BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Infus (Terapi Intravena)
a. Pengertian
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah
pemberian sejumlah cairan kedalam tubuh melalui sebuah jarum
kedalam sebuah pembuluh vena(pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Nuryanto et al,
2015).
Terapi intravena (IV) dilakukan dengan memberikan terapi
melalui cairan infus yang diberikan secara langsung ke dalam darah
bukan merupakan asupan dari saluran cerna. Meliputi pemberian
nutrisi parenteral total (NPT), terapi cairan, elektrolit intravena serta
pergantian darah. Nutrisi parenteral total (NPT) dalah nutrisi dalam
bentuk cairan hipertonik yang adekuat, terdiri dari glukosa dan nutrien
lain serta elektrolit yang diberikan melalui infus (Perry & Potter,
2005).
b. Tujuan pemberian Terapi Intravena (Infus)
Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung
air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan
asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
8
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat
sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter, 2005).
c. Vena Tempat Pemasangan Infus
Tempat pemasangan infus pada umumnya berada di tangan dan
lengan dengan vena-vena tempat pemasangan infus: vena metakarpal,
vena sefalika, vena basilika, vena sefalika mediana, vena antebrakial
mediana. Namun, vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien
dalam kondisi tidak dapat berjalan dan kebijakan mengijinkan hal
tersebut. Penggunaan infus di kaki umumnya dilakukan pada pasien
pediatrik dan biasanya dihindari pada pasien dewasa (Perry &
Potter,2005).
d. Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Infus
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan
pemberian cairan infus yang dikemukakan oleh Hidayat (2008) adalah:
1) Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah).
2) Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah).
3) Fraktur (Patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur
(paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
4) “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada
dehidrasi).
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
5) Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi).
6) Luka bakar luas (kheilangan banyak cairan tubuh).
7) Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan
cairan tubuh dan komponen darah).
Indikasi pada pemberian terapi intravena: pada seseorang dengan
penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke
dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri
dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan
lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi,
meskipun pemberian antibiotik intravena hanya diindikasikan pada
pasien infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini
tanpa melihat derajat infeksi.
Kontraindiasi pada pemberian terapi intravena: Inflamasi
(bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus..
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (Cuci darah).
2. Kekosongan Infus
a. Pengertian
Kekosongan infus yaitu kondisi dimana cairan infus pada pasien
rawat inap habis, hal ini sering terjadi terutama pada malam hari ketika
keluarga pasien terlelap tidur serta perawat tidak memantau sisa infus
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
pasien sehingga cairan infus habis. Tujuan pemberian infus menurut
Hidayat (2008) adalah :
1) Mencukupi kebutuhan cairan ke dalam tubuh pada penderita yang
mengalami kekurangan cairan.
2) Memberi zat makan pada penderita yang tidak dapat atau tidak boleh
makan dan minum malalui mulut
3) Memberi pengobatan yang terus menerus
b. Faktor yang mempengaruhi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kekosongan
infus yang sering terjadi di rumah sakit antara lain yaitu :
1) Kesalahan (Medical Error)
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana
atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya.
Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (omission).
Keterlambatan dalam penggantian infus dilihat dari tenaga
medis (Perawat), Instansi rumah sakit dan keluarga klien. Kategori
nursing errors menurut TERCAP (Taxonomy of Errors, Root
Cause Analysis and Practice Responsibility) paling banyak berupa
kurangnya perhatian/pemantauan (11 kejadian) sebanyak 73,33%.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
Pada penelitian Hanley et al, persepsi dari 78 perawat 60
perawat didapatkan faktor kontribusinya, tersering berupa
stress/volume kerja tinggi (13/60) kelelahan/ kurang tidur masing-
masing hanya 3/60 dan 1/60. Faktor management terkait dengan
pengaturan jumlah tenaga (ketenagaan atau staffing) yang kurang
dapat menjadi penyebab terjadinya insiden.
Menurut Marilyn (2002) Fungsi keluarga yaitu fungsi
reproduksi untuk kelangsungan keturunan dan menambah sumber
daya manusia, Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga, Fungsi sosialisasi untuk belajar bersosialisasi
dimana sosialisasi ini merupakan suatu proses yang berlangsung
seumur hidup bagi individu, Fungsi perawatan kesehatan dimana
keluarga mempunyai fungsi melaksanakan praktek asuhan
keperawatan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan
atau merawat anggota keluarga yang sakit dan Fungsi afektif yaitu
sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga, keretakan
keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena
fungsi afektif tidak terpenuhi.
Di ruang rawat inap, pasien selalu dijaga oleh pihak
keluarga pada pagi, siang dan malam. Hal ini sering kali
menyebabkan keluarga kurang perhatian dalam memantau kondisi
infus karena keluarga terlelap saat malam hari.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
2) Tetesan infus yang diberikan terlalu besar
Pemberian cairan intravena atau infus memiliki dosis yang
telah ditentukan sesuai dengan kondisi pasien. Apabila tetesan
yang diberikan terlalu besar maka pasien kelebihan cairan dan
kekosongan infus atau kehabisan infus meningkat bila tidak
dipantau secara kontinyu.
Menurut hasil penelitian prasetyo (2014) perubahan posisi
lengan klien dapat merubah kecepatan aliran infus sedikit pronasi,
supinasi, ekstensi atau elevasi lengan bawah. Hasil penelitiannya
juga menyimpulkana bahwa tinggi botol infus ada hubungannya
dengan kecepatan aliran infus pada pasien pasca operasi. Hal
tersebut dimungkinkan karena tinggi botol infus selalu berada di
atas posisi jantung atau tetap tergantung dengan baik pada
tempatnya sehingga aliran akan tetap baik.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Potter & Perry
(2005) meninggikan botol infus beberapa inchi dapat mempercepat
aliran dengan menciptakan tekanan yang lebih besar.
3) Jumlah tenaga medis
Keselamatan pasien (patient safety) telah menjadi issue
yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Setiap orang ingin
mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan bebas dari
cedera yang tidak diinginkan.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
Perencanaan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan
disetiap unit keperawatan bukanlah karena suatu hal yang
sederhana atau mudah dilakukan karena terkait dengan banyak
faktor diantaranya BOR, tingkat ketergantungan pasien dan lain-
lain. Jumlah tenaga perawata yang berada di unit unit perawatan
berpengaruh terhadap pemberian asuhan keperawatan, UU
keperawatan menyatakan bahwa perawat dalam pemberian asuhan
keperawtan berorientasi pada keselamatan pasien. Dengan
demikian jumlah tenaga perawat yang mencukupi kebutuhan
pasien diperlukan agar pelayanan yang diberikan kepada pasien
menjadi optimal.
Pada penelitian evelyne (2015) kekurangan tenaga perawat
terdapat di unit rawat inap, intensive dan kamar bedah di RS X hal
ini tentu saja beresiko terjadinya insiden sehingga memerlukan
monitoring yang lebih ketat dari penanggung jawab shift terhadap
pekerjaan yang dilakukan oleh perawat pelaksana. Dan hasil
analisa terdapat sebanyak 13 orang (65%) perawat menyatakan
tenaga perawat kurang, pernah melakukan insiden seperti yang
sering terjadi keterlambatan perawat dalam penggantian cairan
infus.
c. Komplikasi
Keterlambatan perawat dalam penggantian cairan infus ini dapat
berdampak negatif terhadap pasien dengan terjadinya komplikasi yaitu
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
darah pasien akan tersedot naik ke selang infus . Infus bekerja dengan
mekanisme keseimbangan tekanan dan dibantu pula oleh daya
gravitasi. Cairan dari infus mengalir dari botol infus ke dalam
pembuluh darah karena ada yang disebut dengan tekanan hidrostatik
dari cairan dalam kantung infus yang lebih tinggi dari pada tekanan di
pembuluh darahnya. Dengan demikian cairan dapat mengalir dari
kantung infus, melalui selang dan masuk kedalam pembuluh darah.
Ketika cairan habis,umumnya perawat atau dokter, akan mengunci
akses dari selang tersebut menuju ke pembuluh darah pada klep di
infus,sehingga tekanan akan sama besarnya dan tidak ada yang masuk
maupun keluar pembuluh darah. Adapun ketika terlambat dikunci,
biasanya darah akan naik ke atas karena tekanan yang lebih besar dari
pembuluh darah dibandingkan dengan kantung infus yang sudah
mengempis karena sudah habis sama sekali. Kondisi ini tentu dapat
membahayakan pasien itu sendiri.
Dalam Brunner & Suddarth (2013) Komplikasi yang dapat
terjadi dalam pemasangan infus adalah :
1) Hematoma, Hematoma terjadi sebagai akibat dari kebocoran darah
ke jaringan di sekitar tempat penusukan. Hal ini dapat disebabkan
karena pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan
vena, jarum bergeser ke luar vena, dan tekanan yang tidak sesuai
yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter
dilepaskan.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
2) Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar
(bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati
pembuluh darah.
3) Trombofeblitis, Tromboflebitis mengacu pada adanya bekuan
ditambah peradangan dalam vena. Hal ini dikarakteristik dengan
adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan
pembengkakan di sekitar tempat penusukan atau sepanjang vena.
4) Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah,
terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke
dalam pembuluh darah
3. Teori Kebutuhan Dasar
Manusia memiliki kebutuhan dasar (Kebutuhan pokok) untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu
memiliki karakteristik yang unik, kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya
pada pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Kebutuhan dasar manusia
memiliki banyak kategori atau jenis. Salah satunya adalah kebutuhan
fisiologis (seperti oksigen,cairan,nutrisi,eliminasi dan lain-lain)sebagai
kebutuhan yang paling mendasar dalam jasmaniah (Walyani,2015).
Teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow
menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu
(Asmadi,2008) :
a. Kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada
manusia. Antara lain : pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi BAB/BAK,
istirahat dan tidur, aktivitas keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan
fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik meliputi
perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti
kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan dll. Perlindungan psikologis,
perlindungan dari ancaman peristiwa atau pengalaman baru atau asing
yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.
c. Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki,
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan
kekeluargaan.
d. Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta
pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada
orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.
Menurut Mangkunegara (2005) dalam Nursalam dan Efendi (2008)
menjabarkan hirarki Maslow yaitu sebagai berikut :
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan pemenuhan unsur
biologis. Kebutuhan ini berupa makan, minum, bernapas, seksual,
dan sebagainya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling
mendasar.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
b. Kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari
ancaman dan bahaya lingkungan.
c. Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta, yaitu kebutuhan untuk
diterima dalam kelompok berafiliasi, berinteraksi, mencintai dan
dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan
dihormati.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan (aktif) dan potensi, serta berpendapat
dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu
4. Manajemen Keselamatan pasien (Patient Safety)
a. Pengertian
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah
proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada
pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian mengenai
resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko.
Patient safety adalah pasien bebas dari cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi
(penyakit, koma, cedera fisik/ social psikologi, cacat, kematian )
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
terkait dengan pelayanan kesehatan ( KKP-RS, 2008 ). Patient safety (
keselamatan pasien ) rumah sakit adalah suatu system dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assement
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, laporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko.sistem ini mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (
Depkes,2006).
6 Sasaran Patient Safety :
1) Kejadian Tidak Diharapakn (KTD)/Adverse Event : adalah
kejadian karena kesalahan medis ataupun non medis yang
mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) ataupun tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (ommission)
2) KTD yang tidak dapat dicegah (Unpreventable adverse event) :
salah satu jenis KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah
dengan pengetahuan yang muktahir
3) Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss : sama seperti Adverse
Event namun cedera tersebut tidak terlalu serius karena adanya
faktor “keberuntungan” maupun “pencegahan”.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
4) Kesalahan Medis (Medical errors) : adalah kesalahan dalam
proses pengelelolan pasien (asuhan medis ataupun keperawatan)
karena faktor kegagalan melaksanakan suatu tindakan ataupun
karena mengambil tindakan yang tidak seharusnya diambil. Dan
hal ini merupakan kesalahan yang sangat fatal.
5) Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident :
adalah suatu kejadian yang tidak disengaja ataupun yang tidak
diharapkan yang dapat menimbulkan suatu cedera atau berpotensi
menimbulkan cedera.
6) Kejadian sentinel / Sentinel Event : adalah salah satu KTD yang
mengakibatkan suatu kematian atau cidera yang serius. Contoh :
salah mengoperasi bagian tubuh pasien yang tidak seharusnya
dipoerasi.
b. Standar Keselamatan Rumah Sakit
Standar I. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya kejadian tak diharapkan.
Kriteria:
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan dan prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan KTD
Standar II. Mendidik pasien dan keluarga.
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung pasien dalam asuhan pasien. Keselamatan
pasien dalam pemberian pelayanan dapat di tingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan patner dalam proses pelayanan.
Karena itu di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien.
Kriteria:
1) Memberi informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
Standar III : Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
1) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan,
2) diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
3) Terdapat koordinasi pelayanan yang di sesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transaksi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
4) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya. Terdapat komunikasi
dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
Kriteria:
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perencanaan yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko
bagi pasien sesuai dengan “langkah menuju keselamatan pasien
rumah sakit”
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
antara lain yang terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi,
menejemen resiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan
evaluasi suatu proses kasus resiko tinggi.
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem
yang di perlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien.
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan ”7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan
atau mengurangi KTD/KNC.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah rakit
serta meningkatkan keselamatan pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatan
pasien.
Kriteria:
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis
kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari KNC(Near
miss) sampai dengan KTD(Adverse event).
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
dalam program keselamatan pasien.
4) Tersedia prosedur ”cepat tanggap” terhadap insiden,
termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah,
membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang
benar danjelas tentang analisis akar masalah (RCA) kejadian
pada saat program keselamatan pasien mulai di laksanakan.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
atau kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian.
7) Terdapat kolaburasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam Rumah Sakit
dengan pendekatan antar disiplin.
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang di butuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja
9) rumah sakit dan perbaikan Keselamatan Pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
10) Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi
menggunakan criteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien,
termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaiatan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas. Rumah sakit menyelenggarakan
program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
1) Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik tentang
keselamatan paien sesuai dangan tugasnya masing- masing.
2) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden
3) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin
dan kolaburatif dalam rangka melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.
Kriteria:
1) Perlu di sediakan anggaran untuk merencanakan dan
mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan
informasi tentang hal- hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
B. Kerangka Teori
Berdasarkan sumber kepustakaan diperoleh kerangka teori sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Keterangan :
= Tidak diteliti
= Diteliti
Kebutuhan dasar manusia :
1. Kebutuhan fisiologis 2. Kebutuhan rasa aman 3. Kebutuhan rasa cinta 4. Kebutuhan akan harga diri 5. Kebutuhan aktualisasi diri
Pemberian cairan infus (Intravena)
Kejadian Kekosongan Infus
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Kelalaian 2. Tetesan yang terlalu besar 3. Jumlah tenaga medis
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara
komsep - konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo,2011).
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Gambaran Kejadian kekosongan infus pada
pasien rawat inap
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Kelalaian 2. Tetesan yang terlalu
besar 3. Jumlah tenaga medis
Gambaran Kejadian Kekosongan...,Siti Nur Amaliah Ni'mawati,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2019
Top Related