II-1
BAB II
TEORI GELOMBANG DAN ARUS DEKAT PANTAI
II.1 Teori Gelombang
Gelombang laut dapat ditimbulkan oleh berbagai gaya pembangkit, seperti gaya
angin, gaya gempa, gaya tarik benda-benda langit dan lain-lain, sedangkan berdasarkan gaya
pulih (restoring force) terdapat gelombang gravitasi, gelombang kapiler, gelombang
viskositas dan lain-lain. Pada Tugas Akhir ini dibahas mengenai penjalaran dan transformasi
gelombang pada perairan dangkal serta gelombang pecah akan dibahas secara lebih rinci
dalam penjabaran berikut.
Transformasi gelombang merupakan peminjaman istilah dari disipasi energi
gelombang. Istilah transformasi memang dapat berarti berubah menjadi semakin kecil
ataupun berubah menjadi semakin besar. Ketika berubah menjadi semakin kecil, maka jelas
berarti gelombang mengalami disipasi, tapi pada saat berubah menjadi lebih besar, maka ada
saat sesaat gelombang tak mampu menjaga keseimbangan yang telah diperoleh sebelumnya,
sehingga gelombang akan mengalami disipasi untuk menempatkan keseimbangan kembali.
Proses transformasi semakin besar pengaruhnya di sekitar pantai (nearshore) karena
batimetri yang beragam termasuk adanya bangunan pantai yang dapat mengubah
karakteristik gelombang. Beberapa perubahan yang terjadi pada karakteristik gelombang
yang menjalar masuk ke perairan dangkal diantaranya tinggi gelombang (H) dan sudut
datang gelombang (θ). Jika dianggap tidak terdapat kehilangan energi selama penjalaran
gelombang, dari observasi terlihat bahwa tinggi gelombang pecah umumnya lebih tinggi
daripada tinggi gelombang di lepas pantai. Perubahan lain adalah perubahan panjang
gelombang (L) terhadap kedalaman serta perubahan arah gelombang atau refraksi. Berikut ini
akan dideskripsikan mengenai fenomena transformasi, seperti pendangkalan (shoaling),
pembelokan (refraksi), penyebaran (difraksi) dan pemantulan (refleksi) gelombang serta
gelombang pecah (wave breaking).
Pada kenyataannya proses penjalaran gelombang yang memasuki perairan dangkal
merupakan fenomena yang cukup kompleks, oleh karena itu diberikan beberapa asumsi
untuk menyederhanakan masalah, yaitu :
II-2
1. Energi gelombang di antara dua sinar gelombang adalah konstan.
2. Arah sinar gelombang tegak lurus dengan puncak gelombang.
3. Perubahan kecepatan gelombang hanya dipengaruhi oleh perubahan kedalaman
perairan setempat.
4. Muka gelombang adalah panjang, perioda konstan, amplitudo kecil dan
monokromatik.
5. Efek arus, angin, refleksi dari pantai dan variasi perlapisan air diabaikan.
Gambar 2.1. Perubahan arah penjalaran sinar gelombang akibat perubahan kedalaman
(sumber: Shore Protection Manual, Volume I, 1984)
II.1.1 Shoaling dan Refraksi Gelombang
Ketika gelombang mencapai daerah pantai, gelombang akan terpengaruh oleh dasar
perairan dan arus balik, sehingga gerak partikel tidak lagi orbital sempurna dan parameter-
parameter gelombangnya merupakan fungsi dari kedalaman. Karena partikel air yang
bergerak akibat adanya gelombang telah menyentuh dasar perairan maka akan terjadi disipasi
oleh gesekan dasar dan cepat rambat gelombang pun menjadi lebih lambat. Transformasi
gelombang ini tidak terjadi tiba-tiba, kemudian gelombang pecah tapi efek pertama yang
terjadi adalah kecepatan yang berkurang sehingga terjadi pengurangan panjang gelombang
II-3
dan penambahan tinggi gelombang (shoaling). Kemudian terjadi perubahan arah gelombang
(refraksi).
Pada peristiwa refraksi ini berlaku hukum Snellius, yaitu :
(2.1)
Dari asumsi (2.1), energi gelombang adalah konstan. Misalkan b0 adalah jarak
orthogonal antara dua sinar gelombang di perairan dalam sedangkan b1 dan b2 adalah jarak
dua sinar gelombang di perairan dangkal, maka :
(2.2)
(2.3)
(2.4)
atau perairan dangkal (notasi 1) diganti perairan dalam (notasi 0) maka
(2.5)
dimana :
= koefisien pendangkalan (shoaling) (2.6)
Koefisien refraksi, yaitu :
(2.7)
(2.8)
0
0
sinsinC C
θθ=
1 1 2 2b P b P=
1 1 1 2 2 2b E Cg b E Cg=
1 12 2
2 1 1
1 2 2s r
H Cg b k kH Cg b
⎛ ⎞ ⎛ ⎞= =⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠
1 12 2
0 02 0
2 22Cg bH HCg b
⎛ ⎞ ⎛ ⎞= ⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠
12
0
22sCgkCg
⎛ ⎞= ⎜ ⎟⎝ ⎠
0 0 0 2 0 2cos cosb l dan b lθ θ= =
1 12 2
0 0
2 2
coscosr
bkb
θθ
⎛ ⎞ ⎛ ⎞= =⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠
II-4
Gambar 2.2. Diagram refraksi sinar gelombang
(sumber : Shore Protection Manual volume I, 1984)
II.1.2 Difraksi dan Refleksi Gelombang
Analogi difraksi maupun refleksi dapat diilustrasikan seperti pada suatu barisan yang
saling berderetan, jika orang yang berada di sisi kanan tertahan oleh suatu penghalang, maka
barisan sebelah kiri akan membelok dan mengisi kekosongan barisan di sisi kanan. Demkian
juga dengan gelombang, muka gelombang yang tidak tertahan akan mengisi kekosongan
energi karena muka gelombang yang tertahan tidak dapat terus merambatkan energinya.
Apabila puncak gelombang yang panjang melewati bagian ujung dari suatu
penghalang, misalnya suatu pemecah gelombang, maka sebagian energinya akan dipantulkan
kembali, tetapi sebagian besar dari energi gelombang tersebut akan ditransfer secara lateral
yang menyebabkan terjadinya difraksi di sekitar bagian ujung pemecah gelombang tersebut.
Pemantulan gelombang terjadi di sepanjang pemecah gelombang, yaitu pada bagian yang
berhadapan dengan gelombang datang. Sedangkan difraksi terjadi di sekitar ujung pemecah
gelombang.
II-5
Pada kasus muka gelombang yang terhalang pemecah gelombang, di belakang
pemecah gelombang terdapat zona bayangan, jika gelombang datang dan memasuki zona
tersebut maka tinggi gelombang berubah secara drastis menyebabkan medan gelombang
tidak lagi konstan. Akibat terjadinya proses ini, energi gelombang akan terpencar dan
tersebar mengisi daerah yang kosong.
II.1.3 Gelombang Pecah
Koefisien pendangkalan memperlihatkan bahwa tinggi gelombang menuju tak
terhingga pada perairan yang sangat dangkal.Pada kenyataanya, pada titik tertentu ketinggian
gelombang akan mencapai ketinggian maksimum, dimana setelah gelombang mencapai
ketinggian maksimumnya maka gelombang akan pecah.
Ketika gelombang merambat menuju perairan dangkal maka panjang gelombang akan
berkurang sedangkan tinggi gelombang akan meningkat yang menyebabkan kecuraman
gelombang (wave steepness) yaitu H/L akan bertambah. Gelombang pecah akan terjadi
ketika kecuraman gelombang melewati titik kritisnya yang merupakan fungsi dari kedalaman
relatif (d/L) dan kemiringan pantai (m).
Untuk memahami peristiwa gelombang pecah diperkenalkan suatu indeks, yaitu
indeks gelombang pecah yang terdiri dari dua bagian yaitu :
1. indeks kedalaman pecah :
bb
b
Hd
γ = (2.9)
2. indeks ketinggian gelombang pecah :
0
bb
HH
Ω = (2.10)
Mc Cowan (1894) menurunkan bahwa gelombang mulai pecah bila tinggi gelombang
mencapai 0.78 kali kedalaman perairan :
bH dbγ= (2.11)
II-6
dimana :
0.78γ = (2.12)
Sedangkan Weggel (1972) dari hasil penelitian laboratorium mendapatkan bahwa
gelombang pecah bergantung pada kemiringan dasar pantai yang dijelaskan dalam hubungan
berikut :
2b
bHb a
gTγ = −
(2.13)
Untuk kemiringan pantai mendekati 0 maka parameter a dan b didefinisikan sbb :
( )19tan43.8 1a e β−= − dan
( )19.5tan
1.561
be β−
=+ (2.14)
Komar dan Gaughan (1973) menurunkan hubungan semi empiris untuk menghitung
indek ketinggian gelombang pecah sbb :
1' 50
0
0.56bHL
−⎛ ⎞
Ω = ⎜ ⎟⎝ ⎠ (2.15)
II.1.4 Fluks Energi
Fluks energi dalam arah sejajar pantai di daerah surf zone didekati dengan asumsi
kekekalan fluks energi pada gelombang yang mengalami efek pendangkalan (shoaling
waves), dengan menggunakan teori gelombang amplitudo kecil (small amplitude wave
theory) dihitung fluks energi pada daerah gelombang pecah. Fluks energi per unit panjang
dari puncak gelombang atau laju energi gelombang yang ditransmisikan melewati bidang
dari unit lebar yang tegak lurus terhadap arah gelombang datang adalah :
2
8g ggP E C H Cρ
= = (2.16)
II-7
Jika gelombang datang membentuk sudut dengan dengan garis pantai maka fluks energi
dalam arah gelombang datang per unit panjang dari pantai, adalah :
2cos cos8 ggP H Cρα α=
(2.17)
dan komponen sejajar pantai dari fluks energi diberikan oleh :
2cos sin cos sin8 ggPl P H Cρα α α α= =
(2.18)
karena :
1cos sin sin 22
α α α=,
maka :
2 sin 216 g
gPl H Cρ α= (2.19)
pendekatan untuk Pl pada titik pecah di berikan oleh :
2 sin 216 b b b
gPlb H Cρ α= (2.20)
hubungan di atas hanya valid digunakan pada satu sinar gelombang berjalan dengan satu
perioda dan satu tinggi gelombang, sedangkan hampir semua data gelombang memiliki
karakteristik yang tergantung pada variasi tinggi gelombang. Pada umumnya data tinggi
gelombang yang dijadikan acuan dalam berbagai pekerjaan engineering adalah tinggi
gelombang signifikan, untuk itu tinggi gelombang signifikan disubstitusikan kedalam
persamaan di atas yang menghasilkan :
2 sin 216 sb gb b
gPls H Cρ α= (2.21)
II.1.5 Setup dan Setdown Gelombang
Pada saat gelombang menjalar dari perairan dalam menuju pantai, tinggi gelombang
terus bertambah besar dan pada titik pecah terjadi tinggi gelombang maksimum. Dari titik
pecah ke garis pantai tinggi gelombang akan berkurang kembali. Dengan bertambahnya
tinggi gelombang dari laut dalam ke titik pecah, permukaan air turun secara kontinu sampai
II-8
posisi gelombang pecah. Kejadian ini disebut setdown gelombang. Setdown maksimum
terjadi di titik pecah.
a. Setdown
Dengan mengasumsikan bahwa gelombang permukaan menjalar pada perairan
dengan kedalaman konstan dalam arah-x, maka kekekalan momentum dalam arah-x dapat
ditulis sebagai (Izumiya, 1988) :
( )dxdhgS
dxd
xxζζρ +−= (2.22)
Dengan menggunakan kekekalan fluks energi dan diasumsikan ζ kecil bila
dibandingkan dengan kedalaman perairan, h, di luar surfzone, maka hasil integrasi dari
persamaan di atas menghasilkan set down (Izumiya, 1988) :
khkH
2sinh81 2
−=ζ (2.23)
b. Setup
Di dalam surfzone energi gelombang terdisipasi karena gelombang pecah, sehingga
stress radiasi Sxx berkurang dan akan terjadi gelombang setup. Tinggi gelombang pecah dapat
didekati dengan persamaan H = γ (h+ζ ). Stress radiasi di dalam surfzone ESxx 5,1= .
Dengan menggunakan pendekatan perairan dangkal dan teori gelombang linier, maka
diperoleh (Izumiya, 1988) :
( )hhK BB −=−ζζ
(2.24)
dengan hB adalah kedalaman perairan di tempat gelombang pecah, Bζ adalah elevasi muka
air pada saat gelombang pecah 23811γ+
=K dan γ adalah konstanta pembanding.
II-9
II.1.6 Model Gelombang ST-Wave
Interaksi antara gelombang dengan arus sangatlah penting dalam hubunganya dengan
frame bergerak bersama arus. Parameter gelombang pada frame ini ditunjukkan dengan
subscript r, yang berarti “relatif” terhadap arus, dan untuk parameter yang acuan frame-nya
tetap, ditunjukkan dengan subscript a yang berarti “absolut”. Hubungan dispersi gelombang
untuk acuan frame yang bergerak diberikan dalam (Jonsson 1990 dll).
2 tanhr gk kdω = (2.25)
dimana,
ω = frekuensi sudut
g = percepatan sudut
k = bilangan gelombang
d = kedalaman
Pada frame acuan absolut, persamaan dispersi diberikan persamaan berikut :
( )cosa r kUω ω δ α= + − (2.26)
dimana,
U = kecepatan arus
δ = arah arus relatif terhadap frame acuan (sumbu x)
α =arah orthogonal (normal terhadap muka gelombang) (Gambar 2.3)
Bilangan gelombang diselesaikan dengan substitusi persamaan (2.25) ke persamaan
(2.26) dan secara iteratif untuk mendapat k. Bilangan gelombang dan panjang gelombang
( )(2 ) /L kπ= keduanya berada pada frame acuan yang sama. Solusi untuk refraksi dan
shoaling juga memerlukan kecepatan gelombang, C, dan celerity kelompok, Cg, keduanya
pada frame acuan yang sama.
II-10
Pada frame acuan relatif terhadap arus:
rrC
kω
= (3.27)
20.5 1sinh 2gr r
kdC Ckd
⎛ ⎞= +⎜ ⎟⎝ ⎠
(3.28)
Gambar 2.3 Sketsa acuan arah gelombang dan vektor arus
Arah dari kecepatan dan kecepatan group relatif adalah α, orthogonal arah
gelombang. Pada referensi frame absolut:
( )cosa rC C U δ α= + − (3.29)
( ) ( ) ( )ga gr ll lC C U= + (3.30)
dimana subscript i adalah notasi tensor untuk komponen x dan y. Arah dari kecepatan absolut
juga merupakan arah orthogonal gelombang. Kecepatan grup absolut di definisikan sebagai
sinar gelombang, sinar gelombang pada Gambar 2.3 diberikan sebagai berikut:
1 sin sintan
cos cosgr
gr
C UC U
α δμ
α δ−⎛ ⎞+
= ⎜ ⎟⎜ ⎟+⎝ ⎠ (2.31)
II-11
Perbedaan antara orthogonal gelombang (arah tegak lurus puncak gelombang) dan
sinar gelombang (arah dari penjalaran energi) sangatlah penting untuk menggambarkan
interaksi arus-gelombang. Tanpa arus, sinar gelombang dan orthogonal adalah sama, akan
tetapi dengan adanya arus, energi gelombang bergerak sepanjang sinar di mana arah
gelombang searah dengan orthogonal gelombangnya.
Arah orthogonal gelombang untuk kondisi steady state diberikan oleh (Mei 1989;
Jonsson 1990):
sinh 2t tr
gak DUC kD DdC
DR kd Dn k Dnα= − − (2.32)
dimana,
D = derivative
R = koordinat pada arah sinar gelombang
n = koordinat normal pada orthogonal gelombang
Persamaan pembangun kekekalan steady state dari aksi spektrum gelombang
sepanjang sinar gelombang diberikan oleh (Jonsson 1990):
( ) ( ) ( )cos ,a ga aga t
t r r
C C E a SCx
μ α ωω ω−∂
=∂ ∑ (2.33)
dimana,
E = kerapatan energi gelombang dibagi ( ρwg), dimana ρw adalah kerapatan air
S= suku source dan sink energi
II-12
II.2 Teori Dasar Arus Sejajar Pantai
Secara umum terdapat dua sistem arus yang langsung disebabkan oleh gelombang di
perairan pantai, yaitu: 1) suatu sistem sirkulasi sel dari rip currents bergabung dengan
longshore currents, dan 2) longshore currents yang dihasilkan oleh gelombang datang
menuju pantai kemudian pecah dengan puncak gelombang pecah yang membentuk sudut
terhadap garis pantai (Komar,1976 dalam Amnelia, 2003).
Gelombang pecah tersebut menimbulakan fluks momentum (stress radiasi) yang
merupakan pembangkit utama arus sejajar pantai. Arus ini sebagian besar berada di daerah
perairan pantai diantara garis gelombang pecah dan garis pantai atau pada daerah surf zone.
Kecepatan arus berkurang secara cepat dari daerah gelombang pecah ke garis pantai hingga
nol.
Pola arus rip current terjadi bila muka gelombang yang datang secara efektif pecah
sejajar dengan garis pantai. Arus yang terjadi adalah arus yang bergerak keluar dari surf zone
menuju offshore dengan kecepatan tinggi. Jika gelombang datang dan gelombang pecah,
puncaknya membentuk sudut relatif kecil terhadap garis pantai, maka dapat terjadi sistem
arus pantai yang merupakan gabungan dari kedua pola di atas, yaitu longshore current dan
rip current.
Setiap sistem gelombang yang datang menuju pantai, profil kedalaman dan garis
pantai akan menentukan karakteristik pola longshore current dan rip current. Apabila
gelombang datang cukup banyak, maka jumlah rip current sedikit dan bergerak cepat.
Sebaliknya apabila gelombang datang sedikit maka jumlah rip current yang terjadi banyak,
namun kecepatannya lemah (Mc Kenzei, 1995 dalam Indriyetty, 1995).
II.2.1 Kajian Analitik Longuet-Higgins
Profil arus sejajar pantai, sebagai fungsi jarak dari garis setelah gelombang pecah
(swash), dihitung dengan menggunakan konsep stress radiasi bersama-sama dengan
viskositas eddy horizontal eμ dari bentuk ( )1/ 2e Nx ghμ ρ= , dengan ρ adalah densitas, x
adalah jarak lepas pantai, g adalah percepatan gravitasi, h adalah kedalaman lokal rata-rata,
dan N adalah konstanta numerik. Asumsi ini memberikan munculnya kawanan profil arus
II-13
yang mempunyai bentuk tergantung pada parameter tak berdimensi 2 0.4 f
mNPC
π= , dimana m
menyatakan kemiringan dasar, dan fC adalah koefisien drag di dasar. Profil arus dari bentuk
analitik sederhana maksimum pada daerah gelombang pecah. Perbandingan dengan
eksperimen menyatakan bahwa P tidak pernah melebihi nilai kritis 2/5.
Persamaan pengatur arus sejajar pantai tak berdimensi ( V ) dalam model analitik
yang dikembangkan oleh Longuet-Higgins adalah :
3/ 25/ 2 1/ 2
0XVP X X V
x X⎧−∂ ∂⎛ ⎞ − = ⎨⎜ ⎟∂ ∂⎝ ⎠ ⎩
0 11
XX
< << < ∞ (2.34)
Dengan 0/V v v= , / bX x x= dan
5 sin8o b b
f
v ghC
π α θ= (2.35)
Dengan v kecepatan arus sejajar pantai, 0v kecepatan arus sejajar pantai di garis
gelombang pecah, a adalah konstanta karakteristik dari gelombang pecah, θb sudut
gelombang di garis pecah. Penyelesaian persamaan (2.34) diperoleh :
a. untuk 2 / 5P ≠
1
12
2
P
P
B XV
B X
⎧⎪= ⎨⎪⎩
0 11
XX
< << < ∞ (2.36)
dimana
, 12
23 9 14 16
PP
⎛ ⎞= − + +⎜ ⎟⎝ ⎠
21
1 2
1PB AP P
−=
− , 1
21 2
1PB AP P
−=
−
b. unt
diper
Long
langk
1512
A =⎛ −⎜⎝
tuk 2 / 5P =
10491049
XV
X
⎧⎪⎪= ⎨⎪⎪⎩
Sehingga
rlihatkan dala
Gambar 2.param
Sedangka
guet-Higgins
kah sebagai b
152
P ⎞⎟⎠
5
5/ 2
5 17
X X nX
X
−
distribusi ar
am Gambar
.4. Bentuk pmeter percam
an untuk me
s yang dihitu
berikut :
X
0 1
1
X
X
< <
< < ∞
rus sejajar p
r 2.4
rofil arus yampuran yang
endapatkan a
ung melalui
antai yang d
ang diberikang berbeda-be
arus analitik
pendekatan
dimodelkan o
n oleh persameda (Longue
k sejajar pan
empiris Ko
oleh Longue
maan (2.37) et-Higgins, 1
ntai yang dik
mar (1976)
(2.37)
et-Higgins (1
untuk nilai 970)
kembangkan
dengan lang
II-14
1970)
n oleh
gkah-
II-15
a. Hitung nilai :
21318
ζγ
=+
, dengan γ adalah koefisien gelombang pecah ( biasanya bernilai
0.78 ).
Komar ( 1976 ) mendapatkan hubungan / fm C yang dinyatakan dengan :
12 12
1
3250.58
(0.5) (0.5)pf
mC B A
πγ ζ
=⎡ ⎤+⎣ ⎦ (2.38)
Selanjutnya hitung : 12 2
05 sin 232 b b
f
mv gHC
π γ ζ α= (2.39)
0v adalah kecepatan di titik gelombang pecah.
b. Hitung distribusi kecepatan arus sejajar pantai tak berdimensi (V)
1
12
2
p
P
AX B XV
B X
⎧ +⎪= ⎨⎪⎩
0 11
XX
< << < ∞ (2.40)
Dengan : 0v v V=b
xXx
= sehingga diperoleh arus sejajar yang dihitung dengan
hubungan 0v v V= .
II.2.2 Persamaan Hidrodinamika Model M2D
Persamaan Hidrodinamika yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah
berdasarkan pada persamaan yang digunakan dalam model M2D. Penjabaran persamaan
tersebut adalah sebagai berikut.
M2D adalah representasi numerik beda hingga dua dimensi perata-rataan terhadap
kedalaman. Fasilitas yang terdapat pada model M2D meliputi: wet and dry, pengaruh angin
II-16
(bervariasi terhadap waktu) bergantung pada koefisien gesek angin, koefisien gesekan dasar
bervariasi terhadap ruang, variasi ruang dan waktu stress radiasi gelombang.
Persamaan Pembangun dari M2D terdiri dari persamaan kontinuitas dan momentum
sebagai berikut:
Persamaan kontinuitas :
( ) 0yx qh qt x yη ∂∂ + ∂
+ + =∂ ∂ ∂
(2.41)
Persamaan momentum :
( )212
x x x x xx y
hq uq vq q qg D Dt x y x x x y y
η∂ +∂ ∂ ∂ ∂ ∂∂ ∂+ + + = +
∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂
y bx wx Sxfq τ τ τ+ − + + (2.42)
( )212
y y y y yx y
q uq vq q qhg D D
t x y y x x y yη∂ ∂ ∂ ∂ ∂∂ + ∂ ∂
+ + + = +∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂
y by wy Syfq τ τ τ− − + + (2.43)
dimana:
h = kedalaman terhadap still water
η = tinggi muka air terhadap still water
t = waktu
qx = flow per lebar unit paralel terhadap sumbu-x
qy = flow per lebar unit paralel terhadap sumbu-y
u = kecepatan arus yang dirata-ratakan thd kedalaman paralel terhadap sumbu-x
v = kecepatan arus yang dirata-ratakan thd kedalaman paralel terhadap sumbu-x
g = percepatan gravitasi
Dx = koefisien difusi untuk arah –x
Dy = koefisien difusi untuk arah –y
f = parameter coriolis
τbx = stress dasar pararel terhadap sumbu-x
II-17
τby = stress dasar pararel terhadap sumbu-y
τwx = stress permukaan pararel terhadap sumbu-x
τwy = stress permukaan pararel terhadap sumbu-y
τSx = stress gelombang pararel terhadap sumbu-x
τSy = stress gelombang pararel terhadap sumbu-y
Hubungan komponen kecepatan dengan flow per unit lebar:
xquh η
=+
(2.44)
yqv
h η=
+ (2.45)
untuk kondisi tanpa gelombang, stress dasar diberikan sbb:
bx bC u Uτ = (2.46)
by bC v Uτ =
Di mana U adalah kecepatan arus total dan Cb adalah koefisien gesekan dasar empiris.
Kecepatan arus total :
2 2U u v= + (2.47)
Koefisien gesekan dasar :
2bgC
C= (2.48)
dimana C adalah koefisien Chezy : 1/ 6RCn
= (2.49)
dimana R adalah radius hidrolik, dan n adalah koefisien kekasaran Manning.
Dengan adanya gelombang, gesekan dasar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu oleh
quasi-steady current ( pasang surut, angin, dan gelombang permukaan) dan oleh gerak orbital
gelombang pada bagian dasar. Perata-rataan gesekan dasar sepanjang periode gelombang
permukaan yang didapat dengan pengintegrasian secara numerik, perlu dilakukan proses
II-18
komputansi intensif untuk setiap grid pada setiap langkah waktu. Dengan demikian,
dilakukan pendekatan square wave untuk gelombang yang memungkinkan untuk menghitung
perata-rataan terhadap waktu secara analitik.
Pendekatan perata-rataan terhadap waktu dari gesekan dasar dengan
mengkombinasikan arus dan gelombang (Nishimura 1988), sbb :
2 22cos cos sinb b
bx b wcwc wc
C u U u vU Uω ωτ α α α
⎧ ⎫⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎪ ⎪= + +⎨ ⎬⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎪ ⎪⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎩ ⎭
(2.50)
2 22cos sin cosb b
by b wcwc wc
C v u U vU Uω ωτ α α α
⎧ ⎫⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎪ ⎪= + +⎨ ⎬⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎪ ⎪⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎩ ⎭
(2.51)
dimana, α adalah sudut gelombang relatif terhadap sumbu –x, sedangkan Uwc dan ωb didapat
dari persamaan berikut :
( ) ( ) 2 2 2 2 2 21 2 cos sin 2 cos sin2wc b b b bU u v u v u v u vω α α ω ω α α ω= + + + + + + + − +
(2.52)
( )sinhbH
k hσω
π η=
+⎡ ⎤⎣ ⎦ (2.53)
dimana σ adalah frekuensi sudut gelombang, H adalah tinggi gelombang, dan k adalah
bilangan gelombang.
Stress angin permukaan, diberikan sbb:
( )2 sinawx d
w
C Wρτ θρ
= (2.54)
( )2 cosawy d
w
C Wρτ θρ
= (2.55)
dimana:
Cd = koefisien drag angin
ρa = densitas udara
II-19
ρw = densitas air
W = kecepatan angin
θ = arah angin
Penentuan arah angin ditetapkan 0 derajat merupakan arah angin dari Timur dengan
penambahan sudut berlawanan jarum jam.
Stress gelombang dihitung dari gradien spasial stress radiasi, sbb:
1 xyxxSx
w
SSx y
τρ
∂⎛ ⎞∂= − +⎜ ⎟∂ ∂⎝ ⎠
(2.56)
1 xy yySy
w
S Sx y
τρ
∂ ∂⎛ ⎞= − +⎜ ⎟∂ ∂⎝ ⎠
(2.57)
dimana Sxx, Sxy, Syy, adalah stress radiasi akibat gelombang. Perhitungan tensor stress radiasi
berdasar pada teori gelombang linier dan proses komputasinya diperoleh dari STWAVE
maupun model gelombang lainnya, yang merepresentasikan penjumlahan formulasi tensor
standar yang memotong spektrum tertentu. Untuk sistem koordinat dengan arah –x tegak
lurus garis pantai, komponen tensornya adalah sbb (Smith et al. 2001) :
( ) ( )( ) ( )22
, 0.5 1 cos 1 0.5sinh 2xx
k hS E d d
k hη
ω α α ω αη
⎡ ⎤⎛ ⎞+= + + −⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟+⎢ ⎥⎝ ⎠⎣ ⎦∫∫ (2.58)
( ) ( )( )
, 20.5 1 sin 2
2 sinh 2xy
E k hS d d
k hω α η
α ω αη
⎡ ⎤⎛ ⎞+= +⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟+⎢ ⎥⎝ ⎠⎣ ⎦∫∫ (2.59)
( ) ( )( ) ( )22
, 0.5 1 sin 1 0.5sinh 2yy
k hS E d d
k hη
ω α α ω αη
⎡ ⎤⎛ ⎞+= + + −⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟+⎢ ⎥⎝ ⎠⎣ ⎦∫∫ (2.60)
dimana :
Sxx = flux momentum tegak lurus garis pantai
Sxy = komponen shear dari stress radiasi
Syy = flux momentum sejajar garis pantai
E = densitas energi gelombang
II-20
Model gelombang seperti STWAVE, biasanya menggunakan sistem koordinat
dengan sumbu –x yang tegak lurus (normal) garis pantai (arah positif sumbu –x menuju
pantai) dan sumbu –y sejajar garis pantai.
Parameter Coriolis diberikan,sbb :
2 sinf ϕ= Ω (2.61)
dimana Ω adalah frekuensi sudut dari rotasi bumi, dan φ adalah koordinat lintang bumi.
Rata-rata koefisien viskositas Eddy arah horizontal terhadap kedalaman (D), tidak
bergantung pada kekuatan pencampuran pada kolom air yang merupakan fungsi dari proses
yang terjadi pada daerah tersebut. Jika pengaruh gelombang terhadap pencampuran tidak
terlalu besar, maka D dapat dihitung sebagai fungsi dari kedalaman perairan total, kecepatan
arus, dan kekasaran dasar (Falconer 1980).
( )0 2
1 1.152
UD g h
Cη
⎡ ⎤= +⎢ ⎥
⎣ ⎦ (2.62)
Dimana subskrip 0 menyatakan pencampuran oceanic. Suku yang menyatakan
koefisien viskositas Eddy diberikan pada persamaan di atas yang dihasilkan dalam mixing
term, yang tidak linier.
Pada surf zone, gelombang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
pencampuran lateral, dan koefisien viskositas Eddy merupakan fungsi dari properti
gelombang.
Pencampuran pada surf zone, diberikan sbb:
Dw = εL (2.63)
dimana εL menggambarkan pencampuran lateral di bawah trough level (Smith et al) dan
ditulis sbb:
εL = Λ umH (2.64)
dimana Λ adalah koefisien empiris yang merepresentasikan kekuatan pencampuran lateral,
dan um adalah amplitudo komponen horizontal dari kecepatan orbit gelombang di dasar :
( )22 cosh
mgHTu
hπ ηλ
λ
=+⎛ ⎞
⎜ ⎟⎝ ⎠
(2.65)
II-21
dimana T adalah periode gelombang.
Top Related