49
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Hasil Penelitian
1. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Terdakwa Dalam Tindak Pidana Yang
Menyebabkan Matinya Orang Lain Pada Kasus Kecelakaan Lalu
Lintas Oleh Hakim Pengadilan Negeri Salatiga.
Dalam penelitian ini, penulis akan memaparkan perkara kealpaan
yang menyebabkan matinya orang lain, sehingga tampak bagaimana
penerapan sanksi pidana antara Pasal 359 KUHP dan Pasal 310 ayat 4 UU
No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ bagi terdakwa yang menyebabkan
matinya orang lain pada kecelakaan lalu-lintas oleh Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga.
a. Putusan I
Putusan nomor : 98/Pid.B/2009/PN. Sal. Nama : Muhamad Rifan bin Slamet Riyadi Tempat/tanggal lahir : Kab. Semarang / 7 Februari 1978 Jenis kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Desa Sraten Rt. 01 / Rw. II, Kec. Tuntang,
Kab. Semarang. Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SD Dakwaan :
Bahwa terdakwa Muhamad Rifan bin Slamet Riyadi pada hari
Senin tanggal 8 Juni 2009 sekira jam 22.45 WIB, bertempat di
jalan umum tepatnya Jl. Solo-Semarang/ Jl. Fatmawati didepan
warung makan Sate Waris Blotongan Sidorejo Kota Salatiga
50
atau setidak-tidaknya di tempat lain yang termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Salatiga, karena kesalahannya
(kurang hati-hatinya) telah menyebabkan matinya orang lain.
Dengan kronologis sebagai berikut: Senin tanggal 8 Juni 2009
sekiranya jam 19.45 WIB terdakwa mengemudikan kendaraan
bermotor jenis pick up Nopol H-1707-RG berangkat dari Suruh
Kabupaten Semarang membawa ayam potong menuju ke batas
kota Salatiga, sesampainya di Jl. Fatmawati depan warung
makan Sate Waris Blotongan Sidorejo Kota Salatiga, terdakwa
melihat ada mobil yang tidak terdakwa kenal melintas dari arah
Semarang menuju Solo mendahului mobil yang tidak terdakwa
kenal pula sejauh + 150 meter dengan menggunakan jalur jalan
yang sedang terdakwa lintasi. Dalam situasi yang tidak diduga
tersebut terdakwa bereaksi dengan melakukan pengereman
mendadak dalam kecepatan + 60 km/jam. Tanpa
memperhitungkan kondisi ban kendaraan yang telah gundul,
situasi/keadaan jalan yang cukup ramai, jalan licin karena
sedang hujan gerimis dan batas pandang tidak maksimal
sehingga kendaraan yang terdakwa kemudikan hilang
keseimbangan dan berbalik ke sisi kanan menyeberang masuk
jalur Semarang-Solo hingga kendaraan terbalik dan bersamaan
dengan itu melintas kendaraan berupa sepeda motor suzuki
dengan Nopol H-4287-KB, karena tidak menguasai akhirnya
51
pengendara motor tersebut hilang keseimbangan dan tidak bisa
mengendalikan laju kendaraan dengan baik hingga akhirnya
menghantam pick up Nopol H-1707-RG yang terdakwa
kemudikan, yang berakibat kendaraan sepeda motor dengan
pengemudi bernama Kusmojiarto terjatuh dari sepeda motor dan
terpelentang di jalan sekitar setengah meter dari trotoar hingga
jatuh terlentang. Akibat perbuatan terdakwa tersebut, korban
Kusmojiarto mengalami luka-luka sebelum akhirnya meninggal
tanggal 9 Juni 2009 jam 11.07 WIB sebagaimana hasil Visum Et
Repertum No.586/PW/P/VI/2009 tanggal 15 Juni 2009 yang
ditanda-tangani oleh Dr. Dion Sulistyo (Dokter Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta). Perbuatan terdakwa sebagaimana di
atur dan di ancam pidana dalam Pasal 359 KUHP.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 20 Oktober 2009, yang
pada pokok perkaranya berpendapat dan menuntut dengan memohon
agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Salatiga memeriksa, mengadili
dan menjatuhkan sebagai berikut:
a. Menyatakan terdakwa Muhamad Rifan bin Slamet Riyadi bersalah
melanggar Pasal 359 KUHP.
b. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Muhamad Rifan bin
Slamet Riyadi dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua)
bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan.
c. Untuk memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum mengajukan
barang bukti persidangan, berupa: 1 (satu) unit Kmb Pick Up
Nopol. H-1707-RG merk Mitsubishi warna hitam tahun 2005,
52
1 (satu) lembar STNK Nopol. H-1707-RG atas nama Budi SM,
1 (satu) lembar SIM B1 atas nama Muhamad Rifan dan 1 (satu)
unit sepeda motor merk suzuki RC 100 tahun 2002 Nopol. H-
4287-KB tahun 2002 warna hitam, 1 (satu) lembar STNK Nopol
H-4287-KB atas nama Kusmujiarto, 1 (satu) lembar SIM C atas
nama Kusmujiarto.
d. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara.
Berdasarkan tuntutan pidana tersebut, selanjutnya Majelis
Hakim sebelum menjatuhkan putusannya memberikan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Unsur barang siapa: menurut undang-undang menunjuk kepada
subjek hukum yaitu orang yang melakukan tindak pidana dan
dapat dipertanggung-jawabkan dalam keadaan sehat jasmani dan
rohani dalam persidangan yang dimaksud adalah terdakwa
Muhamad Rifan bin Slamet Riyadi dimana terdakwa selaku subjek
hukum telah mampu bertanggung-jawab menurut hukum dan
perbuatannya tidak ditemukan adanya hal-hal yang dapat dinilai
adanya alasan pemaaf dan pembenaran.
b. Unsur kealpaan atau kelalaian; kurang hati-hati atau lalai, kurang
waspada, sembrono, teledor saat mengendarai/mengemudikan
kendaraan.
c. Unsur menyebabkan orang lain meninggal dunia; yaitu unsur yang
menjadi musabab langsung dari keadaan-keadaan karena kealpaan
dari terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan ;
Bahwa terdakwa sebagai sopir yang telah berpengalaman selama 16 tahun lebih seharusnya memiliki kepekaan terhadap situasi jalan raya dan memiliki naluri sifat berhati-hatian yang sangat tinggi karena sudah tentu mengetahui akibatnya banyak orang yang cedera di jalan
53
raya atau nyawa melayang akibat perbuatan seperti yang dilakukan terdakwa.
Hal-hal yang meringankan :
a. Terdakwa masih muda sehingga diharapkan dapat memperbaiki kelakuannya di kemudian hari.
b. Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga.
Putusan : Pada hari senin tanggal 26 Oktober 2009 oleh Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga dibantu panitera pengganti dan dihadiri oleh penuntut
umum dalam Persidangan yang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh
terdakwa.
Mengadili :
a. Menyatakan terdakwa Muhamad Rifan bin Slamet Riyadi telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana, karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain.
b. Menjatuhkan pidaha terhadap terdakwa tersebut diatas dengan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan.
c. Menetapkan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya.
d. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.
e. Menyatakan barang-barang bukti, berupa:
1) 1 (satu) unit sepeda motor merk suzuki RC 100 tahun 2002
Nopol. H-4287-KB tahun 2002 warna hitam, 1 (satu) lembar
STNK Nopol H-4287-KB atas nama Kusmujiarto, 1 (satu)
lembar SIM C atas nama Kusmujiarto dikembalikan kepada
pemilik/Krisni Widayati bin Huri.
2) 1 (satu) unit Kmb Pick Up Nopol. H-1707-RG merk
Mitsubishi warna hitam tahun 2005, 1 (satu) lembar STNK
54
Nopol. H-1707-RG atas nama Budi SM, 1 (satu) lembar SIM
B1 atas nama Muhamad Rifan dikembalikan kepada pemilik
melalui terdakwa.
3) Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp.1.000,-(seribu rupiah).
b. Putusan II
Putusan nomor : 111/Pid.B/2009/PN. Sal. Nama : Anat Partono bin Iskak Sudarsono Tempat/tanggal lahir : Salatiga / 26 Februari 1962 Jenis kelamin : Laki-laki. Kewarganegaraan : Indonesia. Alamat : Perum Mojosongo Permai Rt. 02 Rw. II, Kel.
Mojosongo, Kec. Mojosongo, Kab. Boyolali. Agama : Islam. Pekerjaan : Swasta/sopir bis PO. Rajawali. Pendidikan : SMA. Dakwaan :
Bahwa terdakwa Anat Partono bin Iskak Sudarsono pada hari
Jumat tanggal 31 Juli 2009 sekira jam 13.45, bertempat di depan
penjagaan Batalyon 411 Jalan Veteran Kota Salatiga atau setidak-
tidaknya di suatu tempat lain yang termasuk dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Salatiga karena kesalahannya (kurang hati-
hatinya) telah menyebabkan orang lain meninggal dunia. Dengan
kronologis sebagai berikut: Pada hari Jumat tanggal 31 Juli 2009
sekiranya jam 13.45 WIB terdakwa dengan mengemudikan bus
Rajawali Nopol AD-1560-CA berjalan dari arah Semarang menuju
Solo. Sesampainya di komplek Batalyon 411 Salatiga terdakwa
bermaksud mendahului kendaraan bermotor yang ada didepannya
dengan melanggar marka jalan bergaris lurus, dan ketika posisi
55
kendaraan yang dikemudikan terdakwa berada di sisi kanan marka
jalan terdakwa melihat ada kendaraan bermotor yang tidak dikenal
melaju dari arah berlawanan dan pada saat yang bersamaan sepeda
motor Yamaha Nopol H-6790-EV yang dikendarai oleh Nuryanti
(korban) berusaha mendahului kendaraan yang ada didepannya.
Dalam situasi tersebut terdakwa tidak dapat mengendalikan laju
kendaraanya hingga kemudian berusaha menghindar ke sisi kiri
marka, akan tetapi bagian samping kiri belakang bis yang
dikendarai terdakwa membentur sepeda motor Yamaha Nopol H-
6790-EV yang dikendarai Nuryanti hingga Nuryanti jatuh dari
sepeda motor dan terpental di jalan. Akibat perbuatan terdakwa
tersebut korban Nuryanti meninggal dunia sebagaimana visum et
repertum No.445/386/PA/07/2009 tanggal 3 Agustus 2009 yang
ditanda-tangani oleh Dr. Oriza Sativa dokter RSU Puri Asih Kota
Salatiga. Perbuatan terdakwa sebagaimana di atur dan di ancam
pidana dalam Pasal 359 KUHP.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 23 Oktober 2009, yang
pada pokok perkaranya berpendapat dan menuntut dengan memohon
agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Salatiga mengadili perkara ini
dan memutuskan, sebagai berikut:
a. Menyatakan terdakwa Anat Partono bin Iskak Sudarsono telah
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perpuatan pidana
“Karena Salahnya Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”
sebagaimana tersebut dalam dakwaan melanggar Pasal 359
56
KUHP.
b. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Anat Partono bin Iskak
Sudarsono dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga)
bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan
perintah terdakwa tetap berada dalam tahanan.
c. Menyatakan barang bukti, berupa:
- 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Yupiter Nopol H-6790-EV
beserta STNK dikembalikan kepada ahli waris
korban/Suyatman.
- 1 (satu) unit bus Rajawali Nopol AD-1560-CA.
- 1 (satu) lembar STNK bus Rajawali/PO. Rajawali Nopol
AD-1560-CA atas nama Krisdjanto alamat Jl. Ir. Juanda 133
Jebres Solo dikembalikan ke PO. Rajawali/Krisdjanto.
- 1 (satu) buah SIM BII Umum atas nama terdakwa Anat
Partono dikembalikan kepada terdakwa.
d. Menetapkan agar terdakwa Anat Partono bin Iskak Sudarsono
membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus
rupiah).
Berdasarkan tuntutan pidana tersebut, selanjutnya Majelis
Hakim sebelum menjatuhkan putusannya memberikan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Unsur barang siapa; dalam perkara ini adalah subjek di dalam
tindak pidana atau sebagai dadeer (pelaku) yang mampu untuk
mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya serta tampak
sehat baik jasmani maupun rohani, dalam hal ini adalah terdakwa
Anat Partono bin Iskak Sudarsono dengan identitas.
b. Unsur kealpaan atau kelalaian; undang-undang tidak memberi
penjelasan pengertian lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud
dengan kealpaan, akan tetapi menurut hukum pidana, kealpaan
ditentukan 2 (dua) hal yaitu: tidak ada sifat hati-hati yang
57
diharuskan oleh hukum dan tidak ada sifat menduga-duga yang
diharuskan oleh hukum. Dalam hal ini terdakwa terlalu ceroboh
dan kurang berhati-hati.
c. Unsur menyebabkan orang lain meninggal dunia; yaitu unsur yang
menjadi musabab langsung dari keadaan-keadaan karena kealpaan
dari terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa telah menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Hal-hal yang meringankan : a. Terdakwa sopan dan belum pernah di hukum. b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga
melancarkan jalannya persidangan serta menyesalinya. c. Terdakwa telah memberikan bantuan kepada keluarga korban
Nuryanti dan telah ada pernyataan perdamaian.
Putusan : Pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2009 oleh Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga dibantu panitera pengganti dan dihadiri oleh penuntut
umum dalam Persidangan yang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh
terdakwa.
Mengadili :
a. Menyatakan terdakwa Anat Partono bin Iskak Sudarsini terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Karena Kealpaannya Menyebabkan Orang Lain Mati.
b. Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa, oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan.
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d. Memerintahkan agar terdakwa tetap di tahan.
e. Menetapkan barang bukti, berupa:
58
- 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Yupiter Nopol
H-6790-EV.
- 1 (satu) buah STNK Nopol H-6790-EV. Dikembalikan kepada
ahli waris korban/saksi Suyatman bin Nuryadi.
- 1 (satu) unit bus Rajawali Nopol AD-1560-CA.
- 1 (satu) lembar STNK bus Rajawali/PO. Rajawali Nopol
AD-1560-CA atas nama Krisdjanto alamat Jl. Ir. Juanda 133
Jebres Solo. Dikembalikan ke PO Rajawali/Krisdjanto.
- 1 (satu) buah SIM BII Umum atas nama terdakwa Anat
Partono, dikembalikan kepada terdakwa.
- Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
c. Putusan III
Putusan nomor : 140/Pid.B/2010/PN. Sal. Nama : Mohamad Muhlisin bin Juremi Tempat/tanggal lahir : Kab. Boyolali / 07 Desember 1979 Jenis kelamin : Laki-laki. Kewarganegaraan : Indonesia. Alamat : Dusun Karangmojo RT.03 RW.01, Kel.
Karangmojo, Kec. Klego, Kab. Boyolali. Agama : Islam. Pekerjaan : Sopir. Dakwaan :
Bahwa terdakwa Mohamad Muhlisin bin Juremi (Alm) pada hari
Kamis tanggal 29 Juli 2010 sekira jam 22.35 WIB, bertempat di
Jalan Soekarno-Hatta perempatan Tingkir Kec. Tingkir, Kota
Salatiga atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga mengemudikan
kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan
kecelakaan sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia
59
dengan kronologis sebagai berikut: Pada hari Kamis tanggal 29
Juli 2010 sekiranya jam 22.30 WIB terjadi kecelakaan lalu lintas
diperempatan tingkir dari arah Solo menuju Suruh antara truk
Nopol AD-1485-JD dikemudikan oleh terdakwa dengan sepeda
motor honda Nopol H-3206-QB dari arah Salatiga menuju Solo.
Pada saat itu lampu menyala hijau detik ke 26, kecepatan 40
km/jam, tidak berhenti karena lampu hijau. Pada saat truk akan
belok sepeda motor sudah bergerak dari arah Salatiga. Sepeda
motor korban sempat mengerem namun kendaraan yang
dikendarai terdakwa tidak bisa menghindar dan terjadilah
kecelakaan. Terdakwa sudah mengerti bahwa lampu hijau
diperempatan tingkir bisa menyala bersama-sama dari arah Solo
dan dari arah Semarang. Karena terdakwa ingin mendahului maka
segera berbelok. menurut pasal 112 ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009
ditegaskan bahwa :
“pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, disamping dan dibelakang kendaraan serta memberikan isyarat lampu petunjuk arah atau isyarat tangan berlaku ketika jalur lurus sama-sama lampu menyala hijau.” Akibat perbuatan terdakwa tersebut korban Adi Supriyanto
meninggal dunia sebagaimana visum et repertum No.370/1486
tanggal 29 Juli 2010 yang ditanda-tangani oleh Dr. Yenni di RSU
Salatiga, setelah mengalami perawatan penderita di rujuk ke RS.
Dr. Oen Solo Baru Sukoharjo kemudian meninggal dunia
60
dipertegas dalam visum et repertum No. 948/A/SB/RM/VIIV2010
tanggal 20 Agustus 2010 ditandatangani Dr. Dhian Prasetyo A dan
diketahui Dr. Wibowo Sadajana M.Kes.
Perbuatan terdakwa sebagaimana di atur dan di ancam pidana
dalam Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 29 Nopember 2010, yang
pada pokok perkaranya memohon agar Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga mengadili dan memutuskan perkara ini, sebagai berikut:
a. Menyatakan terdakwa Mohamad Muhlisin bin Juremi (Alm) telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melalukan tindak
pidana “Karena Kelalaiannya Mengemudikan Kendaraan
Bermotor Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas Yang
Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia” diatur dan diancam
pidana menurut Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dalam dakwaan
tunggal.
b. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Mohamad Muhlisin bin
Juremi (Alm) dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan
dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
c. Menetapkan barang bukti, berupa:
- 1 (satu) unit kendaraan bermotor truk Nopol AD-1485-JD.
- STNK kendaraan bermotor jenis truk Nopol AD-1485-JD atas
nama Rohmad K. Alamat Karangmojo RT.03 RW.01
Karangmojo Klego Boyolali Tahun 1991, warna kuning, No.
Ka: FEII9003103, No. Sin: Ad34COY3103. Dikembalikan
kepada pemiliknya yang berhak.
- SIM B-1 atas nama Mohamad Muhlisin yang dikeluarkan oleh
61
Satlantas Polres Purwodadi. Dikembalikan kepada terdakwa.
- 1 (satu) sepeda motor Honda Nopol H-3206-QB.
- STNK sepeda motor Nopol H-3206-QB atas nama Adi
Supriyanto alamat Jl. Imam Bonjol 89 RT.03 RW.01 Sidorejo
Lor Salatiga Tahun 2007 warna hitam biru No. Ka:
MH1JB51137K894393, No. Sin: JB51E1882015.
- SIM C atas nama Adi Supriyanto yang dikeluarkan Polres
Salatiga. Dikembalikan kepada ahli waris korban Adi
Supriyanto.
d. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkaran sebesar
Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
Berdasarkan tuntutan pidana tersebut, selanjutnya Majelis
Hakim sebelum menjatuhkan putusannya memberikan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Unsur setiap orang; dalam perkara ini adalah siapapun juga yang
dapat menjadi subjek hukum dan mampu bertanggungjawab dalam
hal ini adalah pelaku dari tindak pidana, sesuai dengan fakta yang
terungkap dipersidangan baik melalui keterangan saksi-saki dan
keterangan terdakwa sendiri menunjuk kepada pelalku dari tindak
pidana ini yaitu Mohamad Muhlisin bin Juremi (Alm).
b. Unsur kesalahan/kelalaian : kekuarang hati-hatian atau lalai,
kurang waspada, sembrono atau teledor. Kealpaan ditentukan 2
(dua) hal yaitu tidak ada sifat hati-hati dan tidak ada sifat
menduga-duga yang diharuskan oleh hukum. Dalam hal ini
terdakwa terlalu ceroboh dan kurang berhati-hati.
c. Unsur menyebabkan orang lain meninggal dunia; yaitu unsur yang
menjadi musabab langsung dari keadaan-keadaan karena kealpaan
dari terdakwa.
62
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.
Hal-hal yang meringankan :
a. Terdakwa menyesali perbuatannya.
b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.
c. Terdakwa belum pernah di hukum.
Putusan :
Pada hari Senin tanggal 6 Desember 2010 oleh Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga dibantu panitera pengganti dan dihadiri oleh penuntut
umum dalam Persidangan yang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh
terdakwa.
Mengadili :
a. Menyatakan terdakwa Mohamad Muhlisin bin Juremi (Alm)
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Karena Kelalaiannya Mengemudikan Kendaraan
Bermotor Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas yang
Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”.
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut, dengan pidana
penjara selama 5 (lima) bulan.
c. Memerintahkan agar lamanya terdakwa di dalam tahanan
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
e. Menetapkan agar barang bukti, berupa:
- 1 (satu) unit kendaraan bermotor truk Nopol AD-1485-JD.
- STNK kendaraan bermotor jenis truk Nopol AD-1485-JD atas
nama Rohmad K. Alamat Karangmojo RT.03 RW.01
Karangmojo Klego Boyolali Tahun 1991, warna kuning, No.
Ka: FEII9003103, No. Sin: Ad34COY3103. Dikembalikan
63
kepada pemiliknya yang berhak.
- SIM B-1 atas nama Mohamad Muhlisin yang dikeluarkan oleh
Satlantas Polres Purwodadi. Dikembalikan kepada terdakwa.
- 1 (satu) sepeda motor Honda Nopol H-3206-QB.
- STNK sepeda motor Nopol H-3206-QB atas nama Adi
Supriyanto alamat Jl. Imam Bonjol 89 RT.03 RW.01 Sidorejo
Lor Salatiga Tahun 2007 warna hitam biru No. Ka:
MH1JB51137K894393, No. Sin: JB51E1882015.
- SIM C atas nama Adi Supriyanto yang dikeluarkan Polres
Salatiga. Dikembalikan kepada ahli waris korban Adi
Supriyanto.
- Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar
Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
c. Putusan IV
Putusan nomor : 185/Pid.B/2010/PN. Sal. Nama : Sutomo bin Purwo Martono Tempat/tanggal lahir : Klaten / 25 nopember 1961 Jenis kelamin : Laki-laki. Kewarganegaraan : Indonesia. Alamat : Tombol RT.01 RW.08 Desa Dalangan, Kec.
Tulung, Kab. Klaten. Agama : Islam. Pekerjaan : Swasta. Dawaan :
Bahwa terdakwa Sutomo bin Purwo Martono pada hari Rabu
tanggal 24 Nopember 2010 sekira jam 04.30 WIB, bertempat di Jalan
Osamaliki dekat LPK Aquarius Jetis, Kel. Sidorejo Lor, Kec. Sidorejo,
Kota Salatiga atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga karena kelalaiannya
telah menyebabkan orang lain meninggal dunia dengan kronologis
64
sebagai berikut: Terdakwa dengan mengemudikan bus Rosalia Indah
Nopol AD-1490-DA warna putih kombinasi jurusan Jakarta-Solo
melintas di Jl. Osamaliki di depan LPK Aquarius Salatiga dengan
kecepatan + 60-70 km/jam, dalam keadaan situasi jalan yang menurun
dan menikung. Bus yang dikemudikan terdakwa berjalan terlalu ke
kanan hingga melebihi garis marka jalan ±1,5 meter dan saat itu
terdakwa juga tidak membunyikan klakson. Dari arah berlawanan
muncul sepeda motor Honda Nopol AD-2867-TE warna hitam merah
yang dikendari Suparno. Karena terdakwa saat mengemudikan tidak
memperharikan kondisi jalan yang menurun dan menikung serta tidak
membunyikan klakson dan tidak mengurangi kecepatan sehingga bus
yang dikemudikan terdakwa menabrak sepeda motor yang dikendarai
korban Suparno hingga jatuh terpental diatas trotoar. Akibat perbuatan
terdakwa, korban meninggal dunia di RSUD Kota Salatiga sesuai
dengan visum et repertum No.370/2139 tanggal 24 Nopember 2010
yang ditanda-tangani oleh Dr. Lina Nur Irmawati.
Perbuatan terdakwa sebagaimana di atur dan di ancam pidana
dalam Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang pada pokok perkaranya
berpendapat dan menuntut dengan memohon agar Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Salatiga mengadili perkara ini dan memutuskan,
sebagai berikut:
a. Menyatakan terdakwa Sutomo bin Purwo Martono secara sah dan
meyakinkan telah terbukti melakukan perbuatan pidana “yang
65
mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan orang lain
meninggal dunia” sebagaimana tersebut dalam dakwaan
melanggar Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009.
b. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa Sutomo bin Purwo
Martono dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan
dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah
terdakwa tetap ditahan.
c. Menyatakan barang bukti, berupa:
- 1 (satu) unit mobil bus Nopol AD-1490-DA warna putih.
- 1 (satu) lembar STNK AD-1490-DA atas nama Suroso/ PO.
Bus Rosalia Indah dikembalikan kepada Suroso/ PO. Rosalia
Indah.
- SIM BI Umum atas nama Sutomo dikembalikan kepada
terdakwa.
- 1 (satu) unit sepeda motor Honda Nopol AD-2867-TE.
- 1 (satu) lembar STNK Nopol AD-2867-TE atas nama
Suparno.
- 1 (satu) lembar SIM C atas nama Suparno, dikembalikan
kepada istri korban atas nama Sri Martini.
d. Menetapkan agar terdakwa Sutomo bin Purwo Martono membayar
biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
Berdasarkan tuntutan pidana tersebut, selanjutnya Majelis
Hakim sebelum menjatuhkan putusannya memberikan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Unsur setiap orang; dalam perkara ini adalah subjek di dalam
tindak pidana atau sebagai dadeer (pelaku) yang mampu untuk
mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya serta tampak
sehat baik jasmani maupun rohani, dalam hal ini adalah terdakwa
66
Sutomo bin Purwo Martono dengan identitas.
b. Unsur mengemudikan kendaraan bermotor; setiap kendaraan yang
digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan
yang berjalan diatas rel, sedangkan yang dimaksud kealpaan ialah
kekuarang hati-hatian atau lalai, kurang waspada, sembrono atau
teledor. Kealpaan ditentukan 2 (dua) hal yaitu tidak ada sifat hati-
hati yang diharuskan oleh hukum dan tidak ada sifat menduga-
duga yang diharuskan oleh hukum. Dalam hal ini terdakwa
menjadi sopir Bus Rosalia Indah sudah lama dan mempunyai SIM
B I Umum, tindakan terdakwa terlalu ceroboh dan kurang berhati-
hati.
c. Unsur karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal
dunia; yang dimaksud dengan kealpaan/kelalaian dalam hal ini
undang-undang tidak memberi penjelasan pengertian lebih lanjut
mengenai apa yang dimaksud dengan kealpaan, akan tetapi
menurut hukum pidana diharuskan oleh hukum pidana, kealpaan
ditentukan 2 (dua) hal sebagai berikut: tidak ada sifat hati-hati
yang diharuskan oleh hukum dan tidak ada sifat menduga-duga
yang diharuskan oleh hukum. Dalam unsur ini tidak dimaksud
sama sekali oleh terdakwa atas kematian tersebut akibat dari
kurang hati-hatinya atau lalainya terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa sudah menyebabkan orang lain meninggal dunia.
Hal-hal yang meringankan :
a. Terdakwa sopan dan belum pernah di hukum.
b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga
melancarkan jalannya persidangan serta menyesalinya.
c. Terdakwa telah memberikan bantuan kepada keluarga korban
Suparno dan telah terjadi perdamaian.
67
Putusan :
Pada hari Rabu tanggal 26 Januari 2011 oleh Hakim Pengadilan Negeri
Salatiga dibantu panitera pengganti dan dihadiri oleh penuntut umum
dalam Persidangan yang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh
terdakwa.
Mengadili :
a. Menyatakan terdakwa Sutomo bin Purwo Martono terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Karena
Kelalaiannya Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia.
b. Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa, oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan.
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d. Memerintahkan agar terdakwa tetap di tahan.
e. Menetapkan barang bukti, berupa:
- 1 (satu) mobil bus Nopol AD-1490-DA warna putih.
- 1 (satu) lembar STNK Nopol AD-1490-DA atas nama
Suroso/PO. Rosalia Indah.
Dikembalikan kepada Suroso/PO. Rosalia Indah.
- SIM BI Umum atas nama terdakwa Sutomo, dikembalikan
kepada terdakwa.
- 1 (satu) unit sepeda motor Honda Nopol AD-2867-TE.
- 1 (satu) lembar STNK Nopol AD-2867-TE atas nama
Suparno.
- 1 (satu) lembar SIM C atas nama Suparno.
Dikembalikan kepada istri korban atas nama Sri Martini.
f. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
68
2. Pertimbangan Hakim Dalam Menerapkan Sanksi Pidana Dalam
Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Yang Menyebabkan Matinya Orang
Lain.
Didalam putusan dapat dilihat pertimbangan Hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap para pelaku/terdakwa pada kasus kecelakaan
lalu lintas didalam faktanya sebagai berikut :
1. Pada Putusan I dan II: Menimbang berdasarkan keterpenuhan
unsur, yaitu unsur barang siapa, unsur kelalaian dan unsur yang
menyebabkan orang lain meninggal dunia, dan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan.
2. Pada Putusan III dan IV: Sama dengan Putusan I dan II Hakim
menimbang berdasarkan keterpenuhan unsur, yaitu unsur barang
siapa, unsur kelalaian dan unsur yang menyebabkan orang lain
meninggal dunia, dan hal-hal yang memberatkan dan
meringankan.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Hakim Pengadilan
Negeri Salatiga yaitu Prasetya Nugroho, SH., M.Kn hal-hal yang menjadi
pertimbangan hakim dalam pemidanaan terhadap terdakwa dalam perkara
kecelakaan lalu lintas pada pokoknya adalah hal yang meringankan dan
memberatkan terdakwa, yaitu:56
a. Faktor yang meringankan hukuman, sebagai berikut: 1) Terdakwa belum pernah di hukum, hal ini membuktikan bahwa
terdakwa bukan merupakan seorang penjahat kambuhan/residivice. 2) Terdakwa mengakui secara terus terang atas perbuatannya. 3) Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan. 4) Terdakwa menyesali perbuatannya.
56 Hasil wawancara pada saat penelitian tanggal 23 Mei 2012
69
5) Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga. 6) Terdakwa sebagai satu-satunya sumber kehidupan keluarga. 7) Usia terdakwa masih muda. 8) Terdakwa telah lanjut usia. 9) Adanya perdamaian antara terdakwa dengan keluarga korban. 10) Terdakwa juga mengalami cacat dan luka fisik. 11) Kesalahan terdakwa dinilai bukan unsur kesengajaan melainkan
unsur kealpaan. b. Faktor yang memberatkan hukuman, sebagai berikut:
1) Terdakwa sudah pernah di pidana dalam kasus yang sama. 2) Terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit sehingga
menyulitkan jalannya pemeriksaan. 3) Terdakwa berlaku tidak sopan dalam persidangan. 4) Terdakwa tidak menyesali perbuatannya. 5) Terdakwa hendak melarikan diri. 6) Terdakwa tidak memiliki SIM yang sah dan sesuai peruntukannya. 7) Terdakwa tidak meminta maaf kepada keluarga korban. 8) Belum adanya bantuan dari terdakwa kepada keluarga korban. 9) Terdakwa mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk. 10) Terdakwa tidak mengontrol kondisi kendaraan sebelum
dikemudikan. 11) Terdakwa dalam mengemudikan kendaraannya tidak mematuhi
peraturan (melihat situasi dan kondisi jalan dan/atau berkendara di jalan raya).
Penjatuhan pidana bagi terdakwa dalam kasus kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan matinya orang lain pada awalnya mengacu pada
Pasal 359 KUHP seiring perkembangan di bidang hukum diganti dengan
Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009. Secara filosofis hakim tidak
mengetahui, akan tetapi secara pasal mengetahui dan menyimpulkan
bahwa antara Pasal 359 KUHP dan Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun
2009 intinya sama tentang kelalaian hanya berbeda dalam penjatuhan
pidananya saja.57 Selain itu, setelah diundangkannya UU No. 22 Tahun
2009 tidak secara spesifik mempertajam bahwa hakim harus menghukum
57 Hasil wawancara dengan Prasetya Nugroho, SH, M.Kn selaku Hakim Pengadilan Negeri Salatiga yang pernah memutus kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain pada 23 Mei 2012.
70
pelaku lebih berat lagi karena konsideran mengandung pengertian yang
umum. Yang paling terpenting yaitu bagaimana terjadinya (kasuitis) atau
kejadian di lapangan yang menentukan bagaimana nantinya hakim akan
menjatuhi pidana.58
Berdasarkan ditemukannya beberapa kasus kecelakaan lalu lintas
sebelum diberlakukannya UU No. 22 Tahun 2009 terdapat kecenderungan
penjatuhan pidana lebih ringan. Menurut Prasetya Nugroho, SH, M.Kn
menyatakan sebenarnya inti dari Pasal 359 KUHP dan Pasal 310 ayat 4
UU No. 22 Tahun 2009 adalah sama, dari sisi perubahan hanya berubah
pasalnya saja dan undang-undang tidak menentukan batas minimal
penjatuhan pidana hanya batas maksimal. Akan menjadi tidak adil untuk
pelaku apabila dalam kasus kecelakaan lalu lintas (kelalaian) dijatuhi
pidana yang lebih berat hanya karena adanya perubahan Undang-undang.
Sedangkan kesalahannya sama atau tidak jauh berbeda dengan pelaku
dalam perkara kasus kecelakaan lalu lintas yang diadili sebelum adanya
perubahan Undang-undang. Jadi selama materi perbuatannya sama,
meskipun terdapat perubahan Undang-undang tetap menggunakan
pertimbangan yang sama dalam penjatuhan pidana.59
Apabila terdapat kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
matinya orang lain terjadi sebelum ada perubahan undang-undang dan
dipidana sesudah terjadi perubahan peraturan maka hakim dalam
menjatuhkan pidana mendasarkan pada ketentuan lama dengan merujuk
pada ketentuan baru (Pasal 359 KUHP jo Pasal 310 ayat 4 UU No. 22
58 Ibid. 59 Hasil wawancara hakim Pengadilan Negeri Salatiga pada 29 Mei 2012.
71
Tahun 2009).60
Ditinjau segi pemidanaan terutama dalam kasus kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan matinya orang lain hakim tidak terpengaruh oleh
perubahan pasal yang semula menggunakan Pasal 359 KUHP menjadi
Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009. Penjatuhan pidana sangat
tergantung pada posisi perkara, dalam hal ini hakim bebas menentukan
berat dan ringannya hukuman (diskresi hakim).61
Penjatuhan sanksi pidana dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan matinya orang lain setelah berlakunya UU No. 22 Tahun
2009, di pidana penjara dan tidak ada denda karena melihat dari materi
perbuatan yaitu kelalaian. Walaupun dalam Pasal 310 ayat 4 UU No. 22
Tahun 2009 terdapat kemungkinan penjatuhan pidana kumulatif, pidana
denda tidak pernah. Kecuali jika pelaku dalam kasus kecelakaan lalu lintas
perbuatannya adalah hal yang seharusnya dapat dia sadari sebelumnya
untuk dapat dicegah, seperti: secara sadar kendaraan yang dikemudikan
tidak layak jalan atau secara sengaja melanggar rambu lalu-lintas maka
pada pelaku dapat dikenakan pidana kumulatif.62
60 Hasil wawancara Adhi Satrija Nugroho, SH selaku hakim Pengadilan Negeri Salatiga pada 29 Mei 2009.
61 Ibid. 62 Hasil wawancara Adhi Satrija Nugroho, SH selaku hakim Pengadilan Negeri Salatiga
pada 29 Mei 2009.
72
B. Analisis
1. Perubahan Undang-undang Dalam Perkara Kecelakaan Lalu Lintas
Yang Menyebabkan Mati
Perkara-perkara kecelakan lalu-lintas yang menyebabkan
korbannya meninggal dunia, sebelum adanya perubahan undang-undang,
dalam menjatuhi pidana hakim mengacu pada Pasal 359 KUHP, dan
setelah adanya perubahan undang-undang mengacu pada Pasal 310 Ayat 4
UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain
memiliki perbedaan bentuk sanksi pidana, dari kedua pasal tersebut juga
berbeda inti yang terkandung didalamnya. Dalam Pasal 359 KUHP yang
bunyinya,
“ Barang siapa karena kesalahanya (kealphaanya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun “
Dapat dilihat bahwa didalam Pasal tersebut tidak terdapat
pembatasan kesalahan/kelalaian atas jenis perbuatan yang dilakukan
terdakwa. Jadi didalam Pasal 359 KUHP mengatur segala kesalahan
(kealphaan) atas apapun perbuatan yang dilakukan termasuk kealphaan
yang berkaitan dengan kecelakan lalu-lintas menyebabkan matinya orang
lain. Seiring perkembanganya muncul UU no.22 Tahun 2009 LLAJ
menggantikan UU no.14 Tahun 1992 LLAJ, yang didalamnya terdapat
Pasal 310 Ayat 4 yang berbunyi,
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
73
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Pasal tersebut mengatur tentang kealphaan berkaitan dengan
perbuatan yang menyebabkan korban meninggal dunia khususnya pada
perkara kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan matinya orang lain.
Mengapa kelalaian dalam hal kecelakaan lalu-lintas pengaturanya lebih
spesifik dikarenakan kelalaian adalah hal yang semestinya bisa dihindari
karena dalam berlalu-lintas telah ada peraturan dan rambu-rambu lalu-
lintas yang dimaksudkan untuk mengatur tertib lalu-lintas termasuk
menghindari bahaya kecelakaan. Setelah ada Pasal 310 Ayat (4) UULAJ
No.22 Tahun 2009 maka jika sanksinya dibandingkan dengan Pasal 359
KUHP dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pasal 310 Ayat (4) sanksinya lebih berat karena ancaman pidana
penjaranya lebih berat jika dibandingkan dengan Pasal 359 KUHP
yaitu dalam Pasal 310 Ayat (4) ancaman pidananya 6 tahun penjara
sedangkan pada Pasal 359 KUHP hanya 5 tahun penjara.
b. Dalam Pasal 310 Ayat (4) memungkinkan pidana kumulatif berupa
pidana penjara dan denda, tetapi Pasal 359 KUHP berupa pidana
alternatif, yaitu pidana penjara atau pidana kurungan.
c. Sementara itu Pasal 310 Ayat (4) dapat juga dipandang lebih ringan
dari Pasal 359 KUHP karena menurut Pasal 310 Ayat (4)
dimungkinkan hanya dijatuhi pidana denda, sedangkan menurut Pasal
359 KUHP tidak mungkin dijatuhkan pidana denda.
d. Memperhatikan perbuatan yang diatur dalam Pasal 310 Ayat (4)
adalah khusus berkaitan dengan kealphaan dalam berlalu lintas yang
menyebabkan matinya orang lain dan Pasal 359 KUHP mengatur
74
kealphaan dalam segala perbuatan, maka Pasal 310 Ayat (4)
merupakan “Lex Specialist” dan Pasal 359 KUHP merupakan “Lex
Generalis”, sehingga untuk penerapanaya mendasarkan pada asas
preverensi “Lex Specialist derogat Lex Generalis”.
2. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Terdakwa Dalam Tindak Pidana
Yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Pada Kasus Kecelakaan
Lalu Lintas Oleh Hakim Pengadilan Negeri Salatiga.
Sebelumnya yang perlu diketahui bahwa didalam persidangan
hal-hal yang mesti dipertimbangkan hakim adalah :
- keterpenuhan unsur
- terbukti atau tidaknya perbuatan
- unsur kesalahan pelaku
- tujuan pemidanaan
- faktor yang memberatkan dan meringankan
maka selanjutnya dapat dilihat didalam putusan apakah hakim telah
memutus berdasarkan pertimbangan sesuai dengan tersebut diatas :
a. Putusan I dan II :
Dalam putusan I dan II peristiwa terjadi sebelum
diundangkanya UULAJ No.22 Tahun 2009 dan diputus setelahnya, tetapi
pada penjatuhan pidananya hakim masih mengacu pada Pasal 359 KUHP,
jelas bahwa hakim menerapkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP
yaitu “Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah
perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang
paling menguntungkanya.” (dalam hal ini Pasal 359 KUHP dianggap lebih
menguntungkan dari Pasal 310 Ayat 4 UULAJ). Dalam ke dua putusan
75
tersebut tidak dicantumkan tujuan pemidanan secara eksplisit, hanya
terkandung didalamnya seperti kalimat “ dipandang sudah tepat dan
telah memenuhi rasa keadilan “. Dalam wawancara hakim mengatakan
jika pelaku dalam kasus kecelakaan lalu lintas perbuatannya adalah hal
yang seharusnya dapat dia sadari sebelumnya untuk dapat dicegah, seperti:
secara sadar kendaraan yang dikemudikan tidak layak jalan atau secara
sengaja melanggar rambu lalu-lintas maka pada pelaku dapat dikenakan
pidana kumulatif. Akan tetapi bila melihat kronologis kejadian dalam
putusan I dan II pidana kumulatif tidak pernah dijatuhkan dimana pelaku
dalam kedua putusan tersebut semestinya dapat mencegah dan menyadari
bahwa kendaraan yang dikemudikan tidak layak jalan seperti ban yang
telah gundul dan melanggar marka jalan.
Tujuan pemidanaan didalam kedua putusan tersebut adalah
lebih kepada pembalasan terhadap perbuatan pelaku. Dalam penjatuhan
pidana dapat dilihat hakim telah menimbang berdasarkan keterpenuhan
unsur dalam Pasal 359 KUHP, terdakwa telah terbukti karena kelalaianya
telah menyebabkan kematian orang lain. Dari kedua kasus tersebut di atas
dapat penulis jelaskan bahwa majelis hakim dalam mengambil keputusan,
sebagai berikut:
- Walaupun kasus yang dihadapi oleh majelis hakim ini sama yaitu
tindak pidana kelalaian/kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal
359 KUHP, tetapi dalam penjatuhan pidana terdapat perbedaannya.
Perbedaan penjatuhan pidana didasarkan pada tingkat kelalaiannya
dari terdakwa, porsi perkara dan individualisasi pidana.
76
- Putusan hanya mengandung tujuan pemidanaan. Tujuan dari
pemidanaan tidak terungkap secara eksplisit (dengan jelas) dan
tidak selalu dicantumkan.
b. Putusan III dan IV
Dalam kedua perkara dalam putusan III dan IV telah diputus
berdasarkan ketentuan dalam Pasal 310 Ayat (4) UULAJ No.22 Tahun
2009. Memperhatikan dari uraian kasus ini, dalam putusan juga tidak
tercantum tujuan pemidanaan yang tidak tampak secara eksplisit dan
hanya terkandung didalamnya yaitu adanya kalimat “telah cukup
memenuhi rasa keadilan serta sesuai dengan kadar perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa” dan “dipandang sudah tepat dan
memenuhi rasa keadilan”. Walaupun didalam hasil wawancara
hakim mengatakan bahwa akan menjadi tidak adil untuk pelaku
apabila dalam kasus kecelakaan lalu lintas (kelalaian) dijatuhi pidana
yang lebih berat hanya karena adanya perubahan Undang-undang.
Sedangkan kesalahannya sama atau tidak jauh berbeda dengan pelaku
dalam perkara kasus kecelakaan lalu lintas yang diadili sebelum
adanya perubahan undang-undang. Akan tetapi bila melihat dari
penjatuhan pidana kepada terdakwa didalam kedua putusan tersebut
yang cenderung lebih ringan jika dibanding dengan saat hakim masih
mengacu pada Pasal 359 KUHP, penulis merasa belum cukup apabila
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan serta sesuai dengan kadar
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terutama karena telah
menyebabkan matinya orang lain.
77
2. Pertimbangan Hakim Dalam Menerapkan Sanksi Pidana Terhadap
Terdakwa Pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Yang Menyebabkan
Matinya Orang Lain.
Hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan wawancara
dengan hakim terkait dengan kasus kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan matinya orang lain dalam tulisan ini, maupun studi
kepustakaan dari dokumen yang terkait maka penulis berpendapat bahwa
sebelum menetapkan atau menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dalam
tindak pidana hakim terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa hal.
Seperti: fakta-fakta pada persidangan, pertimbangan yuridis dan non
yuridis, individualisasi pidana, keadaaan dan latar belakang keluarga
terdakwa serta hal-hal lain yang terkait dalam tindak pidana yang
dilakukan terdakwa.
Dari keempat putusan kasus kecelakaan lalu lintas tersebut
penjatuhan hukuman bagi para terdakwa sangat tergantung pada proses
hukumnya. Hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi para pelaku
didasarkan pada pembuktian dan keyakinan dari hakim, selain dari hal-hal
yang memberatkan dan meringankan. Hal ini, menjadi tolok ukur dari
berat ringannya bagi pelaku/terdakwa.
Adapun analisis hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri
Salatiga, akan penulis paparkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil dari wawancara langsung dengan hakim Pengadilan
Negeri Salatiga, hakim mengatakan bahwa inti dari Pasal 359 KUHP
78
dan Pasal 310 Ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan adalah sama dan hanya berbeda penjatuhan pidananya
saja. Pendapat penulis : Memang Pasal 359 KUHP dan 310 Ayat 4
sama-sama mengatur tentang kealpaan, akan tetapi intinya berbeda.
Pasal 359 KUHP mengatur segala hal yang disebabkan kealpaan atau
kelalaian, sedangkan Pasal 310 Ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur tentang kealpaan yang
menyebabkan kecelakaan lalu-lintas saja, jadi sifatnya lebih spesifik
dan terfokus.
2. Hakim menjelaskan bahwa setelah diundangkannya UU No.22
Tahun2009 tidak secara spesifik mempertajam bahwa hakim harus
menghukum pelaku lebih tinggi atau lebih keras lagi. Yang penting
bagi hakim adalah bagaimana terjadinya peristiwa (kasuistis) atau
kejadian dilapangan yang menjadikan pertimbangan hakim dalam
menjatuhi pidana. Hakim mengatakan bahwa jika terdapat kasus
kecelakaan lalu-lintas yang menyebabkan matinya orang lain terjadi
sebelum adanya perubahan undang-undang dan diputus setelah adanya
perubahan undang-undang maka hakim menerapkan undang-undang
yang baru karena hakim mengacu pada asas lex specialist derogate lex
generalist (peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang
umum). Menurut penulis pendapat hakim tersebut seolah
mengesampingkan Pasal 1 Ayat 2 KUHP dimana pasal tersebut yang
semestinya menjadi acuan bagi hakim dalam memutus perkara yang
79
terjadi sebelum diundangkan undang-undang baru dan diputus
setelahnya dan pendapat hakim tersebut tidak sesuai dengan putusan I
dimana pada prakteknya hakim memutus perkara dengan tetap
mengacupada Pasal 1 Ayat 2 KUHP.
3. Pengaruh Perubahan Undang-Undang Dalam Menerapkan Sanksi
Pidana Terhadap Terdakwa Pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas
Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia.
Didalam KUHP telah diatur mengenai tindak pidana
kealpaan/kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain, akan tetapi
dalam hal kealphaan/kelalaian yang menyebabkan kecelakaan lalu-lintas
yang berakibat kematian orang lain telah diatur lebih spesifik didalam UU
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didalam Pasal
310 ayat 4.
Sesuai yang telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya bahwa inti
dari Pasal 359 KUHP dan 310(4) UULAJ no.22 Tahun 2009 adalah
berbeda walaupun sama-sama mengatur tentang kelalaian, selain itu
bentuk pidananya pun berbeda. Dalam Pasal 359 KUHP bentuk pidanaya
alternatif, sedangkan dalam Pasal 310 (4) bentuk pidanaya kombinasi
(alternatif dan kumulatif). Dari perbedaan tersebut tentu memiliki maksud
dan tujuan, terlebih Pasal 310(4) UULAJ adalah lex specialist dari Pasal
359 KUHP. Dalam Bab ii telah dijelaskan tentang teori perubahan
undang-undang bahwa hukum harus selalu mengikuti perkembangan, dan
bila ada perubahan undang-undang, maka undang-undang sebelumnya
80
dianggap tidak lagi adil bila masih diterapkan, dengan kata lain munculnya
Pasal 310 Ayat 4 UULAJ menggantikan Pasal 359 KUHP dalam memutus
perkara kecelakaan lalu-lintas yang menyebabkan mati tentu bermaksud
karena Pasal 359 KUHP dianggap tidak lagi adil jika diterapkan dalam
tindak pidana kelalaian didalam kecelakaan lalu-lintas yang menyebabkan
kematian orang lain. Tujuan dari UULAJ no. 22 Tahun 2009 tertulis
secara jelas dalam dalam Pasal 3 UULAJ No.22 Tahun 2009 :
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Dari tujuan diatas dapat dilihat bahwa adanya Pasal 310(4) UULAJ
sudah tentu inti dari tujuanya adalah menciptakan keamanan berlalu-lintas.
Mengapa mesti ada pengaturan khusus tentang kelalaian yang terpesifik
pada kecelakaan lalu lintas saja, dikarenakan dalam berlalu lintas yang
paling berpotensi terjadi akibat kecelakaan. Diharapkan adanya pasal
tersebut dapat lebih mengurangi angka kecelakaan lalu-lintas yang
berpotensi akan hilangnya nyawa. Akan tetapi bila melihat pada faktanya,
melihat pada putusan-putusan hakim, seolah tidak ada pengaruh dari
perubahan undang-undang. Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai
hakim dalam memutus sebelum dan setelah adanya perubahan undang-
undang kurang lebih sama, seolah tidak tampak maksud dan tujuan dari
81
perubahan undang-undang. Ditinjau dari segi penjatuhan pidana terhadap
terdakwa setelah adanya perubahan undang-undang cenderung lebih
ringan.
Setelah diundangkannya UU No. 22 Tahun 2009 didalam
prakteknya memang tidak secara spesifik mempertajam hakim
menghukum pelaku/terdakwa lebih berat, yang lebih difokuskan adalah
akibat dari pemidanaan itu sendiri. Oleh karena itu, penjatuhan pidana
dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain
terhadap pelaku/terdakwa tidak selalu sama tetapi disesuaikan dengan
materi perbuatannya yang merupakan murni kelalaian/kealpaan.
Penjatuhan pidana terhadap terdakwa adalah kebebasan hakim
(diskresi hakim) akan tetapi seperti yang dijelasakan dalam bab
sebelumnya bahwa hakim harus memperhatikan tiga faktor yang
sebaiknya diterapkan secara poporsional sesuai tujuan hukum yaitu
keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Ketiga hal tersebut adalah untuk
bersama dalam arti bahwa keadilan bukan hanya dalam porsi hakim tapi
harus sesuai dengan tuntutan keadilan didalam masyarakat, kepastian
untuk masyarkat akan suatu hukum yang tegas hingga menimbulkan suatu
kemanfaatan dalam kehidupan bersama.
Seperti yang tercantum dalam bab ii mengutip dari UU No. 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 5 Ayat 1 :
“Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup didalam masyarakat”.
82
Bahwa pada intinya pertimbangan hakim dalam kasus
kecelakaan lalu-lintas yang menyebabkan mati ukuran yang dilihat dan
dipertimbangkan bukan pada berat atau ringanya pidana yang dijatuhkan
akan tetapi tujuan dari pemidanaan itu sendiri harus sesuai dengan porsi
keadilan didalam masyarakat, memberi kepastian pada masyarakat bahwa
dari pemidanaan dapat berakibat efek jera bagi pelaku hingga memberi
rasa aman di masyarakat, dan tercipta suatu kemanfaatan dari pemidanaan
yaitu tertib berlalu lintas.
Top Related