6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kecemasan
Cemas atau anxietas adalah suatu perasaan subyektif secara emosional
yang timbul oleh suatu sebab yang tidak diketahui secara pasti yang dapat
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan merasa terancam (Bary, patricia
D, 1996). Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,
tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian utuh, perilaku
dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2001).
Stuart & Sundeen, 1998, mengatakan bahwa kecemasan merupakan respon
emosional terhadap perasaan pasti dan tidak berdaya. Kondisi ini tidak memiliki
objek yang spesifik. Sedang menurut Long, 1996 kecemasan merupakan respon
psikologis terhadap stress yang mengadung kompenen fisiologi, perasaan takut/
tidak tenang yang sumbernya tidak diketahui.
Kecemasan berkaitan erat dengan perasaan tidak berdaya. Keadaan emosi
ini tidak memiliki obyek yang spesifik, kondisi dialami secara subyektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart&Sundeen 1998,
terjemahan Hamid, 1998). Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu
mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada
umumnya dan kcemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam
proses emosi. Peplau (1963) menggambarkan bahwa kecemasan adalah energi
yang harus dirumuskan secara operasional oleh tingkah laku yang berhubungan
dengan pengalaman yang secara subyektif.
Gejala kecemasan ditandai pada tiga aspek, antara lain :
a. Aspek biologis/fisiologis
Seperti peningkatan denyut nadi/ tekanan darah, tarikan nafas menjadi
pendek dan cepat, berkeringat dingin, termasuk ditelapak tangan, nafsu makan
7
hilang, mual/muntah, sering buang air kecil, nyeri kepala, tak bisa tidur,
mengeluh.
b. Aspek intelektual kognitif
Seperti ketidakmampuan berpikir, penurunan perhatian dan keinginan.
Tidak bereaksi terhadap rangsangan lingkungan,penurunan produktivitas, pelupa.
c. Aspek emosional dan perilaku
Seperti penarikan diri, depresi, mudah tersinggung, mudah menangis, mudah
marah dan apatisme.
1. Tingkat kecemasan
Menurut Stuart&Sundeen (1998) tingkat kecemasan seseorang terbagi
menjadi empat tingkatan, yaitu :
a. Kecemasan ringan (mild anxiety)
Tingkat kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari, menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar,
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Kecemasan sedang (moderate anxiety)
Pada kecemasan ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting, mengesampingkan yang lain, sehingga mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
c. Kecemasan berat (severe anxiety)
Lahan persepsi seseorang berkurang dan cenderung memusatkan pada
sesuatu yang lebih terinci, spesifik dan tidak bisa berpikir tentang hal yang lain.
semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Dengan pengarahan
masih mungkin untuk memusatkan pada area lain.
d. Panik
Pada tingkatan ini seseorang kehilangan kontrol, ketakutan dan terror.
Karena mengalami kehilangan kendali orang yang panik tidak mampu melakukan
8
sesuatu meski dengan pengarahan. Dengan sikap panik terjadi aktifitas motorik,
menyebabkan menurunnya frekuensi berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung
terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan berat bahkan kematian.
Seseorang dengan panik dapat dijumpai adanya :
1) Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas, penyebaran
dapat meningkat.
2) Belajar tidak dapat terjadi.
3) Tidak mampu untuk mengintegrasikan pengalaman, dapat berfokus hanya
pada hal saat ini, tidak mampu melihat atau memahami situasi, hilang
kemampuan mengingat.
4) Tidak mampu berfungsi, biasanya aktifitas motorik meningkat atau respon
yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor, komunikasi
tidak dapat dipahami.
5) Muntah, perasaan mau pingsan.
Antisipasi ringan sedang berat panik
Rentang respon cemas
(Sumber Struat and Sundeen,1998)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain:
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart & Sundeen (1998) menyatakan ada beberapa faktor yang
dapat menunjang terjadinya kecemasan, antara lain :
1) Teori psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul karena
konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan super ego
9
(nurani). Ini mewakili dorongan insting dan impuls primitive
seseorang sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga
berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Menurut Stack Sullivan (1952) ansietas timbul
dari masalah dalam hubungan interpersonal. Pada individu dewasa,
ansietas muncul dari kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan
norma dan nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi tingkat
ansietasnya, semakin rendah kemampuan untuk mengkomunikasikan
dan menyelesaikan masalah dan semakin besar kesempatan untuk
terjadi gangguan ansietas.
3) Teori behavior
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
4) Teori perspektif keluarga
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif
dalam keluarga. Di teori ini , menurut epidemiologi dan ilmu tentang
keluarga, kecemasan didalam keluarga dapat bersifat umum dan
mempunyai type yang berbeda. Sebagai contoh, heribilitas kekacauan
kecemasan / panik dapat terjadi sekitar 40 %. Seseorang dengan
sejarah keluarga yang mengalami sakit kejiwaan mempunyai tiga kali
kemungkinan utuk menjadi traumatis berikut karena suatu peristiwa
traumatis. Ketertarikan kekacauan / cemas dapat berarti lain seperti
halnya ketertarikan kecemasan dengan tekanan. Orang – orang dengan
kecemasan dapat mungkin jadi berkembang untuk mengalami suatu
10
tekanan di dalam hidupnya. Menurut Freud, kecemasan dapat
memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat pertama
individu yang mengalami peningkatan ansietas juga memiliki
kemungkinan lebih tinggi alami ansietas. Insiden gangguan panik
mencapai 25 % pada kerabat tingkat pertama, dengan wanita beresiko
dua kali lipat lebih besar daripada pria.
5) Teori perspektif biologi
Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus Benzodiapines, yang membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam amino butirik-gamma neuro regulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan kecemasan sebagaimana ondomorfin. Selain itu
telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat
nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan dapat
disertai gangguan fisik dan menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stressor.
b. Faktor presipitasi
Merupakan faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan.
Menurut Stuart & Sundeen (1998) stressor pencetus kecemasan dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal antara
lain :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk
melakukan aktifitas hidup sehari hari.
2) Ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan
identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari seseorang.
11
Faktor internal dari tingkat kecemasan menurut Stuart & Sundeen (1998)
kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab cemas ditentukan oleh:
a) Potensi Streesor
Streesor psikososial merupakan suatu keadaan/ peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang
tersebut terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare, 2001)
b) Maturitas
Individu yang menpunyai kepribadian lebih sukar mengalami
gangguan akibat cemas karena individu yang matur mempunyai daya
adaptasi yang lebih besar terhadap cemas (Hambly, 1995)
c) Pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang
akan mengakibatkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan.
Tingkat pendidikan sesorang akan mempengaruhi terhadap
kemampuan berfikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan
semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi termasuk
dalam mengurai masalah yang baru.
d) Keadaan fisik
Sesorang yang mengalami gangguan fisik akan mengalami
kemudahan dalam kelelahan sehingga lebih mudah mengalami
kecemasan.
e) Tipe kepribadian
Orang dengan kepribadian tidak sabar, kompetitif, ambisius,
inginserba sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah, mudah
tersinggung dan tegang akan mudah mengalami gangguan
kecemasan dibandingkan dengan seseorang dengan berkepribadian B
yang penyabar, tenang, teliti dan rutinitas (Struart & Sundeen,1998).
f) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada dalam lingkungan asing ternyata lebih mudah
mengalami kecemasan dibandingkan bila berada di lingkungan yang
baru dia tempati (Hambly,1995)
12
g) Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami kecemasan bila dibandingkan dengan seseorang yang
lebih tua tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya (Vorcoralis,
2000)
h) Jenis kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai
oleh cemas yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering
dialami wanita daripada pria.
c. Faktor pendorong
Menurut Direktorat pelayanan Medik dan gigi spesialistik Dir Jen Yan
Med Dep Kes RI (2002) penyebab stress bagi keluarga klien Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) adalah :
1) Terpisah secara fisik dengan keluarganya yang dirawat di Pediatric
Intensive Care Unit (PICU)
2) Usia klien dan keluarga
3) Merasa terisolasi secara fisik dan emosi dari keluarganya yang lain
yang sehat, dukungan moril (support system) tidak adekuat atau
keluarga yang lain tidak bisa berkumpul karena bertempat tinggal
jauh.
4) Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang
sedang dirawat.
5) Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staff Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) sehingga tidak tahu perkembangan kondisi, dan
tindakan apa yang sedang dilakukan pada keluarganya yang sedang
dirawat
6) Tarif Pediatric Intensive Care Unit (PICU) yang mahal
7) Masalah keuangan, terutama jika klien adalah salah satunya pencari
nafkah dalam keluarga.
13
8) Lingkungan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) yang penuh dengan
peralatan canggih, bunyi alarm, banyaknya selang yang terpasang
ditubuh klien.
3. Respon Kecemasan
Seseorang yang mengalami kecemasan akan mempengaruhi perubahan
dalam fungsi organ tubuhnya. Perubahan tersebut menurut Stuart & Sundeen
(1998) adalah sebagai berikut :
a. Respon fisiologis
1) System kardiovaskuler : palpitasi, peningkatan tekanan darah.
2) System respiratori : nafas cepat dan pendek, rasa tertekan
didada, perasaan tercekik dan pembengkakan pada
tenggorokan.
3) System neuromuskuler : reflek meningkat, mata menyelidik,
imsomnia, tremor, gelisah, reaksi tegang, reaksi kejutan,
gerakan lambat.
4) System gastrointestinal : rasa tidak nyaman di abdomen,nafsu
makan menurun, mual, diare, rasa penuh di perut, rasa terbakar
di epigastrium.
5) System urinary : tekanan pada kandung kemih, frekuensi buang
air kecil meningkat.
6) System integument : wajah merah, rasa panas, dingin pada
kulit, wajah pucat dan berkeringat pada seluruh tubuh.
b. Respon perilaku
Ketegangan fidik, tremor, reaksi tiba-tiba, bicara cepat, koordinasi
kurang dan sering terjadi kecelakaan.
c. Respon kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi kurang, pelupa, selalu salah dalam
mengambil keputusan, blocking, penurunan lapang pandang,
penurunan produktifitas, menarik diri, penurunan kreatifitas dan
kebingungan.
14
d. Respon afektif
Gelisah, tidak sabar, tegang, nervous, mudah terganggu, ketakutan,
mudah tersinggung dan gugup.
4. Pengukuran kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan baik itu kecemasan
ringan, sedang , berat dan berat sekali atau panik maka digunakan alat ukur
kecemasan yang dikenal dengan Anxiety Analog Scale (AAS) yang merupakan
modifikasi dari Hamilton Rating Scale for Anxiety. Sampel diminta untuk
memberi tanda pada kertas yang bergaris 100mm untuk menunjukkan keberadaan
jiwanya saat itu. Skala 100 berarti keadaan yang luar biasa. Angka nol berarti
merupakan titik permulaan / tidak ada gejala sama sekali. Alat ukur ini mengukur
enam aspek seperti cemas, tegang, takut, tidak bisa tidur, kesulitan konsentrasi
dan depresi/ sedih. Skala ini tidak dapat menyatakan tingkat kecemasan seseorang
dari dimensi yang lain (fisik, sosial dan spiritual). Dan dari pengkategorian tingkat
cemas diatas, data yang diperoleh :
< 150 = tidak cemas
150-200 = cemas ringan
200-300 = cemas sedang
300-400 = cemas berat
> 400 = panik
Cara menentukan penilaian tingkat kecemasan :
1) Cemas
Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan
cemas. Tanda 0 berarti sama sekali tidak terdapat cemas, gelisah,
perasaan tak menentu. Tanda 100 bila merasa cemas luar biasa atau
gelisah yang sangat, perasaan tak menentu serta gugup sehingga
tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
2) Tegang
Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan
tegang.
15
Tanda 0 berarti sama sekali tidak terdapat tegang. Tanda 100 bila
merasa sangat tegang dengan tanda jantung berdebar debar, sesak
nafas dan pendek, dada terasa sesak, perut perih melilit, jari
bergemetar, suara agak berubah.
3) Takut
Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan takut.
Tanda 0 berarti sama sekali tidak ada perasaan takut. Tanda 100
berarti bila merasa takut yang luar biasa. Takut ini dapat berupa
takut menghadapi orang banyak, takut pada kesendirian, takut pada
kata-kata tertentu yang spesifik ataupun suatu keadaan takut yang
mengambang dan tidak spesifik missal takut menghadapi masa
depan.
4) Tidak bisa tidur
Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan tidak
bisa tidur.
Tanda 0 berarti tidur pulas nyenyak dan tidak terganggu oleh
mimpi. Tanda 100 berarti bila mudah bangun, bangun terlalu dini
dan perasaan tak segar sewaktu bangun tidur. Kesulitan konsentrasi
5) Kesulitan konsentrasi
Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan
kesulitan konsentrasi.
Tanda 0 berarti konsepikir sangat baik. Tanda 100 berarti bila
sangat pelupa, kecepatan berpikir sangat lambat, mengambil
keputusan lambat.
6) Depresi/sedih
Responden memberi tanda pada garis 0 – 100 untuk keadaan
depresi/sedih.
Tanda 0 berarti tidak depresi, gembira untuk keadaan yang
membesarkan hati. Tanda 100 berarti bila sangat depresi/sedih
sehingga mudah mengangis, menyesal, nafsu makan menurun,
gairah kerja menurun, letih, lesu dan ingin bunuh diri.
16
B. Keluarga
1. Definisi keluarga
“Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yag
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota
keluarga(Duvall dan Logan,1986).”
“Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling
berinterkasi antara satu dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing
dan menciptakan serta memertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya,1978).”
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik
keluarga adalah :
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik.
d. Mempunyai tujuan : (a)menciptakan dan mempertahankan budaya,
(b)meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
2. Teori Perkembangan Keluarga
Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga, seperti yang
diuraikan oleh Aldous (1978) adalah:
a. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-
cara yang sama dan dapat diprediksi.
b. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain,
mereka memulai tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap
tuntutan lingkungan.
17
c. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang
ditetapkan oleh mereka sediri atau oleh konteks budaya dan
masyarakat.
d. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah
awal dan akhir yang kelihatan jelas.
3. Fungsi keluarga
Friedman (1986) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, sebagai
berikut:
a. Fungsi afektif
Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga. Berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan
funfsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari
seluruh anggota keluarga dan dapat mengembangkan konsep diri
positif.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan
dalam lingkungan sosial (Friedmann, 1986). Sosialisasi dimulai
sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar
bersosialisasi. Keberhasilan dalam fungsi ini dinilai dari interaksi
antar anggota keluarga yang diwujudkan dengan sosialisasi.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga.
18
e. Fungsi perawatan kesehatan
Berperan untuk melaksanakan praktek asuhan keperawatan.
Kemampuan keluargadalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhistatus kesehatan keluarga.
4. Tugas kesehatan keluarga
Menurut Friedmann,1998, adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang nyaman
e. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas
kesehatan masyarakat
5. Struktur keluarga
Menurut Friedmann struktur keluarga terdiri atas :
a. Pola dan proses komunikasi
Pola interaksi keluarga yang berfungsi bersifat terbuka dan jujur,
selalu menyelesaikan konflik keluarga, berpikiran positif, dan tidak
mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.
b. Struktur peran
Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan.
c. Struktur kekuatan
Merupakan kemampuan dari individu untuk mengendalikan atau
mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain kearah positif.
d. Nilai-nilai keluarga
Sikap atau kepercayaan yang secara sadar atau tidak mempersatukan
anggota keluarga dalam satu budaya.
19
6. Tipe keluarga
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri
dan anak.
b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah.
c. Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami
dan istri tanpa anak.
d. “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
tua dengan anak karena sebuah perceraian.
e. “single Adult”,yaitu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa.
C. Tumbuh kembang Anak
Tahapan tumbuh kembang balita:
1. Neonates (lahir-28 hari)
Pada tahap ini perkembangan neonates sangat memungkinkan untuk
dikembangkan sesuai keinginan.
2. Bayi 1 bulan- 1 tahun
Bayi pada usia 1 – 3 bulan memulai dengan aktivitas mengangkat kepala,
mulai dengan mengikuti obyek dengan mata, melihat dengan tersenyum, bereaksi
terhadap suara atau bunyi, mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran dan kontak, mulai dengan menahan barang yang dipegangnya dan
mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.
Menginjak pada usia 4 – 6 bulan bayi akan mulai dapat mengangkat
kepala sampai 90°, mengangkat dada dengan bertopang tangan,belajar meraih
benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau diluar jangkauannya, menaruh
benda-benda di mulutnya, berusaha memperluas lapang pandang, tertawa dan
menjerit karena gembira bila diajak bermain dan mulai berusaha mencari benda-
benda yang hilang.
Diusia 6 – 9 bulan bayi sudah mulai dengan perkembangan yang
signifikan yaitu dimulai dengan duduk tanpa dibantu, tengkurap dan berbalik
20
sendiri, merangkak meraih benda atau mendekati seseorang , memindahkan benda
dari satu tangan ke tangan yang lain, memegang benda kecil dengan ibu jari dan
jari telunjuk, bergembira dengan melempar benda-benda, mengeluarkan kata-kata
tanpa arti, mengenal muka anggota keluarga dan takut pada orang lain, mulai
berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan.
Pada usia bayi 9-12 bulan sudah mulai berdiri sendiri tanpa dibantu,
berjalan dengan dituntun, menirukan suara, mengulang bunyi yang didengarnya,
belajar menyatakan satu atau dua kata , mengerti perintah sederhana atau
larangan, minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin menyentuh
apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya, berpartisipasi dalam
permainan.
3. Todler (1-3 tahun)
Peningkatan kemampuan psikososial dan perkembangan motorik anak
akam mulai mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah,
menyusun 2 atau 3 kotak, dapat mengatakan 5-10 kata, memperlihatkan rasa
cemburu dan rasa bersaing. Anak usia 2-3 tahun anak belajar meloncat,
memanjat, melompat dengan satu kaki, membuat jembatan dengan 3 kotak,
mampu menyusun kalimat, mempergunakan kata-kata saya, mulai untuk bertanya,
mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, menggambar lingkaran, bermain
dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya.
4. Pre sekolah (3-6 tahun)
Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba
pengalaman baru dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat. Diusia anak
pada 3-4 tahun mulai berkembang dengan berjalan-jalan sendiri mengunjungi
tetangga, berjalan pada jari kaki, belajar berpakaian dan membuka pakaian
sendiri, menggambar garis silang , menggambar orang (hanya kepala dan badan),
mengenal 2 atau 3 warna, bicara dengan baik, bertanya bagaimana anak
dilahirkan, mendengarkan cerita-cerita, bermain dengan anak lain, menunjukkan
rasa sayang kepada saudara-saudaranya, dapat melaksanakan tugas-tugas
sederhana.
21
D. Perawatan di Ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan bagian dari rumah sakit
yang terpisah, suatu ruangan khusus yang memiliki staf dan alat-alat khusus yang
ditujukan untuk mengelola penderita dengan penyakit yang mengancam jiwanya
( Prijanto Poerjoto, 1993). PICU adalah unit perawatan intensif yang dikelola
untuk merawat bayi dan anak sakit berat dan kritis, yang mengancam jiwa dengan
melibatkan tenaga terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus.
PICU menyediakan kemampuan dan sarana prasarana serta peralatan khusus
untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf
medic, perawatan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-
keadaan tersebut. Pada saat ini Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan
suatu instalasi tersendiri, dengan disiplin ilmu sendiri, meski tak lepas dari
perkembangan disiplin ilmu yang lain.
1. Pelayanan ruang intensif
Tingkat pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) harus disesuaikan
dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf,
fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam klien yang dirawat.
Pelayananan PICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :
a. Resusitasi Jantung Paru
b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi tracheal dan penggunaan
ventilator sederhana.
c. Pemantauan hemodinamik agar dapat mnenjamin kecukupan perfusi
jaringan.
d. Terapi oksigen
e. Pemantauan ECG, pulse oxymetri terus menerus.
f. Pemberian nutrisi interal dan parenteral
g. Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
h. Pelaksanaan terapi secara titrasi.
i. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi
klien.
22
j. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama
transportasi klien gawat
k. Kemampuan melakukan fisioterapi dada.
2. Pola kerja di Instalasi rawat intensif
Pola kerja di ruang intensif diwarnai beberapa hal antara lain :
a. Pendekatan multidimensi
b. Pendekatan kerjasama dengan team (team work approach)
c. Pendekatan cepat tepat
d. Pendekatan yang cermat
e. Pendekatan integrative
3. Tujuan Pelayanan Keperawatan Intensif adalah:
a. Menyelamatkan kehidupan
b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan monitoring yang ketat disertai kemampuan
menginterpretasikan setiap data yang didapat, dan melakukan
tindak lanjut.
c. Menungkatkan kualitas klien dan mempertahankan kehidupan
d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh klien
e. Mengurangi angka kematian klien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan klien.
4. Klasifikasi Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
Adapun klasifikasi pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
adalah:
a. PICU primer (standar minimal)
Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) primer merupakan
pelayanan pengelolaan resusitas segera untuk klien sakit gawat, tunjangan kardio
– respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran sangat penting dalam
pemantauan dan pencegahan penyulit pada klien bayi, anak dan bedah. Pediatric
23
Intensive Care Unit (PICU) harus mampu melakukan ventilasi mekanik dan
kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Kekhususan yang harus dimiliki:
1) Ruangan sendiri, letak dekat kamar bedah, ruang darurat dan ruang
perawatan lain.
2) Memiliki kebijakan / Kriteria pasien masuk dan keluar
3) Memiliki seorang dokter spesialis anak sebagai kepala.
4) Ada dokter jaga 24 jam dan mampu melakukan resusitasi jantung paru.
5) Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil
setiap saat.
6) Memiliki jumlah perawat yang sukup dan mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif minimal satu orang per shift.
7) Mampu dangan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi.
b. PICU Sekunder
Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sekunder adalah
pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi bantu lama, mampu
melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang
dimiliki adalah:
1) Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat
dan ruang rawat lain.
2) Memiliki Kriteria klien masuk,keluar dan rujukan.
3) Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setia saat bila diperlukan, memiliki seorang kepala Pediatric Intensive
Care Unit (PICU) yaitu seorang dokter konsultan intensif care yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan
hidup lanjut)
4) Memiliki tenaga perawat lebih dari 50% bersertifikat Pediatric
Intensive Care Unit (PICU) dan minimal berpengalaman kerja di unit
penyakit anak dan bedah selama 3 tahun.
24
5) Mempu melakukan bantuan ventilasi mekanis lebih lama dan batas
tertentu, melakukan pemantauan invasive dan usaha penunjang hidup.
Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rongent
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi.
6) Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.
c. PICU Tersier
Pelayanan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) tersier adalah pelayanan
untuk semua aspek perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan tertinggi
termasuk dukungan atau bantuan hidup multi system kompleks dalam jangka
waktu yang tidak terbataas serta mampu melakukan pemantauan invasive dalam
jangka waktu yang tidak terbatas.
Kekhususan yang dimiliki antara lain:
1) Tempat khusus tersendiri di rumah sakit
2) Memiliki Kriteria klien masuk, keluar dan rujukan
3) Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis ynag dapat dipanggil
setiap saat bila diperlukan.
4) Dikelola oleh seorang konsultan intensif care anak yang bertanggung
jawab secara keseluruhan.
5) Ada dokter jaga 24 jam dan mampu melakukan resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan batuan hidup lanjut)
6) Memiliki perawat lebih dari 75% bersertifikat PICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit anak dan bedah selama 3 tahun.
7) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan invasive
maupun non invasive. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan
laboratorium rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan
fisioterapi.
8) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan
perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada klien
9) Memiliki staf tambahan lain misalnya administrasi, tenaga rekam
medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.
25
d. Kriteria Klien Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
1) Klien untuk rawat PICU adalah
a) Prioritas I: yaitu klien yang dalam keadaan akut dan perlu alat bantu
nafas.
b) Prioritas II yaitu klien dengan keadaan perlu monitoring intensif, syok
disritmia yang mengancam jiwa, terapi titrasi
c) Prioritas III yaitu klien dengan keadaan endstage suatu penyakit yang
mengalami kegawatan
2) Klien tidak masuk PICU adalah klien dengan kriteria MBO (mati batang
otak)
3) Klien keluar PICU antara lain:
a) Bila indikasi untuk semua tindakan di ruang intensif tidak dibutuhkan lagi
(pemantauan invasive, CVP, arteri line dan intervensi invasive)
b) Kriteria keluar dari PICU didasarkan atas parameter hemodinamik stabil,
status respirasi stabil (tanpa ETT, jalan nafas bebas, gas darah normal) dan
kebutuhan O2 minimal.
c) Tidak butuh tunjangan inotropok vasodilator, anti aritmia
d) Disritmia jantung terkontrol
e) Kateter pemantau sudah dilepas
f) Pasien dengan PD atau HD kronik yang telah teratasi keadaan akutnya
g) Trakheomalasia tidak lagi membutuhkan suction intensif.
h) Staf medic dan keluarga telah melakukan penilaian bersama dan
menyepakati bahwa tidak lagi adan keuntungan untuk mempertahankan
perawatan di PICU (informed concent).
5. Kebutuhan keluarga klien yang dirawat di ruang Pediatric
Intensive Care Unit (PICU)
Kebutuhan salah satu anggota keluarga yang mengalami sakit kritis,
anggota keluarga yang sehat mengkonsentrasikan seluruh energy dan tenaganya
pada klien dengan mengorbankan kebutuhan fisiknya sendirii. Dimana
diidentifikasi beberapa kebutuhan yaitu :
26
1) Kebutuhan kognitif
b) Mengenai faktor-faktor spesifik tentang perkembangan kondisi
klien
c) Mengetahui prognosa
d) Mengetahui dengan pasti apa yang sedang dilakukan pada klien
dan alas an mengapa suatu tindakan dilakukan
e) Mendapat jawaban yang jujur
f) Mendapat penjelasan denbgan istilah yang dapat dimengerti
g) Mendapat penjelasan mengenai lingkungan pada saat pertama kali
masuk Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
2) Kebutuhan emosi
a) Yakin bahwa klien sedang mendapatkan perawatan terbaik
b) Ditelpon dirumah bila ada perubahan pada kondisi klien
c) Menerima informasi mengenai klien sehari sekali
d) Mengunjungi atau meliha klien dengan sering
3) Kebutuhan fisik
a) Membantu perawatan fisik klien
b) Mengunjungi klien setiap saat
c) Mempunyai ruang tunggu yang dekat dengan klien
d) Mempunyai suatu tempat duduk menyendiri di rumah sakit
27
E. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian teori diatas maka kerangka teori mengenai faktor-
faktor tingkat kecemasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagan 1 Kerangka Teori Kecemasan
Sumber Struart&Sunnden (1998), yang dimodifikasi dengan Direktorat
Pelayanan Medik dan gigi spesialistik Dir Jen Yan Med Dep Kes RI
(2002)
Faktor predsposisi
1. Konflik id dan super ego
2. Penolakan Interpersonal
3. Interaksi mal adaptif
4. Gangguan kesehatan
Faktor Presipitasi :
1. Ancaman integritas
biologis
2. Ancaman konsep diri
3. Potensi stressor
4. Maturitas
5. Pendidikan
6. Kead fisik
7. Tipe kepribadian
8. Lingkungan
9. Usia
10. Jenis kelamin
Tingkat
Kecemasan
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Panik
Faktor Pendorong
1. Takut
kematian/kecacatan
2. Kurang informasi
3. Perasaan terisolasi
4. Sosial ekonomi
5. Bunyi alat
6. Lingkungan fisik
28
F. Kerangka Konsep
Bagan 2 Kerangka Penelitian
G. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Variabel bebas
Merupakan variabel yang akan menentukan atau berpengaruh terhadap
Variabel terikat. Pada penelitian ini Variabel bebasnya adalah :
a. Usia
b. Pendidikan
c. Tingkat sosial ekonomi
d. Interaksi mal adaptif
e. Penolakan interpersonal
Dalam ilmu keperawatan variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau
intervensi keperawatan yang diberikan pada klien untuk mempengaruhi tingkah
laku klien (Nursalam,2003)
2. Variabel terikat
Variabel yang kondisi atau nilainya dipengaruhi variabel lain. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah “Tingkat Kecemasan Nuclear family klien di
ruang PICU.
Variabel bebas
1. Penolakan personal 2. Interaksi mal adaptif 3. Pendidikan 4. Usia 5. Sosial ekonomi
Variabel terikat
Tingkat Kecemasan
29
H. Hipotesis penelitian
1. Ada hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan nuclear
family klien yang dirawat di ruang PICU
2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kecemasan
nuclear family klien yang dirawat di ruang PICU
3. Ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan tingkat
kecemasan nuclear family klien yang dirawat di ruang PICU
4. Ada hubungan antara pembatasan interaksi dengan tingkat
kecemasan nuclear family klien yang dirawat diruang PICU
5. Ada hubungan antara penolakan interpersonal dengan tingkat
kecemasan nuclear family klien yang dirawat diruang PICU
Top Related