9
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Pengertian Penilaian dan Konsep Nilai Tanah
Penilaian adalah gabungan ilmu pengetahuan dan seni (science and art) untuk
mengestimasi nilai dari sebuah kepentingan yang terdapat dalam suatu properti
untuk tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan
mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properti tersebut (Hidayati,
2003). Dengan kata lain, penilaian adalah suatu taksiran dan pendapat atas nilai
dari suatu harta tanah atau kekayaan oleh seorang penilai yang didasari
interpretasi dari faktor-faktor dan keyakinan pada waktu atau tanggal tertentu.
Sedangkan nilai adalah pendapat atau opini seseorang terhadap harga sesuatu
barang. Harga adalah sejumlah uang yang terjadi pada saat jual beli atau
pertukaran yang sebanding dan sesuai yang diberikan oleh pembeli dan diterima
oleh penjual (Rahman, dkk, 1992). Kedua istilah tersebut, yaitu harga dan nilai
memiliki hubungan fungsional, yakni harga jual tanah merupakan fungsi dari nilai
tanah. Artinya naik dan turunnya harga jual tanah ditentukan oleh perubahan nilai
tanah (Nasucha, 1995).
Nilai suatu barang atau jasa tercipta dalam pikiran seseorang karena barang atau
jasa tersebut (AIREA, 1987):
1) Memiliki kegunaan tertentu (utility);
2) Ketersediaannya terbatas (scarcity);
3) Keberadaannya dapat memuaskan kebutuhan manusia (desire)
4) Diperlukan sesuatu kemampuan yang disebut daya beli untuk memperolehnya
(effective purchasing power)
Penentuan nilai tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang memberikan
gambaran tinggi rendahnya nilai tanah. Dapat diamati bahwa banyak orang
bersaing untuk memperoleh tanah yang mempunyai nilai ekonomis. Dalam proses
tersebut, pilihan manusia dikombinasikan dengan lokasi tanah tersebut
menciptakan ‘lokasi ekonomi’ (economic location). Konsep lokasi ekonomi
mengasumsikan bahwa suatu daerah memiliki keunggulan lokasi dibandingkan
10
dengan daerah lainnya (Subaryono, 1999). Sebaliknya bila suatu lokasi kurang
memiliki keunggulan dan kurang memberikan kenyamanan dan kelayakan atau
adanya pengaruh eksternalitas negatif lingkungan, maka akan memiliki
kecenderungan negatif pada nilai ekonomis. Apabila suatu lahan diketahui secara
fisik memiliki tingkat membahayakan sehingga secara psikologis menimbulkan
kekhawatiran dan akan terdapat resiko yang harus ditanggung dimana secara
ekonomis tidak menguntungkan, pembeli atau investor akan mengevaluasi
kembali keputusannya untuk melakukan transaksi pembelian. Penurunan jumlah
permintaan secara teori ekonomi akan menurunkan nilai.
Dalam bidang penilaian properti, istilah ‘nilai’ tidak berdiri sendiri tetapi menyatu
dalam suatu istilah yang lebih spesifik dan istilah yang paling sering digunakan
adalah “nilai pasar” (market value). Nilai pasar adalah harga dari suatu transaksi
yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut (Hidayati, 2003) :
1. Pembeli dan penjual berkehendak melakukan transaksi.
2. Dalam keadaan pasar terbuka.
3. Penjual dan pembeli mempunyai pengetahuan, pengalaman dan informasi
yang mencukupi mengenai obyek yang ditransaksikan.
4. Jangka waktu penawaran mencukupi.
5. Pembelian/penjualan istimewa diabaikan (adanya hubungan istimewa antara
anak dan bapak, antara induk perusahaan dengan anak perusahaan, dan
sebagainya).
Dalam penentuan nilai tanah dapat menggunakan metode perbandingan data pasar
(sales comparison approach). Penilaian properti dengan pendekatan perbandingan
harga jual dapat dilakukan dengan dua teknik sebagai berikut (Hidayati, 2003):
1. Teknik perbandingan harga jual secara langsung (direct sales comparison).
Teknik ini sering dianggap sebagai penerapan pendekatan perbandingan cara
tradisional. Penggunaannya lebih mudah dan praktis, karena hanya diperlukan
sampel harga jual yang dapat dibandingkan dalam jumlah yang sedikit. Hasil
estimasi nilai dengan teknik ini berupa satu titik nilai tunggal (a single point
estimate of value).
11
2. Teknik perbandingan harga jual dengan menggunakan analisis regresi (sales
comparison using regression analysis).
Teknik ini berdasarkan prinsip statistik inferensial, yaitu prinsip analisis
regresi. Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan
(diinferensikan) untuk populasi di mana sampel diambil. Penggunaannya
diperlukan jumlah sampel yang besar, dengan hasil estimasi yang berupa
selang/interval keyakinan nilai estimasi tertentu (confidence interval around
the point estimate of value). Dalam teknik ini, prinsip analisis regresi
digunakan untuk pengembangan model estimasi (a value estimating equation).
Pendekatan menggunakan analisis regresi berganda dapat diketahui besarnya
pengaruh faktor-faktor penentu nilai tanah berdasarkan koefisien korelasi dan
tingkat signifikansi antara faktor-faktor penentu nilai tanah dan seberapa besar
pengaruhnya pada tingkat nilai (Prawoto, 2003). Terdapat dua keunggulan
dari penggunaan analisis regresi (Hidayati, 2003). Pertama, persamaan regresi
ini dapat digunakan untuk menilai jumlah properti yang sangat besar dengan
cepat dan ekonomis. Kedua, persamaan regresi dapat digunakan untuk
menerangkan bagaimana nilai tersebut diestimasi. Sedangkan keterbatasan
analisis regresi antara lain diperlukannya data yang lebih banyak dan kurang
sesuai untuk digunakan dalam mengestimasi nilai dari properti-properti
khusus atau properti-properti yang mempunyai keunikan khusus. Hal ini yang
menjadi alasan analisis regresi lebih sering digunakan untuk melakukan
penilaian obyek rumah tinggal secara massal dari pada digunakan untuk
properti-properti komersial ataupun properti-properti khusus seperti bandara,
lapangan golf, pelabuhan laut, mall, dan sebagainya.
II.2 Penelitian Terdahulu
Mashudi dalam penelitiannya (2006), Pengembangan Metode Penentuan Kelas
Tanah PBB dengan Menggunakan SIG Multikriteria, dengan melalui literature
review bahwa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tanah, yaitu jarak dari CBD,
jarak dari jalan utama dan jenis penggunaan tanah.
12
Penelitian dalam tesis Boesronie Boesro (2004), Pemodelan Nilai Tanah Kawasan
Pemukiman dan Infrastruktur yang Mempengaruhinya (studi kasus di
Kec.Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung) menyebutkan penelitian nilai
tanah oleh Pusat Litbang Pertanahan Depdagri dan Jurusan Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB tahun 1997 bahwa nilai tanah
dipengaruhi variabel prasarana jalan, jenis peruntukan dan jarak dari CBD.
Menurut tesis penelitian Budi Rusmanto (2005), Analisis Proses Pemodelan Nilai
Adjustment dari Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap NJOP Bumi (studi
kasus di Kabupaten Tulungagung), bahwa faktor yang diduga mempengaruhi
NJOP Bumi adalah: jarak ke pusat pemerintahan, jarak ke pusat perdagangan,
jarak ke sekolah, jarak ke rumah sakit, jarak ke makam, lebar jalan, luas tanah,
jenis penggunaan tanah. Namun yang berpengaruh secara signifikan hanya jarak
ke pusat perdagangan, jarak ke pusat pemerintahan, lebar jalan dan jenis
penggunaan tanah.
Ediyansyah (2007), tesisnya Analisis Pengaruh Aksesibilitas Terhadap NIR Tanah
Perkotaan, telah melakukan penelitian pengaruh aksesibilitas dengan hanya
menggunakan variabel jalan yang diperinci dengan meneliti pengaruh waktu
tempuh ke CBD, trayek angkutan umum, kelas jalan dan volume kendaraan.
Diddy Wahyudi Imawan (2007) dalam tesisnya Pengembangan Metoda Penilaian
Tanah dengan Menggunakan Analisis Spasial dan Jaringan Syaraf Tiruan, dengan
wilayah penelitian di Kota Bandung telah menyatakan bahwa berdasar model
regresi diperoleh urutan signifikansi variabel penentu nilai tanah: jarak ke jalan
34,7%, jarak ke sekolah 54,7%, jarak ke fasilitas kesehatan 7,4%, jarak ke
perguruan tinggi 7,2% dan jarak ke pusat perdagangan lokal 5,6%.
Menurut Agus Prawoto (2003) dalam bukunya Teori dan Praktek Penilaian
Properti, terdapat 10 unsur dasar perbandingan yang harus dipertimbangkan untuk
penilaian properti, yaitu:
13
1. Hak atas tanah;
2. Persyaratan pembiayaan;
3. Persyaratan jual beli;
4. Pengeluaran setelah pembelian;
5. Keadaan pasar;
6. Lokasi;
7. Ciri-ciri fisik;
8. Ciri-ciri ekonomis;
9. Zoning;
10. Unsur lain (konservasi alam, aksesibilitas,batas ketinggian bangunan dan
lain-lain).
Budi Harjanto dan Wahyu Hidayati (2001) dalam bukunya Konsep Dasar
Penilaian Properti menyebutkan bahwa terdapat enam elemen-elemen
perbandingan:
1. Hak-hak yang terkandung dalam kepemilikan properti;
2. Hal-hal pendanaan;
3. Kondisi penjualan;
4. Tanggal penjualan/kondisi pasar;
5. Lokasi;
6. Karakteristik fisik.
II.3 Penilaian Tanah untuk Penilaian Massal Berdasarkan KEP-
533/PJ/2000
Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah kegiatan Direktorat Jenderal
Pajak untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak.
Setiap tahun ditetapkan klasifikasi nilai tanah untuk perhitungan NJOP. Penilaian
massal didefinisikan sebagai penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak
yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu
prosedur standar.
14
Menurut KEP-533/PJ/2000, penilaian tanah untuk penilaian massal bagi
kepentingan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan dengan mengikuti
prosedur standar dengan tahapan pelaksanaan penilaian sebagai berikut:
1. Pembuatan Konsep Sket/Peta ZNT dan Penentuan NIR
a. Batasan-batasan dalam Pembuatan Sket/peta ZNT
(i). ZNT dibuat per kelurahan/desa
(ii). Pengisian NIR tanah ditulis dalam ribuan rupiah.
(iii). Garis batas setiap ZNT diberi warna yang berbeda.
b. Bahan-bahan yang Diperlukan
(i). Peta kelurahan/desa yang telah ada batas-batas bloknya.
(ii). File data tahun terakhir serta DHKP.
(iii). Buku klasifikasi NJOP (Keputusan Kakanwil DJP) tahun terakhir.
(iv). Alat-alat tulis termasuk pensil pewarna.
c. Proses Pembuatan Sket/Peta ZNT
(i). Tahap Persiapan
1). Menyiapkan peta yang diperlukan dalam penentuan NIR dan
pembuatan ZNT, meliputi Peta Wilayah, Peta Desa/Kelurahan,
Peta Zona Nilai Tanah dan Peta Blok.
2). Menyiapkan data-data dari Kantor Pelayanan PBB yang
diperlukan, seperti data dari laporan Notaris/PPAT, data NIR dan
ZNT lama, SK Kakanwil tentang Klasifikasi dan Penggolongan
NJOP Bumi dan sebagainya.
3). Menyiapkan data-data yang berhubungan dengan teknik
penentuan nilai tanah, seperti data Jenis Penggunaan Tanah dan
data potensi pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Kota.
4). Pembuatan rencana pelaksanaan (personil, biaya dan jadwal).
(ii). Pengumpulan data harga jual
1). Data harga jual adalah informasi mengenai harga transaksi
dan/atau harga penawaran tanah dan/atau bangunan.
2). Sumber data berasal dari PPAT, notaris, lurah/kepala desa, agen
properti, penawaran penjualan properti
3). Data Lapangan.
15
4). Semua data harga jual yang diperoleh dihimpun dalam Formulir
Data Transaksi Properti
(iii). Kompilasi Data
1). Data yang terkumpul dalam masing-masing kelurahan/desa harus
dikelompokkan menurut jenis penggunaannya.
2). Kompilasi juga diperlukan berdasarkan lokasi data untuk
memudahkan tahap analisis data.
(iv). Rekapitulasi Data dan Plotting Data Transaksi pada Peta Kerja ZNT
1). Semua data yang diperoleh harus dimasukkan dalam Formulir
Analisis Penentuan Nilai Pasar Wajar
2). Penyesuaian terhadap waktu dan jenis data
- Waktu transaksi dibandingkan dengan keadaan per 1 Januari
tahun pajak bersangkutan.
- Penyesuaian terhadap faktor waktu dilakukan dengan mengacu
pada faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai properti,
keadaan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan faktor
lain yang berpengaruh. Penyesuaian dengan menambah
persentase antara 2% s/d 10% pertahun.
- Penyesuaian terhadap jenis data diperlukan untuk memenuhi
ketentuan Nilai Pasar sebagaimana prinsip-prinsip penilaian yang
berlaku. Misalnya data hipotik/agunan di Bank, data penawaran,
data dari PPAT/Notaris yang tidak sepenuhnya mencerminkan
Nilai Pasar harus disesuaikan. Besar penyesuaian sangat
tergantung pada tingkat akurasi data dan keadaan di lapangan.
Variasi besarnya prosentase penyesuaian antara penilai satu
dengan yang lain tidak dapat dihindari dan tetap dibenarkan
asalkan tidak menimbulkan penyimpangan yang terlalu jauh dari
Nilai pasar. Untuk mendapatkan nilai tanah data yang digunakan
adalah data transaksi jual beli yang memenuhi unsur pasar wajar.
Data harga penawaran perlu disesuaikan dengan mengurangkan
dalam persentase 5% s/d 20% sesuai dengan analisis di lapangan.
16
Untuk data hipotik disesuaikan dengan menambah dalam
persentase 10% s/d 35% sesuai analisis di lapangan.
- Angka persentase penyesuaian di atas bukan merupakan angka
yang mutlak. Persentase penyesuaian harus berdasarkan kepada
kenyataan, data dan fakta di lapangan dan di analisis terlebih
dahulu, sehingga di setiap wilayah dapat berbeda.
(v). Menentukan Nilai Pasar tanah per meter persegi
1). Tanah kosong, Nilai Pasar dibagi luas tanah dalam satuan meter
persegi.
2). Tanah dan bangunan;
- Menentukan nilai bangunan menggunakan DBKB setempat.
- Nilai Pasar tanah dikurangi nilai bangunan diperoleh Nilai
Pasar tanah kosong untuk kemudian dibagi luas tanah dalam
satuan meter persegi.
(vi). Membuat batas imajiner ZNT
Batas imajiner dituangkan dalam konsep peta ZNT yang telah berisi
taburan data transaksi. Prinsip pembuatan batas imajiner ZNT adalah
1). Mengacu pada peta ZNT lama bagi wilayah yang telah ada peta
ZNT-nya.
2). Mempertimbangkan data transaksi yang telah dianalisis yang
telah diplot pada peta kerja ZNT.
3). Pengelompokan persil tanah dalam satu ZNT dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Nilai Pasar Tanah yang hampir sama
- Memperoleh akses fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
sama.
- Aksesibilitas yang tidak jauh berbeda.
- Mempunyai potensi nilai yang sama.
(vii). Analisis Data Penentuan NIR
1). Analisis data dilakukan berdasarkan per Zona Nilai Tanah. Data-
data yang dianalisis untuk memperoleh Nilai Indikasi Rata-rata
(NIR) dalam satu ZNT harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
17
- Data relatif baru Data relatif baru.
- Data transaksi atau penawaran yang wajar.
- Lokasi yang relatif berdekatan.
- Jenis penggunaan tanah/bangunan yang relatif sama.
- Memperoleh fasilitas sosial dan fasilitas umum yang relatif
sama
2). Penyesuaian nilai tanah dan penentuan NIR
Sebelum menentukan NIR pada masing-masing ZNT, nilai tanah
yang telah dianalisa disesuaikan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Untuk ZNT yang memiliki data transaksi lebih dari satu
penentuan NIR dilakukan dengan cara merata-rata data
transaksi tersebut.
b. Untuk ZNT yang hanya memiliki satu data transaksi NIR
ditentukan dengan cara mempertimbangkan data transaksi
dari ZNT lain yang terdekat setelah dilakukan proses
penyesuaian seperlunya.
c. Untuk ZNT yang tidak memiliki data transaksi, penentuan
NIR dapat mengacu pada NIR di ZNT lain yang terdekat
dengan melakukan penyesuaian faktor lokasi, jenis
penggunaan tanah dan keluasan persil.
(viii).Pembuatan Peta ZNT Akhir
1). Tahap ini dilaksanakan setelah selesai pengukuran bidang milik
dalam satu kelurahan/desa.
2). Garis batas ZNT dibuat mengikuti garis bidang milik dan tidak
boleh memotong bidang milik.
3). Cantumkan NIR (nilai tanah hasil analisis, bukan nilai tanah hasil
klasifikasi NJOP) dan kode ZNT pada peta kerja.
4). Peta ZNT akhir diberi warna yang berbeda pada setiap garis
batas ZNT.
18
II.4 Penentuan Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Nilai Tanah
Penentuan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap nilai tanah pada
penelitian ini dilakukan dengan merujuk pada literatur dan penelitian yang pernah
dilakukan yang disesuaikan dengan kondisi penelitian, yaitu meliputi jarak bidang
ke CBD, jarak bidang ke jalan utama, jarak bidang ke lokasi bencana, jarak
bidang ke relokasi infrastrukstur dan jenis penggunaan lahan.
II.4.1 Jarak Bidang ke Central Business District (CBD)
Faktor kedekatan dengan CBD lebih sering dianggap sebagai faktor dominan dan
utama dalam pemilihan lahan, yaitu seberapa jauh atau kedekatan suatu lokasi
lahan dengan pusat bisnis. Dilihat dari lokasi spasial, hampir semua jenis properti
secara teoritis dan empiris berkorelasi sangat kuat terhadap akses pelayanan ke
daerah CBD. CBD akan menjadi penting bila kondisi kawasan sesuai dengan teori
monocentric city, dimana kegiatan komersial, lapangan kerja dan pelayanan
umum terkonsentrasi pada satu daerah CBD. Dengan terkonsentrasinya kegiatan-
kegiatan ekonomi pada CBD menyebabkan nilai tanah di kawasan tersebut
melebihi nilai tanah di sekitarnya. Semakin jauh dari pusat kota maka nilai tanah
akan semakin rendah, yang disebabkan karena CBD merupakan pusat kegiatan
segala aktivitas hidup manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi yang
makin berkurang ke arah pinggiran. Dengan makin meningkatnya kebutuhan dan
permintaan tanah di daerah CBD, sehingga secara ekonomi akan meningkatkan
nilai tanah. Teori monocentric city didasari oleh model konsentris (concentric
zone) yang pertama kali dikemukakan oleh Burgess (1925), menempatkan CBD di
tengah-tengah wilayah kota (Sinulingga, 1999). Secara berturut-turut CBD ini
akan dikelilingi oleh gelang-gelang (lingkaran) yang terdiri kawasan perdagangan
grosir, industri ringan, perumahan kelas rendah, perumahan kelas menengah,
perumahan kelas tinggi, industri berat dan kawasan komuter atau penglaju.
Sebaliknya, CBD kepentingannya akan berkurang bila kondisinya sesuai teori
multicentric city, dimana sebagian besar kegiatan ekonomi, lapangan kerja dan
pelayanan masyarakat terdistribusi di wilayah pinggiran (hinterland). Teori
multicentric city didasari oleh model inti ganda (multiple nuclei model) yang
dikemukakan oleh Harris dan Ullman (1945), bahwa penggunaan tanah perkotaan
19
tidak berorientasi pada satu pusat saja, melainkan beberapa pusat dan CBD tidak
selamanya harus berada di tengah kota (Sinulingga, 1999). Model perkembangan
kota model klasik yang lain dari dua model yang tersebut di atas adalah model
sektor (sector model) yang diperkenalkan Hoyt (1939), bahwa suatu penggunaan
lahan dimulai dari CBD dan selanjutnya akan terus berkembang ke arah luar kota
dengan penggunaan yang sama, artinya tidak berbentuk lingkaran-lingkaran pada
satu atau beberapa titik pusat, melainkan satu lingkaran yang dipotong-potong
menjadi sektor penggunaan lahan tertentu (Sinulingga, 1999). Namun
bagaimanapun kondisinya, keberadaan CBD yang umumnya dengan didominasi
sektor komersial dan tersedianya fasilitas infrastruktur akan memiliki daya tarik
yang lebih tinggi terhadap permintaan tanah bagi kegiatan produktif sehingga nilai
tanah akan terus meningkat dan keberadaan CBD akan berpengaruh terhadap nilai
tanah di kawasan sekitar. Nilai tanah semakin turun bila makin jauh dari CBD.
Korelasi jarak dari CBD tersebut berkaitan dengan penghematan waktu dan biaya
untuk pencapaian.
II.4.2 Jarak Bidang ke Jalan Utama
Jarak bidang ke jalan utama lebih dipandang sebagai tersedianya fasilitas
infrastruktur jaringan jalan bagi kebutuhan transportasi untuk suatu lokasi lahan.
Adanya fasilitas jalan utama akan memberikan aksessibilitas yang baik, yaitu
kemudahan untuk mencapai ke lokasi lahan dan sebaliknya dari lokasi lahan ke
tempat-tempat fasilitas umum. Pada umumnya teori yang berkaitan dengan nilai
tanah mengemukakan bahwa ada hubungan erat antara lokasi lahan dengan nilai
tanah. Adanya perbedaan nilai tanah suatu kawasan karena adanya alasan
perbedaan daya tarik dalam suatu lokasi, yaitu:
1. Kemudahan (aksessibilitas) dalam mencapai tempat belanja, tempat kerja,
sekolah, kesehatan dan lain-lain.
2. Keadaan lingkungan, baik fisik maupun sosial (pengaruh terhadap aspek
eksternal).
Kedekatan dengan jalan utama dengan aksessibilitas yang lebih tinggi mendorong
permintaan untuk lokasi tersebut akan selalu meningkat sehingga akan
mempengaruhi perkembangan nilai tanah sekitarnya.
20
II.4.3 Jarak Bidang ke Lokasi Bencana
Pengaruh negatif eksternalitas dari keadaan lingkungan akan mempengaruhi nilai
dari properti, dalam hal ini tanah, yang pada akhirnya ditentukan oleh harga jual
(nilai nominal) dari tanah tersebut. Eksternalitas secara harfiah dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang berada di luar obyek tertentu namun mempengaruhi
objek tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung. Teori ekonomi
menganggap bahwa eksternalitas yang negatif akan berpengaruh secara negatif
terhadap nilai tanah. Lingkungan yang akan memberi dampak yang merugikan
dan selalu memberi rasa kekhawatiran (aspek negatif psikologis) akan
mempengaruhi atau berdampak kepada nilai tanah yang berada di sekitar kawasan
lokasi sumber bencana. Berdasarkan perspektif investasi, penanam modal harus
memperhatikan informasi terkait obyek investasi secara komprehensif. Hal ini
terkait adanya resiko-resiko yang akan ditanggungnya. Investor (publik) akan
memiliki reaksi pasar yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi penilaian
terhadap lahan di wilayah tersebut sehingga akan terjadi dua kemungkinan
(Reichert, 1997). Pertama, berakibat pada peninjauan kembali nilai tanah secara
sementara. Kedua, reduksi secara permanen terhadap nilai tanah. Kedua
kemungkinan tersebut pada akhirnya akan terjadi keseimbangan baru pada pasar
tanah yang ditunjukkan oleh keseimbangan harga pasar setelah reduksi.
II.4.4 Jarak Bidang ke Relokasi Infrastruktur
Pengaruh lingkungan (eksternalitas) yang positif akan berpengaruh juga pada nilai
properti secara positif. Perbaikan lingkungan atau peningkatan kualitas
lingkungan, baik berupa penyediaan prasarana maupun sarananya akan cenderung
membuat tanah sebagai obyek investasi yang menjanjikan keuntungan. Rencana
relokasi infrastruktur berpengaruh terhadap nilai tanah tergantung kepada
keyakinan terhadap kepastian realisasi dari rencana yang telah dibuat, karena
kepastian realisasi penyediaan lahan untuk lokasi tersebut akan memberikan
harapan tersedianya prasarana yang berpengaruh terhadap aksessibilitas di
wilayah sekitarnya. Keberadaan aksesibilitas menjadi faktor yang sangat penting
bagi suatu kawasan untuk menunjang setiap kegiatan dan aktivitas terkait
kebutuhan pencapaian ke tempat-tempat yang diinginkan.
21
II.4.5 Jenis Penggunaan Lahan
Tanah mempunyai nilai karena adanya kegunaan atau manfaat dan harapan pada
masa sekarang dan mendatang. Nilai tanah akan optimal bila tanah dimanfaatkan
sesuai kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use). Definisi kegunaan
tertinggi dan terbaik adalah sebagai penggunaan yang paling memungkinkan dan
diijinkan dari suatu tanah kosong atau tanah yang sudah terbangun, dimana secara
fisik memungkinkan, didukung atau dibenarkan oleh peraturan, layak secara
keuangan dan menghasilkan nilai tertinggi (AIREA, 1987). Sumber daya tanah
akan mencapai nilai tertinggi dan terbaik bila dimanfaatkan sedemikian rupa
sehingga memperoleh pendapatan yang optimum, baik untuk si pengguna maupun
masyarakat (Nasucha, 1995). Nilai tanah mendasarkan pada prinsip penggunaan
terbaik adalah sebagai bentuk tolok ukur kemampuan tanah memproduksi sesuatu
atau dibangun untuk penggunaan tertentu yang secara langsung memberikan
keuntungan ekonomi, sedangkan harga tanah adalah ukuran nominalnya. Konsep
ini sering dibatasi oleh peraturan peruntukan tanah (zoning) dan kebijaksanaan
umum lainnya yang biasanya terkait dengan rencana tata ruang kota.
II.5 Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode
Transformasi Skala Linier
Untuk pemberian bobot kepada masing-masing kriteria terkait dalam penelitian
ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP juga
digunakan untuk memberikan skor bidang tanah pada sub kriteria jenis
penggunaan tanah. Metode transformasi skala linier digunakan untuk memberikan
skor terstandardisasi bidang tanah pada kriteria jarak bidang ke CBD, jarak bidang
ke jalan utama dan jarak bidang ke lokasi bencana.
II.5.1 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan di mana faktor-faktor
logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan (data), emosi dan rasa dicoba
dioptimasikan melalui proses yang sistematis (Saaty, 1993). Kelebihan metode
AHP adalah jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak berkerangka,
di mana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit
22
atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, permasalahan yang dihadapi
dapat dirasakan dan dilihat, namun kelengkapan data numerik yang berupa angka-
angka statistik tidak menunjang para peneliti untuk memodelkan secara
kuantitatif. Data yang ada hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh pengalaman,
persepsi, penginderaan ataupun intuisi pengambil keputusan.
Pengambilan keputusan dalam metode AHP didasarkan pada tiga prinsip pokok,
yaitu:
1. Penyusunan hirarki
Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan
masalah yang rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detil yang
akan mempermudah pengambil keputusan untuk menganalisis dan mengambil
kesimpulan yang harus dilakukan terhadap suatu permasalahan. Hirarki
keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki
keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan.
2. Penentuan prioritas
Prioritas dari elemen-elemen dapat dipandang sebagai bobot elemen tersebut
terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas
elemen dengan dua elemen hingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas
ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap pengambil keputusan, baik secara langsung (diskusi)
maupun tidak langsung (kuesioner).
3. Konsistensi logis
Konsistensi jawaban dari para responden dalam menentukan prioritas elemen
merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil
pengambilan keputusan. Secara umum responden harus memiliki konsistensi
dalam melakukan perbandingan elemen.
Langkah-langkah yang digunakan dalam AHP adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan.
2. Menyusun masalah ke dalam suatu struktur hirarki.
23
Tujuan yang diinginkan dari masalah ditempatkan pada tingkat tertinggi dalam
hirarki. Tingkat selanjutnya adalah penjabaran tujuan tersebut ke dalam
bagian-bagian yang lebih rinci. Penjabaran ini dilakukan terus sampai tingkat
operasional.
3. Membuat matriks berpasangan yang menggambarkan pengaruh setiap elemen,
dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi. Perbandingan berpasangan secara
umum dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut:
A1 A2 ... An
A1 A2 ... An
a11 a12 ... a1n a21 a22 ... a2n ... ... ... ... an1 an2 ... ann
Gambar II.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
Matriks di atas matriks resiprokal berelemen aij dengan i, j = 1,2, ..., n. Unsur
matriks diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap
elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Unsur-unsur
didapatkan dari penilaian para responden. Banyaknya matriks perbandingan
berpasangan dapat dihitung dengan formula:
P = n x [(n-1)/2]
P = banyaknya matriks perbandingan berpasangan
n = banyaknya elemen yang dibandingkan
Saaty (1993) menetapkan skala kuantitatif 1 s.d. 9 untuk menilai perbandingan
tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain, sebagaimana pada
Tabel II.1.
24
Tabel II.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas kepentingan
Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu esensial atau sangat dari pada elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lain
Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lain
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
4. Menghitung bobot tiap elemen.
Diawali melakukan normalisasi setiap kolom. Semua elemen pada kolom yang
sama dijumlahkan, kemudian membagi setiap elemen dengan jumlah. Setiap
elemen baris hasil normalisasi dirata-ratakan untuk memperoleh bobot setiap
kriteria.
5. Menghitung dan menguji tingkat konsistensi
Langkah yang dilakukan:
1) Mengalikan bobot kriteria dengan setiap baris matriks perbandingan
berpasangan.
2) Menentukan vektor konsistensi dengan membagi hasil yang sudah
diperoleh pada langkah 1 dengan bobot masing-masing kriteria.
3) Besarnya λmax ditentukan dengan menghitung rata-rata vektor konsistensi.
4) Menghitung besarnya Indeks Konsistensi (IK) dengan rumus:
λmax - n IK = n – 1 λmax : eigenvalue maksimum
n : ukuran matriks
25
5) Menguji tingkat konsistensi dengan melakukan penghitungan rasio
konsistensi dengan rumus:
IK RK : Rasio Konsistensi RK = IK : Indeks Konsistensi
IR IR : Indeks Random Nilai Indeks Random (IR) dapat dilihat pada Tabel II.2 berikut:
Tabel II.2 Nilai Indeks Random
Ukuran matrks Indeks Random (inkonsistensi)
1, 2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,126 1,24 7 1,32 8 1,41
Matriks dianggap konsisten bila nilai RK≤0,1 (Saaty, 1993).
II.5.2 Metode Transformasi Skala Linier
Dilakukan untuk mengkonversi data mentah menjadi skor yang terstandardisasi.
Ada dua bentuk standardisasi yang berlaku (Malczewski, 1999). Pertama, semakin
besar nilai skor maka semakin besar performenya (menggunakan rumus 1 berikut
ini). Misal makin jauh jarak dari lokasi bencana (skor makin besar), semakin besar
nilai tanahnya. Kedua, semakin besar nilai skor maka semakin kecil performenya
(menggunakan rumus 2 berikut ini). Misal makin jauh jarak dari CBD (skor
makin besar), semakin kecil nilai tanahnya.
Rumus 1 : Xij
X’ij = Xjmax
Rumus 2 : Xj
min X’ij = Xij
X’ij : standarisasi skor untuk ke-i alternatif (objek) pada ke-j kriteria
Xij : skor mentah ke-i alternatif pada ke-j kriteria
Xjmax : skor mentah maksimum alternatif pada ke-j kriteria
Xjmin : skor mentah minimum alternatif pada ke-j kriteria
26
II.6 Uji Koefisien Konkordansi Kendall W
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keseragaman pendapat
responden. Cara menganalisis menggunakan uji koefisien konkordansi Kendall W
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyusun data nilai pengamatan dalam tabel. Dalam tabel, baris
menunjukkan benyaknya responden yang akan dikorelasikan, kolom
menunjukkan banyaknya nilai pengamatan setiap responden.
2. Melakukan rangking nilai pengamatan pada setiap baris dan apabila
terdapat kesamaan nilai pengamatan, maka nilai rangking adalah nilai rata-
rata.
3. Pada setiap pengamatan ditentukan jumlah rangking (Ri) dan jumlah
kuadrat rangking (Ri)2.
4. Rumus yang digunakan:
(12)S W = k2(n3-n) S = Σ Ri2 - (Ri)2 / n
k = banyaknya baris (responden yang dikorelasikan)
n = banyaknya kolom
5. Uji signifikansi W:
χ2 = k (n-1)W , derajat bebas χ2 = n-1
Kaidah: tolak Ho jika χ2 hitung > χ2 tabel
II.7 Analisis Spasial
Fungsi analisis spasial banyak dipergunakan pada Sistem Informasi Geografis
(SIG). SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-
objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting
untuk dianalisis. Kemampuan SIG dapat dikenali dari fungsi analisis yang dapat
dilakukan, yaitu analisis spasial dan analisis data atribut (Prahasta, 2001). Fungsi
analisis spasial terdiri dari:
a. Klasifikasi (reclassify);
b. Network (jaringan);
c. Overlay;
27
d. Buffering;
e. Nearest;
f. Spatial Join Inside;
g. Dissolve;
h. 3D analysis;
i. Dan lain-lain.
Analisis spasial merupakan operasi-operasi yang mencermati data (spasial)
dengan tujuan untuk mengekstrak atau menghasilkan data (spasial) baru yang
memenuhi beberapa syarat, kriteria, atau kondisi yang diperlukan. Analisis spasial
mencakup beberapa fungsi (analisis) SIG seperti halnya overlay unsur-unsur
poligon, pembuatan buffer dan implementasi dari konsep-konsep topologi
contains (mengandung atau berisi), intersect (berpotongan), within (terdapat di
dalam), dan adjacent (bersebelahan) di dalam SIG (MapInfo Corp, 1995 dalam
Prahasta, 2006). Dalam penelitian ini menggunakan operasi (disesuaikan dengan
penamaan yang diberikan oleh software terkait) terdiri dari nearest, network
analysis, dan buffering. Operasi-operasi tersebut mengandung karakteristik
topologi seperti tersebut di atas.
Operasi nearest digunakan untuk mengidentifikasi objek spasial terdekat dari
objek acuan sekaligus mendefinisikan jaraknya. Jarak antar objek tersebut
dipresentasikan berupa sebuah garis dimana pada atributnya sudah terdefinisi
besarnya jarak. Dalam penelitian ini operasi nearest untuk menghubungkan
centroid bidang tanah dengan jaringan jalan, sehingga diperoleh jarak terdekat
antara centroid dengan sisi jalan terdekat.
Operasi network analysis digunakan untuk menganalisis suatu jaringan dengan
berbasis garis-garis yang saling terhubung. Suatu jaringan terdiri dari segmen-
segmen garis yang saling terhubung di mana setiap segmen garis diawali dan
diakhiri oleh sebuah node. Dalam penelitian ini operasi network analysis untuk
mencari jarak terpendek antara bidang tanah yang diwakili centroid dengan
kriteria pusat kota pada suatu jaringan jalan. Jarak antara node awal (origin)
28
dengan node tujuan (destination) dicari dengan memperhitungkan semua
kemungkinan jalur yang ada pada jaringan. Dari semua kemungkinan tersebut
kemudian diperoleh jalur terpendek.
Operasi buffering untuk membentuk suatu area, poligon atau zone baru dengan
jarak tertentu dari suatu objek spasial (buffered object yang berupa objek-objek
spasial titik, garis atau area). Zone-zone buffer ini digunakan untuk
mendefinisikan fungsi kedekatan secara spasial suatu objek terhadap objek-objek
lain yang berada di sekitarnya.
II.8 Model Penilaian Tanah
Dunia nyata atau realita terdiri dari berbagai fakta yang kompleks, maka untuk
menjelaskannya dilakukan abstraksi dan menyusun suatu model. Model nilai
tanah merupakan formulasi dari fakta-fakta yang mempengaruhi nilai tanah dalam
bentuk persamaan matematis untuk mengekspresikan nilai pasar tanah yang
diwujudkan sebagai harga jual. Dengan kata lain nilai tanah merupakan fungsi
dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai disintesiskan sehingga dihasilkan satu variabel sebagai
tingkat kualitas bidang tanah. Jadi nilai tanah merupakan fungsi dari tingkat
kualitas bidang tanah.
NT = f (Tk_Kw)
NT : Nilai Tanah
Tk_Kw : Tingkat kualitas bidang tanah
II.8.1 Pemodelan Regresi Berganda
Analisis regresi pada dasarnya merupakan studi mengenai ketergantungan satu
variabel tak bebas dengan satu atau lebih variabel bebas yang bertujuan untuk
mengestimasi atau memprediksi nilai rata-rata variabel tak bebas berdasarkan nilai
variabel bebas yang diketahui (Gujarati, 1995). Dalam penelitian ini model yang
digunakan adalah model persamaan regresi berganda. Persamaan regresi berganda
mempunyai lebih dari satu variabel independen (bebas). Analisis regresi ini
29
digunakan untuk pengujian hubungan antara satu veriabel dependen dengan dua
atau lebih variabel independen. Analisis untuk memperhitungkan atau
memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari perubahan suatu
keadaan terhadap keadaan lainnya. Perubahan suatu keadaan dinyatakan dengan
terjadinya perubahan nilai variabel. Untuk membuat perbedaan, variabel bebas
umumnya dilambangkan dengan notasi X1, X2, X3, ... , Xn dan variabel tak bebas
dilambangkan dengan notasi Y. Model regresi berganda dapat dinyatakan dengan
persamaan:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ........... + bn Xn
Pembentukan model regresi dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi
dengan menggunakan empat model regresi sebagai berikut:
1. Model linier (lin-lin):
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ........... + bn Xn
2. Model semilog (lin-log):
Y = a + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3 + ........... + bn LnXn
3. Model semilog (log-lin):
LnY = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ........... + bn Xn
4. Model logaritma (log-log):
LnY = a + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3 + ........... + bn LnXn
Model linier (lin-lin) adalah model persamaan dimana variabel bebas dan variabel
tak bebas tetap dalam bentuk nilai yang sebenarnya. Model semilog (lin-log)
adalah model persamaan dimana variabel tak bebas tetap dalam bentuk nilai yang
sebenarnya, sedangkan nilai variabel bebas dalam bentuk logaritma berbasis
bilangan natural (e = 2,718282). Model semilog (log-lin) adalah model persamaan
dimana variabel tak bebas dalam bentuk logaritma berbasis bilangan natural,
sedangkan nilai variabel bebas tetap dalam bentuk nilai yang sebenarnya. Model
logaritma (log-log) adalah model persamaan dimana variabel bebas dan variabel
tak bebasnya dalam bentuk logaritma berbasis bilangan natural.
30
II.8.2 Pemilihan Model
Model regresi yang dihasilkan adalah empat model yang merupakan penerapan
model fungsional regresi lin-lin, lin-log, log-lin dan log-log. Kemudian dilakukan
pemilihan model terbaik dan untuk menganalisisnya dilakukan pengujian model
melalui uji kriteria ekonomi, uji kriteria statistik (meliputi uji t, uji F dan uji
determinasi/R2) dan uji kriteria asumsi klasik/uji ekonometrik (meliputi uji
multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas).
Uji kriteria ekonomi dilakukan untuk membandingkan kesesuaian tanda koefisien
regresi hasil analisis dengan teori atau anggapan umum yang berlaku. Misalnya
dengan meningkatnya nilai tingkat kualitas lahan, maka sesuai teori/anggapan
umum hal tersebut akan meningkatkan nilai tanah, sehingga tanda koefisien
regresi seharusnya plus (+). Jika tanda dari koefisien regresi sesuai dengan teori,
maka parameter tersebut lolos dari uji kriteria ekonomi. Sebaliknya jika tanda dari
koefisien regresi tidak sesuai dengan teori, maka parameter tersebut tidak lolos
uji.
Uji kriteria statistik dilakukan untuk melihat apakah terpenuhi kriteria statistik
dari model yang dihasilkan,yang meliputi uji signifikansi parameter dengan
melakukan uji t, uji signifikansi regresi dengan menggunakan uji F dan uji
koefisien determinasi (R2).
Penggunaan uji-t statistik untuk melihat signifikan atau tidak suatu variabel bebas
dalam mempengaruhi variabel tak bebas. Tingkat signifikan parameter tregresi
diuji dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Kriteria pengujian adalah jika
[t-hitung] > t-tabel maka variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel tak bebas. Nilai t-hitung diperoleh dengan menggunakan rumus:
b t = Sb Sb = √ {(S2
yx) / Σ(X-X )2}
Syx = √ { Σ (Y-Ŷ)2 / (n-2 )}
b = koefisien regresi
31
Sb = deviasi standar b
Syx = standard error of estimate
X = variabel independen
X = rata-rata variabel independen
Y = variabel dependen
Ŷ = prediksi nilai variabel dependen berdasarkan model
Uji F dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara statistik apakah variabel bebas
secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas. Adapun
uji F dirumuskan sebagai berikut:
R2 / (k-1) F = (1-R2) / (n-k)
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah sampel
Sedangkan hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah:
H0 : β0 = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = 0
Ha : β0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ β7 ≠ 0
Dalam pengujian, kriteria yang ditetapkan adalah jika Fhitung yang diperoleh lebih
besar daripada Ftabel maka berarti variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas, sehingga H0 ditolak
dan model dianggap sesuai. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel maka H0 diterima.
Koefisien determinasi (R2) untuk menunjukkan kemampuan variabel bebas dalam
menjelaskan variasi variabel tak bebas yang dinyatakan dalam prosentase. Rumus
yang digunakan:
Σ (Y – Y )2 – Σ (Y – Ŷ )2
Y = rata-rata variabel dependen
R2 = Σ (Y–Y )2
32
Pengujian kriteria asumsi klasik (uji ekonometrik) dilakukan untuk mengetahui
apakah ada pelanggaran asumsi dalam model linier yang digunakan dan apakah
asumsi dasar penggunaan metode kuadrat terkecil biasa / OLS (Ordinary Least
Squarest) terpenuhi. Model regresi yang diperoleh dari metode OLS merupakan
model regresi yang menghasilkan estimator linier tidak bias yang terbaik / BLUE
(Best Linear Unbias Estimator). Model regresi yang dihasilkan akan diuji untuk
mengetahui apakah terdapat gejala multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel bebas yang
digunakan pada model regresi merupakan kombinasi dari variabel bebas lainnya
atau antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas lainnya terjadi
korelasi. Untuk mengetahui tinggi atau rendahnya multikolinieritas dapat
digunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model regresi
(Gujarati,1995) dengan persamaan sebagai berikut:
1 VIF = (1 - R2)
dalam hal ini, R2 adalah koefisien determinasi dari regresi antar variabel bebas.
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari
satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusan, dengan
mengamati scatterplot uji heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas dan
titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas.
II.8.3 Pengujian Kualitas Model
Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi model dalam memprediksi
nilai tanah dan tingkat keseragaman hasil estimasi model. Tingkat akurasi model
33
diuji melalui parameter COV (Coefficient Of Variation) dan dinyatakan akurat
bila memiliki nilai COV < 10% (Eckert, 1990).
100 √ Σ [(Ŷ/Y)- {(Ŷ/Y)/n}]2 / (n-1) COV = ((Ŷ / Y)/n)
Ŷ : prediksi nilai tanah
Y : nilai tanah
n : jumlah data
Tingkat keseragaman hasil estimasi untuk menguji nilai estimasi model, apakah
hasil estimasi di atas atau di bawah nilai sebenarnya. Tingkat keseragaman dilihat
dari nilai PRD (Price Related Diferential) yang nilainya disyaratkan antara 0,98
sampai dengan 1,03 (Eckert, 1990). Jika nilai PRD kurang dari 0,98 dinyatakan
telah terjadi progresivitas yang berarti bahwa estimasi nilai model berada di atas
nilai sebenarnya, dan jika lebih dari 1,03 maka terjadi regresivitas yang berarti
bahwa estimasi nilai model berada di bawah nilai sebenarnya.
Ŷ/Y PRD =
Ŷ / Y
Top Related