6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Tentang Waktu Tanggap (Respon Time)
1. Definisi Waktu Tanggap (Respon Time)
Waktu Tanggap (respon time) adalah kecepatan memberikan pertolongan
yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin
sehari-hari maupun waktu bencana. (Moewardi, 2003 dalam Haryatun
&Sudarwanto, 2008)
Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan
sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang
dengan gawat darurat medis.Pelayanan pasien gawat darurat adalah
pelayanan yang memerlukan pelayanan segera yaitu cepat, tepat dan
cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. (Depkes,2006)
Waktu tanggap di Instalasi Gawat Darurat (IGD) semua rumah sakit yang
telah terakreditasi harus memiliki kecepatan dan ketepatan yang baik.
Waktu tanggap adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan
pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak
memasuki pintu IGD Misalnya si pasien masuk ke pintu IGD pukul
12.00 dan menderita sesak napas, lalu oleh perawat jaga langsung
diberikan oksigen pukul 12.03 dan melapor ke dokter jaga pukul 12.04,
baru kemudian dokter IGD memeriksa si pasien pukul 12.10 dan
memberikan terapi pukul 12.15, obat dimasukkan pukul 12.20.
(Rissamdani, 2015).
Kecepatan yaitu suatu kemampuan untuk pelayanan yang cepat
(responsive). Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin
secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
7
Bahasa Indonesia pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang
lain, sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa
yang diperlukan seseorang. Pelayanan cepat menentukan kepuasan
pasien.Berapa lama pasien harus menunggu di loket pendaftaran hingga
dia mendapatkan kartu, demikian hal ketika menunggu untuk diperiksa
dokter atau perawat. Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan
dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan. (Kepmen, 2003)
Kecepatan Pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau
pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam standar waktu yang telah
ditetapkan dari pertama kedatangan pasien di IGD.Waktu tanggap pada
system realtime, didefinisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal
dan eksternal) sampai instruksi pertama rutin layanan yang dimaksud
dieksekusi, disebut dengan event response time.Sasaran dari penjadwalan
ini adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan pelayanan
pertama gawat darurat/emergency response time rate.(Nursahim, 2015)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009, tentang standar pelayanan Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit, standar waktu pelayanan pasien diruang
Gawat Darurat paling lambat 5 menit setelah sampai di ruang Instalasi
Gawat darurat (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat
pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau
respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu
waktu yang di perlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap dikatakan
tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak
melebihi waktu rata-rata standar yang ada. (Haryatun dan Sudarwanto
2008).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
8
Pelayanan Gawat Darurat adalah salah satu Faktor penting dalam proses
tindakan penyelamatan jiwa pasien (life saving), sehingga pelayanan ini
menjadi salah satu kunci utama dalam proses pelayanan medik di rumah
sakit. Salah satu indikator penting dalam pelayanan Gawat Darurat di
Rumah sakit adalah angka keterlambatan pertama gawat darurat
(emergency respon time rate). Angka keterlambatan ini sebisa mungkin
dihindari, keberhasilan penanganan gawat darurat bisa dinilai dari
beberapa faktor yang mendukung yaitu:
a. Pelayanan pertama gawat darurat dikatakan terlambat apabila
pelayanan terhadap pasien gawat atau darurat dilayani oleh petugas
UGD Rumah sakit > 5 menit.
b. Petugas UGD adalah petugas yang bekerja di UGD Rumah sakit
yang telah di latih Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
c. Tindakan life saving adalah tindakan yang ditujukan untuk
menyelamatkan jiwa yang sedang terancam karena penyakit atau
luka yang dideritanya.
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan
tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati.
Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian
dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga
beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate,
terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk
menghambat resiko kecacatan dan bahkan kematian. Hal ini bisa saja
terjadi karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa
minggu setelah trauma tidak mendapatkan penanganan yang optimal.
Berdasarkan kasus di atas, penilaian awal merupakan salah satu item
kegawatdaruratan yang sangat mutlak harus dilakukan untuk mengurangi
resiko kecacatan, bahkan kematian (Patricia, 2010).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
9
Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien,
mengidentifikasicedera/kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai
tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan
definitif atau transfer kefasilitas sesuai. (Depkes,2002)
2. Faktor-Faktor Yang MempengaruhiWaktu Tanggap (Respon Time)
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon time perawat meliputi
(Jordiawan, 2015) :
1. Sumber Daya Manusia
a. Umur
Umur adalah usia seseorang yang dihitung sejak lahir sampai
dengan batas terakhir masa hidupnya. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang
yang lebih dewasa akan lebih percaya dari orang yang belum cukup
kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwa (Hurlock,2002).Dengan demikian semakin tua
umur pegawai maka makin konstruktif dalam mengatasi masalah
dalam pekerjaan dan terampil dalam memberikan pelayanan pada
klien.
b. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita
tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntun
manusia berbuat dan mengisi kehidupannya mencapai keselamatan
atau kebahagiaan.Manajemen pendidikan tenaga kesehatan secara
umum tidak berbeda dengan pendidikan manajemen pendidikan
lainnya, hanya saja materi yang diajarkan disesuaikan dengan
tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
(Depkes RI, 2000).Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi atau hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
10
meningkatkan kualitas hidup. Faktor pendidikan seseorang sangat
menentukan kesiapan dalam memberikan pelayanan, orang yang
berpendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi masalah dan
berperan lebih baik dan efektif serta konstruktif daripada yang
berpendidikan rendah (Nursalam, 2001).
c. Masa Kerja
Pengalaman adalah guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman
identik dengan lama kerja (masa kerja). Pengalaman itu merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dalam upaya
meningkatkan pelayanan kepada pasien. Hal ini dilakukan dengan
cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
Sehingga dapat dikatakan, semakin lama seseorang bekerja
semakin baik pula dalam memberikan pelayanan (Notoadmojo,
2003).
2. Motivasi
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang
anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam
bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian
tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan
(Siagian,2004).Sedangkan Gerungan (2000) menambahkan bahwa
motivasi adalah penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri
manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu
tindakan/bertingkah laku.Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat
dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan
mengorganisasikan tingkah lakunya.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
11
3. Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktifitas sehari-
hari.Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya.Beban-beban
tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga
disebut beban kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan
tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.Beban kerja dapat berupa
beratnya pekerjaan seperti mengangkat, mengangkut, merawat, dan
mendorong.Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana
tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan
individu lainnya (Manuaba, 2000). Everly dan Girvano (dalam
Munandar,2001) menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu
kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban
berlebih secara fiskal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu
banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan.Unsur
yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif adalah kondisi kerja,
yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin
secara tepat dan cermat.
4. Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam
mencapai maksud dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, dan proyek). Antara sarana dan prasarana tidak terlalu
jauh berbeda, karena keduanya saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan.Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada
pasien yang dating ke IGD memerlukan standar sesuai kompetensi
dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang
tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana
dan sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai
standar yang telah ditetapkan (Kepmenkes, 2009).Canadian of
Association Emergency Physician (2012) menuliskan bahwa kejadian
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
12
kurangnya stretcher untuk penanganan kasus yang akut berdampak
serius terhadap kedatangan pasien baru yang mungkin saja dalam
kondisi kritis. American College of Emergency Physician (2008)
menuliskan bahwa pada IGD yang mengalami permasalahan
berlimpahnya jumlah pasien yang ingin mendapatkan pelayanan,
menempatkan seorang dokter diwilayah triase dapat mempercepat
proses pemulangan pasien atau discharge untuk pasien minor dan
membantu memulai penanganan pada pasien yang kondisinya lebih
sakit. Green, et.al (2006) mengemukakan bahwa pada perubahan yang
sangat kecil dan perubahan yang sangat kecil dan sederhana dalam
penempatan staf sangat berdampak pada keterlambatan pada
penganganan di IGD.
B. Konsep Tentang Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasrti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak objek yang spesifik kecemasan secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal. (Stuart, 2007)
Menurut suliswati dkk (2005) kecemasan merupakan respon individu
terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh
makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan
mengenai kekhawatiran atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang,
dan emosi yang dialami seseorang. Kecemasan adalah suatu keadaan
tertentu (state anxiety), yaitu menghadapi sesuatu yang tidak pasti dan
tidak menentu terhadap kemampuanya dalam menghadapi objek tersebut.
Hal tersebut berupa emosi yang kurang menyenangkan yang dialami oleh
individu dan bukan merupakan kecemasan yang melekat pada
kepribadian. Kecemasan sebagai sesuatu pengalaman subjektif mengenai
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
13
ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai konflik atau
ancaman. (Listiriani,2013)
Kecemasan (anxiety) adalah penjelmaan berbagai proses emosi yang
bercampur-baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami
berbagai tekanan-tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan
(frutrasi) dan pertentangan batin (konflik batin). Perasaan yang timbul
karena ada dua sebab, pertama dari apa yang disadari seperti rasa takut,
terkejut, tidak berdaya, merasa terancam, dan sebagainya. Kedua yang
terjadi diluar kesadaran dan tidak mampu menghindari perasaan yang
tidak menyenangkan. (Listiriani, 2013)
Kecemasan/ansietas dapat terjadi bila pasien atau keluarga pasien
mengalami suatu proses pada perubahan status kesehatan seperti,
perubahan peran fungsi, status sosioekonomi dan lingkungan, pola
interaksi, kebutuhan yang tidak terpenuhi, perubahan kehidupan yang
baru serta kehilangan teman/orang terdekat. Tingkah laku bervariasi
seperti, ketegangan wajah, tremor tangan, fokus pada diri dan kurangnya
minat dalam aktivitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan ketakutan pada
pasien atau keluarga pasien, susah beristirahat, banayak bertanya, tidak
tenang (mondar-mandir), aktivitas yang tidak bertujuan dan insomnia.
(Listiriani, 2013)
2. Macam-Macam Kecemasan
Kecemasan merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia
terkait.Freud (dalam Anwar, 2009) membagi kecemasan menjadi 3 (tiga),
yaitu :
a. Kecemasan Obyektif
Merupakan kecemasan yang timbul akibat seseorang menyadari
bahwa ada sumber bahaya pada lingkungan tempatnya berada.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
14
b. Kecemasan Psikotis
Kecemasan yang muncul karena pertahanan ego yang terancaman
akan dikalahkan oleh insting Id untuk memenuhi keinginan-
keinginan yang pemuasannya bertentangan dengan masyarakat
namun ego berusaha untuk menekannya.
c. Kecemasan Moral
Merupakan kecemasan yang muncul karena rasa ego mengerjakan
sesuatu atau berpikir yang bertentangan dengan norma-norma dan
moral yang dianut masyarakat sehingga seseorang merasa berdosa
dan malu.
3. Tingkat Kecemasan Dan Rentang Respon Cemas
Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu
yaitu ringan, berat, dan panik. (Suliswati dkk, 2008)
a. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari individu
masih wasapada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan
indera. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu
memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreatifitas.
b. Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,
terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan
sesuatu arahan orang lain.
c. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi Individu sangat sempit pusat perhatiannya pada
detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal
lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan
dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
15
d) Panik
Individu Kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
denga perintah. Terjadi peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya
kemampuan berhubungan dengan lain, penyimpangan persepsi dan
hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.
Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan rentan respon individu
berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptive seperti :
Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Bagan 2.1 Rentang Respon Cemas
Stuart (2005) memberikan suatu penilitian respon fisiologis dan respons
perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan meliputi:
a. Sistem Kardiovaskuler
Respon yang terjadi adalah palpitasi, jantung berdebar, tekanan
darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah
menurun, Denyut nadi menurun.
b. Sistem Pernapasan
Respon yang terjadi adalah napas cepat, sesak napas, tekanan pada
dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi
tercekik, terengah-enggah.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
16
c. Sistem Neuromuskuler
Respon yang terjadi adalah refleks meningkat, reaksi kejutan, mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang,
kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.
d. Sistem Gastrointestinal
Respon yang terjadi adalah kehilangan napsu makan, menolak
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual,
nyeri ulu hati, diare.
e. Sistem Saluran perkemihan
Respon yang terjadi adalah tidak dapat menahan kencing, sering
berkemih.
f. Sistem Integument (Kulit)
Respon yang terjadi adalah wajah kemerahan, berkeringat setempat
(telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah
pucat, berkeringat seluruh tubuh.
g. Sistem Perilaku
Respon yang terjadi adalah gelisah, ketegangan fisik, reaksi terkejut,
bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera,
menarik diri dari hubungan interpersonal, menghindar, melarikan
diri dari masalah, sangat waspada.
h. Sistem Kognitif
Respon yang terjadi yaitu perhatian terganggu, konsentrasi buruk,
pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir,
lapangan persepsi menurun, preokupasi, bingung, sangat waspada,
kehilangan, objektivitas, takut kehilangan kendali.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
17
i. Sistem Afektif
Respon yang terjadi yaitu mudah terganggu, tidak sabar, gelisah,
tegang, gugup, ketakutan, waspada, kekhawatiran, kecemasan, rasa
bersalah.
Menurut Hawari (2004) instrumen lain yang dapat digunakan untuk
mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale
(HARS) yaitu mengukur aspek kognitif dan afektif meliputi:
a. Perasaan cemas ditandai dengan: cemas, firasat buruk, takut akan
pikiran sendiri, mudah tersinggung.
b. Ketegangan ditandai oleh: merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat
nyenyak, mudah terkejut, mudah menangis, gelisah, gemetaran,
mudah terkejut.
c. Ketakutan ditandai oleh: ketakutan gelap, ketakutan ditinggal
sendiri, ketakutan pada orang yang baru dikenal, ketakutan pada
binatang besar, ketakutan pada keramaian, ketakutan pada
kerumunan orang banyak.
d. Gangguan tidur ditandai oleh: Sukar mulai tidur, bangun malam hari,
tidak tidur nyenyak, suka mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.
e. Gangguan kecerdasan ditandai oleh: daya ingat buruk, daya ingat
menurun, sulit berkonsentrasi.
f. Perasaan depresi ditandai oleh: kehilangan minat, sedih, bangun dini
hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah-ubah pada
malam hari.
g. Gejala somatik ditandai oleh: nyeri pada otot, kaku, kedutaan otot,
gigi gemeretak, suara tidak stabil.
h. Gejala sensorik ditandai oleh: telinga berdengung, penglihatan
kabur, muka merah dan pucat, merasa lelah, perasaan ditusuk-tusuk.
i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh: Denyut nadi cepat, berdebar-
debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau
pingsan, detak jantung hilang sekejap.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
18
j. Gejala pernapan ditandai oleh: Rasa tertekan di dada, pernapasan
tercekik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.
k. Gejala gastrointestinal di tandai oleh: sulit menelan, mual, perut
melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh,
muntah, berat badan menurun, konstipasi (sukar buang air besar).
l. Gejala urogenital ditandai oleh: sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, masa haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek.
m. Gejala otonom ditandai oleh: mulut kering, muka merah kering,
mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala tersa berat, bulu-
bulu berdiri.
n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai oleh: gelisah, tidak tenang, jari
gemetaran, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot
meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah.
4. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan
(Stuart, 2007).
a. Dalam pandangan psikoanalitis, adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua element kepribadian id dan superego. Ego
berfungsi menengahi tuntutan dari dua element yang bertentangan.
b. Dalam pandangan interpersonal, kecemasan dapat timbul dari
perasaan takut terhadap penolakan interpersonal. Kecemasan dapat
juga berhubungan dengan perkembangan.
c. Menurut pandangan perilaku, sesuatu yang menganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Kajian keluarga menyatakan bahwa gangguan kecemasan juga
tumpah tindih antara gangguan kecemasan dengan depresi.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
untuk benzodiazepine, obat-obat yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi asam gama (GABA) yang berperan dalam mekanisme
biologis yang berhubungan dengan kecemasan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
19
5. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Stessor presipitasi kecemasan dapat di
kelompokan menjadi dua bagian (Suliswati dkk, 2005) :
a. Ancaman terhadap integritas fisik:
1) Sumber internal, meliputi kegagalan imun mekanisme fisiologis
system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal.
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri:
1) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan ditempat kerja, penyesuaian terhadap peran yang
baru. Ancaman terhadap integritas fisik dapat juga mengancam
harga diri.
2) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan tekanan sosial budaya.
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
a. Pengalaman negatif pada masa lalu
Pengalaman ini merupakan hal yang tidak menyenagkan pada masa
lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa
mendatang, apabila individu tersebut menghadapi situasi atau
kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan.
b. Pikiran yang tidak rasional
Para psikolog memperdebatkan bahwa kecemasan bukan karena
suatu kejadian, melainkan kepercayaan atau keyakinan tentang
kejadian itulah yang menjadi penyebab kecemasan (Ghufron, 2010).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
20
Dalam Stuart dan Sundeen (2000), faktor-faktor yang kecemasan adalah
sebagai berikut:
a. Usia
Usia mempengaruhi psikologi seseorang, semakin tinggi usia
semakin baik tingkat kematangan emosi seseorang serta kemampuan
dalam menghadapi berbagai persoalan.
b. Status kesehatan jiwa dan fisik
Kelelahan fisik dan penyakit dapat menurunkan mekanisme
pertahanan alami seseorang.
c. Nilai-nilai budaya dan spiritual
Budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang.
Regligiutas yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan positif
atas masalah yang dihadapi.
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan
orang tersebutmudah mengalami kecemasan, semakin tingkat
pendidikannya tinggi akan berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir.
f. Respon koping
Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan,
ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif sebagai
penyebab perilaku patologi.
g. Dukungan sosial
Dukungan sosial dari lingkungan sebagai sumber koping, dimana
kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi
kecemasan dan lingkungan mempengaruhi area berpikir seseorang.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
21
h. Tahap perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas
stressor yang berbeda sehingga menjadi stres pada tiap
perkembangan berbeda. Pada tingkat perkembangan individu
membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stres.
i. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam menghadapi stressor yang sama.
j. Pengetahuan
Ketidaktahuan dapat menyebabkan kecemasan dan pengetahuan
dapat digunakan untuk mengatasi masalah.
7. Reaksi Kecemasan
Kecemasan dapat menimbulkan reaksi kontruktif maupun destruktif bagi
individu.
a. Konstruktif
Individu termotivasi untuk belajar mengadakan perubahan terhadap
perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan hudup.
b. Destruktif
Individu bertingkah laku maladaptif dan disfungsional.
C. Tinjauan Tentang Kecemasan Keluarga Menunggu Pasien
Sebuah keluarga merupakan unit dasar dari masayarakat dimana anggotanya
mempunyai suatu komitmen untuk memelihara satu sama lain baik secara
emosi maupun fisik. Sebuah keluarga dapat dipandang sebagai sistem
terbuka.Suatu perubahan atau gangguan pada salah satu bagian dari sistem
dapat mengakibatkan perubahan atau gangguan dari seluruh sistem.Stres atau
cemas yang dihadapi dan dialami oleh salah satu anggota keluarga
mempengaruhi seluruh keluarga. Cemas disebabkan oleh karena krisis situasi,
tidak terpenuhinya kebutuhan, perasaan tidak berdaya dan kurang kontrol
pada situasi kehidupan (Astuti & Sulastri, 2012).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
22
Kondisi sakit tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan.Klien dan
keluarganya harus menghadapi berbagai perubahan yang terjadi akibat
kondisi sakit dan pengobatan yang dilaksanakan. Keluarga umumnya akan
mengalami perubahan perilaku dan emosional, setiap orang mempunyai
reaksi yang berbeda-beda terhadap kondisi yang dialami. Penyakit yang berat,
terutama yang dapat mengancam kehidupan, dapat menimbulkan perubahan
perilaku yang lebih luas, kecemasan, syok, penolakan, marah.Hal tersebut
merupakan respon umum yang disebabkan oleh stres (Potter, 2005).
Pasien yang dirawat diruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) mengalami
keadaan gawat yang mengancam kehidupan. Untuk itu perawat diruang IGD
cenderung cepat dan tepat serta kegiatannya dilakukan secara terus menerus
dalarn 24 jam.Keadaan tersebut dapat menimbulkan krisis dalam keluarga,
terutama jika sumber krisis merupakan stimulus yang belum pernah dihadapi
oleh keluarga sebelumnya.Keluarga yang menunggu pasien secara terus
menerus akan menimbulkan kecemasan bagi keluarga pasien yang dirawat di
IGD mengingat keluarga adalah suatu sistem terbuka dimana setiap ada
perubahan atau gangguan pada salah satu sistem dapat mengakibatkan
perubahan atau gangguan bagi seluruh sistem tersebut. Keluarga yang
menunggu di IGD pun mengalami kecemasan apalagi keluarga yang sakit
tidak mendapat penanganan segera akan semakin memperberat kecemasan.
Oleh karena itu kecemasan yang dialami oleh salah satu keluarga
mempengaruhi seluruh keluarga lain. (Kusuma, 2007)
Bagi keluarga pasien yang berada dalam keadaan kritis (critical care patients)
dalam kenyataannya memiliki stress emosional yang tinggi. Mendapatkan
informasi tentang kondisi medis pasien dan hubungan dengan petugas
pemberi pelayanan merupakan prioritas utama yang diharapkan dan
diperlukan oleh keluarga pasien. Para peneliti mendapatkan data peningkatan
kejadian stress yang dialami oleh keluarga pasien adalah segera setelah
pasien berada di ruang IGD. Disamping itu perawatan pasien diruang IGD
menimbulkan stress bagi keluarga pasien juga karena lingkungan rumah
sakit, dokter dan perawat merupakan bagian yang asing. Untuk itu pelayanan
keperawatan perlu memberikan perhatian untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dalam frekuensi, jenis, dan dukungan komunikasi.Sejalan dengan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
23
itu, pelayanan keperawatan juga perlu memahami kepercayaan, niali-nilai
keluarga, menghormati struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter &
Perry, 2009).
Dukungan keluarga menurut Francis dan Satiadarma (2004) merupakan
bantuan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga
lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam
sebuah keluarga. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan menjadi sia-sia
apabila tidak didukung oleh peran serta dukungan keluarga (Taylor, 1995
dalam ambari, 2010). Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan dari
commission of the family (1998, dalam Dolan dkk, 2006) bahwa dukungan
keluarga dapat memperkuat setiap individu, pasien, menciptakan kekuatan
keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai
potensi sebagai strategi pencegahan utama bagi seluruh keluarga dalam
menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi
dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh tekanan
(Ambari, 2010). Saling mendukung, saling mengasihi, dan saling menghargai
antar sesama anggota keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga merupakan
fungsi internal keluarga yang disebut fungsi efektif. Friedman, 1986 dalam
Setiawati dan Dermawan (2008).
Kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus internal dan
eksternal yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan individu untuk
menanganinya maka timbul cemas. Dampak dari kecemasan
akanmempengaruhi pikiran dan motivasi sehingga keluarga tidak mampu
mengembangkan peran dan fungsinya yang bersifat mendukung terhadap
proses penyembuhan dan pemulihan anggota keluarganya yang sedang
dirawat di ruang ICU (Keltner, 1995; Sibuea, 2010).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
24
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoadmodjo, 2010). Berdasarkan pola pemikiran diatas maka kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Skema 2.1 : Kerangka Konsep
E. Hipotesis Penelitian
Ha : Adanya hubungan antara respon time perawat dengan tingkat
kecemasan keluarga pasien di IGD RSU SariMutiara Medan.
Respon Time Kecemasan
Keluarga Pasien
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Top Related