4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Dalam melakukan perlakuan panas logam untuk memodifikasi sifat
mekaniknya diperlukan beberapa teori dasar untuk memahami apa yang terjadi
pada logam saat dilakukan proses pemanasan.
2.1 Baja AISI 1045
Baja AISI 1045 atau NS 1045 termasuk dalam kategori baja hypoeutektoid
dikarenakan memiliki kandungan karbon diantara 0-0.76% C dan juga termasuk
kategori baja karbon sedang dikarenakan memiliki kandungan karbon diantara
0,25-0,55% C. secara lebih lanjut, data mengenai baja AISI 1045 adalah sebagai
berikut:
a. Komposisi Kimia (%)
- Karbon (C) : 0,43 – 0,55
- Mangan (Mn) : 0,6 – 0,90
- Fosfor (P) : 0,040 Max
- Sulfur (S) : 0,050 Max
b. Properties
- Hardening temperature : 820 – 850 °C
- Quenching medium : Water / Oil
- Hardness as supplied : 170 – 220 BHN
- Tensile strength : 60 – 75 Kgf/mm²
c. Karakteristik
Tipe baja ini cocok untuk dilakukan flame hardening dan dapat menghasilkan
kekerasan permukaan hingga 500 BHN hingga kedalaman 0.10 inchi dari
permukaan. Cocok untuk menjadi bahan baku poros dan gear.
d. Penggunaan
Poros, gear, peralatan pertanian, handtool, pin penepat, piston rod, sproket rantai,
pisau, pivot shaft, crankshaft, baja struktur, plat penyambung struktur, axle, rams,
5
sockets, worms, hydraulic clamps, serta komponen mesin dengan pembebanan
kelas menengah.
2.2 Diagram Fasa
Konsep dasar dari diagram fasa adalah mempelajari relasi paduan
dalam keadaan setimbang. Diagram ini menggambarkan keterkaitan antara
temperatur dan komposisi. Dimana setiap perubahan temperatur dan komposisi
akan berpengaruh terhadap struktur mikro.
Pada diagram fasa banyak informasi yang bisa kita dapatkan tentang
suatu paduan, diantaranya adalah:
a. Untuk meramalkan fasa yang terjadi pada suatu paduan, pada temperatur
dan komposisi tertentu
b. Untuk menganalisa perubahan fasa berikut mekanisme transformasinya.
c. Untuk meramalkan stuktur mikro yang akan diperoleh dari suatu paduan
dengan komposisi tertentu.
Dalam mempelajari diagram fasa, ada beberapa konsep yang patut
dipahami, diantaranya adalah:
a. Batas kelarutan
Dalam beberapa sistem campuran pada temperatur tertentu, ada
kandungan maksimal atom terlarut yang dapat larut dalam pelarut untuk
membentuk larutan padat. Pada kondisi tersebut disebut dengan batas
kelarutan.
Atau dalam konsep sederhana dapat digambarkan dengan campuran
air dan gula. Pada awalnya jika terdapat segelas air lalu kemudian
ditambahkan gula pada air tersebut, maka gula akan larut. Namun apabila
gula terus diberikan maka campuran akan menjadi pekat dan ada beberapa
gula yang tidak dapat larut karena terlalu banyak gula yang diberikan.
Hal tersebut terjadi karena gula yang diberikan sudah melebihi batas
kelarutan. Sehingga pada keadaaan tersebut terdapat dua zat yang terpisah
yaitu larutan air gula dan kristal gula padat yang tidak larut.
Namun lain halnya apabila kita memanaskan campuran tersebut,
apabila kita meningkatkan temperatur campuran tersebut maka secara
perlahan beberapa endapan gula yang tidak melarut akan ikut terlarut. Itu
6
dikarenakan batas kelarutan juga berubah seiring dengan perubahan
temperatur. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada grafik batas
kelarutan.
Gambar II-1 Grafik Batas Kelarutan
b. Fase equibrilium
Fase equibrilium adalah keseimbangan fasa. Dan equibrilium adalah
sebuah konsep pada diagram fasa yang tidak terpisahkan dengan besaran
termodinamika yaitu “energi bebas”.
Energi bebas adalah paduan dari energi dalam dan derajat keacakan
atom (entropi). Sistem dapat dikatakan setimbang apabila energi bebasnya
minimum pada kondisi temperatur, tekaan dan komposisi tertentu. Suatu
sistem dikatakan stabil apabila komposisi makroskopik tidak berubah
seiring waktu.
Apabila temperatur, tekanan dan komposisi dari suatu paduan
mengalami perubahan dari kesetimbangannya maka energi bebasnya akan
bertambah secara spontan, dan dalam keadaan lain energi bebasnya dapat
turun. Energi bebas sistem akan mengalami perubahan apabila keadaan
berubah. Konsep dari kesetimbangan ini adalah “metastabil” yang artinya
keadaan berubah terhadap waktu. Singkatnya, equilibrium adalah tidak
terjadinya perubahan terhadap waktu
7
2.3 Diagram Fasa Fe- Fe₃C
Diagram fasa ini terbentuk dari paduan antara Fe dan C. karena diagram
fasa tersebut membentuk senyawa, maka diagram fasa tersebut terbagi menjadi
dua yaitu Fe-Fe₃C dan Fe₃C-Fe. Fe₃C adalah senyawa besi yang disebut dengan
Cementit. Persentasi karbon maksimum cementit adalah 6.67% C. Diagram
fasa dibawah ini adalah gabungan dari beberapa diagram fasa diatas.
Proses perubahan selsatuan dari BCC ke FCC dan kembali ke BCC
pada rentang temperatur kamar ke temperatur yang lebih tinggi disebut dengan
Allotropi transformation atau polymorphic transformation. Diagram baja
karbon akan dijelaskan pada gambar berikut ini;
Gambar II-2 Diagram Fasa Baja Karbon [Fe- Fe₃C]
8
Keterangan gambar:
a. Reaksi peritektik terjadi pada temperatur 1493°C dengan 0,5% C.
δ + L = γ
b. Reaksi eutektik terjadi pada temperatur 1147°C dengan 4,3% C.
L = γ + Fe₃C (Ledeburid)
c. Reaksi eutektoid terjadi pada temperatur 727°C dengan 0,76% C.
γ = α + Fe₃C (Fasa Perlit)
d. Diagram ini menggambarkan dua jenis logam ferro, yaitu:
0 – 2,1% C, adalah baja karbon. Dan dibagi menjadi;
a) Baja hipoeutektoid apabila %C < 0,76% C.
b) Baja hipereutektoid apabila 0,76% C < %C < 2,1% C.
2,1% – 4,3% C adalah besi cor
a) Besi cor hipoeutektik apabila 2,1% C < %C < 4,3% C.
b) Besi cor hipereutektik apabila %C > 4,3% C.
e. Pada diagram fasa ini terdapat beberapa fasa, yaitu:
Delta ferrite (δ), memiliki sel satuan BCC.
Austenite (γ), memiliki sel satuan FCC.
Ferrite (α), memiliki sel satuan BCC.
Dari sel satuan itu, maka baja tergolong kepada logam politropik
atau allotropik.
f. Kelarutan C maksimum dalam Fe adalah 0.022%.
g. Jadi fasa-fasa hasil reaksi adalah:
Fasa Austenite = γ
Fasa Pearlite: γ = α + Fe₃C
Fasa Ledeburid: γ + Fe₃C
h. Fasa Perlit maksimum pada 0,76% C.
9
Gambar II-3 Baja AISI 1045 pada diagram fasa Fe-Fe₃C. Garis hijau menggambarkan baja AISI 1045.
Baja AISI 1045 termasuk dalam baja hipoeutektoid dan baja karbon
sedang, baja AISI 1045 memiliki kandungan karbon sekitar 0,45% C. Posisi baja
AISI 1045 pada diagram fasa Fe-Fe₃C ditunjukkan dengan garis hijau pada
gambar diatas. Kondisi fasa baja AISI 1045 dapat diperkirakan melalui diagram
fasa tersebut.
10
- Pengembangan Fasa Pada Diagram Baja Karbon
a. Pengembangan fasa baja hypoeutektoid
Gambar II-4 Diagram solidifikasi baja hipo
Keterangan: diagram solidifikasi pada komposisi C₁:
Titik c: terbentuk fasa γ 100%
Titik d: Terjadi pertumbuhan fasa ferrite di batas butir austenite
Titik e: ferrite tumbuh membesar di batas butir austenite
Titik f: setelah melewati garis reaksi eutektoid, ferit pro masih tetap, tetapi
austenite berubah menjadi fasa perlit (α+Fe₃C)
Gambar II-5 Struktur mikro 0,38%C dengan pembesaran 635x
11
b. Pengembangan fasa baja perlit
Gambar II-6 Diagram solidifikasi pada baja pearlite (0,76% C)
Keterangan:
Pada titik a: Terbentuk fasa Austenite 100%
Pada titik b: Setelah melewati garis reaksi eutektoid, austenite berubah
membentuk perlit (γ ↔ α + Fe₃C). Perlit yang terbentuk pada 0,76% C ini
adalah 100%.
Gambar II-7 Struktur mikro pearlite (terang ferrite dan gelap Fe₃C)
12
c. Pengembangan fasa baja hypereutektoid
Gambar II-8 Diagram solidifikasi pada baja hypereutektoid komposisi C1
Keterangan:
Pada titik g: terbentuk fasa Austenite 100%
Pada titik h: terjadi pengintian fasa Fe₃C di batas butir austenit
Pada titik i: Setelah melalui garis reaksi eutektoid, austenite berubah
membentuk perlit. Sedangkan Fe₃C pro sebelum reaksi masih tetap.
Gambar II-9 Foto struktur mikro 1,4% C dengan pembesaran 1000xFasa Pada Diagram Fasa Fe-Fe3C
13
Baja karbon pada diagram fasa Fe-Fe3C akan mengalami
perubahan fasa seiring meningkatnya temperatur pemanasan logam. Fasa
yang akan terbentuk dipengaruhi oleh temperatur pemanasan dan
kandungan karbon pada baja tersebut. Fasa yang akan terbentuk seperti
pada diagram diantaranya adalah:
a. Ferrite atau α – iron
Merupakan struktur besi pada temperature ruang, ferrite lunak dan
mudah dibentuk, biasanya dikomersialkan dalam bentuk murni. Memiliki
kekuatan tarik hingga 45000 psi dan pada temperature dibawah 767 oC
bersifat ferromagnetic. Ferrite memiliki kelarutan yang rendah terhadap
karbon. Ferrite memiliki sel satuan atom BCC (Body Center Cubic).
b. Austenite atau γ – iron
Merupakan fasa stabil besi pada temperature antara 910 – 1400 oC.
Austenite juga lunak dan mudah dibentuk sehingga sangat cocok untuk
proses fabrikasi seperti fogging dan rolling. Memiliki kelarutan yang
cukup baik pada karbon yaitu 2 % dan bersifat paramagnetic.
c. δ – iron
Merupakan fasa stabil besi pada suhu diatas 1400 oC dan memiliki
struktur kristal BCC ( Body Center Cubic ). Sifatnya hampir sama dengan
ferrite dan sangat sedikit larut dalam karbon namun msih lebih baik
dibandingkan dengan ferrite.
d. Cementite ( Fe3C )
Strukturnya ortorombik dan mengandung 6,67 % karbon. Jika
dibandingkan dengan austenite dan ferrite, cementite sangat keras dan
tetapi getas karena adanya Fe3C dan ferrite.
e. Fe – C Eutectoid
Jika Fe – C eutectoid diturunkan temperaturnya maka akan
terbentuk ferrite dan Fe3C yang berasal dari austenite pada komposisi
eutectoid. Mikrostruktur yang terbentuk berupa lamellar dan biasa disebut
Pearlite, merupakan kondisi yang paling diinginkan pada pembuatan baja.
14
2.4 Transformasi Fasa
Transformasi fasa adalah sebuah topik dasar yang harus dikuasai
untuk mempelajari perlakuan panas atau hardening. Konsep transformasi fasa
adalah mempelajari pengembangan mikrostruktur dari suatu material dan
pengaruhnya terhadap sifat mekanik. Transformasi secara umum dibagi
menjadi tiga,yaitu;
a. Transformasi yang tidak bergantung pada komposisi.
contoh: pembekuan logam murni, allotropic transformasi, rekristalisasi dan
pertumbuhan butir.
b. Transformasi yang bergantung pada komposisi fasa.
Contoh: transformasi pada fasa eutektoid.
c. Transformasi pada fasa mestabil.
Contoh: martensite transformasi.
Dalam proses perubahan fasa pada temperatur tertentu, terjadi
mekanisme transformasi yang berefek pada struktur mikro dan sifat mekanik
yang dihasilkan. Mekanisme transformasi fasa ada 2, yaitu:
a. Difusi: perubahan terjadi pada temperatur tinggi dan dalam waktu
pendinginan yang lama.
b. Geser (slip): perubahan pada temperatur tinggi dengan laju pendinginan
cepat.
Dan dalam perubahan fasa ada pula istilah kinetika fasa yang
membahas tentang laju reaksi fasa. Kinetika fasa pada transformasi fasa
terdiri dari dua proses, yaitu:
a. Nukleasi
Pembentukan fasa baru diawali oleh pembentukan partikel sangat kecil
atau nuklei dari fasa baru yang akan terbentuk.
b. Pertumbuhan Butir
Nuklei yang sudah terbentuk akan membesar dan membentuk fasa baru.
Pertumbuhan tersebut akan terus berlangsung hingga tercapai fraksi baru.
15
2.4.1 Diagram Transformasi Fasa
Transformasi fasa bisa terjadi dengan memvariasikan temperatur,
komposisi dan tekanan. Perubahan temperatur terhadap fasa dapat dilihat
menggunakan diagram fasa. Namun untuk mengetahui struktur mikro akibat
laju pendinginan dapat diketahui melalui diagram transformasi fasa. Diagram
transformasi fasa terbagi dua berdasarkan jenis pendinginannya. Yaitu:
2.4.1.1 Isotermal Transformasi Diagram (ITT)
Diagram ITT/TTT adalah diagram pendinginan yang menggunakan
dua tahapan pendinginan untuk menghasilkan struktur mikro. Diagram
pendinginan berikut merupakan contoh pendinginan pada proses pendinginan
menggunakan model ITT.
Gambar II-10 Laju pembentukan struktur mikro menggunakan model ITT
Pada gambar tersebut terdapat grafik hubungan antrara temperatur dan
waktu pendinginan pada diagram pendinginan ITT. Pada gambar tersebut
digambarkan proses pendinginan untuk menghasilkan struktur mikro pada
diagram pendinginan ITT. Pada awalnya specimen dipanaskan dalam tungku
hingga mencapai temperatur austenitenya pada titik A (727°C +) , lalu
16
dilanjut dengan dipindahkan ke tungku yang sudah diset pada titik B
kemudian dilakukan holding time pada temperatur titik B dan seiring waktu
pendinginan memasuki titik C diikuti dengann titik D hingga tercapai struktur
mikro akhir yang diinginkan.
Gambar II-11 Diagram pendinginan ITT
Dalam diagram pendinginan ITT tersebut dapat dilihat fasa-fasa yang
akan terbentuk pada temperatur pendinginan tertentu. A merupakan simbol
untuk fasa Austenite, P untuk pearlite, dan B untuk bainite.
2.4.1.2 Continous Cooling Temperature Diagram (CTT)
Diagram CCT menggambarkan skema transformasi fasa dengan laju
pendinginan kontinyu seperti pendinginan dalam tungku, pendinginan udara
atau quenching. Struktur mikro yang akan terbentuk bisa berupa pearlite,
pearlite-martensite dan martensite. Untuk menentukan waktu pendinginan
agar terbentuk struktur mikro yang diinginkan dapat dilihat pada diagram
CCT berikut.
17
Gambar II-12 Diagram CCT baja eutektoid
Keterangan:
a. Ketika pendinginan dilakukan sangat cepat, maka akan terbentuk martensite.
b. Ketika waktu pendinginan ditambah, maka akan terbentuk martensite +
pearlite.
c. Ketika waktu pendinginan berlangsung lama, maka akan terbentuk pearlite.
d. Adanya unsur paduan tambahan memungkinkan untuk menggeser posisi
hidung pearlite dan hidung bainite, sehingga kemungkinan terbentuknya
martensite semakin besar.
2.5 Perlakuan Panas Pada Baja
Prinsip perlakuan panas baja adalah proses untuk mendapatkan sifat
mekanik baru melalui proses pemanasan dan pendinginan, untuk mendapatkan
struktur yang berbeda dari kondisi awal sebelum dilakukan perlakuan panas.
Secara umum perubahan struktur mikro tersebut terjadi akibat adanya
18
transformasi austenit. Austenit bertransformasi menjadi pearlite, bainite atau
martensite.
Fasa logam akan berubah pada seiring dengan perubahan temperatur. Dan
pada proses pemanasan baja ada beberapa garis temperatur yang harus
diperhatikan dimana apabila temperatur pemanasan sudah mencapai garis tersebut
maka akan terjadi perubahan fasa. Dan garis fasa yang dimaksud adalah garis A1,
A3 dan Acm. Untuk letak garis yang dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar II-13 Garis temperatur pada diagram fasa Fe-Fe3C
Dalam memberi perlakuan panas pada baja, banyak metode yang
digunakan tergantung dengan struktur mikro dan sifat mekanik baja yang ingin
dihasilkan. Macam-macam perlakuan panas diantaranya adalah stress relieving,
annealing, full annealing, parsial annealing, spheroidizing, normalizing,
hardening dan tempering. Dan dalam tugas akhir ini, perlakuan panas yang akan
diberikan pada baja adalah:
2.5.1 Full annealing
Full annealing adalah proses pemanasan dilakukan pada daerah austenik,
yang diikutidengan pendinginan yang sangat lambat. Pemanasan dilakukan sekitar
30-50 °C diatas temperatur kritis (A3) untuk baja hypoeutektoid. Untuk baja
paduan temperatur pemanasan dapat dilakukan pada suhu yang lebih tinggi sekitar
19
AC₃ + 50 °C, sedangkan untuk baja hypereutektoid dapat dilakukan diatas suhu
Acm.
Dengan melakukan full annealing akan didapat struktur mikro seperti
semula sebelum dilakukan perlakuan panas pada logam. Pengerjaan full annealing
pada baja karbon akan menghasilkan struktur fasa ferit perlit dengan kekerasan
rendah serta ulet. Full annealing biasa dilakukan untuk mengurangi stress pada
benda hasil tempa.
Keuntungan yang didapat dari proses ini adalah sebagai berikut :
1. Menurunkan kekerasan
2. Menghilangkan tegangan sisa
3. Memperbaiki sifat mekanik
4. Memperbaiki mampu mesin dan mampu bentuk
5. Menghilangkan terjadinya retak panas
6. Menurunkan atau menghilangkan ketidak-homogenan struktur
7. Memperhalus ukuran butir
8. Menghilangkan tegangan dalam dan menyiapkan struktur baja untuk proses
perlakuan panas.
Proses Annealing tidak dimaksudkan untuk memperbaiki sifat mekanik baja
perlitik dan baja perkakas. Sifat mekanik baja struktural diperbaiki dengan cara
dikeraskan dan kemudian diikuti dengan tempering. Proses Annealing biasa
digunakan pada benda hasil forging agar dapat dilakukan proses lanjut seperti
finishing dan pemesinan. Baja pada proses pembuatan mata kapak juga dilakukan
Annealing sebelum kemudian dilakukan Hardening pada bagian ujungnya.
Gambar II-14 Kurva annealing
20
2.5.2 Hardening
Hardening dikenmal sebagai proses pengerasan. Proses ini dapat
dilakukan dengan pemanasan pada suhu hardening dilanjutkan dengan holding
time, dan pendinginan cepat (quenching) dengan oli, air atau air garam.
Proses pendinginan cepat dari temperatur austenite akan menghasilkan
fasa metastabil yang disebut dengan martensite. Temperatur hardening
dipengaruhi komposisi kimia, untuk baja hypo dilakukan pada temperatur 30-50
°C diatas A₃, sedangkan baja hyper dilakukan diatas temperatur A₁.
Gambar II-15 Diagram CCT pada proses quenching, laju pendinginan terjadi sebelum garis merah (CCR)
Pada diagram tersebut digambarkan hubungan antara waktu pendinginan
dengan temperatur pemanasan, dimana apabila baja dilakukan pendinginan
dengan cepat maka garis pendinginan pada baja akan terbentuk disebelah kiri
critical cooling rate, dan akan terbentuk struktur mikro baja berupa martensite.
21
Dengan melakukan quenching akan didapat kekerasan maksimal dan
struktur mikro martensite akibat partikel mengalami slip pada saat pendinginan.
Sehingga partikel karbon tidak terdifusi secara sempurna. Hardening biasa
dilakukan untuk benda-benda yang membutuhkan kekerasan tinggi seperti pisau
potong dan punch pada press tool
2.5.3 Tempering
Hardening menyebabkan baja memiliki kekerasan tinggi, tahan aus dan
memiliki kekuatan tinggi. Namun hardening menyebabkan berkurangnya
ketangguhan dan keuletan. Maka dari itu untuk dilakukan tempering untuk
memperbaiki sifat baja dengan cara memanaskan dibawah temperatur kritisnya
dan dilanjutkan dengan pendinginan udara.
Tempering adalah perlakuan panas lanjutan yang dilakukan setelah proses
hardening atau pengerasan, yang tujuanya berupa mengurangi ataupun
menyeimbangkan kekerasan akibat pendinginan yang cepat dan temperature yang
tinggi.
Martensit selain bisa menjadi sangat keras, bisa juga menjadi sangat rapuh
yang sebagian besar tidak dapat diaplikasikan, juga tekanan internal yang
mungkin sudah diberikan saat pendinginan memiliki efek melemahkan. Keuletan
dan ketangguhannya dapat ditingkatkan dan tekanan internalnya pun dapat
dibebaskan melalui perlakuan panas yang dikenal sebagai tempering. Tempering
dilakukan dengan memanaskan baja martensit pada suhu di bawah eutektoid
untuk jangka waktu tertentu. Biasanya, tempering dilakukan pada suhu antara
250 hingga 650 . Kemungkinan tekanan internal bebas saat suhu serendah
200 .
Pada saat hasil quenching ditempering, fase tunggal martensit yang jenuh
dengan karbon, membentuk transformasi menjadi martensit temper. Terdiri dari
ferrite dan fasa sementit, seperti yang ditandai pada diagram fasa karbida. Struktur
mikro martensit temper terdiri dari partikel sementit yang sangat kecil tersebar
dan tertanam dalam matriks ferrite. Hal ini mirip dengan struktur mikro speroidit.
Ukuran partikel sementit memengaruhi sifat mekanik dari martensit temper.
Perlakuan panas menentukan ukuran partikel sementit. Variabel perlakuan panas
22
adalah suhu dan waktu, dan sebagian besar dari perlakuan panas adalah proses
suhu konstan.
Ada beberapa metoda tempering untuk menghasilkan struktur mikro yang
berbeda, diantaranya adalah:
a. Temper I (150-300 °C)
Pada temper ini terjadi dekomposisi dari martensite dengan kandungan
karbon tinggi menjadi martensite kandunan kandungan karbon rendah.
Tujuan: Mengurangi tegangan kerut serta kerapuhan baja.
Aplikasi: Alat kerja yang tidak mengalami pembebanan yang berat.
Contoh: Poros pompa air, Sprocket rantai, Axle shaft, Mata bor untuk
kaca dan lainnya.
b. Temper II (300 – 500 °C)
Pada tempering ini maka austenite sisa akan membentuk bainite. Namun
bainite ini berbeda dengan bainite konvensional. Dalam bainite ini
mengandung ferite dan karbida epsilon.
Tujuan: Menambah keuletan dan mengurangi kekerasan.
Aplikasi: Alat kerja yang mengalami pembebanan yang berat.
Contoh: Crankshaft, Connecting rod, Palu, pahat, pegas.
c. Temper III (500 – 650 °C)
Dikenal dengan temper tinggi, pada tempering ini akan dihasilkan karbida
sementit dengan matrik ferrite.
Tujuan: Memberi keuletan tinggi dan mengurangi kekerasan menjadi
rendah.
Aplikasi: Alat kerja yang mengalami pembebanan yang berat.
Contoh: Roda gigi, poros, batang penggerak.
Pada umumya tempering dilakukan untuk benda-benda yang
membutuhkan kekerasan tinggi namun juga tidak getas dan memiliki keuletan.
Contohnya adalah cast iron bracket dan high carbon spring.
23
Gambar II-16 Pengaruh tempering terhadap sifat mekanik material pada baja AISI 1050
2.5.4 Kegagalan Pada Hardening
Pada proses hardening, ada beberapa kegagalan dalam hardening yang
menyebabkan adanya cacat pada benda kerja yang dilakukan perlakuan panas.
Adapun kegagalan, penyebab serta cara untuk menghindari terjadinya kegagalan
pada hardening terdapat pada tabel dibawah ini.
Table II-I Cacat, Penyebab, Solusi Hardening menurut Suroto dan Sudibyo (1983)
24
2.6 Mikrostruktur
Banyak sekali sifat fisik, sifat mekanik material tergantung oleh struktur
mikro. Mikro struktur merupakan bagian yang penting dalam pengamatan
mikroskopik, baik menggunakan optik atau mikroskop elektron. Struktur mikro
baja tergantung dari paduan dalam baja serta perlakuan panas yang dilakukan
pada baja. Diantara mikrostruktur yang akan terbentuk pada baja karbon adalah:
2.6.1 Martensite
Pada saat baja dipanaskan hingga fasanya berubah menjadi austenite dan
dilanjut dengan pendinginan cepat (Quenching) maka akan terbentuk fasa
martensite.
Martensite merupakan struktur satu fasa yang tidak setimbang dikarenakan
pembentukan struktur mikro terjadi sangat cepat. Fasa martensite berbentuk plat
atau seperti jarum warna hitam dengan adanya sebagian austenite yang tidak dapat
bertransformasi disebut dengan austenite sisa dengan warna putih. Martensite
memiliki sel satuan BCT sehingga bersifat keras dan getas.
Martensite terbentuk pada titik martensite start pada diagram pendinginan
CTT. Garis temperature martensite start dapat naik atau turun tergantung dengan
kandungan unsur penyusun baja tersebut terutama karbon. Untuk menentukan
martensite start dapat diperoleh dengan rumus:
Ms(°C) = 539 – 423WC – 30,4WMn – 17,7WNi – 12,1WCr – 7,5Wmo
Dengan keterangan:
Ms = Martensite start
WC = Kandungan karbon
WMn = Kandungan mangan
WNi = Kandungan nikel
WCr = Kandungan krom
WMo = Kandungan molybdenum
Untuk baja yang memiliki kandungan seperti AISI 1045 dimana terdiri dari
karbon, mangan, fosfor, sulfur maka yang dihitung hanya kandungan karbon dan
25
mangannya saja seperti yang tertera pada rumus. Maka rumus untuk AISI 1045
akan menjadi:
Ms(°C) = 539 – 423WC – 30,4WMn
Menentukan temperature martensite start dapat dilakukan dengan
mengamati grafik antara martensite start temperature dan kandungan karbon.
Dimana dari grafik tersebut dapat diketahui martensite start temperature dan jenis
martensite yang akan dihasilkan.
Gambar II-17 Grafik Martensite Start
Saat baja di-quenching terjadi perubahan fasa dari fasa austenite menjadi fasa
martensite. Fasa martensite yang terbentuk tidak berupa 100% martensite, namun
terdiri dari setidaknya 80% martensite dan 20% austenite sisa. Dikarenakan
sebelum terbentuk 100% martensite sudah memasuki titik martensite finish
sehingga tidak terjadi 100% martensite. Laju pembentukan martensite dapat
diketahui dengan persamaan berikut:
M10 = Ms – 18
M50 = Ms – 85
M90 = Ms – 185
M100 = Ms – 387
Dimana dari persamaan tersebut dapat diketahui pembentukan martensite mulai
dari pembentukan martensite pada tahap 10% hingga tahap 100% yang bisa
disebut dengan martensite finish.
26
Gambar II-18 Struktur mikro martensite
2.6.2 Tempered Martensite
Hasil quenching menyebabkan baja karbon memiliki struktur mikro
martensite yang keras dan getas sehingga mudah patah dan memiliki keuletan
yang rendah. Itu menyebabkan penggunaan baja tersebut kurang cocok untuk
beberapa aplikasi. Maka dari itu baja perlu ditemper untuk memperbaiki sifat
mekaniknya. Hasil dari tempering menghasilkan struktur mikro tempered
martensite. Dimana tempered martensite memiliki kekuatan tidak sekuat
martensite namun memiliki keuletan lebih baik.
Gambar II-19 Struktur mikro tempered martensite
Martensite
Austenite sisa
27
2.6.3 Coarse Pearlite
Coarse pearlite atau pearlite kasar dapat dihasilkan dengan metoda CCT
atau ITT. Pada diagram ITT maka pendinginan baja dari fasa austenite diperlukan
mendekati garis eutektoid. Pada diagram CCT maka diperlukan pendinginan
dengan waktu sangat lama. Sifatnya lebih kuat dan lebih keras dari spheroidite
namun tidak lebih ulet dari spheroidite.
Gambar II-20 Struktur mikro pearlite kasar
2.6.4 Fine Pearlite
Fine pearlite atau pearlite halus dapat dihasilkan dengan metoda CCT atau
ITT. Pada diagram ITT maka pendinginan baja dari fasa austenite diperlukan jauh
dibawah garis eutektoid. Pada diagram CCT maka diperlukan pendinginan dengan
waktu sedang atau lebih lama dari pembentukan martensite namun lebih cepat
dari pembentukan perlit kasar. Sifatnya lebih kuat dan lebih keras dari perlit kasar
namun tidak lebih ulet dari perlit kasar.
28
Gambar II-21 Struktur mikro pearlite halus
2.6.5 Bainite
Bainite pada dasarnya memiliki kesamaan dengan perlit karena struktur
mikronya sama-sama terdiri dari ferrite dan cementite, namum struktur mikro
bainite berbentuk plate atau jarum.
Struktur mikro bainit bisa didapatkan melalui sistem pendinginan dengan
diagram ITT. Dimana bainit dapat didinginkan dibawah garis N (540°C). Logam
dengan struktur mikro bainit memiliki sifat lebih keras dan lebih kuat daripada
perlit halus namun tidak lebih keras dari martensite. Dan memiliki keuletan lebih
baik dari martensite.
Gambar II-22 Struktur mikro bainit
29
2.6.6 Spheroidite
Struktur mikro spheroidite merupakan hasil transformasi dari fasa pearlite
atau bainite. transformasi dapat dilakukan dengan melakukan pemanasan
mendekati temperatur eutektoid (700°C) dengan waktu 18-24 jam. Partikel bulat
didapat dari kualisi Fe3C, dengan matrik ferrite, proses ini terjadi secara difusi
sehingga komposisi bainite relatif sama dengan komposisi pearlite sebelumnya.
Struktur mikro spheroidite memiliki sifat lunak dan ulet.
Gambar II-23 Struktur mikro spheroidite
2.7 Metalografi
Merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur
dan makrostruktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta
hubungannya dengan sifat-sifat material, atau biasa juga dikatakan suatu proses
umtuk mengukur suatu material baik secara kualitatif maupun kuantitatif
berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari material yang diamati.
Dalam ilmu metalurgi, struktur mikro merupakan hal yang sangat penting untuk
dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik dan mekanik
suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan berbeda pula. Struktur
mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam akan meningkat. Dan juga
sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet atau
kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi oleh komposisi
kimia dari logam atau paduan logam tersebut serta proses yangdialaminya.
30
Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu
logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan
metalografi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10 ±
100kali.
b. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000
kali.
Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam tersebut
biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati pada mikroskop
optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya adalah
agar pada saat diamati benda uji terlihat dengan jelas, karena sangatlah penting
hasil gambar pada metalografi. Semakin sempurna preparasi benda uji, semakin
jelas gambar struktur yang diperoleh. Adapun tahapan preparasinya adalah
sebagai berikut :
a. Pemotongan spesimen
Bahan yang ingin dilihat struktur mikronya perlu dipotong kecil agar bisa
dimounting pada tahap selanjutnya.
b. Mounting
Specimen yang sudah dipotong dimounting dengan menggunakan serbuk bakelit
dan dipress hinga padat dengan specimen tertanam didalamnya.
c. Pengampelasan
Specimen yang sudah dimounting lalu kemudian diampelas dengan menggunakan
mesin rotary grinding secara bertahap mulai dari amplas 120, 180, 220, 400, 600,
800, 1000, 1200, 1500 hingga 2000. Pindah amplas dapat dilakukan apabila
specimen sudah rata dan satu arah amplas.
d. Proses poles
Setelah diamplas menggunakan yang paling halus maka pengerjaan dapat
dilakukan dengan polishing dengan bantuan pasta dan alumina pada saat
pengerjaan. Polishing dapat selesai apabila sudah tidak terdapat goresan pada
specimen.
31
e. Pengetsaan
Etsa dilakukan untuk specimen yang sudah tidak memiliki garis dan sudah
dikeringkan. Untuk larutan etsa dapat dilihat pada buku panduan ASTM sesuai
dengan bahan yang ingin diisi. Kemudian dicuci dan dikeringkan agar struktur
mikro dapat terlihat.
f. Pengambilan Gambar
Pengambilan gambar pada specimen yang sudah dilakukan pengetsaan dapat
dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang tersambung dengan komputer.
Dengan begitu struktur mikro dapat terlihat pada komputer dan dilakukan
pengambilan gambar.
2.8 Uji Keras
Uji keras adalah sebuah cara untuk mengetahui kekerasan dari sebuah
material. Dan kekerasan adalah kemampuan bahan untuk tahan dari deformasi
plastis. Kekerasan benda dapat diuji dengan beberapa cara, diantaranya adalah
dengan brinnel hardness, rockwell hardness, vickers hardness dan mikro
hardness. Dalam tugas akhir kali ini kami menggunakan mikro hardness.
Pengujian kekerasan menggunakan mikro hardness dapat menghasilkan
berbagai macam satuan pengukuran kekerasan. Beban yang digunakan pun variatif
mulai dari 1-1000 g, bentuk indentornya pun variatif terdapat piramid dan bola
untuk sesuai keperluan pengukuran. Pada mesin uji mikro terdapat mikroskop untuk
menentukan titik pengujian kekerasan dan mengukur luas daerah hasil penekanan
beban.
Untuk menggunakan mesin uji keras mikro hardness diperlukan benda yang
sudah dipoleshing agar struktur mikro benda dapat dilihat melalui mikroskop mesin
mikro hardness. Dan hasil pengukuran dengan mesin mikro hardness dapat dilihat
pada display yang tersedia pada mesin.
Top Related