BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 1 KALIMANTAN TIMUR
BAB V
PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
5.1 Pemodelan Struktur
5.1.1. Bentuk Struktur
Struktur velodrome terdiri dari tiga bagian, yakni atap utama pada bagian tengah
dengan bentang terpanjang 95 meter pada arah lebar velodrome kemudian atap depan dan
belakang yang memiliki bentang 69 meter. Struktur atap velodrome berbentuk lengkung
yang terdiri dari dua layer (bottom layer dan top layer) sehingga membentuk sistem space
truss (rangka ruang).
Gambar 5.1 Struktur Velodrome
5.1.2. Sistem Struktur
Sistem struktur rangka ruang atap velodrome mempunyai konfigurasi susunan
elemen batang dalam ruang, dimana sambungan atau titik pertemuan ujung-ujung
member dimodelkan dalam dua jenis model yakni rigid joint dan joint sendi. Hal ini
dilakukan untuk mengakomodasi perilaku sambungan yang digunakan yaitu APORA
bottle connector system yang memiliki karakter diantara sendi dan rigid joint.
Setiap batang berputar kaku dan berpindah akibat tiga perpindahan orthogonal
dikedua ujung. Sebagaimana rangka ruang yang pada model yang memiliki sifat
sambungan sendi hanya dapat menyalurkan gaya aksial. Dengan demikian, deformasi
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 2 KALIMANTAN TIMUR
aksial — perpendekan atau perpanjangan — merupakan satu-satunya deformasi yang
terjadi pada elemen. Translasi titik kumpul yang terjadi akibat deformasi aksial juga
merupakan satu-satunya derajat kebebasan elemen. Perputaran ujung batang relative
terhadap titik kumpul bukan besaran ‘independent’, sebab besaran dan arahnya ditetapkan
dari translasi.
5.1.3. Proses input gambar pada SAP2000
Pemodelan struktur digunakan untuk memudahkan penulis dalam proses analisis
struktur karena permasalahan struktur yang cukup kompleks. Pemodelan yang akan
dilakukan berupa mengimport gambar pada program SAP2000 dari autoCAD yang
diperoleh dari gambar kerja. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Modifikasi gambar pada autoCAD
Gambar yang digunakan pada tugas akhir ini adalah gambar struktur
velodrome dengan atap bentuk pelengkung pada satu arah yang terdiri dari
tiga bagian. Rangka tersusun dengan sistem struktur rangka ruang. Gambar
yang diperoleh ini kemenudian dimodifikasi menjadi satu jenis layer (pada
autoCAD) yang kemudian disimpan dalam bentuk dxf-file.
Import model pada SAP2000 dari autoCAD
Setelah bentuk model struktur terbentuk, kemudian dilakukan proses
import model pada SAP2000 dari file yang sudah disimpan dalam bentuk
dxf-file.Setelah itu model dapat diimport di SAP2000 yang menampilkan
satu struktur utuh, kemudian ditambah tumpuan pada kolom-kolomnya.
Pemodelan Rigid Joint dan Joint sendi
� Pemodelan rigid joint dapat dilakukan dengan mengimport gambar
autoCAD seperti tertera diatas, dengan melakukan langkah tersebut
otomais struktur atap terbentuk dalam sistem sambungan yang rigid.
� Pemodelan struktur dengan joint sendi dapat dilakukan dengan
merelease momen di ujung-ujung batang sehingga terbentuk model
sendi pada sambungan antar batang.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 3 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.2 Tampak Atas Struktur
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 4 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.3 Tampak Samping (kanan) Struktur
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 5 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.4 Tampak Depan Struktur
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 6 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.5 Tampak Perspektif Struktur
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 7 KALIMANTAN TIMUR
Hasil import gambar dari autoCAD
Gambar 5.6 Model struktur untuk rigid joint
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 8 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.7 Model struktur untuk joint sendi (release moment)
5.2 Analisis Struktur
5.2.1. Analisis Pembebanan
Sebelum memasuki tahap analisis struktur, terlebih dahulu dilakukan perhitungan
analisis pembebanan sesuai dengan peraturan di Indonesia yakni PEDOMAN
PERENCANAAN PEMBEBANAN UNTUK RUMAH DAN GEDUNG, SKBI-1.3.53.1987 kecuali
point c,e, dan f
Beban-beban yang ditinjau berupa :
a. Beban mati struktur
b. Beban SIDL
c. Beban angin
d. Beban hujan
e. Beban gempa
f. Beban temperatur
a. Beban mati struktur
Untuk perhitungan beban mati struktur dapat langsung dilakukan secara otomatis
pada SAP2000 ketika kita melakukan proses running pada struktur yang sudah
ditentukan penampang untuk setiap membernya yang pada SAP2000 didefinisikan
sebagai dead load.
b. Beban angin
Konsep-konsep sederhana telah sering digunakan dalam memperhitungkan beban
hidup untuk disain structural. Namun, sekarang beban hidup pada bangunan seperti
angin mendapat perhatian untuk mendapatkan hasil analisis struktur yang sedapat
mungkin mendekati keadaan sebenarnya. Beban angin telah menjadi signifikan saat
ini karena semakin bertambahnya bangunan-bangunan tinggi. Angin memiliki efek
penting pada tiap aspek disain. Faktor lainnya juga berkontribusi sehingga beban
angin menjadi sangat penting dalam disain, diantaranya: atap ringan berslope landai,
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 9 KALIMANTAN TIMUR
konstruksi dinding dan kemunculan struktur khusus yang memiliki bentuk
aerodinamis.
Beberapa bangunan tinggi yang terletak di daerah yang memiliki kecepatan angin
tinggi harus diperhitungkan terhadap beban angin. Beban angin dapat menghancurkan
atap, atap dapat terhisap dan terkadang menerbangkangkan seluruh bagian atap. Hal
ini dan banyak masalah lainnya semakin menegaskan betapa pentingnya pemahaman
yang lebih jelas terhadap angin dan efeknya.
Dengan pendekatan lama yang disimplifikasi (seperti pada PBBI), hanya tekanan
lateral seragam pada sisi bangunan arah datangnya angin dan gaya hisap yang
digunakan sebagai total beban angin. Untuk bangunan yang berada di daerah dimana
kecepatan angin menentukan disain, analisis ini perlu dilakukan lebih akurat. Angin
tidak konstan terhadap waktu, sehingga tidak seragam pada setiap sisi dan biasanya
tidak menyebabkan tekanan positif. Pada kenyataannya, angin merupakan fenomena
yang kompleks karena adanya turbulent flow, yang berarti bahwa gerakan setiap
partikel angin sangat tak beraturan, sehingga hanya bisa diperkirakan secara statistik
baik kecepatan maupun arahnya.
Pada perencanaan velodrome ini , untuk pembebanan angin digunakan peraturan
pembebanan (American Society of Civil Engineers) ASCE 7-05 karena dirasa
peraturan pembebanan Indonesia kurang cocok untuk jenis struktur atap dengan
bentang yang panjang. Untuk itu perlu dilakukan analisis menggunakan peraturan
ASCE 7-05.
Suatu struktur dengan bentang panjang harus didisain untuk beban yang ada
ditentukan pada MWFRS(Main Wind-Force Resisting System), setiap member
penyusun rangka ruang harus didisain terhadap komponen atap dan beban cladding. Setiap komponen harus dirancang untuk tahan terhadap beban-beban angin yang ada
pada peraturan. Menghitung beban angin menjadi sangat penting dalam disain sistem
struktur yang tahan terhadap gaya angin, termasuk di dalamnya member struktur dan
komponen – komponen pelengkap struktur.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 10 KALIMANTAN TIMUR
Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam prosedur analisis adalah sebagai berikut :
1. Menentukan basic wind speed, V.
Basic wind speed, V merupakan kecepatan angin 50 tahunan. Kecepatan ini diperoleh
dari perhitungan secara statistik yaitu menggunakan distribusi normal berdasarkan data
angin 10 tahun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) di daerah Samarinda.
Tabel 5.1 Data angin per10 tahun
Thn (x) (x-_
x )2
1989 89.00 139.24
1990 81.00 14.44
1991 76.00 1.44
1992 82.00 23.04
1993 73.00 17.64
1994 68.00 84.64
1995 71.00 38.44
1996 75.00 4.84
1997 72.00 27.04
1998 85.00 60.84
Σ 772 411.6
Setelah mendapatkan nilai standar deviasi, kemudian dihitung probabilitas
keterjadiannya seperti tercantum pada table berikut ini.
T Ktr Xtr
2 0 77.2
5 0.84 82.5
10 1.28 85.3
25 1.75 88.3
50 2.05 90.2
T adalah perioda ulang dan Ktr merupakan nilai yang didapat dari table distribusi
normal untuk T yang bersesuaian.
Xtr = X +Ktr. xS , sehingga untuk perioda perioda ulang 50 tahun:
2.7710
772 ==X
34.6110
6.411
1
)(1
2
=−
=−
−=∑
=
N
XXS
N
ii
x
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 11 KALIMANTAN TIMUR
X50=77.2+2.05*6.34 =90.2 km/jam.
Maka Basic wind speed, V yang digunakan adalah sebesar 90.2 km/jam.
2. Menentukan Importance factor, I
Tabel 5.2 Kategori bangunan berdasarkan ASCE 7-05
Occupancy
Category
I• Agricultural facilities
• Certain temporary facilities
• Minor storage facilities
IIIII
Buildings and other structures that represent a substantial hazard to human life in the event of failure, including, but not limited to:
• Buildings and other structures where more than 300 people congregate in one area
• Buildings and other structures with daycare facilities with a capacity greater than 150
• Buildings and other structures with elementary school or secondary school facilities with a capacity greater than 250
• Buildings and other structures with a capacity greater than 500 for colleges or adult education facilities
• Health care facilities with a capacity of 50 or more resident patients, but not having surgery or emergency treatment facilities
• Jails and detention facilities
Buildings and other structures, not included in Occupancy Category IV, with potential to cause a substantial economic impact and/or mass
disruption of day-to-day civilian life in the event of failure, including, but not limited to:
• Power generating stationsa
• Water treatment facilities
• Sewage treatment facilities
• Telecommunication centers
Buildings and other structures not included in Occupancy Category IV (including, but not limited to, facilities that manufacture, process,
handle, store, use, or dispose of such substances as hazardous fuels, hazardous chemicals, hazardous waste, or explosives) containing
sufficient quantities of toxic or explosive substances to be dangerous to the public if released.
Buildings and other structures containing toxic or explosive substances shall be eligible for classification as Occupancy Category II
structures if it can be demonstrated to the satisfaction of the authority having jurisdiction by a hazard assessment as described in
Section 1.5.2 that a release of the toxic or explosive substances does not pose a threat to the public.
Buildings and other structures designated as essential facilities, including, but not limited to: IV• Hospitals and other health care facilities having surgery or emergency treatment facilities
• Fire, rescue, ambulance, and police stations and emergency vehicle garages
• Designated earthquake, hurricane, or other emergency shelters
• Designated emergency preparedness, communication, and operation centers and other facilities required for emergency response
• Power generating stations and other public utility facilities required in an emergency
• Ancillary structures (including, but not limited to, communication towers, fuel storage tanks, cooling towers, electrical substation
structures, fire water storage tanks or other structures housing or supporting water, or other fire-suppression material or equipment)
required for operation of Occupancy Category IV structures during an emergency
• Aviation control towers, air traffic control centers, and emergency aircraft hangars
• Water storage facilities and pump structures required to maintain water pressure for fire suppression
• Buildings and other structures having critical national defense functions
Buildings and other structures (including, but not limited to, facilities that manufacture, process, handle, store, use, or dispose of such
substances as hazardous fuels, hazardous chemicals, or hazardous waste) containing highly toxic substances where the quantity of the
material exceeds a threshold quantity established by the authority having jurisdiction.
Buildings and other structures containing highly toxic substances shall be eligible for classification as Occupancy Category II structures if
it can be demonstrated to the satisfaction of the authority having jurisdiction by a hazard assessment as described in Section 1.5.2 that a
release of the highly toxic substances does not pose a threat to the public. This reduced classification shall not be permitted if the buildingsor other structures also function as essential facilities.
Cogeneration power plants that do not supply power on the national grid shall be designated Occupancy Category II.
All buildings and other structures except those listed in Occupancy Categories I, III, and IV II
OCCUPANCY CATEGORY OF BUILDINGS AND OTHER STRUCTURES FOR FLOOD, WIND, SNOW, EARTHQUAKE,
AND ICE LOADS
Nature of Occupancy
Buildings and other structures that represent a low hazard to human life in the event of failure, including, but not limited to:
Tabel 5.3 Nilai faktor kepentingan
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 12 KALIMANTAN TIMUR
Berdasarkan dua table di atas maka dapat ditentukan bangunan termasuk ke dalam
kategori II dengan importance factor, I=1.00
3. Menentukan wind direction factor, Kd yang diambil dari ASCE 7 sub-bab 6.5.4
Tabel 5.4 Nilai direction factor
Dari table diatas diperoleh besar Kd = 0.85 (untuk arched roofs maupun wall).
4. Menentukan exposure category :
Exposure B : pemukiman, hutan
Exposure C : pedesaan terbuka, peternakan, padang rumput
Exposure D : pantai
Tempat pendirian velodrome masuk ke dalam daerah ber-Exposure B (pemukiman).
Untuk lebih jelasnya mengenai tampak daerah Tenggarong dapat dilihat pada gambar
berikut ini yang diperoleh melalui foto satelit oleh google earth.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 13 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.8 Peta Kalimatan
Gambar 5.9 Peta Tenggarong
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 14 KALIMANTAN TIMUR
5. Menentukan Velocity Pressure Exposure coefficient,Kz :
Menentukan tinggi rata-rata atap, h :
hutama= 7.1 + (10.485+5.773)/2 = 15.214 m, = 0.6 h = 9.13 m
hkamopi=7.1 + 2.8625 = 9.986 m =0.6 h = 5.99 m
untuk z < diambil z = h.
Tabel 5.5 Nilai Kz didasarkan pada table 6-3 ASCE.
_
z_z
_
z
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 15 KALIMANTAN TIMUR
Sehingga didapatkan nilai nilai kofisien di tiap join pada elevasi tertentu sebagai berikut
Tabel 5.6 Nilai-nilai kofisien di tiap join pada elevasi tertentu
Kz or Kh
utama kanopi wall
z (m) Kz z (m) Kz Kz
8.81 0.70 9.72 0.71 0.70
11.60 0.75 11.28 0.74
14.31 0.80 13.18 0.78
16.68 0.83 14.75 0.80
18.78 0.86 15.97 0.82
20.35 0.88 16.85 0.83
21.65 0.90 17.38 0.84
22.58 0.91 17.56 0.84
23.14 0.91
23.33 0.92
6. Menentukan Topographic Factor, Kzt :
Kzt = ( a + K1+K2+K3)2
Jika kondisi dan lokasi struktur tidak sesuai dengan kondisi yang dijelaskan pada ASCE
bagian 6.5.7.1 karena topografi berupa dataran bukan perbukitan maka nilai Kzt = 1
7. Menentukan Gust Factor, G:
( )
++
=ZV
ZQ
Ig
QIgG
..7,11
...7.116/1
_
10
=
zcIZ
63.0
63.01
1
++
=
ZL
hBQ
_
10
_ ∈
= z
lLZ
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 16 KALIMANTAN TIMUR
Nilai c ,l, dan diperoleh dari ASCE tabel 6-2 sedangkan besar gQ dan qV
diambil sebesar 3,4
Tabel 5.7 Nilai-nilai kofisien pada masing-masing exposure
Dari table di atas maka diperoleh nilai c = 0.3, zmin=9.14 h = 14
= 1/3 dan l = 97.54 m.
Sehingga
Diletahui pula Butama= 84 dan Bkanopi=23, maka didapat:
_
z_
∈
_
∈
9514.9
145.97
3/1
=
=ZL
78.0
109
849563.01
163.0 =
++=Qutama
304.014.9
103.0
6/1
=
=ZI
( )794.0
..7,11
...7.11=
++
=ZV
ZQ
Ig
QIgGutama
87.0
109
239563.01
163.0
=
++=Qkanopi
( )847.0
..7,11
...7.11=
++
=ZV
ZQ
Ig
QIgGkanopi
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 17 KALIMANTAN TIMUR
6. Menentukan internal pressure coefficient, Gcpi
Gcpi didapatkan berdasarkan enclosure bangunan. Dalam hal ini bangunan termasuk
enclosed building.
Tabel 5.8 Klasifikasi Enclosure
Dari table di atas untuk enclosed building yaitu sebesar ±0.18.
7. Menentukan External pressure coefficient, Cp
Untuk atap lengkung koefisien menggunakan fig 6-8 ASCE dimana ditentukan
berdasarkan rasio tinggi-bentang. Untuk atap utama t=16.23, B=95 sedangkan atap
kanopi t=10.5, B=69.
Tabel 5.9 External pressure coefficient untuk atap
sementara untuk dinding dapat digunakan fig 6-6 dengan L=95, B=78 (utama) dan L=69,
B=12 untuk kanopi
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 18 KALIMANTAN TIMUR
Tabel 5.10 External pressure coefficient untuk dinding
Sehingga didapatkan External pressure coefficient, Cp, pada table berikut ini.
Cp
Roof utama -0.9 -0.87 -0.5
Roof kanopi -0.9 -0.85 -0.5
wall utama 0.8 -0.46
wall kanopi 0.8 -0.2
8. Menentukan Velocity pressure, qz dan qh
qz = 0.613.Kz.Kd.Kzt.V2.I (N/m2), V(m/s)
Maka didapatkan qh = 228.93 N/m2 dan nilai q terhadap ketinggian (qz) sebagai
berikut.:
Tabel 5.11 Velocity pressure
qz
utama kanopi wall
z (m) qz z (m) qz qz
8.81 228.93 9.72 233.18 175.06
11.60 245.24 11.28 243.30
14.31 260.40 13.18 254.37
16.68 272.04 14.75 262.66
18.78 281.42 15.97 268.71
20.35 287.97 16.85 272.84
21.65 293.10 17.38 275.26
22.58 296.65 17.56 276.06
23.14 298.73
23.33 299.42
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 19 KALIMANTAN TIMUR
9. Menentukan Design wind load, F
Beban angin disain menggunakan persamaan F = qGCp – qi(GCpi) (N/m2), sehingga
didapatkan nilai beban angin desain seperti pada table di bawah ini.
Tabel 5.12 Beban angin
p or F (N/m2)
utama kanopi wall u wall k
1 -204.90 118.72 118.72
2 -216.57
3 -227.41 -219.10
4 -235.72 -226.82
5 -242.43 -235.27
6 -240.26 -241.59
7 -243.80 -234.82
8 -246.25 -237.80
9 -247.69 -239.54
10 -248.17 -240.12
10 -199.44 -206.16
11 -199.44 -206.16
12 -199.44 -206.16
13 -199.44 -206.16
14 -199.44 -138.24
15 -132.15 -138.24
16 -132.15 -138.24
17 -132.15 -138.24
18 -132.15
19 -132.15 -68.26 -29.68
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 20 KALIMANTAN TIMUR
c. Beban hujan
Gambar 5.11 Penomoran joint pada tampak depan atap
Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban hujan sebesar (40 -
0,8α) kg/m2 dimana α adalah sudut kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan
bahwa beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m2 dan tidak perlu
ditinjau bila kemiringan atapnya adalah lebih besar dari 50o.
Tabel 5.12 Beban hujan pada atap utama
No. Sudut, α Area, m2 hujan, kg/m2 beban hujan, kg
Titik derajat tengah pinggir tengah pinggir tengah pinggir
1 30 18.201 9.1005 16 20 291 182
2 26 36.402 18.201 19 11 699 198
3 23 36.402 18.201 20 20 728 364
4 19 36.402 18.201 20 20 728 364
5 16 36.402 18.201 20 20 728 364
6 12 36.402 18.201 20 20 728 364
7 9 36.402 18.201 20 20 728 364
8 5 36.402 18.201 20 20 728 364
9 2 36.402 18.201 20 20 728 364
10 0 36.402 18.201 20 20 728 364
11 2 36.402 18.201 20 20 728 364
12 5 36.402 18.201 20 20 728 364
13 9 36.402 18.201 20 20 728 364
14 12 36.402 18.201 20 20 728 364
15 16 36.402 18.201 20 20 728 364
16 19 36.402 18.201 20 20 728 364
17 23 36.402 18.201 20 20 728 364
18 26 36.402 18.201 19 11 699 198
19 30 18.201 9.1005 16 20 291 182
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 21 KALIMANTAN TIMUR
Tabel 5.13 Beban hujan pada kanopi
No. Sudut, α Area, m2 hujan, kg/m2 beban hujan, kg
Titik derajat tengah pinggir tengah pinggir tengah pinggir
3 23 36.402 18.201 20 20 728 364
4 19 36.402 18.201 20 20 728 364
5 16 36.402 18.201 20 20 728 364
6 12 36.402 18.201 20 20 728 364
7 9 36.402 18.201 20 20 728 364
8 5 36.402 18.201 20 20 728 364
9 2 36.402 18.201 20 20 728 364
10 0 36.402 18.201 20 20 728 364
11 2 36.402 18.201 20 20 728 364
12 5 36.402 18.201 20 20 728 364
13 9 36.402 18.201 20 20 728 364
14 12 36.402 18.201 20 20 728 364
15 16 36.402 18.201 20 20 728 364
16 19 36.402 18.201 20 20 728 364
17 23 36.402 18.201 20 20 728 364
d. Beban SIDL
Beban yang dimasukan untuk perhitungan beban Super Imposed Dead Load (SIDL)
meliputi :
• Berat penutup atap = 30 kg/m2
• Talang = 80 kg/m
• Lampu = 50 kg/joint
• Penangkal petir = 70 kg/joint
e. Beban gempa
Beban gempa direncanakan berdasarkan daerah gempa rencana di Tenggarong –
Kalimantan Timur yakni gempa zona 2. Mengenai ketentuan tentang besaran gempa pada
zona 2 mengikuti pedoman yang terdapat pada SNI 03-1726-2002. Proses perhitungan
bebanan gempa pada analisis dilakukan langsung melalui software SAP2000 dengan
mengacu pada peraturan UBC 97 untuk seismic load.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 22 KALIMANTAN TIMUR
Define Response Spectrum Functions
Define Response Spectrum Functions dilakukan dengan mendefenisikan fungsi ke
program dengan input Ca dan Cv sesuai dengan wilayah gempa lokasi, yaitu wilayah
gempa 2 dengan kondisi tanah lunak. Keterangan : Ca = 0.23 dan Cv = 0.58
Gambar 5.12 Response spectrum gempa rencana
Gambar 5.13 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 23 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.14 Response Spectrum yang diplot pada SAP2000
f. Beban temperatur
Beban temperature yang diambil diperoleh dari perbedaan temperatur atmosfir dari
temperatur ruangan. Pada peraturan muatan Indonesia besar beban temperature di
Indonesia ditetapkan sebesar ±10oC (PMI 1970 pasal 6.2).
Berikut Beban-beban statik yang diassign pada SAP2000
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 24 KALIMANTAN TIMUR
KOMBINASI PEMBEBANAN
COMB 1) 1.4 (D+SIDL) COMB 2) 1.2 (D+SIDL) + 1.6 LL COMB 3) 0.9 (D+SIDL) + 1.3 W COMB 4) 0.9 (D+SIDL) - 1.3 W COMB 5) 0.9 (D+SIDL) + 1.3 W2 COMB 6) 0.9 (D+SIDL) - 1.3 W2 COMB 7) 1.2 (D+SIDL) + 1.3 W COMB 8) 1.2 (D+SIDL) - 1.3 W COMB 9) 1.2 (D+SIDL) + 1.3 W2 COMB 10) 1.2 (D+SIDL) - 1.3 W2 COMB 11) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + 1.3 W COMB 12) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - 1.3 W COMB 13) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + 1.3 W2 COMB 14) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - 1.3 W2 COMB 15) 0.9 (D+SIDL) + Ex COMB 16) 0.9 (D+SIDL) - Ex COMB 17) 0.9 (D+SIDL) + Ey COMB 18) 0.9 (D+SIDL) - Ey COMB 19) 1.2 (D+SIDL) + Ex COMB 20) 1.2 (D+SIDL) - Ex COMB 21) 1.2 (D+SIDL) + Ey COMB 22) 1.2 (D+SIDL) - Ey COMB 23) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + Ex COMB 24) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - Ex COMB 25) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L + Ey COMB 26) 1.2 (D+SIDL) + 0.5 L - Ey COMB 27) 1 D + T COMB 28) 1 D – T
5.2.2. Output Analisis Struktur Pada SAP2000
Untuk membandingkan pemodelan struktur untuk rigid joint terhadap joint sendi
dapat dilkukan perbandingan gaya-gaya dalam yang dihasilkan melalui hasil running pada
SAP2000. Output dari proses ini akan dihasilkan berupa gaya-gaya dalam yang terjadi
pada tiap member, berikut diagram gaya dalam axial pada dua permodelan tersebut
sebagai perbandingan.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 25 KALIMANTAN TIMUR
a. Output pada rigid joint
Gambar 5.15 Diagram Gaya Dalam Axial akibat COMB3 (rigid joint)
Tabel 5.14 Output gaya dalam beberapa batang pada struktur model rigid joint
FRAME COMB
PU MU2 MU3
LABEL ton ton-m ton-m
3909 COMB3 6.1846 -0.00215 -0.05964
3981 COMB3 6.4302 -0.00143 -0.041
4023 COMB3 6.7611 0.0001 0.10435
5842 COMB3 4.1879 0.00221 -0.03806
5861 COMB3 5.4413 -0.00566 -0.04505
5928 COMB3 7.6528 -0.01356 0.03931
6113 COMB3 -2.1601 -0.0092 -0.00332
6477 COMB3 6.5053 -0.00665 -0.06039
6508 COMB3 8.1506 0.01454 0.03978
6628 COMB3 4.5922 -0.00228 -0.03923
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 26 KALIMANTAN TIMUR
b. Output pada joint sendi
Gambar 5.16 Diagram Gaya Dalam Axial akibat COMB3 (joint sendi)
Tabel 5.15 Output gaya dalam beberapa batang pada struktur model joint sendi
FRAME COMB
PU MU2 MU3
LABEL ton ton-m ton-m
3909 COMB3 6.1874 0 0.08174
3981 COMB3 6.428 0 0.06702
4023 COMB3 6.732 0 0.06702
5842 COMB3 4.1815 0 0.0552
5861 COMB3 5.4278 0 0.1233
5928 COMB3 7.6613 0 0.05599
6113 COMB3 -2.1749 0 0.00312
6477 COMB3 6.4906 0 0.05599
6508 COMB3 8.1852 0 0.05599
6628 COMB3 4.5848 0 0.0552
Dari dua hasil output gaya dalam dari dua model joint di atas terdapat hampir
kemiripan dari hasil keluaran gaya-gaya dalam yang dihasilkan. Sehingga untuk
melakukan disain diambil keputusan untuk menggunakan model joint sendi karena pada
disain mengunakan sambungan baut yang britel sehingga sangat dihindari terjadinya
momen yang besar pada joint.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 27 KALIMANTAN TIMUR
5.2.3. Disain Member
Grade pipa baja yang umum ada di Indonesia
STK400
fy = 235 MPa
E = 200.000 MPa
Tabel 5.17 Standart ukuran pipa baja Medium yang ada dipasaran
Japan F yield
Size STK400
235
N/mm2
Code profil OD (mm) t (mm)
STKD42 1.25" 42.7 2.8
STKD48 1.5" 48.6 2.8
STKD60 2" 60.5 3.2
STKD76 2.5" 76.3 3.2
STKD89 3" 89.1 3.2
STKD114 4" 114.3 3.6
STKD139 5" 139.8 4.5
STKD165 6" 165.2 5.0
STKD190 7" 190.7 5.0
STKD216 8" 216.3 6.0
STKD267 10" 267.4 8.0
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 28 KALIMANTAN TIMUR
Atap velodrome ini terdiri dari 3152 member dan 817 join. Penulis menekankan
tinjauan analisis pada rangka atap sehingga kontribusi yang diperlukan dari pilar
dibutuhkan untuk menambah kekakuan struktur saja.
Pada table berikut akan ditampilkan contoh steel disain untuk beberapa member
Tabel 5.18 Hasil disain penampang terhadap gaya dalam untuk beberapa member
TABLE: Steel Design 2 - PMM Details - AISC-LRFD99
Frame DesignSect Combo Length Pu PhiPnc MuMajor PhiMnMaj P Mmaj Total
label m ton ton ton-m ton-m Ratio Ratio Ratio
3909 STKD165 COMB14 6.067 -17.927 28.950 0.109 2.768 0.619 0.039 0.659
3981 STKD165 COMB14 5.851 -20.246 30.128 0.089 2.768 0.672 0.032 0.704
4023 STKD165 COMB12 5.851 -20.818 30.128 0.089 2.768 0.691 0.032 0.723
5842 STKD139 COMB14 5.718 -10.041 19.126 0.074 1.777 0.525 0.041 0.566
5861 STKD165 COMB14 7.568 -13.884 21.071 0.164 2.768 0.659 0.059 0.718
5928 STKD165 COMB12 5.198 -22.677 33.701 0.075 2.768 0.673 0.027 0.700
6113 STKD89 COMB3 5.774 -2.157 3.588 0.003 0.509 0.601 0.006 0.607
6477 STKD165 COMB14 5.198 -23.494 33.701 0.075 2.768 0.697 0.027 0.724
6508 STKD165 COMB12 5.198 -23.329 33.701 0.075 2.768 0.692 0.027 0.719
6628 STKD139 COMB14 5.718 -10.407 19.126 0.074 1.777 0.544 0.041 0.586
5.2.4. Defleksi Maksimum
Salah satu cara untuk meminimalisasi momen pada join ialah dengan membatasi
defleksi maksimumnya. Berikut ini tabel defleksi defleksi maksimum yang terjadi akibat
kombinasi pembebanan yang terjadi
Tabel 5.19 Defleksi maksimum pada struktur
U1 U2 U3 R1 R2 R3 Lendutan ijin
(m) (m) (m) rad rad rad L/360
KANOPI DEPAN 7495 0.001161 -0.00855 -0.05214 0.000543 0.000039 0.000045 0.192 OK
PINGGIR ATAP UTAMA(DEPAN) 6767 -0.001145 0.005582 -0.02919 0.000282 -0.0003 -9.5E-06 0.264 OK
PINGGIR ATAP UTAMA(TENGAH) 6982 0.002994 0.000143 -0.06357 -1.5E-06 -0.00004 -2.3E-06 0.233 OK
PINGGIR ATAP UTAMA(BELAKANG) 7207 0.00341 -0.00453 -0.00675 -0.00031 -0.00076 -7.2E-05 0.264 OK
KANOPI BELAKANG 7663 0.001292 0.008375 -0.05262 -0.00055 -3.9E-05 -4.2E-05 0.192 OK
POSISI(BAG TENGAH) CEKLABEL JOINT
Dapat terlihat bahwa defleksi maksimum terjadi pada join 6982. Hal ini dapat
terjadi karena beban angin maksimum bekerja pada tengah bentang atap utama.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 29 KALIMANTAN TIMUR
5.2.5. Perhitungan berat struktur
Perhitungan berat sruktur merupakan tahapan penting dalam proses pembangunan
suatu struktur bangunan. Hal ini menjadi penting untuk memperkirakan biaya yang akan
dikeluarkan untuk membiayai pembelian material pada pelaksanaan konstruksi. Pada
tahapan ini penulis memberikan gambaran mengenai quantity take off material yang
dibutuhkan yakni jumlah member penyusun rangka ruang.
Tabel 5.20 Jumlah material yang dibutuhkan untuk elemen penyusun rangka ruang
Profil Diameter tebal Panjang Qty Berat/btg total
(mm) (mm) (m) (ton) (ton) STKD89 88.9 3 3 8 0.021 0.17 3.5 8 0.034 0.27
4 86 0.035 3.01
4.5 64 0.034 2.18
5 96 0.036 3.46
5.5 1156 0.039 45.08 6 626 0.044 27.54 7.8 14 0.054 0.76 STKD139 139.8 4.5 3.8 28 0.058 1.62 5 46 0.076 3.50
5.5 245 0.086 21.07
6 521 0.090 46.89 7 7 0.101 0.71 7.5 8 0.106 0.85 STKD165 165.2 5 5.5 21 0.109 2.28 6 185 0.120 22.16 STKD190 190.7 5 5.5 9 0.119 1.07 6 20 0.134 2.68 7.8 4 0.173 0.69
Jumlah 3152 186
Jumlah connector set = 6292
Berat total connector set = 27 ton
Jumlah node = 817
Berat total node = 19 ton
Jadi berat total struktur atap = 186+27+19 = 232 ton , Luas Area = 11568 m2
Sehingga berat struktur atap per meter persegi = 20.06 kg
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 30 KALIMANTAN TIMUR
5.3 Analisis dan Pembahasan
5.3.1 Analisis Penampang (Faktor Reduksi)
Peraturan yang digunakan dalam disain, yaitu LRFD masih mendisain
menggunakan faktor reduksi kekuatan nominal, Ø, berdasarkan penampang elemen yang
prismatis, yaitu penampang yang memiliki karakteristik bahan, seperti dimensi, luas
penampang, maupun material bahan yang sama atau identik sepanjang bentang, dari satu
node ke node lainnya.
Pada kenyataannya, member yang kami gunakan pada disain space truss untuk
sepanjang bentang, yaitu dari satu node ke node lainnya, tidaklah prismatis melainkan
berubah pada ujung bentang, sesuai dengan bentuk konektor maupun node yang
berbentuk masing-masing botol dan bola (bottle connector dan ball joint).
Gambar 5.17 Member pada disain (a) Member Sebenarnya (b)
Pada saat running di program SAP2000, disain penampang yang di-run akan
dianggap prismatis, seperti pada gambar 5.17(a). Pada saat kondisi demikian, ujung dari
member dianggap memiliki bentuk penampang dan mutu yang sama. Namun pada
kenyataannya, seperti terlihat pada gambar 5.17(b). Bottle connector dan node memiliki
luas penampang yang lebih besar karena bentuknya yang masif, tidak seperti member
yang berupa hollow. Selain itu, pada ujung member sebenarnya memiliki mutu bahan
yang lebih besar karena memang konektor dan node didisain menggunakan bahan dengan
mutu yang lebih besar daripada membernya. Untuk itu, faktor reduksi yang sebenarnya
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 31 KALIMANTAN TIMUR
diberlakukan terhadap nominal bahan seharusnya lebih kecil (pengurang kekuatannya
lebih kecil) atau dalam hal ini Ø>0,85.
Untuk itu, dapat kita simpulkan bahwa penggunaan factor reduksi pada kode
masih dapat dilakukan karena kita tidak dapat menentukan secara pasti besaran factor
reduksi mengingat tidak ada kode yang mengatur mengenai hal tersebut. Selain itu, factor
reduksi riil yang terjadi pada kenyataannya akan lebih kecil sehingga masih lebih
konservatif untuk menggunakan faktor reduksi untuk elemen prismatik seperti yang
tercantum dalam kode.
5.3.2 Analisis Pemodelan kolom
Sesuai dengan keadaan sebenarnya pada disain superstructure yang kami dapatkan
datanya, kolom yang digunakan sebagai support space truss utama yaitu berukuran
1200x800 mm. Sementara kolom yang digunakan untuk atap kanopi yaitu 1200x800 serta
kolom bulat dengan diameter 600 mm. Selain itu terdapat pula pemodelan balok pada
kolom kanopi yaitu digunakan balok 600X300.
Pada kenyataannya, untuk bagian kolom utama yang mentransfer beban dari truss
ke pondasi terdapat tribun penonton pada bagian dalam stadion. Namun, hal ini kami
tidak perhitungkan karena kami asumsikan bahwa keberadaannya dapat memperkaku
kolom.
Pembebanan yang terjadi pada atap lengkung akan mengakibatkan reaksi
horizontal ke arah luar sehingga penulangan terbesar (tulangan tarik) akan terjadi pada
bagian dalam kolom karena kolom akan cenderung melenting cekung ke luar.
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 32 KALIMANTAN TIMUR
5.3.3 Analisis Hasil Disain
Hasil disain memperlihatkan bahwa member-member dengan dimensi tertentu
berada pada posisi yang relative sama. Pembagian ukuran tipe member dapat terlihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 5.18 Pembagian member atap tampak samping (x-z)
BAB V PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR
ANALISIS STRUKTUR RANGKA RUANG ATAP VELODROME TENGGARONG, V - 33 KALIMANTAN TIMUR
Gambar 5.19 Pembagian member atap tampak atas (x-y)
Warna putih menunjukan member STKD 89, biru muda STKD 139, merah muda
STKD 165, dan biru tua member STKD 190. Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa
member yang berdimensi besar berada di bagian tengah atap utama, member menuju
perletakan, serta member di ujung kanopi. Hal ini dapat terjadi karena member dekat
perletakan merupakan member terakhir yang menyalurkan beban sehingga akumulasi
gaya-gaya akan menjadi paling besar dibandingkan dengan pada bagian lainnya. Untuk
member-member yang berada di bagian tengah bentang, layaknya sebuah struktur di atas
dua tumpuan, pada bagian tengah terjadi gaya aksial paling besar sehingga member yang
digunakan merupakan member dengan dimensi paling besar. Untuk bagian kanopi, pada
bagian kantilever akan memikul beban dan gaya-gaya dalam yang terjadi paling besar
sehingga penggunaan member berdimensi besar akan terjadi pada bagian kantilever ini.
5.3.4 Analisis Perbandingan dengan Baja Konvensional
Asumsi penggunaan baja konvensional sebagai atap pada industri konstruksi pada
umumnya berkisar antara 25-35 kg/m2. Kami mengambil nilai tengah, sehingga asumsi
bahwa penggunaan baja konvensional akan menghasilkan berat 30 kg/m2, maka dapat kita
bandingkan antara penggunaan baja konvensional dengan penggunaan space truss.
Seperti telah diperhitungkan sebelumnya, hasil disain space truss yang kami
lakukan menghasilkan berat 20.06 kg/m2. Sehingga efisiensi yang didapatkan:
ŋ = (30-20.06)/30 X 100%
= 33 %
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan space truss akan menghemat hingga 33%
dibandingkan dengan penggunaan baja konvensional. Selain dari segi biaya, penggunaan
space truss dalam konstruksi atap juga memudahkan pemasangan di lapangan terutama
pada sambungan yang relatif lebih mudah untuk dilakukan pemasangannya daripada baja
konvensional.
Top Related