39
BAB III
PEMIKIRAN ANTHONY GIDDENS
TENTANG HUMANISME
A. Riwayat Hidup dan Karya - Karyanya.
Anthony Giddens lahir di Edmonton, London utara pada tahun
1938. Ketika belajar di London School of Economics, ia mengambil tesis
tentang masalah sosiologi olah raga. Di tempat pendidikannya itu dia telah
menjadi direkturnya. Di Universitas Manchester tempat awalnya mengajar
ia bertemu dengan Nobert Elias dengan karya-karya yang sangat
mempengaruhi sebagai pengajar di King College of Cambridge dan
Universitas California (Santa Barbara).1
Giddens juga menjadi anggota kehormatan pada King College
dan Profesor Sosiologi pada universitas Cambridge. Sepanjang dua
dasawarsa silam ia telah menerbitkan lebih dari dua puluh buku dan
meneguhkan dirinya sendiri sebagai pemikir terkemuka. Tulisan-tulisan
Giddens mengkombinasikan suatu pemahaman (keterangan) yang seksama
atas karya-karya klasik dengan kepekaan terhadap isu-isu teori sosial
kontemporer terpenting. Ia menempatkan kedua arah perhatian tersebut
bersama-sama dalam arahan suatu proyek yang mempersatukannya. Proyek
ini mencakup identifikasi dan kritik-kritik terhadap kelemahan pemikiran
tradisional serta pengembangan cara menteorikan isu-isu yang masih kabur
atau dilalaikan dalam kerangka menjabarkan realitas sosial sehingga bisa
dipahami dengan menggunakan pendekatan yang tidak monolitik.2
Audien Internasionalnya terus bertambah (bukunya telah
diterjemah kedalam dua puluh dua bahasa). Mungkin di Prancis kurang
begitu dikenal. Dari dua puluh karyanya baru dua diantaranya diterjemah
1 Anthony Giddens, Tranformation of Intimacy (Seksualitas, Cinta, Erotisme
Dalam Masyarakat Modern), Terj. Riwan Nugroho, Fresh Book, Jakarta, hal. 256-257. 2 Peter Beilharz, Teori Teori Sosial (Observasi Kritis Terhadap Para Filosof
Terkemuka), Terj. Sugit Jatmiko, Alen & Unwin pty Ltd, Yogyakarta, 2002, hal. v.
40
ke dalam bahasa Prancis. Pada tataran pemikiran, proyeknya ternyata
melewati posisi tradisional antara sosiologi determinis dan sosiologi
individualis. Pada tataran politik, ia dianggap sebagai teoretisi dan pusat
“radikalisme” (radical center) yang menolak aliran tradisional kiri dan
kanan yaitu liberalisme ala Thatcher dan referensi lama sosialisme dari
partai buruh.3
Anthony Giddens adalah direktur London School Of Economics
(LSE). Dia adalah seorang penulis yang sangat produktif. Karya-karya
tulisannya sendiri ataupun editingnya telah lebih dari 30 judul dan telah
diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Kiprah intelektual Anthony
Giddens sangat mengagumkan ia telah menumbuhkan minat dari banyak
kalangan untuk menelaah lebih jauh segala dimensi pemikirannya, di antara
terdapat empat jilid buku yang ditulis secara khusus untuk membahas
pemikiranya.4
Di antara buku yang relatif baru dan segar ialah The
Consequences Of Modernity (1989), Modernity and Self Identity (1991),
The Tranformation Intimacy (1992), Beyond Left and Right (1994),
Defence of Sociology ( 1996 ), The Third Way (1998), dan Runaway World
(1999).5
Buku Third Way bisa diposisikan sebagai buku cerdas yang paling
menyedot perhatian banyak kalangan, dari kelompok akademis hingga
politisi internasional. Di antara mereka adalah Tony Blair (PM Inggeris)
dan Gerhard Schoeder (Kanselir Jerman) yang mempraktekkan pemikiran-
pemikiran genius Anthony Giddens dalam kebijakan politik mereka. 6
3 Anthony Giddens, Daniel Bell, Michael Forca, Sosiologi (Sejarah dan
Berbagai Pemikiranya), Terj. Ninik Rocchani Sjams,Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2004, hal. 189.
4 Anthony Giddens, Beyond Left And Right; Tarian Ideologi Alternatif Di antara Pusara Sosialisme dan Kapitalisme,Terj. Imam Khoiri, Ircisod, Yogyakarta, 2003, hal. 403.
5 Ibid. , hal. 404. 6 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan Kritik - Kritiknya, Terj.Imam Khoiri,
Ircosod, Yogyakarta, 2000, hal.182.
41
Buku Beyond Left and Right, merupakan salah satu pilar penting
yang telah mengantarkan Anthony Giddens berlabuh ke dermaga
konseptual yang terkandung dalam the third way tersebut. Dengan kata lain
pemikiran Anthony Giddens tentang the third way tidak bisa dilepaskan
dari genealogi historis yang merekam semua gejolak paradigmatik dalam
buku Beyond left And Right. 7
B. Kritik Anthony Giddens Terhadap Sosialisme dan Kapitalisme
Gagalnya sosialisme dan kapitalisme menjadi ideologi yang
memberikan referensi secara tidak memuaskan dalam mewujudkan sistem
sosial. Tetapi lebih dari itu, kegagalan tersebut harus diberi “ kartu merah “
harus diusir dari lapangan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu, ideologi
dunia harus memiliki nafas baru, semangat baru, dengan corak ajaran dan
konsep kunci mengenai konsep kehidupan yang bernaung di bawah nilai
kemanusiaan.8
Sosialisme dan kapitalisme secara sendiri tidaklah mampu
meyelesaikan persoalan dunia seperti sekarang ini. Keduanya terlalu optimis
bisa memberikan jawaban persolan yang ada dan menjamin terbentuknya
masyarakat masa depan. Sementara dunia sekarang berada pada tahap
radical modernity sedangkan keduanya masih berakar pada enlightenment.
Pembaharuan pemikiran dalam menjelaskan dunia modern harus
disesuaikan dengan kontek zaman sehingga pemikiran abad 18
(enlightenment) harus dipahami dalam ranah dunia yang sedang mengalami
perubahan pesat (radical modernity) sebuah istilah yang digunakan Giddens
untuk menyebut post modernisme 9
Pembelaan yang dilakukan oleh keduanya menjadi bukti kenaifaan
atas persolan dunia yang kian tidak terkendali. Giddens mengajak kita
7 Anthony Giddens, Beyond Left And Righ….. Op. cit, hal. 404. 8 Maksum, Mencari Ideologi Alternatif (Polemik Agama Pasca Ideologi
Menjelang Abad 21, Mizan, Bandung, 1995. hal. 54. 9 Lihat Anthony Giddens, The Third Way (Jalan Ketiga;Pembaharuan
Demokrasi Sosial ), Terj. Ketut Arya Mahardika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hal. xix.
42
berfikir untuk kembali merumuskan visi dan gerak kita menghadapi
perubahan dunia. Sikap cerdas disarankan Giddens untuk keluar dari sikap
apologis yang cenderung membela kiri atau kanan tetapi lebih pada upaya
kreatif bagaimana meredakan ketegangan dan mencari solusi tata dunia baru
yang lebih manusiawi.10
Di sinilah sebenarnya titik menarik Giddens dalam membaca
realitas sosial yang ada bukan sekedar menolak atau menerima tetapi lebih
memberikan tawaran dan memberikan ruang dialog dalam rangka
memperkaya khasanah pemikiran dunia. Proses dialog yang dilakukan
Giddens dapat dilihat ketika ia mencari sintesis tentang keharusan untuk
mengkritisi globalisasi karena tidak semata-mata hanya menimbulkan
dampak negatif tetapi tidak berarti kita menerima apa adanya. Kesiapan
untuk memberikan jalan terbaik menjadi fokus sehingga kita tidak terjebak
pada fanatisme faham tetapi berupaya memberikan solusi alternatif terhadap
kebuntuan yang ada.11
Penyelesaian masalah di dunia tidak sekedar pembelaan kita
kepada kiri dan kanan tetapi bagaima kita membangun masyarakat dalam
kerangka elegan tidak dalam posisi berhadap-hadapan, tetapi mencari titik
temu yang lebih segar dan membangun. Baik kiri maupun kanan tidak
mampu menyentuh berbagai persolan sosial yang ada seperti perceraian,
lingkungan, homoseksual, imigran dan masalah lainnya yang membutuhkan
kerangka kerjasama dengan berbagai pihak. 12
Baik sosialisme maupun kapitalisme tidak bisa melepaskan diri
dari pendekatan konflik. Keduanya mempuyai klaim yang hanya
melahirkan pengkutuban pandangan seperti yang terjadi pada sosialisme
sebagai reaksi terhadap bahaya kapitalisme.13 Sosialisme percaya
10 Ibid., hal. xix.. 11 Ibid., hal. xix. 12 Ibid ., hal. xxi. 13 Abdul Munir Mulkhan, Moral Politik Santri (Agama dan Pembebasan
Kaum Tertindas, Erlangga, Jakarta, hal. 60.
43
perubahan harus dilakukan dengan konflik dengan menghancurkan kelas
penindas sehingga tercipta tatanan masyarakat yang adil.
Masyarakat kapitalis memiliki persolan yang besar yang belum
menunjukkan tanda-tanda menghilang, bahkan bertambah buruk. Pasar
bebas tentu akan memberi pertumbuhan ekonomi di masa depan, tetapi
juga kemerosotan ekonomi yang besar. Kapitalisme pasar bebas memiliki
sifat yang ganas, sebagaimana terjadi pada abad 19 di bawah selogan
laissez-faire. Kegagalan kapitalisme mendorong kolektivisme dan orang
barat harus mengalami kegagalan sistem itu. Sehingga diperlukan
pemikiran baru yang bisa merespon permasalahan kontemporer.14
Giddens menyadari persaingan yang tidak sehat bisa saja timbul
dari para pemilik modal yang mengakibatkan tersingkirnya kaum lemah
karena keterbatasan pengetahuan, modal dan kesempatan yang disebabkan
oleh dominasi kaum pemodal sehingga sistem ini rentan dengan
ketimpangan sosial yaitu pertumbuhan hanya terpaku pada yang kuat.15
Persaingan bebas (laissez Faire) sebuah ungkapan Prancis dalam
sistem kapitalisme membuat produsen berusaha mencapai efisiensi setinggi
mungkin dan mencapai produk sebesar-besarnya untuk bisa bertahan.16
Prinsip tersebut memungkinkan orang mengeruk keuntungan bagi dirinya.
Filsafat seperti ini tidak menganggap Tuhan turut capur terhadap segala
aktivitas manusia. 17
Mengacu pada Adam smith; perjuangan hidup dalam ekonomi
adalah persaingan bebas (free competition) yang diberlakukan bagi
pengusaha dan masyarakat pada umumnya. Jika setiap pengusaha bersaing
secara bebas maka yang diuntungkan adalah konsumen dan masyarakat
14 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir (Konsep, Ragam, Kritik Dan Masa
Depan), Terj.Ali Noer Zaman,Qalam, Yogyakarta, 2004, hal. 466.
15 Maksum, loc, cit., hal. 20. 16 Dawam Raharjo, Islam dan Tranformasi Sosial Ekonomi, Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, Pustaka Pelajar , Yogyakarta, hal. 83. Dawam 83 17 Adi Sasono, Solusi Islam Atas Problem Umat, Gema Insani Press, Jakarta,
1998, hal. 35 - 36.
44
secara umum. Asumsi ini sejalan dengan dengan kepercayaan bahwa
apabila setiap orang dibiarkan untuk mencapai kepentingannya dirinya
sendiri (self Inters) maka situasi ini akan menghasilkan kebaikan bagi
masyarakat secara keseluruhan.18
Kompetisi bebas menjadi hal yang ditekankan kaum kapitalis dalam
rangka mengejar dan meningkatkan kemakmuran. Sehingga mereka
berkeyakinan pada kekuatan pasar yang mampu mengarahkan perilaku
produsen tentang barang apa yang seharusnya diproduksi. Barang dan jasa
menjadi indikator apakah sumber daya telah habis atau masih banyak. Kalau
harga murah berarti barang masih memadai. Kalau barang mahal berarti
langka. Orang akan tertarik menanamkan modal bila harga tinggi dan
menguntungkan. Oleh karena itu harga menjadi tanda apa yang harus
diproduksi. Itulah alasan mengapa kaum kapitalis tidak menghendaki peran
negara dalam kegiatan ekonomi. Serahkan semua pada pasar yang akan
dibimbing oleh “invisible hand ” sehingga masyarakat mendapat berkah dari
keputusan individual itu. Dan akhirnya kekayaan yang ada pada segelintir
orang akan menetes ke bawah (trickle down) kepada anggota masyarakat
lain.19 Giddens menegaskan hal tersebut tidak pernah terjadi, yang ada
hanya kesenjangan dan keserakahan belaka yang berujung pada tragedi
kemanusiaan.
Persaingan bebas yang diharapkan menjadi keberkahan justru
menjadi ancaman berbahaya karena mengakibatkan eksploitasi gila-gilaan.
Bukan alam, bukan pula manusia. Pasarlah yang mengendalikan kebutuhan
manusia. Lewat korporasi raksasa seperti Bank Dunia, IMF juga WTO.
Mantra rekolonisasi, penjajahan dan penindasan didengungkan. Maka
dengarkan rintihan Erich Form (1995) : “ Kini manusia tidak lagi berkutik
di hadapan berhala materialisme, kediktatoran uang, anomistis dan
perbudakan. Materialisme fundamentalis telah menjebak manusia dalam
belenggu elienasi (keterasingan, kesunyian manusia dari Tuhan, sesama
18 Dawam Raharjo, op. cit, hal. 83. 19 Dr. Mansour Fakih, Bebas Dari Neoliberalisme, Insist Press, Yogyakarta,
2003, hal. 5.
45
manusia dan lingkungan) dan sinisme. Lagu-lagu kebebasan yang
didengungkan secara “ berisik ” itu telah menghantarkan manusia dalam
bahaya pasca fasisme, yakni ketika gelombang masyarakat urban hasil
konstruksi teknokratis, manusia dipaksa untuk mengembara namun tidak
dipersiapkan untuk kembali. 20
Di sinilah sesungguhnya kegagalan kapitalisme, kata Anthony
Giddens (1998), terlampau yakin orang mampu mengendalikan dunia hanya
dengan memandang dunia sebagai hamparan padang pasir yang luas dengan
janji kudus demokratisasi dan keadilan sosial. Padahal kita tidak tahu di
mana kita berada dan apa yang sedang kita lakukan. Meminjam istilah
Jurgen Habermas, letupan-letupan perkembangan yang disertai ketidak
terdugaan-nya (die nue unubersichtlichkeit).21
G. W. F Hegel dan Karl Marx mengatakan sekalipun sejarah
berputar sebagai siklus tetapi ahirnya sejarah dan peradaban akan berhenti
pada suatu titik di mana liberal state telah tercapai. Sedangkan Marx
melalui determinisme sejarah dengan faktor ekonomi, menyebutkan
comunisme society merupakan puncak peradaban sebagai akibat dari
kebobrokan kapitalisme yang tidak lagi ditolerir.22
Marx, Hegel, Fukuyama berangkat dari sejarah filsafat sebagai
proses dialektik atau proses evolusi. Pandangan ini menekankan bahwa
sesuatu tesis akan muncul antitesis dan ahirnya sintesis. Pada giliran
sintesis akan menjadi tesis kembali dan timbul antitesis lalu sintesis bagitu
seterusnya. Ada contradictio in terminis dalam tesis pemikiran ketiga yaitu
anggapan bahwa sejarah (peradaban) tidak ada lagi peradaban yang lain
karena sudah mencapai puncak (berakhir) setelah ketiga puncak peradaban
terwujud23
20 Lihat Muhidin M Dahlan dalam Mohammad hatta, Sosialisme Religius Suatu
Jalan Keempat, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2000, hal. ix. 21 Ibid., hal. x. 22 Francis Fukuyama, Sejarah Telah Berahir The End Of History, Terj.Ahmad
Farid Ma’ruf,Yogyakarta, Ircisod, 2003, hal. 12. 23 Ibid., hal12.
46
Setiap sejarah masyarakat sampai saat ini adalah semata-mata
sejarah perjuangan kelas manifesto komunis (1848) yang disebabkan
kesenjangan yang terjadi antara kelompok-kelompok sosial yang ada.
Berawal dari silih bergantinya konflik sebagaimana dicetuskan Marx dalam
rangka menciptakan kondisi yang lebih baik. Antagonisme menjadi tanda
antara kelas proletar dengan kelas borjuis yang berdiri dengan kepentingan
berlawanan.24
Teori evolusi mempresentasikan “ narasi agung “ meski tidak selalu
terilhami secara teologis. Menurut evolusionisme “sejarah” dapat
dikisahkan dalam “alur cerita“ yang menciptakan gambaran berkembangnya
peristiwa yang serba kacau balau . Sejarah “dimulai“ dari kebudayaan
berburu dan mengumpulkan yang kecil dan terisolasi bergerak menuju
masyarakat bercocok tanam menuju kebudayaan agraris yang memuncak
pada kebudayaan modern di barat. Sejarah tidak mempunyai bentuk
menyeluruh, Lyotar dan pemikir lain mendekosntruksi evolusionisme sosial
berarti menemukan bahwa sejarah tidak bisa dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh yang mencerminkan tranformasi.25
Giddens memahami sejarah bukanlah linier bukan pula siklis yang
berayun bagai pendulum, sejarah laksana kawanan orang yang mabuk. Kita
berada dalam kondisi hidup yang membosankan yang berhuyung kekanan
dan kekiri, bergerak zig-zag memburu utopia. Utopia adalah apa yang
diidamkan kebalikan dari apa yang menyengsarakan atau apa yang lebih
dari kondisi yang kita hidupi. Politik adalah panggilan agung untuk
mewujudkan itu.26
Pandangan Mark tidak sepenuhnya diterima Giddens sepeti teori
evolusioner, menilai perubahan mempunyai arah yang tetap di mulai dari
awal sampai ahir bila tahap ahir selesai maka selesailah evolusi (Auguste
24 Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Terj. Daniel Dhakidae, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hal. 189. 25 Anthony Giddens, Konsekuensi - konsekuensi Modernitas, Terj.Nurhadi, Tiara
Wacana, Yogyakarta, 2005, hal. 6 -7. 26 http://www.geocities.com/fronnasional/jalan ketiga sebagai utopia.htm
47
comte: hukum tiga tahap, Herber Spenser teori evolusi Darwin yang kuat
akan menjadi pemenang. 27
Benturan antara tesis dan antitesis sendiri dalam sejarah terwujud
sebagai perang atau pemberontakan yang menimbulkan pemikiran bahwa
kemajuan manusia selalu timbul akibat perang atau kekerasan yang tidak
terhindarkan tetapi menguntungkan28.
Pertentangan kelas bukanlah satu-satunya alasan terjadinya
masalah sebab kaum marxis selalu menempatkan segalanya sebagai bentuk
pertentangan kelas. Giddens tidak percaya segala persoalan kejahatan di
dunia disebabkan oleh pertentangan kelas antara kapitalis dengan proletar.
Kaum kapitalis benar menyengsarakan kaum buruh tetapi diragukan mereka
meyebabkan timbulnya perlawanan dari pembela perlawanan pembela
kelestarian alam, kaum pembela perdamaian, kaum pembela demokrasi
tidak serta merta demikian. Negara mempuyai kepentingan yang otonom
dari para kapitalis dalam menjalankan pengawasan atau surveillance itu.29
Gagasan radikalisme politik pada dasarnya berawal dari ide
sosialisme, radikal berarti gerakan melepaskan diri dari cengkraman masa
lalu. Beberapa dari mereka yang radikal adalah yang revolusioner. Menurut
mereka hanya revolusi yang hanya memberikan harapan tata kehidupan
yang lebih baik. Namun revolusi bukanlah satu-satu nya gagasan
radikalisme politik sebab itu terletak pada progresifanya. Sejarah harus
dikuasai untuk kepentingan manusia, keuntungan-keuntungan yang
sebelumnya dianggap sebagai pemberian tuhan dan menjadi milik segelintir
orang harus dikembangkan dan diatur untuk kemanfaatan bersama.30
Radikalisme dengan mengacu pada akarnya tidak sekedar
menggulirkan perubahan tetapi harus mengontrol perubahan sehingga
menggiring sejarah kedepan. Munculnya persolan yang nyata yang harus
27 Paul B Horton, Sosiologi, Terj.Tita Sobari, Aminuddin Ram,Erlangga, Jakarta,
1999, hal.208 - 210. 28 Ronald H Chicote, Teori Perbandinngan Politik (Penelusuran Paradigma),
Terj.Haris Munandar, Dudy Priatna, PT. Grafida Persada, Jakarta, 2003, hal. 115. 29 Anthony Giddens, Third ….., loc. Cit. hal. xiv. 30 Anthony Giddens, Beyond ……….loc.Cit. hal. 13.
48
dihadapi yaitu relasi problematis antara pengetahuan dan kontrol yang
melahirkan manufactured risk yaitu munculnya ketidakpastian yang
disebabkan ulah manusia yang melakukan intervensi pada institusi sosial
dan alam. Radikalisme politik sosialisme sudah tidak relevan untuk
menjelaskan terlihat amat tertinggal. Tetapi kita tidak bisa menerima
tawaran yang diberikan neoliberalisme tentang kekuatan pasar.31
Pentingnya peran negara dalam melakukan intervensi bagi Giddens
tidak menjamin dalam rangka menciptakan masyarakat yang adil. Beberapa
bukti menunjukan kegagalan yang dilakukan karena terlalu besarnya peran
negara terhadap pasar. Tetapi tidak berarti kita sepakat dengan kapitalisme
dalam bentuk neoliberalisme yang begitu mendewa-dewakan pasar mampu
mengatasi segala persolan yang ada.32
Peran negara yang begitu besar tentu saja menjadi masalah krusial
negara harus fleksibel sehingga mampu mengakomodir kepentingan investor
dalam kerangka saling menguntungkan. Kesedian untuk saling bekerja
sama tidaklah menjadi hal buruk yang akan mengancam tetapi bagaimana
kita mencari solusi terbaik dari pada sekedar memposisikan musuh terhadap
kepentingan lain.33
Konsep sosialisme yang timbul beribu-ribu tahuan yang lalu
merupakan manivestasi dari ketidakpuasan terhadap kesenjangan yang
terjadi di antara manusia dalam masalah pendapatan. Sosialisme sebagai
penangkal ingin dijadikan sebagai pangkal menghilangkan kesenjangan.34
Pemikiran sosialisme dan kapitalisme merupakan suatu perspektif
dalam rangka memahami realitas yang ada sekaligus menjelaskan.35 Bila
kita hanya mengunakan satu sudut pandang saja mengutip Giddens kita
hanya akan terjebak pada fanatisme, nasionalisme sempit dan menciptakan
31 Ibid. , hal. 26. 32 Anthony Giddens, op. cit. hal. xviii. 33 Ibid., hal. xix 34 Dr. Muhammad Husein Haikal, Pemerintahan Islam, Terj. Bisri M.
Adib,Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, hal. 53. 35 Henry J Schmandt, Filsafat Politik Kajian Historis Dari Zaman Yunani
Kuno Sampai Zaman Modern, Terj. Ahmad Baedowi,Imam baehaki,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hal. 4.
49
blok dunia yang hanya akan meningkatkan ketegangan dunia. Bahaya
kiranya bangsa di dunia dihadapkan pada posisi saling berhadapan dan
bermusuhan sehingga tidak terjadi interaksi yang wajar tanpa dialog.
Mengutip nasehat Samuel P Huntington dalam Benturan Antar Peradaban
dan Masa Depan Politik Dunia mengatakan bahwa pandangan yang berbeda
adalah nyata dan mendasar. Masyarakat dengan pandangan yang berbeda
dipastikan memiliki pandangan berbeda dalam menilai sesuatu sehingga
menjadi potensi konflik atau benturan yang harus dihindari. 36
C. Konsep Anthony Giddens Tentang Humanisme
Kemuakan historis terhadap berbagai ideologi yang ada seperti
sosialisme dan kapitalisme mengantarkan Giddens untuk memunculkan “
paradigma ideologi “berupa jalan ketiga“ (The Third Way) sebagai
ideologi alternatif untuk menjawab persoalan kemanusiaan yang mulai
luput dari tujuan utama ideologi yang selama ini didengungkan. Perlunya
peleburan berbagai aliran ideologi untuk melahirkan peradaban baru yang
bernaung di bawah ideologi kemanusiaan.37
Semangat kemanusiaan Jalan ketiga sebagai wacana politik global
sesungguhnya merupakan respon terhadap janji muluk yang diberikan
ideologi kapitalis dan sosialisme dalam menciptakan masa depan manusia.
Gagalnya sosialisme disatu sisi dan angkuhnya kapitalisme di sisi lain
justru berkembang dalam kerangka politik dunia yang saling menjatuhkan
yang berahir dengan pudarnya nilai kemanusiaan di tangan kaum borjuis
dan proletar. 38
Sehingga Giddens mengajak kita melapaui kiri atau kanan dengan
asumsi kedunya telah gagal membawa peradaban bumi menuju
keharmonisan dan kedamaian sebagai roh gerakan ideologi apa pun.
Kedua ideologi tersebut perlu disingkirkan sebagai titik tolak membangun
peradaban dunia yang lebih akomodatif bukan hanya pada khitah
36 Lihat Penghantar Samuel P Huntington dalam Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Poltitik Dunia, Terj. M. Sadat Ismail, Qalam, Yogyakarta, 1996, hal. ix.
37 Anthony Giddens, Beyond ….loc. Cit., hal. 5. 38 Ibid., hal.6.
50
ideologisya tetapi pada tendensi kamanusian yang menjadi watak ideologi
apapun. Keperpihakan kepada humanisme menjadi semangat Giddens
untuk membangun tata dunia baru yang bernaung di bawah nilai-nilai
kemanusia yang harus diusung dalam rangka menciptakan cita-cita masa
depan manusia.39
Fakta menunjukan bahwa semakin berkurangnya signifikansi
kanan dan kiri dibanding sebelumnya hal ini ditunjukan oleh survei new
times. Di beberapa negara industri dan dunia telah muncul budaya politik
baru sebagai respon terhadap perubahan sosial dan ekonomi. Ini berbeda
dengan model politik kelas tradisional mereka membentuk sosialisme dan
demokrasi sosial dan menjadi basis tradisonal berkenaan dengan kapital
dan upah. Stuartt Hall memprediksi sebuah era baru (new times) yaitu
tranformasi politik sosialis. Ditandai dengan bergesernya produksi
industrial keteknologi informasi, melemahnya peran politik kelas dan
pilihan konsumsi, gaya hidup dan seksualitas. Menurut new times berarti
seluruh warisan sosialis dan pemikiran demokrat sosial harus disusun
kembali.40
Harapan untuk memperluas teori demokrasi tidak sebatas pada
wilayah politik tetapi juga ekonomi, sosial tampak dibawa Carol C Gould
yang sejalan dengan mengintrodusir jalan ketiga dalam rangka membangun
sosial demokrasi. Gidden tidak hanya sekedar mencari jalan ketiga dari
kelemahan sosialisme dan kapitalisme tetapi mencoba mengaktualisasikan
dengan dunia kontemporer yang mengalami ketidakpastian. 41
Dalam membicarakan tatanan sosial-politik yang ideal sering
hadir kerinduan untuk menemukan “ Jalan ketiga“ antara kapitalisme dan
sosialisme. Dalam catatan sejarah dunia, kita misalnya mengenal istilah
39 Ibid., hal. 6 40 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan kritik….., loc. Cit., hal. 36. 41 Anas Urbaningrum, Islam Demokrasi, Pemikiran Nurcholis Madjid, Katalis,
Jakarta, 2004. hal. 19
51
sosialisme-demokratis dan sosialisme pasar. Meski bukan jalan ketiga; di
negeri ini ada pula istilah sosialisme dengan embel-embel religius. Lalu
mungkin karena takut digebug pada masa orde baru, lalu menyebut dirinya
sosialisme pancasilais.42
Jalan ketiga adalah harapan yang muncul dari pusaran empat
gejala diakhir abad ke 20. Pertama, pingsannya sosialisme sejak Revolusi
1989 di eropa timur. Kedua berkibarnya globalisasi sejak rezim Reagan dan
Thacher, Ketiga, usangnya kebijakan ekonomi neoliberal sejak krisis
ekonomi Asia timur tahun 1997. Kempat, naiknya demokrasi sosial di
eropa barat dalam sepuluh tahun terahir. 43
Reformasi politik menurut Jalan Ketiga meyangkut dua pokok
agenda. Pertama, pembaharuan etos dan praktis politik sebagai penciptaan
kebajikan umum (common good). Kedua penataan kembali (recontruktion)
negara bangsa sebagai komunitas.44
Kita harus yakin bahwa ada standar moralitas tentang kebaikan,
yang konstan, objektif, seperti objektifnya lokomotif (menurut metafor
Ackerman), maka sebagaimana merasa berhak dan bertanggungjawab
secara moral untuk menyeret seseorang yang hendak menubrukkan
kepalanya kelokomotif yang sedang melaju betapun ia tidak senang dengan
tindakan peyelamatan kita itu. Kita juga mempunyai kewajiban moral
untuk ikut memikul tanggung jawab meluruskan jalan masyarakat yang kita
yakini bengkok.45
Belajar dari seruan yang lebih tua “ persamaan “ (sosialisme) dan
kebebasan (libertarianisme) teori politik sekarang mengajak pada nilai-
nilai utama “kesepakatan kontrak (rawls, kebaikan umum
(komunitarianisme) kemanfaatan (utilitarianisme) hak (demokrasi),
Androgini (feminisme). Pengembangan teori politik yang tidak monolitik
42 http:\www.Kompas.com/kompas-etak/9907/08/opini/jala04.htm Jalan Ketiga 43 http://www.geocities.com/fronnasional/jalan ketiga sebagai utopia.htm 44 Ibid. 45 Elza Peldi Taher, Demokratisasi Politik, Budaya Dan Ekonomi(Pengalaman
Indonesia Masa Orde Baru), Paramadina, Jakarta. 1994, hal. 12.
52
disamping untuk memperkaya khasanah pengetahuan manusia juga
ditujukan pada komitmenya pada nilai kemanusiaan yang telah disebutkan
sebelumnya.46
Sehingga konsentrasi humanisme ditujukan untuk melawan
ketidak adilan, pemerasan, pemiskinan, penindasan dan semacamnya dalam
rangka menciptakan kebaikan umum sebagai kebalikanya. Kebaikan umum
mengandaikan tata moral tertentu sebagai akibat tindakan manusia. Dari
situ berasal gagasan yang dalam bahasa latin disebut virtus (keutamaan/
kebajikan). Etika muncul sebagai upaya pencapaian tata moral bagi
kebaikan umum. Karena pada mulanya politik tidak lepas dari etika yang
bisa dilihat dari karya aristoteles.47
Dalam refleksinya, kebaikan umum tidak mungkin tercipta tanpa
virtus: keadilan, kebajikan, keberanian, solidaritas. Suatu tindakan atau
tatanan dikatakan adil bukan semata-mata karena penetapan hukum, tetapi
berupa keutamaan yang membawa kebaikan umum. “ Umum “ berarti tata
solidaritas dalam polis. Apa yang bukan kebaikan umum adalah tindakan
atau tatanan yang mempersulit ataupun yang menghancurkan penciptaan
solidaritas dalam polis. Lewat pemahaman perlunya kebaikan umum
(virtus) penulis ingin menegaskan semangat gagasan Giddens untuk
menyeru manusia kembali pada nilai-nilai fitrah/universalisme sehingga
kita mempunyai kepedulian akan nasib sesama manusia.48
Tampaknya konsepsi kebaikan umum sebagai raison d’etre
politik sulit dilepas dari gagasan komunitas. Maka bisa dikatakan
mengembalikan politik raison d’etre sulit lepas dari gerakan menata
kembali negara - bangsa sebagai kumunitas. 49
Diera globalisasi hendaknya “ Politik” tidak hanya membebek
pada histeria pasar. Juga dengan mengakomodir mekanisme pasar, politik
46 Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer, Terj. Agus
Wahyudi, M. Hum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004,hal. 349. 47 http://www.geocities……, loc. cit. 48 Ibid. 49Ibid.
53
Jalan Ketiga dalam konteks Indonesia menyangkut gerakan lebih besar
untuk mengklaim kembali konsepsi “kebaikan umum” dan negara bangsa
sebagai “komunitas”. Kombinasi beberapa contoh mungkin bisa menjadi
ilustrasi.
Pertama, ekonomi-politik. Regulasi tidak berarti anti pasar dan
anti provit. Omongan bahwa pasar adalah mekanisme alami untuk
mengalokasikan kesejahteraan adalah omong naif. Untuk itu paket
pengadaan modal perlu menerapkan strategi deregulasi selektif. Misalnya
Regulasi ketat perlu ditetapkan pada investasi yang berjangka panjang.
Sebaliknya deregulasi serikat buruh perlu dilakukan dengan fokus pada
daya tawar dan independensi. Mendesak juga diterapkan civic audit. Yaitu
mekanisme evaluasi sejauh mana badan usaha telah melaksanakan
tanggungjawab civic: tidak menjadi sumber ketidakadilan dan kehancuran
komunitas warga di kawasan industri.
Kedua, sosio-politik. Pembentukan dan perluasan gerakan serta
partai non-sektarian yang berorientasi demokrasi sosial. Kriteria partai dan
gerakan sosial bisa dikenali dari program, etos dan praksis yang terfokus
dua hal: penciptaan kebaikan umum non sektarian dan penataan negara-
bangsa komunitas yang inklusif. Menghapus mekanisme politik yang
meyingkirkan berbagai kelompok dari kehidupan bangsa, seperti mencabut
TAP no XXV/MPRS/1966. Juga, politik luar negeri aktif dalam
pembentukan tata pemerintahan global dalam rangka mengatasi kekerdilan
hukum internasional bagi kerjasama seperti intervensi kemanusiaan dan
deregulasi pasar finansial global.
Ketiga, kultul-politik. Memperluas kerjasama publik termasuk
antar umat beragama dengan fokus pada pembentukan ikatan keprihatinan
sosio-afektif pada civic virtue keadilanan ikatan komunitas yang inklusif.
Tercakup dalam agenda ini, misal gerakan redefinisi etis dan yuridis
bahwa kegiatan bisnis adalah kegiatan publik seperti watak publik
tanggungjawab pejabat negara.
54
Keempat, historis-politik. Setiap generasi punya memori
tersendiri. Untuk generasi muda, misalnya, para pemuda yang mati pada
peristiwa penggulingan orde baru adalah bagian perjuangan untuk kebaikan
umum.
Dengan melakukan redefinisi tentang apa yang beradab dan tidak
beradab dalam politik. Reputasi yang jelek mengenai politik di negara ini,
salah satunya disebabkan oleh terpisahnya refleksi dari politik untuk
menjawab tantangan baru. Politik Jalan ketiga bisa menjadi visi baru bagi
politik kita yang makin buta huruf. Mungkin banyak pelaku bisnis dan
politisi Jalan Ketiga tidak praktis. Kalau praktis maksudnya menguntung
pebisnis memang bukan itu tujuan tata negara. 50
Sementara Abd. Malik Haramaian, dkk, Pemikiran-Pemikiran
Revolusioner, berusaha memahami pemikiran Giddens dengan tiga
parameter Pertama, negara harus merespon globalisasi secara struktural.
Kedua, negara harus memperluas peran publik. Ketiga, negara harus
meningkatkan efisiensi administratifnya.51
Ide perlunya merespon globalisasi secara struktural merupakan
peringatan (warning) bagi pemimpin-pemimpin dunia untuk selalu siap
menghadapi pasar bebas (free market). Sehingga negara manapun tidak
latah menerima globalisasi tanpa persiapan yang memadai. 52
Peran negara yang begitu luas akan membuat masyarakat semakin
pasif dan mempersempit ruang publik. Keadaan ini akan membuat tidak
terkomunikasikan ide-ide pembangunan negara. Negara sebagai institusi
harus lincah menjalankan developmentalisme, sekaligus menghindari
membuat aturan yang mematikan kreativitas masyarakat. Birokrasi dan
berantai tidak disukai Giddens yang terikat pada formalistik.53
50 Ibid. 51 Abd. Malik Haramaian, dkk, Pemikiran-Pemikiran Revolusioner, Pustaka
Pelajar Offset, Yogyakarta, 2003, hal.129. 52 Ibid., hal. 129. 53 Abd. Malik Haramaian, dkk, …., hal. 131
55
Fokus giddens dalam merespon globalisasi, perubahan ilmu dan
teknologi, hubungan kita dengan alam terletak pada kesiapan untuk hidup
setelah tradisi dan adat istiadat dan tradisi merosot bagaimana menciptakan
kembali solidaritas sosial dan bagaimana merespon masalah-masalah
ekologis. Sehingga perlu diarahkan pada nilai-nilai kosmopolitan dan apa
yang disebut konservatisme filosofis. 54
Giddens menegaskan Politik pilihan hidup bisa menjadi acuan
bagaimana kita mesti merespon dunia di mana tradisi dan kebiasaan
kehilangan cengkramanya dalam kehidupan kita ketika ilmu dan
pengetahuan telah merubah apa yang sebelumnya alamiah. Tranformasi-
tranformasi itu menimbulkan nilai atau pertayaan etis bahkan tidak hanya
berkaitan dengan keadilan sosial.55
Merasuknya globalisasi dalam lingkup yang luas menjadi asumsi
dasar dari deklarasi etika global bahwa dunia manusia sedang mengalami
krisis mendasar yaitu krisis dalam ekonomi global, ekologi, politik global.
Krisis global menimbulkan nestapa bagi umat manusia yang juga
mengglobal seperti : kemiskinan, kelaparan, penganguran, kezaliman,
kekerasan, pembunuhan dan penindasan. Padahal dari segala krisis adalah
krisis kemanusiaan, krisis etika. Kurangnya wawasan etika terutama
dikalangan penguasa politik, ekonomi telah mendorong merajalelanya
perusakan bumi secara sistematis pula. Perlu etika global, dalam hal ini
tidaklah dimaksudkan sebagai suatu ideologi global atau agama yang
tunggal tetapi etika global dimaksud suatu permufakatan mendasar tentang
nilai - nilai ukuran setiap manusia.56
Kuntowijoyo dalam Esai-Esai Budaya dan Politik mengatakan
etika politik negara modern adalah demokrasi, egalitarianisme, ham, rule of
law dan clean government. Sedangkan feodalisme dan otoritarianisme,
kediktatoran dan absolutisme dalam negara modern dipandang tidak
54 Anthony Giddens. The Third Way….., hal. 77. 55 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan …….., hal. 46. 56 M. Din Syamsuddin, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani,
Logos, 2002, Ciputat, hal. 208.
56
mempuyai etika politik. Jadi jelas bahwa pengakuan terhadap nilai
kemanusiaan menjadi hal mutlak yang dihargai sebagai nilai etis politik
dunia. Segala bentuk pengekangan dan kekerasan adalah prilaku yang
bertentangan dengan kesepahaman umat manusia.57
Demokrasi sebagai elemen etik politik dunia menurut David Held
terkait dengan tujuan menjamin terwujudnya relasi-relasi yang bebas dan
setara dari hasil tertentu 58:
1. Penciptaan keadaan dimana orang dapat mengembangkan potensi-
potensi mereka dan mengekspresikan beragam kualitas mereka. Sasaran
tujuanya adalah setiap individu menghargai kapabilitas-kapabilitas
orang lain dan juga kemampuan mereka untuk belajar dan
mempertinggi kecerdasan.
2. Perlindungan dari otoritas politik yang sewenang-wenang dan
kekuasaan yang menindas. Hal ini mengandaiakan keputusan mesti
dinegosiasikan dengan orang (rakyat) yang kelak dibebani keputusan
tersebut, meski keputusan diambil oleh minoritas atas nama mayoritas.
3. Keterlibatan individu dalam penentuan syarat atau aturan asosisasi atau
organisasi mereka. Dalam kontek ini idividu-individu mesti sanggup
menerima karakter otentik dan masuk akal dari pendapat orang lain.
4. Perluasan kesempatan ekonomi untuk mengembangkan sumber yang
ada termasuk individu bebas dalam mencapai tujuannya
Gagasan tentang otonomi terkait dengan bermacam apresiasi ini.
Otonomi berarti kepastian individu - individu untuk refleksi diri (self
reflection) menentukan diri sendiri (self determinim) untuk
memperhitungkan, menilai, memilih dan bertindak diantara sekian
kemungkinan tindakan yang berbeda. Otonomi tidak dapat berkembang
57 Kontowijoyo, Esai-Esai Budaya dan Politik (Selamat Tinggal Mitos Selamat
Datang Realitas), Mizan, Bandung, 2002. hal. 8. 58 Anthony Giddens, Tranformation….., loc. cit., hal. 256 – 257.
57
jika hak dan kewajiban politik terkait pada tradisi dan kepemilikan
istimewa. 59
Demokrasi berarti diskusi kesempatan bagi argumen yang lebih
baik untuk menetapkan keputusan (terutama kepentingan politik) sebuah
tatanan yang didasarkan demokrasi menyedikan susun institusi (lembaga)
untuk mediasi, negosiasi pencapaian kompromi bila diperlukan. Diskusi
terlebih mempuyai cara pendidikan demokratis. Partisipasi dalam
perdebatan akan menimbulkan warga yang tercerahkan. Konsekuensi
seperti itu akibat meningkatnya wawasan kognitif individu.60 Adanya
institusi yang merupakan representasi masyarakat memungkinkan publik
memberikan andil bagi penentuan kebijakan publik.
Adanya penghargaan terhadap pendapat jelas selaras dengan
gerakan humanistik didasarkan pada kemanusiaan, bukan atas dasar
primordialisme, agama, suku, ras kelompok. Sebab agama tidak pernah
membagi manusia dengan “benteng“ dan “tirani”-nya masing-masing.
Selain itu gerakan humanistik merupakan gerakan kritik atas
kecenderungan tirani rasionalitas dan fatalisme terhadap gerakan ritual
skriptural. Dan lebih dari itu gerakan humanistik mengukuhkan dialog
sebagai jalan penyelesaian masalah dan bukan penggalangan masa pukul
sana, bakar sini bagi yang dianggap “bersebrangan“. Sebab harus dasar dari
masyarakat madani adalah tersedianya mekanisme untuk menyelesaikan
konflik lewat universum wacana yang padat argumen dalam relasi
kesederajatan (equality and discursivive handing conflicts).61
Adanya pengakuan hak asasi manusia menjadi nilai etis dunia baru
yaitu dalam pergaulan keseharian jelas menegaskan komitmen penghargaan
terhadap setiap manusia. Giddens juga menegaskan penting pendemokrasian
demokrasi karena demokrasi sistem politik yang paling baik dibanding
sistem yang lain. Paling tidak demokrasi mendukung upaya manusia
59 Ibid.,hal. 257 60 Ibid., hal. 258 61 Muhidin M Dahlan. loc. cit., hal. xxii.
58
mewujudkan keadilan, kebebasan dan kesetiakawanan sosial. Perwujudan
nilai-nilai tersebut merupakan bagian integral dari upaya manusia untuk
memenuhi martabat kemanusiaan. Dalam sistem global demokrasi
merupakan sistem politik yang secara hakiki melindungi upaya
pemenuhan.62
Sehingga manusia seharusnya berpijak pada nilai universal dan
egalitarianisme yang menjadi dasar penghargaan bagi umat manusia.
Konsepsi tersebut tentunya perlu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata
sehingga terjadi tranformasi sosial. Upaya tersebut ditujukan untuk
membangun kesadaran bersama akan masa depan manusia pada nilai positif
yaitu humanisasi sebagai fitrah manusia. Penghormatan dan penghargaan
terhadap manusia sebagai bagian dari komponen peradaban menjadi hal
penting yang ditekankan disini.63
Berdasar etika global perlu dikembangkan komitmen umat
manusia kepada budaya baru yang berwujud kebebasan manusiawi.
Komitmen ini merupakan “ arah pasti “ (irrevocable directives ) yang dapat
membimbing masyarakat menuju satu kemanusiaan, suatu peradaban suatu
masa depan.64
Perlunya memahami masyarakat modern sambil ikut berpartisipasi
dalam tranformasi yang berlangsung di dalamnya. sekaligus memikirkan
kembali masyarakat dan prilakunya merupakan hal yang ditekankan
Giddens sebagai refleksi bagi manusia.65
Modernitas tidak boleh dilihat dari logika tunggal semata semisal
logika politik, kapital atau multikultural. Marx memahami modernitas
melalui kapital, Weber logika rasionalisasi, Durkheim melalui interaksi
62 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 2001,
hal. 209. 63 Muh. Hanif Dhakiri, Paulo Freire Islam Pembebasan, Djambatan, Jakarta,
2000, hal. 99. 64 M. Din Syamsuddin, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani,
Logos, 2002, Ciputat, hal. 209 - 210. 65 Anthony Giddens, Daniel Bell, ……, loc. cit., hal. 187 - 188.
59
sosial. Memikirkan dunia modern berarti mengartikulasikan logika - logika
yang imbriguees (tersusun seperti genteng). 66
Masyarakat modern tidak membentuk suatu kebersamaan yang
menyatu, atau satu sistem integral yang digerakan oleh satu sistem tunggal.
Terlihat jelas adanya sejumlah logika dan berbagai kecenderungan yang
berpadu (berinterferensi). Modernitas bersifat multidimensional. kondisi
tiga dasawarsa terakhir berbeda dengan sejarah yang dipengaruhi suatu
yang kompleks seperti kapitalisme, industrialisasi, individualisme yang
telah mentranformasikan dunia abad XVII. Sosiologi terkait dengan usaha
untuk mentranformasikan dunia kearah kemajuan. Inilah alasan
keberadaan (rasion d’etre) sosiologi jika dibandingkan dengan usaha untuk
memahami proses tersebut. Saya menganggap sosiologi sebagai semacam
“pengenalan terhadap diri” modernitas itu, dan kita harus mengetaui
potensi dan batas-batasnya. 67
Pemikiran “ Posmodernitas“ Francis Lyotard menggap kita telah
masuk zaman baru dan lenyapnya “narasi lama“ barakhirnya kepercayaan
orang terhadap kemajuan yaitu pada masa depan yang lebih baik dengan
sandaran ilmu pengetahuan, dan rasio. Padahal tidaklah demikian adanya
karena pemikiran tersebut tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya
(parsial). Giddens mengajak kita untuk berfikir panjang dan secara global
sehigga persepsi sesunguhnya dapat ditangkap. Kita hidup pada zaman
yang “ meradikalisasi “ modernitas.68
Masyarakat yang mendunia didorong oleh keinginan kolektif
tetapi modernitas seperti “mesin gila“ yang berjalan diluar sepengetahuan
manusia. Kesadaran kolektif yang tumbuh untuk mengemudikan perubahan
dan membatasinya atau setidaknya mengontrol pasar bebas yang akan
datang dalam hitungan hari. Inilah perubahan visi yang dicetuskan
66
67 Ibid., hal. 188 -189. 68 Ibid.
60
(manifesto) giddens yang dikenal dengan Third Way sebagai kerangka
memahami dan mengantisipasi dampak negatif modernisme.69
Konservatisme filosofis suatu filsafat proteksi, konservasi dan
solidaritas mencapai relevansi baru bagi radikalisme politik saat ini.
Gagasan tentang hidup dengan ketidaksempurnaan, yang sejak lama
ditekankan oleh konservatisme filosofis disini bisa menjadi aturan radikal.
Progaram politik radikal niscaya mengakui bahwa menghadapi
manufactured risk tidak bisa mengambil bentuk “ more of the same”
eksplorasi tak kunjung henti terhadap masa depan dengan mengorbankan
proteksi terhadap masa ini atau masa lalu.70
Berikut enam point kerangka kerja politik radikal yang telah
dibentuk kembali, kerangka yang didasarkan pada konservatisme filosofis
tetapi melestarikan beberapa nilai inti yang saat ini terkait dengan
pemikiran sosialis.
1) Niscaya terdapat concern untuk memperbaiki solidaritas yang telah hancur
(Damaged solidarity), yang kadang mengisyatkan pelestarian tradisi secara
selektif atau bahkan penanaman kembali. Dalil ini diterapkan kesuluruh
level yang menghubungkan aksi individual tidak hanya kelompok-
kelompok atau bahkan negara tetapi pada sistem yang lebih global.
2).Pengakuan terhadap sentralitas politik kehidupan (life politics) dalam
tatanan formal atau yang kurang ortodok. Politik kiri selalu diadopsi politik
emansipatoris yaitu kebebasan dari segala hal;bebas dari cengkraman
tradisi yang abriter, kekuasaan abriter, tekanan deprivasi material. Politik
emansipatoris adalah politik kesempatan hidup (politic of life chance) yang
mengarah paa terciptanya otonomi aksi. Adanya tranformasi tradisi, alam,
dalam tatanan global dan kosmopolitan politik kehidupan bukanlah politik
kesempatan hidup (life chance) tetapi politik gaya hidup (life style) terkait
dengan perselisihan dan perjuangan tentang bagaimana individu dan
69 Ibid., hal .190. 70 Anthony Giddens, Beyond….., hal. 27.
61
humanitas kolektif meski hidup dalam dunia yang sebelumnya dibakukan
oleh alam atau tradisi sekarang tunduk pada manusia.
3).Bersamaan dengan meningkatnya refleksivitas sosial, tanggung jawab
aktif mengandaikan suatu konsepsi politik generatif. Politik generatif
berada dalam ruang yang menghubungkan negara dengan mobilisasi
refleksif dalam masyarakat pada umumnya. Negara hanya bisa sebagai
intelegensia sibernetik, keterbatasan neoliberalis semakin kelihatan dengan
minimalnya peran negara. Politik generatif adalah politik yang lebih
berusaha membuat kemungkinan bagi individu dan kelompok menjadikan
suatu sebagai keyataan (make thing happen), dari pada menerima keyataan
( have thing happen ) dalam kontek seluruh dan tujuan sosial.
.4)Munculnya kelemahan-kelemahan dalam demokrasi liberal dalam tatanan
sosial reflektif yang menglobal, memperlihatkan perlunya bentuk-bentuk
demokrasi yang lebih radikal yaitu demokrasi dialogis. Demokrasi sebagai
sarana representasi kepentingan memberikan solusi penyelesain dengan
cara damai yaitu dialogis ketimbang cara-cara kekerasan. Meluasnya
demokrasi dialogis akan membentuk proses pendemokrasian demokrasi.
Tranparansi pemerintah yang lebih luas membantu pendemokrasian
demokrasi sehingga proses ini bisa berjalan dalam berbagai sektor yang
lebih luas.
5).Kita harus bersedia memikirkan negara kesejahteraaan (welfera state)
secara lebih fundamental dalam kaitan dengan kemiskinan global yang
makin meluas.
6).Program politik radikal harus siap untuk menghadapi peran kekerasan
dalam masalah manusia. Perlunya dialog karena hal ini bisa menggantikan
kekerasan .71
Perlu membangkitkan nilai-nilai kesucian kehidupan manusia,
hak-hak manusia unversal, perlindungan spesies-spesies dan kepedulian
terhadap masa depan dan juga generasi anak-anak masa kini, mungkin bisa
71 Ibid.
62
diterima dengan nuasa pembelaan. Ia mengisyaratkan etika responsibilitas
individual dan kolektif bisa mengesampingkan pembagian kepentingan. 72
Untuk memahami masyarakat madani ada baiknya, kita tengok
secara sepintas dua paradigma besar yang menjadi dasar perdebatan
mengenai masyarakat madani, demokrasi sosial klasik dan neo liberalisme
1. Demokrasi Sosial Klasik
Demokrasi sosial klasik atau demokrasi sosial gaya lama
memandang pasar bebas sebagai suatu yang menghasilkan banyak dampak
negatif. Faham ini percaya bahwa semua ini dapat diatasi lewat intervensi
negara terhadap pasar. Negara mempunyai kewajiban untuk menyediakan
segala yang tidak bisa disediakan pasar. Intervensi negara dalam
perekonomian dan sektor kemasyarakatan adalah mutlak diperlukan.
Kekuatan publik dalam masyarakat demokratis adalah representasi dari
kehendak kolektif. Giddens memberikan ciri - ciri demokrasi sosial klasik:
Keterlibatan negara yang cukup luas dalam kehidupan ekonomi dan sosial,
negara mendominasi masyarakat madani, kolektivisme, manajemen
keneysian dan korporatisme, peran pasar yang dibatasi: ekonomi sosial
campuran, pemberdayaan sumber daya manusia secara optimal,
egalitarianisme yang kuat, negara kesejahteraan (walfare state) yang
kompetitif yang melindungi warga negara sejak lahir hingga mati,
modernisme linier, Kesadaan ekologis yang rendah, internasionalisme,
termasuk dalam dunia dwikutub (bipolar). 73 Giddens menjelaskan tiga
yang terahir itu sebagai berikut :
“ Demokrasi sosial gaya lama secara keseluruhan tidak menentang
kepedulian ekologis tetapi merasa sulit untuk menyesuiakan dengan hal itu.
Penekanan pada korporatisnya, orientasinya pada pemberdayaan sumber
daya manusia secara maksimal, dan penekanan yang besar pada negara
kesejahteraan membuatnya tidak mudah melakukan peyesuain secara
sistematis. Dalam prakteknya tidak memiliki pandangan yang global yang
72 Anthony Giddens. Beyond…., hal. 4. 73Ibid.
63
kukuh. Demokrasi sosial berorientasi pada internasional mengupayakan
solidaritas partai-partai politik yang memiliki pemikiran serupa dan bukan
menghadapi masalah masalah-masalah global. Namun ia amat terkait
dengan dunia dwikutub terletak diantara milimalisme kesejahteraan
Amerika Serikat dan perekonomian komunis.74
2. Neoliberalisme.
Neoliberalisme dikenal juga dengan Thatcherisme (Margaret
Tahtcher adalah PM Inggeris yang sangat setia terhadap neoliberalisme
semasa berkuasa). Apabila demokrasi sosial klasik cenderung pada
pemerintah, maka ciri utama neoliberlisme adalah memusuhi pemerintah.
Edmun Burke, pelopor konservatisme di Inggeris, meyatakan dengan jelas
ketidaksukaannya kepada negara. Jika perluasan perannya terlalu jauh
dapat mematikan kebebasan dan kemandirian. Pemerintah Reagan dan
Thatcher mendasarkan diri pada gagasan ini dan menganut skeptisisme
liberal klasik mengenai peran negara. Intinya peran negara tidak
dibenarkan secara ekonomis dan harus digantikan oleh superioritas pasar75.
Menurut Giddens ciri neoliberl adalah sebagai berikut :
Pemerintah minimal, masyarakat madani yang otonom,
fundamentalisme pasar, ororitarianisme moral dan individualisme ekonomi
yang kuat, kemudahan pasar tenaga kerja, penerimaan ketidaksamaan,
nasionalisme tradisional, negara kesejahteraan sebagai jaring pengaman,
modernisasi linier, kesadaran ekologis yang rendah, teori realis tentang
tatatan internasional, termasuk dalam dunia yang dwikutub.
Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah:
memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda -
berbeda. Bila merujuk pada bahasa Inggeris ia berasal dari kata civil
society atau masyarakat sipil sebuah. Kontraposisi dari masyarakat militer.
74 Lihat Muhidin M Dahlan, op. cit., hal. 246. 75 http:\www.Kompas…..
64
Menurut Barkey dan Suggate (97), ada bebarapa karateristik masyarakat
madani diantaranya76 :
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok eksklusif
kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan yang mendominasi
dalam masyarakat bisa dikurangi oleh kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi valunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan.
5. Tumbuh kembangnya kreativitas yang pada mulanya terhambat oleh
rezim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan dan kepercayaan sehingga individu mengakui
keterkaitanya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya kegiatan pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-
lembaga sosial dengan berbagai perspektif.
Masyakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, hampa,
taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep cair yang dibentuk
dari proses sejarah yang panjang yang perjuangannya terus menerus. Ada
beberapa prasyarat masyarakat madani yang harus dipenuhi pertama
adanya demokrasi governance (pemerintah demokratis yang dipilih dan
berkuasa secara demokratis dan demokratis civilian (masyarakat madani
yang mampu menjungjung nilai-nilai civil security; civil responsibillty dan
civil resilience)77.
Masyakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis di mana
para anggotanya menyadari akan hak dan kewajibanya dalam menyuarakan
pendapat dan mewujudkan kepentinganya-kepentingnya. Di mana
76 A: / CVDEDEMnew.htm. 77 Ibid.
65
pemerintah memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreativitas
warganya untuk mewujudkan program-program pembangunan di
wilayahnya.78
Agenda Jalan ketiga Bagaimana menjadikan masyarakat madani
yang berkeadilan. Agenda jalan ketiga dapat dijadikan pedoman oleh para
community worker dalam menjalankan tugas-tugasnya di masyarakat.
Dalam Garis besarnya ada dua hal yaitu:Politik Jalan Ketiga persamaan,
perlindungan atas mereka yang lemah, kebebasan sebagai otonomi, tak ada
hak tanpa tanggung jawab, tak ada otoritas tanpa demokrasi, pluralisme
kosmopolitan, konservatisme filosofis.
Program Jalan ketiga; Negara demokratis baru (negara tanpa
musuh), masyarakat madani yang aktif, keluarga demokratis, ekonomi
campuran baru, kesamaan sebagai inklusi, kesejahteraan sebagai inklusi,
negara berivestasi sosial, bangsa kosmopolitan,demokrasi kosmopolitan79
Strategi untuk menjalankan politik jalan ketiga meliputi empat hal
yaitu :
1. Membantu masyarakat dalam mencapai tujuan pemerintah.
Peningkatan investasi-investasi sosial dan pendistribusian
pelayanan- pelayanan sosial dasar yang lebih luas dan adil.
2. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Desentralisasi pembuatan keputusan dan peningkatan program-
program pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam merealisasikan kepentingan-
kepentinganya.
3. Peningkatan masyarakat dan perlindungan hak asasi manusia,
kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat, penetapan
struktur hukum bagi lembaga swadaya masyarakat.
Perbedaan pandangan setelah tahun 1989 terhadap kanan dan kiri
tidaklah seperti sebelumnya. Demikian juga demokrat-sosial tidak bisa
78 Ibid. 79 Ibid.
66
memandang kapitalisme/pasar sumber sebagian besar masalah yang
menimpa masyarakat modern. Pemerintah dan negara adalah akar
persoalan-persoalan sosial di samping juga pasar. Politik jalan ketiga
menangkap inti tahun 1989 bahwa masyarakat sipil yang kuat merupakan
keniscayaan bagi terciptanya pemerintahan demokratik efektif dan sistem
pasar yang berfungsi dengan baik.80
Politik jalan ketiga tidak mengabaikan wilayah publik tetapi ia
menawarkan untuk merekonstruksi dan memperbaharui institusi ini
menjadi tujuan utamanya. Terlebih sekedar menerima globalisasi
bagaimana adanya (given) jalan ketiga menawarkan cara yang rumit untuk
meresponnya. 81
Keduanya menawarkan keuntungan dan orang demokrat sosial
mengambil sikap positif dari pada negatif. Politik Jalan Ketiga bukanlah
ketundukan pada neoliberalisme. Sebaliknya, ia menekankan peran negara
yang aktif dan wilayah publik yang aktif. Institusi negara bisa
melemahkan institusi publik atau menghancurkannya. Ketika negara
menjadi sangat birokratik, besar atau tidak responsif terhadap kehidupan
warga negara. Negara terus memainkan peran fundamental dalam
kehidupan ekonomi bagaimana dalam wilayah lain. Ia tidak menggantikan
pasar atau masyarakat sipil tetapi perlu mengintervensi keduanya.
Pemerintahan perlu menciptakan stabilitas ekonomi, mengembangkan
investasi pendidikan, infrastuktur, sistem kesejahteraan yang kuat dan
mengendalikan ketidaksetaraan agar tidak berkembang dan menjamin
kesempatan bagi realisasi individu. 82
Politik Jalan Ketiga bukan kelanjutan dari neoliberalisme.
Demokrasi sosial perlu menanggulangi kekuatan pasar, tetapi ide neoliberal
bahwa pasar dan segala tempatnya akan menggantikan kebaikan publik
(public good) adalah omong kosong. Neoliberal adalah pandangan yang
tidak sempurna terhadap politik, karena ia tidak bertanggungjawab
80 Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan …………, hal. 36 - 37. 81 Ibid., hal. 37. 82 Ibid., hal. 162.
67
terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial dari keputusan yang berbasis
pasar. Bahkan pasar tidak bisa berjalan tanpa kerangka sosial dan etik
yang tidak bisa disediakan sendiri. Model trickle down effect (tetesan
orang kaya kepada orang miskin melalui sistem ekonomi), atau negara
kesejahteraan minimal tidak bisa menimbulkan kebaikan sosial (sosial
good) yang niscaya melibatkan masyarakat yang baik.83
Pasar tidak selamanya meningkatkan ketidaksetaraan tetapi
kadang menjadi sarana untuk menanggulanginya. Terlebih ketiga
dibutuhkan pemerintah aktif mendorong kebijakan egalitarian, kelompok
kiri harus belajar mengakui bahwa negara menghasilkan ketidak setaraan,
dan menimbulkan akibat yang kontra produktif terhadap individu bahkan
ketika jelas-jelas bersifat demokratis dan tujuan yang baik. Bahkan dalam
bentuk yang paling maju negara kesejahteraan tidak pernah menjadikan
kebaikan tanpa cacat. Seluruh negara kesejahteraan menimbulkan
dependensi, kekacauan moral, birokrasi, pembentukan kelompok
kepentingan dan kecurangan.84
Pasar mempuyai berbagai kelebihan dibanding sistem yang lain
tetapi pasar juga mempuyai dampak yang bisa merusak sendi sosial maka
standar etis atau standar rasa harus dihadirkan diluar pasar yaitu etika
publik yang dijamin oleh hukum. Beberapa implikasi dan akibat yang
ditimbulkan oleh pasar harus dilakukan dengan cara yang lain.85
Perdagangan bebas bisa menjadi mesin yang dinamis tetapi kita
perlu mewaspadai sifat destruktif yang ditimbulkan sehingga kita tidak
sepenuhnya menerima mentah-mentah tetapi perlu ada kompromi yang
lebih bijak dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Semangat
inilah yang Giddens bangun untuk menjembatani kebekuan dan perbedaan
yang selama ini menjadi dua kekuatan yang saling besitegang.86
83 Ibid., hal. 40. 84 Ibid., hal.40 - 41. 85 Ibid., hal. 44. 86 Anthony Giddens, The Third ……, hal. 74.
68
Tiga wilayah kunci kekuasaan pemerintah, ekonomi dan
komunitas masyarakat sipil semua perlu dibatasi kepada kepentingan
solidaritas sosial dan keadilan sosial. Sebuah tatanan demokratik, sebagai
mana pasar efektif tergantung bagaimana berkembangnya masyarakat
sipil.87
Politik kiri tengah berkaitan dengan kesiapan kolektif untuk
mengkounter ketidaksetaraan dan instabilitas yang ditimbulkan pasar.
Kapitalisme adalah masalah, dan tujuan kelompok kiri adalah menguatkan
negara dan meningkatkan pendapatan pajak, guna mengontrol dan agent
provocateur-nya perusahaan-perusahaan besar. 88
Kepopuleran Jalan Ketiga tidaklah menjadi soal siapa yang
menggunakanya yang penting bagaimana menjadikan nilai-nilai kiri tengah
dipertimbangkan di dunia yang sedang mengalami perubahan besar. Jalan
Ketiga bukan untuk mengambil posisi tengah antara sosialisme yang atas
bawah dan filsafat pasar bebas. Ia berkaitan dengan rekontruksi doktrin-
doktrin demokrasi sosial dalam merespon revolusi ganda yaitu revolusi
globalisasi dan ekonomi pengetahuan.89
Tujuan utama politik jalan ketiga membantu anggota masyarakat
membantu mereka merintis jalan mereka melalui revolusi utama globalisasi
,tranformasi dalam kehidupan personal, hubungan litas dengan alam. Kaum
demokrat sosial perlu bersikap positif terhadap globalisasi tidak semata-
mata memandang sebagai ancaman tetapi bagaimana memberikan respon
positif dari pada sekedar memandang negatif yang berimplikasi terjadinya
blok-blok ekonomi dan proteksionisme yang berlebihan. Bahaya
globalisasi terhadap ekonomi lokal memang mengkhawatirkan tetapi bukan
berarti dipecahkan dengan proteksionisme yang tidak rasional dan tidak
diinginkan. Keadaan dunia yang terbagi dalam blok-blok jelas tidak
menguntungkan sehingga perlu ada kesepahaman bersama dalam rangka
87 Anthony Giddens, op. cit., hal. 57. 88 Ibid. hal.36 89 Anthony Giddens , The Third…, op. cit. hal.161.
69
mencari solusi alternatif dari pada sekedar berperang untuk
mempertahankan argumentasi masing-masing.90
Politik jalan ketiga harus mempertahankan inti kepedulianya pada
keadilan sosial dan menyadari bahwa rentang masalah tidak sekedar kiri
dan kanan tetapi lebih luas dari pada sebelumnya. Perlunya mencari
hubungan baru dalam mememahami individu dan kolektivitas tampaknya
lebih tepat dari pada memperdebatkan penting mana antara kepentingan
individu dengan komunal. Perlunya definisi ulang menjadi tepat bagi
kepentingan bersama sehingga politik jalan ketiga menawarkan tak ada hak
tanpa tanggung jawab. Negara perlu memberikan perlindungan bagi
mereka yang lemah yang merupakan kewajiban bagi pemerintah.91
Semboyan kedua tidak ada otoritas tanpa demokrasi perlunya
membangun otoritas dengan partisipasi penuh dari masyarakat dengan
sikap demokratis. Kekhawatiran runtuhnya bentuk tradisonal yang
mengakibatkan tidak bisa membedakan yang benar dan salah menjadi tidak
relevan dengan kondisi sekarang. 92
Jalan ketiga merupakan cara efektif untuk mewujudkan keadilan
dan solidaritas sosial karena mampu mengembangkan program politik
yang kuat dan terpadu. Jalan ketiga mampu menghadapi ketidaksetaraan
dan kekuatan perusahaan dalam dunia kontemporer.93
Norberto Bobbio menjelaskan kiri sebagai concern untuk
mengurangi ketidaksetaraan dan upaya untuk mewujudkan keadilan. Nilai
kiri lainya misalnya kerjasama sosial dan proteksi terhadap yang lemah.
Dalam perspektif semacam ini Jalan Ketiga adalah kiri. Sebuah pertayaan
sampai batas mana akan ditarik garis batas antara kanan dan kiri karena
banyak persoalan yang tidak sesuai antara keduanya. Adalah sebuah
kesalahan besar untuk memasukkan secara paksa. Pembagian kiri dan
kanan menggambarkan dunia secara luas diyakini bahwa kapitlalisme
90 Ibid., hal. 74. 91 Ibid., hal.75. 92 Ibid., hal. 75 -76 93Anthony Giddens, Jalan Ketiga dan …..,op. cit., hal. 36 - 37.
70
perlu dilampaui dan konflik kelas membentuk sejumlah besar politik
pilihan hidup (life Politics). Tidak satupun dari kondisi ini yang relevan
“Radikalisme” tidak lagi bisa disamakan dengan “menjadi kiri” Ia sering
berarti pemisahan dari kiri yang telah mapan yang telah kehilangan nilai
jual.94
Berusaha mengembangkan masyarakat yang beragam (deversified
society) dengan dasar egalitarian. Politik jalan ketiga hendak
memaksimalkan kesempatan walau pendapatan berbeda. Tetapi tetap
concern membatasi ketidaksamaan penghasilan. Karena kesempatan yang
sama dapat menimbulkan ketidaksetaraan kekayaan dan keuntungan yang
bisa merampas kesempatan generasi selanjutnya.
Respon secara serius concern publik yang berkenaan dengan
kejahatan dan hancurnya keluarga. Bertindak tegas terhadap masalah
kejatahan adalah point tersendiri yang ditekankan. 95
Politik Jalan Ketiga tidak merasa puas atau bersikap kolusif
terhadap kekuasaan. Ada banyak kelompok kepentingan dan kekuasan yang
harus dihadapi yang harus diatur oleh pemeritahan kiri-tengah yang
mempuyai harga diri. Perjuangan untuk memperluas dan mempertahankan
mekanisme demokratik, mengontrol kekuatan bisnis dan melindungi
kekutaan minoritas kultural adalah hal fundamental bagi jalan ketiga. 96
94 Ibid., hal. 46. 95 Ibid., hal.164. 96 Ibid., hal. 45.
Top Related