18
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi dibentuk dari kata metodos dan logos. Metodos berarti cara,
teknik atau prosedur dan logos yang berarti ilmu. Sehingga pengertian metodologi
adalah ilmu yang mempelajari prosedur atau teknik-teknik tertentu. Metodologi
riset merupakan suatu pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat pada
metode riset (Kriyantono, 2006:51). Metode akan mengatur langkah-langkah
dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian menjadi amat penting untuk
menjaga peneliti tetap fokus pada penelitiannya.
3.1 Jenis Penelitian
Conny R Semiawan (2008) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
suatu pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral, di
mana untuk mengerti gejala sentral peneliti dapat mewawancarai partisipan.
Informasi tersebut bisa berupa kata atau teks, yang nantinya disebut data dan akan
dianalisis. Hasil analisis itu nantinya akan diinterpretasi untuk menangkap arti
yang mendalam yang dapat dituangkan dalam bentuk laporan tertulis (Semiawan,
2010:7-20). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
eksplanatoris. Penelitian explanatoris adalah penelitian yang bertujuan melihat
kausalitas faktor-faktor terhadap suatu fenomena tertentu.Jenis penelitian
eksplanatoris menghendaki ketelitian dan terpenuhinya representasifitas yang
berusaha menjelaskan hubungan suatu fenomena dengan faktor-faktor terkait
(Neuman, 2000: 21-22).
Analisis wacana kritis merupakan jenis penelitian eksplanatoris, karena
berusaha menjelaskan suatu fenomena dengan faktor-faktor yang ada. Dalam
peneltian ini analisis dilakukan dengan pendekatan Norman Fairclough dalam melihat
teks dalam buku Tuhan Maha Asyik, dan teks yang akan di analisa ialah teks yang
berisikan kritik sosial terhadap kondisi sosial di Indonesia.
19
3.1.1. Pendekatan Kritis
Pendekatan kritis muncul sebagai koreksi dari pandangan
konstruktivisme yang dinilai tidak cukup peka mengkaji proses produksi
dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional.
Menurut Hikam (Eriyanto,2001: 8-10) analisis wacana dalam pandangan
kritis mengungkapkan jika individu tidak dianggap sebagai subjek yang
netral jadi bisa menafsirkan apa saja sesuai pikirannya. Hal ini dikarenakan
adanya hubungan dan pengaruh dari kekuatan sosial dalam masyarakat.
Sedangkan bahasa dianggap sebagai representasi yang dapat membentuk
subjek wacana hingga dapat membentuk strategi tertentu. Jadi analisis wacana
dalam pandangan kritis digunakan untuk membongkar kuasa yang ada dalam
setiap proses bahasa. Melalui pendekatan wacana, pesan-pesan
komunikasitidaklah bersifat netral.
Dalam studi analisis tekstual, analisis wacana kritis termasuk dalam
pendekatan kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai
pertarungan kekuasaan.Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah
saluran yang bebas dan netral.Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu
dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Dengan
kata lain, teks di dalam media adalah hasil proses wacana media (media
discourse). Di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan
media turut serta di dalamnya sehingga jelas terlihat tidak netral.
3.2 Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah segala hal yang berhubungan dengan
penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah buku Tuhan
Maha Asyik.
3.3 Unit Analisa dan Unit Amatan
Satuan analisis adalah keberadaan atau populasi yang terhadapnya dibuat
kesimpulan atau kerampatan empirik (Ihalauw, 2003: 174). Berdasarkan
pengertian tersebut unit analisis dalam penelitian ini adalah konsep ideologi
Ketuhanan dalam buku Tuhan Maha Asyik. Satuan amatan adalah sesuatu yang
20
dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau
menjelaskan tentang satuan analisis (Ihalauw, 2003: 174) Sedangkan unit amatan
dalam penelitian ini adalah buku Tuhan Maha Asyik.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1 Data Primer
Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak memakai perantara), data primer secara khusus
dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti
(Indrianto dan Supomo, 2002:147). Data primer pada penelitian ini
diperoleh langsung dari wawancara yang dilakukan dan observasi. Data
yang diperoleh langsung oleh peneliti dari hasil wawancara dengan penulis
buku Tuhan Maha Asyik.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder, adalah data yang diperoleh oleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder disini diperoleh
oleh peneliti dari literatur-literatur, kepustakaan dan sumber-sumber
tertulis lainnya. Selain dari sumber yang telah disebutkan sebelumnya,
data sekunder dalam penelitian ini juga berasal dari hasil mewawancarai
pembaca buku Tuhan Maha Asyik.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif, dengan lebih banyak
bersifat uraian dari hasil studi dokumentasi dan kepustakaan. Pengumpulan data
merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data
pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi
dokumentasi. Menurut Patton (Moleong, 2004:103), analisis data adalah “proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan
uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya
kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok
21
penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.
a) Dokumentasi
Adalah pencarian data yang berupa catatan, traskrip, buku, surat
kabar, majalas, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya
(Suharsimi Arikunto, 2005:206). Penelitian ini mendokumentasikan
seluruh kegiatan wawancara dengan narasumber menjadi sebuah transkrip
percakapan.
b) Kepustakaan
Adalah hal yang sangat penting dalam penelitian studi deskriptif
karena tanpa adanya literatur pendukung, maka penelitian akan mengalami
banyak kesulitan dan hambatan untuk memperoleh data, baik data yang
bersifat teoritis maupun praktis. Dalam penelitian ini, literatur pendukung
berasal dari referensi pustaka baik buku maupun jurnal.
3.6 Analis Wacana Kritis (Critical Discourge Analysis) Norman Fairclough
Pendekatan Fairclough ini intinya menyatakan jika wacana merupakan
bentuk penting praktik sosial yang mereproduksi dan merubah pengetahuan,
identitas, hingga hubungan sosial yang melingkupi hubungan kekuasaan yang
sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial yang lain (Jorgensen,
2007:122-123). Analisis wacana pendekatan Norman Fairclough dikenal dengan
nama analisis wacana tiga dimensi. Analisis wacana tiga dimensi ini ialah analisis
yang melibatkan tiga tingkat analisis sebagai berikut.
1. Analisis teks atau textual (mikro), yaitu pendeskripsian (description)
mengenai teks
2. Analisis wacana atau discourse practice (meso), yakni interpretasi
(interpretation) hubungan antara proses produksi wacana dan teks
3. Analisis sosial budaya atau sociocultural practice (makro), yaitu
penjelasan (explanation) hubungan antara proses wacana dengan
proses sosial (Eriyanto, 2001:286-288; Titscher, 2000:244-247)
22
Gambar 3.1
Kerangka Analisa Wacana Kritis Norman Fairclough
Sumber: http://jlt-polinema.org/?tag=analisis-wacana-kritis
(dikutip 9/5/2017 pukul 17.00 WIB)
Penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut:
Dimensi pertama yang merupakan dimensi mikro dalam kerangka analisis
wacana kritis Fairclough adalah dimensi analisis teks yang meliputi bentuk-
bentuk tradisional analisis linguistik – analisis kosakata hingga semantik, tata
bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, serta sistem suara dan sistem tulisan.
Dalam istilah Fairclough disebut analisis linguistik.
Dimensi kedua ialah dimensi praktik wacana (discourse practice). Dalam
analisis dimensi ini, interpretasi dimulai dari pemrosesan wacana yang meliputi
aspek penghasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari aspek-aspek
itu memiliki sifat yang lebih kental dengan ideologi media atau penulis yang
bersangkutan, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan dan
penyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses kearah ideologi, Fairclough
melihat adanya kepentingan media atau penulis dalam penghasilan teks-teks
media.
Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosial budaya media. Dalam analisis
tingkat makro ini melihat konteks sosial yang ada di luar media sebenarnya
membawa pengaruh terhadap wacana yang ada dalam media. Fairclough
23
menganggap jika media bukan pihak yang netral karena mereka sangat ditentukan
oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri.
Fairclough menyatakan bahwa praktik sosial memiliki berbagai orientasi,
seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, ideologi, dan sebagainya, dan wacana
merupakan bentuk penggabungan dari semuanya. Analisis dimensi praktik sosial
merujuk kepada usaha menjelaskan persoalan yang berorientasi terhadap nilai,
kepercayaan, ideologi, filosofi, budaya, dan masih banyak lagi, serta semuanya itu
terbentuk dalam wacana. Penggunaan aspek kebahasaan dalam penelitian ini
merujuk kepada analisis teks, sebagai suatu bentuk pemanfaatan bahasa, dari
aspek morfologis, sintaksis, dan konteks. Dengan kata lain, ekspresi kebahasaan
juga dapat dilihat sebagai upaya pemanfaatan bahasa yang digunakan dalam suatu
teks.
Lalu representasi dalam penelitian ini menunjuk pada bagaimana
seseorang, suatu kelompok, suatu gagasan atau pendapat ditampilkan dalam
pemberitaan. Bisa saja terjadi misrepresentasi yakni tampilan yang tidak
semestinya bahkan mungklin cenderung memperlihatkan kesan buruk dari objek
sesungguhnya yang diberitakan. Representasi dan misrepresentasi merupakan
wujud dari kebahasaan media. Bagaimana objek ditampilkan dan dibentuk dalam
wujud bahasa (Eriyanto, 2001:289-326).
Dalam proses analisa data, teks berita akan di bahas satu persatu
berdasarkan analisis wacana kritis milik Norman Fairclough sebagai berikut.
3.6.1. Analisis Teks
Analisis teks berita difokuskan dalam tiga unsur, yakni
representasi, relasi dan identitas. Representasi ialah gambaran suatu
peristiwa, keadaan, atau situasi bahkan orang maupun kelompok yang
terdapat dalam sebuah teks. Sementara relasi ialah bentuk hubungan antara
wartawan/media, khalayak dan partisipan yang ada dalam teks.Lalu
identitas yang dimaksud di sini ialah identitas wartawan/media, khalayak
dan partisipan yang ada dalam teks. Tiga unsur ini akan tercemin di dalam
teks-teks yang akan di analisis dilihat dari tiap-tiap bahasanya.
24
Dalam analisis bahasa, bahasa-bahasa yang tersusun dalam teks
akan terlihat melalui pendekatan linguistik, dan bahasa yang terlihat
menarik atau dalam hal ini terlihat memiliki makna khusus akan dikaji
dengan pandangan kritis. Di level bahasa dalam teks ini sendiri, akan
dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.
1. Representasi Dalam Anak Kalimat
Aspek ini berhubungan dengan bagaimana seseorang, kelompok,
dan kegiatan ditampilkan ke teks yang berbentuk bahasa. Bagi Fairclough,
pada dasarnya pemakaian bahasa dihadapkan dalam dua dua pilihan yakni
tingkat kosakata (vocabulary) yakni tentang kosakata apa yang digunakan
untuk menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana suatu hal
dibentukkan ke dalam satu set kategori. Lalu pilihan yang kedua yakni
melihat di tingkat tata bahasa (grammar) di mana melihat apakah suatu
kejadian ditampilkan sebagai sebuah tindakan atau peristiwa, atau yang
lainnya. Serta di tingkat tata bahasa Fairclough memusatkan pada apakah
tata bahasa ditmpilkan dalam bentuk proses atau partisispan. Lalu dapat
juga melihat dalam pemakaian metafora, yang juga dapat menjadi kunci
bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan yang lain.
2. Representasi dalam Kombinsi Anak Kalimat
Antara satu anak kalimat dengan yang lain dapat digabunggkan
hingga membentuk suatu pengertian yang dapat dimaknai. Gabungan
antara anak kalimat dapat membentuk koherensi, yakni pengertian yang di
dapat dari penggabungan kalimat satu dengan kalimat yang lain, hingga
kalimat tersebut menjadi mempunyai arti. Koherensi ini pada titik tertentu
menunjukan ideologi dari pemakaian bahasa.
Koherensi antara anak kalimat ini mempunyai beberapa bentuk,
yang pertam disebut elaborasi. Yakni anak kalimat yang satu menjadi
penjelas anak kalimat yang lain, lalu kedua ada perpanjangan di mana
anak kalimat satu menjadi perpanjangan anak kalimat yang lain. Ketiga,
25
mempertinggi dalam hal ini anak kalimat yang satu posisinya lebih besar
dari anak kalimat lain.
3. Representasi dalam Rangkaian Antar Kalimat
Aspek ini berhubungan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih
dirangkai ataupun disusun. Representasi ini berhubungan dengan
bagaimana kalimat yang lebih menonjol dibandingkan dengan yang
lain.Aspek penting perlu dicermati ialah apakah partisipan dianggap
mandiri atau ditampilkan memberi reaksi dalam teks. Penempatan susunan
kalimat secara implisit menunjukkan praktik yang ingin disampaikan oleh
wartawan.
4. Relasi
Aspek ini berhubungan dengan bagaimana partisipasi dalam
media berhubungan dan ditampilkan dalam teks. Di sini media dianggap
sebagai suatu arena sosial, di mana semua kelompok, golongan, dan
khalayak saling berhubungan menyampaikan versi gagasan dan
pendapatnya.Fairclough membagi tiga kategori partisipan utama dalam
media, yakni wartawan (redaktur, pembaca berita, reporter), khalayak
media dan partisipan publik (politisi, pengusaha, tokoh masyarakat,
ilmuan, dll). Titik perhatian dari analisis hubungan ialah bagaimana pola
hubungan di antara ketiga aktor ini ditampilkan dalam teks. Analisis
tentang konstuksi hubungan ini dalam media sangat penting dan signifikan
terlebih jika dihubungkan dengan konteks sosial. Analisis dalam hubungan
ini penting dalam dua hal. Pertama, media merupakan ruang sosial dimana
tiap–tiap kelompok yang ada saling mengungkapkan pendapat dan
gagasan serta mencari pengaruh agar diterima oleh publik. Kedua, analisis
hubungan juga penting untuk melihat bagaimana khalayak diposisikan
dalam pemberitaan.
26
5. Identitas
Aspek identitas melihat bagaimana identitas wartawan
ditampilkan dan dikonstruksi dalam teks pemberitaan. Penulis akan
melihat bagaimana wartawan memposisikan diri dan mengidentifikasi
dirinya dengan kelompok sosial yang terlibat. Setelahnya penulis juga
akan mengidentifikasi partisipan publik dan khalayak dalam teks
(Eriyanto, 2001:290-305).
3.7 Intertekstualitas
Intertekstualitas adalah istilah di mana teks dan ungkapan dibentuk
melalui teks yang ada sebelumnya, saling menanggapi dan mengantisipasi satu
dengan yang lainnya. Menurut Bakhtin yang dikutip Fairclough, semua ungkapan
dari semua jenis teks seperti laporan ilmiah, novel dan berita di bedakan oleh
perubahan dari pembicara dan ditujukan dengan pembicara atau penulis
sebelumnya. Setiap ungkapan dihubungkan oleh suatu rantai komunikasi, dan
semua pernyataan didasarkan dan mendasari teks lain. Gagasan Bakhtin yakni
wacana bersifat dialogis, dimana penulis teks pada dasarnya tidak berbicara
dengan dirinya sendiri dan menyuarakan dirinya sendiri, ia berhadapan dengan
suara lain, teks lain. Fairclough sendiri menyitir teori intertekstualitas Bakhtin
tersebut untuk mengetahui gambaran bagaimana wartawan sebagai pemroduksi
teks juga menghadapi aneka suara yang ada, lalu bagaimana wartawan
menampilkan suara-suara yang ada, hingga pandangan banyak pihak itu
dihadapkan dengan suaranya sendiri yang akan ditampilkan dalam bentuk teks
berita.
Intertekstual sendiri pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian besar, yakni
manifest intertectualy yang merupakan bentuk intertekstualitas di mana teks yang
lain atau suara yang lain muncul secara eksplisit dalam teks. Ada beberapa jenis
manifest intertectualy yakni representasi wacana, pengandaian, negasi, ironi, dan
metadiscourse. Lalu yang kedua ada interdiscursivity di mana teks lain atau suara
yang lain mendasari konfigurasi elemen. Fairclough sendiri menjabarkan
beberapa elemen dari interdiskursif ini sebagai genre, tipe aktivitas dan wacana.
27
Elemen-elemen ini dapat di rangking karena elemen ini saling menjelaskan
elemen yang lain. Analisis ini melihat tentang cara wartawan menampilkan
pemikirannya sendiri dianatara banyak pemikiran dan pandangan dalam suatu teks
berita (Eriyanto, 2001:305-316).
3.8 Analisis Praktik Wacana (Discourse Practice)
Analisis praktik wacana ini memfokuskan perhatian pada produksi dan
konsumsi teks. Teks dibentuk melalui suatu praktik diskursus, yang menentukan
bagaimana teks akan diproduksi. Fairclough membagi dua sisi praktik diskursus
ini yakni, produksi teks (pihak media) dan konsumsi teks (pihak khalayak).
Intinya analisis ini ingin melihat bagaimana suatu teks diproduksi dan bagaimana
suatu teks tersebut dikonsumsi. Sehingga akan dilihat setidaknya tiga aspek
penting yang mempengaruhinya, yakni sisi individu wartawan, lalu hubungan
wartawan dengan struktur organisasi media (semua pihak baik anggota redaksi
hingga bidang lain salam satu media seperti periklanan, dll) dan praktik kerja
(rutinitas kerja) dari produksi berita dari pencarian berita, penulisan, editing
hingga berita tersebut muncul. Ketiga pihat tersebut saling terkait satu dengan
yang lain dalam memproduksi wacana berita (Eriyanto, 2001:316-320)
3.9 Analisis Praktik Sosial Budaya (Sociocultural Practice)
Analisis praktik sosial budaya didasarkan pada asumsi bahwa kontes sosial
yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana muncul dalam
media.analisis teks, analisis praktik wacana dengan kondisi sosial budaya yang
ada. Teks dapat saja merepresentasikan ideologi yang ada di suatu negara, daerah,
atau ideologi kelompok tertentu. Kondisi sosial budaya di sini tidak hanya ranah
daerah, nasional namun dapat mencakup internasional. Menurut fairclough,
hubungan praktik sosial budaya dengan teks terjadi tidak langsung, namun
dimediasi oleh praktik wacana yang ada. Fairclough pun membagi tiga level
analisis pada praktik sosial budaya sebagai berikut.
28
1. Situasional
Teks dihasilkan dalam suatu kondisi suatu suasana yang khas,
unik, sehingga berbeda dengan suatu teks yang lain. Jika wacana dipahami
sebagai suatu tindakan, maka tindakan yang sebenarnya ialah respon
terhadap konteks sosial tertentu. Setiap peristiwa tentu dibalut dengan
konteks situasional yang khas, yang dipengaruhi oleh nuansa dan emosi
tertentu.
2. Institusional
Level Institusional melihat bagaimana intitusi organisasi
mempengaruhi praktik produksi wacana. Institusi di sini bias berasal dari
diri media sendiri, dan juga dapat berasal dari kekuatan-kekuatan eksternal
yang dapat menentukan proses produksi berita. Faktor institusiyang
penting ialah institusi yang berhubungan dengan ekonomi media, karena
produksi berita tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ekonomi. Pertama,
tentu pengiklan menentukan keberlangsungan hidup media. Kedua,
khalayak pembaca dalam industry modern ditujukkan dengan data-data
seperti oplah dan rating, sehinnga wartawan yang memproduksi berita
harus menciptakan “berita yang baik” yang dapat disukai banyak orang.
Sehingga tak jarang untuk menarik perhatian dilakukan dramatisasi isu
hingga menarik minat banyak orak. Ketiga adanya persaingan antar media.
Pada dasarnya media memperebutkan khalayak dan pengiklan yang sama
serta berhadapan dengan peristiwa yang sama. Keempat, adanya intervensi
dari pemilik modal (pemilik media), di mana kepemilikan disini harus
dihubungkan secara luas dengan kapitalisme yang ada di berbagai bidang.
Dan kelima adanya institusi politik. Institsi politik ini mempengaruhi
kehidupan dan kebijakan media.
3. Sosial
Fairclough menegaskan bahwa wacana yang muncul di media
ditentukan oleh perubahan masyarakat. Aspek sosial lebih melihat ke
Top Related