Download - Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Transcript
Page 1: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

BAGIAN ILMU ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

BANDUNG

2010

BAB I

PENDAHULUAN

Nutrisi memiliki peran yang penting dan tidak dapat dipisahkan

dengan persiapan pra operasi dan pasca operasi pada pasien yang menjalani

prosedur utama bedah umum dan tindakan suportif pada pasien yang luka

parah. Secara umum, ketika dokter memutuskan kepada pasiennya untuk

menjalani prosedur operasi besar, nutrisi suportif telah menunjukkan

pengurangan komplikasi luka utama seperti luka terbuka dan kebocoran

anastomosis luka.(5)

Pasien yang menjalani operasi menghadapi tantangan secara

metabolik dan fisiologi yang dapat membahayakan status gizi. Gejala

pascaoperasi seperti mual, muntah, nyeri, dan anoreksia dapat terjadi pada

pasien, hal ini juga bahkan dapat terjadi pada pasien yang menjalani operasi

kecil, padahal katabolisme, infeksi, dan proses penyembuhan luka menjadi

faktor peyulit pada pasien setelah operasi besar. Hal-hal ini menjadi masalah

yang jauh lebih besar pada pasien operasi dengan gizi yang kurang. (9)

Deplesi nutrisi telah ditunjukkan menjadi penentu utama dari

perkembangan komplikasi pasca operasi. Pasien bedah gastrointestinal

mempunyai resiko terjadi deplesi nutrisi dari asupan gizi yang tidak

memadai, stres bedah dan peningkatan tingkat metabolisme pascaoperasi.

Banyak pasien tidak dapat bertahan terhadap penyakitnya tanpa bantuan

nutrisi suportif yang khusus. Seperti pada pasien dengan kehilangan usus

total atau hampir total yang mungkin disebabkan infark atau reseksi

Page 2: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

multipel, pasien malnutrisi dengan penyakit inflamasi mukosa usus kronis

yang mempengaruhi penyerapan, atau pasien dengan fistula yang

menghalangi pencernaan nutrisi secara oral, dan lain sebagainya. (5),(6)

Kekhawatiran terjadinya ileus pasca operasi dan integritas dari

pembuatan anastomosis baru menyebabkan terjadinya kelaparan, sehingga

pemberian nutrisi menggunakan cairan intravena sampai terjadinya kentut.

Namun, sejak saat itu telah menunjukkan bahwa pemberian makanan

enteral secepatnya pasca operasi ialah efektif dan dapat ditoleransi dengan

baik. Pemberian makanan secara enteral juga berhubungan dengan manfaat

klinis tertentu seperti menurunnya insiden komplikasi infeksi pascaoperasi

dan peningkatan respon penyembuhan luka. Namun penelitian lebih lanjut

masih diperlukan untuk menentukan hubungan antara nutrisi enteral dengan

terjadinya modulasi fungsi usus.(6)

Pasien dengan kekurangan gizi pra operasi memiliki risiko yang jauh

lebih tinggi terjadinya komplikasi pasca operasi dan kematian daripada

pasien yang memiliki gizi baik sebelum operasi. Status gizi buruk dapat

membahayakan fungsi sistem organ, termasuk jantung, paru-paru, ginjal,

dan saluran gastrointestinal (GIT). Fungsi kekebalan tubuh dan kekuatan otot

juga dapat berpengaruh, pasien seperti ini lebih rentan terhadap terjadinya

komplikasi infeksi dan biasanya memerlukan untuk reintubasi pascaoperasi.

Penyembuhan luka yang tertunda, seperti tertundanya kemajuan dalam

mobilitas pasien, sehingga dapat memperpanjang pemulihan pasien operasi.

Semua faktor ini dapat berkontribusi terjadinya lamanya perawatan di rumah

sakit, dan meningkatkan biaya perawatan kesehatan. Seperti yang

dijelaskan oleh Meguid dan Laviano, setiap dokter bedah secara intuitif

mengetahui bahwa operasi pada pasien dengan kurang gizi dapat menjadi

menyedihkan (rueful) dan mahal. (8),(9)

Bahkan pasien dengan gizi yang cukup saja dapat mengalami hasil

yang kurang baik jika gizi pasca operasi tertunda secara signifikan.

Page 3: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Kurangnya gizi untuk 10-14 hari, khususnya selama periode meningkatnya

kebutuhan (demand) metabolik dengan pemulihan pasca operasi, dapat

mengakibatkan komplikasi dan tingkat kematian yang lebih buruk daripada

mereka yang menerima nutrisi suportif. Sejalan dengan ini, pedoman yang

disediakan oleh American Society for Parenteral dan Nutrisi Enteral (ASPEN)

merekomendasikan bahwa nutrisi suportif diberikan pada pasien tidak

mampu mengambil nutrisi oral yang cukup selama 7-14 hari. organisasi

medis lainnya juga telah membuat rekomendasi yang sama.(9)

Dasar dari nutrisi suportif merupakan pemberian nutrisi pada pasien

yang tidak dapat melakukan intake secara per oral. Nutrisi suportif diberikan

baik secara intravena menggunakan kateter vena dengan infus formula yang

mengandung makronutrisi dan mikronutrisi maupun secara enteral

menggunakan tube yang ditempatkan pada perut atau usus halus seperti

pada pascaoperasi bypass atonia gaster atau ileus usus halus dalam periode

praoperatif maupun postoperatif. Meskipun tekhnik pemberian makanan

intragastik telah diketahui selama ratusan tahun, namun nutrisi parenteral

terbilang relatif baru, memiliki dasar tekhnik yang tinggi, dan maju pesat

sejak tahun 1970-an. Tujuan dari nutrisi suportif ialah untuk mencegah

perburukan status nutrisi, untuk memperbaiki keadaan klinis, dan sebagai

terapi adjuntive, yang mungkin terjadi pada pasien malnutrisi. (5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut Soekirman, status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang

atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi

dari ukuran-ukuran gizi tertentu. (7)

Page 4: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Menurut I Dewa Nyoman S, status gizi adalah ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi

dalam bentuk variabel tetentu.(2)

Status gizi merupakan suatu rangkaian interval dari pasien dengan

nutrisi yang baik sampai pasien kakexia. Pasien malnutrisi yang parah akan

mudah menjadikan terjadinya luka terbuka, infeksi, kebocoran anastomosis

luka, dan komplikasi lainnya. Beberapa tekhnik dari pengukuran status gizi

dapat mengestimasi status pasien dari spektrum gizi ini.(5)

Kebanyakan penderita yang akan dibedah tidak membutuhkan

perhatian khusus untuk masalah gizi. Pada umumnya, mereka dapat

berpuasa untuk waktu tertentu sesuai dengan penyakit dan

pembedahannya. Akan tetapi, tidak jarang juga penderita datang dalam

keadaan gizi yang kurang baik, misalnya yang terjadi pada penderita

penyakit saluran cerna, keganasan, infeksi kronik, dan trauma berat. (8)

2.2 Pengukuran Status Gizi

Pengukuran gizi telah dijelaskan secara komprehensif untuk

menentukan status gizi menggunakan pendekatan riwayat medis, nutrisi,

dan pengobatan; pemeriksaan fisik, pengukuran antropometrik,

laboratorium, dan pertimbangan ahli. Pengukuran gizi pasien secara

komprehensif meliputi evaluasi riwayat pasien dari pola makan, pantangan

makan, perubahan berat badan, dan pengaruh lain yang mempengaruhi

intake atau absorpsi nutrisi. Pengukuran tubuh untuk komposisi tubuh,

status cairan, dan tanda juga gejala defisiensi nutrisi, tes biokmia, seperti

albumin, prealbumin, dan transferin. Analisis komposisi tubuh, kekuatan

genggaman, dan hipersensitifitas kulit yang tertunda. Meskipun begitu,

banyak dari pemeriksaan ini (seperti albumin dan kekuatan genggaman)

tidak praktis digunakan pasca operasi. (10)

Page 5: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Tekhnik skrining yang paling efektif meliputi riwayat dan pemeriksaan

fisik yang adekuat dengan identifikasi penurunan berat badan yang tidak

disengaja. Korelasi yang kuat muncul antara buruknya tingkat protein dan

komplikasi pascaoperasi setelah operasi gastrointestinal. Penurunan berat

badan yang tidak disengaja lebih dari 10 % dalam 6 bulan terakhir atau lebih

dari 20 % dan adanya kebutuhan metabolik yang meningkat

mengindikasikan adanya resiko gangguan gizi. 2 (dua) perhitungan yang

biasa digunakan ialah: (5)

Gejala lainnya seperti nyeri perut, diare kronis, anoreksia, atau letargi

biasanya menyertai perubahan klinis ini dalam berat badan. Pengukuran

antropometri dengan berat dan tinggi badan sudah cukup adekuat.

Ketebalan kulit untuk menentukan massa lemak, pengumpulan urin untuk

menilai indeks kreatinin-tinggi badan, dan tekhnik spesifik lainnya tidak lagi

digunakan secara umum. Pengukuran dari status immunologis dengan

hitung limfosit perifer total atau transformasi limfosit tidak spesifik untuk

defisiensi gizi dan dapat juga ditemukan pada keadaan lain seperti infeksi

yang parah. (5)

2.2.1 Wawancara Pasien, Keluarga, Atau Perawat Pasien

Setelah memeriksa rekam medis pasien, wawancara singkat dengan

keluarga dekat pasien mengenai riwayat diet pasien akan sangat berharga.

Sebagai contoh, kecenderungan kehilangan berat badan yang tidak

disengaja harus lebih dahulu dicatat, contohnya pada pasien yang obes,

merupakan petunjuk yang penting intake nutrisi yang tidak optimal dalam

waktu yang lama. Dalam kasus lain, pasien yang kurus yang kelihatan

malnutrisi namun memang memiliki berat badan kurang dalam waktu yang

lama. Praktisi kesehatan juga perlu menanyakan pantangan dalam diet,

dengan mengetahui makanan yang dipantangnya maka akan dapat

mengarah ke arah defisiensi beberapa nutrisi. (11)

Page 6: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat berguna dalam mengkonfirmasi kecurigaan

adanya defisiensi gizi. Praktisi kesehatan harus melihat tanda dari

kehilangan otot dan lemak, penyembuhan luka yang lama, buruknya

integritas kulit, dan tanda lainnya dari defisiensi gizi sebagai data yang

objektif dalam menentukan adanya malnutrisi. (11)

2.2.3 Proses Penyakit

Proses penyakit juga harus dipertimbangkan ketika

mempertimbangkan pilihan nutrisi suportif untuk pasien-pasien tertentu.

Nutrisi suportif baik secara parenteral maupun enteral dapat membuat

terjadinya risiko komplikasi yang dapat melebihi nilai manfaatnya pada

beberapa pasien. Klinisi harus mengevaluasi beberapa faktor, termasuk

keinginan pasien dan prognosis, tingkat keparahan penyakit, waktu durasi

yang diantisipasi ketika nutrisi tidak dapat diberikan per oral, risiko yang

dapat ditimbulkan dari akses nutrisi suportif dan infus, dan dampak potensial

jika tidak diberikan nutrisi. (12)

2.2.4 Malnutrisi

Malnutrisi berat mempengaruhi morbiditas karena terganggunya

penyembuhan luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Namun, malnutrisi protein-kalori yang ringan tidak banyak memengaruhi

hasil operasi. Berbeda dengan malnutrisi akibat kelaparan, pada penderita

bedah terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan malnutrisi. Dua

faktor utama adalah kurangnya asupan makanan dan proses radang yang

mengakibatkan katabolisme meningkat dan anabolisme menurun. Keadaan

ini dapat langsung tampak pada penurunan kadar serum albumin dan

hipotrofi otot.(8),(9)

Page 7: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Asupan nutrisi yang faali adalah melalui makanan dan minuman. Ini

dapat berupa diet yang dapat diberikan secara oral, melalui sonde hidung,

atau secara intravena.(8)

Diet juga dibedakan atas diet biasa dan diet khusus, misalnya pada

penderita diabetes. Penderita kolelitiasis juga memerlukan diet khusus yang

kurang mengandung lemak. Contoh lain adalah diet tinggi serat untuk

penderita obstipasi dan diet rendah kalori untuk penderita obesitas. Diet

khusus kalori dan protein telur tinggi dibutuhkan oleh penderita malnutrisi

kronik yang mampu makan secara normal. (8)

Makanan biasa yang dicairkan diberikan kepada penderita dengan

obstruksi esofagus atau pada orang yang tidak dapat mengunyah, seperti

pada patah tulang rahang. (8)

Kadang penderita begitu lemah dan mengalami anoreksia, atau

terdapat gangguan mekanik dan obstruksi saluran cerna yang

mengakibatkan proses faali itu tak dapat berlangsung. Fungsi saluran cerna

bisa sangat terganggu sehingga proses pencernaan dan penyerapan

sedemikian terganggu dan kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi. Keadaan ini

disebut kegagalan intestinal. Keadaan ini terdapat pada sindrom usus

pendek akibat reseksi sebagian besar ileum dan yeyunum, fistel usus,

gangguan motilitas usus misalnya pada paralisis usus dan pada peradangan

usus yang luas seperti pada penyakit Crohn dan kolitis ulserosa. Pada kasus

khusus dan sulit ini diperlukan tambahan nutrisi secara enteral atau

parenteral. (8)

2.3 Perubahan Pada Pasien Bedah

2.3.1 Perubahan Fisiologis Pada Pasien Bedah

Telah dibuktikan bahwa permeabiltas usus meningkat 2 (dua) sampai 4

(empat) kali pada periode segera pascaoperasi, dan normalnya berlangsung

Page 8: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

selama 5 hari. Akhir-akhir ini kurangnya nutrisi berhubungan dengan

peningkatan permeabilitas dan menurunnya tinggi dari villus. Penemuan ini

mengarah ke investigasi dari penatalaksanaan yang bertujuan menjaga

barrier mukosa yang intak. Meningkatnya permeabilitas usus

mengindikasikan kegagalan dari fungsi barrier usus untuk mengeluarkan

bakteri dan toksin endogen. Hal ini menjadi salah satu agen penyebab dalam

systemic inflammatory response syndrome, sepsis dan gagal organ multipel.

Meskipun, terdapat kegagalan untuk menunjukan bahwa terdapat korelasi

antara rusaknya fungsi barrier usus dan komplikasi sepsis setelah kegagalan

gastrointestinal bagian atas.(6)

2.3.2 Perubahan Metabolik Pada Pasien Bedah

Tubuh memproduksi respon khas terhadap luka karena trauma,

operasi elektif, atau inflamasi. Semakin ringan cedera, responnya akan

semakin tumpul dan cepat hilang, sedangkan semakin besar luka yang

didapat, maka respon yang muncul akan semakin lama dan parah khususnya

jika komplikasinya muncul. Respon tersebut akan meningkatkan tingkat

metabolisme, sekresi glukokortikoid dan katekolamin, produksi sitokin

proinflamasi, dan retensi cairan. Retensi cairan dan output urin yang rendah

disebabkan bertambahnya sekresi vasopresin dan mineralokortikoid

sebagaimana meningkatnya edema usus disebabkan meningkatnya

permeabilitas. Pemulihan pascaoperasi tanpa komplikasi mempunyai hasil

diuresis cairan ini pada hari ketiga dan keempat pascaoperasi sejalan

dengan menurunnya respon endokrin. Hiperglikemia terjadi disebabkan oleh

supresi katekolamin dari sekresi insulin oleh pankreas (efek sentral) dan

inhibisi uptake glukosa oleh jaringan perifer dalam responnya terhadap

kadar sirkulasi insulin (efek perifer). (5),(6)

Setiap respon tersebut memiliki manfaat yang khusus seperti retensi

garam dan air yaitu untuk menjaga volume darah, meningkatnya produksi

glukosa hepar yaitu untuk menyediakan "tenaga" yang cukup, dan mobilisasi

Page 9: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

dari asam amino untuk glukoneogenesis, produksi protein hepar, proliferasi

fibroblas, dan regulasi imunologi. Perubahan kecepatan katabolisme protein,

khususnya pretein otot. Katekolamin menstimulasi glikogenolisis dan

glukoneogenesis hepar. Kortisol merangsang glikogenolisis,

glukoneogenesis, dan proteolisis protein dan efek potensial katekolamin

pada hepar. (5)

Hormon lain disekresi sebagai respon terhadap luka. Arginine

vasopresin (yang awalnya diketahui sebagai antidiuretik hormon (ADH)),

meningkatkan absorpsi air dan stimulasi glikogenesis hepar dan

glukoneogenesis. Kadar glukagon meningkatkan glikolisis, lipolisis, dan

glukoneogenesis. Insulin like growth factor-I (IGF-I) dan Growth Hormone

(GH) menurun, dan hal ini menginduksi ketidakseimbangan dalam regulasi

hormon mengarah penurunan hormon anabolik dan percepatan kehilangan

jaringan. (5)

Respon stress berbeda dengan kelaparan tanpa luka. Kelaparan

mengurangi pengeluaran energi dan meningkatkan lipogenesis dan produksi

keton bodies. Namun tidak berkembang menjadi respon protein fase akut.

Stress meningkatkan pengeluaran energi, mempercepat produksi protein

hepar, merangsang respon protein fase akut, dan mempercepat proteolisis

tanpa produksi keton bodies. Asam lemak, keton bodies, dan gliserol

merupakan substrat energi utama dalam kelaparan dan terjadi pada 95%

kebutuhan awal. Dalam keadaan stres, asam amino merupakan sumber yang

penting dari produksi glukosa melalui glukoneogenesis hepar. Protein

menyediakan 15-20 % energi, padahal lemak menyediakan energi sampai

80-85%. (5)

Kondisi hipermetabolik yang lebih lama dapat berhubungan dengan

keseimbangan nitrogen yang negatif yang muncul kemudian. Tingkat

metabolik biasanya meningkat sekitar 10% pasca operasi. Jika dukungan gizi

yang memadai tidak ada pada tahap ini akan terjadi proteolisis dari otot

Page 10: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

rangka yang berlebihan dan terjadi depresi metabolisme yang lebih lanjut.

Peningkatan pengeluaran energi dikaitkan dengan berbagai tanggapan

hormonal yang terjadi sebagai akibat dari trauma bedah. Sitokin, termasuk

Tumor Necrotizing Factor (TNF) dan interleukin (IL-1 dan IL-6) memiliki peran

penting dalam menentukan perubahan metabolik jangka panjang. Perubahan

ini tidak relevan secara klinis, kecuali terjadinya sepsis pasca bedah atau

trauma setelah operasi tetapi dalam hubungannya dengan kelaparan

preoperatif sering mengakibatkan keseimbangan nitrogen negatif secara

signifikan. (6)

2.3.3 Peran Usus Dalam Pertahanan Tubuh

Sebagian besar konsensus menyatakan bahwa nutrisi harus diberikan

melalui saluran gastrointestinal daripada parenteral bila memungkinkan.

Konsensus ini dihasilkan dari berbagai percobaan klinis prospektif acak pada

pasien trauma dan pasien bedah umum. Hasil eksperimental yang signifikan

telah mendokumentasikan bahwa terjadi perubahan dalam histologi

pencernaan serta imunitas mukosa ketika saluran pencernaan tidak

diberikan makanan. (5)

Perlindungan sistemik dan intraperitoneal juga dipengaruhi oleh rute

pemberian gizi. Nutrisi enteral akan mengurangi kematian bakteri

intraperitoneal dibandingkan dengan hewan yang diberi makan diet

parenteral isonitrogen dan isokalorik. Studi-studi awal telah dikonfirmasi oleh

Lin dan rekan-rekannya, yang menunjukkan bahwa makanan enteral pada

tikus menghasilkan peningkatan TNF intraperitoneal dan inhibisi proliferasi

bakteri. Hal ini menghasilkan respon sistemik TNF yang tumpul terhadap

sepsis intraperitoneal. Temuan ini telah dikonfirmasi oleh Fong dan rekan

pada subyek manusia. Ketika nutrisi parenteral diberikan secara infus maka

sebenarnya diberikan pula endotoksin, respon TNF ditingkatkan pada

individu yang diberikan nutrisi secara parenteral dibandingkan dengan

Page 11: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

mereka yang makan secara enteral. Sehingga pada beberapa aspek, rute

pemberian nutrisi secara enteral lebih tetap disukai.(5)

2.4 Kebutuhan Nutrisi

Tujuan utama dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan

energi untuk proses metabolisme, pemeliharaan suhu basal, dan perbaikan

jaringan. Kegagalan untuk menyediakan sumber energi nonprotein yang

memadai akan menyebabkan penggunaan cadangan jaringan tubuh.

Kebutuhan untuk energi dapat diukur dengan kalorimetri secara langsung

atau diperkirakan dari ekskresi nitrogen urin, yang sebanding dengan

pengeluaran energi selama istirahat. Namun, penggunaan kalorimetri secara

tidak langsung, terutama pada pasien yang sakit kritis, sering mengarah

kepada perhitungan yang terlalu tinggi dari kebutuhan kalori. (1)

Untuk menentukan kebutuhan kalori harus diketahui metabolisme

basal, sedangkan untuk menentukan basal energy expenditure (BEE) ini

digunakan suatu rumus Harris-Benedict. (1),(5),(8)

Rumus : (1),(5),(8)

BEE (Laki-laki) = 66,47 + 13,75 (Berat badan/Kg) + 5,0 (Tinggi Badan/Cm) -

6,76 (Usia/tahun) Kkal/hari

BEE (Perempuan) = 655,1 + 9,56 (Berat badan/Kg) + 1,85 (Tinggi

badan/Cm) - 4,68 (Usia/tahun) Kkal/hari

Persamaan ini, disesuaikan dengan jenis stres bedah, yang cocok

untuk memperkirakan kebutuhan energi pada lebih dari 80% pasien rawat

inap. Telah terbukti bahwa penyediaan 30 kkal / kg per hari akan cukup

memenuhi kebutuhan energi pada sebagian besar pasien pascaoperasi,

dengan risiko rendah kelebihan makan. Pada trauma atau sepsis, kebutuhan

substrat energi meningkat, memerlukan kalori yang lebih besar melebihi

pengeluaran energi nonprotein yang dihitung (Tabel 2.1). Kebutuhan

Page 12: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

tambahan kalori nonprotein ini diberikan setelah luka biasanya 1,2-2,0 kali

lebih besar daripada resting energy expenditure (REE) yang dihitung,

tergantung pada jenis cedera.(1)

Untuk mengoreksi katabolisme yang tinggi seperti yang terjadi pascatrauma, pascabedah,

pada infeksi atau sepsis, harus ditambahkan 50% atau lebih dari BEE, tetapi jangan melebihi

150% BEE. (8)

Kondisi Kkal/kg per day

Perhitungan di atas BEE

Gram Protein/kg per day

Kalori non

protein: Nitrogen

Normal/moderate malnutrition 25–30 1.1 1 150:1

Mild stress 25–30 1.2 1.2 150:1

Top of Form

Moderate stress 30 1.4 1.5 120:1

Severe stress 30–35 1.6 2 90–120:1

Burns 35–40 2 2.5 90–100:1

Bottom of Form

Tabel 2.1 Penyesuaian kalori di atas Pengeluaran Energi Basal (BEE) pada

kondisi hipermetabolik. (1)

Tujuan kedua dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan

substrat untuk sintesis protein. Kalori nonprotein yang sesuai: rasio nitrogen

150:1 (misalnya, 1 g N = 6,25 g protein), harus dipertahankan, yang

merupakan kebutuhan kalori basal yang diberikan untuk mencegah

penggunaan protein sebagai sumber energi. Sekarang terdapat bukti yang

lebih besar yang menunjukkan bahwa asupan protein meningkat, dan kalori

lebih rendah: nitrogen rasio 80:1 untuk 100:1, yang mungkin memiliki

manfaat penyembuhan pada pasien dengan hipermetabolik dan sakit kritis.

Dengan tidak adanya disfungsi ginjal atau gangguan hati yang berat dapat

Page 13: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

dugunakan rejimen gizi standar, sekitar 0,25-0,35 g nitrogen per kilogram

berat badan harus disediakan setiap hari. (1)

Kebutuhan kalori harus dirinci. Karbohidrat sebagai sumber kalori

diberikan tidak lebih dari 6 g/kgBB/hari, bila berlebihan, terjadi

hipermetabolisme. Oleh karena pembatasan penggunaan karbohidrat seperti

di atas, lemak digunakan juga sebagai sumber kalori, sekaligus sebagai

sumber asam lemak esensial. (8)

Penderita dengan katabolisme berat, seperti trauma ganda dan luka

bakar, memerlukan nutrisi tinggi protein dan asam amino untuk mengatasi

keseimbangan nitrogen yang negatif. Umumnya diperlukan 1,2-1,5 g

protein/kgBB/hari. (8)

Elektrolit dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan asam

basa, juga untuk metabolisme sel. Unsur Na+, K+, Mg+, Ca+, P+, Cl- sama

pentingnya seperti protein dan kalori dalam proses penggantian sel yang

rusak. Vitamin dan unsur runut {trace element) juga esensial untuk proses

metabolisme. Dosis tinggi vitamin tertentu, seperti vitamin C atau vitamin E,

memainkan peranan penting dalam pertahanan tubuh sebagai antioksidan.

Konsentrasi plasma vitamin C dan E telah ditunjukkan dapat mengurangi

pasien sakit berat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

dibandingkan dengan sukarelawan yang sehat. (5),(8)

Kebutuhan nutrisi dlperkirakan atas dasar kondisi klinis pasien.

Penentuan status metabolik yang lebih tepat dapat didasarkan pada

keselmbangan nitrogen. (8)

2.5 Kelebihan Pemberian Nutrisi (Overfeeding)

Kelebihan memberikan nutrisi biasanya disebabkan oleh kelebihan

perhitungan kebutuhan kalori yang terlalu tinggi, seperti yang terjadi ketika

berat badan aktual digunakan untuk menghitung BEE dalam populasi pasien

Page 14: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

seperti pasien yang sakit kritis dengan cairan overload yang signifikan dan

gemuk. Kalorimetri langsung dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan

energi, tetapi sering melebihi BEE dari 10% hingga 15% pada pasien stres,

terutama jika pasien sedang menggunakan ventilator. Dalam hal ini, berat

kering (dry weight) yang diperkirakan harus diperoleh dari anggota keluarga

atau anamnesis sebelum cedera. Secara klinis, peningkatan konsumsi

oksigen, peningkatan produksi CO2, lemak hati, penekanan fungsi leukosit,

dan meningkatkan risiko infeksi semuanya telah didokumentasikan dengan

adanya kelebihan pemberian makan (overfeeding).(1)

2.6 Rute Pemberian Nutrisi Suportif

2.6.1 Nutrisi Enteral

Nutrisi enteral memberi hasil lebih baik karena prosesnya berlangsung

faali. Nutrisi enteral lebih disukai daripada nutrisi parenteral atas dasar

kurangnya biaya yang harus dikeluarkan dan risiko yang terdapat jika

diberikan secara intravena. Pemberian nutrisi secara enteral telah

menghasilkan beberapa manfaat klinis yang spesifik, termasuk mengurangi

kejadian komplikasi infeksi pasca operasi dan peningkatan respon

penyembuhan luka. Nutrisi enteral dapat memiliki efek menguntungkan lain,

termasuk mengubah eksposur antigen dan mempengaruhi oksigenasi dari

mukosa usus. Penelitian lebih lanjut diperlukan pada hal ini untuk

menjelaskan apakah nutrisi enteral benar-benar memodulasi fungsi usus

atau apakah indikasi pemberian gizi enteral tergantung oleh bahwa pasien

telah memiliki fungsi organ tubuh yang sehat kembali. (1),(6),(8)

Pengobatan konvensional setelah reseksi usus biasanya diperlukan

puasa dengan pemberian cairan intravena sampai terjadinya flatus,

terutama karena kekhawatiran terjadinya ileus pasca operasi. Ini didasarkan

pada asumsi bahwa makanan per oral tidak dapat ditoleransi pada ileus dan

integritas dari anastomosis yang baru dibangun dapat mempengaruhinya

Page 15: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

juga. Namun demikian, motilitas usus kecil pulih 6-8 jam setelah trauma

bedah dan absoprsi tetap ada bahkan ketika tidak adanya gerak peristaltik

normal. Sejak itu telah menunjukkan bahwa pemberian makan enteral

pascaoperasi pada pasien yang menjalani reseksi gastrointestinal aman dan

dapat ditoleransi dengan baik bahkan ketika dimulai dalam waktu 12 jam

dari operasi. (6)

Pilihan diet cairan encer untuk diet pertama pascaoperasi berdasarkan

teori bahwa cairan encer lebih mudah ditoleransi daripada cairan yang

kental atau makanan padat pada periode dini pascaoperasi. Alasan lainnya

yaitu cairan encer menyediakan rehidrasi oral dan meminimalkan sekresi

pankreas dan gastrointestinal dibandingkan makanan biasa.(4)

Studi prospektif acak untuk pasien dengan status gizi yang baik

(albumin 4 g / dL) dan menjalani operasi pencernaan tidak menunjukkan

perbedaan dalam hasil dan komplikasi bila diberikan nutrisi enteral

dibandingkan dengan pemberian pemeliharaan infus sendiri pada hari-hari

pertama setelah operasi. Selanjutnya, pada studi permeabilitas usus pada

pasien gizi baik yang menjalani operasi kanker gastrointestinal bagian atas

menunjukkan normalisasi permeabilitas usus pada hari kelima pasca operasi.

Pada kasus ekstrem yang lain, meta-analisis terbaru pada pasien sakit kritis

menunjukkan penurunan 44% komplikasi infeksi pada mereka yang

menerima dukungan nutrisi enteral lebih dari mereka yang menerima nutrisi

parenteral. Kebanyakan studi prospektif acak untuk trauma abdomen dan

toraks yang parah menunjukkan penurunan yang signifikan terjadinya

komplikasi infeksi untuk pasien yang diberi nutrisi enteral awal bila

dibandingkan dengan mereka yang tidak diberi makan atau menerima nutrisi

parenteral. Selain itu, pemberian makanan ke lambung sejak awal setelah

cedera kepala tertutup sering dihubungkan dengan makan yang kurang dan

defisiensi kalori karena kesulitan mengatasi gastroparesis dan risiko tinggi

terjadinya aspirasi. (1)

Page 16: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Rekomendasi nutrisi enteral dini untuk pasien bedah dengan malnutrisi

sedang (albumin = 2,9-3,5 g / dL) hanya dapat dilakukan oleh penarikan

kesimpulan karena kurangnya data secara langsung berkaitan dengan

populasi ini. Untuk pasien ini, pemberian nutrisi enteral diukur berdasarkan

pengeluaran energi dari pemulihan pasien, atau jika timbul komplikasi yang

dapat mengubah rencana pemulihan (misalnya, kebocoran anastomotic,

operasi kembali, sepsis, atau kegagalan untuk disapih saat menggunakan

ventilator). Keadaan klinis lain yang memperkuat nutrisi suportif enteral

dapat digunakan pada penurunan neurologis permanen, disfungsi

orofaringeal, short bowel syndrome, dan pasien transplantasi sumsum

tulang. (1)

Diet lengkap berbentuk cairan yang menghasilkan ampas terbatas,

biasanya diberikan melalui pipa lambung, duodenum, atau yeyunum.

Makanan dan minuman yang sudah separuh dicerna ini digunakan untuk

orang yang keadaannya payah karena malnutrisi berat, koma lama,

penderita yang sedang menggunakan respirator, dan penderita sakit berat di

ruang rawat intensif. (8)

Diet dasar (elemental diet) mulai dipakai di penerbangan ruang

angkasa karena hampir tidak menghasilkan ampas. Diet ini terdiri atas

campuran asam amino, glukosa, dan trigliserida yang hampir tidak usah

dicerna dan langsung diserap. Diet itu juga dapat diberikan melalui pipa

lambung halus pada penderita sindrom usus pendek, fistel usus, atau

penderita radang usus yang parah seperti kolitis ulserosa atau penyakit

Crohn. (8)

Terdapat beberapa teknik yang tersedia untuk akses enteral. Saat ini digunakan metode

dan indikasi pilihan dirangkum dalam tabel 2.2. (1)

Pilihan Akses Komentar

Nasogastric Tube Penggunaan jangka pendek; risiko aspirasi;

Page 17: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

trauma nasofaring; sering menyangkut.

Nasoduodenal/

nasojejunal

Penggunaan jangka pendek; risiko aspirasi rendah

pada jejunum; adanya tantangan dalam

menempatkannya (bantuan radiografi sering

diperlukan)

Percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG)

Diperlukan keterampilan endoskopi; dapat

digunakan untuk dekompresi lambung atau bolus

feed; risiko aspirasi; bisa bertahan 12-24 bulan;

tingkat komplikasi sedikit lebih tinggi yaitu

disebabkan cara penempatan dan kebocoran

pada lokasi penempatan.

Operasi gastrostomi Membutuhkan anestesi umum dan laparotomi

kecil; mungkin dapat dibuat penempatan feeding

port duodenum jejunum yang diperpanjang ;

dapat ditempatkan secara laparoskopik

Gastrostomi

fluoroskopi

Penempatan jarum dan garpu T sebagai jangkar

ke perut; dapat menyisipkan kateter kecil melalui

gastrostomy ke duodenum / jejunum

menggunakan fluoroskopi

PEG-jejunal tube Ditempatkan pada jejunum dengan endoskopi

biasa yang tergantung pada keahlian operator;

jejunum sering tersangkut retrograde; prosedur

dua tahap dengan penempatan PEG, diikuti

dengan konversi fluoroskopi dengan tabung

pengisi jejunum melalui PEG

Direct percutaneous

endoscopic

Menempatkan melalui endoskopik langsung

dengan enteroscope; adanya tantangan dalam

Page 18: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

jejunostomy (DPEJ) penempatan; risiko cedera lebih besar

Operasi Jejunostomi Umumnya diterapkan saat laparotomi; anestesi

umum; penempatan ilaparoskopi biasanya

membutuhkan asisten untuk penyisipan kateter;

laparoskopi menawarkan visualisasi langsung dari

penempatan kateter

Fluoroscopic

jejunostomy

Pendekatannya sulit dengan risiko cedera; tidak

umum dilakukan

Tabel 2.2 Beberapa pilihan untuk akses pemberian makan secara

enteral.(1)

2.6.2 Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral hanya diberikan bila nutrisi enteral tak dapat dilakukan, misalnya

karena kelainan gastrointestinal sedemikian berat sehingga fungsi digesti dan absorbsi terganggu.

Nutrisi Cara

Pemberian

Contoh Indikasi

Makanan cair

Diet khusus

Tinggi kalori

protein

Lengkap cair

Diet dasar

Parenteral total

Oral

Oral

Oral/Parenteral

Oral/enteral

Oral/Parenteral

Parenteral

Obstruksi esophagus, patah tulang

rahang

Diabetes, kolelitiasis, obstipasi,

obesitas

Malnutrisi kronis

Malnutrisi, respirasi buatan, koma

yang lama, perawatan intensif

Penerbangan ruang angkasa, fistel

usus, ileus, morbus Crohn, colitis

Page 19: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Fistel, short bowel syndrome, kolitis

Tabel 2.3 Diet dan nutrisi khusus.(8)

Nutrisi parenteral total terdiri atas nutrisi intravena yang mengandung

semua nutrien yang diperlukan. Nutrisi ini dipakai pada penderita dengan

ileus lama atau fistel usus. Nutrisi parenteral total ini melalui vena sentral,

sebaiknya ujung kateter berada di v.kava superior. Pada ketiga cara khusus

di atas, yaitu diet lengkap cair, diet dasar, dan diet parenteral total,

diperlukan formula nutrisi khusus sehingga pencernaan dapat berlangsung

sempurna. (8)

Sebuah uji klinis besar multicentre tidak menunjukkan penurunan yang

signifikan dalam morbiditas atau kematian ketika Total Parenteral Nutrition

(TPN) perioperatif diberikan kepada sekelompok pasien bedah yang

heterogen. Stratifikasi pasien dalam percobaan ini yang disesuaikan dengan

status gizi menunjukkan bahwa pasien dengan gizi buruk ringan tidak

memiliki manfaat dari pemberian TPN tetapi lebih banyak terjadi komplikasi

infeksi. Hal ini menyebabkan para peneliti menyimpulkan bahwa TPN

perioperatif harus dibatasi pada pasien dengan malnutrisi berat tanpa

adanya indikasi spesifik lainnya. Studi berikutnya difokuskan terutama pada

pasien malnutrisi parah dengan keganasan gastrointestinal. Pasien ini telah

ditunjukkan secara klinis mengalami penurunan yang signifikan, baik pada

komplikasi infeksi maupun noninfeksi ketika diberi makan secara parenteral

selama minimal sepuluh hari sebelum dioperasi. Sebuah meta-analisis

terbaru dari 27 percobaan acak terkontrol menyimpulkan bahwa TPN tidak

memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik secara keseluruhan pada

morbiditas dan mortalitas pasien bedah. Penelitian terbaru yang dianalisa

dengan kualitas metodologi yang lebih baik hanya menunjukkan manfaat

sedikit daripada studi sebelumnya. Studi tersebut hanya menunjukkan

kecenderungan penurunan angka komplikasi pada pasien malnutrisi.(6)

Page 20: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Di bawah ini merupakan situasi di mana nutrisi parenteral telah

digunakan dalam upaya untuk mencapai tujuannya: (1)

1. Bayi baru lahir dengan anomali pencernaan gastrointestinal, seperti fistula

trakeoesofagus, gastroschisis, omphalocele atau atresia usus besar.

2. Bayi yang gagal berkembang karena kekurangan pencernaan disebabkan

dengan short bowel syndrome, malabsorpsi, defisiensi enzim, ileus

mekonium, atau diare idiopatik.

3. Pasien dewasa dengan short bowel syndrome sekunder disebabkan

reseksi usus halus yang luas (<100>

4. Enteroenteric, enterocolic, enterovesical, atau fistula enterocutaneous

dengan output yang tinggi (> 500 mL/hari).

5. Pasien operasi dengan ileus paralitik berkepanjangan setelah operasi

besar (> 7 - 10 hari), luka multipel, trauma tumpul atau perut terbuka,

atau pasien dengan refleks ileus yang rumit dengan berbagai penyakit

medis.

6. Pasien dengan panjang usus normal, tetapi terdapat malabsorpsi

sekunder meliputi sariawan, hypoproteinemia, insufisiensi enzim atau

pankreas, enteritis regional, atau kolitis ulserativa.

7. Dewasa pasien dengan gangguan pencernaan fungsional seperti

esofageal diskinesia setelah kecelakaan serebrovaskular, diare idiopatik,

muntah psikogenik, atau anorexia nervosa.

8. Pasien dengan kolitis granulomatosa, kolitis ulseratif, dan enteritis TB, di

mana bagian-bagian utama dari mukosa absorptif terserang penyakit.

9. Pasien dengan keganasan, dengan atau tanpa cachexia, di antaranya gizi

buruk mungkin membahayakan keberhasilan cara pemberian pilihan

terapeutik.

10. Gagal untuk mencoba memberikan kalori yang memadai dengan tabung

enteral atau terdapat sisa residu yang tinggi.

11. Pasien sakit kritis yang hipermetabolik selama lebih dari 5 hari. (1)

Kondisi kontraindikasi diberikannya nutrisi parenteral meliputi: (1)

Page 21: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

1. Kurangnya tujuan khusus dari manajemen pasien, atau pada kasus yang

bukan untuk memperpanjang hidup yang bermakna.

2. Periode ketidakstabilan hemodinamik atau kekacauan metabolis yang

parah (misalnya, hiperglikemia berat, azotemia, ensefalopati,

hyperosmolality, dan gangguan cairan elektrolit) membutuhkan kontrol

atau koreksi terlebih dahulu sebelum mencoba pemberian infus yang

hipertonik.

3. Pasien layak untuk makan melalui saluran pencernaan, pada sebagian

besar kasus, ini adalah jalan terbaik yang digunakan untuk memberikan

gizi.

4. Pasien dengan status gizi yang baik.

5. Bayi dengan usus halus kurang dari 8 cm, ketika bayi tidak mampu

beradaptasi meskipun dengan pemberian gizi parenteral.

6. Pasien yang dengan cara berfikir yang ireversibel atau tidak manusiawi.(1)

2.6.3 Rute Nutrisi Enteral Banding Parenteral

Setiap rute pemberian nutrisi suportif berhubungan dengan komplikasi

yang berbeda-beda. Umumnya, komplikasi yang terkait dengan nutrisi

parenteral berhubungan dengan morbiditas yang lebih besar daripada nutrisi

enteral karena sifat invasif dari cara pemberiannya. Rute cara pemberian

juga memiliki efek pada fungsi organ, terutama saluran usus. Substrat

makanan yang diberikan oleh rute enteral lebih baik dimanfaatkan oleh usus

daripada diberikan pemberian nutrisi secara parenteral. Selain itu,

pemberian nutrisi secara enteral bila dibandingkan dengan solusi TPN dapat

mencegah atrofi mukosa gastrointestinal, melemahkan respon trauma stres,

menjaga imunokompetensi dan melestarikan flora usus normal. (1),(6)

Sebuah penelitian meta-analisis yang membandingkan kemanjuran gizi

nutrisi enteral dan parenteral awal pada pasien bedah berisiko tinggi

menemukan bahwa pemberian nutrisi enteral dini pasca operasi ialah efektif

dan dapat mengurangi tingkat morbiditas septik dibandingkan dengan

Page 22: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

mereka yang dikelola TPN bahkan ketika kateter yang menyebabkan sepsis

telah dikeluarkan dari analisis. Nutrisi enteral juga merupakan pilihan yang

sangat efektif pada pasien malnutrisi dengan kanker gastrointestinal dan

memiliki komplikasi yang lebih sedikit, perawatan pascaoperasi di rumah

sakit yang lebih singkat dan mengurangi biaya dibandingkan dengan TPN.

Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa rute enteral harus

digunakan sedapat mungkin, tetapi jika rute pemberian secara enteral tidak

dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) minggu maka pemberian TPN yang dini

harus dipertimbangkan.(6)

Jadi, pertama-tama harus diusahakan agar pasien bisa makan melalui

mulut dalam bentuk makanan lunak atau makanan cair. Bila ini tidak

berhasil, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa lambung melalui hidung

(nasogastric tube), atau bila perlu, sonde dapat dimasukkan lebih dalam lagi

sampai ke duodenum, bahkan bagian proksimal yeyunum. Kadang-kadang

makanan ini perlu diberikan melalui sonde gastrostomi atau yeyunostomi.

Nutrisi parenteral dapat diberikan sebagai tambahan bila nutrisi enteral tidak

memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. (8)

Dalam memberikan nutrisi enteral maupun parenteral, perhitungan

kebutuhan protein dan kalori sama seperti yang telah dibahas di atas. (8)

Komplikasi nutrisi enteral, antara lain aspirasi, muntah, diare, salah

letak pipa, sedangkan komplikasi nutrisi parenteral serupa dengan masalah

kateter vena, seperti salah letak, menembus vena, atau tersumbat. Penyulit

lain ialah tromboflebitis, infeksi dan sepsis umum, serta gangguan

metabolikyang bisa terjadi karena pemberian cairan terlalu cepat. (8)

2.7 Nutrisi Perioperatif

Banyak penelitian meneliti nutrisi suportif preoperatif dan postoperatif,

meskipun hasilnya terdapat banyak konflik. Masalah utama dari data-data

Page 23: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

tersebut ialah pengambilan pasien yang tidak mempunyai resiko terhadap

komplikasi yang berkaitan dengan nutrisi. Terutama ketika nutrisi perenteral

pada lengan dimasukkan, hasil sering menunjukkan peningkatan komplikasi

septik pada pasien yang mendapatkan nutrisi parenteral yang seharusnya

tidak peru mendapatkan keadaan yang penyulit seperti ini. Contoh klasik

adalah Veterans Affairs Cooperive study, yang secara acak memilih pasien

pra operasi bedah untuk diberikan nutrisi parenteral selama 7 sampai 15 hari

sebelum operasi atau untuk kelompok kontrol dengan akses gratis untuk

diet. Jumlah nutrisi parenteral yang diberikan dalam studi melebihi

rekomendasi saat ini, dan ini memperburuk efek negatif. Secara

keseluruhan, saat itu terjadi pengurangan komplikasi penyembuhan (luka

terbuka, anastomosis luka yang tidak adekuat, pembentukan fistula) pada

kelompok nutrisi parenteral, tetapi terjadi peningkatan komplikasi infeksi

secara signifikan, terutama pneumonia. Setelah stratifikasi disesuaikan

dengan tingkat gizi buruk yang sudah ada sebelumnya, sangat jelas manfaat

nutrisi parenteral pada pasien gizi buruk, dengan pengurangan yang

signifikan dalam penyembuhan komplikasi dan tidak ada kenaikan (dan

penurunan beberapa) pada komplikasi infeksi. Dalam percobaan gizi

perioperatif, hampir semua percobaan dengan hasil negatif atau efek negatif

dari gizi terjadi pada sebagian besar pasien dengan gizi yang baik. Namun,

percobaan yang menyertakan sejumlah besar pasien malnutrisi

menunjukkan manfaat yang signifikan dengan nutrisi perioperatif. Orang

bisa menyimpulkan bahwa pasien dengan gizi yang baik-yang teridentifikasi

setelah anamnesis riwayat dan pemeriksaan fisik-tidak mungkin untuk

mendapatkan manfaat preoperatif baik menggunakan nutrisi parenteral

meupun makanan enteral. Namun, jika pasien memiliki defisiensi gizi yang

sudah ada sebelumnya, terdapat data-data yang mendukung penggunaan

nutrisi suportif di awal sebelum operasi dan/atau periode pasca operasi.(5)

2.8 Monitoring Terapi Nutrisi Suportif

Page 24: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Status cairan harus dievaluasi setiap hari pada pasien sakit kritis.

Formulasi nutrisi parenteral harus terkonsentrasi dan natrium harus

dikurangi saat berat badan pasien tiba-tiba meningkat 1-2 kg dalam 24 jam.

Laboratorium untuk pengukuran glukosa, natrium, kalium, status asam-basa,

dan fungsi ginjal harus dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran untuk

kalsium, fosfor, dan magnesium harus dilakukan setidaknya tiga kali

seminggu. Konsentrasi trigliserida, tes fungsi hati, hitung darah lengkap

dengan diferensial, waktu prothrombin, dan waktu tromboplastin harus

dinilai mingguan selama fase akut cedera pada populasi pasien ini.(5)

Keseimbangan nitrogen dapat dihitung setelah pengumpulan urin 24

jam untuk volume dan urea nitrogen yang digunakan untuk menentukan

beratnya katabolisme. Keseimbangan nitrogen didefinisikan sebagai

perbedaan antara asupan nitrogen dan ekskresi nitrogen. Pasien yang

memiliki cedera tulang belakang atau kepala berat akan tetap berada dalam

keseimbangan nitrogen negatif bahkan ketika diberikan dosis protein 2

g/kg/hari disebabkan atrofi disuse. Keseimbangan nitrogen, atau

keseimbangan nol nitrogen, dapat terjadi pada pasien stress, sehat

sebelumnya, dan pasien bedah yang muda.(5),(14)

Gambar 2.1 Pengaruh keparahan cedera terhadap wasting nitrogen.

Konsentrasi protein serum dapat digunakan sebagai ukuran status gizi

karena kenaikan konsentrasi protein tertentu dapat mencerminkan

terjadinya anabolisme protein. Konsentrasi serum albumin merupakan

penanda protein yang paling umum digunakan untuk menilai status gizi.

Namun, albumin merupakan penanda yang buruk untuk menilai status gizi

pada pasien sakit kritis karena konsentrasinya cepat menurun jika terjadi

stres atau luka akibat redistribusi dari ruang intravaskuler ke ruang

interstisial, dan karena waktu paruh hidupnya yang panjang (<21

style="">C Reactive Protein (CRP) dapat dipertimbangkan karena protein ini

merupakan protein serum jangka pendek. CRP diakui sebagai protein fase

Page 25: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

akut yang positif, dan sintesisnya meningkat selama inflamasi dan stres. Jika

terjadi peningkatan konsentrasi CRP dan serum prealbumin tiba-tiba

menurun, ini mungkin menandakan adanya suatu kondisi inflamasi yang

mendasari daripada terjadinya penurunan status gizi. Namun, gabungan

prealbumin rendah dan konsentrasi CRP dapat mencerminkan kalori atau

protein yang tersedia tidak memadai. Hal-hal ini merupakan prinsip-prinsip

dasar yang bisa digunakan untuk membantu klinisi dalam membuat

penyesuaian yang diperlukan dalam membuat rejimen gizi pasien. (5),(14)

2.9 Immunonutrisi

Selain penelitian yang sedang berlangsung memastikan manfaat

spesifik dari rute pemberian untuk nutrisi suportif, penelitian terbaru juga

difokuskan pada komposisi rejimen gizi. Secara khusus, banyak perhatian

telah dibayarkan kepada potensi nutrisi khusus yang dapat mempengaruhi

respons metabolik terhadap penyakit. Salah satu hal yang kontroversi atas

pemberian nutrisi suportif dalam beberapa tahun terakhir ialah nutrisi yang

memodulasi kekebalan (imunonutrisi), termasuk glutamin, arginin, omega-3

asam lemak, dan nukleotida. Sejumlah percobaan telah dilakukan untuk

menilai dampak dari produk yang mengandung bahan-bahan tersebut pada

pasien. Namun, banyak dari percobaan telah dikritik cacat desain, dan

hasilnya masih menjadi konflik. (6),(13)

Glutamin adalah asam amino bebas terbanyak yang terdapat dalam

kompartemen ekstra dan intraseluler. Hal ini memainkan peran penting

dalam transportasi nitrogen dan homeostasis asam basa dan merupakan

bahan bakar untuk mempercepat pembelahan diri sel-sel seperti enterosit,

limfosit dan fibroblast. Glutamin juga terlibat dalam mekanisme pertahanan

antioksidan dengan mempengaruhi sintesis glutathione. Dalam situasi stres

berat atau penurunan gizi, permintaan glutamin dapat melebihi kapasitas

tubuh untuk mensintesisnya. Studi telah mengeksplorasi manfaat rejimen

nutrisi parenteral yang diperkaya glutamin, terutama pada usus dan sistem

Page 26: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

kekebalan tubuh. Telah terbukti bahwa penambahan glutamin untuk rejimen

nutrisi parenteral yang diberikan kepada pasien setelah operasi elektif perut

menghasilkan pengurangan panjang lama waktu rawat inap di rumah sakit

dan mengurangi biayanya. Hal ini juga disertai dengan perbaikan

keseimbangan nitrogen dan pemulihan limfosit yang lebih cepat. Glutamin

juga telah ditunjukkan untuk mempertahankan permeabilitas usus pada

pasien pasca operasi. (3),(6)

Seperti halnya glutamin, arginin adalah asam amino nonesensial yang penting dalam

kondisi stres metabolik. Asam amino ini, salah satu yang tertinggi dalam nitrogen, telah

dikaitkan dengan perbaikan keseimbangan nitrogen dan penyembuhan luka. Arginine diyakini

meningkatkan imunitas melalui promosi makrofag dan sitotoksisitas natural killer tumor, serta

proliferasi dan aktivasi sel T. Selain itu, arginin merupakan prekursor untuk nitrat oksida, yang

terlibat dalam pengaturan irama vaskular dan fungsi kekebalan tubuh. Ciri-ciri ini telah membuat

potensi arginin menarik untuk digunakan pada pasien bedah.(3),(13)

Glutamine Arginine

1. Meningkatkan kapasitas absorpsi

usus setelah reseksi usus

2. Mengurangi permeabilitas usus

3. Resolusi dini eksperimental

pankreatitis

4. Menjaga keseimbangan nitrogen

5. Meningkatkan regenerasi hati

setelah hepatektomi

6. Mengembalikan fungsi

imunoglobulin mukosa

7. Meningkatkan clearance pada

peritonitis bakteri

8. Melindungi viabilitas enterosit

pascaradiasi

9. Mengembalikan tingkat

1. Meminimalkan iskemia / reperfusi

cedera hati

2. Mengurangi translokasi bakteri

usus

3. Meningkatkan fungsi natural killer

dan lymphokine-activated killer

cell

4. Meningkatkan retensi nitrogen

dan sintesis protein

Page 27: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

glutathione intraselular

10. Memfasilitasi sensitivitas tumor

terhadap kemoterapi dan terapi

radiasi

11. Meningkatkan fungsi natural

killer dan lymphokine-activated

killer cell

Tabel 2.4 Manfaat eksperimental suplemen Glutamine dan Arginine.(1)

Dua asam amino, alanin dan glutamin, adalah karier untuk pertukaran

nitrogen pada organ. Ini dapat dijelaskan dari gambar 2.2.

Gambar 2.2 Siklus otot-usus-hati-alanin-glutamin-glukosa. Secara

keseluruhan skema dari respon metabolik terhadap penyakit. Skema ini

meliputi hubungan metabolisme antara organ. Fitur ini sampai sekarang

masih belum jelas namun saat ini mendapatkan perhatian lebih. Salah satu

artikel adalah bahwa tanggapan tersebut terjadi sebagai respon terhadap

cedera dan secara teleologis benar dan menguntungkan. Dengan demikian,

luka membutuhkan glukosa, bisa glutamin, dan juga arginin yang

berhubungan dengan elemen selular tertentu. Gerakan asam amino dari

perifer (otot) menuju hati mungkin mengakibatkan sekresi protein fase akut,

yang memiliki tujuan, pada gilirannya, adalah untuk melawan infeksi.

Glutamin dikeluarkan otot yang sebagai energi yang berguna untuk banyak

sel. Glutamin diambil ginjal untuk menjadi prekursor untuk membentuk

amoniak. Usus halus dapat mengambil dan mematabolisme glutamin, yang

kemudian akan mengeluarkan sejumlah alanin. Hepar kemudian

menggunakan alanin yang dilepaskan untuk memproduksi glukosa. Proses

yang kompleks ini memainkan peran penting dalam glukoneogenesis dan

mengubahnya menjadi glutamin di otot.

Page 28: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Asam lemak omega-3, terutama yang berasal dari minyak ikan,

bersaing dengan asam lemak lainnya untuk digunakan ke dalam membran

sel. Berbeda dengan asam lemak omega-6 yang biasanya disediakan

sebagai lipid intravena, asam lemak ini menimbulkan antiinflamasi, dan anti-

trombotik. Di antara percobaan terbatas yang mengevaluasi asam lemak

omega-3 dan pengaruh mereka pada hasil pasien, percobaan kontrol acak

baru-baru ini menilai dampaknya terhadap pasien pasca operasi dengan

hasil memanjangnya waktu pembedahan perut. Dua puluh empat pasien gizi

baik yang diterima baik infus 10 g minyak ikan (Omegaven, Fresenius AG,

Bad Homburg, Jerman) maupun tanpa infus minyak ikan pada hari 1-5

perioperatif. Kedua kelompok menerima nutrisi suportif yang sama pada hari

ke-4 dan 5. Tidak ada perbedaan yang signifikan yang khas pada kedua

kelompok. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan tingkat infeksi

pascaoperasi yang lebih rendah dan lama tinggal di rumah sakit yang lebih

pendek untuk pasien yang makan asam lemak omega-3. (13)

Nukleotida adalah unit dari struktur DNA dan RNA. Meskipun diketahui

memiliki efek potensial meningkatkan imunitas yang berkaitan dengan

natural killer cells dan limfosit T, ada penelitian manusia telah menunjukkan

efek yang menguntungkan dari suplementasi nukleotida. (13)

Imunonutrisi dapat meningkatkan perbaikan hasil pada pasien bedah

elektif tapi berpotensi merugikan pada pasien sakit kritis. Hal ini didukung

oleh penelitian kontrol acak baru-baru ini yang menunjukkan bahwa pasien

sepsis yang diberi nutrisi enteral untuk meningkatkan imunitas terjadi

kematian lebih besar daripada yang didapat oleh nutrisi parenteral. Produk

ini sebaiknya tidak direkomendasikan secara rutin untuk semua pasien

pascaoperasi, sampai penelitian lebih lanjut menjelaskan bahwa pasien

dapat mengambil manfaat dari nutrisi suportif yang memodulasi imunitas. (13)

BAB III

Page 29: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

KESIMPULAN

Pengukuran status gizi pasien dimulai dari anamnesis, pemeriksaan

fisik sampai uji laboratorium. Pada pasien dengan kurang gizi dapat

mempengaruhi morbiditas karena terganggunya penyembuhan luka dan

menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Dibandingkan dengan

nutrisi parenteral, nutrisi enteral lebih baik ditoleransi dan dapat mengurangi

morbiditas terjadinya sepsis, biaya dan lama tinggal di rumah sakit.

Imunonutrisi dapat meningkatkan perbaikan hasil pada pasien bedah elektif

tapi berpotensi merugikan pada pasien sakit kritis, sehingga produk ini

sebaiknya tidak direkomendasikan secara rutin untuk semua pasien

pascaoperasi karena masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

SUDAH COCOK ??? (note= gambar dan bagan sulit di upload jadi gak muncul, tapi difilenya ada)

BUTUH DAFTAR PUSTAKANYA ??

Hubungi SMS SAJA 02291339839

(Jangan berpikiran macam2 dulu Dok,he2.. Saya gak jualan kok. . . SMS aja dulu. . .)

Salam TS

Dr Mantap

Diposkan oleh Makalah Referat Kedokteran di 19.49 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

▼   2010 (84)

Page 30: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

o ►   Oktober (5)

Osteomielitis

Luka Bakar

Quality Of Life 2

Epidemiologi Bibir Sumbing

Alergi Susu Sapi Pada Anak

o ►   Agustus (18)

Referat Benign Prostat Hypertrophy

Referat Cholelithiasis

Referat Polip Kantung Empedu

REFERAT HERNIA INGUINALIS

KARSINOMA COLORECTAL

REFERAT Penyakit Hirschsprung

Referat Appendicitis Acute

Demam Tifoid

Referat Ileus Mekanik et causa Adhesi

Referat Infeksi Luka Operasi

Perforasi Gastrointestinal

Referat Tumor Colorectal

Referat Antropometri

Gizi Komunitas

Hemostasis

Trauma Pelvis

Sindrom Croup

Cholangitis Akut

o ▼   Juli (61)

REFERAT Hipertensi Krisis Pada Anak

Page 31: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

REFERAT Penatalaksanaan Bayi dengan Ibu HBsAg Posi...

Resusitasi pada neonatus

HIV Dalam Kehamilan

Referat Amoebiasis

Transfusi Darah Pada Anak

Meningitis TB

Campak II

REFERAT Persisten Ductus Arteriosus

Pemeriksaan Fisik Pada Anak

Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus

Kern Icterus

Hyalin Membran Disease (HMD)

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Demam Typhoid

Tumor Wilms

Varicella

Crohn’s Disease

TOXOPLASMOSIS PADA BAYI BARU LAHIR

Tetanus

TB Paru Pada Anak II

TB Paru Pada Anak I

Sepsis Neonatorum

Pertusis

Patofisiologi Demam

Morbili / Campak

Meningitis Bakterial

Laryngitis Akut

Page 32: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

Glomerulonefritis Akut

Flu Burung (Avian Influeza)

Dengue Shock Syndrome

FILARIASIS

REFERAT SEPSIS

Ca Of Unknown Origin

REFERAT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK

REFERAT Inflammatory bowel disease (IBD)

REFERAT DIFTERI

REFERAT BRONCHIOLITIS

REFERAT KESEHATAN MATA MASYARAKAT

REFERAT LYMPHANGIOMA

REFERAT PURPURAE TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK (PTI) ...

REFERAT KARSINOMA HEPATOSELULER

REFERAT KELAHIRAN PRETERM PRETERM BIRTH

REFERAT PATOFISIOLOGI PENINGKATAN SGOT DAN SGP...

REFERAT PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

REFERAT SIKLUS HAID DAN KONTRASEPSI HORMONAL

EPIDEMIOLOGI KECELAKAAN LALU LINTAS

REFERAT TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 1-5 TAHUN

REFERAT KUALITAS HIDUP QUALITY OF LIFE

DIET PADA PENYAKIT GINJAL

REFERAT ASUHAN ANTENATAL

REFERAT FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH K...

REFERAT SINDROM OVARIUM POLIKISTIK

REFERAT INFEKSI HIV/AIDS PADA ANAK

Page 33: Bagian Ilmu Ilmu Bedah

REFERAT PENATALAKSANAAN DIARE MENURUT WHO TAHUN 20...

REFERAT KELAINAN GINJAL DAN SALURAN KEMIH PADA KEH...

REFERAT PENILAIAN ANTEPARTUM ANTEPARTUM ASSES...

Epidemiologi Malaria

REFERAT PARTURITION (PROSES KELAHIRAN)

REFERAT VAGINOSIS BACTERIALIS

REFERAT PRINSIP-PRINSIP NUTRISI DI BEDAH

Mengenai Saya

Makalah Referat KedokteranLihat profil lengkapku

Kunjungan

widgeo.net

Ada yang mau ditanyakan ??

Followerzzz

Page 34: Bagian Ilmu Ilmu Bedah