6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
1. Definisi Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Infeksi terkait pelayanan kesehatan disebut juga Healthcare Associated
Infections/HAIs. HAIs merupakan infeksi yang terjadi atau diperoleh di rumah
sakit (Permenkes RI, 2017). Rumah sakit merupakan pusat pengobatan dan
pelayanan kesehatan yang juga merupakan sebagai sumber infeksi yang dapat
terjadi pada penderita, tenaga kesehatan seperti perawat maupun yang lainnya,
dan setiap orang yang datang ke rumah sakit (Septiari, 2015).
Faktor-faktor yang terlibat dalam infeksi rumah sakit antara lain :
a. Faktor Ekstrinsik
1) Petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien (misalnya
perawat, dokter, bidan, dll)
2) Peralatan dan material medis
3) Lingkungan ; terdiri dari internal (bangsal perawatan, kamar bedah)
dan eksternal (halaman rumah sakit, tempat pengelolaan limbah)
4) Makanan dan minuman yang disajikan kepada pasien
5) Pasien lain yang berada dalam satu ruangan memungkinkan sebagai
sumber penularan
6) Pengunjung atau keluarga memungkinkan sebagai sumber penularan
b. Faktor Intrinsik
Terdiri dari faktor umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, dan
penyakit penyerta.
c. Faktor Keperawatan
Terdiri dari lamanya hari perawatan, padatnya pasien dalam ruangan, dan
turunnya standar perawatan.
7
d. Faktor Mikroba Patogen
Kemampuan mikroba untuk menginvasi dan lamanya pemaparan antara
sumber penularan dengan penderita
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atau PPI merupakan upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan (Permenkes RI, 2017).
Pelaksanaan PPI dilakukan dengan pembentukan komite tim PPI yang
merupakan organisasi non struktural pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai tugas utama menjalankan PPI dan menyusun kebijakan PPI.
Pelaksanaan PPI di fasilitas kesehatan dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi pada setiap individu yang ada didalamnya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar.
Kewaspadaan standar atau kewaspadaan utama harus diterapkan secara
rutin selama perawatan pasien di fasilitas kesehatan. CDC dan HICPAC
merekomendasikan 11 komponen utama yang harus dipatuhi dan dilaksanakan
dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri
(APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan lingkungan,
pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas,
penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik
menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.
B. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri (APD) merupakan salah satu unsur utama dari
kewaspadaan standar yang harus diterapkan secara konsisten oleh perawat
sebagai petugas kesehatan. Alat pelindung diri (APD) merupakan alat yang
digunakan petugas dalam upaya melindungi diri dari hazard fisik, kimia,
biologi/bahan infeksius. APD terdiri dari sarung tangan, masker, pelindung
mata, pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron, dan
sendal/sepatu tertutup (Permenkes No. 27 Tahun 2017). Tujuan dari
penggunaan APD adalah untuk melindungi kulit dan selaput lendir dari
8
pajanan faktor penularan seperti darah, cairan tubuh, dan lain-lain pada saat
kontak dengan pasien.
1. Jenis-Jenis APD
a. Sarung Tangan
Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan
petugas dari darah, cairan tubuh, ekskresi dan sekresi, kulit yang tidak utuh,
selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan steril
digunakan untuk tindakan steril yang kontak dengan darah atau cairan tubuh
pasien seperti tindakan operasi, tindakan invasif, dan rawat luka. Sarung
tangan bersih digunakan untuk tindakan tidak steril dan kemungkinan kontak
dengan darah atau cairan tubuh, ekskresi atau sekresi pasien seperti memasang
intravena, ganti balutan, kontak langsung dengan pasien beresiko, dan
pengelolaan instrumen.
b. Masker
Masker digunakan untuk tindakan yang memungkinkan membran
mukosa hidung, mulut petugas dari kontaminasi cairan tubuh dan darah pasien
serta dari lingkungan udara yang kotor atau sebaliknya. Masker digunakan
pada tindakan operasi, tindakan invasif, rawat luka, intubasi, penghisapan
lendir. Masker juga digunakan untuk melindungi pasien dari lingkungan udara
kotor akibat batuk atau bersin petugas. Masker bedah merupakan jenis masker
untuk melindungi diri dari penularan melalui droplet, dan masker respiratorik
digunakan untuk melindungi dari penularan melalui airborne.
c. Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju dan lengan petugas
dari paparan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan melindungi pasien dari
paparan pakaian petugas pada tindakan steril. Jenis gaun pelindung yaitu gown
steril dan gown bersih, dengan macam bahan seperti kain (reuseable) dan
plastik (sekali pakai). Indikasi penggunaan gaun pelindung yaitu saat
melakukan tindakan membersihkan luka, tindakan bedah, menangani pasien
dengan perdarahan masif, atau tindakan yang memungkinkan terjadi
kontaminasi pada lengan dan pakaian petugas.
9
d. Google dan Perisai Wajah
Google dan perisai wajah digunakan untuk melidungi tubuh dari percikan
darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi. Digunakan pada saat tindakan
operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, perawatan gigi dan
mulut, dll.
e. Sepatu Pelindung
Sepatu pelindung digunakan untuk melindungi dari tumpahan darah atau
cairan tubuh lainnya, mencegah kemungkinan tertusuk benda tajam dan dari
kejatuhan alat kesehatan. Sepatu pelindung digunakan pada saat tindakan
operasi, pemulasaran jenazah, penanganan linen, dll.
f. Topi Pelindung
Topi pelindung digunakan untuk melindungi alat-alat/daerah steril atau
membran mukosa pasien dari kemungkinan terjatuhnya mikroorganisme yang
ada di rambut dan kulit kepala petugas dan untuk melindungi rambut/kulit
kepala dari percikan darah atau cairan tubuh pasien. Topi pelindung digunakan
pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan,
intubasi trachea, dll.
Di ruang operasi terdapat petunjuk khusus penggunaan APD sebagai
bentuk pelaksanaan kewaspadaan standar.
2. Level APD
a. APD Level 1
APD yang digunakan oleh tenaga kesehatan di triage sebelum
pemeriksaan dan di ruang poli umum. APD yang digunakan antara lain :
Masker surgical, handscoon, baju kerja, alas kaki.
b. APD Level 2
APD yang digunakan untuk triage Covid-19, ruang isolasi (termasuk
ruang isolasi ICU), pemeriksaan imaging pasien suspek atau terkonfirmasi,
pemeriksaan spesimen non-respiratori dari pasien suspek atau terkonfirmasi,
dan pembersihan instrumen medis yang telah digunakan oleh pasien suspek
atau terkonfirmasi. APD yang digunakan antara lain : Penutup kepala,
googles, masker N95, handschoen, apron/gown, alas kaki.
10
c. APD Level 3
APD yang digunakan untuk tindakan intubasi, trakeotomi, bronkoskopi,
endoskopi gastrointestinal pada pasien suspek atau terkonfirmasi, tindakan
operatif atau otopsi pada pasien suspek atau terkonfirmasi, dan pengambilan
spesimen saluran napas untuk pemeriksaan tersangka Covid-19. APD yang
digunakan antara lain : Googles, masker N95, handschoen, cover all
jumpsuits, boots.
3. Pemakaian APD
Faktor yang berhubungan dengan penggunaan APD perawat menurut
Khairunnisak, P (2017) antara lain :
a. Motivasi
b. Standar Operasional Prosedur (SOP)
c. Ketersediaan APD
d. Peran Petuga Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3)
Faktor perilaku yang mempengaruhi kepatuhan menggunakan APD
menurut Sudarmo (2016) antara lain :
a. Sikap
b. Kebijakan
c. Pengawasan
d. Ketersediaan APD
e. Teman sejawat
Beberapa bentuk permasalahan dalam pemakaian APD menurut Darmadi
(2008) dalam Arifianto (2017) antara lain :
a. Kurang kesadaran terhadap risiko ketidakpatuhan menggunakan APD
b. Perasaan tidak nyaman seperti panas saat menggunakan APD
c. Ukuran APD yang tidak sesuai
d. Bahan APD yang terlalu berat
e. Ketidakbiasaan menggunakan APD
f. Tidak adanya sanksi pada ketidakpatuhan menggunakan APD
g. Kurangnya motivasi dari dalam diri petugas atau atasan di lingkungan
kerja
11
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan yang mempengaruhi
penggunaan APD perawat yaitu :
a. Motivasi
b. Ketersediaan APD
c. Sikap
d. Kesadaran diri
C. Kepatuhan
1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata “Patuh”. Menurut KBBI patuh berarti suka
menurut, taat pada perintah, berdisiplin. Kepatuhan berarti sikap patuh,
ketaatan pada perintah dan aturan. Patuh merupakan perilaku positif orang
yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku secara berarti sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Ketidakpatuhan merupakan suatu keadaan
dimana perawat sesungguhnya ingin melakukannya, namun terdapat aspek-
aspek yang membatasi ketaatan untuk melakukan tindakan. Kepatuhan
perawat merupakan sikap perawat terhadap suatu tindakan, prosedur ataupun
peraturan yang wajib dilakukan atau ditaati.
Menurut Sacket dalam Arifianto (2017) kepatuhan merupakan sikap
perawat yang sesuai dengan ketentuan yang ada (diberikan oleh profesional
kesehatan). Sikap disiplin merupakan sikap yang taat dan patuh pada
peraturan. Kepatuhan adalah awal dari sikap, oleh sebab itu faktor yang
mempengaruhi sikap juga dapat mempengaruhi kepatuhan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
merupakan perilaku yang taat terhadap ketentuan atau perintah yang telah
diberikan. Kepatuhan perawat merupakan perilaku yang mengikuti prosedur.
12
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Putri, K (2014) faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :
a. Motivasi
Perilaku kepatuhan muncul sebab adanya motivasi atau dorongan untuk
bertindak sesuai dengan tujuan yang ada. Dorongan tersebut muncul karena
adanya kebutuhan, kebutuhan membangkitkan dorongan dan memunculkan
perilaku kepatuhan.
b. Masa Kerja
Salah satu faktor karakteristik tenaga kerja yang juga mempengaruhi
perilaku adalah masa kerja (Notoatmodjo, 2012). Masa kerja yang lama
membuat tenaga kerja akan bertindak sesuai ketentuan yang telah biasa
dilakukan. Masa kerja yang lama juga membuat tenaga kerja mengenal
kondisi lingkungan dan bahaya kerja sehingga tenaga kerja akan patuh (dalam
hal ini adalah penggunaan APD).
c. Pendidikan
Salah satu faktor karakteristik tenaga kerja yang juga mempengaruhi
perilaku adalah pendidikan (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan mempengaruhi
tenaga kerja dalam upaya mencegah penyakit dan meningkatkan kemampuan
memelihara kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan
semakin mudah untuk menerima pengetahuan baru dan semakin mudah untuk
merubah perilaku guna mematuhi peraturan yang ada.
d. Pengetahuan
Pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dan akhirnya akan
mempengaruhi perilaku.
e. Sikap Terhadap Kebijakan
Kebijakan merupakan faktor yang memperkuat terbentuknya perilaku.
Kebijakan yang mengatur tenaga kerja wajib diikuti dan harus tertulis dengan
jelas.
13
3. Pengukuran Kepatuhan
Menurut Feist (2014) kepatuhan dapat diukur dengan :
a. Kuesioner
Klien diminta untuk mengisi kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan
yang dapat menggambarkan kepatuhan klien. Dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut klien memilih salah satu jawaban yang mencerminkan dirinya. Salah
satu contoh kuesioner kepatuhan adalah MMAS-8 (Morisky Medication
Adherence Scale) yang digunakan untuk menilai kepatuhan minum obat.
b. Observasi Perilaku
Cara ini dilakukan dengan melihat secara langsung aktivitas klien apakah
sesuai dengan aturan yang ada atau tidak sesuai.
D. Motivasi
1. Definisi Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk
berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan
berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan (Notoatmodjo,
2010). Motivasi merupakan dorongan atau alasan manusia untuk bertindak
(Doli, Jenita, 2017). Motivasi merupakan dorongan seseorang untuk bangkit
menjalankan tugas pekerjaan guna mencapai tujuan. Motivasi dikatakan
penting agar seseorang mampu menyelesaikan tugasnya (Matia H. Bakri,
2017). Menurut Hasibuan (2005) dalam Mugianti, Sri (2016) motivasi
merupakan hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku
manusia untuk antusias dan giat bekerja guna mencapai hasil yang optimal.
Motivasi merupakan dasar manajemen dalam kegiatan organisasi untuk
memenuhi tugas yang dibebankan dan juga sebagai hal penting dalam
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
dorongan seorang individu untuk melakukan sesuatu guna mencapai
tujuannya.
14
Macam-macam motivasi menurut bentuknya sebagai berikut :
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang telah berfungsi dengan
sendirinya yang muncul dari dalam diri individu tanpa perlu rangsangan dari
luar.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi dengan rangsangan
dari luar individu atau dorongan dari orang lain.
c. Motivasi Terdesak
Motivasi terdesak adalah motivasi yang muncul sangat cepat dan
serentak dalam keadaan terjepit.
Macam-macam motif manusia ditinjau dari asalnya sebagai berikut :
a. Motif Biogenetik
Motif ini berasal dari kebutuhan biologis seperti makan, minum, istirahat,
kebutuhan seks.
b. Motif Sosiogenetik
Motif ini berasal dari kebutuhan sosial yang didasarkan pada interaksi
sosial dan budaya seperti keinginan akan penghargaan, keinginan akan
kepercayaan, dan keinginan untuk bergaul.
c. Motif Teogenetik
Motif ini berasal dari keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan seperti
kegiatan ibadah dan perilaku yang didasarkan pada norma agama.
2. Teori Motivasi
a. Teori Abraham Maslow
Menurut pendapat Maslow hirarki kebutuhan manusia dapat dipakai
untuk melukiskan dan meramalkan motivasinya (Kron & Gray, 1987).
Manusia dimotivasi untuk memuaskan kebutuhannya. Bila kebutuhannya tidak
terpenuhi maka akan mempengaruhi perilaku manusia tersebut, namun bila
kebutuhannya terpenuhi maka kebutuhan tersebut tidak akan menjadi
motivatornya lagi.
15
Kebutuhan tersebut menurut Maslow terdiri dari :
1) Kebutuhan biologis dan fisiologis
2) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
3) Kebutuhan akan kebersamaan
4) Kebutuhan akan penghargaan
5) Kebutuhan aktualisasi diri
b. Teori Herzberg
Teori ini meninjau motivasi dalam hubungannya dengan kepuasan kerja
yang terdiri dari dua faktor. Dua faktor tersebut yaitu faktor higienik
(ekstrinsik) dan motivasional (intrinsik).
Faktor higienik (ekstrinsik) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
dan mencegah ketidakpuasan kerja yang meliputi :
1) Kondisi kerja
Kondisi kerja meliputi kondisi lingkungan kerja, hubungan
interpersonal antara perawat dengan atasan atau antara perawat dengan
perawat, situasi lingkungan kerja, dan kelengkapan fasilitas dalam
memberikan pelayanan. Kondisi kerja yang baik akan membantu
perawat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
2) Kebijakan dan administrasi instansi
Kebijakan merupakan faktor yang mendukung atau memperkuat
motivasi. Kebijakan akan memberikan batasan terhadap tindakan dan
arah yang akan diikuti. Dengan adanya faktor tersebut perilaku tenaga
kerja akan menyesuaikan kebijakan yang ada.
3) Supervisi
Supervisi merupakan pengawasan terhadap pekerjaan, apakah
pekerjaan yang dilakukan telah sesuai atau tidak sesuai.
4) Keamanan
Lingkungan kerja yang aman dari ancaman akan meningkatkan
motivasi kerja. Keamanan tersebut dapat berupa aman dari ancaman,
aman jabatan, aman status kerja, aman sarana dan prasarana.
16
Faktor motivasional (intrinsik) merupakan kondisi kerja yang membantu
membangun suatu motivasi yang meliputi :
1) Prestasi
Prestasi merupakan capaian hasil kerja setelah melaksanakan tugas.
Prestasi akan memunculkan dorongan untuk tampil lebih baik dan
meningkatkan motivasi.
2) Penghargaan
Penghargaan merupakan keinginan untuk mendapatkan timbal
balik sesuai dengan apa yang telah dilakukan. Pemberian penghargaan
pada tenaga kerja akan meningkatkan motivasi.
3) Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan hal yang dilakukan untuk
mendapatkan hak. Tanggung jawab yang diberikan pada tenaga kerja
akan memunculkan motivasi.
4) Kesempatan untuk maju
Kesempatan untuk maju merupakan peluang yang diberikan pada
tenaga kerja untuk meningkatkan statusnya dalam suatu organisasi,
hal ini akan meningkatkan motivasi.
c. Teori MC. Clelland
Mc. Clelland mengembangkan teori prestasi dan menyimpulkan bahwa
motivasi yang terdapat dalam diri seseorang dipengaruhi oleh 3 kebutuhan
(Marquis & Houston, 1998)
1) Kebutuhan akan keberhasilan/prestasi
Berupa dorongan untuk selalu tampil lebih baik. Menyukai
tantangan dalam pekerjaan dan menerima tanggungjawab.
2) Kebutuhan akan afiliasi
Berupa keinginan untuk membentuk persahabatan, cinta, dan rasa
memiliki. Berkeinginan untuk disukai dan diterima orang lain.
17
3) Kebutuhan akan kekuasaan
Berupa keinginan untuk mengontrol dan mempengaruhi orang
lain. Berkeinginan agar orang lain berperilaku sesuai cara yang
dikehendaki.
d. Teori ERG
Teori yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer merupakan akronim dari
beberapa istilah, yaitu E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R =
Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), G = Growth
(kebutuhan akan pertumbuhan). Teori ERG menekankan bahwa kebutuhan
manusia harus diusahakan pemuasannya secara bersamaan.
Menurut Robbins (2003) apabila kebutuhan seseorang tidak terpenuhi
maka keinginan untuk memuaskannya akan semakin besar. Apabila kebutuhan
yang lebih rendah telah terpuaskan, maka akan semakin besar keinginan untuk
memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
e. Process Theories Of Motivation
Fokus teori ini adalah mengontrol atau mempengaruhi perilaku
seseorang.
1) Penguatan (Reinforcement)
Untuk meningkatkan dorongan mengulang pada perilaku yang
memuaskan maka perilaku tersebut perlu dikuatkan dan dipuji.
Perilaku positif harus diberi dukungan penguatan untuk menjadi
motivasi. Salah satu contoh bentuk penguatan bagi perawat di rumah
sakit untuk memberi penguatan dan menjadi motivasi adalah dengan
memilih perawat teladan setiap tahunnya.
2) Penghargaan (Expectancy)
Penghargaan adalah tingkat penampilan yang terwujud melalui
usaha. Individu akan termotivasi dengan harapan yang akan datang
sehingga akan melakukan pekerjaannya dengan baik. Contoh bentuk
penghargaan seperti kenaikan gaji, mendapat bonus, atau kenaikan
pangkat jabatan. Bentuk non material dari penghargaan misalnya bea
siswa pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
18
3) Keadilan (Equity)
Keadilan berarti penghargaan yang diberikan dan dihargai sama
dengan orang lain atas usaha atau kontribusi yang telah dilakukan.
Perlakuan yang tidak adil akan merubah perilaku. Seseorang dengan
motivasi tinggi namun tidak mendapat penghargaan sesuai
kontribusinya maka perilakunya akan berubah dan motivasinya turun.
4) Penetapan tujuan (Goal Setting)
Motivasi yang tinggi akan muncul bila ada tugas dan
tanggungjawab yang ditetapkan.
4. Pengukuran Motivasi
Menurut Notoatmodjo (2010) motivasi dapat diukur dengan :
a. Tes Proyektif
Tes proyektif dilakukan dengan memberikan gambar pada klien dan klien
diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut. Berdasarkan isi cerita dari
gambar tersebut dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien dengan
berdasarkan kepada teori konsep kebutuhan Mc. Clelland. Salah satu contoh tes
proyektif yang banyak digunakan adalah Thematic Apperception Test (TAT).
b. Kuesioner
Klien diminta untuk mengisi kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan
yang dapat memancing motivasi klien. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
klien memilih salah satu jawaban yang mencerminkan dirinya. Salah satu
contoh kuesioner pengukuran motivasi adalah EPPS (Edward’s Personal
Preference Schedule) yang digunakan untuk melihat kebutuhan mana yang
paling dominan dari seorang individu.
c. Observasi Perilaku
Cara ini dilakukan dengan membuat situasi sehingga memunculkan
perilaku yang memancing motivasi klien.
19
E. Penelitian Terkait
Putri (2014) dengan judul “Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Menggunakan Alat Pelindung Diri”. Jenis penelitian ini adalah
observasional analitik, dengan desain cross sectional. Subjek penelitian ini
adalah total populasi yaitu 114 tenaga kerja. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan
kepatuhan menggunakan APD dan memiliki kuat hubungan rendah adalah
pendidikan (p=0,005; r=0,336) dan sikap terhadap kebijakan (p=0,045;
r=0,233).
Adilah Putri (2018) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang). Jenis penelitian ini adalah analitik dengan
analisis kuantitatif dan rancangan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah
perawat di Instalasi Rawat Inap Merak dengan total sampel sebanyak 62
responden. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan perawat menggunakan APD
dengan nilai p-value 0,021. Begitu pula dengan pengaruh teman sejawat
dengan nilai p-value 0,040.
Sawy (2019) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit”. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian analitik dan
pendekatan cross sectional. Hasil analisa data dengan uji chi-square
menunjukkan hasil bahwa ada hubungan faktor motivasi prestasi (p-value
0,026), tanggungjawab (p-value 0,008), pekerjaan (p-value 0,005), pengawasan
(p-value 0,001), tempat kerja (p-value 0,000), keamanan kerja (p-value 0,003)
dengan penggunaan APD dan tidak ada hubungan motivasi gaji (p-value
0,0613), kebijakan (p-value 0,0320) dengan penggunaan APD.
20
Kasim, Y (2017) dengan judul “Hubungan Motivasi dan Supervisi
dengan Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada Penanganan Pasien Gangguan Muskuloskeletal”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat
menggunakan APD dengan p-value 0,011 dan ada hubungan antara supervisi
dengan kepatuhan perawat menggunakan APD dengan p-value 0,003.
Ditha (2019) dengan judul “Motivasi Perawat Dengan Kepatuhan
Menggunakan Alat Pelindung Diri”. Jenis penelitian ini adalah observasional
analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik
sampling yaitu Total Sampling dengan populasi penelitian adalah seluruh
perawat pelaksana di IGD, ICU, dan instalasi penyakit dalam yang berjumlah
42 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam menggunakan
APD dengan p-value 0,008 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti terletak pada subjek dan
tempat penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah perawat perioperatif dan
bertempat di ruang bedah RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
21
F. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah model yang menerangkan bagaimana hubungan
suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu
masalah tertentu. Kerangka yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Aprina
& Anita, 2015).
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi sumber Putri, K (2014),
Herzberg (dalam Nursalam 2015), Dewantara (2017)
Faktor terjadinya HAIs:
1.
2. Faktor intrinsik
3. Faktor keperawatan
4. Faktor mikroba patogen
Kepatuhan
Faktor yang mempengaruhi :
1.
2. Masa kerja
3. Pendidikan
4. Pengetahuan
5. Sikap terhadap kebijakan
Healthcare Associated
Infections/HAIs
Kewaspadaan Standar :
1. Cuci tangan
2.
3. Dekontaminasi alat
4. Kesehatan lingkungan
5. Pengelolaan limbah
6. Penatalaksanaan linen, dll
1. Faktor ekstrinsik (Perawat)
2. Alat Pelindung Diri (APD)
1. Motivasi
Motivasi
Intrinsik :
1. Prestasi
2. Penghargaan
3. Tanggungjawab
4. Kesempatan untuk maju
Ekstrinsik : 1. Kondisi kerja
2. Kebijakan dan administrasi
3. Supervisi
4. Keamanan
22
G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang dibangun
berdasarkan hasil/hasil-hasil studi empiris terdahulu sebagai pedoman dalam
melakukan penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah
kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Aprina & Anita, 2015).
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
H. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil
sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2018).
Ha
Ada hubungan motivasi dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri perawat perioperatif di ruang instalasi bedah sentral dan ruang bedah
RSUD Jend. A. Yani Kota Metro.
Ho
Tidak ada hubungan motivasi dengan kepatuhan penggunaan alat
pelindung diri perawat perioperatif di ruang instalasi bedah sentral dan ruang
bedah RSUD Jend. A. Yani Kota Metro.
Kepatuhan Penggunaan APD :
1. Sarung tangan
2. Masker 3. Gaun pelindung
Motivasi
Intrinsik :
1. Prestasi
2. Penghargaan
3. Tanggungjawab 4. Kesempatan untuk maju
Ekstrinsik : 1. Kondisi kerja
2. Kebijakan dan administrasi
3. Supervisi
4. Keamanan
Top Related