BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan
sistolik dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan
sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung
berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan
tekanan arteri pada saat jantung relaksasi diantara dua denyut jantung.
Dari hasil pengukuran tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar
dari tekanan diastolik (Corwin, 2005).
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mm Hg dan tekanan diastolik
diatas 90 mmHg (Smiltzer, Suzanne C 2001).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah
lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan
darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun. Dan harus
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk
lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2001).
Hipertensi didefenisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi
dari 140/90 mmHg dapat diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi
maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer atau esensial (hampir
90% dari semua kasus) dan hipertensi sekunder, terjadi sebagai akibat
dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki
( Joint National Committee On Preventation, Detection, Evaluation and
Treatment Of High Blood Pressure VI / JNC VI, 2001).
Dari defenisi-defenisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik lebih dari 140/90 mmHg, dimana sudah
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal dua kali untuk
memastikan keadaan tersebut dan hipertensi dapat menimbulkan resiko
terhadap penyakit stroke, gagal jantung, dan kerusakan ginjal.
2. Penyebab hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder (Setiawati dan Bustami, dalam
farmakologi dan terapi. 2005)
1. Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik,
adalah hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90 % kasus
hipertensi termaksud dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik
utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer.
Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor, terdiri dari faktor
genetik dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan
terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga.
Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa sensivitas pada natrium,
kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vascular (terhadap
vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Paling sedikit ada 3 faktor
lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni, makan garam
(natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
2. Hipertensi sekunder. Prevalensi hanya sekitar 5-8 % dari seluruh
penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit
ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin),
obat, dan lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa:
1. Hiperternsi renovaskular, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri
ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.
2. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan
gangguan fungsi ginjal.
Hipertensi endokrin dapat terjadi misalnya akibat kelainan
korteks adrenal, tumor di medulla adrenal, akromegali,
hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.
Penyakit lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah koarktasio
aorta, kelainan neurologic, stress akut, polisitemia, dan lain-lain.
3. Pengelompokkan Hipertensi
a. Klasifikasi menurut Joint National Committee 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 profesional,
sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC
(Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure) pada table 1, yang dikaji oleh 33
ahli hipertensi nasional Amerika Serikat.
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan risiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong
pembuatan klasifikasi baru yang disebut prahipertensi untuk tekanan
darah sistol pada kisaran 120 – 139 mmHg dan tekanan darah diastole
pada kisaran 80- 89 mmHg. Pada JNC &, hipertensi level 2 dan 3
disatukan menjadi hipertensi level 2. Tujuan dari klasifikasi JNC 7
adalah untuk mengidentifikasi individu-individu yang dengan
penanganan awal berupa perubahan gaya hidup, dapat membantu
menurunkan tekanan darahnya ke level hipertensi yang sesuai dengan
usia. Klasifikasi JNC 7 menyarankan semua pasien hipertensi level 1
dan level 2 agar ditangani sesegera mungkin.
Tabel 2.1
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committee
on Preventation, Detection, Evaluation, and the Treatment of
Hogh Blood Pressure)
Kategori tekanan darah menurut JNC
Kategori tekanan darah menurut JNC 6
Tekanan darah sistol (mmHg)
Dan/ atau Tekanan darah diastole (mmHg)
Normal Optimal < 120 Dan < 80Pra-hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89- Normal < 130 Dan <85
- Normal –tinggi
130 – 139 Atau 85 – 89
Hipertensi Hipertensi:Tahap 1 Tahap 1 140 – 159 Atau 90 – 99Tahap 2 >/= 160 Atau >/=100- Tahap 2 160 – 179 Atau 100 – 109- Tahap 3 >/= 180 Atau >/= 110
b.Klasifikasi menurut WHO (World Health Organization)
Hipertensi merupakan faktor resiko dengan prevalensi tertinggi
untuk penyakit kardiovaskuler di seluruh dunia. Bertambahnya usia
dan prevalensi obesitas turut berperan terhadap terjadinya hipertensi.
Karena hipertensi masih sulit ditangani, diagnosis dan penanganan
hipertensi sejak awal dapat membantu mencegah penyakit
kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup.
WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi (table 2) kedalam
klasifikasi optimal, normal, normal – tinggi, hipertensi ringan,
hipertensi sedang, dan hipertensi berat.
Table 2.2
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol Diastole
OptimalNormalNormal-tinggi
< 120< 130130 – 139
< 80< 8585 – 89
Tingkat 1 (hipertensi ringan)Sub-group: perbatasan
140 – 159140 – 159
90 – 9990 – 94
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
160 – 179 100 – 109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi (Isolated systolic hypertension)Sub-group: perbatasan
≥ 140
140 – 149
< 90
< 90
a. Klasifikasi hipertensi menurut berdasarkan hasil konsensus
perhimpunan hipertensi Indonesia
Pada pertemuan Ilmiah Nasional pertama perhimpunan
Hipertensi Indonesia, 13 – 14 Januari 2007 di Jakarta, telah
diluncurkan suatu konsensus mengenai pedoman penanganan
hipertensi di Indonesia yang ditunjukkan bagi mereka yang
melayani masyarakat umum.
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur
standar dan ditujukan untuk meningkatkan hasil
penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman Negara
maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian
hipertensi di Indonesia yang berskala nasional dan meliputi
jumlah penderita yang banyak masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan
darah sistolik dan diastolik dengan merujuk hasi JNC 7 dan
WHO.
3) Penentuan stratifikasi risiko hipertensi dilakukan berdasarkan:
tingginya tekanan darah, adanya faktor risiko lain, kerusakan
organ target dan penyakit penyerta tertentu.
Tabel 2.3
Klasifikasi hipertensi hasil consensus perhimpunan Indonesia
Kategori Tekanan Darah Hasil Konsensus
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Dan/ atau Tekanan Darah Diastol (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi Tingkat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi Tingkat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistolik terisolasi
≥ 140 Dan < 90
4. Patofisiologi Hipertensi Essensial
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak, dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlajut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner & Sudaarth, 2002).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon
ini menyebakan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional
pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(brunner & suddarth, 2002).
5. Faktor-faktor resiko hipertensi
Resiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari
faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik,
usia, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat di modifikasi
meliputi kelebihan berat badan, olahraga, rokok, dan stres.
a. Faktor genetik
Hipertensi esensial biasanya terkait dengan gen dan faktor
genetik, dimana banyak gen turut berperan pada perkembangan
gangguan hipertensi. Seseorang yang mempunyai riwayat keluarga
sebagai pembawa hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar
untuk terkena hipertensi. Perubahan gaya hidup seperti pola asupan
makanan juga berperan penting dalam terjadinya hipertensi pada
keluarga. Gen yang berperan pada patofisiologi penyakit hipertensi
adalah:
1) Gen simetrik yang mnegandung promoter gen 11 β-hidrokilase dan
gen urutan selanjutnya untuk member kode pada gen aldosteron
sintase, sehingga menghasilkan produksi ektopik aldosteron.
2) Saluran natrium endotel yang sensitif terhadap amilorid yang
terdapat pada tubulus pengumpul. Mutasi gen ini mengakibatkan
aktivitas aldosteron, menekan aktivitas renin plasma dan
hipokalemia.
3) Kerusakan gen 11β-hidrokilase dehidrogenase menyebabkan
sirkulasi konsentrasi kortisol normal untuk mengaktifkan reseptor
mineralakortikoid, sehingga menyebabkan sindrom kelebihan
mineralkortikoid (Sani, 2008).
b. Usia
Insidensi hipertensi meningkat sering dengan pertambahan
umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai
tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang
bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang
muncul oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya
umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit menjadi kaku. Tekanan darah
sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang
berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah disatolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Anggaraini,
2009).
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kada kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya
mulai terjadi pada wanita umur 45 – 55 tahun (Anggaraini, 2009).
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari
pada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
penyebabnya. Namun, pada orang kulit hitam ditemukan kadar rennin
yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar
(Anggaraini. 2009).
e. Obesitas
Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998),
prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk wanita, dibandingkan
dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang
memiliki IMT < 25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem rennin-angiotensin, dan perubahan fisik pada
ginjal. Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen
dan berperan dalam gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan
dan ketidak aktifan fisik berperan dalam resistensi insulin (Sylvia
Price, 2005). Peningkatan konsumsi energy juga meningkatkan insulin
plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus
menerus (Anggaraini, 2009).
Rumus untuk menghitung IMT adalah:
IMT = BB (kg)
TB (m²)
6. Tanda dan gejala Klinis
Menurut Sylvia Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:
a. Sakit kepala bagian gelakang dan kaku kuduk
b. Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala pusing
c. Dada berdebar-debar
d. Lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
Gejala hipertensi yang sering ditemukan adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur,
mata berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2001).
7. Komplikasi hipertensi
Menurut Elizabeth J Corwin (2000) dalam Efendi (2004)
komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark miokardium, gagal ginjal ,
ensefalopati (kerusakan otak), dan pregnancy – incuded hypertension
(PIH).
a. Stroke
Menurut Fazidah (2006) yang menganalisa determinan faktor
penyebab stroke membuktikan bahwa hipertensi beresiko 9 – 10 kali
menyebabkan stroke dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita hipertensi.
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak,
atau akibat embulus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri – arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah–daerah yang diperdarahi
berkurang. Arteri–arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
anurisma. (Efendi, 2004)
b. Infark miokardium
Menurut Fazidah (2006) yang menganalisis faktor resiko
penyakit jantung koroner menyimpulkan bahwa penderita hipertensi
beresiko 10 terkena penyakit jantung dibandingkan dengan orang
yang tidak menderita hipertensi.
Dapat terjadi infark miokard apabila arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk thrombus yang menyumbat aliran darah
melalui pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan –
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan
bekuan. (Efendi, 2004)
c. Gagal ginjal
Menurut Ariefmanjoer (2001) hipertensi beresiko 4 kali lebih
besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang
yang tidak menderita hipertensi.
Terjadinya gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler – kapiler ginjal, glomerolus. Dengan
rusaknya glomerolus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerolus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik (Efendi, 2004)
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada
hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong ke dalam ruang interstisium diseluruh susunan
saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat
menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga terjadi koma
serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan
hipertensi, bahwa hipertensi beresiko 4 kali terhadap kerusakan otak
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Efendi,
2004)
8. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk menghentikan
kelanjutan kenaikan tekanan darah yang dapat menyebabkan komplikasi.
Untuk komplikasi hipertensi seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal
dan kerusakan otak faktor resiko utamanya adalah riwayat hipertensi dan
disertai faktor resiko penyebab hipertensi seperti merokok, pola makan
yang tidak sehat dan tidak seimbang, konsumsi alkohol dan lain
sebagainya. Sehingga dengan penatalaskanaannya sedini mungkin akan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi antara 75 – 80%.
(Efendi, 2004)
Upaya intervensi yang efektif pada penekanan angka kesakitan dan
kematian adalah melalui promosi kesehatan dan perlindungan khusus
ditujukan pada orang yang sehat dan orang yang sakit dengan tujuan
untuk mengarahkan pengobatan simtomatis, memperpanjang usia,
mencegah keadaan penyakit yang bertambah parah, mencegah cacat dan
rehabilitasi. Pada penatalaksanaan hipertensi terfokus dan bertujuan untuk
dapat mengendalikan tekanan kestabilan tekanan darah agar tidak
menimbulkan komplikasi dengan memodifikasi determinan faktor yang
menyebabkan hipertensi, yaitu: Obesitas, konsumsi garam, merokok,
minum alkohol, konsumsi daging berlebih, olahraga, kurang
mengkonsumsi sayur dan buah, stress dan lain – lain.
a. Mempertahankan/ Menurunkan Berat Badan Pada Batas Nomal
Cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi resiko berat
badan terhadap peningkatan tekanan darah yaitu dengan menggunakan
skor IMT (Indeks Massa Tubuh) dimana pada skor 20 – 24 adalah
normal dan tidak beresiko, sedangkan pada skor 25 – 29 beresiko
sedang dan beresiko tinggi pada skor >30, dalam mengontrol/
memperkecil resiko berat badan lebih terhadap peningkatan tekanan
darah dapat dimodifikasi dengan berolahraga, membatasi konsumsi
karbohidrat, membatasi konsumsi lemak dan menambah porsi sayur
dan buah pada hidangan makanan sehari-hari. (Efendi, 2004)
b. Mengurangi konsumsi garam
Membatasi asupan garam sangat dianjurkan, pembatasan
diupayakan tidak lebih dari 5 gr ( < 1 sendok teh) garam dapur untuk
diet setiap hari, akan tetapi untuk ikan asin (makanan yang diasinkan),
sayur tauco, kecap asin, mentega yang mengandung natrium, minuman
bersoda, daging kaleng serta bahan makanan yang diawetkan
sebaiknya dihindarkan. (Efendi, 2004)
c. Membatasi Konsumsi Lemak
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol
darah dapat menurun pada batas normal (200 – 250 mg/dl). Karena
kadar kolesterol yang tinggi dapat mengakibatkan endapan kolesterol
dalam dinding pembuluh darah, juga endapan kolesterol bertambah
akan memperkecil diameter pembuluh darah yang akan memperberat
kerja jantung dan dapat meningkatkan tekanan darah. Untuk menjaga
agar kolesterol dalam darah tidak bertambah tinggi maka untuk
penderita hipertensi diperbolehkan mengkonsumsi daging tidak lebih
dari 100 gr pada setiap mengkonsumsi daging (100 gr = sebesar kotak
korek api) untuk daging hewan secara umum, akan tetapi harus
menghindari konsumsi organ hewan misalnya, ginjal, jeroan dan otak
termasuk darah hewan yang sering diolah menjadi menu makanan.
Untuk penderita hipertensi sebaiknya mengkonsumsi daging hewan
tidak lebih 2 kali dalam seminggu sampai tidak mengkonsumsinya
lagi. (Efendi, 2004)
d. Olahraga teratur
Bagi penderita hipertensi disarankan melakukan olahraga
isotonik yaitu: olahraga yang ringan dan tidak terlalu menguras tenaga.
Latihan yang diberikan ditunjukkan untuk meningkatkan daya tahan
(endurance) dan tidak boleh menambah peningkatan tekanan
(pressure). Sehingga bentuk latihan yang paling tepat adalah jalan kaki,
bersepeda, senam dan berenang atau olahraga aerobik. Frekuensi
latihan yang dianjurkan secara rutin atau setidaknya 3 – 4 kali/ minggu
yang efektifnya dilakukan 30 – 45 menit (Efendi, 2004)
Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan. Olahraga
yang bersifat kompetisi akan memacu emosi sehingga akan
mempercepat peningkatan tekanan darah. Dengan demikian meskipun
bentuk olahraganya bertujuan meningkatkan daya tahan (bulu tangkis,
tenis, sepak bola ), tetapi bila dilakukan dalam rangka pertandingan
maka sebaiknya dihindari. Olahraga peningkatan kekuatan tidak
diperbolehkan. Olahraga kekuatan yang bertujuan meningkatkan besar
otot, seperti angkat berat dan sejenisnya tidak diperkenankan. Olahraga
ini akan menyebabkan peningkatan tekanan darah secara mendadak
dan melonjak. (Efendi, 2004).
Tujuan olahraga untuk penderita hipertensi efektifnya selain
untuk menjaga kebugaran tubuh juga berfungsi untuk menurunkan
tekanan darah dan metode pengendalian stress. (Efendi, 2004)
e. Mengkonsumsi buah dan sayuran segar
Buah dan sayur segar mengandung banyak vitamin dan mineral.
Efektivitasnya vitamin yang dapat menangkal radikal bebas sedangkan
mineral kalium secara langsung dapat menurunkan tekanan darah.
(Efendi, 2004)
Untuk sayur yang baik dikonsumsi oleh penderita hipertensi
sebaiknya sayur segar/ lalapan asupan direbus tanpa merubah warna
dan tidak dianjurkan diolah dengan di tumis atau di santan. Sedangkan
untuk yang dianjurkan yang mengandung vitamin C, kalium,
magnesium serta yang terpenting pontasium namun pengecualian pada
buah durian (karena mengandung tinggi lemak dan mengandung
alkohol 5 – 10%.
f. Membatasi/ menghindarkan konsumsi rokok, alkohol dan kopi
Untuk konsumsi rokok pada pecandu (riwayat sebelumnya),
mengurangi secara bertahap mulai dari 5 batang rokok sampai
memberhentikan total. Sama halnya dengan alkohol jika pada
penderita hipertensi yang mempunyai riwayat candu alkohol sebaiknya
mengurangi minuman alcohol pada batas maksimal 1 gelas (pada kadar
15 % alkohol) samapai memberhentikannya mengkonsumsinya
(Efendi, 2004). Selain pembatasan pada rokok dan alkohol, untuk
penderita hipertensi juga dianjurkan agar tidak mengkonsumsi kopi,
karena zat kafein yang ada kopi justru akan meningkatkan detak
jantung sehingga akan menaikkan tekanan darah. Sehingga untuk
penderita hipertensi sebaiknya dikurangi konsntrat kopi yang
dikonsumsi mulai dari <2 sendok the setiap hari sampai tidak
mengkonsumsinya lagi.
g. Mengendalikan Stress
Dalam mengendalikan stress faktor keseimbangan antara jiwa
dan raga merupakan pertimbangan utama, dalam hal ini penilaian
terhadap hal-hal yang menyenangkan pada setiap individu berbeda-
beda akan tetapi inti menanggulangi stress dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut:
1) Latihan relaksasi atau medis
Relaksasi dan meditasi berguna untuk mengurangi stress atau
ketegangan jiwa. Ralaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan
dan mengendorkan otot tubuh sambil membayangakan sesuatu yang
damai, indah dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan
dengan melakukan jalan-jalan, mendengarkan musik, bernyanyi,
berjoget (menari) atau senam dan lain sebagainya. Kegiatan ini akan
efektif untuk mengurangi stress dilakukan minimal sekali dalam
seminggu.
2) Berusaha membina hubungan yang positif
a) Mengeluarkan isi hati dan memecahkan masalah, jika suatu
masalah mengganggu pikiran sebaiknya ceritakan kepada teman-
teman, orangtua, suami istri atau kepada rohaniawan. Dengan
adanya komunikasi isi hati akan terasa lebih lega karena
masalahnya telah dikeluarkan dan komunikasi tersebut akan
timbul ide/saran yang biasanya akan membantu menyelesaikan
masalah.
b) Membuat jadwal kerja, menyediakan waktu induk beristirahat
atau waktu kegiatan santai. Dalam hal ini untuk penderita
hipertensi sebaiknya tidur 6 – 8 jam pada malam hari dan 1 jam
untuk bersantai atau tidur pada siang hari.
c) Mengerjakan kegiatan satu tugas pada satu waktu (tidak
mempunyai 2 atau lebih kerjaan pada saat yang bersamaan)
d) Belajar untuk berdamai dengan orang lain, mencoba untuk
menolong orang lain dan menghindarkan iri dan dengki. (Efendi,
2004)
h. Mengkonsumsi Obat sesuai dengan anjuran dokter
Banyak kasus bahwa mengkonsumsi obat penambah stamina
(obat kuat) serta minuman berenergi yang dijual bebas dipasaran justru
memperburuk kondisi hipertensi hal ini berkaitan dengan kombinasi
komposisi yang digunakan dalam obat/ minuman tersebut. Zat yang
harus dihindari pada obat/ minuman penambah stamina adalah
nikotinamida, karena zat tersebut dapat mempengaruhi ekskresi
adrenalin ke pembuluh darah yang akan meningkatkan detak jantung
dan akan beresiko terhadap kenaikan tekanan darah. (Suryati, 2005)
Namun untuk mecegah agar hipertensi tidak menimbulkan
komplikasi faktor resiko tersebut haruslah dimodifikasi secara
bersamaan. Selain itu dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium dengan panel.
Evaluasi awal hipertensi atau panel hidup sehat dengan
hipertensi. Tujuan pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi:
1) Untuk mencari kemungkinan penyebab Hipertensi sekunder
2) Untuk menilai apakah ada penyulit dan kerusakan organ target
3) Untuk memperkirakan prognosis
4) Untuk menentukan adanya faktor-faktor lain yang mempertinggi
risiko penyakit jantung koroner dan stroke (Price, 2005).
Pemeriksaan laboratorium untuk hipertensi ada 2 macam yaitu :
1) Panel Evaluasi Awal Hipertensi : Pemeriksaan ini dilakukan segera
setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan.
2) Panel Hidup Sehat: Untuk memantau keberhasilan terapi (Prince,
2005).
i. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
Pada pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ resiko
lain atau mencari penyebab hipertensi sebagai tambahan dapat
dilakukan pemeriksaan lain seperti kreatinin, protein urin 24 jam, asam
urat, kolesterol/LDL, TSH< EKG dab CT-Scan, foto rontgen dan
glukosa.
II.2 Terapi Bekam
1. Pengertian
Pengobatan alternatif dengan metode bekam, bukanlah hal baru di
kalangan masyarakat Indonesia. Pengobatan itu bahkan telah
dipraktikkan ribuan tahun lalu dari di Timur Tengah hingga ke daratan
Cina. Bekam mempunyai beberapa sebutan, seperti: canduk, canthuk,
kop, atau mambakan. Di eropa disebut cupping dan fire bottle. Dalam
bahasa mandarin disebut Pa Hou Kuan. Dalam bahasa arab disebut
hijamah, dari kata al-hijmu yang berarti pekerjaan, yaitu membekam. Al-
Hajjam berarti ahli bekam. Maka secara bahasa, bekam berarti
menghisap. Menurut istilah, bekam berarti peristiwa penghisapan kulit,
penyayatan dan mengelurkan darahnya dari permukaan kulit, yang
kemudian ditampung didalam gelas. (Umar, 2008)
Terapi bekam adalah metode penyembuhan dengan pengeluaran
zat toksik yang tidak tereksekresikan oleh tubuh melalui permukaan kulit
dengan cara melukai kulit dengan jarum dilanjutkan dengan penghisapan
menggunakan piranti kop (cup) yang divakumkan.
2. Manfaat Terapi Bekam
a. Manfaat dari bekam kering
1) Mengatasi masalah masuk angin
2) Menghilangkan rasa sakit pada paru-paru yang kronis
3) Menahan derasnya darah haid dan hidung mimisan
4) Meringankan rasa sakit dan mengurangi penumpukan darah
5) Melenturkan otot-otot yang tegang
6) Radang urat saraf dan radang sumsum tulang belakang
7) Pembekakan liver
8) Radang ginjal dan wasir
b. Manfaat bekam basah
1) Membersihkan darah dari racun-racun sisa makanan dan dapat
meningkatkan aktifitas saraf tulang belakang (vertebra)
2) Mengatasi tekanan darah yang tidak normal dan pengapuran pada
pembuluh darah (arteriosklerosis)
3) Menghilangkan pusing-pusing, memar dibagian kepala, wajah,
migraine dan sakit gigi.
4) Menghilangkan kejang-kejang dan keram pada otot
5) Memperbaiki permeabilitas pembuluh darah
6) Sangat bermanfaat bagi penderita asma, pneumonia dan angina
pectoris
7) Menajamkan penglihatan dan membantu dalam pengobatan mata
8) Bagi wanita dapat mengobati gangguan rahim dan gangguan haid
9) Melancarkan peredaran darah, meringankan badan, menghilangkan
sakit bahu, dada dan punggung
10) Membantu mengatasi kemalasan, lesu dan bayak tidur
11) Mengeluarkan angin, toksik dan kolesterol yang membahayakan
bagi tubuh
12) Menyembuhkan encok dan reumatik
13) Mengatasi gangguan kulit
14) Mengobati masuk angin, darah tinggi, kolesterol, stroke, jantung
dan asam urat
15) Mengobati sakit pinggang, liver, sakit kepala, sakit mata,
impotensi, sinusitis, wasir dan maag.
3. Macam-macam bekam
Pada awalnya, bekam hanya dikenal dengan dua cara, yaitu bekam
basah dan bekam kering. Saat ini bekam bisa dengan bekam basah,
bekam kering, bekam seluncur dan bekam tarik (Fatahillah, 2006).
Macam-macam bekam:
a. Bekam kering (Dry Cupping) merupakan bekam yang tidak diikuti
dengan pengeluaran darah. Ini berkhasiat untuk melegakan sakit
secara darurat atau digunakan untuk meringankan nyeri pada urat-urat
punggung, paha, perut dan lain-lain. Bekam kering ini cocok untuk
orang yang tidak tahan suntikan jarum, sayatan pisau dan takut
melihat darah. Kulit yang dibekam akan tampak merah kehitam-
hitaman selama 3 hari. Lebam ini dapat dihilangkan dengan minyak
zaitun. Bekam kering juga sangat cocok untuk penyakit yang
disebabkan karena pathogen panas dan kering (Umar, 2008).
b. Bekam basah dilakukan bekam kering dulu, kemudian permukaan
kulit disayat dengan pisau bedah, lalu disekitarnya dihisap dengan alat
cupping set, hand pump, atau tabungan lain untuk mengeluarkan
darah dari dalam tubuh (Umar, 2008)
c. Bekam meluncur merupakan pengganti kerokan yang dapat
membahayakan kulit Karena dapat merusak pori-pori. Bekam
meluncur dapat bermanfaat untuk membuang angin pada tubuh,
melemaskan otot-otot dan melancarkan peredaran darah (Fatahillah,
2006).
d. Bekam tarik, metode ini untuk menghilangkan rasa nyeri atau penat
dibagian dahi, kening dan bagian yang pegal-pegal Fatahillah, 2006).
4. Peralatan Bekam
Alat bekam pada dasarnya terdiri dari tiga macam alat yakni:
a. Alat untuk menghisap kulit, jaringan kulit, dan darah
Alat untuk menghisap kulit secara tradisional dan sederhana
berupa alat berbentuk seperti bola atau tabung dengan lubang di salah
satunya sebagai tempat keluar masuk udara. Alat ini bisa terbuat dari
gelas, kaca, kayu, besi, tembaga, kaleng, gelas minum, tanduk
binatang, tabung bambo, dan lain sebagainya (Umar, 2008)
b. Alat untuk mengeluarkan darah
Untuk mengeluarkan darah dari kulit setelah terkumpul dibawah
kulit, sesuai dengan definisi adalah dengan menyayat kulit, bukan
menusuk. Agar bisa menyayat dengan benar diperlukan keahlian dan
keterampilan khusus. Alat yang dipakai menyayat adalah skapel,
jarum, pisau bedah, atau lancet. Semuanya harus steril agar tidak
menularkan penyakit (Umar, 2008).
c. Peralatan dan obat penunjang
Alat penunjang untuk membantu pengobatan bekam adalah: duk
kain yang berlubang ditengahnya, sarung tangan, mangkok/cawan,
tempat sampah, meja dan kursi. Sedangkan bahan-bahan dan obat-
obatan yang dipakai berupa kasa, kapas, betadin, detol, sabun, zalf,
alkohol, spiritus, minyak zaitun, dan lain-lain (Umar, 2008).
5. Cara bekam yang Efektif
Membekam tidak hanya sekedar meletakkan gelas penghisap pada
permukaan kulit, lalu menarik pelatuk sehingga kulit terhisap. Untuk itu,
diperlukan langkah-langkah yang sistematis sehingga bekam bisa
memberikan kesembuhan yang lebih baik (Umar, 2008):
a. Menyiapkan alat, pasien dan terapis bekam
Sebelum melakukan bekam maka perlu dilakukan persiapan
agar proses bekam dapat berjalan sempurna. Ada tiga hal yang harus
dipersiapkan, yaitu:
1) Menyiapkan alat, sarana dan ruangan
Tujuan menyiapkan alat dan sarana ini adalah agar bisa
memulai bekam dengan baik, dan ditengah-tengah perjalanan
tidak ada gangguan. Misalnya alat yang tertinggal, dan bisa
mengantisipasi apabila terjadi sesuatu alat bekam, atau setelah
dibekam. Yang paling utama adalah menyiapkan agar alat-alat
yang dipakai bisa steril. Sebab banyak penyakit yang ditularkan
lewat alat yang tidak sterli, seperti hepatitis dan HIV. Disamping
itu, justru pasien yang sebelumnya sehat, setelah dibekam malah
menjadi sakit karena tertular alat bekam yang tidak steril. Begitu
juga pasien yang sakit bisa menularkan terapis bekam.
a) Alat yang disiapkan meliputi: kop/tabung penghisap kulit,
skapel, jarum, pisau bedah, lancet , duk kain, sarung tangan,
masker wajah, pinset anatomis, mangkok/cawan, tempat
sampah, meja dan kursi.
b) Bahan yang disiapkan meliputi: kassa, kapas, betadin,
desinfektan, sabun, salf, spiritus, minyak zaitun.
c) Mensterilkan alat agar bebas dari kuman dan tidak
menyebarkan penyakit, dengan cara: merebus tabung cop
paling sedikit selama 30 menit setelah air mendidih (karet
dilepas dulu). Sarung tangan, karet dan duk disterilkan dengan
tablet formalin.
d) Jarum, pinset, pisau, silet, hanya boleh sekali pakai. Selesai
satu pasien, langsung dibuang.
e) Ruangan harus bersih, terang, cukup aliran darah, dan tidak
pengap.
f) Jika keadaan memadai, perlu dipersiapkan tabung oksigen
sebagai tindakan preventif bila terjadi syok karena takut.
g) Bila memungkinkan, disiapkan formulir untuk rekaman
perjalanan penyakit pasien beserta terapi-terapinya.
2) Menyiapkan pasien
Pasien perlu diberi penjelasan tentang cara membekam,
manfaat, dan hal-hal yang akan dialaminya ketika dibekam dan
efek samping yang akan mungkin timbul setelah dibekam. Pasien
juga dijelaskan tentang bekam, efek yang terjadi, proses
kesembuhan dan yang lainnya.
a) Pasien disiapkan mental agar tidak gelisah dan takut
b) Bagi pasien yang belum pernah dibekam cukup dibekam
sampai 1-2 gelas.
c) Disiapkan makanan dan minuman buat pasien.
d) Menjaga kebersihan tubuh pasien dan kebersihan tempat yang
akan dibekam
e) Bagian tubuh yang akan dibekam, ditutup dengan duk steril.
f) Bagian tubuh lain yang tidak di bekam ditutupi dengan kain.
g) Posisi harus nyaman, baik pasien sendiri maupun bagi yang
membekam. Dengan posisi nyaman diharapkan pasien tersebut
bisa menahan rasa sakit selama waktu pembekaman.
Sedangkan bagi yang membekam bisa lebih mudah dan optimal
dalam mencapai titik yang akan dibekam.
3) Menyiapkan diri sendiri (juru bekam)
Orang yang mau membekam juga harus menyiapkan dirinya
sendiri. Jangan sampai terjadi “human error” karena kesalahan
dan kelalaian juru bekam disebabkan tidak mempersiapkan
dirinya dengan baik. Persiapan yang harus dilakukan antara lain:
1) Juru bekam dalam keadaan sehat, tidak sakit
2) Juru bekam telah menguasai ilmu bekam (professional)
3) Juru bekam sudah sering dibekam dan membekam
4) Juru bekam sebaiknya sudah mengecek semua peralatan dan
sarana yang akan dipakai.
b. Mendata Pasien
Data ini penting, sebagai catatan bila pasien suatu saat nanti
berobat kembali, sudah ada data-datanya, sehingga bisa dievaluasi
perjalanan penyakitnya. Identitas pasien untuk mencegah agar tidak
salah pasien dan bila terjadi sesuatu pada pasien, juru bekam sudah
memiliki data-datanya. Data yang perlu dicatat:
1) Identitas umum pasien, mencakup: Nama, alamat, usia, jenis
kelamin, status.
2) Identitas keluarga, mencakup: kedudukan dalam keluarga,
pekerjaan sehari-hari.
3) Mewawancarai pasien
Tujuannya untuk mengetahui maksud pasien mencari
pengobatan, serta mendalami penyakit dan keluhan yang dialami.
1) Keluhan utama pasien, yaitu keluhan yang menyebabkan pasien
dating mencari pengobatan dengan bekam
2) Keluhan tambahan adalah keluhan lain yang menyertai keluhan
utama.
3) Riwayat pasien masa lalu, yaitu penyakit-penyakit yang dialami
beberapa waktu masa sebelumnya.
4) Keluhan dari masing-masing meridian atau organ tubuh. Selain itu,
dilanjutkan dengan mencari apakah keluhan itu karena tubuh
mengalami kelebihan fungsi (hiper), atau justru fungsi yang
berkurang (lemah atau hipo).
c. Memeriksa pasien
Tujuannya untuk membuktikan apakah yang dikeluhkan
pasien itu benar atau tidak. Selain itu, apakah keluhan tersebut diikuti
dengan kelainan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan umum: tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, lidah,
iris, dan telapak tangan.
2) Pengamatan, pendengaran, dan penciuman dari daerah keluhan
dan dari masing-masing organ.
3) Perabaan, penekanan, atau pengetukan sekitar keluhan, dan
perabaan pada organ lain. Apabila ditekan terasa sakit, maka
penyakitnya bersifat hiper atau kelebihan fungsi, sedangkan bila
ditekan enak, maka penyakitnya bersifat lemah atau berkurangnya
fungsi.
4) Mengecek fungsi tubuh.
d. Menyimpulkan dan menentukan diagnosa penyakit
Setelah diwawancarai dan dilakukan pemeriksaan pada fisik
pasien, maka harus diambil kesimpulan tentang keluhan pasien,
sehingga diagnose pasien dapat ditentukan. Beberapa hal yang harus
disimpulkan, adalah:
1) Menentukan jenis keluhan, misalnya keluhan pada meridian atau
organ tubuh
2) Menentukan letak penyakitnya
3) Menentukan sifat penyakitnya
4) Menentukan jenis pengobatan
5) Menentukan apa penyebabnya
e. Menentukan rencana pengobatan
1) Menentukan apakan dengan menguatkan atau melemahkan.
2) Menetukan daerah atau titik yang akan dibekam
3) Menentukan teknik bekam
4) Menentukan alat-alat yang dipakai
5) Menentukan rencana penanganan bila timbul efek samping atau
hal-hal yang tidak diinginkann selama pengobatan.
f. Menentukan daerah dan titik yang akan dibekam
Setelah dipastikan rencana pengobatan, maka dilakukan
bekam. Dalam memilih titik bekam perlu diperhatikan bahwa, tidak
perlu memakai banyak titik. Sebab titik yang banyak belum tentu
lebih baik dari satu titik. Selain itu, banyak titik akan menimbulkan
rasa sakit yang lebih banyak.
g. Melakukan pembekaman
1) Diawali dengan mensterilkan alat daerah yang akan dibekam
dengan desinfektan (yodium, spiritus, alcohol)
2) Penghisapan kulit dan darah. Bisa dengan menggunakan api,
atau panas api, dan juga bisa menggantikannya dengan memakai
tabung penghisap udara (tekanan udara)
3) Mengeluarkan darah, bisa memakai cara menyayat atau
menusuk kulit dengan cara menghisap ulang.
h. Bekam akan mengeluarkan bekas. Bekam tanpa pengeluaran darah,
bekasnya berupa lebam hitam karena darah yang mengumpul dibawah
kulit (hematoma). Bila bekam dengan pengeluaran darah akan disertai
bekas lebam dengan luka. Luka ini harus dirawat. Bila tidak akan
dapat menimbulkan infeksi.
1) Bekam tanpa pengeluaran darah, menimbulkan bekas kehitaman
(hematoma). Cara merawatnya cukup dikompres dengan air
hangat, atau diolesi dengan minyak nabati. Bekas bekam akan
menghilang dalam waktu 3-6 hari.
2) Bekam dengan mengeluarkan darah akan menimbulkan luka
yang terbuka. Oleh karena itu, luka harus disterilkan dengan
cairan pensteril.
i. Setelah selesai, bisa diberikan tambahan terapi atau nasehat- nasehat:
1) Memberikan terapi tindakan, operasi, pembedahan
2) Memberikan food suplemen, obat-obatan, dan bahan berkhasiat
3) Memberikan saran-saran pengobatan selanjutnya.
6. Prinsip memilih titik bekam
Pada prinsipnya bekam harus memenuhi kriteria dibawah ini:
a. Memilih sedikit mungkin daerah yang dibekam, sehingga rasa nyeri
yang ditimbulkan oleh bekas luka bekam tidak terlalu banyak.
b. Menghindari daerah-daerah kosmetika, seperti wajah karena bisa
meninggalkan bekas luka.
c. Sedikit mungkin memakai gelas, sehingga lebih efisien. Memakai
gelas yang banyak belum tentu lebih baik disbanding gelas sedikit.
Satu gelas asalkan efektif dan tepat pada titik dan sesuai patofisiologi
penyakitnya, lebih baik dari sepuluh gelas (sepuluh titik) yang
penempatannya tidak memakai teori patofisiologi penyakit.
d. Sedikit titik, namun bisa mengobati banyak penyakit. Beberapa
penyakit menimbulkan keluhan lebih dari satu, sehingga ada yang
membekam disemua keluhan. (Umar, 2008)
7. Cara menemukan titik bekam
Semakin tepat (akurat) dalam menemukan titik bekam, semakin
besar efek kesembuhan yang ditimbulkan. Untuk memperoleh lokasi
titik bekam yang tepat digunakan tiga cara:
a. Cara visual
Cara ini dengan melihat secara teliti titik-titik bekam dalam
gambar. Mencocokkan lokasi bekam ini dapat dilakukan secara
berpasangan dengan temannya. Bisa juga dengan menggunakan
cermin.
b. Cara manual dan visual
Dilakukan dengan melihat gambar/lokasi titik bekam. Lalu jari
tangan diletakkan didaerah tubuh sesuai dengan titik acuan gambar.
Kemudian titik tadi ditekan dengan tangan sesuai dengan titik acuan.
c. Cara kepekaan
Titik bekam punya kepekaan lebih tinggi disbanding dengan
bukan titik bekam. Untuk bisa menemukan titik bekam, pijatlah
daerah-daerah sesuai dengan acuan titik bekam, lalu rasakan
perbedaan antara titik bekam dan titik bukan bekam. Apabila tepat
pada titik bekam, pasien akan merasa adanya “ sensasi lebih enak”
jika penyakitnya bersifat lemah (hipofungsi), dan merasa “lebih sakit”
jika penyakitnya bersifat kuat (hiperfungsi). (Umar, 2008)
8. Tinjauan Fisiologis titik bekam
Penentuan titik bekam merupakan hal yang pokok dalam terapi
bekam. Terapi bekam menggunakan mekanisme jaringan dan prinsip
perwakilan. Jadi tidak semua bagian tubuh dilukai untuk mengeluarkan
darah. Tubuh bagian depan tidak dianjurkan, tubuh bagian belakang
berdekatan dengan pusat susunan saraf dan sumsum tulang belakang.
Titik perwakilan yang dimaksud adalah ganglion yang tersebar di kanan
dan kiri tulang belakang. Ganglion adalah sekelompok atau sekumpulan
badan sel saraf yang terletak diluar sisitem saraf pusat, dan merupakan
kumpulan kelompok inti tertentu yang berasal dari otak atau sumsum
tulang belakang (medulla spinalis). Dalam aplikasi terapi pada titik
perwakilan, dapt terjadi perbaikan pada berbagai organ dan bagian
tubuh.
Ganglion-ganglion sangat saling bergabung membentuk fleksus
(lekukan) simpatis. Terdapat 3 bagian utama ganglion yang membentuk
fleksus masing-masing mewakili berbagai organ.
Fleksus jantung, berada didasar jantung dan berhubungan erat
dengan paru-paru. Fleksus seliaka yang terletak disebelah belakang
lambung dan mempengaruhi organ dalam rongga abdomen. Fleksus
mesentrikus, terletak didepan sacrum (tulang) dan mencapai organ dalam
pelvis (bagian bawah batang tubuh). (Majid, 2009)
a. Titik 1, berada pada pertemuan leher dengan dua bahu. Titik ini
mewakili organ-organ bagian atas. Dapat memperbaiki sirkulasi darah
menuju otak sehingga sangat efektif bagi orang yang mengalami
pusing, migrant, dan sulit tidur (insomnia).
b. Titik 2 dan 3 berada pada posisi searah paru-paru, jantung, dan hati.
Dapat mengeluarkan gas toksik yang berada di paru, mengeluarkan
pathogen yang terdapat di hati dan juga membantu kelancaran
peredaran darah menuju jantung. Gas toksik mudah sekali masuk
kedalam tubuh melalui berbagai mekanisme dan akan terakumulasi di
paru. Jika berlangsung dalam waktu yang lama, tubuh akan
mengalami kerusakan akibat kontaminasi di atas kadar ambang batas.
c. Titik 4 dan 5, mewakili organ-organ dalam tubuh berfungsi untuk
produksi darah, yaitu hati dan sumsum tulang belakang dan sangat
efektif untuk meningkatkan daya imun (daya tahan tubuh).
d. Titik 6 dan 7, titik-titik yang mewakili wilayah tubuh bagian tengah
hingga bawah, yaitu saluran pencernaan dan ginjal.
Lama atau durasi cupping yang dianjurkan adalah 4 menit pada
setiap titik. Karena setiap menit jumlah denyutan jantung berkisar antara
50 hingga 170 kali. Jika diambil rata-rata 100 kali, waktu pengekopan 4
menit telah memadai untuk mengeluarkan darah “kotor” lewat area
pengekopan, yaitu sebanyak 400 kali lewatan darah. Pengekopan lebih
dari 4 menit dapat menyebabkan iritasi kulit, karena suhu dalam area
cupping akan melampaui batas toleransi kulit, sehingga terjadi
pelepuhan kulit.
Dalam terapi bekam, terjadinya pengeluaran darah dari tubuh yang
bermakna detoksifikasi akan berlangsung memberikan rangsang bagi
hati dan sumsum tulang belakang untuk segera menghasilkan sel darah
baru. Sel baru yang terbentuk diharapkan dalam kondisi baik sehingga
dapat menjalankan fungsi secara optimal dari tingkat seluler hingga
sistem organ.
9. Teknik Bekam
Terapi bekam menggunakan tiga prinsip utama, yaitu penghisapan
kulit, penyayatan, dan pengeluaran darah. Secara umum, bekam
mempunyai beberapa teknik yang meliputi:
a. Teknik menghisap udara dan menarik kuloit dengan meliputi:
1) Teknik pelemparan api kedalam tabung
2) Teknik menarik api dari dalam tabung
3) Teknik mendekatkan api didalam dinding tabung
4) Teknik menyalakan api beralaskan uang logam
5) Teknik menghisap dengan herba yang dipanasi
b. Teknik menghisap udara dan menarik kulit tidakdengan api, tetapi
dengan penghisap udara.
1) Dengan tabung/pompa penghisap
2) Dengan karet penghisap
3) Dengan spuid
c. Teknik lanjutan (teknik manipulasi) setelah dilakukan penghisapan
kulit, baik dengan apai maupun tidak dengan api
1) Metode membiarkan tabung
2) Metode menarik api secara berulang
3) Metode menggerakkan tabung
4) Metode mengkombinasikan akupuntur dengan bekam
5) Metode pengeluaran darah
d. Teknik pengeluaran darah
1) Dengan menusuk kulit
2) Dengan menyayat kulit
3) Dengan menghisap ulang
4) Dengan plester penghisap
5) Dengan teknik modern
e. Teknik bekam tanpa mengelurkan darah, disebut hijamah jaaffah
(bekam kering).
10. Pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah
Menurut Amani (2004) mekanisme kerja terapi bekam terjadi di
bawah kulit dan otot yang terdapat banyak titik saraf. Titik-titik ini
saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan lainnya sehigga
bekam dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun
pada titik simpul saraf terkait. Pembekaman biasanya dilakukan pada
permukaan kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis) jaringan ini
akan “rusak”. Kerusakan disertai keluarnya darah akibat bekam akan
ikut serta keluar beberapa zat berbahaya seperti serotonin, bistamin,
bradiknin dan zat-zat berbahaya lainnya. Bekam juga menjadikan
mikrosirkulasi pembuluh darah sehingga timbul efek relaksasi pada
otot sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Sutomo, 2008).
II.3 Penelitian Terkait
Beberapa penelitian yang terkait yang pernah dilakukan tentang
hipertensi, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Misbahul Subhi dengan judul “
perbedaan kadar gula darah pasien diabetes Mellitus pada pengobatan
bekam di klinik Basthotan Holistic Cebter Masjid Agung Jawa Tengah”
tahun 2009. Sampel yang diambil sejumlah 15 responden dengan teknik
accidental sampling. Parameter yang diteliti adalah kadar gula darah
sewaktu sebelum dan setelah dilakukan bekam. Berdasarkan analisis
menggunakan SPSS 16 dengan tingkat kemaknaan untuk menerima Ho
p< 0,05 dan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro Wilk
diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hasi dari data analisa
menggunakan uji beda rata-rata (Paired Sample t test) didapatkan
bahwa p< 0,05 sehingga Ho di tolak dan Ha diterima, jadi ada
perbedaan kadar gula darah sewaktu sebelum dan setelah dilakukan
bekam (skor rata-rata 243 mg/dl) terlihat lebih rendah (turun) dari pada
kadar gula darah sewaktu sebelum dilakukan bekam (skor rata-rata 345
mg/dl). Hal ini menunjukkan bahwa bekam berpengaruh positif
terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Agis Taufik, S.Kep dengan judul
pengaruh terapi bekam terhadap penurunan kadar asam urat dalam
darah pada pasien hipertensi di Klinik An-Nahil Purwokerto tahun
2010. Penelitian ini bersifat preeksperimental dengan one group pre test
and post test without control group design. Metode pengambilan
sampel adalah purposive sampling. Analisa statistik yang digunakan
pada penelitian ini adalah analisa statistik paired t-test. Rerata kadar
asam urat sebelum dan sesudah terapi bekam berturut-turut 4,91 dan
4,33. Berdasarkan uji t perbedaan kadar asam urat dalam darah sebelum
dan sesudah terapi bekam didapatkan nilai t=2,46 ( p=0,02), nilai p
lebih kecil daripada (α= 0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada
perbedaan kadar asam urat dalam darah sebelum dan sesudah terapi
bekam secara bermakna.
II.4 Kerangka Teori
Faktor-faktor resiko hipertensi:
1. Faktor genetik
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Etnis
5. Berat badan
Kejadian hipertensi
Penatalaksanaan
Medis
Terapi bekam
Tekanan darah