BAB V
JOMINY TEST(UJI JOMINY)
5.1 PENDAHULUAN
Dalam dunia engineering kadang diperlukan spesifikasi atau karakteristik
dalam menentukan material agar sesuai dengan fungsi yang diinginkan. Semisal
kita memerlukan material yang lebih keras, kita bisa melakukannya dengan uji
jominy agar kemampukerasannya meningkat. Adapun aplikasi pengujian
kemampukerasan Jominy adalah sebagai penguji kekerasan pada industri
manufaktur roda gigi. Sebagai contoh kebanyakan industri manufaktur roda gigi
menggunakan grafik kekerasan untuk mengetahui nilai kemampukerasan yang
diperlukan untuk desain roda gigi dengan ukuran pitch tertentu.
Jominy End-Quench test adalah suatu metode untuk menguji sifat
kemampukerasan suatu material. Kemampukerasan mempunyai definisi yang
berbeda dengan kekerasan. Kemampukerasan suatu material adalah kemampuan
suatu material untuk dikeraskan yang ditandai dengan kemudahan material itu
untuk dibentuk martensitnya.
Selain dengan Jominy End-Quench Test, kemampukerasan suatu material
dapat diperoleh dari diagram temperatur transformasi dan waktu (diagram TTT)
dan diagram transformasi pendinginan kontinu (CCT) dari pendinginan kritisnya.
[1]
5.1.1 LATAR BELAKANG
Jominy test adalah sebuah uji standar 25mm x 100mm sepotong
dipanaskan sampai suhu yang sudah ditentukan dan didinginkan oleh air
bertekanan disemprotkan pada salah satu ujungnya. Ketika spesimen dingin,
pengukuran kekerasan dilakukan pada interval sepanjang potongan uji dari
ujung dipadamkan dan hasil diplot pada grafik standar dari yang diturunkan
kurva hardenability. Tes ini akan menggambarkan pengaruh massa pada baja
dipilih bila di beri perlakuan panas dan menunjukkan apakah baja adalah tipe
pengerasan dangkal, menengah atau mendalam. [2]
Jominy test adalah salah satu prosedur standar untuk mengetahui
karakteristik kemampukerasan (hardenability) suatu material. [3]
Heat treatment adalah proses pemanasan dan pendinginan yang
terkontrol terhadap logam, sesuai dengan tujuan pemakaiannya, yaitu
1) Untuk mempersiapkan material untuk proses berikutnya
2) Mempermudah proses machining
3) Untuk mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan
energi
4) Memperbaiki sifat keuletan material dan kekuatan material. [4]
Heat Treatment adalah pemanasan terkontrol dan pendinginan logam
untuk mengubah sifat fisik dan mekanis tanpa mengubah bentuk produk.
perlakuan panas kadang-kadang dilakukan secara tidak sengaja karena proses
manufaktur yang baik panas atau dingin logam seperti pengelasan
Dalam heat treatment terdapat dua proses yaitu hardening
(pengerasan) dan softening (pelunakan). Dan proses hardening (pengerasan)
di bagi menjadi 2 , surface hardening dan quenching. Pada proses quenching
inilah kita dapat menggunakan jominy test. [5]
Kemampukerasan (hardenability) adalah pengaruh komposisi paduan
terhadap kemampuan yang ditunjukkan dengan suatu parameter khusus, yaitu
kemampukerasan, pada paduan baja untuk mengubah strukturnya menjadi
struktur martensit pada proses pendinginan cepat tak seragam (particular
quenching treatment).[3]
5.1.2 TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melakukan percobaan Jominy.
2. Menentukan kemampukerasan material baja ST 40 dan ST 60.
3. Membuat dan mengetahui kurva kemampukerasan material tersebut. [4]
5.1.3 MANFAAT
1. Memberikan perluasan pengetahuan mengenai uji kemampukerasan
material baja ST 40 dan ST 60
2. Membuktikan fase perubahan baja dari austenite ke martensit
3. Menunjukkan korelasi antara mampu keras dan pendinginan kontinu untuk
campuran besi karbon pada komposisi eutektoid
4. Menunjukkan proses pemberian kekuatan dan keuletan pada baja ST 40
dan ST 60 dengan metode quenching
5. Berperan sebagai salah satu metode yang dapat digunakan
untukmengetahui kurva kemampukerasan material baja.
5.2 DASAR TEORI
Untuk memberikan kekuatan dan keuletan pada baja, pertama baja harus
dikeraskan dengan mencelup dingin. Lebih baik mempunyai 100% martensit
setelah dicelup dingin, tetapi untuk mendapatkan 100% martensit harus didinginkan
pada pendinginan tertentu yang lebih besar dari pendinginan kritis dari fasa
austenit. Tetapi umumnya bagi butiran austenit yang berukuran besar susah untuk
mendapat laju pendinginan yang lebih besar dari laju pendinginan kritis di tengah-
tengahnya.
Mampukeras dapat diperoleh dari diagram temperatur transformasi dan waktu
(TTT) dan diagram transformasi pendinginan kontinu (CCT) dari pendinginan
kritisnya, atau dengan pengujian jominy yang dinamakan celup dingin ujung (The
Jominy End-Quench Test), untuk mendapatkan panjang daerah celup dingin.
Pada percobaan ini, batang bulat dengan ukuran tertentu dipanaskan di daerah
austenit dan dicelup pada ujungnya dalam air dengan kecepatan aliran dan tekanan
tertentu. Ujung yang terkena air mengalami pendinginan yang cepat, oleh karena itu
mempunyai kekerasan maksimum untuk kadar karbon baja yang sedang diuji.
Makin besar laju pendinginan kritis makin panjang daerah celup dingin pada
pengujian jominy, makin baik kemampukerasannya. [4]
Mounting fixture
Jominy Specimen
Water Spray (24oC)
Flat ground along bar
Rockwell C hardness tests
Gambar 5.1 Spesimen untuk pengujian Jominy (a) Proses Quenching (b)
Setelah ditest kekerasannya [4]
5.2.1 PENGERTIAN KEMAMPUKERASAN
Kemampukerasan (hardenability) adalah pengaruh komposisi paduan
terhadap kemampuan yang ditunjukkan dengan suatu parameter khusus, yaitu
kemampukerasan, pada paduan baja untuk mengubah strukturnya menjadi
struktur martensit pada proses pendinginan cepat tak seragam (particular
quenching treatment).
Sedangkan kekerasan adalah suatu ukuran ketahanan suatu material
deformasi plastik terlokalisir (localized plastic deformation) contohnya
identasi skala kecil atau goresan. Deformasi adalah perubahan bentuk,
dimensi dan posisi dari suatu materi baik merupakan bagian dari alam
ataupun buatan manusia dalam skala waktu dan ruang. Sedangkan proses
deformasi plastis adalah proses pembentukan logam dimana baik ukuran
maupun bentuk logam tidak dapat kembali pada keadaan semula. [3]
Penting sekali untuk membedakan pengertian kekerasan dan
kemampukerasan. Definisi kekerasan (hardness) dan kemampukerasan
(hardenability) adalah dua hal yang berbeda. Kemampukerasan
(hardenability) adalah pengaruh komposisi paduan terhadap kemampuan
yang ditunjukkan dengan suatu parameter khusus, yaitu kemampukerasan,
pada paduan baja untuk mengubah strukturnya menjadi struktur martensit
pada proses pendinginan cepat tak seragam (particular quenching treatment).
[6]
Pada setiap paduan baja yang berbeda terdapat hubungan spesifik antara
sifat mekanik dengan laju pendinginan. Kemampukerasan adalah suatu
parameter yang digunakan untuk mendiskripsikan kemampuan (ability) suatu
paduan untuk dikeraskan dengan adanya struktur martensit sebagai hasil dari
perlakuan panas yang diberikan terhadap paduan itu. Suatu paduan baja yang
memilki tingkat kemampukerasan yang tinggi memiliki struktur martensit
tidak hanya pada bagian permukaan saja tapi seluruh bagian termasuk interior
material itu.[3]
Kemampukerasan dari sebuah material baja dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
(1) Komposisi paduan baja
Berdasarkan komposisinya baja terdiri dari:
a. Karbon ( 0.1% - 1.5 %)
b. Mangan (0,3% - 1,5%)
c. Silikon ( 0,35% - 1,0% )
d. Belerang ( 0,05% - 0,3%)
e. Fosfor (0,04% - 0,10%)
f. Kromium (sampai dengan 12%)
g. Molibdenum (kurang dari 1,0% )
h. Nikel ( 4 % - 10 %)
i. Vanadium ( sampai dengan 0,05%)
j. Besi (sampai dengan 95,79 %) [7]
Berdasar kandungan karbonnya, baja dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Baja karbon rendah (low carbon steel) yang mengandung
karbon kurang dari 0.3%.
b. Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang
mengandung karbon 0.3%-0.7%.
c. Baja karbon tinggi (high carbon steel) kandungan karbon
sekitar 0.7%-1.3%. [8]
(2) Ukuran butir austenit (the austenitic grain size).
(3) Struktur baja sebelum proses pendinginan cepat (quenching). [1]
Kekerasan baja setelah quenching umumnya tergantung pada persentase
kandungan karbonnya. Kekerasan baja akan meningkat seiring dengan
meningkatnya material kadar karbon hingga sekitar 0.6 % C. Melewati atau
meningkat diatas 0.6 % setelah didinginkan nilai kekerasan baja juga
meningkat tetapi peningkatan gradien lebih kecil kalau kadar karbon
meningkat. Umumnya diketahui bahwa struktur martensit yang dinormalkan
lebih keras daripada struktur ferit–perlit atau perlit. Berikut kita lihat
hubungan antara kekerasan dengan meningkatnya kadar karbon dalam baja :
Gambar 5.2 Hubungan antara kekerasan maksimum dan kadar karbon dalam
baja karbon. [6]
Gambar 5.3 gambar diagram fasa untuk mencapai kekerasan maksimum[9]
Dari diagram fasa yang dituntujukkan pada gambar 5.3 terlihat bahwa
suhu sekitar 723°C merupakan suhu transformasi austenit menjadi fasa perlit
(yang merupakan gabungan fasa ferit dan sementit). Transformasi fasa ini
dikenal sebagai reaksi eutektoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas
dari baja.
Sedangkan daerah fasa yang prosentase larutan karbon higga 2 % yang
terjadi di temperatur 1.147°C merupakan daerah besi gamma (γ) atau disebut
austenit. Pada kondisi ini biasanya austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah
dibentuk, tidak ferro magnetis dan memiliki struktur kristal Face Centered
Cubic (FCC).
Besi murni pada suhu dibawah 910°C mempunyai struktur kristal Body
Centered Cubic (BCC). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah
sangat rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum pada suhu 723°C. Larutan
pada intensitas dari karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha (α) atau
fasa ferit. Pada suhu diantara 910°C sampai 1.390°C, atom-atom besi
menyusun diri menjadi bentuk kristal Face Centred Cubic (FCC) yang juga
disebut besi gamma (γ) atau fasa austenit. Besi gamma ini dapat melarutkan
karbon dalam jumlah besar yaitu sekitar 2,06 % maksimum pada suhu sekitar
1.147°C. Penambahan karbon ke dalam besi FCC ditransformasikan kedalam
struktur BCC dari 910°C menjadi 723°C pada kadar karbon sekitar 0,8 %.
Diantara temperatur 1.390°C dan suhu cair 1.534°C, besi gamma berubah
menjadi susunan BCC yang disebut besi delta (δ).
Gambar 5.4 Perbedaan kekerasan pada Uji Jominy terhadap jarak dari ujung[3]
Kurva tersebut menggambarkan adanya korelasi antara proses
pendinginan yang terjadi terhadap kemampukerasan suatu material baja.
Penjelasan:
1) Garis A menunjukan Ujung batang yang terkena air mengalami
pendinginan yang sangat cepat, oleh karena itu mempunyai
kekerasan maksimum untuk kadar karbon yang sedang diuji /
menjadi struktur martensit.
2) Garis B menunjukan Ujung batang yang terkena air mengalami
pendinginan yang sedang, sehingga strukturnya menjadi martensit
dan perlit.
3) Garis C menunjukan Ujung batang yang terkena air mengalami
pendinginan yang sangat yang lambat , sehingga strukturnya menjadi
fine perlit.
4) Garis D menunjukan Ujung batang yang terkena air mengalami
pendinginan yang sangat sangat lambat, sehingga strukturnya
menjadi pearlite. oleh karena itu mempunyai kekerasan minimum
untuk kadar karbon yang sedang diuji.
Agar mendapatkan kekuatan dan keuletan pada baja, hal pertama yang
dilakukan pada material baja adalah mengeraskan dengan mencelup dingin.
Lebih utama memiliki 100 % martensit setelah dicelup dingin. Namun untuk
mendapatkan 100 % martensit material baja harus didinginkan pada
pendinginan tertentu yang lebih besar dari pendinginan kritis dari fasa
austenit. [6]
Kekerasan maksimun dapat dicapai dengan dengan membentuk
martensit 100 %. Salah satunya adalah material baja bertransformasi lambat
dari austenit menjadi ferit dan karbida maka akan memiliki kemampukerasan
yang besar.Sebaliknya baja yang dengan cepat bertransformasi dari austenit
menjadi ferit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang rendah karena
dengan terjadinya transformasi pada suhu tinggi, terbentuk struktur (α+C)
bukan martensit tidak terbentuk. Kekerasan mendekatimaksimum dapat
dicapai dengan quenching yang kurang cepat dalam baja dengan baja dengan
kemampukerasan tinggi dapat dicapai di pusat sepotong baja meskipun pada
bagian ini laju pendinginan lebih lambat. [6]
Kemampukerasan baja dapat diperoleh dari diagram temperatur
transformasi dan waktu (diagram TTT) dan diagram pendinginan kontinu
(CCT) dari pendinginan kritisnya, atau dengan pengujian Jominy yang
dinamakan pengujian celup dingin ujung (The Jominy End- Quench Test),
untuk mendapatkan panjang daerah pencelupan dingin. [4]
Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan transformasi
austenit terhadap waktu dan temperature. Jika dilihat dari bentuk grafiknya
diagram ini mempunyai nama lain yaitu diagram S atau diagram C.
Berikut ini contoh diagram transformasi:
Gambar 5.5Diagram Transformasi isotermal untuk Dekomposisi austenit. [3]
Penjelasan:
1) Diagram transformasi baja pada kondisi ekuilibrium memberikan
sedikit sekali pengetahuan tentang pendinginan baja pada kondisi non-
ekuilibrium.
2) Temperatur transformasi austenit mempunyai pengaruh yang besar
terhadap produk hasil transformasi dan properties baja.
3) Karena austenit tidak stabil di bawah temperatur kritis bawah, sangat
penting untuk diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
austenit selesai bertransformasi, dan bertransformasi menjadi apa pada
akhirnya austenit tersebut pada temperatur konstan di bawah temperatur
kritis bawah.
4) Proses transformasi tersebut dinamakan Isothermal Transformation
(IT).
Proses perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang
diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur yang
diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses
transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun
untuk kondisi tidak setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk
kondisi seperti ini makadigunakan diagram TTT.
Gambar di bawah ini merupakan salah satu contoh diagram TTT :
Gambar 5.6 Diagram TTT [10]
Keterangan :
1. Garis merah , Spesimen didinginkan dengan cepat untuk 433 o K dan
dibiarkan selama 20 menit. Tingkat pendinginan terlalu cepat untuk
perlit terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi, sehingga baja
tetap pada fase austenit sampai suhu Ms dilewatkan, mana martensit
mulai terbentuk. Sejak 433 o K adalah suhu di mana setengah dari
austenit mengubah untuk martensit, directquench mengkonversi 50%
dari struktur untuk martensit. Penahanan di 433oK hanya sejumlah
kecil martensit tambahan, sehingga struktur dapat dianggap setengah
martensit dan setengah austenit sisa.
2. Garis hijau, Spesimen ini ditahanpada 523o K untuk 100 detik, yang
tidak cukup panjang untuk membentuk bainit. Oleh karena itu,
quenching kedua dari 523 o K ke suhu ruang mengembangkan
struktur martensit
3. Garis biru, Sebuah proses isotermal pada 573 o K untuk 500 detik
menghasilkan struktur setengah bainit dan austenit. Pendinginan
cepat akan menghasilkan suatu struktur akhir martensit dan bainit.
4. Garis orange, Austenit mengkonversi sepenuhnya untuk perlit halus
setelah delapan detik pada 873 o K. Fase ini stabil dan tidak akan
diubah pada induk 100.000 detik di 873 o K. struktur akhir, ketika
didinginkan, adalah perlit halus
Diagram Continuous Cooling Transformation (CCT) juga dikenal
sebagai diagram pendingin transformasi (CT), diagram CCT mengukur
tingkat transformasi sebagai fungsi waktu untuk suhu (penurunan) terus
berubah . Dengan kata lain, sampel adalah austenitized dan kemudian
didinginkan pada tingkat yang telah ditentukan, dan derajat transformasi
diukur dengan menggunakan teknik seperti dilatometry, permeabilitas
magnetik atau metode fisik lainnya.
Berikut ini adalah salah satu diagram CCT :
Gambar 5.7Diagram CCT [11]
Penjelasan:
1) Peningkatan kandungan karbon menggeser kurva CCT dan TTT ke
kanan (ini sesuai dengan peningkatan kemampukerasan karena
meningkatkan kemudahan membentuk martensit yaitu laju
pendinginan yang diperlukan untuk mencapai martensit kurang
2) Peningkatan kandungan karbon dan penurunan suhu mulai martensit.
Peningkatan kandungan Mo menggeser kurva CCT dan TTT ke
kanan dan juga memisahkan wilayah ferit + perlit dari daerah bainit
membuat pencapaian struktur.
3) Diagram CCT memberikan prediksi struktur mikro akhir dari baja
memperhatikan sifat kontinyu dari proses pendinginan selama
austenit. diagram CCT biasanya sedikit bergeser ke suhu yang lebih
rendah dan waktu lebih lama dibandingkan dengan diagram
TTT. Meskipun CCT diagram sangat membantu, perlu diingat
bahwa ada beberapa keterbatasan ketika mencoba menerapkan
diagram untuk pengerasan induksi.
4) CCT diagram dikembangkan dengan asumsi austenit homogen, yang
tidak selalu terjadi di pengerasan induksi. austenit homogen, antara
faktor-faktor lain, yang berarti ada distribusi nonuniform
karbon. Oleh karena itu, pendinginan daerah karbon tinggi dan
rendah konsentrasi austenit homogen akan diwakili oleh kurva CCT
yang berbeda dan memiliki kurva pendinginan kritis yang berbeda
pula.diagram CCT juga menjelaskan pendinginan terus-menerus
selama pendinginan, kurva pendinginan mengasumsikan laju
pendinginan konstan.
Sebenarnya memplot kurva pendinginan pada diagram IT tidak tepat
karena transformasi yang digambarkan dengan diagram IT adalah
transformasi pada temperature konstan, sedangkan pendinginan yang dialami
suatu benda pada proses laku panas biasanya pendinginan yang kontinyu.
Letak kurva transformasi akan bergeser bila transformasi berlangsung pada
temperatur yang menurun. Karena itu perlu dibuat suatu diagram transformasi
pada pendingian kontinyu. Diagram transformasi semacam ini dinamakan
diagram transformasi pendinginan kontinyu atau diagram CCT (Continuous
Cooling Transformation).
Pada diagram Fe-Fe3C hanya menunjukkan perubahan didasarkan pada
kadar karbon yang terkandung pada baja tersebut. Diagram yang
menunjukkan hal ini di sebut dengan diagram CCT. Pada setiap baja
mempunyai diagram CCT yang berbeda. Suatu contoh dari diagram CCT
ditunjukkan pada gambar dibawah. Disini ditunjukkan hubungan antara suhu
mula dan suhu akhir transformasi dengan lama pendinginan dari 800oC (garis
tebal), untuk baja kuat (55 kg/mm2) yang dipanaskan dengan dengan cepat
ketemperatur 1300oC dan kemudian didinginkan dengan bermacam-macam
kecepatan pendinginan. Garis putus menunjukkan beberapa contoh siklus
termal suatau pengelasan, yang bila digabungkan garis tebal dari diagram
CCT seperti yang ditunjukkan pada gambar2.7 dapat menunjukkan tahap-
tahap tansformasi selama pendinginan dan dapat dipakai untuk meramalkan
strukur akhi yang tebentuk. [12]
Diagram T-I membuktikan bahwa transformasi austenit berlangsung
dengan lambat, baik pada suhu tinggi (dekat suhu eutektoid suhu kritis
sebelum material berubah fasa) maupun suhu rendah. Suhu eutectoid
merupakan suhu dimana larutan padat baja karbon ini bertransformasi dari
sebuah larutan padat homogen menjadi ferit dan sementit secara serentak dan
pada temperatur konstan. Fase ini dapat bertambah secara terpisah. Ferit dan
sementit yang terbentuk dari reaksi eutektoid menghasilkan perlit.. Reaksi
yang lamban pada suhu tinggi disebabkan karena tidak cukup pendinginan
lanjut yang dapat menimbulkan nukliasi ferit dan karbida baru dari austenit
semula.
Kurva CCT terbentuk dari proses pendinginan kontinyu. Proses
pendinginan kontinyu : Sepotong baja yang panas dikeluarkan dari dapur
kemudian didinginkan dalam udara., atau baja dicelup ke dalam air.
Keduanya tidak mengalami masa isotermal, sewaktu terbentuk ( α + C ) Pada
pencelupan cepat kurva transformasi tidak terpotong, hasilnya austenit
berubah menjadi martensit dan tidak terbentuk perlit (α + C). Perlit terbentuk
pada waktu pendinginan kontinu (perlahan-lahan), akan tetapi dekomposisi
baru terjadi agak lama (pada suhu yang lebih rendah). [6]
Gambar 5.8Transformasi pendinginan kontinu suhu dan waktu
transformasitergeser terhadap kurva transformasi isotemal untuk baja yang sama.[6]
Penjelasan diagram:
1) Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.
2) Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan
menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.
3) Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan
struktur mikro martensit.
Diagram waktu temperatur untuk pendinginan kontinu menjelaskan
semua proses transformasi yang berjalan ketika kecepatan berbagai
pendinginan digunakan. Oleh karena itu sejumlah kurva pendinginan yang
ditampilkan berdasarkan suhu austenitisasi. Kecepatan pendinginan ditandai
pada 500 ° isoterm dalam ° C / menit. dan, dalam kasus pendinginan cepat,
parameter pendingin dicatat. Parameter pendinginan memberikan waktu
pendinginan antara 800 dan 500 ° C dengan mengalikan dengan 100; sebuah
parameter dari 0,1 mengatakan bahwa pendingin 800-500 ° C terjadi dalam
10 detik. [13]
Untuk setiap kurva pendinginan, tahapan transformasi individu
consituents mikrostruktur dicatat sebagai persentase. Nilai Kekerasan yang
hadir mikro pada suhu kamar akan ditampilkan pada sumbu axis sebagai
HV.Suhu austenitisation dan ukuran butir juga berpengaruh terhadap
bagaimana proses transformasi berlangsung.
CRm = laju pendinginan minimum untuk 100% martensit.
CRp = laju pendinginan maksimum untuk 100% perlit
Pada percobaan ini, batang bulat dengan ukuran tertentu dipanaskan di
daerah austenit yaitu daerah yang mengalami pendinginan dan disemprotkan
pada ujungnya dengan air dengan kecepatan aliran dan tekanan tertentu.
Ujung yang terkena air mengalami pendinginan yang cepat, oleh karena itu
mempunyai kekerasan maksimum untuk kadar karbon baja yang sedang diuji.
Makin besar laju pendinginan kritis makin panjang daerah celup dingin pada
pengujian Jominy, makin baik kemampukerasannya. [13]
Air-cooled end
specimenWater-quenchedend
Water spray
nozzle
Water inlet
Drain
Percobaan tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini sekaligus
dengan contoh diagram yang digunakan:
Gambar 5.9 Spesimen dan Kelengkapan end-quench hardenability test dan
Skema Ilustrasi dari end-quench hardenability test. [1]
Gambar 5.10 Diagram transformasi laju pendinginan [14]
Untuk setiap jenis baja terdapat hubungan langsung dan konsisten
antara kekerasan dan laju pendinginan. Akan tetapi hubungan ini tidak linier.
Selain itulandasan teori untuk analisa kuantitatif cukup rumit (mencakup
variabel seperti : unsur paduan, ketidakmurnian, besar butir, dan suhu
austenitisasi). Untunglah ada cara pengujian standar yang singkat, yang
memungkinkan ahli teknik memperkirakan kekerasan pada penggunaan
tertentu dan membandingkan kekerasan antara berbagai jenis baja.
5.2.2 MACAM-MACAM PROSES MENGERASKAN MATERIAL
A. Quenching
Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk
pendinginan langsung. Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu
austenit dan dipertahankan beberapa lama sehingga strukturnya seragam,
setelah itu didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya untuk
mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperatur
media pendingin dan laju pendingin pada proses quenching sangat
penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi atau pendinginan terlalu
besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak.
Untuk baja karbon, medium quenching yang digunakan adalah
air,sedangkan untuk baja paduan medium yang disarankan adalah oli,
cairan polimeratau garam. Untuk baja-baja paduan tinggi disarankan agar
menggunakan mediumcairan garam.Medium yang digunakan pada proses
quenching diantaranya, adalah:
a. Air
1) Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah
diperoleh sehingga tidak ada kesulitan dalam pengambilan
dan penyimpanan.
2) Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga
kemampuan mendinginkannya tinggi.
3) Dapat mengakibatkan distorsi(penyimpangan)
4) Digunakan untuk benda−benda kerja yang simetris dan
sederhana.
Gambar di bawah ini adalah contoh quenching menggunakan
air:
Gambar 5.11 Proses quenching menggunakan air [15]
b. Oli
1) Banyak digunakan
2) Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air
3) Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah
4) Viskositas(ketahanan suatu fluida) tinggi, laju pendinginan
menjadi rendah(pendinginan lambat)
5) Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan tinggi
dan menjadi mudah terbakar.
Gambar di bawah ini adalah contoh quenching menggunakan oli:
Gambar 5.12 Proses quenching menggunakan oli [16]
c. Udara
1) Distorsi(penyimpangan) bisa diabaikan
2) Pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan udara
bertekanan ke benda kerja
Gambar di bawah ini adalah contoh quenching menggunakan
udara:
Gambar 5.13 Proses quenching menggunakan udara [17]
d. Salt bath
1) Campuran nitrat dan nitrit (NaNO3 dan NaNO2)
2) Digunakan untuk meng−quench benda kerja pada temperatur
yang relatif rendah
Gambar di bawah ini adalah contoh quenching menggunakansalt
bath:
Gambar 5.14 Proses quenching menggunakan salt bath [18]
e. Polimer
1) Larutan polimer yang digunakan : poliakalin glikol atau
polivinil alkohol
2) Penambahan 12−15 % polimer laju quenchnya lebih baik
dibandingkan oli
Gambar di bawah ini adalah contoh quenching menggunakan
larutan polimer:
Gambar 5.15 Proses quenching menggunakan polimer [19]
Tabel. 5.1 Nilai kekerasan (severity) dari media quenching
Air Oil Water Brine
No Circulation of Fluid or Agitation
of Piece 0.02
0.25 to
0.30
0.9 to
1.02
Mild Circulation
…………………………….…
0.30 to
0.35
1.0 to
1.1
2 to
2.2
Moderate Circulation
…………………………
0.35 to
0.40
1.2 to
1.3…
Good Circulation
……………………………… 0.4 to 0.5
1.4 to
1.5…
Strong Circulation
…………………………..0.05 0.5 to 0.8
1.6 to
2.0…
B. Surface Hardening di bagi menjadi 2, yaitu :
a. Dengan Zat Perantara
1) Carburizing
Carburizing adalah proses penambahan karbon ke permukaan. Hal ini
dilakukan dengan menambahkan bagian yang kaya Karbon pada suhu
tinggi dan memungkinkan difusi untuk mentransfer atom karbon ke dalam
baja. difusi ini akan bekerja hanya jika baja memiliki kandungan karbon
rendah, karena difusi bekerja pada perbedaan prinsip konsentrasi. Jika,
misalnya di mulai dengan baja yang memiliki kandungan karbon tinggi ,
dan dipanaskan dalam tungku karbon bebas, seperti udara, karbon akan
cenderung berdifusi keluar dari baja mengakibatkan dekarburisasi.
Berikut ini ditunjukkan gambar mengenai carburizing:
Gambar 5.16 Contoh proses carburizing [20]
2) Nitriding
Nitridasi adalah proses menyebarkan Nitrogen ke permukaan baja.
Dengan Nitrogen bentuk nitrida dengan elemen seperti Aluminium,
Chromium, Molybdenum, dan Vanadium. Material - material di beri
perlakuan sebelum di nitridasi. Bagian tersebut kemudian dibersihkan dan
dipanaskan dalam tungku dalam atmosfer Amonia yang dipisahkan
Pressure Relief Valve
Vent
High Pressure Gauge
Vaporizor for Liquid Ammonia Supply
Electric Heating ElementOr
Burner/Blower
AmoniaGas orLiquidInlet
Low PressureGauge
Input PressureRegulator
LowPressureReliefValve
VentOutput Pressure
RegulatorShut-offValves
Atmosphere to
Point ofApplication
(mengandung N dan H) untuk 10 sampai 40 jam pada 500-625 º C (932-
1157 º F). Nitrogen berdifusi ke dalam baja dan bentuk paduan nitrida, dan
meresap sampai ke kedalaman 0,65 mm (0,025 in). Hasil perlakuan ini
sangat keras dan distorsi rendah. Tidak ada perlakuan panas lebih lanjut
diperlukan, bahkan, perlakuan panas lebih lanjut bisa memecahkan material.
Karena lapisan hasil nitriding tipis, gerinda di permukaan tidak dianjurkan.
Oleh karena itu proses Nitriding membutuhkan permukaan yang sangat
halus.
Berikut ini gambar dan alur terjadinya proses nitriding:
Gambar 5.17Gambartempat yang dipakai proses nitriding beserta alur
kerjanya [20]
3) Nitrocarburizing
Proses nitrocarburizing merupakan proses pengembangan dari proses
nitridasi dimana keduanya sama-sama menggunakan unsur nitrogen serta
bertujuan untuk mendapatkan kekerasanpada permukaan logam.
Berikut ini adalah salah satu alur terjadinya proses karbonitriding:
Gambar 5.18 Proses Karbonitriding [20]
Kedalaman lapisan nitrida pada proses nitrocarburizing bergantung
pada jenis material,temperatur dan lamanya waktu pemanasan. Dalam
keadaan atmosfer yang kaya akan nitrogen maka hal ini akan mengurangi
resiko dalam pembentukan sementit, melalui pengaturan aktifasi nitrogen
yang berada pada keadaan atmosfer akan mencegah terjadinya porositas
serta dapat meningkatkan ketebalan lapisan logam.
4) Boronizing
Boronizing adalah proses perlakuanpermukaan secara termomekanik
yang dapat digunakan secaraluas untuk logam ferrous,nonferrous dan
cermet (ceramicmetal) material. Proses ini menggunakan pemanasan
materialyang telah dibersihkan pada range suhu 700-1000oC selama
1sampai 12 jam. Teknik yang dikembangkan saat ini adalah thermo
mechanical boriding yang menggunakan teknik gas boriding seperti plasma
bonding dan fluidized bed boriding. Proses boriding yang paling sering
digunakan saat ini adalah proses CVD untuk mendeposisikan boron pada
material yang diinginkan.
Berikut ini merupakan salah satu contoh boronizing:
Gambar 5.19 Proses Boronizing [21]
b. Tanpa Zat Perantara
1) Flame hardening
Flame Hardeningmerupakan salah satu proses pengerasan permukaan
(Surface Treatment) dengan menggunakan nyala api langsung yang
dihasilkan dari gas oxy-acetylene. Proses ini menghasilkan suatu lapisan
permukaan yang keras dengan inti yang masih lunak sehingga baja masih
tetap ulet (tidak getas) meski permukaannya menjadi keras.
Gambar ini merupakan contoh proses terjadinya flame hardening
Gambar 5.20Flame hardening[22]
2) Induction hardening
Sebuah proses secara luas digunakan untuk pengerasan permukaan
baja. Komponen dipanaskan dengan menggunakan medan magnet bolak-
balik dengan suhu di dalam atau di atas rentang transformasi diikuti oleh
pendinginan segera. Inti dari komponen tetap tidak terpengaruh oleh
perlakuan dan sifat fisik adalah dari bar dari mana itu mesin, sedangkan
kasus kekerasan bisa berada dalam rentang Rc 37/58. Karbon dan baja
paduan dengan kadar karbon di 0.40/0.45% kisaran yang paling cocok
dengan proeses ini. [24]
Berikut ini gambaran mengenai induction hardening:
Gambar 5.21Induction hardening [22 &23]
c. Strain Hardening
Strain hardening adalah proses menguatkan material dengan cara
mendeformasi plastis (merubah bentuk melewati batas elastis) material
tersebut. Penguatan dapat terjadi karena terjadi pergerakan dislokasi struktur
kristal material tersebut. Setiap material dengan titik leleh cukup tinggi
seperti logam dan paduan dapat diperkuat dengan cara ini. Bajapaduan yang
tidak bisa menerima perlakuan panas, termasuk baja karbon rendah, sering
di berikan perlakuan keras. Beberapa bahan tidak dapat di beri perlakuan
keras pada suhu kamar normal, seperti indium,
Namun lain hanya dapat diperkuat melaluipekerjaan pengerasan,
seperti tembaga murni dan contoh aluminum.pengerasan pekerjaan yang
diinginkan adalah yang terjadi dalam proses pengerjaan logam yang sengaja
menimbulkan deformasi plastik untuk mendapatkan perubahan bentuk yang
tepat. Proses ini dikenal sebagai pengerjaan dingin atau proses pembentukan
dingin. Mereka dicirikan dengan membentuk benda kerja pada suhu di
bawah temperatur rekristalisasi, biasanya pada suhu kamar.Teknik Dingin
pembentukan biasanya digolongkan ke dalam empat kelompok
utama:squeezing, bending, drawing, and shearing. [25]
Berikut ini contoh proses pengerolan pada baja:
Gambar 5.22 proses rolling baja [26]
Strain hardening tergantung pada:
1. Konsentrasi atom
2. Modulus geser atom
3. Ukuran atom
4. Valensi atom (untuk bahan ionik)
5.2.3 PENGUJIAN KEMAMPUKERASAN
1. Metode diameter kritis Grossman.
Metode ini baja yang akan diuji hardenabilitynya dibuat menjadi
sejumlah spesimen berbentuk batang silindris dari berbagai diameter dan
panjang masing-masing paling sedikit lima kali diameternya. Semua
spesimen dipananskan hingga mencapai temperatur austenitising (untuk
baja hypoeutectoid 25-50C diatas temperatur kritis atas A3, dan untuk baja
hypereutectoid 25-50 C diatas temperatur kritis bawah A1) dan dengan
holding time (± 30 menit), kemudian diquench dalam suatu media
pendingin tertentu. Setelah itu setiap spesimen dipotong melintang dan
dilakukan pengamatan mikroskopik untuk struktur yang terjadi pada
penampang itu, juga diukur kekerasannya sepanjang penampang batang.
Dari hasil pengukuran atau pengamatan dicari suatu batang yang pada
intinya tepat terdiri dari 50% martensit. Diameter batang ini disebut
sebagai diameter kritis, Do. [27]
Salah satu contoh benda uji yang digunakan adalah baja aisi 1045
Gambar 5.23 Spesimen yang digunakan dalam pengujian Grossman [34]
Gambar. 5.24 Grafik metode diameter kritis Grossman [28]
Penjelasan:
Dalam metode Grossman ada beberapa istilah,yaitu:
a. H = quench severity factor (oli 0.2 – air garam 5.0)
b. Do (D, Dc) = Diameter batang kritis dimana menghasilkan 50%
martensite pada bagian tengah padaH yang diketahui
c. Di = Diameter ideal dimana terdapat 50% martensite pada bagian
tengah dengan H = ~ (ideal quench)
d. Hubungan antara Do, Di, dan severity of quench (H)
e. Melakukan suatu seri pengerasan baja silinder dengan diameter 0.5-
2.5 in.
f. Setiap batang dengan diameter berbeda diquench dalam media
quench (diketahui nilai H)
g. Tentukan batang dengan 50% martensite di bagian tengah.
h. Tentukan diameter kritis Do (in inches) yaitu batang dengan 50%
martensite di bagian tengah
i. Dimana batang tak dapat terkeraskan hingga bagian tengah untuk
batang dengan diameter > Do
j. Melakukan suatu seri pengerasan baja silinder dengan diameter 0.5-
2.5 in.
k. Setiap batang dengan diameter berbeda diquench dalam media
quench (diketahui nilai H)
l. Tentukan batang dengan 50% martensite di bagian tengah.
m. Tentukan diameter kritis Do (in inches) yaitu batang dengan 50%
martensite di bagian tengah
n. Dimana batang tak dapat terkeraskan hingga bagian tengah untuk
batang dengan diameter > Do
2. Pengukuran kemampukerasan melalui komposisi kimia.
Setiap titik pada spesimen ini mengalami pendinginan dengan
laju tertentu, yang besarnya dapat dianggap sama untuk titik yang sama
pada benda kerja lain. Karena pada suatu baja dengan komposisi kimia
tertentu yang mengalami laju pendinginan yang sama akan mempunyai
struktur yang sama dan kekerasannya akan sama, maka dengan
memperhitungkan laju pendinginan yang akan terjadi disuatu titik pada
suatu benda kerja akan dapat diramalkan berapa kekerasan yang akan
terjadi pada titik itu, dengan melihat dititik pada spesimen Jominy yang
mengalami pendinginan dengan laju yang sama. Sehingga dari sini
akan dapat diramalkan bagaimana distribusi kekerasan pada penampang
suatu benda kerja. Kekerasan maksimum suatu baja pada dasarnya
tergantung pada kadar karbon, sedang hardenaility tergantung pada
komposisi kimia (kadar karbon dan unsur paduannya), dan besar butir
austenitnya (austenit yang kasar lebih mudah berubah menjadi martensit
daripada austenit dengan butir halus). [29]
Berikut ini adalah salah satu contoh grafik kemampukerasan yang
berhubungan dengan komposisi kimia:
Gambar 5.25 Grafik Isothermal Tranformation Diagram berdasar komposisi kimia [29]
Penjelasan diagram:
1. Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar
karbon dalam baja.
2. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan
suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C,
akan menghasilkan struktur perlit dan ferit.
3. Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi
masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan
struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit).
4. Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal,
maka akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).
5. Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut
akan bergeser kekanan. [30]
3. Tes perpatahan (Fracture Test).
Percobaan tegangan-tegangan diakhiri dengan perpatahan. Perpatahan
ini dapat didahului oleh deformasi plastis. Bila ada deformasi plastis, maka
kita sebut pepatahan ulet (ductile fracture) ; bila tidak diiringi deformasi
plastis, disebut perpatahan rapuh (brittle fracture). Data perpatahan ini
didapat dari uji tarik. Hubungan antara kekerasan dan kemampukerasan
sangat mempengaruhi, kemampukerasan adalah kemampuan untuk
dikeraskan. Berarti dari specimen uji coba tersebut kita dapat memgetahui
tingkat kekerasan dilihat dari perpathan yang terjadi, dari hal itu kita dapat
menyimpulkan tingkat kemampukerasan. [31]
Salah satu contoh grafik yang berhubungan dengan fracture :
Gambar 5.26 Kurva tes perpatahan [3]
Penjelasan diagram:
1. UTS memiliki pengertian yaitu tegangan maksimum yang dapat
ditanggung material sebelum terjadi perpatahan (fracture).
2. Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda
uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal.
3. Pada material yang lunak dengan butir kasar akan ditemukan pola
chevrons atau fanlike pattern yang berkembang keluar dari daerah
kegagalan. Material keras dengan butir halus tidak dapat dibedakan
sedangkan pada material amorphous memiliki permukaan patahan
yang bercahaya dan mulus. [31]
4. The Jominy End-Quench Test
Pada proses ini sebuah spesimen baja akan di panaskan,hingga menjadi
austenite (sekitar 800 - 900°C) kemudian di gantung vertical di bak
pengujian jominy dimana ujungnya di dinginkan oleh air sedangkan ujung
lainnya di dinginkan oleh udara. Baja kemudian dingin dan membentuk
struktur Kristal, semakin cepat pendinginan material tersebut semakin kecil
Kristal yang di hasilkan di baja dan semakin keras pula baja itu.
Agar mendapatkan kekuatan dan keuletan pada baja, hal pertama yang
dilakukan pada material baja adalah mengeraskan dengan mencelup dingin.
Lebih utama memiliki 100 % martensit setelah dicelup dingin. Namun
untuk mendapatkan 100 % martensit material baja harus didinginkan pada
pendinginan tertentu yang lebih besar dari pendinginan kritis dari fasa
austenit. Tetapi pada umumnya bagi butiran austenit yang berukuran besar
susah untuk mendapat laju pendinginan yang lebih besar dari laju
pendinginan kritis ditengah – tengahnya.
Kekerasan maksimum dapat dicapai dengan dengan membentuk
martensit 100 %. Salah satunya adalah material baja bertransformasi lambat
dari austenit menjadi ferit dan karbida maka akan memiliki
kemampukerasan yang besar. Sebaliknya baja yang yang dengan cepat
bertransformasi dari austenit menjadi ferit dan karbida mempunyai
kemampukerasan yang rendah karena dengan terjadinya transformasi pada
Air-cooled end
specimenWater-quenchedend
Water spray
nozzle
Water inlet
Drain
suhu tinggi, martensit tidak terbentuk. Kekerasan mendekati maksimun
dapat dicapai pada baja dengan kemampukerasan yang tinggi dengan
pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang
tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.
Pada percobaan ini, batang bulat dengan ukuran tertentu dipanaskan di
daerah austenit dan dicelup pada ujungnya dalam air dengan kecepatan aliran
dan tekanan tertentu. Ujung yang terkena air mengalami pendinginan yang
cepat, oleh karena itu mempunyai kekerasan maksimum untuk kadar karbon
baja yang sedang diuji.
Penambahan B sebanyak 0,0005 – 0,005 % sangat memperbaiki mampu
keras, tetapi masih belum mencapai laju pendinginan kritis. Faktor lain pada
mampu keras adalah ukuran butir austenit. Makin besar ukuran butir austenit
makin baik pengaruhnya terhadap mampu keras, karena transformasi
proeutektoid dan perlit terjadi pada batas butir austenit, sehingga makin
banyak batas butir makin banyak tempat pengintian , jadi transformasi
demikian mudah terjadi. Kalau luas batas butir mengecil maka transformasi
berkurang, hal ini menyebabkan mudah terjadinya transformasi austenite.
Berikut ini adalah sketsa spesimen dan alat yang digunakan dalam
pengujian:
Gambar 5.27 (a).Spesimen dan Kelengkapan end-quench hardenability test
(b).Skema Ilustrasi dari end-quench hardenability test.
Nilai kekerasan sepanjang gradien laju pendinginan diukur dengan
pengukur kekerasan Rockwell dan hasilnya digambarkan sebagai kurva
kemampukerasan.
Gambar 5.28 Jarak dari ujung yang dicelup (jarak jominy) [23]
Data laju pendinginan pada gambar 5.29 pada umumnya berlaku untuk
berbagai jenis baja karbon dan baja paduan rendah oleh karena memiliki berat
jenis, kapasitas panas dan daya hantar panas yang setara, ketiga sifat ini
mempengaruhi difusivitas termal.
Gambar 5.29 Hubungan antara laju pendinginan dan jarak
dari ujung yang dicelup pada batang Jominy. [25]
Untuk dapat mencapai kekerasan maksimun karbon harus larut sempurna
dalam austenit. Laju pendinginan minimal yang dapat menghasilkan 100 %
martensit disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu harus
diusahakan agar jumlah austenit sisa dapat ditekan karena austenit akan
melunakkan struktur.
5.2.4 KURVA TTT DAN CCT
Mampukeras baja dapat diperoleh dari diagram temperatur
transformasi dan waktu (diagram TTT) dan diagram pendinginan kontinu
(CCT) dari pendinginan kritisnya, atau dengan pengujian Jominy yang
dinamakan pengujian celup dingin ujung (The Jominy End- Quench Test),
untuk mendapatkan panjang daerah celup dingin.
Laju reaksi, transformasi isotermal ditunjukan dalam diagram TTT
(gambar 5.32). Pada gambar terlihat data waktu untuk reaksi pada baja
eutektoid (AISI-SAE1080). Garis ts yang terdapat di sebelah kiri menyatakan
waktu yang diperlukan untuk memulai dengan dekomposisi. Garis tf yang
terdapat disebelah kanannya menyatakan waktu berakhirnya reaksi γ→ ( α +
C ) Garis-garis yang terdapat pada gambar tersebut dinamakan dengan
diagram transformasi Isotermal atau diagram T-I. Gambar T-I diperoleh
dari : potongan-potongan contoh baja eutektoid yang dipanaskan sampai
mencapai suhu austenit dan dibiarkan untuk waktu tertentu agar transformasi
ke austenit selesai sepenuhnya. Potongan-potongan sampel kemudian
dicelupkan lebih lanjut sampai mencapai suhu ruang. Perubahan γ→ ( α + C )
tidak terjadi pada contoh yang dibiarkan pada suhu 6200C selama kurang dari
satu detik, dan transformasi sempurna menjadi α + karbida baru terjadi
setelah 10 detik berlalu.
Gambar 5.30 Diagram Transformasi isotermal untuk Dekomposisi austenite
[32]
Dengan diagram T-I membuktikan bahwa transformasi austenit
berlangsung dengan lambat, baik pada suhu tinggi (dekat suhu eutektoid)
maupun suhu rendah . Reaksi yang lamban pada suhu tinggi disebabkan
karena tidak cukup pendinginan lanjut yang dapat menimbulkan nukliasi ferit
dan karbida baru dari austenit semula.
Kurva CCT terbentuk dari proses pendinginan kontinu. Proses
pendinginan kontinu : Sepotong baja yang panas dikeluarkan dari dapur
kemudian didinginkan dalam udara., atau baja dicelup ke dalam air.
Keduanya tidak mengalami masa isotermal, sewaktu terbentuk ( α + C ) Pada
pencelupan cepat kurva transformasi tidak terpotong, hasilnya austenit
berubah menjadi martensit dan tidak terbentuk perlit ( α + C ). Perlit
terbentuk pada waktu pendinginan kontinu (perlahan-lahan), akan tetapi
dekomposisi baru terjadi agak lama (pada suhu yang lebih rendah).
Transformasi isotermal lebih cepat. Keterlambatan ini disebabkan , karena
benda berada pada suhu yang lebih tinggi dimana reaksi mulai lebih lambat.
Jadi kurva transformasi isotermal bergeser ke bawah kanan untuk
transformasi pendinginan kontinu.
Gambar 5.31 Kurva Transformasi pendinginan kontinu (kurva CCT). [28]
Gambar 5.32 Korelasi antara Mampu Keras dan Pendinginan Kontinu untuk
campuran besi-karbon pada komposisi eutectoid[4]
Bagi setiap jenis baja terdapat hubungan langsung dan konsisten
antara kekerasan dan laju pendinginan. Akan tetapi hubungan ini tidak linear.
Selain itu landasan teori untuk analisa kuantitatif cukup rumit (mencakup
variabel seperti : unsur paduan, ketidakmurnian, besar butir, dan suhu
austenitisasi). Untunglah bahwa ada cara pengujian standar yang singkat,
yang memungkinkan ahli teknik memperkirakan kekerasan pada penggunaan
tertentu dan membandingkan kekerasan antara berbagai jenis baja. Percobaan
uji ini adalah percobaan jominy.
Ujung yang terkena air mengalami pendinginan yang sangat cepat,
oleh karena itu mempunyai kekerasan maksimum untuk kadar karbon baja
yang sedang diuji. Laju pendinginan pada titik – titik menjauhi ujung celup
lebih rendah. Sehingga nilai kekerasannya pun lebih rendah. Data laju
pendinginan pada umumnya berlaku untuk berbagai jenis baja karbon dan
baja paduan rendah, oleh karena memiliki berat jenis, kapasitas panas dan
daya hantar panas yang setara, ketiga sifat ini mempengaruhi difusivitas
termal, namun baja tahan karat tidak mengikuti pola ini karena kadar paduan
yang tinggi mengurangi konduktivitas termal meskipun tidak seberapa
pengaruhnya atas pengaruhnya atas berat jenis dan/atau kapasitas panas.
Kurva kemampukerasan juga tergantung pada kandungan karbon.
Efek ini dapat dilihat dari gambar 5.33 untuk seri pada baja alloy dimana
hanya konsentrasi karbon yang bervariasi. Kekerasan disetiap posisi jominy
meningkat dengan konsentrasi karbon
Gambar 5.33 Kurva kemampukerasan dari empat alloy seri 8600, dari
kandungan karbon yang ditentukan [3]
Dari gambar 5.33 dapat terlihat perbandingan perilaku pada baja 8640
dengan 8660. Kurva baja 8660 lebih landai dan kekerasannya turun pada titik yang
lebih jauh dari ujung specimen (jarak jominy jauh). Sedangkan pada baja 8640,
kurva lebih curam dan nilai kekerasannya turun pada jarak jominy yang lebih dekat.
Contoh Soal :
Penentuan Profil Kekerasan untu Perlakuan Panas Baja 1040
Tentukan profil kekerasan radial untukspesimen baja 1040 berbentuk silinder dengan
diameter 50 mm (2 in) yang telah diquench dengan air.
Solusi
Pertama, mengevaluasi laju pendinginan (dalam hal jarak akhir memuaskan Jominy) di
pusat, permukaan, pertengahan, dan tiga-perempat radial posisi silinder spesimen. Hal
ini dicapai dengan menggunakan diameter tingkat versus-bar pendinginanplot
untukmediapendinginan yang tepat, dalam hal ini, Gambar 11.17a.Then,mengubah laju
pendinginan pada masing-masing posisi radial menjadi nilai kekerasandari
plot pengerasan untuk paduan tertentu. Akhirnya, menentukan kekerasanprofil
denganmerencanakan kekerasan sebagai fungsi dari posisi radial.Prosedur
ini ditunjukkan pada gambar11.19, untukposisi tengah.Perhatikan bahwa untuk
silinder air didinginkan dari 50 mm (2 in)
diameter, pendinginan tingkat di pusat setaradengan sekitar
9,5 mm (in) dariJominyakhirspesimendiquench (Gambar 11.19a). Hal ini sesuai
dengan kekerasan yangdari sekitar 28 HRC, seperti yang
Gambar 11,19 Penggunaan pengerasandata dalamgenerasikekerasanprofil.(a) laju pendinginanpadapusat mm airdidinginkan50(2 in)diameter spesimenditentukan.(b) Tingkat pendingindikonversimenjadikekerasa HRCuntukbaja1040.(c)Rockwellkekerasandiplotpada radialkekerasanprofil.
dicatat dari plot pengerasan untuk
baja 1040paduan (Gambar 11.19b). Akhirnya, titik data yang diplot pada
profil kekerasandi 11.19c Gambar.Permukaan, midradius, dan
tiga perempat radiushardnesses akanditentukandengan cara yang sama. Profil lengkap
telahdimasukkan, dandata yangdigunakan ditabulasikan di bawah ini.
5.2.5 MACAM-MACAM DAN CARA MEMBACA DIAGRAM FASA
Diagram fasa adalahdiagram yang menampilkan hubungan antara
temperature dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan
pemenasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar
pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas.
Fungsi diagram fasaadalah memudahkan memilih temperatur pemanasan
yang sesuei untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing
maupun proses pengerasan.
Macam –macam contoh diagram fasa adalah:
1. Diagram fasa besi-besi karbida
Gambar 5.34 Diagram fasa besi-besi karbida[3]
Cara membaca:
1) Ferit Alpha, atau hanya ferit, adalah larutan padat dari besi kubik
BCC dan memiliki solubility solid maksimum 0,022 perccnt
karbon pada suhu 727°C (1341°F). Delta ferit hanya stabil pada
suhu yang sangat tinggi dan tidak ada signifikansi praktis dalam
rekayasa. Seperti halnya ada batas kelarutan untuk garam dalam
air-dengan jumlah tambahan sebagai garam curah padat di bagian
bawah wadah-sehingga ada juga batas solubility kuat untuk
karbon dalam besi. Ferit relatif lunak dan ulet dan magnetik dari
suhu ruang menjadi 768°C (1414°F).
2) Austenit Antara 1394 ° C (2541 ° F) dan 912 ° C (1674 ° F), besi
mengalami apolymorphic transformation dari SM ke struktur fcc,
menjadi apa yang dikenal sebagai besi gamma atau, lebih umum,
austenit (setelah WR Austen, 1843-1902 ). Struktur ini memiliki
kelarutan padat hingga karbon 2,11 persen pada 1148 ° C (2098 °
F). Jadi, kelarutan padat austenit adalah sekitar dua perintah dari
besarnya lebih tinggi dari ferit, dengan karbon menduduki posisi
interstisial
2. Diagram Sn-Pb
Gambar 5.35 Diagram fasa Sn-Pb[3]
Cara membaca:
1) Perhatikan bahwa komposisi titik eutektik untuk paduan ini
adalah 61,9% 38,1% Sn-Pb. Sebuah komposisi baik lebih rendah
atau lebih tinggi dari rasio ini akan memiliki likuidus lebih tinggi
suhu.
2) Pada suhu 361 ° F , Hal ini dikenal sebagai titik eutektik. Kata
eutektik dari eutek'tos Yunani, yang berarti mudah meleleh.
Eutektik poin penting dalam aplikasi seperti menyolder, di mana
suhu rendah mungkin diperlukan untuk mencegah kerusakan
termal ke bagian selama bergabung. Meskipun ada berbagai jenis
solder, solder timah-timah umum digunakan untuk aplikasi
umum, dan memiliki komposisi berkisar antara 5% Pb-95% Sn
menjadi 70% Pb-30% Sn. Setiap composition memiliki titik lebur
sendiri
3. Diagram fasa Ni-Cu
Gambar 5.36diagaram fasa Ni-Cu [3]
Keterangan :
1. Huruf a menunjukan bahwa hanya berupa larutan cair homogen
yang mengandung Cu dan Ni.
2. Huruf b pada gambar diatas, kita dapat melihat bahwa padat
(alpha) mulai terbentuk. Seperti pendinginan berlanjut dari titik
ini lebih lanjut, baik komposisi dan jumlah relatif dari masing-
masing fase akan berubah.
3. Dengan pendinginan melanjutkan, tahap alpha fraksi akan
meningkat, sebagai fraksi cairan akan menurun. Jelaslah bahwa
komposisi dan jumlah relatif dari setiap tahap akan berubah,
namun komposisi paduan secara keseluruhan tidak konsisten
mempertahankan 35% wt Ni - 65 wt% Cu.
4. Huruf cmenandakan bahwa proses pendinginan adalah setengah
selesai. mikro menampilkan perkiraan jumlah yang sama alpha
dan cair.
5. Huruf d, meunjukan ada peningkatan yang pasti dalam jumlah
alpha dan dapat dilihat sangat Sangat sedikit cairan.
6. Huruf e menunjukan bahwa titik terletak setelah melewati garis
solidous. Di sini cairan mengeras yang tersisa. Hasilnya memiliki
35 wt% Ni seragam - 65 wt% Cu komposisi yang kemudian
solusi alpha-padat polikristalin . Keadaan ini menunjukan tidak
adanya perubahan mikrostruktur atau komposisi karena
semuanya telah berubah menjadi alpha.
4. Diagram FasaFe−Fe3C
Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting
untukmemahami struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon, suatu
jenis logam paduan besi (Fe) dan karbon (C). Karbon larut di dalam
besi dalam bentuk larutan padat (solid solution) hingga 0,05% berat
pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga
jumlah tersebut memiliki alpha ferrite pada temperatur ruang.
Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk endapan
karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound
(Fe3C) yang dikenal sebagai sementit atau karbida. Selain larutan
padat alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada
temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu delta-
ferrite dangamma-austenit.
Logam Fe bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal
berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, ferit
alpha akan berubah menjadi gamma-austenit saat dipanaskan
melewati temperature 910oC. Pada temperatur yang lebih tinggi,
mendekati 1400oC gamma-austenit akan kembali berubah menjadi
delta-ferit. (Alpha dan Delta) Ferrite dalam hal ini memiliki struktur
kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenit memiliki struktur kristal
F. [33]
Gambar 5.37 Diagram fasa Fe-Fe3C. [33]
Titik penting dalam diagram fasa ini adalah :
A : Titik cair besi
B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan titik peritetik
C : Titik eutetik selama pendinginan fasa gamma dengan komposisi
C dan sementit pada komposisi f terbentuk dari cairan pada
komposisi C. Fasa ini disebut deleburit
E : Titik yang menyatakan fasa gamma ada hubungannya dengan
titik eutetik.
G : Titik transformasi dari alpha menjadi gamma. Titik transformasi
A3 untuk besi
H : Larutan padat alpha yang ada hubungannya dengan reaksi
peritetik
J : Titik peritetik selama pendinginan austenit pada komposisi j fasa
gamma terbentuk pada larutan padat pada cairan dan komposisi
pada komposisi B
N : Titik transformasi dari titik alpha menjadi titik gamma. Titik
transformasi dari titik A4 dari besi murni
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa alpha ada hubungannya dengan
reaksi eutektoid
S : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposisi alfa dan
sementit pada komposisi terbentuk simultan dari austenit pada
komposisi s. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1
dan fasa eutektoid ini dinamakan ferrit.
A2 : Titik transformasi megnetik untuk besi atau ferit
A3 : Titik transformasi magnetic untuk sementit
Fasa yang terdapat dalam diagram fasa tersebut adalah sebagai berikut :
a) Ferite atau besi-alpha
Feriteadalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body
centered cubic). Ferit dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada
temperatur ruang, yaitu ferit alpha atau pada temperatur tinggi, yaitu ferit
delta. Secara umum fase ini bersifat lunak , ulet, dan magnetik hingga
temperatur tertentu, yaitu Tcurie. Kelarutan karbon di dalam fase ini
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase
larutan padat lain di dalam baja, yaitu fase Austenit. Pada temperatur
ruang kelarutan karbon di dalam ferit aplha hanyalah sekitar 0,05%. [33]
Berikut ini adalah contoh gambar fasa ferite :
Gambar 5.38 Struktur Kristal Ferit. [33]
Gambar 5.39 Struktur Mikro Ferit. [33]
b) Austenite atau besi-gamma
Adalah modifikasi besi dengan struktur kubik pemusatan sisi (fcc).
Bentuk besi murni ini stabil pada suhu antara 912 derajat celcius.
Perbandingan langsung antara sifat-sifat mekanis austenit dan ferit sulit
karena dibandingkan pada suhu berlainan. Tetapi pada suhu stabilnya
austenit lunak dan ulet sehingga mudah dibentuk. Austenit tidak bersifat
ferromagnetik pada suhu manapun. Besi dengan struktur kubik
pemusatan sisi mempunyai jarak antar atom yang lebih besar bila
dibandingkan ferrit.
Bersifat non magnetik, pada kondisi annealed, tidak dapat
dikeraskan dengan perlakuan panas, dapat di hot-work dan di cold-work,
memiliki shock resistant yang tinggi, sulit di machining kecuali dengan
penambahan S atau Se, sifat tahan korosinya paling baikdiantara jenis
lainnya, kekuatan pada temperature tinggi dan ketahanan scaling sangat
baik. [33]
Berikut ini adalah contoh gambar fasa austenite:
Gambar 5.40 (a) Struktur Kristal Austenite.
Gambar 5.40(b) Struktur MikroAustenite [33]
c) Besi-delta
Besi delta diatas 1394 derajat celcius, austenit bukan bentuk besi
yang paling stabil karena struktur kristal berubah kembali menjadi fasa
kubik pemusatan ruang (besi-delta). Besi-delta sama dengan besi alpha
kecuali daerah suhunya, oleh Karena itu biasanya disebut ferit-delta.
Daya larut karbon dalam ferrit-delta kecil, akan tetapi lebih besar
daripada dalam ferrit-alpha karena suhu yang lebih tinggi.
Berikut ini adalah contoh gambar struktur kristal besi-delta
Gambar 5.41 Struktur Kristal BESI-DELTA [34]
Gambar 5.42 Struktur mikro Besi-delta [33]
d) Sementit(Karbida besi)
Sementit atau karbida dalam sistem paduan berbasis besi adalah
stoichiometric inter-metalliccompund Fe3C yang keras (hard) dan getas
(brittle).Nama sementit berasal dari kata caementum yang berarti stone
chip atau lempengan batu. Sementit sebenarnya dapat terurai menjadi
bentuk yang lebih stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai
fase metastabil.
Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai
fase stabil. Sementit sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-
sifat mekanik akhir baja. Sementit dapat berada di dalam sistem besi baja
dalam berbagai bentuk seperti: bentuk bola, bentuk lembaran (berselang
seling dengan alpha-ferrite), atau partikel-partikel karbida kecil.
Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat direkayasa melalui
siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak rata-rata antar karbida, dikenal
sebagai lintasan Ferit rata-rata adalah parameter penting yang dapat
menjelaskan variasi sifat-sifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui
berbanding lurus dengan logaritmik lintasan ferrite rata-rata.[33]
Gambar di bawah ini menunjukan struktur kristal sementit:
Gambar 5.43 Struktur Kristal sementit [35]
Gambar 5.44 Struktur Mikro Sementit. [33]
e) Perlit
Perlit adalah suatu campuran lamellar dari ferit dan sementit.
Konstituen ini terbentuk dari dekomposisi Austenit melalui reaksi
eutektoid pada keadaan setimbang, di mana lapisan ferit dan sementit
terbentuk secara bergantian untuk menjaga keadaan kesetimbangan
komposisi eutektoid. Pearlite memiliki struktur yang lebih keras daripada
ferit, yang terutama disebabkan oleh adanya fase sementit atau karbida
dalam bentuk lamel-lamel.
Oleh karena itu jumlah dan komposisi perlit sama dengan jumlah
dan komposisi austenit eutektoid. Bila laju pendinginan perlahan, karbon
dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh jarak lebih jauh dan
terjadilah perlit yang kasar (lapisan tebal). Bila laju pendinginan
dipercepat, difusi terbatas pada jarak dekat. Hasilnya adalah perlit halus
dengan lapisan tipis yang banyak. Jumlah perlit dapat berkisar dari 0
sampai 100 %, bila kadar karbon meningkat dari 0 sampai komposisi
eutektoid ( 0,8 % dalam baja karbon ).[33]
Gambar struktur perlit ditunjukkan gambar di bawah ini:
5.45 Struktur Kristal perlit. [33]
Gambar 5.46 Mikrofoto Perlit. [33] 5.47 Struktur mikro Perlit [33]
f) Martensit
Martensit adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui
proses difusi. Konstituen ini terbentuk saat Austenit didinginkan secara
sangat cepat, misalnya melalui proses quenching pada medium air.
Transformasi berlangsung pada kecepatan sangat cepat, mendekati orde
kecepata suara, sehingga tidak memungkinkan terjadi proses difusi
karbon. Transformasi martensite diklasifikasikan sebagai proses
transformasi tanpa difusi yang tidak tergantung waktu (diffusionless time-
independent transformation).
Martensit yang terbentuk berbentuk seperti jarum yang bersifat
sangat keras (hard) dan getas (brittle). Fase martensit adalah fase
metastabil yang akan membentuk fase yang lebih stabil apabila diberikan
perlakuan panas. Martensit yang keras dan getas diduga terjadi karena
proses transformasi secara mekanik (geser) akibat adanya atom karbon
yang terperangkap pada struktur kristal pada saat terjadi transformasi
polimorf dari FCC ke BCC. Hal ini dapat dipahami dengan
membandingkan batas kelarutan atom karbon di dalam FCC dan BCC
serta ruang intertisi maksimum pada kedua struktur kristal tersebut. [33]
Berikut ini gambar strukturmartensite :
Gambar 5.48 Struktur Kristal Martensit [33]
Gambar 5.49 Mikrofoto Martensit. [33] Gambar 5.50 Struktur mikro
Martensit. [33]
g) Bainit
Bainit adalah suatu campuran non-lamellar dari ferit dan sementit
yang terbentuk pada dekomposisi Austenit melalui reaksi
eutektoid.Berbeda dengan pearlit yang terbentuk pada laju transformasi
atau pendinginan sedang strukturnya adalah acicular, terdiri atas ferit
lewat jenuh dengan partikel-partikel karbida terdispersi secara
diskontinyu.Dispersi dari bainit tergantung pada temperatur
pembentukannya.[33]
Gambar struktul bainit adalah sebagi berikut:
Gambar 5.51 Struktur Kristal bainit. [36]
Gambar 5.52 Struktur mikro bainite.[33]
5.2.6 APLIKASI KEMAMPUKERASAN
Aplikasi yang sering digunakan dalam dunia industri adalah:
1. Kemampukerasan di Industri manufaktur
Pada pembuatan connecting rod perlu diketahui seberapa besar
produk tersebut dapat menahan tegangan, regangan, dan titik luluh serta
kemapukerasannya. Hal ini perlu di ketahui untuk mendapatkan produk
yang kuat dan efisien
2. Kemampukerasan baja di industri kereta api
Di pembuatan rel kereta api perlu dilakukan berbagai mancam
pengamatan untuk mendapatkan spesifikasi material yang
cocok.Kemampukerasan, kekerasan, tegangan dan regangan maksimal
karena direl kereta api tersebut mengalami tegangan dan regangan yang
besar serta pemuaian.Maka hal tersebut perlu diketahui demi efesiensi,
keamanan dan kenyamanan pengguna.
3. Kemampukerasan baja di industri manufaktur
Piston adalah komponen mesin yang mengalami kerja berat, selain
panas dan tekanan tinggi piston juga mengalami tegangan dan
regangan.Kemampukerasan maksimal suatu piston perlu diketahui agar
saat pemasangan di mesin tidak terjadi engine failure atau penurunan
performa karena spesifikasi material piston yang tidak sesuai dengan
spesifikasi mesin.
Aplikasi Jominy test dapat kita temui saat produk yang sudah jadi
(specimen) ingin di ketahui seberapa besar kemampu kerasannya.
Sebelumnyaspesimen yang akan di uji di beri perlakuan panas atau pun
quenching. Setelah itu dilakukan pemeriksaan spesimen Jominy pada
jarak yang berbeda dari ujung dipadamkan dan kemudian di ukur
kekerasannya.Dari hasil percobaan ini dapat di ketahui ketahanan suatu
material apakah cocok dengan peruntukannya. [33]
5.3 METODOLOGI PENGUJIAN
5.3.1 BAHAN PERCOBAAN
Berikut ini adalah gambar spesimen yang digunakan:
Gambar 5.53 Spesimen uji jominy [15]
5.3.2 PERALATAN PERCOBAAN
1. Tungku pemanas HOFFMAN TYPE KL
Gambar 5.54 Mesin uji Heat treatment [15]
2. Vernier caliper.
Gambar 5.55 vernier calliper. [15]
3. Bak pengujian
Gambar 5.56Bak pengujian untuk melakukan The Jominy End-Quench Test .
[15]
4. Precision Hardness Tester Rockwell
Gambar 5.57 Mesin uji kekerasan Rockwell. [15]
5. Mesin Bubut
Gambar 5.58 Mesin Bubut [15]
6. Mesin Pemotong Logam
Gambar 5.59 Mesin pemotong logam [15]
7. Mesin Grinding
Gambar 5.60 Mesin Grinding[15]
8. Amplas
Gambar 5.61 Amplas yang digunakan.[15]
9. Air
Gambar 5.62 Air yang menyemprot di bak pengujian. [15]
5.3.3 LANGKAH PERCOBAAN
1. Memasukkan spesimen kedalam tungku pemanas sampai temperatur 900° C
dan ditahan selama 1 jam.
2. Meletakkan specimen yang sudah dipanaskan pada penjepit (mounting
fixture). Bersamaan dengan menghidupkan pompa penyemprot.
3. Mengangkat material dan membersihkan kerak yang menemprl pada
permukaan ukur hingga halus dan rata yang salah satu material uji.
4. Melakukan pembersihan kerak dengan menggunakan kikir.
5. Meratakan dengan mengamplas hingga rata dan halus.
6. Meletakkan alat uji pada alat uji kekerasan (Precision Hardness Tester
EMCO Test N3 Analogue) dengan standar Rockwell.
7. Meletakkan benda uji dengan tegak luus pada sisi yang telah dihaluskan
terhadap penumbuk dengan jarak ideal minimal 3 x diameter identor.
8. Melakukan pengujian dan mencatat hasil pengujian serta membuat kurva
kemampu kerasan.
START
5.3.4 DIAGRAM ALIR PERCOBAAN
Memasukkan specimen kedalam tungku sampai temperatur 9000C selama 1 jam
Meletakkan spesimen yang sudah dipanaskan lalu hidupkan pompa penyemprot dan Lakukan
penyemprotan sampai suhu kamar
Pemotongan material kemudian melakukan gerinda dan di polish
Terus memoles
Mempersiapkan Alat uji kekerasan Rockwell, anvil profil V dan penetrator intan
Mempersiapkan Alat uji kekerasan Rockwell, anvil profil V dan penetrator intan
A
Memasang spesimen di anvil hingga specimen lurus
TIDAK
YA
FINISH
5.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.4.1 DATA PERCOBAAN
1. Pengumpulan data I ( ST 40 )
Tabel 5.2 Data Percobaan Baja ST 40
N0. Jarak (mm) Kekerasan Skala HRA
1 3 39.3
2 6 41.2
3 9 39.1
4 12 39.5
5 15 38.9
6 18 40.5
7 21 35.8
8 24 38
9 27 39.8
10 30 39.5
Melakukan pengukuran jarak antara tiap titik sebesar 3 milimeter
Mencatat hasil pengujian dan membuat kurva kemampukerasan
Melakukan pengujian kekerasan Rockwell pada 15 titik
A
11 33 38.7
12 36 37.7
13 39 35
14 42 33.5
15 45 29
2. Pengumpulan data II ( ST 60 )
Tabel 5.3 Data Percobaan Baja ST 60
N0. Jarak (mm)Kekerasan Skala
HRA
1 3 63
2 6 60.9
3 9 62.4
4 12 61.6
5 15 60.6
6 18 60
7 21 55.5
8 24 54.5
9 27 55
10 30 56.5
11 33 56
12 36 55.6
13 39 55.6
14 42 53.5
15 45 45.1
5.4.2 ANALISIS DATA
1. Pengolahan Data I (ST 40)
Perhitungan Konversi satuan di lakukan dengan menggunakan rumus:
HRA = 112.3 – ( 6 , 85 x105
HV )12
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – HRA)2
HB = 0.951x HV
Bahan Baja ST 40
a) Suhu air : 27˚C
b) Suhu pemanasan : 900˚C
c) Lama penyemprotan : ± Setengah jam.
Perhitungan Konversi Satuan :
(1) Jarak 3 mm
HRA = 39.3
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 39.3)2
= 128.54
HB = 0.951 x 128.54
= 122.24
(2) Jarak 6 mm
HRA = 41.2
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 41.2)2
= 135.50
HB = 0.951 x 135.50
= 128.86
(3) Jarak 9 mm
HRA = 39.1
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 39.1)2
= 127.84
HB = 0.951 x 127.84
= 121.58
(4) Jarak 12 mm
HRA = 39.5
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –39.5)2
= 129.25
HB = 0.951 x 129.25
= 122.92
(5) Jarak 15 mm
HRA = 38.9
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –38.9)2
= 127.14
HB = 0.951 x 138.6
= 120.91
(6) Jarak 18 mm
HRA = 40.5
HV =6.85 x 10 5
(112.3 –40.5)2
= 132.87
HB = 0.951 x 132.87
= 126.36
(7) Jarak 21 mm
HRA = 35.8
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –35.8)2
= 117.05
HB = 0.951 x 142.63
= 111.31
(8) Jarak 24 mm
HRA = 38
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –38)2
= 124.08
HB = 0.951 x 124.08
= 118.00
(9) Jarak 27 mm
HRA = 39.8
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –39.8)2
= 130.32
HB = 0.951 x 130.32
= 123.94
(10)Jarak 30 mm
HRA = 39.5
HV =6.85 x 10 5
(112.3 – 39.5)2
= 129.25
HB = 0.951 x 129.25
= 122.92
(11)Jarak 33 mm
HRA = 38.7
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 38.7)2
= 126.45
HB = 0.951 x 126.45
= 120.26
(12)Jarak 36 mm
HRA = 37.7
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 37.7)2
= 117.06
HB = 0.951 x 117.06
= 117.06
(13)Jarak 39 mm
HRA = 35
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 35)2
= 114.64
HB = 0.951 x 114.64
= 109.02
(14)Jarak 42 mm
HRA = 33.5
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 33.5)2
= 110.32
HB = 0.951 x 110.32
= 104.91
(15)Jarak 45 mm
HRA = 29
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 29)2
= 98.72
HB = 0.951 x 98.72
= 93.88
Tabel 5.4 Konversi satuan kekerasan untuk Baja ST 40
No.Jarak
(mm)
Kekerasan
Skala HRA
Kekerasan
Skala HV
Kekerasan
Skala HB
1 3 29 128.54 122.24
2 6 41.2 135.50 128.86
3 9 39.1 127.84 121.58
4 12 39.5 129.25 122.92
5 15 38.9 127.14 120.91
6 18 40.5 132.87 126.36
7 21 35.8 117.05 111.31
8 24 38 124.08 118.00
9 27 39.8 130.32 123.94
10 30 39.5 129.25 122.92
11 33 38.7 126.45 120.26
12 36 37.7 123.09 117.06
13 39 35 114.64 109.02
14 42 33.5 110.32 104.91
15 45 29 98.72 93.88
2. Pengolahan data II (ST 60)
Bahan Baja ST 60
a) Suhu air : 27˚C
b) Suhu pemanasan : 900˚C
c) Lama penyemprotan : ± Setengah jam.
Perhitungan Konversi Satuan :
(1) Jarak 3 mm
HRA = 63
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 63)2
= 281.84
HB = 0.951 x281.84
= 268.03
(2) Jarak 6 mm
HRA = 60.9
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 60.9)2
= 259.28
HB = 0.951 x 259.28
= 246.57
(3) Jarak 9 mm
HRA = 62.4
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 62.4)2
= 275.10
HB = 0.951 x 275.10
= 261.62
(4) Jarak 12 mm
HRA = 61.6
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 61.6)2
= 266.49
HB = 0.951 x 266.49
= 253.43
(5) Jarak 15 mm
HRA = 60.6
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –60.6)2
= 255.28
HB = 0.951 x 255.28
= 243.72
(6) Jarak 18 mm
HRA = 60
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –60)2
= 250.43
HB = 0.951 x 250.43
= 238.16
(7) Jarak 21 mm
HRA = 55.5
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –55.5)2
= 212.32
HB = 0.951 x 212.32
= 201.92
(8) Jarak 24 mm
HRA = 54.5
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 –54.5)2
= 205.04
HB = 0.951 x 205.04
= 194.99
(9) Jarak 27 mm
HRA = 55
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 55)2
= 208.63
HB = 0.951 x 208.63
= 198.41
(10)Jarak 30 mm
HRA = 56.5
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 56.5)2
= 219.99
HB = 0.951 x 219.99
= 209.22
(11)Jarak 33 mm
HRA = 56
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 56)2
= 216.11
HB = 0.951 x 216.11
= 205.52
(12)Jarak 36 mm
HRA = 55.6
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 55.6)2
= 213.07
HB = 0.951 x 213.07
= 202.63
(13)Jarak 39 mm
HRA = 55.6
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 55.6)2
= 213.07
HB = 0.951 x 213.07
= 202.63
(14)Jarak 42 mm
HRA = 56.5
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 56.5)2
= 219.99
HB = 0.951 x 219.99
= 209.22
(15)Jarak 45 mm
HRA = 45.1
HV = 6.85 x 10 5
(112.3 – 45.1)2
= 151.69
HB = 0.951 x 151.69
= 144.25
Table 5.5 Tabel Konversi satuan kekerasan untuk Baja ST 60
N0 Jarak (mm)Kekerasan Skala
HRA
Kekerasan Skala
HV
Kekerasan Brinell
HB
1 3 63 281.84 268.03
2 6 60.9 259.28 246.57
3 9 62.4 275.10 261.62
4 12 61.6 266.49 253.43
5 15 60.6 255.28 243.72
6 18 60 250.43 238.16
7 21 55.5 212.32 201.92
8 24 54.5 205.04 194.99
9 27 55 208.63 198.41
10 30 56.5 219.99 209.22
11 33 56 216.11 205.52
12 36 55.6 213.07 202.63
13 39 55.6 213.07 202.63
14 42 53.5 219.99 209.22
15 45 45.1 151.69 144.25
Grafik Analisis
a. Baja ST – 40
Gambar 5.63Grafik kekerasan Baja ST-40
Gambar Grafik Perbandingan Tingkat Kemampukerasan Baja ST 40 Untuk Skala
Rockwell
Gambar 5.64 Grafik Kemampukerasan Baja ST-40 Skala HV
Gambar 5.65Grafik Kemampukerasan Baja ST 40 Skala HB
Gambar 5.66Grafik Perbandingan tingkat kemampukerasan Baja ST 40 untuk berbagai
skala
Dari data hasil percobaan dapat dilihat bahwa adanya perbedaan nilai
kekerasan dalam satu spesimen, dari ujung batang sampai jarak tertentu dari
ujung batang. Perbedaan perlakuan antara titik yang satu dengan titik yang lain
menyebabkan terjadinya hal tersebut. Titik yang paling dekat dengan ujung
celup mempunyai kekerasan paling tinggi karena pada titik ini spesimen
diperlakukan dengan pendinginan cepat memakai air (quenching). Pendinginan
dengan media air akan menyebabkan kadar karbon pada fasa austenit tidak
mengalami perubahan difusi sehingga terperangkap dalam kisi atau slip dan
terbentuk martensit yang bersifat keras, kuat. Semakin jauh dari ujung celup,
akan mempunyai nilai kekerasan yang semakin rendah karena pada titik-titik
tersebut tidak terkena media pendingin air secara langsung ( didinginkan
dengan udara / suhu kamar ).
Meskipun demikian, dalam percobaan kali ini masih terdapat sedikit
penyimpangan untuk beberapa titik yang tidak sesuai dengan referensi. Hal
tersebut terjadi bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Pada saat penyemprotan ada terjadi percikan air yang mengenai bagian
spesimen yang lainnya, yang seharusnya tidak boleh terkenai sehingga
bagian yang tidak diinginkan tersebut mengeras.
2. Tidak sejajarnya permukaan saat pengamplasan
3. Spesimen yang diuji tidak memenuhi standart
4. Penyebaran karbon yang tidak merata pada baja yang diuji
5. Jarak penetrasi terlalu dekat waktu pegujian
6. Waktu penetrasi kurang lama saat pengujian
7. Masih terdapat banyak goresan pada spesimen
8. Dari hasil pengujian didapatkan selisih nilai kekerasan tertinggi dengan
nilai kekerasan terendah Baja ST-40 :
a) Skala HRA
Tertinggi : 41.2
Terendah : 29
Selisih : 12.2
b) Skala HRB
Tertinggi : 135.50
Terendah : 98.72
Selisih : 36.78
c) Skala Vickers
Tertinggi : 128.86
Terendah : 93.88
Selisih : 34.98
b. Baja ST – 60
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 4540
44
48
52
56
60
64
Kekerasan Baja ST-60 (HRA)
Kekerasan baja ST-60
Jarak (mm)
Ke
ke
ras
an
Gambar 5.67Grafik kekerasan Baja ST-60 (HRA)
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45120
140
160
180
200
220
240
260
280
Kekerasan Skala Brinell (HB)
kekerasan skala Brinnel
Jarak (mm)
Kek
eras
an
Gambar 5.68Grafik kekerasan Baja ST-60 Skala Brinell (HB)
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45140
160
180
200
220
240
260
280
Kekerasan Skala Vickers (HV)
kekerasan skala VickersJarak (mm)
Kek
eras
an
Gambar 5.69 kekerasan Baja ST-60 skala Vickers
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45
0
40
80
120
160
200
240
280
320
Perbandingan Kekerasan Baja ST 60
kekerasan skala HRAkekerasan skala Brinnelkekerasan skala Vickers
Jarak (mm)
Kek
eras
an
Gambar 5.70Grafik perbandingan kekerasan Baja ST 60
Pada kurva diatas terlihat adanya kecenderungan pada kurva untuk turun
dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini dikarenakan adanya beda perlakuan
antara titik yang satu dengan titik yang lain. Titik terendah mempunyai
kekerasan paling tinggi karena pada titik ini pecimen diperlakukan dengan
pendinginan cepat memakai air (quenching). Sedangkan titik yang paling tinggi
mempunyai kekerasan paling rendah karena pada titik ini tidak terkena media
pendingin air secara langsung (didinginkan dengan udara / suhu kamar ).
Kemampukerasan merupakan fungsi antara penurunan kekerasan terhadap
jarak dari ujung quench. Pada kurva diatas terlihat adanya kecenderungan pada
kurva untuk turun dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini dikarenakan adanya
beda perlakuan antara titik yang satu dengan titik yang lain. Titik terendah
mempunyai kekerasan paling tinggi karena pada titik ini spesimen
diperlakukan dengan pendinginan cepat memakai air (Quenching). Sedangkan
titik yang paling tinggi mempunyai kekerasan paling rendah karena pada titik
ini tidak terkena media pendingin air secara langsung (didinginkan dengan
udara / suhu kamar ).
Perlu diketahui bahwa ukuran butir austenit sangat mempengaruhi
kemampukerasan baja, hal ini berarti bahwa untuk laju pendinginan tertentu
austenit yang kasar lebih mudah berubah menjadi martensit daripada austenit
butir halus. Butiran yang besar juga membuat tempat pengintian semakin
banyak, oleh karena itu transformasi austenit jadi semakin mudah terjadi.
Kalau luas butir mengecil maka transformasi berkurang, transformasi terjadi
pada batas butir austenite.
Berhubungan dengan kecepatan perubahan suhu bahwa permukaan batang
uji lebih keras karena pendinginan lebih cepat. Oleh karena itu, pada batang uji
makin ke pusat inti pendinginan makin lambat dan kekerasan makin kecil.
Terdapat sedikit penyimpangan untuk beberapa titik yang tidak sesuai. Hal ini
kemungkinan bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Pada saat penyemprotan ada terjadi percikan air yang mengenai bagian
spesimen yang lainnya, yang seharusnya tidak boleh terkenai sehingga
bagian yang tidak diinginkan tersebut mengeras.
2 Tidak sejajarnya permukaan saat pengamplasan
3 Spesimen yang diuji tidak memenuhi standart
4 Penyebaran karbon yang tidak merata pada baja yang diuji
5 Jarak penetrasi terlalu dekat waktu pegujian
6 Waktu penetrasi kurang lama waktu pengujian
7 Masih terdapat banyak goresan pada spesimen
8. Dari hasil pengujian didapatkan selisih nilai kekerasan tertinggi dengan
nilai kekerasn terendah Baja ST-60 :
a) Skala HRA
Tertinggi : 63
Terendah : 45.1
Selisih : 17.9
b) Skala HRB
Tertinggi : 281.84
Terendah : 151.69
Selisih : 130.15
c) Skala Vickers
Tertinggi : 268.03
Terendah : 144.25
Selisih : 123.78
5.4.3 PERBANDINGAN ANALISA DATA DI LAPANGAN DENGAN
REFERENSI
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 4525
33
41
49
57
65
Kekerasan Baja ST-40 dan Baja ST-60 (HRA)
Kekerasan baja ST-60Kekerasan baja ST-40
Jarak (mm)
Ke
ke
ras
an
Gambar 5.71Grafik perbandingan kekerasan Baja ST-40 dan ST-60 (HRA)
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 4590
110
130
150
170
190
210
230
250
270
290
Kekerasan Skala Brinnel (HB)
kekerasan baja ST 60
kekerasan baja ST 40
Jarak (mm)
Kek
eras
an
Gambar 5.72Grafik perbandingan kekerasan Baja ST-40 dan ST-60 Skala Brinell
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 4590
130
170
210
250
290
Kekerasan Baja ST-40 dan Baja ST-60 Skala Vickers
Kekerasan baja ST-60Kekerasan baja ST-40
Jarak (mm)
Ke
ke
ras
an
Gambar 5.73 Grafik perbandingan kekerasan Baja ST-40 dan ST-60 Skala Vickers
Dari grafik kemampukerasan baja ST-40 dengan baja ST-60 dapat dilihat
bahwa kekerasan dari baja ST-60 lebih baik daripada ST-40. Hal ini sesuai
dengan hubungan antara kekerasan dengan meningkatnya kadar karbon dalam
baja, kekerasan maksimum hanya dapat dicapai bila terbentuk martensit 100 %.
Baja ST-60 memiliki kadar karbon yang lebih besar dibandingkan ST-40,
sehingga baja ST-60 mempunyai kekerasan yang lebih besar. Semakin jauh
jaraknya maka makin berkurang kekerasannya, walaupun pada kurva ST-60
selisihnya tidak terlalu besar dibandingkan ST-40. Namun hal ini bertentangan
dengan teori yang menyebutkan bahwa baja yang dengan cepat bertransformasi
dari austenit menjadi ferit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang
rendah karena dengan terjadinya transformasi pada suhu tinggi, martensit tidak
terbentuk. Sebaliknya baja dengan transformasi yang lambat dari austenit ke
ferit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang lebih besar. Dengan teori
tersebut seharusnya ST-60 yang kemampuan transformasi austenit menjadi ferit
dan karbidanya lebih tinggi akan memiliki kemampukerasan yang lebih rendah
dibandingkan baja ST- 40.
Jika data percobaan jominy yang didapat tidak sesuai dengan teori yang
mendasari tentang kemampukerasan baja, maka diduga terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan ketidaksesuaian tersebut. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah :
1. Proses penyemprotan
Ada percikan air yang mengenai bagian yang bukan pada ujung batang
sehingga titik tersebut mempunyai kekerasan yang lebih tinggi daripada titik
yang terdekat.
2. Kadar karbon
Spesimen yang digunakan sebelum pengujian Jominy memiliki kadar karbon
yang tidak sama di setiap titiknya (tidak homogen). Hal ini mengakibatkan
data yang diperoleh tidak valid dan tidak sesuai dengan teori yang ada.
3. Kondisi spesimen
Spesimen saat pengujian kekerasan memiliki tekstur yang kurang rata dan
kurang halus karena pengikirannya yang kurang maksimal. Hal ini
mengakibatkan data yang didapat kurang valid.
4. Posisi spesimen
Pada saat pengujian kekerasan dengan skala Rockwell, ujung spesimen
menggantung, sehingga mempengaruhi nilai kekerasannya.
5. Laju penyemprotan
Saat penyemprotan laju airnya berubah-ubah (kurang konstan) sehingga
mengakibatkan data yang diperoleh tidak sesuai dengan nilai teoritis yang
seharusnya, sebab proses pendinginan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
6. Kesalahan pembacaan skala
Untuk kasus penyimpangan yang tidak terlalu mencolok dapat
dimungkinkan terjadi karena salah pembacaan skala.
7. Waktu pemanasan
Setelah dilakukan pemanasan hingga temperatur standar yang diharapkan
yaitu 900oC dan sebelum dilakukan pendinginan biasanya terdapat jeda
waktu hingga terjadi penahanan. Dengan berbagai macam waktu penahanan
yang terjadi maka kemungkinan ketidakvalidan data menjadi lebih besar.
Dengan diketahuinya bahwa kemampukerasan baja ST-40 lebih baik dari
baja ST-60 maka proses pengerasan baja ST-60 idealnya dalam bentuk spesimen
yang kecil dan baja ST-40 dapat dikeraskan dalam bentuk spesimen yang lebih
besar.
5.5 PENUTUP
5.5.1 KESIMPULAN
Setelah melalukan percobaan Jominy ini serta membuat kurva
kemampukerasannya serta menganalisisnya, maka dapat disimpulkan :
1. Kemampukerasan adalah sifat yang menentukan distribusi kekerasan yang
dipengaruhi oleh proses quenching dari kondisi austenitik.
2. Semakin cepat laju pendinginan semakin keras bahan tersebut.
3. Untuk menentukan kemampukerasan suatu material, dapat digunakan uji
jominy.
4. Dari uji jominy yang dilakukan diketahui bahwa baja ST-60 memiliki sifat
kemampukerasan yang lebih tinggi dari baja ST-40.
5.5.2 SARAN
1. Sebelum melakukan pengujian kekerasan, spesimen harus benar- benar
rata, halus, dan bersih dari kerak.
2. Pada saat penyemprotan harus diusahakan tidak ada percikan air yang
mengenai bagian spesimen yang lainnya.
3. Standardisasi alat.
4. Laju penyemprotan yang stabil agar tidak mempengaruhi laju
pendinginan.
5. Alat penguji kekerasan sudah saatnya untuk ditinjau kembali.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Smith, Jominy Hardenability Test
[2] http://metals.about.com/library/bldef-Jominy-Test.html)
[3] William D. Callister, Jr .2007. Fundamentals of Material Science and Engineering 7th edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
[4] Job Sheet Praktikum Struktur dan Sifat Material, 2011
[5] http://www.efunda.com/processes/heat_treat/introduction/heat_treatments
[6] Vlack, Lawrence H. Van. 2004. Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material edisi 6. Erlangga.
[7] http://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=carbon_steels
[8] Arifin Syamsul. Ilmu Logam Jilid 1. Halaman 106
[9] Kalpakjian 4th Edition, hal 101
[10] http://metalcurly.blogspot.com/2010/09/ttt-diagram.html
[11] http://www.industrialheating.com/CDA/Archives/d08079c356cb7010V gnVCM100000f932a8c0____
[12] (Surdia, Tata. 1987.”Pengetahuan Bahan Teknik”.
[13] http://www.saarstahl.de/grundlagen_der_waermebehandlung.html?&L=1
[14] http://jansen-pakpahan.blogspot.com/
[15] Laboratorium Metalurgi Fisis Undip
[16] http://enzinea.com/wp-content/uploads/2011/04/2011-04-21-oil-quenching-steel-1.jpg
[17] http://product-image.tradeindia.com/00499185/b/2/Air-Quenching-System.jpg
[18] http://sunsteeltreating.com/saltbath.jpg
[19] http://product-image.tradeindia.com/00330525/b/1/Polymer-Quenching-Tank.jpg
[20] http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205/casehardening.html
[21] http://blog.naver.com/PostView.nhn?blogId=wisdomsu&logNo=70017847363& redirect=Dlog&widgetTypeCall=true
[22] Rajan, T. V., C. P. Sharma, Ashok Sharma, Heat Treatment Principles and Techniques
[23] http://info.lu.farmingdale.edu/depts/met/met205/index.html
[24] http://gregoriusagung.wordpress.com
[25] http://en.wikipedia.org/wiki/Work_hardening
[26] http://www.hsc.csu.edu.au/engineering_studies/lifting/3282/rolling.htm
[27] Rajan, T.,C.P.Sharma, Ashok Sharma hal 128
[28] Metallurgy Lab. Mech. Eng. Dept. ITS Surabaya
[29] Principles of Materials Science and Engineering,(2 nd ed). William F.Smith
[30] http://gregoriusagung.wordpress.com/
[31] Mukti, widiya”ketangguhan material”.unnes
[32] SAE 1080
[33] Saptono, Rahmat : Departemen Metalurgi dan material FT UI 2008
[34]
http://www.codecogs.com/reference/engineering/metallurgy/iron_carbon_alloys.php
[35] http://www.ejsong.com/mdme/memmods/MEM30007A/steel/steel.html
[36] http://cst-www.nrl.navy.mil/lattice/struk/Bainite.html
Top Related