BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Dan Klasifikasi Kecelakaan
Lalu lintas adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen – komponen komponen
utama yang pertama atau suatu sistem head way (waktu antara dua kendaraan yang
berurutan ketika melalui sebuah titik pada suatu jalan) meliputi semua jenis prasarana
infrastruktur dan sarana dari semua jenis angkutan yang ada, yaitu: jaringan jalan,
pelengkapan jalan, fasilitas jalan, angkutan umum dan pribadi, dan jenis kendaraan lain
yang menyelenggarakan proses pengangkutan. Transportasi atau pengankutan adalah
kegiatan perpindahan orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan)
dngan menggunakan sarana (kendaraan). (Dwi H,dkk) lalu lintas di dalam undang –
undang No. 22 Tahun 2009 didefinisikan gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas
jalan. Ruang lalu lintas jalan. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan
bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan atau barang yang berupa jalan dan fasilitas
penumpang.
2.1.1 Definisi Kecelakaan
1. Definisi kecelakan lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas dan angkutan
jalan no 22 tahun 2009 menyatakan kecelakan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
jlan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
penguna jalan lain mengkibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda.
2. Kecelakan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak di sangka – sangka
dan sengaja, melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda (Peraturan Pemerintah
No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas).
2.1.2 Klasifikasi Kecelakaan.
Menurut (Kadiyali L), Kecelakaan di klasfikasikan berdasarkan beberapa hal di
bawah ini:
1. Berdasarkan Lokasi kecelakaan.
a. Lokasi jalan lurus 1 jalur, 2 lajur maupun 1 lajur searah atau berlawanan arah.
b. Tikungan Jalan
c. Persimpangan
2. Berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan.
Jenis kecelakaan ini terdapatkan menurut satu periode waktu tertentu misalnya
periode 1jam , 2 jam dst. Diriktorat Lalu lintas POLRI (Polisi republic Indonesia),
membagi waktu kecelakaan sebagai berikut:
a. Pukul 06.00 - 9.00
b. Pukul 10.00 – 13.00
c. Pukul 14.00 – 13.00
d. Pukul 18.00 – 21.00
e. Pukul 22.00 – 01.00
f. Pukul 02.00 – 05.00
3. Berdasarkan Korban Kecelakaan
a. Kecelakaam Luka Fatal
Kecelakan fatal adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa /
meninggal dunia.
b. Kecelakaan Lalu Berat
Kecelakan Luka Berat adalah kecelaakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban
mangalami luka – luka yang dapat membahayakan jiwa dan memerlukan
pertolongan / perwatan lebih lanjut di Rumah Sakit.
c. Kecelakaan Lalu Ringan
Kecelakaan Luka Ringan adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban
mengalami luka – luka yang membahayakan jiwa dan tidak memerlukan
pertolongan lebih lanjut dari rumah sakit.
4. Berdasarkan Cuaca
Berdasarkan Buku laporan Kejadian kecelakan dari Divisi Manajemen Lalu Lintas
Jasa Marga, cuaca terbagi menjadi:
a. Cerah
b. Hujan Gerimis
c. Huan Lebat
d. Kabut
e. Mendung
5. Berdasarkan Posisi Kecelakaan
a. Tabrakan secara menyudut (angle)
Merupakan tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada arah yang berbeda
tetapi juga arah yang berlawanan. Biasanya terjadi pada sudut siku – siku (right
angle) di pertemuan jalan.
b. Menabrak bagian belakang (rear end)
Merupakan kendaraan yang menabrak bagian belakang kendaraan lain yang
berjalan pada arah yang sama, biasanya di jalur yang sama pula.
c. Menabrak bagian samping / menyerempet (side swipe)
Merupakan kendaran yang menabrak kendaran lain dari bagian samping sambil
berjalan pada arah yang sama atau berlawanan, biasanya pada jalur yang berbeda.
d. Menabrak bagian depan (head on)
Merupakan tabrakan antara kendaraan yang berjalan pada arah yang berlawanan.
e. Menabrak secara mundur (backing)
f. Kehilangan Control
2.1.3 Pelaku Dan Korban Kecelakaan
Yang dimaksud dengan pelaku kecelakaan adalah seseorang yang duduk
dibelakang kemudi dan mengedalikan kemudi pada saat terjadinya kecelakaan
(pengemudi). Pengmudi merupakan salah satu pemegang peranan penting ketika suatu
kecelakaan lalu lintas terjadi. Pada kenyataannya di lapangan, sekitar 90% kecelakaan
lalu lintas terjadi akibat keteledoran pengemudi salah satu bentuk keteledoran
pengemudi yaitu ketidak patuhan terhadap peraturan lalu lintas.
Menurut PP No.43/ 1993, korban kecelakan terdiri dari korban mati, korban luka
berat, dan korban luka ringan. Yang dimaksud dengan korban mati adalah korban yang
di pastikan mati akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari
setelah terjadi keccelakaan tersebut. Apa bila korban kecelakaan harus dirwarat dalam
jangka waktu lebih dari 30 hari sejak terjadi korban kecelakan atau luka – luka yang
terjadi korban tersebuat mengalami cacat permanen maka korban tersebuat
dikatagorikan ke dalam korban luka berat. Yang dimaksud dengan korban luka ringan
yaitu korban yang tidak termasuk ke dalam korban mati dan korban luka berat. Artinya
korban tersebut tidak perlu dirawat tidak lebih dari 30 hari.
Pada kenyataannya di negara kita, dalam melakukan pengkategorian korban tidak
sepenuhnya di lakukan dengan baik. Definisi korban yang sudah ditetapkan tidak di
taati sepenuhnya. korban yang mengalami kecelakan tidak benar – benar di pantau
sampai 30 hari sesuai dengan definisi diatas. Oleh karena itu, terkadang korban yang
ternyata meninggal tidak di catat sebagai korban mati, tetapi tetapi sebagai korban luka
berat karena harus di rawat. Hal ini mempengaruhi pencatatan dan kecelakaan yang ada
di Indonesia.
2.1.4 Indikator Keselamatan Lalu Lintas
Untuk membuat gambaran mengenai tingkat keselamatan lalu lintas pada suatu
ruas jalan, daerah, atau negara tertentu, dibutuhkan indikator keselamatan lalu lintas
jalan. Indikator ini biasanya di perbandingkan dalam suatu kurun waktu tertentu
(misalnya 5 atau 10 tahun).
Terdapat beberapa indikator yang biasa di gunakan untuk membuat gambaran
tingkat keselamatan baik secara nasional maupun internasional antara lain sebagai
berikut :
1. Jumlah kecelakan lalu lintas jalan, dapat di bagi berdasarkan tingkat keparahannya (
degree of severity) yaitu sebagai berikut:
a. Kecelakaan berat (fatal accident)
b. Kecelakaan sedang (serious injury accident)
c. Kecelakaan ringan (slightin injury accident)
d. Kecelakaan lain – lain (property damage accident)
2. Jumlah nominal korban mati, luka, berat, luka, ringan dan kerugian materiil
3. Jumlah nominal korban yang di klasifikasikan menurut golongan umurnya
4. Tingkat kecelakaan atau rasio kecelakaan (Accident Rates) yang terdapat di tetapkan
dalam empat cara, sebagai berikut :
a. Jumlah kecelakaan per jumlah penduduk
b. Jumlah kecelakaan per jumlah kendaraan
c. Jumlah kecelakaan per jumlah kendaraan – kilometer
d. Jumlah kecelakaan perjumlah orang – kilometer
Parameter yang biasa digunakan dalam menentukan rasio kecelakaan antara lain:
a) Kecelakaan atau Fasilitas per 10,000 kendaraan bermotor
b) Kecelakaan atau Fasilitas per 100,000 penduduk
c) kecelakaan atau Fasilitas per 100 juta kendaraan kilometer perjalanan (vehicles
kilometer traveled)
5. Tingkat kematian atau resiko kematian (Risk of Fatlity) yang juga baik di tetapkan
dalam empat cara seperti yang telah di sebuatkan di atas.
6. Biaya kecelakaan (Accident Cost), yaitu besarnya seluruh kerugian sebagai akibat
terjadinya lalu lintas bila di nilai dalam bentuk uang ( Monetary Value)
2.1.5 Faktor Penyebab Kecelakaan
Kecelakaan merupakan suatu terjadinya yang di sebabkan oleh tiga faktor utama
yaitu faktor manusia, faktor kendaraan, serta faktor jalan dan lingkungan. Pada
dasarnya kecelakaan lalu lintas terjadi tidak hanya akibat salah satu faktor di atas
melinkan akibat multi faktor, yaitu antara dua faktor atau bahkan ke tiga – tiganya.
Tidak dapat di pungkiri bahwa penyebab utama kecelakaan adalah karena faktor
ketidak disiplinan pemakai jalan itu sendri. Lebih dari 70% kecelakaan disebabkan
oleh kurangnya disiplinnya pemakaian jalan. Perilaku pengendara pada saat melintasi
penyeberangan pejalan kaki dan persimpangan, di peroleh hasil bahwa di negara
berkembang seperti kita negara kita, hanya 10% - 17% kendaraan yang berhenti pada
saat kendaraan tersebuat harus berhenti.
2.1.6 Pengertian Dan Perilaku Pengendara
2.1.6.1 Pengetian Perilaku Pengendara
Perilaku yang disebut juga tangkah laku menurut (Natawidjaja, 1978) adalah
pernyataan kegiatan yang dapat di amati oleh lain dan merupakan hasil perpaduan dari
pemahaman pengaruh – pengaruh luar dan pengaruh dalam. Selain itu menjelaskan
perkataan tingkah laku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali yaitu
tidak hanya mencakup moralitas saja seperti berbicara, berjalan, lari – lari, berolah
raga, bergerak dan lain – lain akan tetapi juga membahas macam – macam fungsi
seperti melihat, mendengarkan, mengingatkan, berpikir, fantasi, pengenalan kembali,
penampilan emosi - emosi dalam bentuk tangis atau senyum dan seterusnya.
Pada dasarnya dalam psikologi yaitu ilmu yang memperlajari tingkah laku
manusia, tingkah laku manusia itu mempersoalkan apa yang diperbuat dalam
lingkungannya dan mengapa ia berbuat seperti yang ia buat (Petty, 1982) dalam hal
ini di pastikan istilah psikologi karena perilaku seseorang dianggap sebagai penyakit
masyarakat.
Seseorang bertingkah laku karena adanya rangsangan atau stimulus dari luar
dirinya. Rangsagan – ransangan itu dapat diproleh dari lingkungan yang ada di sekitar
individu. Unsur individu dan lingkunganya akan mebuat dimesi yang lebih luas dalam
rangka membahas tingkah laku individu.
Konsep lingkungan di atas memepertlihatkan adanya lingungan fisik seperti
orang tua, kawan bermain dan masyarakat sekitarnya, dapat memperngaruhi perilaku
seorang (dalam bertindak atau beraktivitas). Dan dengan adanya faktor lingkungan
seseorang sengaja maupun tidak seseorang akan meniru lingkungan ia berada.
Tidak semua lingkungan dapat dengan sendirinya merangsang individu untuk
mereaksikan serta memanfaatkannya sesuai dengan minat dan kebutuhan masing –
masing individu dengan bermacam – macam tingkah laku, manusia berhubungan atau
bergaul dengan lingkungannya. Begitu juga masalah – masalah dan persoalan yang
sedang dihadapinya dan semua ini memberikan perangsangan pada diri kita untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu.
2.1.6.2. Perilaku Dalam Berkendaraan
Masalah lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan yang terpenting
adalah faktor manusia sebagai pemakai jalan baik sebagai pengemudi maupun sebagai
pemakai jalan pada umumnya. Sedangkan disiplin dan kesadaran hukum masyarakat
pemakai jalan masih belum dapat dikatakan baik, belum memiliki kepatuhan, ketaatan
untuk mengikuti perundangan – undangan / hukum yang berlaku
Tingkat kesadaran hukum masyarakat pemakai jalan dapat diukur dari
kemampuan dan daya setiap individu dan bagaimana penerapannya di jalan raya
(Naning ,1982). Berfungsinya hukum secara efektif tergantung dari kondisi
perundangan – undangan lalu lintas yang berlaku, kemampuan aparat penegak hukum
dalam melakukan penindakan – penindakan, fasilitas – fasilitas lalu lintas yang
disediakan dan kondisi masyarakat pemakai jalan. Apabila hal – hal tersebut dinilai
baik, maka hukum sebagaimana dimaksud dapat berfungsi secara efektif dan efisien,
sehingga lingkup penugasan yang diberikan dapat terjangkau secara memadai.
2.1.6.3 Etika dalam berkendaraan.
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan normal
yang menentukan perilaku dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai dan norma moral tersebuat
serta permasalahan – permsalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma
moral itu. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan dan terwujudkan dalam sikap dan pola perilaku hidup
manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompokan (Salam, 2007)
Pengertian etika dari ilmuwan lainnya yaitu Magnis Suseno dalam Salam
bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang memberi kita norma
tetang bagaimana kita harus hidup adalah maralitas. Sedangkan etika justru hanya
melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebuat. Atau bisa juga
dikatakan bahwa moralitas adalah petunjukan konkret yang siap pakai tentang
bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan
pengejawantahan fungsi sama, yaitu memberi orientasi bagiamana dan kemana kita
harus melangkah dalam hidup ini
Tujuan dan fungsi dari etika sosial pada dasarnya adalah untuk menggugah
kesadaran kita akan tanggung jawab kita sebagai manusia dalam kehidupan bersama
dalam segela dimensinya. Etika sosial mau mengerjakan kita untuk tidak hanya
melihat segala sesuatu dan bertindak dalam kerangka kepentingan kita saja, malainkan
juga mempedulikan kepentingan bersama yaitu kesejahteraan dan kebahagian
bersama.
Hukum etika dan hukum negara saling mengisi. Hukum negara akan dirasakan
kaku dan kasar ditangan penegak hukum yang tidak mengenal hukum etika, apalagi
yang tidak beretika. Hukum etika tidak mempunyai kekuatan apa – apa didampingi
oleh hukum negara, sebab tidak semua orang suka tunduk kepada peringatan hati
nurani atau bisikan jiwanya sendiri. Dengan mematuhi kedua jenis hukum ini
diharapakann terciptanya tertibannya hukum dalam pergaulan hidup bersama.
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik
untuk pergerakannya dan digunakan untuk transportasi darat. Berdasarkan Undang –
undang No 14 tahun 1992 yang dimaksud dengan peralatan teknik dapat berupa motor
atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi
tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. Kendaraan
bermotor termasuk juga kereta gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan
dengan kendaraaan bermotor sebagai penariknya. Pada umumnya kendaraan bermotor
menggunakan mesin pembakaran dalam, namun mesin listrik dan mesin lainnya juga
dapat digunakan. Kendaraan bermotor memiliki roda dan biasanya berjalan .
2.1.6.4 Pengendara Kendaraan Bermotor
Pengendara disebut juga sebagai pengemudi. Pengemudi yaitu orang yang
mengemudi kendaraan bermotor. Pengemudi yang baik merupakan orang yang sudah
mengembangkan kemapuan dasar mengemudi, kebiasaan mengemudi, kondisi yang
tepat, dan penilaian suara yang baik serta sehat mental dan jasmani. Sebuah sikap
tanggung jawab dan ke hati – hati merupakan hal yang paling penting sikap hatian –
hatian pengemudi akan melakukan hal yang tepat atau mengambil tindakan
pencegahan yang aman dan tepat. Batas keselamatan harus di jaga dan pemberian
kelonggaran dibuat untuk menghindari kecelakaan. Kecelakaan banayak terjadi pada
umur 15 hingga 24 tahun dibanding yang lain. Pengemudi yang lain aman adalah
orang berumur 65 hingga 74 tahun. (Dini Anggraini, 2013)
Dalam buku petunujuk tata cara Bersepeda motor di Indonesia yang di terbitkan
oleh Departemen Perhubungan RI (2008), ”Menggunakan pakaian yang tepat
sengatlah penting untuk keselamatan pengendara karena akan melindungi dan
pengendara dari berbagai macam resiko kecelakaan yang akan terjadi, adapun
persiapan yang perlu dilakukan sebelum berkendara adalah:
1. Helm
Berdasarkan hukum yang berlaku, setiap pengendara dan penumpang wajib
menggunakan helm sesuai standar yang berlaku dan harus terpasang erat di kepala.
2. Perlindungan mata dan wajah
Mata dan wajah memerlukan dari angin, debu, hujan, binatang kecil, dan bebatuan.
3. Pemakaian pelindung
Pemakaian pelindung tepat membantu mengurangi resiko cidera jika terjadi
kecelakaan, membantu pengendara agar mudah dilihat oleh pengguna jalan lain
dan membuat pengendara nyaman selama berkendara. Adapun pekaian yang
dimaksud adalah:
a. Pakaian lengan panjang dan celana panjang yang tidk mudah sobek (dianjukan
berbahan Kulit)
b. Sarung tangan dapat memberikan perlinfungan dari luka gores atau luka lainya
yang mengkin terjadi saat berkendara.
c. Pemakaian sepatu yang memiliki alas sepatu yang mempu menapak dengan baik
dan memiliki bagian diperlukan perlindungan tambahan.
4. Pengecekan sepeda motor
Sebelum berkendara dianjurkan melakukan pemeriksaan sepeda motor yang akan
digunakan , meliputi:
a. Alat kendali
Rem, periksa rem depan dan belakang pada saat bersamaan. Setiap rem harus
dapat menghentikan kendaraan dengan baik saat melaju.
b. Kopling dan gas ,pastikan kedua kendali ini berfungsi dengan baik halus. Gas
harus segera balik ketika di lepaskan
c. Periksa tekanan angin pada ban (khususnya ketika musim dingan) karena
berpengaruh terhadap pengedalian.
d. Pastikan semua lampu berfungsi dengan baik yaitu lampu utama, lampu sein,
dan lampu rem.
e. Periksa klakson dan pastikan dapat berbunyi dengan baik.
f. Sesuaikan posisi kacaspion dengan benar untuk mendapatkan pandangan yang
lebih luas.
g. Periksa jumlah oli dan bahan bakar sebelum berkendara
h. Periksa rantai motor apakah telah dilumasi dan setelannya telah tepat.
2.1.7 Persimpangan dan Karakteristik Simpang
Persimpangan menurut Departemen Pendidikan dan kebudayaan dalam kamus
besar Bahasa Indonesia (1995), Simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari
yang lurus.
Persimpngan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih
ruas jalan bertemu, disni arus lau lintas mengalami konflik. Untuk mengendalikan
konflik ini ditetapakan atauran lalu lintsa untk menetapakan siapa yang mempunyai hak
terlebih dahulu untuk persimpangan (http://id.wikipedia.org/wiki/Persimpangan)
Menurut Hendarto ,dkk, 2001 Pesimpangan adalah daerah diman dua atau lebih
jalan bergabung atau berpotongan / bersilangan.
Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang
terbentuk dari beberapa pendekatan dimana arus kendaraan dari beberapa pendekatan
tersebut bertemu dan memencar meninggalkan persimpangan tersebut.
Menurut Abubakar , dkk,(1995), persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan
dimana jalan – jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada
masing – masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan
secara bersama – sama dengan lalu lintas lainya. Persimpangan – persimpangan adalah
merupakan faktor – faktor yang paling penting dalam menetukan kapasitas dan waktu
perjalan pada suatu jaringan jalan, khususnya di daerah perkotaan.
2.1.7.1 Jenis simpang
Menurut Direktorat jendral Bina Marga dalam manual kapasitas Jalan Indonesia
(1997), pemilihan jenis simpangan untuk suatu daerah sebaiknya berdasarkan
pertimbangan ekonomi, pertimbangan keselamatan lalulintas, dan pertimbangan
lingukungan
Merut Morlok (1988), jenis simpangan berdasarkan simpangan cara
pengaturannya dapat di kelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Simpang jalan tanpa sinyal, yaitu simpang yang tidak memakai sinyal lalu
lintas. Pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah mereka cukup
aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati
simpang tersebut,
2. Simpang jalan dengan bersinyal, yaitu pemakain jalan dapat melewati
simpangan sesuai dengan pengoprasian sinya lalu lintas. Jadi pemakai jalan
hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan warna hijau pada
lengan simpanganya.
2.1.7.2 Macam – macam simpang
Menurut Hariyanto 2004, dilihat dari bentuk ada 2 (dua) macam jenis persimpangan
, yaitu:
1. pertemuan atau persimpngan jalan sebidang, merupakan pertemuan dua ruas jalan
atau lebih secara sebidang (tidak saling bersusun). Petemuan jalan sebidang ada 4
(empat) macam yaitu:
a. pertemuan atau persimpangan bercabang 3 (tiga)
b. pertemuan atau persimpangan bercabang 4 (empat)
c. pertemuan atau persimpangan bercabang banyak
d. bundaran (rotary intersection).
2. pertemuan atau persimpangan jalant tidak sebidang, merupakan persimpangan
dimana dua ruas atau lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah
satu ruas berada di atas atau dibawah ruas jalan lain.
2.1.7.3 Karateristik simpang
Menurut Hariyanto (2004),dalam percanaan suatu simpang, kekurangan dan
kelebihan dari simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal harus dijadikan suatu
pertimbangan. Adapun karakteristik simpang bersinyal dibandingkan simpang tak
bersinyal adalah sebagai berikut:
1. kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat ditekan apa bila tidak terjadi
pelanggaran lalu lintas,
2. lampu lalu lintas lebih memberi aturan yang jelas pada saat melalui simpang,
3. simpang bersinyal dapat mengurangi konflik yang terjadi pada simpang, terutama
pada jam sibuk,
4. pada saat lalu lintas sepi, simpang bersinyal menyebabkan adanya tundaan yang
seharusnya tidak terjadi.
2.1.7.4 Pengendalian simpang
Murut Wibowo, dkk (2009),sesuai dengan kondisi lalu lintasnya ,dimana terdapat
pertemuan jalan dengan arah pergerakan yang berbeda, simpang sebidang
merupakan lokasi yang potensial untuk menjadi titik pusat konflik lalu lintas yang
bertemu, penyebab kemacetan, akibat perubahan kapasitas, tempat terjadinya
kecelakaan, konsentrasi para penyeberang jalan atau pedestarian. Masalah utama
yang saling mengkait di persimpangan adalah:
1. Volume dan kapasitas, yang secara langsung mempengaruhi hambatan,
2. Desain geometric, kebebasan padangan dan jarak antar persimpangan,
3. kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan,lampu jalan,
4. Pejalan kaki, parker, akses dan perbangunan yang sifatnya umum.
Menurut abubakar dkk, (1995), sasaran yang harus di capai pada pendalian
perimpangan antara lain adalah:
1. Mengurangi atau menghindar dari kemungkinan terjadinya kecelakaan yang
disebabkan oleh adanya titik – titik konflik seperti : berpencar
(diverging), bergabung (merging), dan bersilangan (weaving),
2. Menjaga agar kapasita persimpangan operasinya dapat optimal sesuai dengan
rencana,
3. Harus memberikan petunjuk yang jelas dan pasti serta sederhana, dalam
mengarahkan arus lalu lintas yang menggunakan persimpangan.
Menurut Abubakar, dkk,(1995), dalam upaya meminimalkan kofilik dan
melancarkan arus lalu lintas ada beberapa metode pengendalian persimpangan yang
dapat dilakukan, yaitu:
1. Persimpangan prioritas
Metode pengendalian persimpangan ini adalah memberikan prioritas yang
lebih tinggi kepada kendaran yang datang dari jalan utama dari semua
kendaraan yang bergerak dari jalan kecil (jalan minor).
2. Persimpangan dengan lampu pengaturan lau lintas
Metode ini mengendalikan persimpangan dengan suatu alat yang sederhana
(manual, mekanis dan elektris) dengan berurutan untuk memrintahkan
pengemudi berhentikan atau berjalan.
3. Persimpangan dengan bundaran lalu lintas
Metode ini mengendalikan persimpangan dengan cara membatasi alih gerak
kendaraan menjadi pergerakan berpencar (diverging), bergabung (merging),
berpotongan (crossing),dan bersilangan (weaving) sehingga dapat
memeperlambat kecepatan kendaraan.
2.1.7.5 Persimpangan tidak sebidang
Metode ini mengendalikan konflik dan hambatan persimpangan dengan cara
menaikkan lajur lalu lintas atau dijalan di atas yang lain melalui penggunaan
jembatan atau terowongan.
Menurut Abubakar,dkk (1995), perlengkapan pengendalian simpang salah
satunya perbaikan kecil tertentu yang dapat di lakukan untuk semua jenis
persimpangan yang dapat meningkatkan untuk kerja (keselamatan dan efisien) yang
meliputi:
1. Kanalisasi dan pulau –pulau
Unsur desain persimpangan yang paling penting adalah mengakanalisasi
(mengarahkan) kendaraan – kendaraan kedalam lintasan – lintasan yang
bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi titik – titik dan daerah
konfilik. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan marka – marka jalan,
paku – paku jalan (road stud),median – median dan pulau –pulau lalu lintas
yang timbul.
2. Pelebaran jalur – jalur masuk
Pelebaran jalan yang dilakukan pada jalan yang masuk ke persimpangan,
akan memberi kemungkianan bagi kendraan untk mengambil ruang antar
(gap) pada arus lalu lintas di suatu bundaran lalu lintas, atas waktu prioritas
pada persimpangan berlampu pengaturan lalu lintas
3. lajur – lajur percepatan dan perlambatan
Pada persimpangan – persimpangan antar jalan minor dengan jalan – jalan
kecepatan tinggi , maka merupakan hal yang penting untk menghindari
adana kecepatan relative yang tinggi dari kendraan – kendaraan cara yang
termudah adalah dengan menyediakan lajur – lajur tersendiri untk keperluan
mempercepat dan memperlambat kendraan
4 lajur – lajur belok kanan
Marka lalu lintas yang membelok ke kanan dapat menyebabkan timbulnya
keccelakaan atau hambatan bagi lalu lintas yang bergerak lurus ketika
kendaraan tersebut menuggu adanya tuang yang kosong dari lalu lintas
yang bergerak dari depan. Hal ini membutuhkan ruang tambahan yang kecil
untuk memisahkan kendaraan yang berbelok kanan dari lalu lintas yang
bergerak lurus ke dalam suatu lajur khusus,
2.1.7.6 Pengendalian terhadap perjalan kaki
Para perjalan kaki berjalan dalam suatu garis lurus yang mengarahkan kepada
tujuan, kecuali apa bila diminta untuk melakukannya. fasilitas penyebrangan bagi
pejalan kaki harus diletakkan pada tempat - tempat yang dibutuhkan, sehubungan
sengan kemana mereka akan pergi. Digunakan pagar besi dari untuk mengkanalisasi
(mengarahkan) para pejalan kaki dan penyebrangan bawah tanah (subway) serta
jembatan – jembatan penyebrangan untuk memisahkan para pejalan kaki dari arus
lalu lintas yang padat, dengan mengarahkan dan memberikan fasilitas khusus.
penyediaan fase khusus pada persimpangan berlampu lalu lintas mungkin di
perlukan jika:
1. Arus pejalan kaki yang menyeberangi setiap kaki perimpangan lebih besar dari
500 smp /jam
2. Lalu lintas yang membelok ke setiap kaki persimpangan mempunyai waktu
antra rata-rata kurang dari 5 detik, tepat pada saat arus lalu lintas tersebut
bergerak dan terjadi konflik dengan arus pejalan kaki yang besarnya lebih dari
150 orang/jam
Menurut Well (1993), walau pun lampu lalu lintas adalah alat yang sangat bak
dalam pengendalian lali lintas pada persimpangan –persimpangan yang ada dengan
memperioritaskan membuat pulau – pulau penyalur pada persimpangan –
persimpangan dapat mengurangi titik- titik konflik. bentuk sederhana dalam
penyaluran lalu lintas adalah menggunkan cat putih pada jalan. Pulau – pulau lalu
lintas hanyalah perkembangan garis – garis cat tadi dan dengan fungsi utamanya
sebagaiman halnya tanda – tanda garis adalah:
1. memisahkan arus lalu lintas secara terarah (kadang – kadang juga
kecepatannya)
2. mengarahkan pengemudi melakukan gerakan – gerakan terlarang
3. melindungi (memberikan keamanan) pengemudi yang bermaksud belok
kekanan
4. menyediakan ruang lindung bagi para pejalan satu “kesatuan”lain adalah pulau
lalu lintas seringkali merupakan tempat yg ideal untuk menempatkan peraturan
lalu lintas dan rambu – rambu pengarah dan lainnya
Menurut Departemen Pendidikan dan kebudayaan dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (1995), kinerja adalah suatu yang di capai atau pergerakan
sistem
Menurut Abubakar ,dkk (1995) menigkatkan kinerja pada semua jenis
persimpangan dan segi keselamatan dan efisiensi adalah dengan melakukan
perlaksanaan dalam pengendalian persimpangan.
2.1.7.7 Manajemen Lalu Lintas
Menurut Hobbs (1995), tujuan pokok manajemen lalau lintas adalah
memaksimumkan pemakaian sistem jalan yang ada dan meningkatkan seamanan
jalan, tanpa merusak lalu lintas
Menurut Well (1993), agar jalan dapat berfungsi secara maksimal seta
untuk mengurangi masalah yang terus bertambah, maka dibutuhkan teknik lalu
lintas. Teknik lalau lintas adalah suatu disiplin yang relatife baru dalam bidang
teknik sipil yang meliputi perencanan lalu lintas, rencana lalu lintas, dan
pengembangan jalan, bagian depan bangunan yang berbatasan dengan jalan
fasilitas parkir, pengendalian lalu lintas agar aman dan nyaman serta murah bagi
gerak perjalan maupun bagi kendaraan
Menurut Malkahamah (1996), manajemen lalau lintas adalah suatu proses
pengaturan dan penggunaan sistem jalan yang sudah ada dengan tujuan untuk
memenuhi suatu kepentingan tertentu, tanpa perlu penambahan infrastruktur baru.
2.1.7.8 Arus lalu lintas
Menurut Tamin (1997), arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan
trasnportasi. Jika arus lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, waktu
tempuh pasti bertambah karena kecepatan manurun. Arus maksimum yang dapat
melewati suatu ruas jalan bias disebut kapasitas jalan tersebut.
Menurut Abubakar,dkk,(1995) karakteristik lalu lintas terdiri dari:
1. karakteristi primer
Karakteristik perimer dari lalu lintas ada tiga macam, yaitu: Volume Kecepatan
dan Kepadatan
2. karakteristik sekunder.
Karakteristik sekunder yang terpenting adalah jarak-antara. Ada dua yaitu waktu
– antara kendaram dan jarak - anatara kendaraan
2.1.7.9 Karakteristik volume
Menurut Hobbs (1995) volume adalah sebuah perubahan (variable) yang
paling penting pada teknik lalu lintas, dan pada dasarnya merupakan proses
perhitungan yang berhubungan dngan jumalah gerakan per satuan waktu pada
lokasi tertentu.
Menurut Abubakar, dkk (1995), karakteristik volume lalu lintas pada sautu
jalan akan bervariasi tergantung pada volume total dua arah, arah lalu lintas,
volume harian, bulaan, dan tahunan seta pada kompesisi kendraan.
1. Variasi harian, yaitu arus lalu lintas bervariasi sesuai dengan hari dalam
seminggu. Selama 6 (enam) hari dan jalan antar kota akan mejadikan sibuk dihari
Sabtu dan Minggu sore.
2. Variasi jam-an, yaitu volume lalu lintas umunya rendah pada malan hari, retapi
meninggakatnya secara sewaktu oraang mulai pergi ketempat kerja Volume jam
sibuk biasanya terjadi di jaln pertokoan pada saat orang melakukan perjalan ke
dan dari tempat kerja atau sekolah Volume jam sibuk pada jalan antara kota sulit
untuk diperkirakan.
3. Variasi bulanan, yaitu volume lalu lintas yang berbeda disebabkan oleh karena
adanya perbedaan musim atau budaya masyarakat seperti pada saat liburan
lebaran dan lain – lian.
4. Variasi arah, yaitu volume arus lalu lintas dalam satu hari pada masing –
masing arah biasanya sama besar, tetapi kalau dilihat pada waktu – waktu
tertentu, misalnya pada jam sibuk banyak orang akan melakukan perjalan dalam
satu arah, demikian juga pada daerah – daerah wisata atau pada saat upacara
keagamaan juga terjadi seperti ini dan akan kembali lagi pada akhir masa liburan
tersebut. Jenis variasi ini merupakan suatu kasus yang khusus.
5. Distribusi jalur, yaitu apa bila dua lajur lalu lintas disediakan pada arah yang
sama lajur, yaitu apabila dua jalur lalu lintas disediakan pada arah yang sama,
maka distribusi kendaranan pada masing - masing lajur tersebut akan tergantung
dari volume, kecepatan dan proporsi dari kendaraan bergerak lambat dan lain
sebagainya.
2.1.7.10 Karakteristik Kecepatan
Menurut Hobbs (1995), keccepatan adalah laju perjalan yang bisasanya
dinyatakan dalam kilometer perjam (km/jam) dan umunya dibagi dalam tiga
jenis:
1. Kecepatan setempat (spot speed), yaitu menujukan distribusi yang luas, dan
banyak pertimbangan yang saling berinteraksi dalam menentukan kecepatan
tertentu yang dipilih oleh pengemudi. pertimbangan tersebut meliputi hal- hal
yang ada pada pengemudi itu sendri (misalnya sifat psikologis dan fisiologis)
keadaan – keadaan yang bertalian dengan lingkungan dan sebagainya.
2. Kecepatan perjalan (journey speed),yaitu kecepatan efektif kendaraan yang
sedang dalam perjalan antara lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaian
perjalan antara dua tempat ditimbulakan oleh hambatan (penundaan) lalu lintas.
3. Kecepatan bergerak (running speed), yaitu kecepatan kendraan rata – rata pada
suatu jalur pada saat kendaaran bergerak yang didapat dengan membagi jalur
dengan waktu kendaraan bergerak menempuh jalur tersebut.
2.1.8 Pelanggaran Rambu Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas tertentu atau yang sering disebut dengan tilang
merupakan kasus dalam ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU
Nomor 14 Tahun 1992 (www. transparansi. or. id, 2009). Hukum pidana mengatur
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat
diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi
unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang ‒ undang pidana
(www.id.wikipedia.org, 2009)
Dalam Keputusan Menteri No. 61 Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas Di
Jalan pasal 1 ayat (1) Rambu Lalu Lintas adalah salah satu dari perlengkapan jalan,
berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan / atau perpaduan diantaranya sebagai
peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. Pemasangan
rambu pada jalan memiliki fungsi sebagai alat yang utama dalam mengatur,
memberi peringatan dan mengarahkan lalu lintas. Agar dapat berfungsi dengan
baik, perencanaan dan pemasangan rambu harus mempertimbangkan keseragaman
bentuk dan ukuran rambu, desain rambu, lokasi rambu, operasi rambu, serta
pemeliharaan rambu.
Menurut Undang – undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 (pasal
1:17) Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang,
huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan,
larangan perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
Agar rambu yang digunakan dapat berfungsi dengan efektif, maka rambu
tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan.
2. Menarik perhatian dan mendapat respek penguna jalan.
3. Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.
4. Menyediakan waktu yang cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan
respon.
Rambu sesuai dengan fungsinya dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Rambu Peringatan
Rambu peringatan digunakan untuk memberikan peringatan kemungkinan ada
bahaya atau tempat berbahaya di bagian jalan didepannya, berwarna dasar
kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam dan dapat dilengkapi
dengan papan tambahan. Rambu peringatan ditempatkan dengan jarak tertentu
pada sisi jalan sebelum tempat berbahaya dan dapat diulangi dengan ketentuan
jarak antara rambu dengan awal bagian jalan yang berbahaya dinyatakan dengan
papan tambahan.
Rambu peringatan ditempatkan sekurang - kurangnya pada jarak 50 meter
atau pada jarak tertentu sebelum tempat bahaya dengan memperhatikan kondisi
lalu lintas, cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis,
geometris, permukaan jalan, dan kecepatan rencana jalan. Rambu peringatan
memiliki dua buah bentuk berupa bujur sangkar dan empat persegi panjang.
Berikut adalah jenis - jenis rambu peringatan sesuai dengan
2. Rambu Larangan
Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang untuk
dilakukan oleh pemakai jalan, ditempatkan sedekat mungkin dengan titik
larangan dimulai serta dapat dilengkapi dengan papan tambahan, berwarna dasar
putih dengan warna lambang hitam atau merah. Untuk memberikan petunjuk
pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk lain pada
jarak yang layak sebelum titik larangan dimulai. Berikut adalah jenis-jenis
rambu larangan sesuai dengan Tabel II A Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM. 61 Tahun 1993 :
3. Rambu Perintah
Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan
oleh pemakai jalan, ditempatkan sedekat mungkin dengan titik wajib dimulai,
dapat dilengkapi dengan papan tambahan, serta dengan warna dasar biru dan
lambang/tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas
akhir perintah. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan
dapat ditempatkan rambu petunjuk pada jarak yang layak sebelum titik
kewajiban dimulai.
4. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan,
jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai
jalan. Rambu petunjuk ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai daya
guna sebesar ‒ besarnya dengan memperhatikan keadaan jalan dan kondisi lalu
lintas.
Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum, batas wilayah suatu
daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta tempat khusus
dinyatakan dengan warna dasar biru, sedangkan Rambu petunjuk pendahulu
jurusan rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan
petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain kota, daerah / wilayah serta
rambu yang menyatakan nama jalan di nyatakan dengan warna dasar hijau
dengan lambang dan/atau tulisan warna putih. Serta rambu petunjuk jurusan
kawasan dan objek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan
lambang dan/atau tulisan warna putih serta dapat dinyatakan dengan papan
tambahan.
Selain rambu-rambu yang disebutkan diatas, adapun yang disebut rambu
sementara. Rambu sementara adalah rambu lalu lintas yang tidak dipasang
secara tetap dan digunakan dalam keadaan dan kegiatan tertentu. Bentuk,
lambang, warna dan arti rambu juga berlaku ketentuan untuk rambu sementara.
Dan untuk kemudahan penggunaan rambu sementara dapat dibuat portable atau
variabel. Berikut adalah jenis-jenis rambu petunjuk sesuai dengan
5. Papan Tambahan
Papan tambahan digunakan untuk memuat keterangan yang diperlukan untuk
menyatakan hanya berlaku untuk waktu-waktu tertentu, jarak-jarak dan jenis
kendaraan tertentu ataupun perihal lainnya sebagai hasil manajemen dan
rekayasa lalu lintas. Papan tambahan berwarna dasar putih dengan tulisan dan
bingkai berwarna hitam serta tidak boleh menyatakan suatu keterangan yang
tidak berkaitan dengan rambunya sendiri. Berikut ini adalah contoh papan
tambahan yang ditempatkan pada rambu :
2.1.9 Penelitian Terdahulu
Pada tabel di jelaskan tentang penelitian terdahulu, variable penelitian, teknik
analisa seta hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NO Sumber
Penelitian
Judul Variable
Yang
Diteliti
Hasil Penelitian Hubungan dengan
penelitian sekarang
1
Aji Suraji,
Ngudi
Indikat
or
1. Perilaku
Pengendara
Terkaitnya
dengan msalah
Dari kesimpulan
terdahulu terdapat
2
3
tjhjono,
Muhamm
ad
Cakrawal
a,
Syahriar
B.Effendy
.
Willton
Wahab,
Ermanisar
, Khairul
Fahmi,SP
d.MT,
Faktor
Manusi
a
Terhad
ap
Kecela
kaan
Sepeda
Motor
Studi
Tingkat
Disiplin
Pengen
dara
Sepeda
Motor
(Studi
Kasus
Jalan
Gajah
Dan
Kampu
s ITP
2.
Kecelakaan
Berkendara
Indikator
(X1)
1.Pengaruh
Minuman
Ber Alkohol
/ Narkoba.
2.
Kelelahan
3. Ugal -
Ugalan
1. Perilaku
Pengendara
1.Persimpn
gan Traffic
Light
2.
kecelakaan
sepedamotrodi
Indonesia, factor
manusiamerupa
kan factor yang
unik dan rumit
padapenelitian
ini dilakukan
seuatu analis
terhadap
kontribusi
indicator factor
manusia paada
kecelakaanseped
a motor
Menggunakan
Pakaian yang
tepat sangat
penting Untuk
keselamatan
pengendarakare
na adkan
melindungi dan
membantu
pengendara dari
seriko
kecelakaan yang
akan terjadi
pemasangan
lampu lalu lintas
adalah bentuk
pengendalian
kesimpulan yang
menguatkan bahwa
penelitian terdahulu
berkaitan dengan bukti
variable (X1) Perilaku
pengendara
Dari kesimpulan
terdahulu terdapat
kesimpulan yang
menguatkan bahwa
4
Bambang
Edison,M
T.
Riastika
Teja
Murti,
Imam
Muthohar
Padang
Penger
uh
traffic
light
pada
Kecela
kan
Lalu
Lintas
Evaluas
i
Kinerja
Rambu
Pembat
asan
Kecepa
tan
Sebagai
Upaya
Kecelakaan
1.Pelanggar
an lalu
lintas
2.
Kecelakaan
Lalu Lintas
Indikator
(X3)
pengaturan
waktu yang
banyak
digunakan di
persimpangan
terutama untuk
jalan arteri di
perkotaan.
Manfaat yang
diperoleh dari
penggunaan
lampu lalu lintas
tersebut adalah
untuk :
mengurangi titik
konflik dan
potensi
kecelakaan,
mengurangi
tundaan dengan
mengatur
pergerakan lalu
lintas
Salah satu
penyebab utama
kecelakaan
lalulintas adalah
ketidakpatuhan
pengemudi
kendaraan
bermotor,
termasuk
berkendara
penelitian terdahulu
berkaitan dengan bukti
variable (X2)
Krakteristik Lalu Lintas
Simpang
Dari kesimpulan
terdahulu terdapat
kesimpulan yang
menguatkan bahwa
penelitian terdahulu
berkaitan dengan bukti
variable (X3)
Pelanggaran lalu lintas
5
Uri
Hermariza
, 2008
Mendu
kung
Aksi
Kesela
matan
Jalan
Studi
Iddentif
ikasi
Derah
Rawan
Kecela
kaan
Diruas
Tol
Jakarta-
Cikamp
ek
1.
Menerobos
traffic light
2. Melewati
garis marka
3.
Menghirauk
an rambu
peringatan
1.
Kecelakaan
Indikator
(Y)
1. Luka –
Luka
2. Kamatian
3.
Kerusakan
Harta
Benda
dengan
kecepatan tinggi
tanpa
memperhatikan
rambu lalu lintas
yang
menunjukkan
batas kecepatan
maksimal
kendaraan
bermotor.
Kecelakaan
seringkali terjadi
karena
ketidaksiapan
dan
kurangnya
antisipasi dari
pengemudi.
Upaya – upaya
dalam
mereduksi
kecelakaan
harus
disesuaikan
dengan
karakteristik
kecelakaan yang
terjadi. Salah
satu upaya
awal yang dapat
dilakukan dalam
rangka
penanganan
kecelakaan
adalah dengan
melakukan
identifikasi
lokasi titik
rawan
kecelakaan.
Dari kesimpulan
terdahulu terdapat
kesimpulan yang
menguatkan bahwa
penelitian terdahulu
berkaitan dengan bukti
variable (Y)
Kecelakaan
6
7
S.A
Adisasmit
a, I Renta
A. Fitriani
Aji Suraji,
Ngudi
Tjahono,
Priyo Tri
Widodo,
2010
Penger
uh
penyem
pitan
jalan
terhada
p
karakte
ristik
lalu
lintas
jalan
(Studi:J
L.P.
kemerd
ekaan
dekat
mitos
jembata
n tello)
Analisi
Faktor
kendara
an
Sepeda
motor
terhada
p risiko
kecelak
Indikator
(X2)
1.
Kecepatan
2. Volume
3. Kcepatan
Lalu lintas
1.Kecelakaa
n lalu lintas
Mengetahui
seberapa besar
pengaruh
penyempitan
jalan terhadap
karakteristik lalu
lintas, seperti:
arus, kecepatan
dan kerapatan
lalu lintas
Kondis
keselamatan lalu
lintas di
Indonesia
merupakan
persoalan yang
masih
memprihatinkan
. Hal ini didasari
oleh fakta di
mana masih
Dari kesimpulan
terdahulu terdapat
kesimpulan yang
menguatkan bahwa
penelitian terdahulu
berkaitan dengan bukti
variable (X2)
Karakteristik Lalu Lintas
Simpang
aan
lalulint
as
tingginya tingkat
kecelakaan yang
terjadi di jalan
raya. Menurut
laporan
Direktorat
LLAJ-Ditjen
Hubdat (2004),
berdasarkan data
dari Jasa
Raharja pada
tahun 2003
terdapat 26.211
orang meninggal
akibat
kecelakaan lalu
lintas jalan raya
2.2 Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk
sementara yang dapat menerangkan fakta – fakta yang diamati ataupun kondisi – kondisi
yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk langkah penelitian selanjutnya, “ Good and
Scates 1954. Maka untuk memberikan jawaban sementara atas masalah yang dikemukakan
diatas maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga perilaku pengendara berpengaruh positif terhadap kecelakaan lalu lintas pada
ruas simpang Tlogosari Semarang.
2. Diduga Karakteristik lalu lintas simpang berpengaruh positif terhadap kecelakaan lalu
lintas berkendara di ruas simpang Tlogosari Semarang.
3. Diduga Pelnggaran rambu lalu lintas berpengaruh positif terhadap kecelakaan lalu
lintas di ruas simpang Tlogosari Semarang.
2.3 Kerangka Pikir Teoritis
H1
H2
H3
= Variabel = Pengukur
= Indikator = Pengaruh
H = Hipotesis
Indikator variable Dependen (Y) Kecelakaan Lalu Lintas
PelanggaranR
ambu Lalu
Lintas (X3 )
Perilaku
Pengendara
(X1)
Kecelakaan
Lalu Lintas
(Y)
Karakteristik
Lalu Lintas
Simpang (X2)
X3.3
X.1.3
X.1.2
X.1.1
X3.1
Y3
Y2
Y1
X2.3
X2.2
X2.1
X3.2
Y1 = Luka- Luka
Y2 = Kematian
Y3 = Kerusakan Harta Benda
Indikator Variabel Independen (X1) Perilaku Pengendara
X1.1 = Pengaruh Minuman Alkohol / Narkoba
X1.2 = Kelelahan
X1.3 = Ugal- ugalan
Indikator Variabel Independen (X2) Karakteristik Lalu Lintas Simpang
X2.1 = Arus Lalu Lintas Simpang
X2.2 = Volume Lalu Lintas
X2.3 = Kecepatan Lalu Lintas
Indikator Variabel Independen (X3) Pelanggaran Rambu – Rambu Lalu Lintas
X3.1 = Menerobos Traffic Light
X3.2 = Melewati garis Marka Jalan
X3.3 = Menghiraukan Rambu peringatan
Top Related