Download - BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ulangan Harian

1. Pengertian Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ulangan Harian

Kecemasan merupakan tipe gangguan yang spesifik. Hal ini berupa

emosi yang berimplikasi secara berat melalui batas penuhdari psikopatologi

yang telah dieksplor secara umum dan alamiah, yaitu secara biologis dan

secara psikologis. Kecemasan adalah tahapan mood yang negatif dan secara

karakteristik gejala-gejalanya berupa ketegangan fisik dan ketakutan akan

sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang. Pada manusia, kecemasan

bisa menjadi sensasi yang subjektif dari suatu kesulitan, sekumpulan

perilaku-perilaku tersebut berupa terlihat khawatir dan cemas atau gelisah,

atau respons fisiologis yang murni dari otak dan refleksi dari peningkatan

detak jantung dan ketegangan otot (American Psychological Association

dalam Barlow dan Durand, 2012).

Kecemasan juga diasosiasikan dengan sirkuit otak yang spesifik dan

sistem neurotransmitter. Level kekosongan dari gamma-aminobutyric acid

(GABA), bagian dari sistem GABA-benzodiazepine, diasosiasikan dengan

peningkatan kecemasan, walaupun hubungan tersebut tidak terjadi secara

langsung. Sistem noradrenergic juga berimplikasi pada kecemasan. Bukti

dari penelitian dasar ilmiah terhadap hewan, sebaik hasil penelitian

kecemasan secara normal pada manusia, telah menghasilkan bahwa sistem

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

22

serotonergic neurotransmitter juga ikut berpengaruh atau berperan dalam

membuat seseorang menjadi cemas (Lesch, et. al; Maier; Stein, Schork, dan

Gelernter dalam Barlow dan Durand, 2012).

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, penelitian tentang

kecemasan pada manusia lebih memberikan perhatian pada peran dari

corticotropin-releasing factor (CRF) atau sistem pusat dari pengekspresian

kecemasan (dan depresi) dan kumpulan genetik-genetik yang meningkatkan

kemungkinan bahwa sistem ini akan “menyala” sewaktu-waktu kecemasan

tersebut muncul (Heim dan Nemeroff; Khan, King, Abelson, dan Liberzon;

Ladd, et. al.; Smoller, Yamaki, Fagerress, Sullivan, Kent, dan Coplan dalam

Barlow dan Durand, 2012).

Hal ini dikarenakan corticotropin-releasing factor (CRF)

mengaktivasi hypothalamic-pituitary-adrenocorticalaxis (HPA) yang

merupakan bagian dari sistemcorticotropin-releasing factor (CRF) dan

sistemcorticotropin-releasing factor (CRF) ini telah secara luas berefek

pada area otak yang berimplikasi pada kecemasan, termasuk bagian otak

yang mengelola emosi, yaitu sistem limbik dan secara partikuler, yaitu

hipokampus dan amygdala; inti locus dalam batang otak; korteks

prefrontal; dan sistem dopaminergic neurotransmitter. Sistem

corticotropin-releasing factor (CRF) ini juga berhubungan langsung

dengan sistem GABA-benzodiazepine dan serotonergic serta sistem

noradenergic neurotransmitter (Barlow dan Durand, 2012).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

23

Barlow dan Durand (2012) menyatakan kecemasan adalah keadaan

suasana hati yang yang ditandai dengan keadaan jasmaniah, seperti

ketegangan fisik, dan kekhawatiran tentang masa depan. Long (dalam

Barlow dan Durand, 2012) menyatakan bahwa kecemasan adalah respon

psikologis terhadap stres yang mengandung komponen fisiologi.

Kecemasan berupa perasaan takut atau tidak tenang berasal dari sumber

yang tidak dikenali. Hal ini terjadi saat seseorang merasa terancam secara

fisik maupun psikologis.

Pendapat lain dari pakar Kendall dan Hammen (1998) menyatakan

bahwa kecemasan yang ada dalam diri individu membuatnya dapat berkerja

dengan lebih baik. Rasa tekanan yang diperoleh dari rasa cemas tersebut

membuat individu mampu bekerja lebih baik. Atau sebaliknya, yaitu

kegiatan yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan kekhawatiran,

keprihatinan, dan rasa takut. Menurut Barlow dan Durand (2012),

kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh efek negatif dan

gejala-gejala ketegangan jasmaniah ketika seseorang mengantisipasi

kemungkinan datangnya bahaya di masa yang akan datang.

Kecemasan menurut Freud (dalam Spielberger, 2010) didefinisikan

sebagai “sesuatu yang dirasakan”, dengan beberapa tahapan emosional,

yang termasuk di dalamnya adalah pikiran akan ketakutan terhadap

sesuatu yang akan terjadi, ketegangan, perasaan gelisah atau gugup, dan

kekhawatiran yang diiringi oleh rangsangan fisiologis. Konsisten dengan

perspektif evolusi Darwin, Freud (dalam Spielberger, 2010) menemukan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

24

pada hasil observasinya bahwa kecemasan beradaptasi dengan perilaku

yang memotivasi untuk membantu individu tersebut dalam mengatasi

situasi yang mengancam dirinya. Kecemasan mempunyai prevalensi di

setiap gangguan psikiatri.

Dalam mengukur kecemasan, Cattell (dalam Spielberger, 2010)

menggarisbawahi pentingnya membedakan bentuk kecemasan, yaitu

sebagai state anxiety atau trait anxiety. Perbedaan state anxiety atau trait

anxiety adalah state anxiety sebagai kecemasan yang sementara atau

muncul ketika ada stimulus yang membuat rasa cemas dan trait anxiety

merupakan kecemasan yang sudah menjadi kekonsistenan dari atribut

kepribadian individu tersebut.

State anxiety digambarkan dengan pengalaman dari perasaan

ketidaknyamanan ketika berkonfrontasi dengan situasi yang spesifik,

permintaan, atau beberapa objek atau kondisi. State anxiety muncul ketika

individu berada dalam situasi kurang nyaman atau sedang dalam uji

mental dari beberapa tipe ancaman atau gangguan. Ketika objek atau

situasi muncul, kecemasan akan muncul. Ketika stimulus menghilang,

maka individu tidak lagi merasakan kecemasan. Trait anxiety digambarkan

sebagai karakteristik kepribadian bukan sebagai perasaan cemas yang

sementara. Trait anxiety terjadi ketika stimulus berupa ancaman atau

gangguan muncul dengan intensitas, durasi, atau jarak yang lama. Individu

dengan trait anxiety yang tinggi mempunyai intensitas state anxiety lebih

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

25

tinggi daripada situasi yang spesifik dari seseorang pada umumnya

(Ratherford dalam Spielberger, 2010).

State anxiety dan trait anxiety adalah konsep yang diaplikasikan

yang terjadi dalam gangguan psikiatri, terutama gangguan kecemasan.

Generalized anxiety disorder atau GAD adalah gangguan kecemasan yang

dialami oleh individu dengan beberapa situasi yang berbeda selama 2 tahun.

GAD merepresentasikan manifestasi klinis dari trait anxiety (Ratherford

dalam Spielberger, 2010).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah

emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran,

keprihatinan, dan rasa takut, disertai gejala fisiologis berupa kontraksi otot

lambung dan organ pencernaan lain, sekresi getah lambung yang berlebih,

denyut jantung lebih cepat, otot tegang, dan kelenjar keringat aktif karena

menganggap sesuatu yang buruk akan datang padanya berdasarkan

pendapat Barlow dan Durand (2012) mengenai teori tentang kecemasan.

Bandura (dalam Barlow dan Durand, 2012) mengatakan teori

behavioris melihat kecemasan merupakan suatu produk dari awal

pengkondisian klasik, atau bentuk-bentuk lainnya dari proses pembelajaran.

Apabila kecemasan terjadi dalam proses pembelajaran di sekolah, seperti

mengerjakan ulangan, tugas-tugas sekolah, maka siswa-siswa tersebut akan

khawatir pada ulangan selanjutnya yang akan diujikan gurunya walaupun

nilai A atau B sudah diraih oleh siswa-siswa tersebut. Sensasi dari

“kemampuan mengontrol kesenangan” secara umum dikembangkan sejak

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

26

dini sebagai fungsi dari penyemangat dalam proses belajar dan faktor-faktor

lingkungan yang secara tidak langsung merusak perilaku atau membuat

trauma siswa-siswa tersebut. Hal-hal yang merusak perilaku atau membuat

trauma siswa-siswa tersebut kemudian mengarah pada kecemasan yang

lebih sering muncul saat pengkondisian klasik terjadi, yaitu pada saat

ulangan.

Menurut Witherington (1952), penyebab munculnya rasa takut yang

berubah menjadi rasa cemas adalah pemberian ulangan di sekolah. Sebagai

contoh, ketika ulangan di sekolah diselenggarakan, para siswa sibuk untuk

belajar agar mendapatkan nilai yang baik. Beberapa siswa yang mempunyai

kemampuan kognitif yang baik mampu untuk menyerap pelajaran dengan

baik. Siswa dengan kemampuan kognitif kurang baik tetap berusaha belajar

semaksimal mungkin dengan kompetensi yang dimiliki. Aktivitas seperti

ini mengabaikan proses dan perilaku siswa selama melakukan pembelajaran

di sekolah.

Berdasarkan konsep kecemasan oleh Barlow dan Durand (2012),

pendapat Witherington (1952), dan Cattell (dalam Spielberger, 2010),

maka pemberian ulangan atau ujian menimbulkan kecemasan pada siswa.

Cattell (dalam Spielberger, 2010) menjelaskan state anxiety muncul ketika

ada stimulus yang membuat rasa cemas dan sifatnya adalah sementara.

Dalam penelitian ini, stimulus yang dimaksud adalah ulangan harian.

Witherington (1952) mengungkapkan bahwa munculnya kecemasan

disebabkan oleh pemberian ulangan atau ujian karena siswa berada pada

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

27

posisi yang kurang pasti, yaitu antara rasa aman dan kurang aman terhadap

hasil ulangannya apakah baik atau kurang baik nilanya. Barlow dan Durand

(2012) mengungkapkan kecemasan berupa perasaan takut atau tidak tenang

berasal dari sumber yang tidak dikenali. Pada penelitian ini, pemberian

ulangan harian membuat siswa berada dalam kondisi yang tidak pasti

sehingga merasa terancam secara fisik maupun psikologis sesuai dengan

pendapat Barlow dan Durand (2012) mengenai konsep kecemasan.

Kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan termasuk dalam

state anxiety karena kecemasan yang muncul bersifat sementara. State

anxiety muncul ketika individu berada dalam situasi kurang nyaman atau

sedang dalam uji mental dari beberapa tipe ancaman atau gangguan.

Ketika objek atau situasi muncul, kecemasan akan muncul. Ketika

stimulus menghilang, maka individu tidak lagi merasakan kecemasan

(Ratherford dalam Spielberger, 2010). Stimulus berupa ulangan harian ini

membuat siswa merasa cemas. Ketika siswa sudah selesai dalam

menghadapi ulangan harian, maka kecemasan ini akan menghilang sesuai

dengan pendapat Ratherford (dalam Spielberger, 2010) mengenai

kemunculan state anxiety.

Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan dalam Bab I tentang ketentuan Umum pasal 1 ayat 19

dikemukakan bahwa ulangan adalah proses yang dilakukan untuk

mengukur pencapaian kompetensi para peserta didik secara berkelanjutan

dalam proses pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

28

belajar peserta didik. Diperkuat dengan peraturan Menteri Pendidikan

Nasional nomor 20 tahun 2007 tanggal 11 Juni 2007 tentang Standar

Penilaian Pendidikan, yaitu : (a) Ulangan adalah proses yang dilakukan

untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan

dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan

perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta

didik; (b) Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik

untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah

menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih; (c) Ulangan tengah

semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur

pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu

kegiatan pembelajaran.

Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang

merepresentasikan seluruh Kompetensi Dasar pada periode tersebut; (d)

Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik

untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester.

Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua

Kompetensi Dasar pada semester tersebut; (e) Ulangan kenaikan kelas

adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap

untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester

genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan

ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan Kompetensi

Dasar pada semester tersebut.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

29

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengkaji tentang

kecemasan dalam menghadapi ulangan harian sesuai dengan pembahasan

Barlow dan Durand (2012), Witherington (1952), dan Ratherford (dalam

Spielberger, 2010) mengenai kecemasan dalam menghadapi ulangan atau

tugas di sekolah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai kecemasan siswa

dalam menghadapi ulangan harian adalah sebagai berikut. Kecemasan

siswa dalam menghadapi ulangan harian adalah suatu emosi yang tidak

menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa

takut yang disebabkan oleh kegiatan yang sifatnya periodik untuk mencapai

atau memenuhi Kompetensi Dasar (KD). Dalam hal ini, peneliti ingin

mengkaji kecemasan yang timbul pada diri siswa saat menghadapi ulangan,

yaitu ulangan harian. Ulangan harian yang sifatnya berkala menimbulkan

kecemasan pada diri siswa karena adanya trauma dari ulangan-ulangan

harian sebelumnya yang akan berulang ketika menghadapi ulangan harian

berikutnya. Sesuai dengan yang diungkapkan Bandura (dalam Barlow dan

Durand, 2012), hal-hal yang merusak perilaku atau membuat trauma

siswa-siswi tersebut kemudian mengarah pada kecemasan yang lebih sering

muncul saat pengkondisian klasik terjadi, yaitu pada saat ulangan.

Pengkondisian klasik ini terjadi secara berulang sehingga menimbulkan

kecemasan saat ulangan harian.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

30

2. Aspek - Aspek Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ulangan Harian

Maher (dalam Barlow dan Durand, 2012) menjelaskan reaksi yang

muncul akibat kecemasan ada tiga hal, yaitu reaksi emosional (reaksi yang

berupa perasaan takut yang kuat dan dalam keadaan sadar), reaksi kognitif

(perasaan takut yang disadari dan meluas serta mengganggu kemampuan

individu untuk berpikir jernih, memecahkan masalah, dan memenuhi tuntutan

dari lingkungannya). Wujud dari reaksi kognitif adalah kebingungan (sulit

konsentrasi dan sulit mengingat sesuatu) dan reaksi fisiologis (sistem syaraf

otonom bertindak sebagai pengontrol otot dan kelenjar dalam tubuh manusia.

Ketika otak menangkap rasa takut, syaraf simpatik mempersiapkan tubuh

untuk situasi siaga, yaitu lari atau menghindari situasi yang menakutkan

tersebut. Reaksi fisik yang ditimbulkan antara lain kontraksi otot lambung

dan organ pencernaan lain, sekresi getah lambung yang berlebih, denyut

jantung lebih cepat, otot tegang, kelenjar keringat aktif, dan sebagainya.

Barlow dan Durand (2012) membagi aspek kecemasan menjadi

empat komponen, yaitu :

1. Emosi subjektif (subjective emotional) adalah reaksi psikologi seseorang

dalam bertindak, biasanya muncul pada diri remaja yang menyangkut

dengan ujian yang akan diikuti, kekurangan uang, rendahnya prestasi,

dan sebagainya. Emosi subjektif meliputi perasaan tegang dan ketakutan.

2. Komponen kognitif (cognitive component) adalah komponen yang

tersusun atas dasar pengetahuan dan informasi yang dimiliki seseorang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

31

tentang objek sikapnya, meliputi pikiran khawatir dan tidak mampu

dalam menghadapi persoalan.

3. Respon fisiologis (physiological responses) adalah respon sistem syaraf

otonom terhadap rasa takut dan rasa cemas yang menimbulkan aktivitas

involunter pada tubuh yang termasuk mekanisme pertahanan diri.

Respon fisiologis meliputi naiknya tekanan darah dan denyut jantung,

keluar keringat dingin, sesak napas, diare, mual, ketegangan otot, mulut

kering, dan seringnya buang air kecil.

4. Respon perilaku (behavioral responses) adalah setiap tingkah laku yang

merupakan tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus.

Respon perilaku meliputi perilaku menghindar dari sesuatu yang

menegangkan, menurunnya pelaksanaan tugas, dan meningkatnya

respon yang mengejutkan.

Menurut Kendal dan Hammen (1998), aspek-aspek kecemasan

antara lain adalah sebagai berikut :

1. Genetic, meliputi reaksi biologis, endokrinologi, faktor neurotransmiter,

anatomi otak, dan fungsi perkembangan otak.

2. Perilaku. Perilaku terbentuk dari pengalaman akan kecemasan yang

menekankan pada proses yang dialami sebelumnya yang kemudian

dimunculkan sebagai bentuk dari respon cemas. Perilaku seseorang

terhadap kejadian yang dihadapi sebelumnya telah dipelajari. Misalnya,

dengan hukum teori belajar seperti classical conditioning, modelling,

dan operant conditioning.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

32

3. Kognitif. Kognitif adalah kecemasan yang muncul dikarenakan individu

melihat permasalahan atau kejadian sebagai hasil dari kesalahan.

Seseorang yang cemas diakibatkan dari cara berpikir tentang sesuatu

yang negatif akan terjadi pada dirinya dan melihat permasalahan atau

kejadian tersebut sebagai hal yang menganggu.

Menurut DSM-IV (American Psychological Association dalam

Barlow dan Durand, 2012), kriteria diagnostik gangguan kecemasan secara

umum, yaitu :

1. Kecemasan berlebihan dan rasa khawatir (ekspektaksi berlebihan

terhadap sesuatu) terjadi beberapa hari, setidaknya kurang lebih selama

enam bulan dari serangkaian kejadian atau aktivitas (seperti performansi

kerja atau performansi siswa di sekolah).

2. Individu menemukan kesulitan dalam mengontrol kekhawatirannya.

3. Kecemasan dan rasa khawatir diasosiasikan setidaknya tiga atau lebih

dari enam gejala-gejala di bawah ini (sekurang-kurangnya beberapa

gejala direpresentasikan dalam beberapa hari dan tidak lebih dari enam

bulan) (catatan : hanya satu kejadian yang terjadi pada anak-anak) :

a. Kurang mampu bersikap tenang atau merasa di ujung tanduk

(hidupnya seperti telah berakhir)

b. Sangat mudah lelah atau letih

c. Susah berkonsentrasi atau pikiran seketika kabur atau kosong

d. Sangat rentan dan sensitif terhadap rangsangan

e. Ketegangan otot

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

33

f. Gangguan tidur (sangat sulit untuk tidur nyenyak atau tenang atau

waktu tidur yang kurang memuaskan)

4. Fokus dari kecemasan dan khawatir tidak berbatasan dengan gangguan

Axis I; yang dalam hal ini kecemasan dari rasa khawatir itu; serangan

panik tidak selalu muncul (seperti dalam gangguan rasa panik), menjadi

malu atau kurang percaya diri dalam area publik (seperti dalam social

phobia), sangat jauh dari rumah (keluarga) atau hubungan dekat lainnya

(seperti dalam gangguan kecemasan karena perpisahan), permasalahan

berat badan (seperti dalam anorexia nervosa), atau mempunyai penyakit

yang serius (seperti hypochondriasis), dan bukan merupakan bagian dari

post traumatic stress disorder (PTSD).

5. Kecemasan, rasa khawatir, atau gejala-gejala fisik lainnya secara klinis

signifikan terhadap keadaan yang berbahaya atau perusakan secara

sosial, pekerjaan, atau wilayah-wilayah fungsional penting lainnya.

6. Gangguan ini tidak langsung berefek fisiologis atau substantif (Contoh :

perawatan medis atau kecanduan) atau dalam kondisi medis secara

umum (contoh : hyperthyroidism) dan tidak terjadi secara eksklusif;

reaksi gejala tidak lama seperti gangguan mood, gangguan psikotik, atau

gangguan perkembangan operatif.

Berdasarkan pemaparan aspek-aspek kecemasan tersebut di atas, menurut

Kendall dan Hammen (1998) aspek-aspek kecemasan adalah genetik,

perilaku, dan kognitif. Sedangkan menurut Barlow dan Durand (2012),

aspek-aspek kecemasan adalah emosi subjektif, komponen kognitif, respon

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

34

fisiologis, dan respon perilaku. Dalam hal ini, peneliti mengkaitkan

munculnya kecemasan pada siswa dengan ulangan harian yang

diselenggarakan oleh sekolah. Berdasarkan pada pemaparan di atas

mengenai proses terjadinya kecemasan dan aspek-aspek kecemasan,

ulangan harian yang diselenggarakan di sekolah mempunyai kontribusi

dalam memunculkan kecemasan pada siswa. Peneliti memilih aspek-aspek

kecemasan emosi subjektif, komponen kognitif, respon fisiologis, dan

respon perilaku sesuai dengan konsep teori kecemasan yang diungkapkan

oleh Barlow dan Durand (2012).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Siswa dalam Menghadapi

Ulangan Harian

Kesici & Erdogan (2009) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan siswa dalam menghadapi ujian adalah motivasi belajar, regulasi diri

dalam belajar, dan efikasi diri. Penjelasan dari faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan siswa dalam menghadapi ujian adalah sebagai berikut :

a. Motivasi belajar adalah keyakinan dalam diri siswa untuk meraih

kesuksesannya sehingga mengurangi kecemasannya dalam menjalankan tes

atau ujian (Kesici & Erdogan, 2009).

b. Regulasi diri dalam belajar adalah asumsi yang membangun dan potensi untuk

mengontrol asumsi, tujuan, kriteria, atau standar dari asumsi tersebut; sebagai

mediator dari asumsi (aktivitas regulasi diri adalah mediator antara diri pribadi

atau individu secara personal dan prestasi) (Kesici & Erdogan, 2009).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

35

c. Efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam

melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu

(Gardner dalam Mezei, 2008).

Peneliti memilih regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar sebagai

faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan

harian karena sesuai dengan hasil penelitian Kesici & Erdogan (2009), yaitu ada

hubungan antara regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar terhadap

kecemasan siswa dalam menghadapi ujian atau tes. Selain itu, hasil penelitian

Loong (2013) dan Bembenutty (2008) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan

antara regulasi diri dalam belajar dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian.

Hasil penelitian Suardana & Simarmata (2013) dan Agustiar & Asmi (2010)

mengungkapkan bahwa ada hubungan antara motivasi belajar dan kecemasan

siswa dalam menghadapi ujian. Dengan demikian, peneliti memilih regulasi diri

dalam belajar dan motivasi belajar sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan siswa dalam menghadapi ujian berdasarkan hasil penelitian Kesici &

Erdogan (2009), Loong (2013) dan Bembenutty (2008), dan Suardana &

Simarmata (2013) dan Agustiar & Asmi (2010).

B. Regulasi Diri dalam Belajar

1. Pengertian Regulasi Diri dalam Belajar

Teori self-regulated merupakan salah satu teori penting atau merupakan

ciri yang menonjol dari teori kognitif sosial yang merupakan ide utama dari

Albert Bandura (Bandura, 1986). Bandura secara resmi meluncurkan social

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

36

cognitive theories dengan buku berjudul “Social Foundations of Thought and

Action : A Social Cognitive Theory” (Brown dan Madeliene dalam Latifah,

2010).

Bandura (1986) mengatakan sistem regulasi diri menjembatani

pengaruh-pengaruh eksternal dengan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki

manusia sebagai dasar untuk melakukan perilaku yang bertujuan, sehingga

memungkinkan manusia memiliki kontrol individual terhadap pikiran,

perasaan, motivasi, dan perilakunya.

Menurut Zimmerman (1989), regulasi diri dapat diartikan sebagai

pengarahan atau pengaturan diri dalam berperilaku. Sedangkan, regulasi diri

dalam belajar dapat diartikan sebagai mengatur atau mengarahkan diri dalam

belajar. Penggunaan strategi belajar oleh pelajar yang menerapkan regulasi diri

dalam belajar tidak hanya bergantung pada pengetahuan mereka mengenai

strategi, tetapi juga berdasar pada proses pengambilan keputusan metakognitif

dan hasil kinerja mereka.

Zimmerman & Martinez-Ponz (1990) mengusulkan suatu formulasi untuk

menjelaskan self-regulated learning berdasarkan teori kognitif sosial dari

Bandura. Bandura mengatakan bahwa usaha pelajar untuk meregulasi diri

dalam belajar melibatkan tiga determinasi, yaitu proses personal pelajar,

lingkungan, dan perilaku.

Zimmerman (dalam Schunk dan Zimmerman, 1998) mengungkapkan

bahwa pembelajaran sebagai proses multidimensional yang melibatkan

seseorang secara personal (kognitif dan emosional), behavioral, dan komponen

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

37

kontekstual. Agar seseorang master di bidangnya dalam hal kemampuan

akademik, seorang pembelajar perlu merubah perilakunya dengan

mengaplikasikan strategi kognitif ke dalam suatu tugas dalam penempatanyang

relevan secara kontekstual. Hal ini memerlukan usaha yang berulang dalam

belajar karena menjadi seorang master diperlukan di dalamnya koordinasi dari

komponen personal, behavioral, dan lingkungan, yang tiap-tiap komponen

tersebut terpisah secara dinamis seperti bergabungnya suatu interaksi yang

aktif. Pembelajar yang mempunyai regulasi diri harus secara konstan

melakukan penilaian keefektivitasan mereka sendiri agar membuahkan hasil,

yaitu mendapatkan macam-macam perubahan kondisi secara interpersonal,

kontekstual, dan intrapersonal.

Schunk dan Zimmerman (1998) menjelaskan bahwa pembelajaran

akademik adalah aktivitas proaktif, termasuk di dalamnya motivasi untuk

inisiatif diri dan proses behavioral sebaik proses metakognitif. Sebagai contoh,

siswa dengan regulasi diri berhasil melalui keseluruhan proses

pembelajarannya dengan baik dibandingkan dengan teman-temannya. Siswa

tersebut menciptakan tujuan pembelajaran dari awal, keakuratan dari

memonitor diri terhadap perilaku mereka, dan kemudian membuat dirinya

menjadi sumber daya utama dalam pemikirannya yang strategis. Proses

tersebut di atas dan proses menginisiatifkan diri ini membuat para siswa

mampu mengontrol dirinya lebih baik selama proses pembelajaran

berlangsung. Schunk dan Zimmerman (2008) mengatakan bahwa regulasi diri

dalam belajar adalah adalah suatu proses dalam diri seorang pembelajar yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

38

dengan sendirinya mengaktivasi dan menopang kognisi, afeksi, dan perilaku

yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran.

Eggen dan Kauchak (dalam Alsa, 2005) mengatakan belajar berdasarkan

regulasi diri merupakan proses penggunaan pemikiran dan tindakan oleh

individu untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal.

Schunk (2012) mengatakan bahwa regulasi diri dalam situasi-situasi

pembelajaran mengharuskan siswa memiliki pilihan-pilihan tentang apa yang

akan mereka kerjakan dan bagaimana mereka mengerjakannya. Belajar

merupakan satu hal yang terpenting dalam pencapaian prestasi. Bagi individu

yang melakukan upaya belajar berdasar regulasi diri adalah individu yang

merencanakan, mengorganisasi, dan mengukur diri selama proses belajar

berlangsung.

Menurut Loong (2013), regulasi diri dalam belajar didefinisikan sebagai

kemampuan siswa untuk dapat aktif secara metakognitif, motivasional, dan

behavioral dalam proses belajar mereka sendiri, yang ketiga unsur tersebut

terlibat dalam kemandirian belajar siswa tersebut untuk meraih prestasi

akademiknya. Marini & Boruchovitch, (2014) mengungkapkan bahwa regulasi

diri dalam belajar adalah suatu proses ketika siswa melakukan perencanaan,

mencatat dan melakukan pengawasan, dan melakukan pengaturan cara

belajarnya sendiri yang mengacu pada pola pikir, perasaan, dan tindakan yang

telah direncanakan dan disesuaikan untuk meningkatkan motivasi dan

pembelajaran.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

39

Menurut Zimmerman (dalam Mega, Ronconi, & De Beni, 2014),

model-model dari regulasi diri dalam belajar telah dikemukakan untuk

menjelaskan bagaimana siswa-siswa menjadi pembelajar yang visioner dengan

cara meregulasi diri melalui cara belajar mereka dan performansi mereka.

Walaupun di dalam teori ini memperlihatkan prespektif berbeda dalam belajar

berdasar regulasi diri, kebanyakan orang membahas pandangan yang sama

bahwa seorang pembelajar dengan regulasi diri akan secara aktif membangun

atau membentuk pengetahuan kemudian menggunakan bermacam-macam

strategi kognitif dan metakognitifnya untuk mengontrol dan meregulasi

kegiatan akademisnya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

regulasi diri dalam belajar adalah kemampuan seseorang untuk aktif secara

metakognitif, motivasional, dan behavioral dalam melakukan perencanaan,

pencatatan dan melakukan pengawasan, melakukan pengaturan cara belajar,

dan pengevaluasian diri sesuai dengan pendapat Loong (2013) dan Marini &

Boruchovitch (2014) mengenai regulasi diri dalam belajar dan kaitannya

dengan aspek-aspek regulasi diri dalam belajar.

2. Aspek-aspek Regulasi Diri dalam Belajar

Menurut Alsa (2005), aspek-aspek regulasi diri dalam belajar adalah

metakognitif dan perilaku. Penjelasan aspek-aspek regulasi diri dalam belajar

adalah sebagai berikut :

1. Metakognitif terdiri atas dua sub-aspek, yaitu pengetahuan metakognisi dan

regulasi metakognitif. Menurut Engle (dalam Alsa, 2005), metakognitif

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

40

merupakan suatu kesadaran dan kontrol terhadap perilaku untuk

memberikan perhatian khusus pada suatu hal, atau dengan kata lain berpikir

tentang suatu pemikiran. Menurut Chen (dalam Alsa, 2005), metakognitif

berkaitan dengan kesadaran, pengetahuan, dan pengontrolan terhadap

kognitif. Alsa (2005) menjelaskan bahwa metakognisi membantu seseorang

untuk melakukan regulasi. Penjelasan sub-aspek metakognitif adalah

sebagai berikut (Flavel, 1987) :

a. Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang

kemampuan kognitif yang ia miliki. Pengetahuan metakognitif dibagi

menjadi tiga, yaitu pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan

pengetahuan kondisional. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan

tentang diri dan pengetahuan tentang strategi. Pengetahuan prosedural

adalah pengetahuan tentang bagaimana menggunakan strategi.

Pengetahuan kondisional adalah pengetahuan mengenai kapan dan

mengapa suatu strategi digunakan.

b. Regulasi metakognitif adalah proses yang berhubungan dengan

mekanisme regulasi diri. Regulasi metakognitif terdiri atas perencanaan,

penetapan tujuan, pemantauan arah belajar dan pemahaman belajar,

penemuan dan perbaikan kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik

untuk problem solving dalam belajar. Perencanaan adalah menetapkan

hasil belajar dan menganalisis pelajaran yang akan diambil. Penetapan

tujuan adalah penetapan tujuan belajar atau hasil belajar dan kemudian

memantau efektivitas strategi belajar yang digunakan serta memberi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

41

reaksi terhadap evaluasi yang dilaksanakan (Zimmerman, 1989).

Pemantauan adalah membantu pelajar untuk memfokuskan perhatiannya

sehingga dapat membedakan efektivitas kinerja. Penemuan dan perbaikan

kesalahan adalah proses untuk memiliki tujuan belajar yang adaptif dan

persisten dalam usaha mencapai tujuan serta memodifikasi pemakaian

strategi untuk merespon peningkatan tugas. Cara yang lebih baik untuk

problem solving dalam belajar adalah proses menemukan solusi untuk

pemecahan permasalahan dalam kesukaran belajar dari hasil evaluasi

strategi belajar yang ada.

2. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia sendiri, baik yang

diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku terdiri atas dua dimensi, yaitu strategi kognitif dan strategi

pengelolaan sumber daya. Penjelasan dimensi-dimensi perilaku adalah

sebagai berikut :

a. Strategi kognitif terdiri atas pengulangan belajar, organisasi,

elaborasi, dan berpikir kritis. Pengulangan belajar merupakan usaha

individu untuk mempelajari kembali materi yang sudah dipelajari.

Strategi ini meliputi memorisasi pelajaran dengan cara repetisi

(pengulangan materi secara mendalam) atau resitasi (surface

learning) (Wolters, Pintrich, & Karabenick, 2003). Elaborasi

(Wolters, Pintrich, & Karabenick, 2003) merupakan strategi belajar

yang menunjukkan satu pendekatan belajar yang lebih mendalam

melalui usaha meringkas bahan, menghapal pelajaran dengan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

42

menggunakan kalimat sendiri, dan sebagainya. Organisasi (Andre &

Vialle, 1998) adalah usaha individu untuk mengatur dan

memodifikasi catatan pelajaran agar mudah dipahami sehingga dapat

mendukung aktivitas belajarnya. Organisasi melibatkan proses yang

lebih mendalam melalui pemakaian taktik mencatat ulang, membuat

diagram, menggarisbawahi, atau mengembangkan peta konsep (mind

map) untuk mengorganisasi pelajaran dengan berbagai cara. Alsa

(2005) menjelaskan berpikir kritis adalah cara berpikir analitis dan

belajar secara mendalam yang terdapat pada belajar berdasar regulasi

diri sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap

pelajaran.

b. Strategi pengelolaan sumber daya adalah mengenali dan

menggunakan sumber daya alam maupun lingkungan secara kritis

(Lee, 2002). Pintrich & De Groot (1990) mengungkapkan strategi ini

terdiri atas pengelolaan lingkungan belajar dan waktu belajar,

regulasi usaha, belajar kelompok, dan mencari bantuan belajar.

Pengelolaan lingkungan belajar dan waktu belajar adalah pengelolaan

lingkungan fisik dan sosial, yaitu mengelola lingkungan belajar,

mencari, dan mengatur lingkungan dan suasana belajar agar tanpa

gangguan lingkungan serta pengelolaan waktu dengan membuat

jadwal aktivitas belajar dan rencana lamanya waktu belajar. Regulasi

usaha adalah kondisi tidak larut dengan kegagalan dan tetap berusaha

untuk komitmen pada pencapaian tujuan sekalipun ada hambatan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

43

Belajar kelompok adalah belajar dengan rekan-rekan sesama pelajar.

Mencari bantuan belajar adalah bertanya kepada guru, teman

kelompok belajar, orangtua ketika siswa menghadapi kesukaran

belajar. Karakteristik siswa tersebut adalah siswa yang proaktif,

mempunyai motivasi berprestasi, berorientasi pada tugas, dan

memiliki pengetahuan lebih banyak daripada siswa lain.

Menurut Marini & Boruchovitch (2014), aspek-aspek regulasi diri dalam

belajar adalah perencanaan, performansi, dan evaluasi diri. Penjelasan

aspek-aspek regulasi diri dalam belajar adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan mengedepankan suatu proses dari pengetahuan yang paling

utama dan keyakinan dalam menginisiasi sesuatu yang mempengaruhi

pembelajaran subjek, seperti pengalaman subjek dalam menetapkan tujuan

pembelajaran dan menerapkan rencana strategis untuk mencapai

prestasinya.

2. Performansi berhubungan dengan apa yang terjadi selama proses

pembelajaran. Hal-hal yang berkaitan dengan performansi adalah proses

pembelajaran dan stimulasi. Proses pembelajaran yang menstimulasi

eksekusi atau evaluasi dari suatu tugas, berkaitan dengan meningkatnya

perhatian dan memonitor diri sendiri.

3. Evaluasi diri berhubungan dengan tindakan yang dilakukan setelah tugas

terselesaikan yang memberikan manfaat, yaitu memberi kesempatan kepada

individu untuk mengulang kembali petunjuk-petunjuk dan keputusan yang

telah diambil.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

44

Berdasarkan penjelasan aspek-aspek regulasi diri dalam belajar yang telah

disebutkan di atas, maka aspek-aspek yang dipilih peneliti adalah metakognitif dan

perilaku yang bersumber dari penelitian Alsa (2005) karena sesuai dengan

pemaparan definisi regulasi diri dan belajar menurut Schunk dan Zimmerman

(2008).

C. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi atau “dorongan” menempatkan organisme ke dalam suatu

tindakan. Motivasi tersebut “memaksa” individu untuk melakukan sesuatu agar

terjadinya suatu tindakan, untuk mencoba, dan untuk menyuruh atau mengarah

pada kesuksesan (apabila kesuksesan itu telah direncanakan sebelumnya oleh

seorang eksperimenter atau setidaknya sebagai suatu kemungkinan) (Bugelski

dalam Bandura, 1986).

Menurut Santrock (2007), motivasi adalah proses yang memberi semangat,

arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah

perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Dalam kegiatan belajar,

motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri

siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari

kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan

yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

Bugelski (1956) telah menjelaskan bahwa motivasi banyak bercerita tentang

menstimulasi, dan mungkin beberapa hal yang memberikan semangat pada

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

45

seseorang, dan apabila proses belajar lebih banyak mengenai mengasosiasikan

stimulus dengan respons, maka motivasi ini diperlukan dalam proses

pembelajaran.

Menurut Masnur, Saliwangi, dan Hasan (1987), motivasi belajar berarti

stimulus belajar yang menggerakkan individu untuk melakukan proses

pembelajaran. Motivasi belajar menunjukkan adanya kekuatan atau daya

pendorongnya. Sedangkan,tingkah laku atau tindakan adalah sebagai akibat atau

operasional dariadanya motivasi. Motivasi belajar mendorong individu untuk

merubah tingkah laku sebagai upaya untuk pengoptimalan potensi dirinya.

Menurut Padil dan Supriyatno (2007), motivasi belajar adalah kekuatan diri

dalam individu yang menggerakkan individu untuk belajar sebagai bentuk

perubahan tingkah laku dan pengoptimalan potensi. Motivasi belajar dibedakan

menjadi dorongan untuk belajar dan kebutuhan untuk belajar. Dorongan belajar

adalah keadaan ketidakseimbangan dalam diri individu karena pengaruh dari

dalam dan dari luar individu yang mengerahkan pemikiran dan usahanya ketika

proses pembelajaran berlangsung dalam rangka mencapai keseimbangan

kembali atau adaptasi. Kebutuhan untuk belajar adalah dorongan yang telah

ditentukan secara personal, sosial, dan kultur selama proses pembelajaran

berlangsung. Kebutuhan manusia yang penting adalah kebutuhan untuk bersama

orang lain, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan bebas dari rasa takut,

kebutuhan bebas dari rasa bersalah, kebutuhan untuk turut serta dalam

pengambilan keputusan mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

46

dirinya, kebutuhan untuk melalui proses pembelajaran, kebutuhan akan kepastian

ekonomi, dan kebutuhan akan terintegrasinya sikap, keyakinan dan nilai-nilai.

Hanrahan (dalam Riaz, Rambli, Salleh, & Mushtaq, 2010) mengungkapkan

bahwa proses belajar itu mencapai titik optimal tergantung dari lingkungan

belajar siswa tersebut berada. Lingkungan belajar yang kondusif akan menunjang

proses belajar-mengajar. Selain itu, motivasi juga ikut berperan di dalamnya.

Pembelajaran akan berlangsung dengan lancar apabila siswa sudah

mengkondisikan dirinya untuk siap belajar, yang dalam hal ini siswa berusaha

untuk memotivasi dirinya agar mau belajar. Motivasi seperti ini berasal dari

dalam diri siswa, yang kemudian dikenal dengan nama motivasi intrinsik.

Apabila dibandingkan antara siswa yang belajar dengan memunculkan

motivasi intrinsik dan siswa yang belajar dengan menggunakan motivasi

ekstrinsik, hasil yang maksimal akan dicapai oleh siswa yang belajar dengan

memunculkan motivasi intrinsik. Hal ini disebabkan siswa tersebut belajar atas

kemauan sendiri dan atas dasar ingin mencari tahu sendiri hal-hal yang belum

diketahuinya. Siswa merasakan manfaat dari belajar sesuatu karena dia

terpuaskan oleh hal-hal yang akhirnya diketahuinya setelah melakukan proses

pembelajaran (Hanrahan dalam Riaz, Rambli, Salleh, & Mushtaq, 2010).

Selain itu, siswa yang memunculkan motivasi intrinsik ini mempunyai

kesadaran yang tinggi untuk melakukan proses pembelajaran. Siswa yang belajar

dengan menggunakan motivasi ekstrinsik melakukan proses pembelajaran

dengan mengandalkan penghargaan atau reward terlebih dahulu atau takut

dengan sanksi atau hukuman yang akan diberikan. Ada proses keterpaksaan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

47

dalam melakukan pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi kurang maksimal

dan siswa belajar karena adanya motivasi ekstrinsik. Apabila motivasi hilang,

maka siswa belajar dengan suasana kurang kondusif dan proses pembelajaran

berjalan kurang lancar (Riaz, Rambli, Salleh, & Mushtaq, 2010).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi

belajar adalah suatu dorongan atau kebutuhan untuk merubah tingkah laku dalam

rangka pengoptimalan potensi diri selama proses pembelajaran.

2. Aspek-aspek Motivasi Belajar

Menurut Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch (2010),

motivasi belajar mempunyai tujuan intrinsik yang di dalamnya terdapat motivasi

intrinsik. Motivasi intrinsik dalam hal pembelajaran berkembang dari

aspek-aspek minat, rasa ingin tahu, dan haus akan pengetahuan. Penjelasan dari

aspek-aspek motivasi belajar adalah sebagai berikut :

a. Minat adalah suatu proses yang tetap untuk memperhatikan dan memfokuskan

diri pada sesuatu dengan perasaan senang dan puas. Minat individu terhadap

proses pembelajaran diperlukan dalam aktivitas belajar, baik di sekolah

maupun di rumah. Apabila individu sudah mempunyai minat terhadap proses

pembelajaran, dia akan menemukan strategi pembelajaran yang tepat,

misalnya dengan metode pengulangan. Individu termotivasi untuk mengulangi

kembali materi pembelajaran tersebut (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc

Keachie dalam Lynch, 2010).

b. Rasa ingin tahu adalah dorongan untuk tahu hal-hal baru dengan cara

mengamati atau mempelajari proses untuk penelitian ilmiah. Rasa ingin tahu

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

48

individu terhadap proses pembelajaran menumbuhkan minat dan haus akan

pengetahuan. Rasa ingin tahu ini memunculkan sikap untuk mengorganisasi

kegiatan belajarnya (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch,

2010).

c. Haus akan pengetahuan yang dimaksud di sini adalah individu dengan rasa

ingin tahu yang besar dan terus merasa dirinya kurang serta ingin menambah

pengetahuan dengan menggali lebih dalam materi yang telah didapatkannya.

Hal ini berhubungan dengan sikap berpikir kritis yang didapatkan individu

selama masa pencarian sumber belajar untuk mendapatkan informasi terkait

proses pembelajarannya (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam

Lynch, 2010).

Menurut Bernard (dalam Rahayu, Karyanto, & Probosari, 2012), komponen

motivasi adalah motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal atau

motivasi intrinsik lebih mempengaruhi hasil belajar yang dalam hal ini berkaitan

dengan motivasi belajar (Eymur dan Geban dalam Rahayu, Karyanto, &

Probosari, 2012). Motivasi internal atau intrinsik dilandasi oleh kemerdekaan

pribadi (otonomi) dan kompetensi. Penjelasan dari aspek-aspek motivasi belajar

adalah sebagai berikut :

a. Kemerdekaan pribadi atau otonomi dalam proses pembelajaran merupakan

usaha seseorang untuk memperbaiki hasil belajarnya dan kemudian

mengembangkan kemampuan belajarnya dengan membuat skala prioritas

terhadap kepentingan yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Aspek

otonomi dalam motivasi intrinsik atau internal ini mempengaruhi kemampuan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

49

kognitif seseorang dalam mencapai hasil belajar karena berhubungan dengan

perilaku belajarnya (Weiner dalam Rahayu, Karyanto, & Probosari, 2012).

b. Kompetensi berkaitan erat dengan prestasi akademik dan pencapaian hasil

belajar. Penelitian Broussard (dalam Rahayu, Karyanto, & Probosari, 2012)

mengatakan bahwa kegagalan pencapaian hasil belajar disebabkan oleh

lemahnya motivasi intrinsik dalam belajar. Kompetensi dapat berkontribusi

lebih apabila dibandingkan dengan kemampuan inteligensi dalam penentuan

hasil belajar. Jika seorang pembelajar dengan kemampuan inteligensia rendah

berada dalam proses pembelajaran,makadia dapat mencapai hasil belajar yang

relatif lebih baik karena mempunyai kompetensi atau keahlian dalam bidang

tersebut (Nasution dalam Rahayu, Karyanto, & Probosari, 2012).

Menurut Reinholt (dalam Riaz, Rambli, Salleh, & Mushtaq, 2010),

motivasi belajar dikembangkan dari motivasi intrinsik karena proses

pembelajaran akan berhasil apabila seseorang telah siap dan mampu untuk

menghadapi proses pembelajaran. Motivasi intrinsik merefleksikan aktivitas

yang didasari pada kehendak pribadi sesuai dengan tujuan awalnya. Dimensi dari

motivasi intrinsik ini berupa sesuatu yang dirasakan individu ketika ingin

melaksanakan aktivitas belajarnya, yaitu sikap, keahlian, dan minat (Reinholt

dalam Riaz, Rambli, Salleh, & Mushtaq, 2010). Penjelasan dimensi dari motivasi

intrinsik adalah sebagai berikut :

a. Sikap dalam hal ini berkaitan erat dengan pencapaian tujuan hasil belajar,

yaitu bagaimana individu perlu menyikapi apa saja yang diperlukan selama

proses pembelajarannya.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

50

b. Keahlian individu dalam menemukan strategi belajar apa yang digunakan

atau mengelola sumber-sumber belajar di sekitarnya berhubungan erat dengan

lingkungan tempat individu itu berinteraksi. Ketika lingkungan sekitar

mendukung individu untuk mensukseskan proses pembelajarannya, maka

keahlian individu tersebut dapat digunakan secara maksimal dan semakin

terasah (Weller dalam Riaz, Rambli, Salleh, & Mushtaq, 2010).

c. Minat individu terhadap pelajaran apa yang dihadapi selama proses

pembelajaran berlangsung berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Individu

yang cenderung berminat terhadap suatu pelajaran belum tentu nilainya baik

karena berusaha untuk memahami ilmunya dan tidak mengejar nilai.

Sebaliknya, individu yang cenderung kurang berminat terhadap suatu

pelajaran berusaha belajar dan mengejar nilai untuk mendapatkan prestasi

belajar yang baik (Zimmerman, 1986).

Berdasarkan pemaparan aspek-aspek motivasi belajar di atas, maka aspek-aspek

motivasi belajar bersifat intrinsik. Peneliti memilih aspek minat, rasa ingin tahu,

dan haus akan pengetahuan oleh Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie (dalam

Lynch, 2010) sebagai aspek-aspek dalam motivasi belajar karena sesuai dengan

konsep motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2007) dan motivasi

belajar yang bersifat intrinsik oleh Reinholt (dalam Riaz, Rambli, Salleh, &

Mushtaq, 2010).

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

51

D. Hubungan antara Regulasi Diri dalam Belajar dengan Kecemasan Siswa

dalam Menghadapi Ulangan Harian

Barlow dan Durand (2012) menyatakan kecemasan adalah keadaan suasana

hati yang yang ditandai dengan keadaan jasmaniah, seperti ketegangan fisik, dan

kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan berupa perasaan takut atau tidak

tenang berasal dari sumber yang tidak dikenali. Hal ini terjadi saat seseorang

merasa terancam secara fisik maupun psikologis. Aspek-aspek kecemasan adalah

emosi subjektif, komponen kognitif, respon fisiologis, dan respon perilaku (Barlow

dan Durand, 2012).

Cattell (dalam Spielberger, 2010) menjelaskan state anxiety muncul ketika

ada stimulus yang membuat rasa cemas dan sifatnya adalah sementara. Dalam

penelitian ini, stimulus yang dimaksud adalah ulangan harian. Witherington

(1952) mengungkapkan bahwa munculnya kecemasan disebabkan oleh pemberian

ulangan atau ujian karena siswa berada pada posisi yang kurang pasti, yaitu antara

rasa aman dan kurang aman terhadap hasil ulangannya apakah baik atau kurang

baik nilanya. Barlow dan Durand (2012) mengungkapkan bahwa kecemasan

berupa perasaan takut atau tidak tenang berasal dari sumber yang tidak dikenali.

Pada penelitian ini, pemberian ulangan harian membuat siswa berada dalam

kondisi yang tidak pasti sehingga merasa terancam secara fisik maupun psikologis

sesuai dengan pendapat Barlow dan Durand (2012) mengenai konsep kecemasan.

Kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan termasuk dalam state

anxiety karena kecemasan yang muncul bersifat sementara. State anxiety muncul

ketika individu berada dalam situasi kurang nyaman atau sedang dalam uji mental

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

52

dari beberapa tipe ancaman atau gangguan. Ketika objek atau situasi muncul,

kecemasan akan muncul. Ketika stimulus menghilang, maka individu tidak lagi

merasakan kecemasan (Ratherford dalam Spielberger, 2010). Stimulus berupa

ulangan harian ini membuat siswa merasa cemas. Ketika siswa sudah selesai

dalam menghadapi ulangan harian, maka kecemasan ini akan menghilang sesuai

dengan pendapat Ratherford (dalam Spielberger, 2010) mengenai kemunculan

state anxiety.

Kesici & Erdogan (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan salah satunya adalah

regulasi diri dalam belajar. Hasil penelitian Bembenutty (2008) mengungkapkan

bahwa terdapat hubungan antara regulasi diri dalam belajar dan kecemasan siswa

dalam menghadapi ujian. Loong (2013) juga mengungkapkan hal serupa, yaitu

hasil penelitiannya menyebutkan bahwa ada korelasi antara regulasi diri dalam

belajar dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian.

Regulasi diri dalam belajar secara tidak langsung mempengaruhi tingkat

kecemasan siswa, yang dalam hal ini pengkondisian klasik saat terjadinya ulangan.

Kecemasan berhubungan dengan regulasi diri individu dan berpengaruh terhadap

performansi belajarnya. Kecemasan dengan intensitas wajar dapat dianggap

memiliki nilai positif sebagai motivasi. Namun, apabila intensitasnya tinggi dan

bersifat negatif dapat menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu keadaan fisik

dan psikis individu yang bersangkutan (Sudrajat dalam Agustiar & Asmi, 2013).

Pentingnya peran regulasi diri dalam belajar dalam menanggulangi

kecemasan siswa dalam menghadapi ujian atau ulangan dapat dilihat dari hasil

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

53

penelitian Bembenutty (2008), yaitu ada hubungan antara regulasi diri dalam

belajar dan kecemasan dalam menghadapi ujian. Bembenutty (2008) menjelaskan

bahwa regulasi diri dalam belajar mengacu pada proses untuk mengontrol agar

kognitif dan perilaku dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Aspek-aspek regulasi diri dalam belajar adalah metakognisi dan perilaku.

Alsa (2005) mengungkapkan bahwa metakognisi membantu seseorang untuk

melakukan regulasi, yaitu dengan cara memberikan perhatian khusus terhadap

suatu hal.

Dalam mengatasi kecemasan siswa ketika menghadapi ulangan, siswa

dengan regulasi diri dalam belajar yang baik akan mampu mengurangi tingkat

kecemasannya ketika menghadapi ulangan. Ketika seorang siswa mempunyai

pengetahuan metakognitif yang baik, yaitu individu mengetahui tentang

kemampuan kognitif yang ia miliki, maka individu tersebut akan berusaha untuk

meningkatkan performansi belajarnya dengan melakukan evaluasi terhadap dirinya

dengan menggunakan pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan

pengetahuan kondisional (Flavel, 1987). Dengan melakukan evaluasi pembelajaran

ini, individu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Salah satu sub-aspek regulasi diri dalam belajar, yaitu pengetahuan

metakognitif dapat mengurangi munculnya salah satu aspek kecemasan, yaitu

komponen kognitif. Individu mempunyai pengetahuan dan informasi yang dimiliki

seseorang tentang objek sikapnya, dalam hal ini adalah ujian atau ulangan (Barlow

dan Durand, 2012). Individu yang memiliki pengetahuan kognitif terhadap dirinya,

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

54

yaitu pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan

kondisional, maka individu mengetahui sejauh mana dirinya akan mengevaluasi

proses pembelajarannya dengan menggunakan strategi belajar yang efektif dan

efisien. Hal ini membawa dampak bagi siswa, ketika akan menghadapi ulangan

atau ujian, aspek kecemasan emosi subjektif dan komponen kognitif tidak lagi

muncul karena individu sudah siap menghadapi ujian dengan pengetahuan kognitif

yang ia miliki. Ketika individu sudah merasa siap untuk menghadapi ujian, maka

perasaan khawatir dan tidak mampu dalam menghadapi persoalan tidak akan

muncul saat itu.

Regulasi metakognitif dapat membantu mengurangi munculnya

aspek-aspek kecemasan, yaitu aspek emosi subjektif dan aspek komponen kognitif.

Regulasi metakognitif terdiri atas perencanaan, penetapan tujuan, pemantauan arah

belajar dan pemahaman belajar, penemuan dan perbaikan kesalahan, dan

menemukan cara yang lebih baik untuk problem solving dalam belajar

(Zimmerman, 1989).

Dengan adanya perencanaan, penetapan tujuan, pemantauan arah belajar

dan pemahaman belajar, penemuan dan perbaikan kesalahan, dan menemukan cara

yang lebih baik untuk problem solving dalam belajar yang diterapkan siswa selama

proses pembelajarannya, maka kekhawatiran akan ketidaksiapan siswa dalam

menghadapi ulangan akan berkurang. Hasil penelitian Bembenutty (2008) adalah

ada hubungan antara regulasi diri dalam belajar dan kecemasan siswa dalam

menghadapi ujian. Sejalan dengan hasil penelitian Bembenutty (2008), siswa yang

menerapkan regulasi diri dalam belajar akan melakukan perencanaan, penetapan

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

55

tujuan, pemantauan arah belajar dan pemahaman belajar, penemuan dan perbaikan

kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik untuk problem solving dalam

belajar. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan diri siswa ketika akan menghadapi

salah satu tantangan dalam belajar, yaitu ujian atau ulangan. Siswa berusaha untuk

meningkatkan performansi belajarnya dengan mengurangi kekurangannya selama

proses pembelajaran berlangsung.

Berkaitan dengan regulasi metakognitif, aspek kecemasan emosi subjektif

dan komponen kognitif dapat hilang atau berkurang intensitasnya karena siswa

sudah merasa siap untuk menghadapi ulangan. Pikiran khawatir, merasa tidak

mampu menghadapi persoalan, rasa tegang, dan ketakutan yang merupakan reaksi

psikologi seseorang dalam bertindak, biasanya muncul pada diri remaja yang

menyangkut dengan ujian yang akan diikuti, akan berkurang karena siswa sudah

siap ketika akan menghadapi ulangan. Sebelum proses pembelajaran dimulai, siswa

sudah melakukan perencanaan belajar, menetapkan tujuan, sehingga dapat

melakukan pemantauan arah belajar, sehingga mampu memahami materi

pembelajaran yang disampaikan (Flavel, 1987). Siswa akan menemukan kelebihan

dan kurangan pada dirinya dan melakukan perbaikan kesalahan, dan menemukan

cara yang lebih baik untuk problem solving dalam belajar.

Salah satu aspek regulasi diri dalam belajar, yaitu perilaku akan mengurangi

munculnya salah satu aspek kecemasan, yaitu respon fisiologis. Perilaku terdiri atas

dua dimensi, yaitu strategi kognitif dan strategi pengelolaan sumber daya (Alsa,

2005). Siswa yang mempunyai strategi kognitif yang baik, akan melakukan

pengulangan belajar, organisasi, elaborasi, dan berpikir kritis. Pengulangan belajar

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

56

merupakan usaha individu untuk mempelajari kembali materi yang sudah

dipelajari. Strategi ini meliputi memorisasi pelajaran dengan cara repetisi

(pengulangan materi secara mendalam) atau resitasi (surface learning) (Wolters,

Pintrich, & Karabenick, 2003). Elaborasi (Wolters, Pintrich, & Karabenick, 2003)

merupakan strategi belajar yang menunjukkan satu pendekatan belajar yang lebih

mendalam melalui usaha meringkas bahan, menghapal pelajaran dengan

menggunakan kalimat sendiri, dan sebagainya. Organisasi menurut Andre & Vialle

(1998) adalah usaha individu untuk mengatur dan memodifikasi catatan pelajaran

agar mudah dipahami sehingga dapat mendukung aktivitas belajarnya. Organisasi

melibatkan proses yang lebih mendalam melalui pemakaian taktik mencatat ulang,

membuat diagram, menggarisbawahi, atau mengembangkan peta konsep (mind

map) untuk mengorganisasi pelajaran dengan berbagai cara. Alsa (2005)

menjelaskan berpikir kritis adalah cara berpikir analitis dan belajar secara

mendalam yang terdapat pada belajar berdasar regulasi diri sebagai upaya untuk

meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran.

Ketika akan menghadapi ulangan atau ujian, maka siswa berusaha belajar

dengan cara mengulang-ulang kembali materi pembelajaran secara repetisi atau

secara resitasi. Siswa juga melakukan organisasi, elaborasi, dan berpikir kritis.

Siswa merasa siap dalam menghadapi ulangan atau ujian karena sudah membekali

dirinya dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Siswa juga

melakukan elaborasi dengan cara meringkas bahan, menghapal pelajaran dengan

menggunakan kalimat sendiri, dan sebagainya. Siswa berusaha menggunakan

taktik mencatat ulang, membuat diagram, menggarisbawahi, atau mengembangkan

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

57

peta konsep (mind map) untuk mengorganisasi pelajaran dengan berbagai cara.

Alsa (2005) menjelaskan berpikir kritis adalah cara berpikir analitis dan belajar

secara mendalam yang terdapat pada belajar berdasar regulasi diri sebagai upaya

untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran. Ketika siswa berusaha

untuk berpikir kritis, maka siswa berusaha memahami kekurangan dan kelebihan

dirinya dalam mata pelajaran yang akan diujiankan sehingga bisa melakukan

antisipasi untuk mengatasi kekurangan dirinya dalam menghadapi ulangan atau

ujian, contohnya ketika merasa cemas dalam menghadapi ujian.

Ketika siswa sudah siap, maka tubuh merespon positif terhadap hal ini

sehingga respon fisiologis tidak akan muncul. Kecemasan muncul karena mood

yang negatif dan secara karakteristik gejala-gejalanya berupa ketegangan fisik dan

ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang (American

Psychological Association dalam Barlow dan Durand, 2012). Pada manusia,

kecemasan bisa menjadi sensasi yang subjektif dari suatu kesulitan, sekumpulan

perilaku-perilaku tersebut berupa terlihat khawatir dan cemas atau gelisah, atau

respons fisiologis yang murni dari otak dan refleksi dari peningkatan detak jantung

dan ketegangan otot. Siswa sudah membekali dirinya dengan mengulang materi

pelajaran yang ada sehingga muncul mood yang positif dalam dirinya. Kesulitan

yang muncul selama siswa menghadapi ulangan atau ujian akan dihadapi dengan

respon positif karena dirinya sudah siap untuk menjawab soal-soal ulangan yang

ada sehingga respon fisiologis tidak akan muncul, seperti meningkatnya denyut

jantung, keluarnya keringat dingin, sesak napas, dan sebagainya. Tubuh merespon

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

58

positif sehingga pikiran negatif berkurang. Tubuh terasa rileks sehingga

ketegangan otot juga berkurang.

Aspek perilaku dapat mengurangi munculnya salah satu aspek kecemasan,

yaitu respon perilaku. Salah satu sub-aspek perilaku adalah strategi pengelolaan

sumber daya. Strategi pengelolaan sumber daya adalah mengenali dan

menggunakan sumber daya alam maupun lingkungan secara kritis (Lee, 2002).

Pintrich & De Groot (1990) mengungkapkan strategi ini terdiri atas pengelolaan

lingkungan belajar dan waktu belajar, regulasi usaha, belajar kelompok, dan

mencari bantuan belajar. Siswa berusaha untuk mengelola lingkungan belajar dan

waktu belajarnya. Pengelolaan lingkungan belajar dan waktu belajar adalah

pengelolaan lingkungan fisik dan sosial, yaitu mengelola lingkungan belajar,

mencari, dan mengatur lingkungan dan suasana belajar agar tanpa gangguan

lingkungan serta pengelolaan waktu dengan membuat jadwal aktivitas belajar dan

rencana lamanya waktu belajar. Dengan melakukan pengelolaan lingkungan belajar

dan waktu belajar, siswa belajar untuk mempunyai pola pikir yang teratur. Siswa

berusaha untuk memanajemen dirinya agar mendapatkan lingkungan belajar yang

nyaman dan pintar dalam mengelola waktu belajarnya dengan membuat jadwal

aktivitas belajar dan rencana lamanya waktu belajar. Aspek kecemasan, yaitu

respon perilaku dapat berkurang intensitas kemunculannya karena siswa berusaha

untuk memanajemen dirinya agar mampu mengelola proses pembelajarannya

dengan baik sehingga perasaan untuk menghindar dari sesuatu yang menegangkan,

menurunnya pelaksanaan tugas, dan meningkatnya respon yang mengejutkan dapat

teratasi dengan baik.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

59

Regulasi usaha adalah kondisi tidak larut dengan kegagalan dan tetap

berusaha untuk komitmen pada pencapaian tujuan sekalipun ada hambatan

(Pintrich & De Groot, 1990). Dengan adanya regulasi usaha, siswa berusaha tetap

komitmen pada pencapaian tujuan sehingga walaupun menemukan hambatan

dalam belajar akan tetap maju terus sehingga tujuan awal tercapai. Dengan adanya

regulasi usaha ini, aspek kecemasan respon perilaku (menghindar dari sesuatu yang

menegangkan dan menurunnya pelaksanaan tugas) dapat teratasi dengan baik

karena siswa tetap berusaha untuk komitmen pada tujuan pembelajaran yang ada

walaupun terdapat hambatan belajar selama proses berlangsung.

Belajar kelompok adalah belajar dengan rekan-rekan sesama pelajar.

Mencari bantuan belajar adalah bertanya kepada guru, teman kelompok belajar,

orangtua ketika siswa menghadapi kesukaran belajar. Karakteristik siswa tersebut

adalah siswa yang proaktif, mempunyai motivasi berprestasi, berorientasi pada

tugas, dan memiliki pengetahuan lebih banyak daripada siswa lain (Pintrich & De

Groot, 1990). Siswa melakukan belajar kelompok dan mencari bantuan belajar

ketika menemukan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran sehingga

kecemasan-kecemasan yang muncul akan berkurang. Aspek kecemasan, yaitu

respon perilaku (menghindar dari sesuatu yang menegangkan dan menurunnya

pelaksanaan tugas), tidak akan muncul karena siswa berusaha untuk tetap

komitmen dalam melaksanakan tugasnya di sekolah dengan cara mencari bantuan

belajar dan belajar kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara regulasi diri dalam belajar dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

60

berdasarkan hasil penelitian Loong (2013) dan Bembenutty (2008) serta penjelasan

mengenai keterkaitan antaraspek, yaitu aspek-aspek regulasi diri dalam belajar dan

aspek-aspek kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan harian yang telah

dipaparkan di atas. Siswa yang mempunyai regulasi diri dalam belajar yang tinggi

akan mempunyai tingkat kecemasan yang rendah. Sebaliknya, apabila siswa yang

mempunyai regulasi diri dalam belajar yang rendah, maka akan mempunyai tingkat

kecemasan yang tinggi.

E. Hubungan antara Motivasi Belajar dengan Kecemasan Siswa dalam

Menghadapi Ulangan Harian

Kesici & Erdogan (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian salah satunya adalah

motivasi belajar. Hasil penelitian Suardana & Simarmata (2013) menyebutkan

bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara motivasi belajar dan kecemasan

siswa menghadapi Ujian Nasional. Agustiar & Asmi (2010) juga mengungkapkan

hal serupa, yaitu ada korelasi antara motivasi belajar dan kecemasan siswa ketika

menghadapi ujian.

Bugelski (1956) menjelaskan bahwa proses belajar lebih banyak mengenai

asosiasi stimulus dan respon, sedangkan motivasi diperlukan sesesorang agar

proses pembelajaran berjalan lancar. Menurut Santrock (2007), motivasi adalah

proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Dalam kegiatan

belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri

siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

61

kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang

dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

Motivasi belajar mempunyai tujuan intrinsik yang di dalamnya terdapat

motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik dalam hal pembelajaran berkembang dari

aspek-aspek minat, rasa ingin tahu, dan haus akan pengetahuan. Aspek-aspek

motivasi belajar bersifat intrinsik dan berkembang dari aspek minat, rasa ingin

tahu, dan haus akan pengetahuan (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam

Lynch, 2010).

Aspek motivasi belajar yang pertama adalah minat. Aspek-aspek

kecemasan siswa dalam menghadapi ujian dapat hilang atau berkurang intensitas

kemunculannya dengan adanya aspek minat ini. Aspek-aspek motivasi belajar yang

bersifat intrinsik berkaitan dengan diri individu tersebut seperti meraih kesuksesan,

menumbuhkan minat, dan harga diri (Brophy dalam Marini & Boruchovitch,

2014). Siswa yang mempunyai minat terhadap proses pembelajaran akan

memperhatikan dan memfokuskan diri pada sesuatu dengan perasaan senang dan

puas (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010). Siswa

berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan perasaan senang sehingga fokus

selama proses pembelajaran berlangsung. Kekhawatiran, perasaan tegang, perasaan

tidak mampu untuk menghadapi persoalan akan hilang karena mood yang tercipta

adalah positif sehingga emosi subjektif dan komponen kognitif ini akan hilang atau

berkurang.

Aspek motivasi belajar yang kedua adalah rasa ingin tahu. Siswa dengan

rasa ingin tahu yang besar akan mendorong dirinya untuk tahu hal-hal baru dengan

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

62

cara mengamati atau mempelajari proses untuk penelitian ilmiah. Rasa ingin tahu

individu terhadap proses pembelajaran menumbuhkan minat dan haus akan

pengetahuan. Rasa ingin tahu ini memunculkan sikap untuk mengorganisasi

kegiatan belajarnya (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010).

Aspek-aspek kecemasan, yaitu emosi subjektif dan komponen kognitif akan

berkurang kemunculannya karena siswa berusaha untuk mengorganisasi kegiatan

belajarnya. Siswa sudah siap ketika menghadapi ulangan atau ujian karena siswa

mencari tahu materi yang akan diujiankan kemudian melakukan persiapan untuk

menghadapi ujian dengan mengamati dan mempelajari proses selama pembelajaran

berlangsung. Siswa belajar untuk menjadi pengamat yang baik di kelas sehingga

dapat mengatasi kemunculan aspek-aspek kecemasan, yaitu emosi subjektif dan

komponen kognitif.

Aspek motivasi belajar yang bersifat intrinsik yang ketiga adalah haus akan

pengetahuan. Rasa haus akan pengetahuan berhubungan dengan sikap berpikir

kritis yang didapatkan individu selama masa pencarian sumber belajar untuk

mendapatkan informasi terkait proses pembelajarannya (Pintrich, Smith, Garcia,

dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010). Siswa yang mempunyai pemikiran kritis

akan mencari dan menggali informasi yang berhubungan dengan materi

pembelajarannya secara mendalam dan mendetail. Siswa berusaha untuk mencari

kelemahan dan kelebihan dalam dirinya sehingga mudah untuk mendapatkan

informasi yang terkait proses pembelajarannya. Siswa berpikir positif sehingga

memunculkan mood yang positif. Aspek kecemasan respon perilaku, yaitu

menurunnya pelaksanaan tugas dan munculnya respon yang mengejutkan akan

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

63

berkurang karena siswa berusaha untuk memanajemen dirinya untuk memfokuskan

dirinya pada penggalian informasi pembelajaran yang secara kritis dan mendalam

berdasarkan rasa haus akan pengetahuannya tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara motivasi belajar dan kecemasan menghadapi ulangan berdasarkan hasil

penelitian Suardana & Simarmata (2013) yang menyebutkan bahwa ada korelasi

negatif yang signifikan antara motivasi belajar dan kecemasan siswa menghadapi

Ujian Nasional. Agustiar & Asmi (2010) juga mengungkapkan hal serupa. Hasil

penelitiannya adalah ada korelasi antara motivasi belajar dan kecemasan siswa

dalam menghadapi ujian. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

motivasi belajar dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian berdasarkan

pendapat Kesici & Erdogan (2009) mengenai salah satu faktor yang mempengaruhi

kecemasan siswa dalam menghadapi tes, hasil penelitian Suardana & Simarmata

(2013), dan hasil penelitian Agustiar & Asmi (2010) serta penjelasan keterkaitan

antaraspek, yaitu aspek motivasi belajar dan kecemasan siswa dalam menghadapi

ujian. Siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi, maka kecemasan

menghadapi ulangan harian akan menurun atau berkurang. Sebaliknya, apabila

siswa yang mempunyai motivasi belajar yang rendah, maka kecemasan

menghadapi ulangan harian akan tinggi atau mengalami peningkatan.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

64

F. Hubungan Antara Regulasi Diri dalam Belajar dan Motivasi Belajar

dengan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ulangan Harian

Bandura (dalam Barlow dan Durand, 2012) mengatakan teori behavioris

melihat kecemasan merupakan suatu produk dari awal pengkondisian klasik, atau

bentuk-bentuk lainnya dari proses pembelajaran. Apabila kecemasan terjadi dalam

proses pembelajaran di sekolah, seperti mengerjakan ulangan, tugas-tugas sekolah,

maka siswa-siswa tersebut akan khawatir pada ulangan selanjutnya yang akan

diujikan gurunya, walaupun nilai A atau B sudah diraih oleh siswa-siswa tersebut.

Hal-hal yang merusak perilaku atau membuat trauma siswa-siswa tersebut

kemudian mengarah pada kecemasan yang lebih sering muncul saat pengkondisian

klasik terjadi, yaitu pada saat ulangan.

Ketika proses pengkondisian klasik ini sudah terjadi, individu, yang dalam

hal ini seorang siswa, berusaha belajar dari pengalaman bagaimana untuk

menyikapi hal tersebut agar tidak terjadi kecemasan kembali. Pada teori kognisi

sosial oleh Bandura (1986), dijelaskan bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu

mempelajari berbagai sikap, kemampuan, dan perilaku, serta cukup banyak dari

pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung.

Walaupun manusia dapat dan memang belajar dari pengalaman langsung, banyak

dari apa yang mereka pelajari didapatkan dengan mengobservasi orang lain.

Bandura (1986) menyatakan bahwa “Apabila pengetahuan dapat diperoleh hanya

melalui akibat dari tindakan seseorang, proses kognitif dan perkembangan sosial

akan sangat terbelakang, dan juga akan menjadi sangat melelahkan”.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

65

Ketika individu sudah mengalami kecemasan, individu berusaha untuk

mengatur dan mengontrol dirinya dengan menggunakan pengalaman yang telah

dipelajari sebelumnya. Dalam perspektif kognitif sosial, individu dipandang

berkemampuan proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu berperilaku

reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan. Selain itu, individu

juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka berlatih

mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka. Bandura

(1986) memperlihatkan bahwa individu membuat dan mengembangkan persepsi

diri atas kemampuan yang menjadi instrumen pada tujuan yang mereka kejar dan

pada kontrol yang mereka latih atas lingkungannya (Pajares dan Schunk, 2001).

Teori kognitif sosial mengakui kontribusi sosial baik terhadap cara

manusia berpikir dan bertindak, maupun pentingnya proses kognitif terhadap

motivasi, emosi, dan tindakan. Teori Bandura ini memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap pemahaman mengenai bagaimana klien belajar cara berpikir

dan berperilaku, baik secara positif maupun secara negatif. Teori kognitif sosial ini

juga menjelaskan secara rinci berbagai proses konsep kognitif, seperti regulasi diri

dan efikasi diri.

Apabila dihubungkan dengan penelitian ini, secara langsung maupun

tidak langsung berusaha meregulasi dirinya dan memotivasi dirinya agar tidak

kembali pada pengalaman emosional, yaitu mengalami kecemasan. Individu

dipandang berkemampuan proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu

berperilaku reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan, yang

dalam hal ini adalah kecemasan. Selain itu, individu juga dipahami

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

66

memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka berlatih mengukur pengendalian

atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka (Bandura, 1986).

Dalam mengatasi kecemasan siswa ketika menghadapi ulangan, siswa

dengan regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar yang baik akan mampu

mengurangi tingkat kecemasannya ketika menghadapi ulangan. Ketika seorang

siswa mempunyai pengetahuan metakognitif dan minat yang baik terhadap suatu

pembelajaran, maka individu tersebut akan berusaha untuk meningkatkan

performansi belajarnya dengan melakukan evaluasi terhadap dirinya dengan

menggunakan pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan

kondisional (Flavel, 1987) untuk meraih kesuksesan, menumbuhkan minat, dan

harga diri (Brophy dalam Marini & Boruchovitch, 2014). Siswa yang mempunyai

minat terhadap proses pembelajaran akan memperhatikan dan memfokuskan diri

pada sesuatu dengan perasaan senang dan puas (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc

Keachie dalam Lynch, 2010). Selain itu, dengan melakukan evaluasi pembelajaran

ini, individu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Siswa berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan perasaan senang sehingga

fokus selama proses pembelajaran berlangsung. Kekhawatiran, perasaan tegang,

perasaan tidak mampu untuk menghadapi persoalan akan hilang karena mood yang

tercipta adalah positif sehingga aspek-aspek kecemasan emosi subjektif dan

komponen kognitif ini akan hilang atau berkurang.

Sub-aspek regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar yang lain adalah

pengetahuan metakognitif dan rasa ingin tahu. Aspek pengetahuan metakognitif

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

67

dan rasa ingin tahu ini dapat mengurangi munculnya aspek-aspek kecemasan, yaitu

komponen kognitif dan emosi subjektif. Individu yang memiliki pengetahuan

kognitif terhadap dirinya, yaitu pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural,

dan pengetahuan kondisional, maka individu akan mengetahui sejauh mana dirinya

mengevaluasi proses pembelajarannya dengan menggunakan strategi belajar yang

efektif dan efisien. Selain itu, rasa ingin tahu individu terhadap proses

pembelajaran memunculkan sikap untuk mengorganisasi kegiatan belajarnya

(Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010). Aspek-aspek

kecemasan, yaitu emosi subjektif dan komponen kognitif akan berkurang

kemunculannya karena siswa berusaha untuk mengorganisasi kegiatan belajarnya.

Siswa sudah siap ketika menghadapi ulangan atau ujian karena siswa mencari tahu

materi yang akan diujiankan kemudian melakukan persiapan untuk menghadapi

ujian dengan mengamati dan mempelajari proses selama pembelajaran

berlangsung.

Hal ini membawa dampak bagi siswa, ketika akan menghadapi ulangan atau

ujian, aspek kecemasan emosi subjektif dan komponen kognitif tidak lagi muncul

karena individu sudah siap menghadapi ujian dengan pengetahuan kognitif yang ia

miliki. Ketika individu sudah merasa siap untuk menghadapi ujian, maka perasaan

khawatir dan tidak mampu dalam menghadapi persoalan tidak akan muncul saat itu

(Barlow dan Durand, 2012). Siswa dengan rasa ingin tahu yang besar akan

mendorong dirinya untuk tahu hal-hal baru dengan cara mengamati atau

mempelajari proses untuk penelitian ilmiah. Siswa belajar untuk menjadi pengamat

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

68

yang baik di kelas sehingga dapat mengatasi kemunculan aspek-aspek kecemasan,

yaitu emosi subjektif dan komponen kognitif.

Sub-aspek regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar yang lain adalah

regulasi metakognitif dan haus akan pengetahuan. Regulasi metakognitif dapat

membantu mengurangi munculnya aspek-aspek kecemasan, yaitu aspek emosi

subjektif dan aspek komponen kognitif. Aspek haus akan pengetahuan akan

mengurangi aspek kecemasan, yaitu respon perilaku. Regulasi metakognitif terdiri

atas perencanaan, penetapan tujuan, pemantauan arah belajar dan pemahaman

belajar, penemuan dan perbaikan kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik

untuk problem solving dalam belajar (Zimmerman, 1989). Dengan adanya

perencanaan, penetapan tujuan, pemantauan arah belajar dan pemahaman belajar,

penemuan dan perbaikan kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik untuk

problem solving dalam belajar yang diterapkan siswa selama proses

pembelajarannya, maka kekhawatiran akan ketidaksiapan siswa dalam menghadapi

ulangan akan berkurang. Rasa haus akan pengetahuan berhubungan dengan sikap

berpikir kritis yang didapatkan individu selama masa pencarian sumber belajar

untuk mendapatkan informasi terkait proses pembelajarannya (Pintrich, Smith,

Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010). Siswa yang mempunyai pemikiran

kritis akan mencari dan menggali informasi yang berhubungan dengan materi

pembelajarannya secara mendalam dan mendetail. Siswa berusaha untuk mencari

kelemahan dan kelebihan dalam dirinya sehingga mudah untuk mendapatkan

informasi yang terkait proses pembelajarannya. Siswa berpikir positif sehingga

memunculkan mood yang positif karena siswa berusaha untuk memanajemen

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

69

dirinya untuk memfokuskan dirinya pada penggalian informasi pembelajaran

secara kritis dan mendalam serta melakukan perencanaan, penetapan tujuan,

pemantauan arah belajar dan pemahaman belajar, penemuan dan perbaikan

kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik untuk problem solving.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

factor-faktor yang mempengaruhi kecemasan saat menghadapi ulangan adalah

regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar. Hal ini berdasarkan pada penelitian

Kesici & Erdogan (2009) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan adalah motivasi

belajar dan regulasi diri dalam belajar. Hasil penelitian Kesici & Erdogan (2009)

mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi diri

dalam belajar dan keyakinan untuk memotivasi diri terhadap kecemasan mahasiswa

menghadapi tes atau ujian.

G. Landasan Teori

Barlow dan Durand (2012) menyatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati

yang yang ditandai dengan keadaan jasmaniah, seperti ketegangan fisik, dan

kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan berupa perasaan takut atau tidak

tenang berasal dari sumber yang tidak dikenali. Hal ini terjadi saat seseorang

merasa terancam secara fisik maupun psikologis. Aspek-aspek kecemasan adalah

emosi subjektif, komponen kognitif, respon fisiologis, dan respon perilaku (Barlow

dan Durand, 2012).

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

70

Cattell (dalam Spielberger, 2010) menjelaskan state anxiety muncul ketika ada

stimulus yang membuat rasa cemas dan sifatnya adalah sementara. Dalam

penelitian ini, stimulus yang dimaksud adalah ulangan harian. Witherington

(1952) mengungkapkan bahwa munculnya kecemasan disebabkan oleh pemberian

ulangan atau ujian karena siswa berada pada posisi yang kurang pasti, yaitu antara

rasa aman dan kurang aman terhadap hasil ulangannya apakah baik atau kurang

baik nilanya. Barlow dan Durand (2012) mengungkapkan bahwa kecemasan

berupa perasaan takut atau tidak tenang berasal dari sumber yang tidak dikenali.

Pada penelitian ini, pemberian ulangan harian membuat siswa berada dalam

kondisi yang tidak pasti sehingga merasa terancam secara fisik maupun psikologis

sesuai dengan pendapat Barlow dan Durand (2012) mengenai konsep kecemasan.

Bandura (dalam Barlow dan Durand, 2012) mengatakan teori behavioris

melihat kecemasan merupakan suatu produk dari awal pengkondisian klasik, atau

bentuk-bentuk lainnya dari proses pembelajaran. Apabila kecemasan terjadi dalam

proses pembelajaran di sekolah, seperti mengerjakan ulangan, tugas-tugas sekolah,

maka siswa-siswa tersebut akan khawatir pada ulangan selanjutnya yang akan

diujikan gurunya, walaupun nilai A atau B sudah diraih oleh siswa-siswa tersebut.

Hal-hal yang merusak perilaku atau membuat trauma siswa-siswa tersebut

kemudian mengarah pada kecemasan yang lebih sering muncul saat pengkondisian

klasik terjadi, yaitu pada saat ulangan.

Ketika proses pengkondisian klasik ini sudah terjadi, individu, yang

dalam hal ini seorang siswa, berusaha belajar dari pengalaman bagaimana untuk

menyikapi hal tersebut agar tidak terjadi kecemasan kembali. Pada teori kognisi

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

71

sosial oleh Bandura (1986), dijelaskan bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu

mempelajari berbagai sikap, kemampuan, dan perilaku, serta cukup banyak dari

pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung.

Walaupun manusia dapat dan memang belajar dari pengalaman langsung, banyak

dari apa yang mereka pelajari didapatkan dengan mengobservasi orang lain.

Bandura (1986) menyatakan bahwa “Apabila pengetahuan dapat diperoleh hanya

melalui akibat dari tindakan seseorang, proses kognitif dan perkembangan sosial

akan sangat terbelakang, dan juga akan menjadi sangat melelahkan”.

Ketika individu sudah mengalami kecemasan, individu berusaha untuk

mengatur dan mengontrol dirinya dengan menggunakan pengalaman yang telah

dipelajari sebelumnya. Dalam perspektif kognitif sosial, individu dipandang

berkemampuan proaktif dan mengatur diri daripada sebatas mampu berperilaku

reaktif dan dikontrol oleh kekuatan biologis atau lingkungan. Selain itu, individu

juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka berlatih

mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka. Bandura

(1986) memperlihatkan bahwa individu membuat dan mengembangkan persepsi

diri atas kemampuan yang menjadi instrumen pada tujuan yang mereka kejar dan

pada kontrol yang mereka latih atas lingkungannya (Pajares dan Schunk, 2001).

Teori kognitif sosial mengakui kontribusi sosial baik terhadap cara

manusia berpikir dan bertindak, maupun pentingnya proses kognitif terhadap

motivasi, emosi, dan tindakan. Teori Bandura (1986) ini memberikan kontribusi

yang signifikan terhadap pemahaman mengenai bagaimana klien belajar cara

berpikir dan berperilaku, baik secara positif maupun secara negatif. Teori kognitif

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

72

sosial ini juga menjelaskan secara rinci berbagai proses konsep kognitif, seperti

regulasi diri dan efikasi diri.

Apabila dihubungkan dengan penelitian ini, secara langsung maupun

tidak langsung, siswa berusaha meregulasi dirinya dan memotivasi dirinya agar

tidak kembali pada pengalaman emosional, yaitu mengalami kecemasan. Individu,

yang dalam hal ini siswa di sekolah, dipandang berkemampuan proaktif dan

mengatur dirinya, daripada sebatas mampu berperilaku reaktif dan dikontrol oleh

kekuatan biologis atau lingkungan, yang dalam hal ini adalah kecemasan. Selain

itu, individu juga dipahami memiliki self-beliefs yang memungkinkan mereka

berlatih mengukur pengendalian atas pikiran, perasaan, dan tindakan mereka

(Bandura, 1986).

Dalam mengatasi kecemasan siswa ketika menghadapi ulangan, siswa

dengan regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar yang baik akan mampu

mengurangi tingkat kecemasannya ketika menghadapi ulangan. Ketika seorang

siswa mempunyai pengetahuan metakognitif dan minat yang baik terhadap suatu

pembelajaran, maka individu tersebut akan berusaha untuk meningkatkan

performansi belajarnya dengan melakukan evaluasi terhadap dirinya dengan

menggunakan pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan

kondisional (Flavel, 1987) untuk meraih kesuksesan, menumbuhkan minat, dan

harga diri (Brophy dalam Marini & Boruchovitch, 2014). Siswa yang mempunyai

minat terhadap proses pembelajaran akan memperhatikan dan memfokuskan diri

pada sesuatu dengan perasaan senang dan puas (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc

Keachie dalam Lynch, 2010). Selain itu, dengan melakukan evaluasi pembelajaran

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

73

ini, individu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Siswa berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan perasaan senang sehingga

fokus selama proses pembelajaran berlangsung. Kekhawatiran, perasaan tegang,

perasaan tidak mampu untuk menghadapi persoalan akan hilang karena mood yang

tercipta adalah positif sehingga aspek-aspek kecemasan emosi subjektif dan

komponen kognitif ini akan hilang atau berkurang.

Sub-aspek regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar yang lain adalah

pengetahuan metakognitif dan rasa ingin tahu. Aspek pengetahuan metakognitif

dan rasa ingin tahu ini dapat mengurangi munculnya aspek-aspek kecemasan, yaitu

komponen kognitif dan emosi subjektif. Individu yang memiliki pengetahuan

kognitif terhadap dirinya, yaitu pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural,

dan pengetahuan kondisional, maka individu akan mengetahui sejauh mana dirinya

mengevaluasi proses pembelajarannya dengan menggunakan strategi belajar yang

efektif dan efisien. Selain itu, rasa ingin tahu individu terhadap proses

pembelajaran memunculkan sikap untuk mengorganisasi kegiatan belajarnya

(Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010). Aspek-aspek

kecemasan, yaitu emosi subjektif dan komponen kognitif akan berkurang

kemunculannya karena siswa berusaha untuk mengorganisasi kegiatan belajarnya.

Siswa sudah siap ketika menghadapi ulangan atau ujian karena siswa mencari tahu

materi yang akan diujiankan kemudian melakukan persiapan untuk menghadapi

ujian dengan mengamati dan mempelajari proses selama pembelajaran

berlangsung.

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

74

Hal ini membawa dampak bagi siswa, ketika akan menghadapi ulangan atau

ujian, aspek kecemasan emosi subjektif dan komponen kognitif tidak lagi muncul

karena individu sudah siap menghadapi ujian dengan pengetahuan kognitif yang ia

miliki. Ketika individu sudah merasa siap untuk menghadapi ujian, maka perasaan

khawatir dan tidak mampu dalam menghadapi persoalan tidak akan muncul saat itu

(Barlow dan Durand, 2012). Siswa dengan rasa ingin tahu yang besar akan

mendorong dirinya untuk tahu hal-hal baru dengan cara mengamati atau

mempelajari proses untuk penelitian ilmiah. Siswa belajar untuk menjadi pengamat

yang baik di kelas sehingga dapat mengatasi kemunculan aspek-aspek kecemasan,

yaitu emosi subjektif dan komponen kognitif.

Sub-aspek regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar yang lain adalah

regulasi metakognitif dan haus akan pengetahuan. Regulasi metakognitif dapat

membantu mengurangi munculnya aspek-aspek kecemasan, yaitu aspek emosi

subjektif dan aspek komponen kognitif. Aspek haus akan pengetahuan akan

mengurangi aspek kecemasan, yaitu respon perilaku. Regulasi metakognitif terdiri

atas perencanaan, penetapan tujuan, pemantauan arah belajar dan pemahaman

belajar, penemuan dan perbaikan kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik

untuk problem solving dalam belajar (Zimmerman, 1989). Dengan adanya

perencanaan, penetapan tujuan, pemantauan arah belajar dan pemahaman belajar,

penemuan dan perbaikan kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik untuk

problem solving dalam belajar yang diterapkan siswa selama proses

pembelajarannya, maka kekhawatiran akan ketidaksiapan siswa dalam menghadapi

ulangan akan berkurang. Rasa haus akan pengetahuan berhubungan dengan sikap

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

75

berpikir kritis yang didapatkan individu selama masa pencarian sumber belajar

untuk mendapatkan informasi terkait proses pembelajarannya (Pintrich, Smith,

Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010). Siswa yang mempunyai pemikiran

kritis akan mencari dan menggali informasi yang berhubungan dengan materi

pembelajarannya secara mendalam dan mendetail. Siswa berusaha untuk mencari

kelemahan dan kelebihan dalam dirinya sehingga mudah untuk mendapatkan

informasi yang terkait proses pembelajarannya. Siswa berpikir positif sehingga

memunculkan mood yang positif karena siswa berusaha untuk memanajemen

dirinya untuk memfokuskan dirinya pada penggalian informasi pembelajaran

secara kritis dan mendalam serta melakukan perencanaan, penetapan tujuan,

pemantauan arah belajar dan pemahaman belajar, penemuan dan perbaikan

kesalahan, dan menemukan cara yang lebih baik untuk problem solving.

Barlow dan Durand (2012) menyatakan kecemasan adalah keadaan suasana

hati yang yang ditandai dengan keadaan jasmaniah, seperti ketegangan fisik, dan

kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan berupa perasaan takut atau tidak

tenang berasal dari sumber yang tidak dikenali. Hal ini terjadi saat seseorang

merasa terancam secara fisik maupun psikologis. Aspek-aspek kecemasan adalah

emosi subjektif, komponen kognitif, respon fisiologis, dan respon perilaku (Barlow

dan Durand, 2012).

Cattell (dalam Spielberger, 2010) menjelaskan state anxiety muncul ketika

ada stimulus yang membuat rasa cemas dan sifatnya adalah sementara. Dalam

penelitian ini, stimulus yang dimaksud adalah ulangan harian. Witherington

(1952) mengungkapkan bahwa munculnya kecemasan disebabkan oleh pemberian

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

76

ulangan atau ujian karena siswa berada pada posisi yang kurang pasti, yaitu antara

rasa aman dan kurang aman terhadap hasil ulangannya apakah baik atau kurang

baik nilanya. Barlow dan Durand (2012) mengungkapkan bahwa kecemasan

berupa perasaan takut atau tidak tenang berasal dari sumber yang tidak dikenali.

Pada penelitian ini, pemberian ulangan harian membuat siswa berada dalam

kondisi yang tidak pasti sehingga merasa terancam secara fisik maupun psikologis

sesuai dengan pendapat Barlow dan Durand (2012) mengenai konsep kecemasan.

Kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan termasuk dalam state

anxiety karena kecemasan yang muncul bersifat sementara. State anxiety muncul

ketika individu berada dalam situasi kurang nyaman atau sedang dalam uji mental

dari beberapa tipe ancaman atau gangguan. Ketika objek atau situasi muncul,

kecemasan akan muncul. Ketika stimulus menghilang, maka individu tidak lagi

merasakan kecemasan (Ratherford dalam Spielberger, 2010). Stimulus berupa

ulangan harian ini membuat siswa merasa cemas. Ketika siswa sudah selesai

dalam menghadapi ulangan harian, maka kecemasan ini akan menghilang sesuai

dengan pendapat Ratherford (dalam Spielberger, 2010) mengenai kemunculan

state anxiety.

Kesici & Erdogan (2009) mengungkapkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian adalah motivasi belajar

dan regulasi diri dalam belajar. Kesici & Erdogan (2009) mengungkapkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi diri dalam belajardan

keyakinan untuk memotivasi diri terhadap kecemasan mahasiswa menghadapi tes

atau tugas.

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

77

Faktor yang mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian

adalah regulasi diri dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Bembenutty (2008) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara

regulasi diri dalam belajar dengan kecemasan siswa dalam menghadapi tes atau

ujian. Regulasi diri dalam belajar adalah suatu proses dalam diri seorang

pembelajar yang dengan sendirinya mengaktivasi dan menopang kognisi, afeksi,

dan perilaku yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan

pembelajaran (Schunk dan Zimmerman, 2008). Aspek-aspek regulasi diri dalam

belajar adalah metakognisi dan perilaku (Alsa, 2005).

Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi ujian

adalah motivasi belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suardana &

Simarmata (2013) yang menyebutkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan

antara motivasi belajar dan kecemasan siswa menghadapi Ujian Nasional. Agustiar

& Asmi (2010) juga mengungkapkan hal serupa. Hasil penelitiannya adalah ada

korelasi antara motivasi belajar dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian.

Menurut Santrock (2007), motivasi adalah proses yang memberi semangat,

arah, dan kegigihan perilaku. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan

sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan

memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh

subjek belajar itu dapat tercapai.

Motivasi belajar mempunyai tujuan intrinsik yang di dalamnya terdapat

motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik dalam berkembang dari aspek-aspek minat,

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

78

rasa ingin tahu, dan haus akan pengetahuan. Aspek-aspek motivasi belajar bersifat

intrinsik dan berkembang dari aspek minat, rasa ingin tahu, dan haus akan

pengetahuan (Pintrich, Smith, Garcia, dan Mc Keachie dalam Lynch, 2010).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan antarvariabel adalah

ada hubungan antara regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar terhadap

kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan harian. Variabel independen dan

variabel dependen adalah sebagai berikut. Regulasi diri dalam belajar dan motivasi

belajar sebagai variabel independen dan variabel dependen adalah kecemasan siswa

dalam menghadapi ulangan harian. Hubungan antarvariabel tersebut akan

diperjelas dengan kerangka teori sebagai berikut :

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

79

Gambar 1.1. Kerangka Teori

Keterangan gambar :

1. Menunjukkan hubungan antara regulasi diri dalam belajar dengan kecemasan

siswa dalam menghadapi ulangan harian.

2. Menunjukkan hubungan antara motivasi belajar dengan kecemasan siswa

dalam menghadapi ulangan harian.

3. Menunjukkan hubungan antara regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar

dengan kecemasan siswa dalam menghadapi ulangan harian.

Motivasi Belajar

(X2)

1. Minat

2. Rasa Ingin Tahu

3. Haus akan Pengetahuan

Regulasi Diri dalam Belajar

(X1)

1. Metakognitif

2. Perilaku

2

3

1

Kecemasan Siswa dalam Menghadapi

Ulangan Harian (Y)

1. Emosi Subjektif

2. Komponen Kognitif

3. Respon Fisiologis

4. Respon Perilaku

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Siswa dalam ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5044/3/BAB II.pdf · adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk

80

H. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Ada hubungan negatif antara regulasi diri dalam belajar dan kecemasan siswa

menghadapi ulangan harian.

Semakin tinggi regulasi diri dalam belajar, maka semakin rendah kecemasan

siswa menghadapi ulangan harian. Sebaliknya, apabila regulasi diri dalam

belajar semakin rendah, maka kecemasan siswa menghadapi ulangan harian

semakin tinggi.

2. Ada hubungan negatif antara motivasi belajar dan kecemasan siswa menghadapi

ulangan harian.

Semakin tinggi motivasi belajar, maka semakin rendah kecemasan siswa

menghadapi ulangan harian. Sebaliknya, apabila motivasi belajar semakin

rendah, maka kecemasan siswa menghadapi ulangan harian semakin tinggi.

3. Ada hubungan antara regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar dengan

kecemasan siswa menghadapi ulangan harian.

Semakin tinggi regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar, maka semakin

rendah kecemasan siswa menghadapi ulangan harian. Sebaliknya, apabila

semakin rendah regulasi diri dalam belajar dan motivasi belajar, maka semakin

tinggi kecemasan siswa menghadapi ulangan harian.