BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Kegiatan Rumah Sakit
Surat Keputusan Menteri kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992
menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub-spesialistik. Rumah
sakit mempunyai misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat (Aditama, 2001, 29). Tugasnya adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna, dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu, serta
terdapat upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk memenuhi kebutuhan itu rumah sakit umum perlu mempunyai fungsi
pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, rujukan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta menyelenggarakan
administrasi umum dan keuangan.
Rumah sakit setidaknya memiliki lima fungsi (Aditama, 2001, 64).
1) Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapeutik.
Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah maupun non-bedah, harus tersedia.
Pelayanan inap ini meliputi pelayanan keperawatan, gizi, farmasi,
6
7
laboratorium, radiologi dan berbagai pelayanan diagnostik serta terapeutik
lainnya.
2) Rumah sakit harus memiliki fasilitas rawat jalan.
3) Rumah sakit memiliki tugas untuk melakukan pendidikan dan latihan.
4) Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan,
karena keberadaan pasien di rumah sakit merupakan modal dasar untuk
penelitian ini.
5) Rumah sakit juga mempunyai tanggung jawab untuk program pencegahan
penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi sekitarnya.
Untuk dapat bertahan dan berkembang dalam lingkungan dengan perubahan
cepat, paradigma manajemen rumah sakit harus diubah menjadi efektif, efisien dan
mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan. Pelayanan yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan harus diterapkan dalam upaya mengantisipasi
semboyan “pelanggan / konsumen adalah raja” yang sedang berkembang saat ini.
(Spiers, 1997, 67) dari London menyampaikan konsep mengenai pemberdayaan
pasien (empowered) yang memiliki ciri-ciri tidak adanya lagi hambatan dalam
informasi, pasien dapat menentukan agenda tindakan, pasien punya dominasi dalam
penentuan keputusan serta terdapatnya price-conscious quality choice pada pasien
(Aditama, 2001, 97). Pasien mengharapkan pelayanan medik dan perawatan yang
baik, mengharapkan kualitas akomodasi yang baik, makanan yang enak serta adanya
hubungan baik antara staf rumah sakit dengan para pasien.
8
Tidak ada hambatan informasi
Penentu agenda kegiatan
Dominasi penentuan keputusan
Price-conscious qualitychoice
Pelayanan medik
Akomodasi, konsumsi, dll
Hubungan yang baik
Pemberdayaan pasien
Kepuasan Pasien
Gambar 2.1: Kepuasan pasien
Kepuasan pelanggan/konsumen akan dapat dicapai dengan keikutsertaan
seluruh karyawan untuk berperan serta dalam mengembangkan dan meningkatkan
mutu di segala bidang meliputi kualitas layanan, waktu, semangat kerja dan biaya
(Spiers, 1997,95). Manajemen mutu merupakan hal yang paling mendapat
perhatian dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki kewajiban dan
tanggung jawab moral serta hukum untuk memberikan mutu pelayanan yang sesuai
standar untuk pasien yang ditanganinya. Pelayanan standar yang bermutu berarti
memberikan suatu produk yang benar-benar memberi pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan individu dan masyarakat. Manajemen mutu harus meliputi kegiatan-
kegiatan:
1) Sistem untuk memberlakukan standar profesional, baik dari sudut tingkah
laku, organisasi serta penilaian kegiatan sehari-hari.
2) Sistem pengamatan agar pelayanan selalu diberikan sesuai standar dan deteksi
bila terdapat penyimpangan.
3) Sistem untuk senantiasa menunjang berlakunya standar profesional.
9
2.2 Manajemen Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi dimulai dengan standar etika
manajerial yang tinggi pula. Manajer di rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu
fungsi klinis dan fungsi manajerial (Aditama, 2001, 108). Fungsi klinis adalah
menjamin mutu dengan baik. Produk pelayanan harus dapat memuaskan pasien dan
juga dokter yang meminta tindakan itu dilakukan pada pasiennya. Untuk itu
diperlukan adanya kualitas teknis pemeriksaan dan pengobatan yang baik. Kunci
keberhasilan pelayanan yang baik adalah dengan melakukan secara baik, secara terus-
menerus dalam berbagai keadaan dan sedapat mungkin mencapai hasil seperti yang
diharapkan. Untuk itu diperlukan tenaga yang terampil, sarana dan prasarana yang
baik serta sistem monitor berskala yang memadai. Di bidang manajemen, manajer
unit terkait pada rumah sakit perlu memperhatikan upaya manajemen kebutuhan
(demand), yang ditandai dengan skala prioritas dan penyediaan pelayanan waktu yang
tepat. Secara umum, pengaturan ini dapat dibagi dalam pelayanan pasien dalam
keadaan darurat (emergency), pelayanan segera (urgent) dan pelayanan yang dapat
dijadwalkan/direncanakan (schedulable). Hal ini terkait dengan kemampuan manajer
tersebut untuk dapat melaksanakan pengelolaan kapasitas unit secara lebih baik untuk
dapat memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap masyarakat. Manajemen di rumah
sakit juga punya peran untuk melakukan perencanaan pengembangan dengan
mengidentifikasi kesempatan yang ada, mengevalusi manfaat bagi pelayanan pasien,
perhitungan laba-rugi pengembangan dan penilaian terhadap faktor lingkungan yang
terkait. Yang tidak kalah penting adalah manajemen sumber daya manusia, baik
10
kalangan medis, paramedis maupun tenaga non-medis. Variabel-variabel yang
terdapat dalam suatu manajemen rumah sakit antara lain adalah:
1) Dokter Di Rumah Sakit
2) Perawat di Rumah Sakit
3) Pelayanan Penunjang Medik
2.3 Proses Bisnis
Pada umumnya proses bisnis mempunyai komponen berupa masukan atau
input dapat bermacam-macam tergantung kepada jenis usahanya. Komponen
masukan atau input tersebut di antaranya dapat berupa :
1) Bahan mentah (raw material)
2) Sumber daya manusia (tenaga kerja)
3) Modal / Uang (Capital), dan lain-lain
Sementara itu diperlukan langkah-langkah tertentu untuk memproses lebih lanjut
dengan mempergunakan komponen transform (mengubah komponen masukan
menjadi keluaran) yang berupa :
! Aktifitas memproduksi barang, baik itu menggunakan mesin atau tidak
! Kegiatan pelayanan kepada pelanggan (services)
! Kegiatan belajar mengajar, dan lain-lain
Hasil dari proses pengolahan diatas akan berupa komponen keluaran atau
output dari proses bisnis secara generic dapat dibagi menjadi dua, yaitu keluaran yang
barang dan keluaran yang berupa jasa. Contohnya adalah :
! Sebuah pabrik mobil menghasilkan keluaran berupa mobil
11
! Sebuah perusahaan konsultan akan menghasilkan keluaran berupa jasa-jasa
konsultasi.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa Proses Bisnis adalah cara lebih
baik untuk mendeliver atau menyampaikan barang atau jasa kepada pelanggan.
Menurut Davenport & Short (1990) proses bisnis merupakan serangkaian tugas-tugas
yang saling berhubungan, dikerjakan untuk menghasilkan sesuatu yang telah
ditentukan. Sebuah proses adalah sesuatu yang terstruktur dan dapat diukur dari
kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk menghasilkan output yang khusus untuk para
pelanggan atau pasar tertentu. Menurut pandangan mereka, proses mempunyai dua
karakteristik penting:
1) Perusahaan mempunyai pelanggan baik internal maupun eksternal
2) Perusahaan mempunyai organisasi sub unit yang saling berhubungan
Salah satu cara untuk mengidentifikasi bisnis proses di dalam perusahaan adalah
dengan metode mata rantai “value chain” yang dibuat oleh Porter dan Millar (1985).
Proses-proses pada umumnya diidentifikasi dalam bagian awal dan akhir dari suatu
proses, bagian yang saling berhubungan, dan unit-unit yang terlibat, khususnya unit
pelanggan. Proses-proses yang mempunyai pengaruh besar harus mempunyai proses
sendiri. Contoh dari proses sebagai berikut: pengembangan produk baru; pemesanan
barang-barang dari pemasok; pembuatan perencanaan marketing; proses dan
pembayaran klaim asuransi dan sebagainya.
Proses memiliki tiga dimensi, Davenport & Short (1990):
12
1) Sebagai satu kesatuan, proses-proses yang berada dalam bagian perusahaan.
Perusahaan dapat berupa antar perusahaan (interorganizational), antar fungsi
perusahaan (interfunctional) atau antar perorangan (interpersonal)
2) Obyek, proses-proses merupakan hasil dari manipulasi obyek. Obyek-obyek
tersebut dapat berupa fisik maupun informasi.
3) Kegiatan, proses-proses dapat terlibat dua jenis kegiatan. Kegiatan manajerial
dan kegiatan operasional.
2.3.1 Perbaikan dan Rekayasa Ulang Proses Bisnis
Suatu organisasi atau perusahaan pasti ingin menjadi lebih baik dari yang
kemarin atau sekarang. Membuat cara kerja yang lebih efisien, pelayanan terhadap
pelanggan yang lebih memuaskan dan sebagainya. Hal ini yang mendasari suatu
perusahaan untuk selalu melakukan perubahan. Perubahan yang dilakukan oleh
organisasi atau perusahaan baik yang sifatnya bertahap maupun radikal harus selalu
dilakukan untuk membuat perusahaan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya, atau bahkan memiliki performance yang lebih baik
dibandingkan dengan pesaingnya dan mungkin yang terbaik dalam industrinya.
Perbaikan secara bertahap atau radikal tersebut dapat didorong oleh beberapa hal,
seperti :
! Tuntutan dari para pelanggan
! Dorongan dari para pesaing
! Keinginan dari pemegang saham atau pemilik
! Tuntutan dari karyawan
13
! Dorongan dari peraturan atau pemerintah
! Kondisi ekonomi, politik dan sebagainya.
2.3.2 Perbaikan Proses Bisnis (Business Process Improvement)
Seperti yang telah dijelaskan bahwa perubahan yang terjadi secara umum
dapat dibedakan menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi secara perlahan atau
improvement dan perubahan yang terjadi secara radikal atau reengineering.
Perubahan yang terjadi pada proses bisnis merupakan salah satu dasar untuk memiliki
kinerja yang lebih baik, didalam proses bisnis juga menggunakan pendekatan yang
sama yaitu perubahan secara perlahan atau business process improvement dan
perubahan secara radikal atau business process reengineering yang akan dibahas
dalam kerangka strategi manajemen.
Dalam kerangka manajemen stratejik, sebuah perusahaan harus selalu
memberikan respons terhadap seluruh perubahan yang terjadi di dalam lingkungan
bisnisnya. Bagaimana perusahaan melakukan respons bisa diketahui dari strategic
direction yang ditetapkan atau dicanangkan oleh perusahaan. Dari strategic direction
ini dapat diketahui kemana perusahaan akan dibawa, apabila tidak ada maka orang-
orang dalam organisasi atau perusahaan akan kehilangan arah dan pegangan yang
harus dituju.
Pada saat strategic direction diberikan, kemudian diformulasikan strategi
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan,
kemudian melakukan perincian aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan untuk
mencapai target tersebut kemudian melakukan implementasi dan juga pengontrolan
14
pada saat dan setelah implementasi selesai. Setelah tahap pengontrolan dilakukan,
dan apabila yang kemudian didapatkan adalah target yang ditetapkan tidak dapat
dicapai, maka dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap proses bisnis yang kita kenal
sebagai business process improvement. Apabila target dapat dicapai, akan tetapi
sering dianggap bahwa business process improvement tetap harus dilakukan hal ini
banyak disebabkan penilaian bahwa dengan perbaikan pada proses bisnis hasil yang
akan dicapai masih akan lebih baik dari yang telah dicapai.
Pada saat hasil yang dicapai sangat jauh lebih kecil dari yang diharapkan dan
mungkin telah melewati batas toleransi dalam ukuran waktu dan uang bagi
perusahaan maka sangat mungkin bagi perusahaan untuk melakukan perombakan
total atau meninjau lagi strategic response dan strategic direction-nya dan juga
menyusun ulang strategi termasuk aktivitas dan proses bisnis yang terlibat di
dalamnya yang dikenal sebagai business process reengineering.
Business process improvement yang terjadi atau dilakukan oleh perusahaan
adalah aktivitas yang harus dilakukan terus menerus. Artinya selama perusahaan itu
terus ada maka harus secara terus menerus atau berkelanjutan melakukan perbaikan
dan peningkatan terhadap kinerja proses bisnisnya, baik itu perusahaan yang belum
mapan atau yang sudah mapan sebagai pemimpin pasar.Untuk dapat melakukan
perbaikan dan peningkatan proses bisnis secara berkelanjutan, maka perusahaan harus
secara kontinu melakukan monitoring terhadap kinerja dari proses bisnisnya.
Monitoring ini diperlukan supaya perusahaan dapat mengetahui pada proses-proses
mana saja telah berkinerja dengan baik dan pada proses bisnis mana saja berkinerja
buruk, sehingga mencapai standar yang telah ditentukan atau ingin dicapai. Beberapa
15
hal harus diperhatikan oleh setiap perusahaan yang bisa menjadi penyebab kegagalan
dalam melakukan perbaikan proses bisnis, antara lain:
! Tidak adanya sistem manajemen yang baik dalam perusahaan dalam memonitor
kinerja dari proses bisnis. Atau banyak perusahaan yang belum bisa
mengidentifikasikan proses bisnisnya sehingga sangat sulit untuk melakukan
perbaikan karena tidak bisa dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan.
! Perbaikan yang dilakukan terhadap proses bisnis tidak memberikan kontribusi
terhadap output bisnis. Hal ini dapat terjadi karena tidak bisa menentukan proses
bisnis kritikal di perusahaan sehingga hasil yang dicapai tidak signifikan.
! Tidak adanya konsistensi tindakan atau komitmen dalam perbaikan proses bisnis
yang harus berkesinambungan.
2.3.3 Rekayasa Ulang Proses Bisnis (Business Process Reengineering)
Seperti dikemukakan sebelumnya, dalam melakukan atau memberikan
respons terhadap perubahan maupun persaingan, sering dilakukan perombakan total
pada proses bisnis. Perombakan total terhadap proses bisnis itu didefinisikan sebagai
business process reengineering atau rekayasa ulang proses bisnis.
Sementara definisi rekayasa ulang proses bisnis menurut David Carr & Henry
Johansson (1995):
1. Memusatkan (fokus) pada proses untuk keefektifan.
Hal ini harus pada bisnis proses intinya yang secara langsung mempengaruhi
konsumen daripada proses yang mempengaruhi internal perusahaan saja.
16
Gambar di bawah ini memperlihatkan sebuah proses dan bagaimana proses itu
berjalan dari pemasok sampai ke konsumen.
Pemasok Input Transformasi Output Konsumen
Gambar 2.2 Proses berjalan dari pemasok menuju ke konsumen1
2. Perubahan yang mendalam (radikal).
Perubahan ini adalah karakteristik dari daya saing dimana hasil dari suatu
proses dan berangkat dari cara lama dalam melakukan bisnis melalui fungsi-
fungsi dalam perusahaan. Gambar di bawah ini memperlihatkan perubahan
proses dari fungsi yang horizontal menjadi fungsi proses vertikal yang
memotong langsung ke fungsi-fungsi dan kegiatan fungsional yang
membutuhkan proses.
1 Carr, David & Johansson, Henry (1995)
17
PurchasingAccounting
ManufacturingDistribution
Product Development & Introduction
Customer Order Acceptance & Fulfillment
Operation & Logistic
Fields Service & Customer support
Administrative support
Dari Fun
gsional
Gambar 2.3 Perbandingan Pr
3. Perbaikan dramatis.
Rekayasa proses bisnis mengharapkan p
(dramatis) untuk mencapai perubahan bes
utama (inti) yang kritis untuk keuntungan d
kali harus disiapkan kemudian proses re
sasaran tersebut. Tujuan dari rekaya
mendapatkan hasil yang efesien dan ef
kesuksesan (Tan, Victor SL 1994) sebagai
a) Maksimalisasi nilai tambah suatu prose
b) Mengurangi waktu operasi dari suatu al
c) Maksimalisasi fleksibilitas
Menuju Proses Bisnis
oses dengan Fungsi
erbaikan rekayasa yang beraksi
ar dalam perbaikan bisnis proses
aya saing. Sasaran utama pertama
kayasa untuk mencapai sasaran-
sa proses bisnis adalah untuk
ektif dari beberapa faktor-faktor
berikut:
s
iran proses
18
d) Dapat memenuhi kebutuhan konsumen
Pada umumnya kita bisa lihat motivasi yang mendorong rekayasa proses
bisnis dalam suatu perusahaan dapat dilihat sebagai berikut pada tabel ini:
Tabel 2.1 Faktor-faktor Pendorong Rekayasa2 Pendorong Ranking
! Mengurangi biaya-biaya 84 ! Meningkatkan kualitas 79 ! Meningkatkan kecepatan (throughput) 62 ! Ancaman persaingan 50 ! Perubahan struktur organisasi 35 ! Lain-lain 9
Manganelli & Klein (1994) berpendapat, inti dalam bisnis proses adalah
dukungan langsung untuk tujuan strategis dari sebuah perusahaan dan keperluan
konsumen. Pengembangan produk adalah contoh dari proses bisnis. Mereka juga
melihat dampak untuk perusahaan, waktu, resiko, dan biaya sebagai hambatan untuk
mencapai sukses. Mereka juga mengklaim bahwa rekayasa ulang proses bisnis lebih
berhasil daripada ide peningkatan perubahan (non-revolutionary) sedikit demi sedikit
yang seringkali mengalami kegagalan.
Sedangkan Davenport & Short (1993) mengatakan rekayasa bisnis proses
ulang adalah analisis dan rancangan dari aliran kerja dan proses-proses di dalam dan
antar perusahaan-perusahaan. Teng (1994) juga menjelaskan rekayasa bisnis ulang
adalah analisis kritis dan merancang ulang secara mendalam dari bisnis proses yang
ada untuk mencapai terobosan perbaikan dalam kinerja yang terukur.
2 Grant Thornton Motivation to Reengineering, NCMS Focus, Sept 1994
19
Davenport mengatakan teknologi informasi sebagai jantung dari rekayasa
ulang dari bisnis proses. Bagi Davenport teknologi informasi memiliki peranan yang
penting dalam inovasi bisnis proses. Disamping itu, Davenport juga menyatakan
suatu perusahaan dan karyawan adalah faktor yang penting dari pada faktor teknologi
dan faktor perilaku yang harus ada dalam rekayasa proses bisnis ulang. Davenport
juga melihat kultur (budaya) sebagai hambatan ketika terjadi inovasi proses yang
buruk dalam menyesuaikan ke dalam kultur perusahaan.
Davenport and Short (1990) merekomendasikan lima langkah dalam rekayasa
proses bisnis ulang :
1. Mengembangkan visi dan tujuan bisnis dan proses.
Rekayasa proses bisnis ulang ditentukan oleh visi perusahaan yang terlibat tujuan-
tujuan bisnis yang lebih spesifik seperti penurunan biaya, penurunan waktu,
peningkatan kualitas produk dan lain sebagainya.
2. Identifikasi proses untuk direkayasa ulang.
Hampir semua perusahaan menggunakan pendekatan “High-Impact” yang
berpusat pada proses-proses yang paling penting atau konflik yang paling besar
terjadi dalam bisnis. Di satu sisi sedikit sekali perusahaan yang mencoba untuk
mengidentifikasi semua proses-proses di dalam perusahaan dan memprioritaskan
dahulu semuanya daripada merekayasa ulang.
3. Memahami dan mengukur proses yang ada.
Untuk menghindari pengulangan dari kesalahan lama dan untuk mendukung
perbaikan di masa yang akan dating.
4. Mengidentifikasi teknologi informasi sebagai pengungkit.
20
Kesadaran akan kemampuan teknologi informasi harus dapat mempengaruhi
proses rancangan.
5. Model dan membangun bentuk dasar (purwarupa) dari proses yang baru.
Model yang sekarang tidak harus dipandang sebagai hasil akhir dari proses
Rekayasa proses bisnis (BPR) tapi harus dilihat sebagai pergantian model yang
sukses. Pergantian model tersebut menggunakan pendekatan Rekayasa proses
bisnis yang cepat memberikan hasil dan keterlibatan serta kepuasan konsumen.
Menurut Tan, Victor S.L. (1994) di dalam melakukan proses rekayasa ulang
diperlukan inovasi, kecepatan, pelayanan, dan kualitas. Untuk itu ada lima
pendekatan dasar untuk melakukan proses rekayasa ulang di dalam suatu perusahaan
yaitu sebagai berikut:
1. Memahami aliran proses saat ini
2. Tantangan proses sekarang
3. Merancang alternatif model proses
4. Menguji informasi yang dibutuhkan guna mendukung model proses usulan
5. Uji kelayakan dan simulasi
Salah satu tujuan dilakukannya rekayasa ulang terhadap proses bisnis adalah
untuk memperoleh hasil yang luar biasa atau hasil yang merupakan lompatan besar
(quantum leaps). Pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan rekayasa ulang
harus disadari bahwa rekayasa ulang membutuhkan atau mengakibatkan perubahan
yang radikal atau dramatis. Impact dari rekayasa ulang proses bisnis yaitu
mendapatkan hasil yang efektif dan efisien dengan memperhatikan empat hal :
21
1. Maksimalisasi aktivitas-aktivitas yang mempunyai nilai tambah setinggi-
tingginya dengan mengganti aktivitas-aktivitas yang tidak menjadi nilai tambah
seperti redudansi pekerjaan bisa diidentifikasi dan dibuang.
2. Minimalisasi waktu proses yaitu dengan sinkronisasi aliran kerja dengan baik,
tepat waktu dan perubahan pada material dan informasi terus menerus bisa
membantu meminimalisasi waktu. Hal ini bisa didapatkan melalui integrasi dan
koordinasi dari aktivitas-aktivitas lintas fungsional. Produktifitas pekerja punya
impact yang besar dalam proses waktu kerja. Perubahan secara radikal seringkali
didapat bukan dari kerja keras tetapi dari kerja smart, dengan melakukan lewat
skill yang relevan dan spesialisasi kerja yang sesuai.
3. Maksimalisasi keputusan yang fleksibel yaitu dengan membuat keputusan-
keputusan yang tepat di waktu yang tepat pula. Perusahaan bisa juga
meningkatkan keputusan yang baik lewat teknologi informasi untuk menyediakan
kemampuan dalam membantu membuat keputusan. Sistem informasi yang
terintegrasi dan Local Area Network (LAN) bisa digunakan untuk mengirimkan
kembali informasi-informasi yang telah dilakukan untuk pengambilan keputusan
di beberapa tempat. Oleh karena itu peningkatan daya saing bukan hanya
menambah jumlah pilihan keputusan yang dapat dikerjakan sesuai permintaan
pelanggan tetapi juga lewat kecepatan dan peningkatan dari kualitas keputusan
tersebut.
4. Mengetahui permintaan pelanggan yaitu dengan mendapatkan feedback dari
pelanggan secara akurat sangat diperlukan untuk meyakinkan hasil atau ouput
produk yang berkualitas sudah sesuai apa belum.
22
Hal-hal yang harus dihindari yang dapat menyebabkan kegagalan dalam melakukan
rekayasa ulang proses bisnis contohnya sebagai berikut :
! Suatu perusahaan tidak melakukan rekayasa ulang tetapi hanya melakukan
perubahan-perubahan pada proses bisnis. Misal suatu perusahaan melakukan
otomatisasi terhadap proses-proses yang ada dengan menggunakan teknologi
komputer untuk mempercepat aliran informasi dan memperbaiki kinerja proses
bisnisnya, hal ini bukan merupakan rekayasa ulang karena hasil yang dicapai
bukan merupakan peningkatan yang inkremental dan bukan merupakan suatu
pencapaian hasil yang sangat dramatis.
! Usaha perbaikan yang dilakukan tidak menitikberatkan pada proses bisnis, tetapi
kepada hal-hal lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan proses bisnis
yang ada di perusahaan.
2.3.4 Mencapai Keunggulan Proses Bisnis
Proses bisnis yang ada di perusahaan atau yang sering dikenal sebagai
internal business process merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan dalam rangka menyerahkan produk dan jasa kepada pelanggan. Pada
akhirnya, penyerahan produk dan jasa tersebut perusahaan menginginkan untuk dapat
memperoleh keuntungan finansial, sehingga penyerahan produk kepada pelanggan
harus dilakukan dengan efisien. Demikian pula dengan keunggulan yang ingin
dicapai melalui proses bisnis ujung-ujungnya adalah mendapatkan benefit secara
financial kepada perusahaan.
23
Pencapaian keunggulan yang dicapai perusahaan melalui proses bisnis tidak
bisa berdiri sendiri. Keunggulan tersebut akan bisa dicapai melalui integrasi antara
strategi, proses bisnis, dan orang-orang yang ada dalam organisasi serta pemanfaatan
teknologi Informasi.
2.4 Peranan Teknologi Informasi
Di dalam rekayasa proses bisnis, Teknologi informasi memainkan peranan
penting untuk mewujudkan rekayasa proses bisnis yang mengubah secara mendalam
(Hammer & Champy, 1993). Teknologi informasi seharusnya tidak dipandang
sebagai proses automasi saja atau tindakan mekanisasi saja untuk membuat model
ulang cara suatu bisnis dijalankan. Bagaimanapun, teknologi informasi menyediakan
banyak akses-akses secara lebar untuk infomasi dan membolehkan lebih banyak
pekerjaaan diselesaikan secara bersamaan daripada berurut-urutan, ini dapat
mengurangi sejumlah pengulangan-pengulangan dan birokrasi.
Michael Hammer (1990) menyatakan, “rekayasa membutuhkan perusahaan
untuk memperhatikan hasil akhir dari usaha-usaha dan termasuk teknologi informasi
sebagai persyaratan dari keberhasilan suatu upaya. Lebih dari itu kegiatan bisnis
harus dilihat untuk memaksimalkan efektifitas kemampuan Teknologi informasi yang
dapat mendukung bisnis proses dan cakupan bisnis proses juga harus berada dalam
kemampuan teknologi informasi yang dimiliki perusahaan. Dengan cepatnya
perubahan pasar yang akan mempengaruhi banyak perusahaan untuk
mengembangkan koordinasi seperti struktur yang intensif untuk dapat
mengkoordinasikan kegiatan mereka secara efektif dan efisien.
24
2.5 Basis Data
Dalam sebuah sistem informasi salah satu komponen penting adalah
penyimpanan data (data storage) , karena didalamnya terdapat basis data yang akan
sangat diperlukan dalam suatu aplikasi sistem informasi. Sehingga diperlukan suatu
disain yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu aplikasi sistem informasi. Dalam
sebuah aplikasi sistem informasi terjadi proses pembuatan (create), update, dan
penghapusan (delete) dari sebuah data, dan data ini disimpan di file dan basis data.
Terdapat perbedaan pengertian antara file dan basis data, file merupakan kumpulan
dari data-data yang menyerupai, sedangkan basis data adalah kumpulan dari file-file
yang saling berkaitan satu dengan yang lain.
Sistem Informasi
File
File
File
File Sistem Informasi
Sistem Informasi
Sistem Informasi
Sistem Informasi
Database (Data yg
tergabung & terintegrasi dari
file-file)
(a) File Konvensional (b) Database
Gambar 2.4 Perbandingan File Konvensional dengan Basis data
Dari Gambar 2.4 dapat terlihat pada file konvensional penyimpanan data (data
storage) berada didekat aplikasi dimana akan digunakan file tersebut, sedangkan pada
basis data terlihat bahwa aplikasi dibuat dengan mengambil data-data yang
terintegrasi di basis data, sehingga dapat dibuat aplikasi-aplikasi baru dengan
mengakses data dari basis data. Terdapat beberapa keuntung-rugian dari kedua cara
25
tersebut, pada sistem file, proses pembuatannya lebih mudah dan cepat serta proses
pengambilan data relatif cepat tetapi kerugiannya jika digunakan untuk beberapa
aplikasi, akan sangat mudah terjadi duplikasi file yang sama sehingga tidak konsisten
dan tidak fleksible. Untuk sistem basis data, sangat dimungkinan terjadi pertukaran
data melalui aplikasi yang berbeda-beda, karena data disimpan dalam format yang
lebih fleksible. Dengan teknologi basis data dapat memungkinkan terjadinya
perkembangan sistem untuk memenuhi kebutuhan dari organisasi. Kekurangan dari
sistem basis data adalah diperlukannya waktu yang lebih lama karena lebih kompleks.
2.6 Design sistem basis data
Basis data adalah suatu sumber data yang dapat digunakan bersama oleh
beberapa aplikasi yang berbeda dan jangka waktu yang lama, untuk itu harus dibuat
sebuah basis data yang mampu beradaptasi dengan perkembangan kebutuhan
organisasi. Selain itu harus dilakukan analisa tentang proses bagaimana cara program
untuk mengakses basis data agar dapat meningkatkan performa dan tingkat fleksibel
dari basis data tersebut, serta penentuan kapasitas dan kemampuan dari media
penyimpanan data tersebut. Karena penggunaan basis data yang dapat digunakan
secara berbarengan oleh beberapa aplikasi, maka tingkat keamanan menjadi factor
penting dalam proses desain basis data. Sehingga diperlukan sistem keamanan dan
backup data yang tepat dan baik.
26
2.7 Definisi Kapasitas
Kapasitas didefinisikan sebagai menahan, menerima, menyimpan dan
mengakomodasi (Chase, 2004, 388). Secara lebih jauh dunia usaha mendeskripsikan
dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output pada suatu periode
tertentu. Dalam industri manufaktur bisa berupa barang jadi yang dihasilkan dalam
suatu periode, sedangkan dalam industri jasa berupa layanan yang mampu diberikan
kepada pelanggannya. Besaran kapasitas dipengaruhi oleh faktor sumber daya yang
menjadi masukan maupun tipe produk yang dihasilkan. Semakin beragam dari
sumber daya dan produk yang digunakan akan semakin memperkecil kapasitas yang
bisa dihasilkan. Selain itu terdapat faktor lain yang turut mempengaruhi yaitu
dimensi waktu, yang umumnya dibagi ke dalam 3 golongan yaitu:
1. Jangka Panjang.
Jangka waktunya berlangsung lebih dari 1 tahun. Faktor input maupun output
berupa unsur variabel yang ditentukan oleh kebijakan manajemen.
2. Jangka Menengah
Jangka waktunya berlangsung dalam periode 1 bulan hingga 1 tahun. Factor
yang dipengaruhi antara lain tenaga kerja maupun peralatan pendukung.
3. Jangka Pendek
Jangka waktunya berlangsung kurang 1 bulan. Faktor yang dipengaruhi
adalah pengaturan jadwal yang lebih efisien dengan pengaturan jadwal tenaga
kerja maupun penyesuaian tingkat output yang dihasilkan.
27
2.7.1 Interaksi Antara Kapasitas dan Manajemen Operasi
Terdapat beberapa istilah mengenai kapasitas yang sering digunakan dalam
aplikasi manajemen operasi. Kapasitas terpasang yaitu kapasitas yang dapat
dihasilkan oleh perusahaan secara teori, kapasitas terjadwal yaitu kapasitas produksi
perusahaan yang sudah disesuaikan dengan jadwal operasional perusahaan dan yang
terakhir adalah kapasitas aktual yaitu kapasitas yang dapat dihasilkan oleh perusahaan
setelah melakukan penyesuaian dengan faktor-faktor yang dapat mengurangi
pelaksanaan operasi perusahaan berdasarkan data histories (Pisano, 2004, 184).
Adapun secara lengkapnya kapasitas aktual bergantung pada faktor sebagai berikut:
! Kapasitas perusahaan ditentukan oleh teknologi yang dianutnya.
! Kapasitas perusahaan bergantung pada interaksi atas faktor yang dimiliki oleh
perusahaan.
! Kapasitas perusahaan bergantung pada produk dan jasa yang dihasilkan
! Kapasitas perusahaan termasuk persediaan/cadangan kapasitas yang dimiliki oleh
perusahaan.
! Kapasitas perusahaan bergantung pada kebijakan manajemen
! Kapasitas perusahaan bersifat dinamis
! Kapasitas perusahaan bergantung pada lokasi
! Kapasitas perusahaan bergantung pada tingkatan variabilitas atas permintaan dan
waktu pemrosesan.
28
2.7.2 Strategi Kapasitas
Idiomatik strategi kapasitas sering kali dikaburkan dengan strategi operasi.
Seringkali pemikiran atas perubahan strategi operasi semata dilakukan dengan
melakukan perubahan atas kapasitas operasi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Misalnya sebuah perusahaan yang melakukan reorganisasi operasi perusahaan dengan
semata melakukan peningkatan kapasitas operasi sebanyak 100.000 unit dengan
pembukaan fasilitas yang baru di sebuah lokasi. Dalam pengertian yang sebenarnya
strategi kapasitas merupakan bagian integral dari sebuah strategi operasi sebuah
perusahaan, dalam pelaksanaanya strategi kapasitas dibagi menjadi 2 istilah yaitu;
“capacity decision” yang merupakan keputusan mengenai investasi barang modal
yang digunakan untuk memenuhi perencanaan strategi kapasitas dalam jangka
pendek, serta strategi kapasitas yang merupakan perencanaan jangka panjang atas
strategi kapasitas perusahaan (Pisano, 2004, 105). Strategi kapasitas perusahaan
yang baik harus dapat merefleksikan nilai dari perusahaan, sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan, pendekatan yang dimiliki oleh perusahaan terkait dengan persaingan
yang dihadapi, kemampuan untuk menghadapi risiko di masa depan, serta
kekoherenan antara strategi kapasitas dengan strategi dan tujuan perusahaan (Pisano,
2004, 109).
2.7.3 Penentuan Besaran Kapasitas Perusahaan
Penentuan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan sebaiknya ditentukan
melalui beberapa faktor seperti perilaku konsumen di masa mendatang, teknologi
29
terkait, biaya dan perilaku pesaing. Suatu model pengembangan atas penentuan
kapasitas akan melingkupi beberapa faktor seperti (Pisano, 2004, 117):
! Perkiraan pertumbuhan dan simpangan dari permintaan atas produk dan jasa yang
dimiliki oleh perusahaan.
! Biaya terkait persediaan fasilitas yang baru.
! Arah kecenderungan perubahan teknologi.
! Perilaku pesaing di masa mendatang.
! Antisipasi kemampuan dari pemasok (supplier) atas permintaan penyediaan
barang dan jasa.
Penentuan dari kapasitas operasi suatu perusahaan dalam prakteknya agak
sulit untuk ditentukan mengingat hal ini menyangkut interaksi antara sumber daya
yang terdapat dalam perusahaan seperti sumber daya manusia, kemampuan sistem,
kebijakan perusahaan dengan faktor luar (external) seperti kemampuan pemasok
(supplier) maupun konsumen atas produk dan jasa perusahaan. Sehingga besar
kapasitas yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk melakukan produksi atas barang
dan jasa dapat bervariasi bergantung pada formula yang mengkorelasikan hubungan
atas faktor-faktor tersebut. Sehingga banyak manajer yang mengasumsikan bahwa
besar kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan harus dapat mencukupi pertambahan
permintaan atas produk dan jasa perusahaan. Sementara itu strategi kapasitas
tidaklah hanya berupa estimasi atas pertambahan permintaan barang dan jasa,
melainkan melibatkan juga evolusi dari operasi perusahaan dan lingkungan luar
(external) yang mendukung operasi perusahaan. Sehingga pengamatan mendalam
sangat diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan
30
kapasitas dari perusahaan. Karena suatu faktor yang krusial dalam penentuan
kapasitas operasi perusahaan dapat berbeda bentuknya (Pisano, 2004, 120).
2.8 Manajemen Kapasitas
Terkadang perusahaan dihadapkan pada kondisi dimana besaran output
ataupun input yang jumlahnya bervariasi. Hal ini menyebabkan diperlukan kebijakan
oleh manajemen untuk dapat melakukan pengaturan atas proses produksi yang
berjalan, dengan mempengaruhi unsur input ataupun output. Proses tersebut
dilakukan melalui pengaturan kapasitas produksi yang besaran dapat berubah-ubah
maupun melalui penyesuaian tingkat persediaan yang dimiliki oleh perusahaan
(Chopra, 2004, 192):
1. Mengatur fleksibilitas waktu kerja
Dengan melakukan pengaturan jadwal dari tenaga kerja, dimana dilakukan
penyesuaian antara waktu “peak season” dengan jumlah tenaga yang tersedia.
Dan mengurangi jumlah tenaga kerja pada saat “low season” .
2. Penggunaan tenaga kerja musiman
Penggunaan tenaga kerja musiman juga dipandang sebagai alternatif bagi
industri yang memiliki kategori “peak season” relatif tetap, misal industri
pariwisata.
3. Penggunaan jasa outsourcing
Pada masa “peak season” perusahaan akan melakukan subkontrak dari
produksinya, sehingga jadwal operasi yang dimilikinya tidak berubah.
4. Penggunaan fasilitas ganda: utama dan tambahan
31
Penggunaan dua fasilitas produksi diaman terdapat fasilitas produksi utama
yang memiliki kapasitas yang tetap dan tambahan yang besarannya bisa
disesuaikan.
5. Menciptakan proses produksi yang fleksibel
Penggunaan proses produksi yang variabel, dimana proses yang berlangsung
ditentukan oleh besaran output yang ingin dicapai.
Sedangkan penyesuaian tingkat persediaan dapat dilakukan dengan cara:
1. Penggunaan komponen yang sama.
Dengan penggunaan basis komponen yang serupa akan memudahkan
perusahaan untuk mengatur besaran inventori. Perusahaan akan melakukan
pengaturan atas besaran kapasitas yang dimiliki dengan melakukan
pengalokasian atas bagian yang membutuhkan dan yang mengalami
kelebihan.
2. Persediaan atas barang yang selalu digunakan
Pengaturan persediaan didasarkan pada tingkat permintaan atas barang yang
memiliki tingkat permintaan yang relatif tetap. Pada barang jenis tersebut
perusahaan akan mempunyai persediaan yang memadai untuk meemnuhi
kebutuhan. Sedangkan untuk barang yang permintaannya fluktuatif,
perusahaan akan menyiapkan persediaan pada saat akan dibutuhkan.
2.8.1 Hal Yang Mempengaruhi Penambahan Kapasitas
Hal yang wajib menjadi pertimbangan saat perusahaan memutuskan untuk
melakukan penambahan kapasitas yang dimiliki adalah (Chase, 2004, 393-4):
32
1. Mempertahankan keseimbangan sistem
Dalam melakukan perubahan atas kapasitas yang dimiliki di suatu bagian, wajib
bagi pihak manajemen untuk mempertimbangkan keadaan di bagian yang lain.
Kemampuan bagian lain untuk menyerap penambahan kapasitas produksi
memegang peranan penting bagi kelancaran proses produksi secara keseluruhan.
Sehingga tidak terdapat penyumbatan aliran barang dalam perusahaan akibat tidak
termanfaatkannya barang ynag diproduksi di suatu bagian
2. Frekuensi penambahan kapasitas
Dalam pengukuran atas biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penambahan
kapasitas produksi, terdapat dua macam kondisi yang harus diperhatikan yaitu;
biaya atas peningkatan yang terlalu sering dan biaya yang timbul akibat tidak
adanya peningkatan kapasitas. Kondisi yang pertamalah yang sering menjadi
dilema bagi perusahaan, karena umumnya perusahaan mempertahankan skema
“push capacity”. Biaya yang terjadi untuk pengadaan mesin baru dan pengesetan
mesin, serta overhead yang terjadi akibat kelebihan kapasitas yang terjadi
merupakan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang jumlahnya cukup
besar.
3. Faktor sumber daya eksternal
Melalui kerja sama dengan pihak eksternal perusahaan dapat melakukan efisiensi
atas biaya-biaya operasional. Dengan jasa outsourcing maupun kerja sama
operasi seringkali menjadi pilihan bagi perusahaan yang memiliki operasi yang
serupa namun skala operasinya belum terlalu besar.
.
33
2.8.2 Pendekatan Yang Digunakan Untuk Peningkatan Kapasitas
Terdapat dua cara yang dapat digunakan bagi sebuah perusahaan / institusi
untuk mengantisipasi meningkatnya kapasitas guna mendukung peningkatan
pelayanan yang ingin diberikan kepada konsumennya. Kedua cara tersebut adalah:
1. Peningkatan jalur antrian yang digunakan untuk melayani pelanggan (peningkatan
prasarana yang digunakan).
Penambahan jalur antrian seperti jalur kasir pada sebuah supermarket akan
mengurangi tumpukan antrian pada jalur antrian sebelumnya, mengingat
tersediannya jalur antrian baru yang dapat digunakan. Umumnya proses ini
digunakan pada institusi yang sudah lama berdiri, dimana kemampuan dari
kapasitas yang ada sudah maksimal dalam melayani konsumen, maupun alur
operasi memerlukan suatu perubahan atas acara berpikir.hambatan yang sering
terjadi adalah, biasanya melibatkan pengeluaran biaya dalam cukup besar untuk
melakukan investasi awal berupa barang modal.
2. Peningkatan kemampuan dari kapasitas untuk melayani konsumen dari jalur
antrian (peningkatan kualitas maupun sumber daya pengguna)
Peningkatan kemampuan dari suatu jalur antrian untuk dapat melayani konsumen
akan meningkatkan secara langsung produktivitas dari setiap jalur antrian dan
sumber daya yang terkait di dalamnya. Prosedur ini dilakukan untuk suatu
institusi yang baru berdiri, dimana sumber daya yang ada kurang dapat
dimanfaatkan secara efisien. Hambatan yang menghalangi proses kedua adalah
tidak terdapatnya kebijakan mengenai alur operasi yang jelas sehingga
peningkatan produktivitas agak sulit dilakukan.
34
Dari hasil penelitian yang ada didapatkan kesimpulan bahwa.seringkali
peningkatan produktivitas dari suatu jalur antrian dalam suatu alur operasi merupakan
pemecahan yang lebih baik daripada melakukan penambahan jalur antrian. Tetapi hal
itu juga bergantung pada tipe/jenis layanan yang diberikan serta factor psikologi dari
para konsumen dalam memandang jenis antrian yang dihadapinya.
2.8.3 Konsekuensi dari Kapasitas yang Tidak Terlayani
Kerugian yang timbul dari kesalahan dari manajemen dalam melakukan
prediksi atas besaran kapasitas yang dibuat adalah hilangnya peluang untuk
melakukan suatu potensial pendapatan dari layanan akan kita berikan. Terdapat
beberapa gejala yang mungkin timbul seperti;
! Peningkatan bahan persediaan
Dengan terdapatnya antrian yang tidak terlayani, maka peningkatan inventori
akan timbul dari belum terpakainya sumber daya pendukung yang diperlukan
untuk menghasilkan produk atau jasa.
! Meningkatnya permasalahan kualitas dari produk atau jasa
Dengan terjadinya penumpukan jalur antrian maka akan meningkatkan
terjadinya barang “gagal” akibat tidak terdapatnya proses kontrol kualitas
yang memadai dalam menghasilkan suatu produk atau jasa.
! Terjadinya penumpukan dalam jadwal operasi
Dengan banyaknya antrian dalam suatu jalur menyebabkan pihak manajemen
harus melakukan penambahan tempat sehingga antrian dapat terlayani, dan
35
akan akan menyebabkan sulitnya sumber daya untuk mengatur standarisasi
proses kerja.
2.9 Perencanaan Kapasitas
2.9.1 Pengukuran Kapasitas
Definisi kapasitas dalam perusahaan dapat didefinisikan sebagai input atau
output dari proses usaha yang dimiliki oleh perusahaan. Bila melihat dari proses
usaha yang dimiliki oleh rumah sakit, yang bertugas melayani pasien, maka
pengukuran atas kapasitas yang dimiliki bisa diukur melalui jumlah pasien yang
mampu dilayani oleh rumah sakit ataupun pada unit instalasi yang terdapat pada
rumah sakit tersebut.
Dalam melakukan pengukuran dari kapasitas yang mampu dihasilkan oleh
perusahaan, bisanya dilakukan melalui alat ukur yang disebut level operasional yang
terbaik (Chase, 2004, 390). Dasar dari level ini adalah melalui pengamatan dimana
kapasitas paling ideal bagi suatu organisasi yang didasarkan pada:
1. Skala ekonomis perusahaan
Kemampuan perusahaan untuk dapat menghasilkan barang secara efisien
ditentukan melalui skala kapasitas yang memadai secara ekonomis. Besaran
kapasitas yang memadai dapat berbeda-beda pada setiap industri, bergantung
pada jumlah modal yang dikeluarkan untuk pengeluaran atas asset seperti
mesin, dan barang modal lainnya. Pada industri jasa seringkali hal ini
ditentukan melalui kompleksitas dari layanan yang diberikan, walaupun lebih
fleksibel bila dibandingkan pada industri manufaktur. Hal ini terjadi karena
36
biaya yang terjadi umunya merupakan biaya variabel yang dapat langsung
dibebankan kepada pelanggan
2. Kurva Pengalaman
Kemampuan perusahaan untuk dapat menghasilkan barang secara ekonomis
juga ditentukan melalui proses perbaikan terus menerus yang dilakukan oleh
perusahaan selama beroperasi. Sehingga perusahaan menemukan titik dimana
ia mampu memproduksi barang dengan tingkatan paling efisien.
Dari kedua metode tersebut, perusahaan dapat memutuskan pada tingaktan
mana barang mampu diproduksi secara efisien, maka level tersebut dijadikan sebagai
level operasional terbaik. Angka ini akan dibandingkan dengan kapasitas yang
diajalankan oleh perusahaan dalam operasi harian. Angka yang didapat disebut
dengan tingkat utilitas kapasitas
2.9.2 Langkah Untuk Meningkatan Kapasitas
Penentuan besar kapasitas yang akan dimiliki oleh suatu perusahaan akan
memiliki alangkah sebagai berikut:
! Penilaian terhadap kapasitas yang ada
! Perkiraan akan kebutuhan kapasitas di masa depan
! Pencarian alternatif untuk meningkatkan kapasitas yang dimiliki
! Evaluasi atas kondisi keuangan, ekonomi, dan teknologi dari alternatif yang
digunakan
Pemilihan solusi dari berbagai alternatif cara meningkatkan kapasitas yang !
paling sesuai.
37
2.9.3 Perkiraan Akan Kebutuhan Kapasitas
Kebutuhan perusahaan dapat dibagi menjadi 2 periode:
1. Kebutuhan jangka pendek
Pengukuran dilakukan dengan melakukan metoda peramalan statistik, yang
berasal dari data periode sebelumnya. Misalnya dengan menggunakan
metode time series (Pisano, 2004,380). Hasilnya akan dibandingkan dengan
kapasitas yang telah dimiliki oleh perusahaan untk dilakukan penyesuaian
besar kapasitas.
2. Kebutuhan jangka panjang
Pengukuran dilakukan dengan memperhatikan strategi perusahaan di masa
mendatang, dengan memperhatikan asumsi yang terdapat didalamnya, seperti
kebijakan mengenai pemasaran, kondisi keuangan, maupun perkiraan arah
teknologi yang dimiliki oleh perusahaan.
2.9.4 Strategi Untuk Merubah Kapasitas
Kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan dapat juga berubah menyesuaikan
dengan kebutuhan dari pengguna. Kebijakan perubahan ini dapat ditinjau dari periode
pelaksanaannya.
1. Kebijakan jangka pendek
Pada periode jangka pendek besar kapasitas terpasang adalah tetap. Perubahan
kapasitas dilakukan dengan memperhatikan proses konversi dan jenis produk
yang dihasilkan. Proses konversi yang banyak menggunakkan mesin dapat
dilakukan penyesuaian dengan mengatur operasi mesin apakah diatas atau
38
dibawah kapasitas normal. Biaya untuk mensetting mesin, memelihara
fasilitas, biaya persediaan maupun tenaga kerja, akan berubah mengikuti
perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. Bila proses konversi dengan
menggunakan tenaga kerja maka proses penyesuaian dapat dilakukan dengan
mengatur besar tenaga kerja agar sesuai dengan kapasitas yang diperlukan.
Biaya yang diperlukan akan lebih besar akibat biaya pengadaan karyawan,
dan hilangnya tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
2. Kebijakan jangka panjang
Kebijakan dalam periode panjang sangat memnperhatikan kondisi yang terjadi
pada dunia pada umumnya, serta perkembangan jenis usaha yangdijalankan.
Metode yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu:
• Metode Ekspansi: perusahaan akan melakukan peningkatan kapasitas
secara besar-besaran secara sekaligus, dimana dibutuhkan biaya besar, dan
diperlukan tingkat keakuratan peramalan atas kondisi di masa depan yang
akurat oleh manajemen sebelum mengambil keputusan.
• Metode Kontraksi dan kapasitas konstan; kapasitas perusahaan dapat
dikurangi atau tetap dipertahankan, disesuaikan dengan masa ekonomis
dari produk yang dihasilkan. Keputusan manajemen dalam menentukan
besar kapasitas melihat apakah produk yang dihasilkan sudah mengalami
pertumbuhan negatif, sehingga klapasitas yang dimiliki harus dikurangi
atau dialihkan pada produk yang lain.
39
2.9.5 Pemodelan Alternatif
Dalam melakukan penentuan kapasitas yang dimiliki, manajemen sebaiknya
melakukan pemodelan dari kapasitas yang ingin dicapai. Adapun alat bantu yang
dapat digunakan adalah:
• present value analysis: untuk mengukur besar investasi yang dilakukan oleh
perusahaan dan aliran dana yang dimilki oleh perusahaan
• aggregate planning analysis: untuk mengukur penggunaan kapasitas yang
dimiliki oleh perusahaan
• break even analysis: untuk mengukur keseuaian antara kapsitas yang dimiliki
dengan biaya operasional yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.
2.9.6 Metode Evaluasi Kapasitas
Evaluasi kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan dapat dilakukan dalam
periode waktu:
Pengevaluasian kapasitas yang dimiliki oleh suatu organisasi dapat menggunakan
metode pembandingan antara kapasitas terpasang dengan kapasitas aktual. Untuk
mempermudah dapat digunakan alat bantu disesuaikan dengan periode penilaian.
Dalam jangka pendek, metode yang digunakan adalah: linear programming dan
computer simulation. Sedangkan dalam jangka panjang decision tree analysis
merupakan alat ukur yang memadai untuk mengukur kapasitas yang ada.
40
2.10 Teori Maksimalisasi Kapasitas
Level maksimalisasi suatu perusahaan dapat diukur melalui suatu siklus
produksi dimana konsumen bisa mendapatkan barang yang berasal dari persediaan
yang dimiliki oleh perusahaan (Martinich, 1997, 121). Pendekatan lain yang dapat
digunakan untuk mengukur dari level maksimalisasi adalah tingkat pelayanan kepada
konsumen. Besaran tingkat maksimalisasi pada suatu perusahaan dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis industri yang terdapat dan kriteria manajemen dalam
menetepakan kebijakan harga (kemampuan untuk menghasilkan keuntungan). Dalam
konteks institusi rumah sakit yang mempunyai misi selain untuk mendapatkan
keuntungan juga melakukan pelayanan kepada masyarakat, dalam penetapan
kapasitas yang maksimal penting bagi institusi rumah sakit untuk menyediakan
kapasitas yang setara dengan permintaan akan kebutuhan layanan kesehatan dari
masyarakat. Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat maksimal suatu
perusahaan (Martinich, 1997, 121), yaitu:
1. Biaya kelebihan penyediaan suatu produk: yaitu biaya yang diasosiasikan
dengan unit produk yang tidak terjual pada akhir masa penjualan suatu
produk. Dalam konteks jasa dapat diukur melalui tingkat utilisasi suatu
kapasitas. Dalam industri rumah sakit yaitu tingkat utilisasi sebuah instalasi.
2. Biaya kekurangan penyediaan suatu produk: kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan keuntungan penjualan karena tidak terdapatnya persediaan.
Selain dapat diukur dari tingkat utilitas suatu kapasitas, pada industri rumah
sakit dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan.
41
Dalam rangka untuk meminimalkan masalah kekurangan ataupun kelebihan
kapasitas yang dimiliki untuk melayani pelanggan, perusahaan dapat melakukan
penghitungan atas kapasitas yang seharusnya dimiliki untuk mengurangi biaya yang
mungkin terjadi akibat kelebihan ataupun kekurangan biaya. Formula yang dapat
digunakan untuk menentukan besar kapasitas adalah sebagai berikut:
Expected Demand = Di x pi
dimana D merupakan tingkat permintaan oleh konsumen pada suatu kondisi tertentu
dan p merupakan peluang dari D untuk terjadi .
Kapasitas dari sebuah instalasi pada sebuah rumah sakit terutama instalasi
ruang bedah seperti tempat tidur, maupun peralatan pendukung yang ada seperti
lampu, meja dan alat operasi, termasuk dalam kategori persediaan yang memiliki
umur ekonomis panjang/tahan lama, atau disebut juga dengan barang dengan sifat
kapasitas tetap. Barang yang termasuk kategori ini memiliki kekhasan yang khusus,
dimana setiap permintaan atas penggunaan barang tersebut bila tidak terpenuhi saat
ini akan dipenuhi pada saat berikutnya.
Top Related