sesuatu perkataan sekadar mempunyai nama sebutan atau sama ejaan dibentuk sebagai kata masukan
berlainan maka perkataan berkenaan bukan tergolong dalam polisemi yang memiliki banyak makna.
(a)alamat- i) Langit mendung alamat hendak hujan.
ii) Alamat kampungnya tidak diketahui.
(b) jarang- i) Susunan gigi nenek agak jarang.
ii) Ibu jarang ke pasar akhir-akhir ini.
iii) Kakak memakai baju yang agak jarang.
iv) Rambut saya agak jarang kerana gugur.
2.3.2 Polisemi Konteks
Polisemi konteks mempunyai makna berlainan bergantung pada konteks.
a) Atas
(i) Dia berada di atas awan
(ii) Segalanya atas kerelaannya
(iii) Pihak atas akan berusaha
(iv) Segalanya bergantung atas bukti
2.4 Homonim
Homonim diertikan sebagai ungkapan (perkataan, frasa atau ayat) yang bentuknya sama dengan
ungkapan lain tetapi maknanya tidak sama. Hartmann dan Stork(1972) mendefinisikan homonim
sebagai dua perkataan atau lebih yang sama bunyi tetapi berbeza maknanya. Di dalam kamus,
perkataan berhomonim ditandai dengan angka roman yang diletakkan selepas setiap entri yang
berhomonim itu. Contohnya:
I.Ibu membeli sebuku sabun.
Buku II. Jijah sedang membaca buku.
III Peninju itu mengenggam buku limanya.
I. Anjing liar itu telah lari ke kawasan semak yang berdekatan.
Semak
II. Cikgu Jijah sedang menyemak kerja murid-muridnya.
Homonim terbahagi kepada dua iaitu homofon dan homograf(Finegan, 2004:196-196) Homofon
bererti sebutan adalah sama tetapi ejaan berlainan.(O’ Grady, 2000:120-121) Homograf pula ialah
ejaan sama tetapi sebutan berlainan(Finegan, 2004:195) Ada juga perkataan yang ditulis sama seperti
tetapi sebutan berbeza. Contohnya mengerat (memotong) dan mengeratkan (merapatkan). Ini kerana
huruf e mewakili dua bunyi, iaitu e pepet dan etaling.
Contoh homonim
(a) agung
(b) ambang
(c) badan
(d) belah
(e) bunga
(f) cerah
(g) celah
(h) kecut
(i) kelas
(j) larut
(k) langkah
2.4.1 Homograf(a) Semak(b) Pelekat(c) Bela
2.4.2 Homofon
(a) massa dengan masa
(b) bank dengan bang
2.5 Hiponim
Hiponim bermaksud perkataan yang mempunyai makna yang boleh mencakupi makna perkataan lain,
di samping mempunyai hirarki dengan sesuatu perkataan lain, di samping mempunyai hirarki dengan
sesuatu perkataan yang merupakan subordinat bagi sesuatu perkataan yang superordinat(O Grady,
200:19-17) Abdullah Hassan(2006:233) berpendapat hiponim wujud apabila ada perkataan berfungsi
sebagai nama kelas bagi segolongan perkataan.
Menurut Fromkin dan Rodman(1998), hiponim ialah hubungan ketercakupan makna antara suatu
perkataan, frasa, ayat aungkapan yang maknanya dianggap merupakan bahagan daripada makna
daripada suatu perkataan , frasa atau ungkapan lain.
2.5.1 Hiponim Tulen
Hiponim tulen adalah satu perkataan yang mempunyai makna yang luas dan umum mencakupi makna
dua atau lebih perkataan lain(Abdullah Hassan, 2007)
Contoh :
a) Padi ialah perkataan yang mencakupi dua perkataan yang segolongan dengannya iaitu beras dan
nasi.
Contoh-contoh lain
a) kenderaan- van, lori, bas, teksi, beca, kereta
b) senjata- keris, tombak, pedang, panah, sumpit,
c) planet- pluto, marikh, bumi, musytari, zuhal, neptun, uranus, utarid, zuhrah
d) bulan- Januari, Februari, Mac. April, Mei
e) perabot- meja, kerusi, katil, almari,
f) pakaian – stoking, baju, seluar, kemeja
g) flora – paku, pokok bunga, cendawan, rumput
h) fauna- unggas, serangga, amfibia, reptilia, ikan
2.5.2 Hiponim Umum
Hiponim umum bermaksud satu perkataan yang menjadi kata nama umum seperti rumah teres dan
rumah banglo. Ini bermakna bahawa sesuatu jenis rumah mesti bergabung dengan perkataan rumah
untuk membentuk satu komponen kata nama am.
a) bunga i) bunga mawar
ii)bunga melati
iii)bunga kemboja
iv)bunga tanjung
v)bunga kertas
b)seluar i) seluar dalam
ii)seluar panjang
iii)seluar pendek
iv)seluar sekolah
c)tikar i)tikar mengkuang
ii)tikar pandan
iii)tikar bangkar
iv)tikar sembahyang
v)tikar getah
d) susu i)susu getah
ii)susu lembu
iii)susu ibu
iv)susu kambing
v)susu tepung
e) ayam i) ayam serama
ii) ayam belanda
ii)ayam ketek
iv)ayam jantan
f) kelapa i) kelapa mawa
ii)kelapa gading
iii)kelapa tua
iv)kelapa sawit
v)kelapa muda
g) kek i) kek lapis
ii)kek pisang
iii)kek kismis
iv)kek coklat
h) buluh i) buluh gading
ii)buluh betung
iii)buluh perindu
iv)buluh cina
v)buluh lemang
i) ubi i)ubi keledek
ii)ubi kentang
iii) ubi kayu
iv)ubi gadung
v)ubi garut
3.0. RUMUSAN
Kajian hubungan perkataan dengan maknanmemperkayakan perbendaharaan kata bahasa Melayu.
Penggunaan kata yang pelbagai makna dapat mengindahkan bahasa di samping menyatukan
kepelnagaian kaum di negara ini. Menurut Abdullah Hassan(1981) “kata-kata mengandungi makna
dan bagaimana kata-kata itu behubungan sebenarnya bergantung pada bagaimana pengguna sesuatu
bahasa tersebut menyusun segala pengalamannya dalam ungkapan yang berbentuk kata-kata. Dengan
mengetahuii makna perkataan, komunikasi yang terjalin akan dapat membantu menambah
keberkesanan bahasa dan kegramatisan kata atau ayat yang digunakan.
RUJUKAN
Abdullah Hassan, Ainon Mohd,(1994), Bahasa Melayu untuk Maktab Perguruan ,Kuala
Lumpur : Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.
Abdullah Hassan(2007)Linguistik Am- Siri Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Melayu,
Selangor: PTS Professional Publishing Sdn. Bhd.
Ainon Mohd.,M.A., Abdullah Hassan, Ph.D.(2011), Tesaurus Bahasa Melayu, Selangor: PTS
Professional Publishing Sdn. Bhd.
F.R. Palmer,(1989), Semantik, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
KRB 3033 Pengantar Bahasa Melayu, Perak darul Ridzuan: Universiti Pendidikan Sultan Idris
Rodiah Yusoff(2000, Julai), Semantik, Dewan Bahasa, 743-746.
Sheikh Othman bin Sheikh Salim(1996),Kamus Dewan Edisi Ketiga,Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka
S. Nathesan(2008), Makna dalam Bahasa Melayu Edisi Kedua, Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan
Pustaka
Souib Hamat,(2004) Teman Bahasa Kita- Kata Banyak Makna, Johor Darul Takzim; penerbitan
Pelangi Sdn Bhd
Shahrezad Ibrahim(2002) Kamus Dwibahasa- Bahasa Inggeris – Bahasa Melayu Edisi Kedua,
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
www.docstoc.com/9651163/HBL3303SMP-PSIKOLINGUISTIK-DAN-SEMANTIK#
Top Related