15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Penyusunan APBD
1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dijelaskan pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang tertuang pada Pasal 1
Angka 14 yakni: “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah / Perda. ” Tahun anggaran
APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri atas:
a) Anggaran pendapatan, terdiri atas:
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
b) Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pendapatan_Asli_Daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pajak_daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Retribusi_daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Retribusi_daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dana_perimbangan&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dana_Bagi_Hasil&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Umumhttps://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Umumhttps://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Khusushttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dana_darurat&action=edit&redlink=1
16
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan
Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi
dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah
bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian
pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Menurut
Garrison, Norren and Brewer, keduanya medeskripsikan anggaran sebagai
“rencana terperinci tentang perolehan dan penggunaan sumber daya
keuangan dan sumber daya lainnya selama suatu periode waktu tertentu”.
6 Pada pengertian lain, Anggaran merupakan managerial plan for
action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.7
Kepala Daerah menurut ketentuan perundang – undangan, dapat
memasukkan gagasan serta visi dan misi nya kedalam APBD yang
sebelumnya gagasan atau visi misi tersebut masuk kedalam Rencana Kerja
6 Garrison, Noreen & Brewer. 2007. Akuntansi Manajerial. Diterjemahkan olehNuri Hinduan. Buku 2. Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat. 7 Mardiasmo, 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta. Andi Yogyakarta.
16
Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), hal tersebut dapat dikaji dari Pasal 5 ayat 2 Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional yaitu RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP
Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan
keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan
program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja
dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
2. Proses Penyusunan Anggaran
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014 didasarkan prinsip sebagai
berikut:
1) Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan urusan dan kewenangannya
2) Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan
3) Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD
4) Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat
17
5) Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, dan Tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan
daerah lainnya.8
Pedoman Penyusunan Anggaran seperti tercantum dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2014 memuat antara lain:
1) Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan
pemerintah daerah dengan pemerintah,
2) Prinsip penyusunan APBD tahun anggaran 2014,
3) Kebijakan penyusunan APBD,
4) Teknis penyusunan APBD,
5) Hal – hal khsus lainnya.
Proses perencanaan dan penyusunan anggaran, secara garis besar
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah yang menjelaskan proses penyusunan
anggaran pemerintah daerah. Sebagai berikut :
1) Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah.
2) Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran.
3) Penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara.
4) Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD.
5) Penyusunan rancangan perda APBD.
8 Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013
Tentang Pedoman Penyusunan Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014
18
6) Penetapan APBD.
Pada ketentuan lain Pasal 5 BAB II Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, menjelaskan dalam membentuk Peraturan Perundang-
undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan, dan
g. Keterbukaan
Dalam Penjelasan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 5
huruf g menerangkan, pengertian asas keterbukaan adalah dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Proses Pembuatan Peraturan Daerah Tentang APBD
1) Tahap Perancangan
Sebelum menjadi peraturan daerah kabupaten yang biasa
disingkat perda kabupaten, maka birokrasi daerah kabupaten perlu
19
membuat rancangan peraturan daerah kabupaten yang didasarkan pada
program legislasi daerah atau prolegda yang telah disetujui oleh DPRD
bersama Bupati yang selanjutnya di tetapkan dengan keputusan DPRD.
Pemangku kewenangan yang memiliki hak untuk mengajukan
rancangan peraturan daerah kabupaten adalah :
a) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan
b) Bupati.
Pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh DPRD
atau oleh Bupati disertai dengan penjelasan dan atau disertai dengan
naskah akademik. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau
pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah
tertentu yang dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam rancangan perda provinsi atau perda
kabupaten/kotasebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat. Hal tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
2) Tahap Pembahasan9
Pada tahap pembahasan, rancangan peraturan daerah akan dibahas
bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah pada rapat paripurna untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pembahasan rancangan peraturan
daerah pada sidang paripurna di lakukan dengan 2 tingkat pembicaraan,
9 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jombang Nomor 3 Tahun 2014
Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jombang
20
tingkat pembicaraan pertama dilakukan dengan cara penyampaian
penjelasan rancangan peraturan daerah oleh ketua DPRD (jika raperda
berasal dari DPRD) atau penyampaian penjelasan oleh Kepala Daerah
(jika raperda berasal dari Kepala Daerah), selanjutnya baik DPRD
maupun Kepala Daerah akan menanggapi dengan memberikan
pandangan umum terhadap rancangan peraturan daerah yang telah
disampaikan, hal tersebut bertujuan untuk menemukan mufakat dengan
jawaban yang disampaikan oleh penggagas rancangan peraturan daerah
(DPRD atau Kepala Daerah).
Tingkat pembicaraan kedua, dilakukan dengan tujuan
pengambilan keputusan pada rapat paripurna yang membahas terkait
rancangan peraturan daerah dengan cara permintaan persetujuan secara
lisan oleh pimpinan rapat paripurna kepada anggota rapat paripurna,
dan terakhir adalah pendapat akhir Bupati.
Dalam hal rancangan persetujuan tidak dapat dicari secara
mufakat, maka pengambilan keputusan dilakaukan dengan cara
pengambilan suara terbanyak, dan jika tidak mendapat persetujuan
bersama DPRD dan Bupati, maka rancangan peraturan daerah tersebut
tidak boleh diajukan kembali dalam persidangan DPRD masa itu.
Peraturan Daerah yang berkenaan dengan APBD, Pajak, retribusi
dan tata ruang sebelum diundangkan dalam Lembaran Daerah harus di
evaluasi terlebih dahulu oleh Gubernur, berdasarkan Peratuan Menteri
Dalam Negari Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
21
Pembentukan Produk Hukum Daerah menjelaskan pengertian Evaluasi
adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda dan
rancangan perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan
umum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
3) Tahap Pengesahan
Rancangan peraturan Daerah yang telah mendapatkan persetujuan
dari DPRD dan Bupati akan disampaikan oleh DPRD kepada Bupati
dalam jangka waktu 7 hari sejak persetujuan bersama dilakukan untuk
ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Rancangan peraturan daerah yang
di setujui bersama tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan oleh
Bupati paling lambat selama 30 hari sejak rancangan peraturan darah
tersebut disetujui bersama maka rancngan peraturan daerah dianggap
sah menjadi peraturan daeah dan wajib di undangkan pada lembaran
daerah dengan kalimat pengesahan yang bertuliskan “ PERATURAN
DAERAH INI DINYATAKAN SAH” pada halaman terakhir peraturan
daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah kedalam
lembaran daerah.
B. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
1. Tinjauan Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan
barang/jasa yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik
yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa.
22
Sedangkan menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahhun 2010 Tentang
Penagadaan barang dan / jasa pemerintah. Pengadaan barang dan jasa
adalah “kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya
yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Secara filosofis bahwa pengadaan barang dan jasa harus
dilakukan secara efisien, terbuka dan kompetitif. Hal ini dimaksudkan agar
ketersediaan barang dan jasa dapat terjangkau dan berkualitas, sehingga
akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.10 Dengan demikian
secara konseptual maksud pengadaan barang dan jasa dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1) Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan
perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan
kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka
meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada
perdagangan internasional;
2) Menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional;
3) Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan
kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa; dan
4) Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses
pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa.
10 Frasa Konsideran huruf a, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
23
2. Tinjauan Tentang Barang dan Jasa
a. Pengertian Barang
1) Pengertian Barang
Menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahwa
Pengertian barang adalah, “benda dalam berbagai bentuk dan uraian,
yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan,
yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa;” Sedangkan
menurut Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahwa yang dimaksud barang adalah
“setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun
tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.”
2) Ciri-Ciri Barang
Barang yang seringkali kita jumpai, disekitar kita memiliki ciri –
ciri sebagai beriut : Barang berwujud, memiliki ciri - ciri : memiliki nilai
dan manfaat saat digunakan, saat digunakan, barang dapat berkurang
bahkan habis terpakai.
3) Klasifikasi Barang
Pada Manual Administrasi Barang Milik Daerah, dikemukakan
penggolongan barang milik daerah, sebagai berikut :
1) Barang – barang tidak bergerak, yakni :
24
a) Tanah – tanah pertanian, perkebunan, lapangan olahraga, dan tanah
– tanah yang belum dipergunakan, jalan – jalan (tidak termasuk
jalan negara), jembatan, terowongan, waduk, bangunnan irigasi,
tanah pelabuhan, perikanan, dan tanah lainnya yang sejenis.
b) Gedung – gedung yang dipergunakan untuk kantor, gudang, pabrik,
bengkel, sekolahan, rumah sakit, studio, terminal laboratorium, dan
gedung lainnya yang sejenis.
c) Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti : rumah
– rumah tempat tinggal, tempat peristirahatan, asrama dan gedung
lainnya yang sejenis.
d) Monumen seperti monumen alam, monumen peringatan sejarah
dan monumen lainnya.
2) Barang – barang bergerak, yakni :
a) Alat – alat besar seperti : Bulldozer, tractor, mesin pengebor tanah,
hijskraan, dan alat besar lainnya yang sejenis.
b) Peralatan – peralatan yang berada dalam pabrik, bengkel, studio,
laboratorium, stasiun pembangkit tenaga listrik dan sebagainya
seperti mesin – mesin, dynamo, generator, mikroskoop, alat – alat
pemancar radio, alat – alat pemotretan, lemari pendingin, alat – alat
proyeksi, dan lain – lain sebagainya.
c) Peralatan kantor seperti : mesin tik, mesin stensil, mesin
pembukuan, computer, mesin jumlah, brankas, radio, jam, kipas
angin,almari, meja, kursi dan lain – lainnya; sedangkan inventaris
25
kantor yang tidak seberapa harganya seperti : asbak, keranjang
sampah dan sebagainya tidak usah dimasukkan.
d) Semua inventaris perpustakaan dan lain – lain inventaris barang –
barang bercorak kebudayaan.
e) Alat – alat pengangkutan seperti : kapal terbang, kapal laut, bus,
truck, mobil, sepeda motor, scooter, sepeda kumbang, sepeda dan
lain-lain.
f) Inventaris perlengkapan rumah sakit, sanatorium, asrama, rumah
yatim dan piatu, koloni penderita penyakit kusta, lembaga
pemasyarakatan dan lain – lain, seperti alat rontgen, mikroskop,
alat radiologi dan lain – lain.
3) Barang Persediaan, yakni barang yang disimpan dalam gudang, veem,
atau ditempat penyimpanan lainnya.11
b. Pengertian Jasa
Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh
salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangibel dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa
terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik.
11 Philipus M.Hadjon et. al., 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah
Mada University Press, hlm 187
26
1) Karakter Jasa
a. Tidak berwujud
Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak
dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat
dirasakan dari suatu barang.
b. Heteregonitas
Jasa merupakan variabel non – standar dan sangat
bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, maka
tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu
orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan
konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang
menyertai interaksi tersebut.
c. Tidak dapat dipisahkan
Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang
bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut.
Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya,
sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam
proses produksi tersebut.
d. Tidak tahan lama
Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa
tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau
dikembalikan kepada pengguna jasa di mana ia membeli jasa.
https://id.wikipedia.org/wiki/Abstrakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Produsen
27
3. Tinjauan Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
a. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pengertian pengadaan barang dan jasa secara harfiah menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu berarti tawaran untuk
mengajukan harga dan memborong pekerjaan atas penyediaan
barang/jasa. Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menentukan bahwa
pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan
barang dan jasa yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja
negara/daerah, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh
penyedia barang dan jasa.
Setelah Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dicabut dan
diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pasal 1 angka 1 Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah menjelaskan Pengadaan Barang dan jasa adalah kegiatan
untuk memperoleh barang dan jasa oleh kementerian/ Lembaga/ Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya selanjutnya disebut K/D/L/I
yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan jasa.
Dengan itu pengadaan barang dan jasa juga dapat dimaknai
sebagai “kegiatan untuk mendapatkan barang, atau jasa secara
transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
28
penggunanya. Yang dimaksud barang disini meliputi peralatan dan juga
bangunan baik untuk kepentingan publik maupun privat.” 12
Adapun Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dapat
ditunjukkan dari:
a. Keppres No. 54 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dimana Ruang lingkup
Peraturan Presiden ini meliputi:
1) Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang
pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari
APBN/APBD.
2) Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank
Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian
atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.
3) Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari APBN/
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup Pengadaan
Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
pinjaman atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.
4) Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dananya baik sebagian
atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)
berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden ini.
12 Jurnal LKPP “Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”, Vol. 1 No.1, 2011 hlm. 11.
29
5) Apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden ini dengan
ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang berlaku bagi pemberi
Pinjaman/Hibah Luar Negeri, para pihak dapat menyepakati tata
cara Pengadaan yang akan dipergunakan.
b. Perpres No. 8 tahun 2006, tentang Perubahan Keempat atas Keputusan
Presiden No. 8 Tahun 2003 (tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah). Kebijakan umum pemerintah dalam
pengadaan barang/jasa adalah:
1. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun
dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas
lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam
rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam
negeri pada perdagangan internasional;
2. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan
kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa;
3. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat
proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa;
4. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggung jawab
pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia
barang/jasa;
5. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;
6. Menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional;
30
7. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa
dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
8. Mengharuskan pengumuman secara terbuka rencana pengadaan
barang/jasa kecuali yang bersifat rahasia, pada setiap awal
pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas;
9. Mengumumkan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah secara
terbuka melalui surat kabar nasional dan/atau surat kabar provinsi.”
b. Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Preoses pengadaan untuk jasa konsultansi dilakukan melalui cara
seleksi sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung,
sayembara. Adapun pengertian metode pemilihan penyedia barang/jasa
di atas adalah sebagai berikut :
1. Pelelangan Umum. Yaitu metode pemilihan Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan
yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.
2. Pelelangan Sederhana. Yaitu metode pemilihan Penyedia
Barang/Jasa Lainnya untuk pengadaan yang tidak kompleks dan
bernilai paling tinggi Rp200.000.000,-(dalam draft perubahan
Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi
Rp5.000.000.000).
3. Pelelangan Terbatas. Yaitu metode pemilia Pekerjaan Konstruksi
untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu
31
melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.
Pekerjaan yang Kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan
teknologi tinggi, mempunyai risiko tinggi, menggunakan peralatan
yang didesain khusus dan/atau pekerjaan yang bernilai diatas
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
4. Pemilihan Langsung. Dalam hal metode pelelangan umum atau
pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan,
maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan
metode pemilihan langsung, yaitu dilakukan dengan
membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-
kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus
prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya
serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumunan resmi
untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet
(pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang
bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dalam draft perubahan
Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi
Rp5.000.000.000)).
5. Penunjukan Langsung. Yaitu metode pemilihan Penyedia
Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia
Barang/Jasa. Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus pemilihan
penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan
langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara
32
melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh
harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
6. Pengadaan Langsung. Yaitu pengadaan Barang/Jasa langsung
kepada Penyedia barang/Jasa, tanpa melalui
Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung dan dapat dilakukan
terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
bernilai paling tinggi Rp100.000.000,-(dalam draft perubahan
Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi
Rp200.000.000)
7. Kontes/Sayembara. Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk
pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang merupakan hasil
Industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.
Sedangkan khusus untuk pemilihan penyedia jasa
konsultansi melalui negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh
harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan. Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi pada
prinsipnya dilakukan melalui Seleksi Umum. Dalam keadaan tertentu
pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan melalui seleksi
sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung, sayembara.
1. Seleksi Umum; merupakan metode pemilihan penyedia jasa
konsultansi yang dmumkan secara luas sekurang-kurangnya di
website K/D/L/I, dan papan pengumuman resmi masyarakat serta
Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat
33
luas dan dunia usaha yang berminat serta memenuhi kualifikasi
dapat mengikutinya;
2. Seleksi Sederhana; merupakan metode yang dilakukan terhadap
Pengadaan Jasa Konsultansi dalam hal Seleksi Umum dinilai tidak
efisien dari segi biaya seleksi, dilakukan untuk pengadaan Jasa
Konsultansi yang bersifat sederhana dan bernilai paling tinggi
Rp200.000.000,-dengan diumumkan paling kurang di website
K/L/D/I dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta
Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat
luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi
dapat mengikutinya.
3. Penunjukan Langsung; dilaksanakan dikarenakan keadaan tertentu
dan keadaan khusus, pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat
dilakukan dengan menunjuk satu penyedia jasa konsultansi yang
memenuhi kualifikasi dan dilakukan negosiasi baik dari segi teaftar
pendek pesertanya dipilih melalui proses prakualifikasi secara
terbuka yaitu diuknis maupun biaya sehingga diperoleh biaya yang
wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
4. Pengadaan Langsung; dilakukan terhadap Pengadaan Jasa
Konsultansi yang memiliki karakteristik merupakan kebutuhan
operasional K/L/D/I, dan atau bernilai paling tinggi
Rp50.000.000,-. Pengadaan dilaksanakan oleh 1 Pejabat
Pengadaan. Pengadaan Langsung tidak digunakan sebagai alasan
34
untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan
maksud untuk menghindari Seleksi.
5. Sayembara; dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang
memiliki karakteristik merupakan proses dan hasil dari gagasan,
kreatifitas, inovasi dan metode pelaksanaan tertentu, tidak dapat
ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. Persyaratan administratif
bagi Penyedia Jasa Konsultansi yang akan mengikuti Sayembara
ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang dapat lebih mudah
dari pada Persyaratan Penyedia Barang/Jasa secara umum.
Persyaratan dan metode evaluasi teknis ditetapkan oleh
ULP/Pejabat Pengadaan setelah mendapat masukan dari tim yang
ahli dibidangnya, sedangkan pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh
tim yang ahli di bidangnya.
Yang dimaksud keadaan tertentu dalam pelaksanaan
penunjukan langsung adalah :
1. Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan
waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda
untuk:
a. Pertahanan negara;
b. Keamanan dan ketertiban masyarakat;
c. Keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan
pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera,
termasuk akibat bencana alam dan/atau bencana non alam
35
dan/atau bencana sosial, dalam rangka pencegahan bencana,
dan/atau akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat
menghentikan kegiatan pelayanan publik.
2. Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak
untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh
Presiden/Wakil Presiden;
3. Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh
Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan
ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
4. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan
hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa
Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten,
atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau
pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin
dari pemerintah.
c. Proses Penganggaran Barang dan Jasa Pemerintah
Proses Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa di
Kementerian/Lembaga yang merupakan gabungan antara Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan PP Nomor 58 Tahun 2005.
Adapun tahap dan hal-hal yang harus diperhatikan pada Perencanaan atau
penganggran Pengadaan Barang/Jasa adalah:
1. Identifikasi Kebutuhan
36
Tahap ini adalah awal dari perencanaan pengadaan dan
merupakan tahapan yang sering diabaikan karena tidak paham terhadap
perencanaan. Idealnya, sesuai dengan konsep Anggaran berbasis
kinerja, maka setiap pengadaan barang diambil dari Visi, Misi dan
Strategi untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai visi dan misi serta
untuk menjalankan strategi, dibutuhkan barang/jasa yang nantinya
diurai berdasarkan satuan waktu. Inilah yang biasa disebut dengan
rencana kerja atau Renja K/L/D/I. Identifikasi kebutuhan ini dilakukan
berdasarkan kebutuhan riil yang merupakan jumlah kebutuhan
barang/jasa yang diperoleh berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan
barang/jasa terhadap rencana kegiatan yang ada di dalam Renja
K/L/D/I, dikurangi dengan jumlah barang/jasa yang telah
tersedia/dimiliki dan yang sejenis/sesuai spesifikasi yang diperlukan
serta memenuhi syarat kelayakan.
Jangan sampai terjadi kebutuhan dirancang berdasarkan
anggaran, sehingga yang seharusnya anggaran berbasis kinerja malah
berbalik menjadi kinerja berbasis anggaran.
2. Penyusunan dan Penetapan Rencana Penganggaran
Pengadaan barang/jasa tidak hanya memperhatikan biaya
barang/jasa itu sendiri, melainkan harus memperhitungan biaya
administrasi dan biaya pendukung barang/jasa yang akan diadakan.
Salah satu contohnya adalah biaya instalasi, uji coba dan pelatihan
terhadap barang/jasa. Jangan sampai membeli AC dan setelah ada
37
penyedia barangnya, maka AC hanya disimpan di dalam gudang tanpa
dipasang, karena tidak ada biaya untuk pemasangan AC tersebut. Juga
harus dianggarkan biaya untuk penggandaan dokumen pemilihan
sehingga tidak ada lagi penarikan biaya penggandaan pada saat
pendaftaran penyedia.
3. Penetapan Kebijakan Umum tentang Pemaketan Pekerjaan Salah satu
penyebab lambatnya daya serap adalah proses lelang yang tertunda. Salah
satu penyebab proses lelang tertunda adalah revisi anggaran yang
dilakukan menjelang pelaksanaan pengadaan. Salah satu penyebab
dilakukannya revisi adalah pemaketan pekerjaan yang tidak sesuai.Ketidak
sesuaian pemaketan pekerjaan ini menjadi salah satu penyebab rendahnya
kualitas pengadaan barang/jasa, utamanya untuk memenuhi kualifikasi
dari penyedia barang/jasa.
4. Penetapan Kebijakan Umum tentang Tata Cara Pengadaan, Tata cara
pengadaan yang perlu ditetapkan adalah apakah pengadaan tersebut
dilakukan dengan cara swakelola atau dengan menggunakan penyedia
barang/jasa. Terkadang karena hal ini diabaikan, maka baru kalang kabut
kalau menjelang akhir tahun. Yang seharusnya menggunakan penyedia
barang/jasa malah direncanakan dengan swakelola, sehingga begitu
hendak diubah maka waktu pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan menjadi
tantangan besar. Pemilihan metode swakelola juga sering didasarkan
kepada “kebiasaan” tanpa melihat rambu-rambu yang sudah jelas
dipaparkan pada Pasal 26 Ayat 2 Perpres 54 Tahun 2010
38
5. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)Salah satu salah kaprah yang
sering terjadi dalam pengadaan adalah pemahaman bahwa KAK itu hanya
untuk Jasa Konsultansi. Padahal, KAK dibutuhkan untuk seluruh jenis
pengadaan. Di dalam KAK ditetapkan uraian pekerjaan, waktu
pelaksanaan , spesifikasi teknis, dan besarnya biaya total yang dibutuhkan.
Khusus untuk Jasa Konsltansi agar memperhatikan kesesuaian antara jenis
tenaga ahli yang dibutuhkan dengan jenis pendidikan akademik yang
tersedia. Saya pernah melihat sebuah KAK menuliskan tenaga ahli
laboratorium tanpa merinci jenis pendidikan yang dibutuhkan, padahal
laboratorium itu amat luas ruang lingkupnya, bisa lab. IPA, Fisika,
Elektro, Komputer, dan lain-lain.
6. Penyusunan Jadwal Kegiatan Pengadaan Jadwal kegiatan yang disusun
adalah jadwal kegiatan pengadaan, bukan jadwal kegiatan pelelangan,
sehingga pada jadwal ini harus tergambar tahapan rencana umum
pengadaan, persiapan, pelelangan/pelaksanaan swakelola, pelaksanaan
pekerjaan hingga serah terima, serta pemeliharaan apabila diperlukan.
7. Pengumuman Rencana Umum Pengadaan PA mengumumkan Rencana
Umum Pengadaan Barang/Jasa K/L/D/I secara terbuka kepada masyarakat
luas setelah rencana kerja dan anggaran (RKA) K/L/D/I yang
bersangkutan disetujui oleh DPR/DPRD. Pengumuman dilakukan secara
terbuka melalui Website K/L/D/I, Papan Pengumuman Resmi untuk
Masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE.
39
4. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa
a. Efesiensi
Harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang
terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-
singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;
b. Efektif
Harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan;
c. Terbuka dan bersaing
Harus dilakukan terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi
persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara
penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu
berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;
d. Transparan
Semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa,
termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil
evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi
peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas
pada umumnya;
40
e. Tidak diskriminatif
Memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia
barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak
tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;
f. Akuntabel
Harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi
kelancaran pelaksanaan tugas umum Pemerintahan dan pelayanan
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku
dalam pengadaan barang/jasa.
C. Tinjauan Tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah
Pengertian pemanfaatan, dapat di lihat pada peraturan perundang
undangan yang berlaku saat ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah pada Pasal 1 angka 10 menjelaskan arti
dari pemanfaatan ialah “pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah
yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau
optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah
status kepemilikan.”
41
D. Tinjauan Barang milik negara dan Barang milik Daerah
1. Macam – macam Barang Milik Negara
Barang milik negara meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban Anggaran Pembelanjaan dan Pendapatan Negara serta barang yang
berasal dari perolehan lainnya yang sah, yaitu :
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak;
c. Barang yang diperoleh sesuai peraturan perundang – undangan;
d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
Penjelasan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
2. Macam – macam Barang Milik Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, barang
milik daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pembelanjaan dan Pendapatan Daerah serta barang yang berasal
dari perolehan lainnya yang sah, yaitu :
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak;
c. Barang yang diperoleh sesuai peraturan perundang – undangan;
42
Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
E. Pengertian Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah
1. Pengertian Barang Milik Negara
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Pasal 1 angka 1
bahwa barang milik negara adalah “semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah.”
2. Pengertian Barang Milik Daerah
Menurut Pasal 1 angka 16 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah, bahwa yang dinamakan barang milik daerah adalah “semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah.”
BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum Tentang Penyusunan APBD1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah2. Proses Penyusunan Anggaran3. Proses Pembuatan Peraturan Daerah Tentang APBDB. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang dan Jasa2. Tinjauan Tentang Barang dan Jasa4. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa
C. Tinjauan Tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara/DaerahD. Tinjauan Barang milik negara dan Barang milik Daerah1. Macam – macam Barang Milik Negara2. Macam – macam Barang Milik Daerah
E. Pengertian Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah