16
BAB II
MANUSIA DALAM PERSEKTIF
AL-QUR’AN DAN PSIKOLOGI
“Apa dan Siapa Manusia” , pertanyaan ini selalu menarik perhatian manusia
untuk dijawab oleh manusia sepanjang zaman. Tidak mengherankan jika banyak
sekali kajian atau pemikiran yang telah dicurahkan untuk membahas tentang manusia.
Walaupun demikian, persoalan tentang manusia akan tetap menjadi misteri yang tak
terungkap. Selain karena keterbatasan pengetahuan para ilmuan untuk menjangkau
segala aspek yang terdapat dalam diri manusia juga karena manusia sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT. yang istimewa agaknya memang memiliki latar belakang
kehidupan yang penuh rahasia dan kompleks.
Namun demikian ikhtisar untuk mempelajari manusia tidak berarti harus
berhenti disini, lembaran-lembaran kitab suci al-Qur’an memuat banyak informasi
tentang manusia baik tersirat maupun tersurat. Begitu pula dengan para psikolog yang
mencoba menguak tabir misteri manusia dengan teori-teorinya.
A. Manusia Dalam Pandangan Al-Qur’an
Al-Qur’an mempunyai pandangan yang khas mengenai manusia
lembaran-lembarannya memuat petunjuk Ilahi tentang penciptaan manusia dan
hakekat manusia baik tersurat ( jelas maknanya ) maupun tersirat ( perlu
penafsiran ). Manusia, salah satu dari sekian permasalahan yang di bahas dalam
al-Qur’an yang acap kali menjadi bahan kajian yang sering dinilai secara
spekulatif, yang didasarkan pada pandangan yang sangat subjektif dan tidak
disandarkan pada pegangan yang benar-benar bisa dipercaya.1
Dengan mempelajari ayat-ayat al-Qur’an terutama ayat-ayat yang
berkaitan dengan riwayat nabi Adam as.. Mengingat bahwa dalam keyakinan
Islam Nabi Adam as. adalah “Cikal Bakal” umat manusia yang diciptakan
1 Abd. Rahman Shaleh, Muhbib, Abd.Wahab, “Psikologi Suatu Pengantar Ilmu Perspektif
Islam”, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 49
17
langsung oleh Kuasa kehendak Allah, dengan demikian merupakan prototipe
manusia pada umumnya.
Manusia mengungguli makhluk-mahluk lain ciptaan Allah, kedudukannya
selaku khalifah Allah dimuka bumi melahirkan bentuk hubungan antara manusia,
alam dan hewan yang bersifat penguasaan, pengaturan dan penempatan oleh dan
untuk manusia, keunggulan manusia tersebut terletak dalam wujud kejadiannya
sebagai makhluk yang diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya makhluk ( Ahsana
al-Taqwim ) baik dalam keindahan, kesempurnaan bentuk tubuhnya, maupun
dalam kemampuan memaknainya, baik intelektual maupun spiritual 2
Di samping itu, ada unsur lain yang membuat dirinya dapat mengatasi
pengaruh dunia sekitar serta problem dirinya yaitu unsur jasmani dan rohani.
Kedua unsur ini sebenarnya sudah tampak pada berbagai makhluk lain yang
diberi nama jiwa, atau soul, anima dan psyche. Tetapi pada kedua unsur itu
manusia dianugerahi nilai lebih, hingga kualitasnya berada diatas kemampuan
yang dimiliki makhluk-makhluk lain. Dengan bekal istimewa ini, manusia mampu
menopang keselamatan, keamanan, kesejahteraan dan kualitas hidupnya selain itu
juga manusia merupakan makhluk berperadaban yang mampu membuat sejarah
generasinya. 3
Komponen jasmani manusia berasal dari tanah ( QS. al-Syajadah (32) : 7 )
dengan komponen rahani yang ditiupkan oleh Allah ( QS. al-Hijr (15) : 29 ).
Dengan demikian manusia merupakan satu kesatuan dari mekanisme biologis,
yang dapat dinyatakan berpusat pada jantung ( sebagai pusat kehidupan ) dan
mekanisme kejiwaan yang berpusat pada otak ( sebagai lambang berpikir, merasa
dan bersikap ). 4
Dari uraian di atas dapat dipertegas lagi menjadi konsep yang lebih jelas,
untuk mengungkapkan manusia, al Qur’an menggunakan kata-kata al-Basyar, al-
2 Djohan Effendi. “Tasawuf Al-Qur’an tentang Perkembangan Jiwa Manusia”, Jurnal
Ulumul Qur’an, No. 8, Vol. II, 1991, hlm. 4 3 H. Jalaluddin, “Teologi Pendidikan”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 12 -
13. 4 Abd. Rahman S., Muhbib A.W., Op. cit., hlm. 49
18
Insan ( al-Ins, al-Unas, al-Nas ), bani Adam. Nama-nama sebutan ini mengacu
kepada gambaran tugas yang seharusnya diperankan oleh manusia.
a. Al – Basyar ( البشر ) Kata Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti
“menampakkan sesuatu yang baik dan indah”. Dari kata yang sama lahir kata
Basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai Basyar karena memiliki kulit
yang jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain, yang justru lebih
kelihatan bulu rambutnya dari pada kulit. Setiap pengungkapan manusia dari
segi fisik dan bentuk lahiriahnya yakni manusia dipandang sebagai makhluk
biologis yang memerlukan makan, minum, hubungan seksual, dorongan
mempertahankan diri, dorongan mengembangkan diri sebagai bentuk
dorongan primer makhluk biologis. 5
b. Al-Insan ( إالنسا ن )
Kelompok kedua adalah istilah al-Insan yang meliputi kata-kata
sejenisnya yaitu al-Ins, al-Nas, dan al-Unas. Kata al-Insan mempunyai tiga
asal kata. Pertama berasal dari kata anasa yang berarti absara yaitu melihat,
‘alima yang berarti mengetahui, isti’zan yang berarti meminta izin. Kedua,
berasal dari kata nasiya yang berarti lupa. Ketiga, berasal dari kata al-Nus
yang berarti jinak, lawan dari kata al-wakhsyah yang berarti buas.
Dan selanjutnya dapat dijelaskan bahwa al-insan dilihat dari asal kata
anasa yang berarti melihat, mengetahui dan meminta izin, maka ia memiliki
sifat-sifat potensial : aktual untuk mampu berpikir dan bernalar sedangkan al-
Insan dari sudut asal kata nasiya yang berarti lupa, menunjukkan bahwa
manusia mempunyai potensi untuk lupa, bahkan hilang ingatan atau
kesediannya. Demikian juga Al-Insan dari sudut asal kata al-nus, atau anisa
yang berarti jinak, maka manusia adalah makhluk yang jinak, ramah, serta
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. 6
5 Yusuf Suyono, Antropologi Alqur’an, Tinjauan Konsep Manusia Menurut Al Qur’an,
Teologi, Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo, Semarang, No. 20, Februari, 1994, hlm. 6 6 Dr. Burhanudin, Paradigma Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm. 69
- 70
19
Dengan potensi yang dimiliki manusia menjadikan ia sebagai makhluk
yang tinggi martabatnya ( QS.Al-Isra : 17 : 70 ) berbeda dengan makhluk
lainnya, tetapi apabila potensi tersebut tidak digunakan dengan baik maka bisa
menjadikan manusia tidak lebih dari binatang bahkan lebih hina ( QS.Al-A’raf
: 7 : 79,AL-Furqan : 25 : 44 ).7
c. Bani Adam ( نبى آ د م ) atau Dzarriyat Adam
Arti kata “ bani Adam ” ialah anak Adam atau putra nabi Adam as.
Sedangkan Dzurriyat Adam berarti keturunan Adam8 sebagaimana firman
Allah :
ن انعم اهللا عليهم من النبيين من ذ رية ء د م و ممن اولئك الذ ي
) 58: مريم ( االية ..... صلى حملنا مع نوح Artinya : “ Mereka itu adalah orang-orang yang telah memberikan
kenikmatan kepada mereka yakni para nabi yang berasal dari
keturunan Adam dan sebagian orang-orang yang telah kami
angkat bersama Nuh ” ( QS. Maryam (19) : 58 ).9
Dalam konteks ayat-ayat yang mengandung konsep Bani Adam
manusia diingatkan Allah agar tidak tergoda setan ( Qs. al-A’raf : 7 : 26-278 ),
pencegahan dari makan minum yang berlebih-lebihan dan tata cara berpakaian
yang pantas saat melaksanakan ibadah ( QS. al-A’raf : 7 : 31 ) ketakwaan
( QS. al-A’raf : 7 : 35 ) kesaksian manusia terhadapTuhannya ( QS. al-A’raf :
7 : 172 ) dan terakhir peringatan agar manusia tidak terpedaya hingga
menyembah setan ( QS.Yasin : 36 : 60 ).
Penjelasan ayat-ayat diatas mengisyaratkan, bahwa manusia selaku
bani Adam dikaitkan dengan gambaran peran Adam as. saat awal
penciptaannya pada saat Adam as. akan diciptakan, para malaikat khawatir
7 Arif Sukino, “Telaah Hakikat Manusia Menurut Para Filosof Musliom Klasik ( Sebuah
Tinjauan Paedagogik )”, Jurnal Studi Islam, Program Pasca-Sarjana IAIN Walisongo, Semarang, Vol. 03, No. 01, Februari, 2003, hlm. 3
8 M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky, “Konseling dan psikoterapi Islam, Fajar Pustaka Baru, Yograkarta, 2002, hlm.15
9 Al-Qur’an Terjamah, hlm. 469
20
karena manusia akan menjadi perusak di bumi dan makhluk yang suka
berperang menumpahkan darah ( QS.Al-Baqarah : 2 : 30 ) kemudian terbukti
dengan Adam as. dan Hawa, istrinya di keluarkan dari surga karena
melakukan kesalahan fatal ( QS. Baqarah : 2 :35-36 ).10
Selain dari pada itu ayat-ayat yang menggunakan kata Bani Adam
dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan
keistimewaan dari makhluk lainnya, keistimewaan itu meliputi fitrah
keagamaan, peradaban dan kemampuan memanfaatkan alam. Dengan kata
lain bahwa manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi ( hablun )
dengan Tuhan ( Hablun min Allah ) dan relasi dengan sesama manusia
( Hablun min al nas ) dan relasi dengan alam ( Hablun min al Alam ).11
B. Manusia Dalam Pandangan Psikologi
Psikologi sebagai llmu yang memelah perilaku manusia, pada umumnya
berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan situasi lingkungan
merupakan penentu utama perilaku corak kepribadian manusia, meskipun
psikologi memiliki concern yang mendalam mengenai substansi jiwa dan
kerahanian manusia.
Untuk memahami bagaimana manusia dipandang oleh psikologi, akan
mudah jika kita membahasnya bardasarkan pandangan aliran-aliran yang
berkembang dalam psikologi yaitu : Psikoanalisa, behaviorisme, humansime yang
berbeda sebagai implikasi dari penggunaan metodologi yang berbeda-beda pula.
1. Psikoanalisa
Aliran yang didirikan oleh Sigmund Freud seorang berkebangsaan
Jerman keturunan Yunani yang dilahirkan pada 6 Mei 1856 di Friberg dan
meninggal pada 2 September 1936 di London ini berpandangan bahwa
“Manusia adalah penampung tingkat perkembangan yang bersumber pada
dorongan-dorongan yang terletak dalam ketidaksadaran”. Psikoanalisa disebut
10 H. Jalaludin, Op. cit., hlm. 25-26 11 Dr. Baharrudin, Op. cit., hlm. 90
21
juga aliran Psikologi dalam ( Depth Psychology ) yang terkenal dengan
teorinya tentang “Alam Bawah Sadar”.
Bagi Sigmund Freud segala bentuk tingkah laku manusia bersumber
pada dorongan-dorongan dari alam bawah sadar. Dialektika antara kesadaran
dan ketidaksadaran ini dijelaskan Sigmund Freud dalam tiga sistem
kejiwaan12 : Id, Ego dan Superego.13
Id adalah lapisan psikis yang paling dasariah : kawasan dimana Eros
dan Thanatos14 berkuasa, mereka bergerak sesuai dengan prinsip kesenangan.
Id tidak mengenal urutan menurut waktu ( timeless ), Hukum-hukum logika
( khususnya prinsip kontradiksi ) tidak berlaku bagi Id.15
Subsistem kedua yaitu ego. Aspek psikologis manusia dan timbul
karena kebutuhan organisme untuk berhubungan baik dengan dunia ( realita )
Ego Berprinsip ”kenyataan atau realitas” ( Realitas sprinziple, reality
Principle ). Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian
karena ego ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh dengan cara memenuhi
kebutuhan.
Superego, subsistem ketiga adalah aspek sosiologi kepribadian bisa
juga dianggap sebagai aspek moral kepribadian.16 Perhatian utama dari super
ego adalah membedakan yang benar dan yang salah dan memilih yang benar.
2. Behaviorisme
Bagi aliran Behaviorisme manusia dipandang sebagai “hasil dari
jumlah kondisi-kondisi yang mempengaruhi”17 Manusia dipandang dari segi
badaniyah yang nampak mata, tidak memandang manusia dari segi rahaniah.
12 Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan , Penerbit Teraju,. Jakarta, 2004,
hlm. 14 13 Dalam Bahasa Jerman yang dipakai Sigmund Freund Sendiri : Es, ich dan Ueber ich.
Dalam bahasa Inggris menjadi menggunakan kat-kata latin : Id, Ego dan Superego. Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kita menyesuikan diri dengan kebiasan Inggris itu
14 Eros adalah Instink kehidupan ; termasuk libido atau dorongan seksual dan segala hal yang mendatangkan kenikmatan seperti : kasih sayang orang tua dan pemujaan kepada Tuhan : yaitu instink yang reproduktif yang merupakan sumber kegiatan manusia yang konstruktif. Thanatos adalah : Instink kematian yaitu instink yang destruktif dan agresif
15 Sigmund F., Memperkenalkan Psikoanalisa, Lima ceramah, ( Terjemah Dr. K Bertens dari Judul : Ueber Psychoanalyse funf Vorlesungen ) Gramedia, Jakarta, 1984. Cet. IV., hlm. XL
16 Drs. Sumadi Suryabrata. BA. MA. Eds. Ph. D., Op. cit., hlm. 126 - 127 17 Akyas Azhari, Op. cit., hlm. 17
22
Pandangan behaviorisme ini banyak dipengaruhi oleh pemikir, psikologi
modern, salah satunya ialah B.F. Skinner yang berpendapat bahwa “
Lingkungan merupakan kunci penyebab terjadinya tingkah laku.” Tingkah
laku biasanya timbul atau terjadi dan dikendalikan oleh sebab dan akibatnya
dari lingkungan.
3. Humanisme
Aliran Humanisme ini dianggap sebagai revolusi ketiga sejarah
psikologi. Aliran ini dikembangkan sebagai kritik atas kekurangan yang
mereka lihat pada pandangan aliran psikoloanalisa dan behaviorisme. Tokoh
utama psikologi humanis adalah Abraham Maslow , putra imigran Rusia
kelahiran Brooklyn.
Humanisme menolak gagasan Sigmund Freud yang menyatakan
bahwa kepribadian diatur oleh kekuatan bawah sadar manusia. Ia pun tidak
setuju dengan behaviorisme yang menyatakan bahwa kepribadian seseorang
dikuasai dan dikendalikan oleh lingkungan. Karena aliran ini beranggapan
bahwa” manusia pada dasarnya baik dan memiliki kebebasan ( free wil l )
untuk menentukan dirinya”. Ia percaya bahwa pengalaman masa lalu cukup
berpengaruh pada kepribadian, namun hal ini tidak berarti seseorang tidak
mampu membuat pilihan bebas, seperti yang dianut oleh aliran behavioris.
Humanisme menekankan akan pentingnya kedudukan free will yaitu dasar
kemauan bebas manusia untuk membuat keputusan dan menentukan dirinya
sendiri.18
4. Transpersonal
Bagi aliran ini, manusia dipandang sebagai’ memiliki potensi potensi
luhur dapat keluar dari kesadaran biasa”. Aliran ini adalah pengembangan
lebih lanjut dari psikologi humanisme, bahkan Abraham Maslow, Anthony
Sutich dan Carlos Taarf yang juga pemuka-pemuka psikologi humanistik
menjadi peletak dasar psikologi transpersonal. Sedangkan tokoh
pengembangnya adalah S.Y. Skapiro dan Denise H. Lajole.
18 Ibid., hlm. 18 - 19
23
Psikologi transpersonal memiliki corcern pada kajian tentang harkat
kemanusiaan, berusaha memahami potensi luhur kemanusiaan yang
berhubungan dengan fenomena atau gejala tentang kesatuan spritual dengan
bentuk kesadaran terpenting dari derajat kemanusiaan. Dengan demikian,
psikologi transpersonal memandang manusia dari 2 segi : Potensi-potensi
luhur ( the highest potential ) dan fenomena kesadaran ( State of
Consciusness ) manusia.
Psikologi transpersonal mencoba melakukan penelitihan terhadap
suatu dimensi yang sejauh ini lebih dianggap sebagai garapan kaum
rohaniawan, kebutuhan, agamawan, dan mistikus. Psikologi transpersonal
menunjukan bahwa diluar kesadaran biasa terdapat dimensi lain yang luar
biasa dan mampu mengembangkan potensi-potensi luhur yang dimiliki
manusia.19
C. Asal-Usul Manusia
Manusia, sampai kapanpun akan selalu menjadi misteri yang sulit untuk
dikuak, seperti juga asal-usul kejadiaannya. Teka-teki ini akan terjawab dengan
dua versi tinjauan : Rasional ( Antropologi ) dari teori-teori para ilmuwan dan
dengan tekstual ( Nash al-Qur’an ) sebagai kitab suci umat Islam.
Jawaban pertama akan bertumpu pada teori evolusi yang menyatakan bahwa
jenis hewan dan tumbuhan yang ada sekarang tidak langsung lahir seperti
wujudnya, sekarang. Dan manusia dengan demikian berasal dari bangsa yang
lebih rendah yakni hewan.
Toeri ini disponsori pakar biologi Prancis, Lamarch ( 1744-1829 ) selanjutnya
dikembangkan lagi oleh seorang biolog Inggris, Charles Darwin ( 1809-1889 )20.
Manusia berasal dari hasil evolusi seekor kera yang lambat laun meningkat
kecerdikan dan kecerdasannya. Akhirnya otaknya terbuka, ia pun menjadi berakal
19 Ibid., hlm. 21 - 22 20 Prof. Dr. HM. Amin Syukur, MA., Studi Islam, Teologia Press Bekerja sama dengan
CV. Bima Sejati Semarang , 2000, cet. IV, hlm. 5
24
sebagai manusia yang sekarang ini yang makin hari makin meningkat
kemajuanya.21
Jenis-jenis yang lahir dari proses evolusi dari bangsa hewan, menjadi jenis
manusia, dapat disebutkan antara lain :
Austrocopithecus ( kera Australia ), makhluk tertua yang bentuknya mirip atau
hampir mirip dengan manusia. Temuan fosilnya diperkirakan berumur 500-600
ribu tahun.
Pithecantropus Erectus ( Manusia kera berdiri tegak ) fosilnya berumur 400
ribu tahun.
Homo Neanderthalensis ( Manusia Neaderthal ) fosilnya 100 ribu tahun.
Homo Sapiens ( Manusia budiawan ), sebagaimana kita tergolong dalam jenis
ini, menurut catatan fosilnya ( 35 ribu tahun yang lalu ).
Teori-teori ini pastilah memiliki kelemahan-kelamahan dan hanya
menekankan bagi persamaan jasmaniah (ada dan tidak adanya akal) tetapi
faktanya teori-teori ini masih tetap bertahan dan masih terus di teliti oleh para
ahli.
Jawaban yang paling memuaskan adalah dengan merujuk pada nash al-Qur;an
karena didalamnya banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang proses kejadiaan
manusia sedang ilmu pengetahuan ( science ) bersifat spekulatif, belum bisa
memberikan alternatif yang benar-benar memuaskan.22
Tentang asal-usul manusia al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan
dari berbagi unsur, antara lain : Tanah dan air yang dibentuk dengan bentuk yang
sempurna dan ditiupkan “ruh” didalamnya.
قلى وهو الذي خلق من الماء بشرا فجعله نساب وصهرا
)54:الفرقان ( وآان ربك قد يرا
Artinya : “Dan Dialah yang menciptakan seorang manusia dari air, kemudian
Dia jadikan manusia itu berketurunan dan hubungan kekeluargaan
21 A. Aziz Fadil, Teologi Islam Menunju Dunia yang diridholi Tuhan, BPFE, Yogyakarta
, 1983 hlm. 9 22 Prof. Dr.HM. Amin Syukur , MA., Op. cit., hlm. 6
25
karena perkawinan. Dan adalah Tuhanmu Maha Berkuasa.” ( QS. al-
Furqan , 25 : 54 ). 23
)١٢: المؤمنون ( ولقد خلقنا ا ال نسان من سللة من طين
Artinya : “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari
pati yang berasal dari tanah.” ( QS. al-Mu’minun; 23 : 12 ).24
)11 :الصفت ( انا خلقنا هم من طين ال زب .... Artinya : “ Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka ( manusia ) dari tanah
liat.” ( QS. al-Shaffaat , 37 : 11 ).25
)28:الحجر ( ق بشرا من صلصل من حماء مسنون انى خل....Artinya : “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah
lumpur kering yang dibentuk.” ( QS. Al Hijr, 15 : 28 ).26
)14 :الرحمن ( خلق اال نسان من صلصل آا لفخار Artinya : “ Dia telah menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.”
( QS al-Rahman , 55 : 14 ).27
Allah juga menjelaskan proses kejadiaan manusia selain menunjukan asal-
usulnya, dalam surat al-Baqarah ayat 30-38 dijelaskan bahwa suatu ketika Allah
berkata pada malaikat bahwa ia akan menciptakan seorang khalifah dibumi,
namun mendengar hal itu para malaikat kurang setuju mereka beranggapan bahwa
manusia adalah makhluk perusak pembuat keonaran dibumi. Tetapi Allah
mempunyai rencana lain karena Dia Maha Tahu segala rahasia yang ada. Setelah
Adam tercipta, mereka semua berkumpul dan berdialog, Adam dapat
menerangkan semua yang ada di sekitarnya sedangkan malaikat tidak bisa.
Karena Adam sebelumnya telah dibekali dengan pengetahuan tentang segala
sesuatu. Karena terkalahkan oleh Adam maka Allah memerintahkan para malaikat
23 Al-Qur’an, Op. cit., hlm. 567 24 Ibid., hlm. 527 25 Ibid., hlm. 718 26 Ibid., hlm. 393 27 Ibid., hlm. 886
26
dan iblis untuk bersujud kepada Adam, tetapi iblis tidak mau karena ia merasa
lebih mulia dari adam28 Iblis berkata :
قال انا خير منه خلقتنى من نا ر وخلقته من طين... )١٢: األ عرا ف (
Artinya : “ Saya lebih baik daripadanya : Engkau ciptakan aku ( Iblis ) dari api
( nar ) sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah liat ( thin ).”
( QS. al-A’raf : 12 ). 29
Setelah itu Adam dan Hawa dipersilahkan untuk tetap tinggal di surga dengan
suatu catatan : tidak boleh mendekati sebuah pohon ( khuldi ). Nikmat Tuhan
yang diberikan ini menambah panas iblis, sehingga dia berusaha untuk menipu
mereka ( Adam dan Hawa ). Ternyata godaan dan tipuan iblis berhasil keduanya
dikeluarkan dari surga , diperintahkan untuk turun ke bumi.
Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa manusia berasal dari tanah dengan
macam-macam istilah seperti tanah kering ( turab ), tanah liat ( thin ) tanah
lumpur dan kemudian ditiupkan ruh ke dalam tubuhnya. Berarti fisik manusia itu
berasal dari unsure-unsur yang terdapat dalam tanah dan ruh yang berasal dari
Tuhan.30
D. Proses Kejadian Manusia
Menurut Islam ( al-Qur’an ) manusia sekarang ini adalah keturunan Adam
( bani Adam ) berbeda dari pada teori Evolusi Darwin yang hanya memperhatikan
aspek jasmaniah, sehingga segala sesuatunya adalah sama dengan kejadiaan
Adam, yakni fisiknya dari saripati tanah ( tanah ) dan ruhnya dari Allah SWT.
Dalam al-Qur’an Allah menjelaskan :
طفة جعلناه ثم 12 ا ال نسان من سال لة من طين ولقد خلقن
العلقة ثم خلقنا النطفة علقة فخلقنا 13 فى قرار مكي
28 Prof. Dr. HM. Amin Syukur , MA., Op. cit., hlm. 9 29 Al-Qur’an , Op. cit., hlm. 222 30 Prof. Dr. HM. Amin Syukur, MA., Op. cit., hlm. 9 - 10
27
ما فكسونا العظام لحما ثم انشأ فخلقنا لمضغة عظا مضغة
14 فتبر ك اهللا احسن الخا لقين قلى ناه خلقااخر
)14 – 12: المؤمنون (
Artinya : “ Dan sesungguhnya kami menjadikan manusia dari sari pati
( berasal dari tanah ). Kemudian jadikan saripati itu nutfah dalam
tempat yang kokoh ( rahim ). Kemudian nutfah itu kami jadikan
segumpal darah ( ‘alaqah ), lalu alaqah itu kami jadikan tulang
( mudghah ) lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging,
kemudian kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maka
Maha Suci Allah pencipta Yang Paling Baik.” ( QS. Al-Mu’minun
: 12-14 ).31
Dengan memperhatikan ayat diatas, maka dapat diketahui bahwa ada proses-
proses tertentu yang mengiring kejadiaan manusia. Tahap awal dari proses
kejadian manusia itu dinamakan dengan “Periode Ovum” dimana pertemuan
antara sel kelamin bapak ( spermatozoa, bentuk tunggal spermatozoon ) yang
diproduksi dalam gonad (alat reproduksi lelaki, testis ) dengan sel kelamin ibu
( telur-telur atau ovum jamak : ova ) yang diproduksi dalam gonad perempuan
yaitu indung telur ( ovarium ) bersatu kedua intinya membentuk dzat baru dalam
rahim ibu.
Sel-sel kelamin lelaki dan perempuan adalah sama dalam arti bahwa keduanya
mengandung kromosom. Setiap sel kelamin yang matang mempunyai dua puluh
tiga kromosom, dan tiap-tiap kromosom mengandung gen yaitu pembawa
keturunan. Gen adalah partikel yang ditemukan dalam kombinasi dengan gen-gen
lain dalam bentuk menyerupai benang di dalam kromosom. Diperkirakan terdapat
31 Al-Qur’an, Op. cit., hlm. 527
28
sekitar 3000 gen di dalam setiap kromosom. Gen-gen tersebut diturunkan dari
orang tua kepada keturunannya atau anaknya.32
Tahap kedua proses kejadian manusia adalah apa yang disebut
“‘alaqah” ( علقة ), yang sering dipahami secara umum sebagai segumpal darah
atau darah yang beku.
Tahap ketiga adalah “Mudlghah” ( مضغة ). Mudlghah ini sendiri merupakan
sepotong daging seukuran yang dapat dikunyah. 33 Sementara Ibnu Katsir
mengungkapkan bahwa mudlghah itu adalah sepotong daging yang tidak
berbentuk dan tidak memiliki ukuran kemudian dibentuklah kepala, kedua tangan,
dada perut, kedua kaki dan seluruh anggota tubuh. Dalam surat al-hajj (22) ayat :
5 mudlghah dijelaskan dlam dua bentuk yaitu mukhallaqah dan ghairu
mukhallaqah. Yang dimaksud dengan mukhallah adalah ciptaan yang sempurna
yakni telah diciptakan anggota tubuh seperti kepala tangan dan kaki. Sedangkan
dimaksud dengan ghairu mukhallaqah adalah ciptaan yang tidak sempurna yakni
belum terbentuk anggota badan. Dapat dipahami bahwa pada tahap ini telah
terbentuk sepotong daging yang telah menunjukkan ciri-ciri fisik manusia.
Tahap selanjutnya dari mudlahah adalah diciptakan ‘izham, al-maraghi
mengungkapkan bahwa “mudlghah itu mengandung dua bagian yaitu adanya
unsur-unsur yang akan membentuk tulang sehingga membentuk tulang ( Izham )
sedangkan yang lainnya ada unsur yang akan membentuk daging ( Lahm ) yang
kemudian dapat menutup tulang laksana pakaian menutupi tubuh manusia.
Dengan memperhatikan lafadz izham yang berbentuk jamah, maka sudah
barang tentu Allah menciptkaan tulang belulang yang banyak sekali pada proses
penciptaan manusia.
Setelah melalui tahap-tahap seperti yang diuraikan diatas janin diciptakan
dalam bentuk yang hampir sempurna dengan memakai lafadz “أنشأ “ karena
pada saat itu telah ditiupkan roh pada janin dan dibekali dengan kemampuan-
32 Elizabeth B. Hurloch, Psikologi Perkembangan,suatu pendekatan sepanjang Rentang
kehidupan,” edisi kelima (trj. Dra Istiwidayanti, Drs. Soerjawo, M.SC., judul asli ; Developmental Psychology A Life Span approach , Fifth Edition), Penerbit Erlangga, Jakarta, 1980, hlm. 29
33Yusuf Suyono, Op. cit., hlm. 9 - 10
29
kemampuan psikis. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa kejadiaan
manusia pada tahap ini merupakan proses pembentukan kemampuan psikis,
sedangkan pada tahap-tahap sebelumnya merupakan proses pembekalan
kemampuan fisik. Bahkan dapat dikatakan bahwa proses kejadian manusia dalam
bentuk أنشأ tidak saja berhubungan dengan pembekalan kemampuan psikis akan
tetapi sekaligus merupakan tapal batas perbedaaan proses kejadian manusia
dengan binatang.34
E. Faktor dan Fase-Fase Perkembangan35 Manusia
Telah dipaparkan dimuka bahwa manusia merupakan makhluk hidup yang
paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya akibat dari
unsur-unsur yang ada pada manusia, maka ia berkembang dan mengalami
perubahan-perubahan, baik perubahan-perubahan dalam segi fisiologis maupun
perubahan-perubahan dalam segi psikologis. Dalam kesempatan ini akan
dijelaskan mengenai faktor-faktor yang akan menentukan dalam perkembangan
manusia, teori-teori perkembangan dari para psikologi dan fase-fase
perkembangan yang dilalui seorang manusia.
a. Faktor-Faktor Perkembangan dan Teori Perkembangan
Sudah sejak lama, para ahli berdebat mengenai faktor mana yang paling
dominan mempengaruhi perkembangan individu, bawaan atau lingkungan.
1. Faktor Bawaan ( Nature, Endogen ).
Faktor endogen ialah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak
dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi faktor endogen merupakan faktor
keturunan atau faktor bawaan. Hal ini berhubungan dengan sifat dan
kejasmanian, seperti warna kulit, rambut, temperamen juga termasuk
34 Ibid.,hlm. 10 - 11 35 Penulis menggunakan kata perkembangan karena yang dimaksudkan dalam skripsi ini
adalah perubahan-perubahan psikologis atau mental yang dialami individu dalam proses menjadi dewasa itu terorganisasi menjadi satu totalitas. Penulis tidak menggunakan kata pertumbuhan karena yang dimaksud pertumbuhanm adalah perubahan perubahan fisik atau bilogis ke arah kemasakan fisiologis yaitu organ-organ tubuh dapat berfungsi secara optimal dan pertumbuhan hanya terjadi sekali saja dan tidak dapat diulang kembali ( Drs. Irwanto, et.al.,Op.cit., hlm. 35 - 36 )
30
dalam faktor endogen, karena erat hubungannya dengan struktur
kejasmanian seseorang.36
Aliran nativisme, dipelopori oleh Schopenhauer ( 1788-1860 ) dan
para filsuf seperti Plato ( 427-347 SM ) dan Rene Descartes ( 1596-1050
SM ) memandang manusia sudah ditentukan oleh faktor-faktor nativus,
yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa
oleh Individu pada waktu lahir.
Menurut teori ini pada saat indivicu dilahirkan telah membawa sifat-
sifat tertentu yang akan menjadi penentu keadaan individu yang
bersangkutan, sedangkan faktor lain seperti lingkungan termasuk juga
pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan
individu. Aliran ini menimbulkan gerakan pesimisme pedagogik artinya
memandang pesimis terhadap pendidikan sebagai suatu usaha yang tidak
berdaya menghadapi perkembangan manusia.37
2. Faktor Lingkungan ( Nurture, Eksogen )
Faktor eksogen ialah merupakan faktor –faktor yang datang dari luar
diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar atau
lingkungan, pendidikan dan sebagainya, baik itu berpengaruh secara aktif
maupun pasif.38
Aliran Empirisme yang dipelopori oleh John Locke ( 1632-1704 M )
beranggapan bahwa manusia lahir tabularasa, putih bersih bagaikan kertas
yang belum ditulis. Lingkunganlah yang membentuk seseorang menjadi
manusia seperti dia pada waktu dewasa. Oleh karena itu lingkungan harus
“diatur” dengan baik agar anak-anak kelak menjadi manusia dewasa yang
baik. Sekolah perlu karena darinya individu belajar banyak tentang
kehidupan. Pandangan ini didasari banyak pandangan par ahli psikologi
aliran Behaviorisme modern, seperti Albert Bandura dan B.F Skinner.
Karena memandang perlunya lembaga pendidikan untuk mempengaruhi
36 Prof. Dr. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Penerbit ANDI, Yogyakarta,
2001, Cet. VI, hlm. 46-47 37 Ibid., hlm. 43 - 44 38 Ibid., hlm. 48
31
perkembangan individu, maka aliran ini merangsang timbulnya gerakan
Optimisme Pedagogis.39
3. Konvergensi ( Gabungan )
Ini adalah suatu teori yang memadukan dua faktor diatas, yaitu faktor
bawaan ( Nature, Endogen ) dengan faktor lingkungan ( Nurture
Eksogen ). Teori ini dipelopori oleh William Stern ( 1871-1938 M ) aliran
ini memandang bahwa faktor bawaan dan faktor lingkungan mempunyai
pengaruh yang sama besarnya pada perkembangan individu.
Perkembangan adalah transaksi antara diri individu dengan dirinya sendiri
dan dengan lingkungannya. Ada hal-hal yang sulit atau tidak mungkin
diubah dalam dirinya sehingga ia berupaya untuk membuat lingkungan
sesuai dengan dirinya. Tetapi banyak hal dalam dirinya yang bisa diubah.
Dalam hal ini ia menyesuaikan diri dengan lingkungan.40
b. Fase-fase Perkembangan Manusia
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan. Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya dan sesudahnya.
Sekalipun perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan,
hal ini tetap merupakan kesatuan yang hanya dapat dipahami dalam hubungan
keseluruhannya.
Para ahli psikologi perkembangan didasarkan pada perubahan -perubahan
yang terjadi pada 3 hal antara lain : 1) Periodisasi yang berdasarkan biologis,
2) Periodisasi berdasarkan Psikologi, 3) Periodisasi berdasarkan didaktis.
1) Periodisasi berdasarkan perubahan biologis, bisa dilihat dari pembagian
yang dilakukan Aristoteles ( 384-322 SM ) yang mengambarkan
perkembangan anak sejak lahir sampai mencapai dewasa dalam 3 periode ,
masing-masing :
a. Fase kecil dari 0,0 s/d 7,0 tahun atau sering juga disebut masa
bermain
39 Drs. Irwanto, et.al, Op. cit., hlm. 38 40 Ibid., hlm. 39
32
b. Fase anak sekolah dari 7,0 – 14,0 tahun atau sering juga disebut masa
anak sekolah rendah
c. Fase remaja dari 14,0 – 21,0 tahun atau sering juga disebut sebagai
masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa.
2) Periodisasi berdasarkan gejala psikologis. Tokoh yang menggunakan
periodisasi ini adalah Oswald Kroch. Gejala psikologis yang dijadikan
dasar pembagiannya adalah masa-masa kegoncangan. Menurut Kroch,
kegoncangan ia istilahkan dengan trotz dialami manusai selama 2 kali,
yakni : a) pada tahun ketiga, keempat kadang-kadang permulaan tahun
kelima, b) pada permulaan masa pubertas pada anak laki-laki pada tahun
ketiga belas.
3) Periodisasi berdasarkan didaktis. Dasar didaktis yang dipergunakan
dalam pembagian masa perkembangan ini adalah berhubungan dengan
masalah materi apa yang harus diberikan dan bagaimana mengajar
materi itu kepada peserta didik. Tokoh pencetus pembagian periode ini
adalah John Amos Comenius yang terkenal konsepsinya mengenai
bermacam-macam sekolah yang disesuaikan dengan perkembangan
anak. Secara singkat periodisasi yang dibuat J.A. Comenius antara lain
sebagai berikut :
a. Masa Sekolah Ibu, untuk anak umur 0,0-6,0 tahun.
b. Masa Sekolah Bahasa Ibu, untuk anak berumur 6,0-,12,0 tahun.
c. Masa Sekolah bahasa latin, untuk anak berumur 12,0-18,0 tahun.
d. Masa Sekolah Tinggi, untuk anak berumur 18,0-24,0 tahun.
Namun ada pembagian yang lebih modern lagi dari pada yang
dirumuskan J.A. Comenius yaitu pembagian yang dilakukan oleh
Elizabeth B. Hurlock yang membagi periodisasi perkembangan sebagai
berikut :41
a. Masa sebelum lahir ( Pranatal period ) masa pranatal ini
berlangsung dari sejak kehamilan sampai bayi lahir rata-rata
lamanya kira-kira 9 bulan 10 hari ( 280 hari ) tetapi periode ini dapat
41 Akyas Azhari, Op. cit., hlm. 172 - 174
33
dan memang berbeda lamanya berkisar dari 180 sampai 344 hari.
Meskipun masa ini pendek, tetapi menunjukan adanya pertumbuhan
yang sangat cepat dan luas. Berat badan yang dicapai selama masa
ini mencapai 7-8 pon ( 3,3 kg ) dalam masa ini terjadi beberapa
kejadian penting antara lain : a) Penurunan sifat bawaan mental
psikologis anak, b) penentuan jenis kelamin anak, c) kepastian
apakah lahir tunggal atau kembar, d) Posisi anak dalam keluarga.42
b. Masa bayi baru lahir ( Neo natal, New Born ). Masa ini dimulai dari
kelahiran dan berakhir pada saat bayi menjelang umur 14 hari ( 2
minggu ) periode ini adalah saat dimana bayi ( orok ) harus
menyesuaikan dengan kehidupan di luar rahim ibu, dimana bayi
telah hidup selama kurang lebih 9 bulan di dalamnya. Walaupun
singkat tetapi masa bayi ini pada umumnya dibagi menjadi 2 periode
: a) Periode pertunate ;b) Periode Neo Nate. Periode Pertunate
( mulai saat kelahiran sampai 15-30 menit setelah kelahiran ), artinya
periode ini dimulai pada saat bayi keluar dari rahim ibunya sampai
tali pusar dipotong dan diikat. Bayi mengalami pascanatur yaitu
lingkungan diluar tubuh ibu. Periode neonate ( dari pemotongan dan
pengikatan tali pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari
kehidupan pasca natur ). Pada saat ini bayi adalah individu yang
terpisah, mandiri tidak menjadi parasit pada ibunya, pada masa ini
bayi harus mengadakan penyesuaikan dengan lingkungan baru diluar
tubuh ibu.43
c. Masa bayi ( Baby Hood ). Masa ini dimulai dari umur 2 minggu
sampai 2 tahun, ciri-ciri masa ini adalah : 1) masa bayi merupakan
masa dasar atau masa pertumbuhan kehidupan yang sesesungguhnya
karena saat ini pola perilaku, sikap ekspresi, emosi mulai terbentuk ;
2) Bayi berkembang pesat baik fisik maupun psikologisnya sehingga
penampilan dan kemampuannya banyak mengalami perubahan ; 3)
42 Elizabert B. Hurlock , Op. cit., hlm. 28 - 32 43 Ibid., hlm. 52
34
meningkatnya individualitas dan sosialisasi ; 4) merupakan masa
permulaan perkembangan peran seks atau jenis kelamin ; 5)
Permulaan kreativitas. Masa bayi sebagai periode kritis dalam
perkembangan kepribadian, karena merupakan periode dimana
dasar-dasar kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan. 44
d. Masa Kanak-kanak Awal ( Ealy Childhood ). Masa ini berlangsung
dari umur 2 tahun sampai 6 tahun disebut juga masa Sulit karena
pada saat ini anak sulit untuk di didik, waktunya lebih banyak
digunakan untuk bermain. Anak juga menjadi lebih cerewet bertanya
apa yang ditemui atau didengarkannya.45
e. Masa Kanak-kanak Akhir ( Late Childhood ) berlangsung dari umur
6 sampai 12 tahun disebut juga masa sekolah, teman-temannya
sangat berpengaruh terhadap anak dari pada orang tuanya.46
f. Masa Puber ( Puberty, Akil Baligh ) merupakan awal masa remaja,
berlangsung dari umur 12 atau 13 sampai 16 atau 17 tahun. Biasa
orang mengidentifikasi masa ini dengan keluarnya haid bagi anak
perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. Perubahan lain
yang mengiringi masa puber adalah perubahan fisik, Sikap dan
prilaku yang cenderung mengarah kepada suasana yang buruk atau
negatif.47
g. Masa Remaja ( Adolescence ). Istilah Adolescence berasal dari kata
latin adolescere ( kata bendanya adolescentia yang berarti remaja )
yang berarti “Tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa”. Istilah
adolescence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang
lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik. Masa remaja ini dibagi menjadi dua periode : 1) Periode
Remaja awal ( Early Adolescence ) dari umur 13-17 tahun; 2)
44 Ibid., hlm. 76 45 Ibid., hlm. 108 46 Ibid., hlm. 146 47 Ibid., hlm. 184
35
Periode Remaja Akhir yaitu umur 17-18 tahun ( atau umur dewasa
yang berlaku menurut hukum pada suatu negara ).
Masa remaja merupakan masa peralihan dimana seorang anak
mencari identitas di sebut juga masa ambang dewasa yang
menyebabkan seorang anak bersikap ambivalensi : di satu sisi ingin
diperlakukan seperti anak kecil tapi disisi lain ingin diperlakukan
dan diakui sebagai dewasa.48
h. Masa dewasa ( Adulthood )
Istilah adult berasal dari bahasa latin. Berasal dari bentuk kata
lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “ telah tubuh
menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi
dewasa”. Pada periode dewasa seorang umum dianggap sebagai
pemantapan diri terhadap pola-pola hidup baru di masyarakat. masa
dewasa dibagi menjadi 3 : 49
1. Masa Dewasa Dini ( Early Adulthood )
Masa dewasa dini ini dimulai dari umur 18 sampai 40 tahun.
Secara umum periode ini dianggap sebagi periode pemantapan
dari terhadap pola hidup baru dalam masyarakat. mulai belajar
serius untuk masa depan, karier, dan hidupnya.
2. Masa Dewasa Madya ( Middle Adulthood atau Middle Age )
Masa ini dimulai dari umur 40 sampai 60 tahun. Kehidupan
pada periode ini sudah mapan, berkeluarga dan memiliki
beberapa anak. Masa ini juga masa penurunan fungsi-fungsi fisik
dan psikologi individu. Bisa juga pada periode ini adalah masa
puncak keberhasilan dan membanggakan diri.
3. Masa Dewasa lanjut ( Usia lanjut, late Adulthood atau
old age )
Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam hidup manusia,
yaitu dari umur 60 tahun ke atas. Masa ini adalah saat untuk
48 Ibid., hlm. 206 49 Ibid., hlm. 246
36
mensyukuri segala sesuatu yang sudah dicapai dimasa lalu pada
saat ini pula kondisi fisik jauh menurun. Pada masa ini sering
timbul perasaaan tidak berguna lagi ( Sense of Unusefulness )
terutama bagi mereka yang biasa bekerja.50
F. Jiwa Menurut Filosof, Pemikir Islam dan Al-Qur’an
Telah kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluk yang paling
sempurna dari makhluk ciptaan Allah yang lain, ia memiliki badan yang tersusun
dari organ-organ, sel-sel, otot, kelenjar dan lain sebagainya, juga memiliki jiwa,
sesuatu yang substansial dalam diri seorang manusia.
Sebagai sesuatu yang substansial dalam diri manusia inilah yang
mengundang tanda tanya besar dalam benak manusia itu sendiri untuk
menjawabnya seperti para filosof yang menjadi kiblat bagi psikologi dan pemikir
Islam. Mereka ada yang berpendapat bahwa jiwa itu sama dengan ruh dalam
istilahnya. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa jiwa dan ruh itu berbeda.
Sebagian besar hasil refleksi filosof tentang jiwa pada soal itu bersifat
“Atomistik” dimana jiwa manusia itu dipandang sebagai sesuatu yang konstan,
tidak berubah-ubah dan dapat dianalisa sebagai memiliki unsur tersendiri dan
masing-masing terpisah satu sama lain. Pada zaman itu pembahasan tentang jiwa
dipisahkan dari pengetahuan tentang raga ( jasad ). Jiwa dipercayai memiliki
daya-daya tertentu yang bekerja sendiri tanpa ada hubungan dengan raga. Jiwa
benar-benar didudukkan sebagai sebuah substansi immaterial yang terpisah dari
raga dan abstrak.51
a. Plato ( 427-347 SM )
Plato adalah murid setia socrates, ia menyatakan bahwa jiwa
merupakan aspek yang pertama, ia lebih unggul dari pada badan secara total
( terutama dalam hal jiwa manusia ) bahwa tidak hanya menjadi prinsip hidup
tumbuh-tumbuhan dan hewani, tetapi juga prinsip kesadaran, interioritas,
pemikiran dan kebebasan jiwa tidak bisa disamakan dengan organisme, baik
50 Drs. Irwanto, et.al, Op. cit., hlm. 48 - 52 51 Akyas Azhari, Op. cit., hlm. 27 - 28
37
dengan bagian tertentu maupun dengan segi manapun yang bersifat organik
dan badaniah dalam makhluk hidup. Plato menambahkan bahwa jiwa
merupakan satu substansi yang eksistensinya mendahului badan, yang
sementra waktu bertahan dalam badan seperti didalam sebuah penjara.52
b. Aristoteles ( 384-322 SM )
Ia adalah murid Plato namun secara keseluruhan corak pemikirannya
berbeda bahkan berlawanan dengan gurunya, termasuk pemikirannya tentang
jiwa bagi Aristoteles. Jiwa tidak hanya dimiliki manusia tapi juga oleh hewan
dan tumbuhan. Hal tersebut tertuang dalam bukunya “ De Anima” ( perihal
jiwa ) yang merupakan hasil penelitiannya terhadap gejala-gejala kehidupan
tumbuhan, hewan dan manusia itu sendiri.
Menurutnya jiwa tumbuhan, hewan dan manusia itu tidak hanya satu
tetapi memiliki banyak jiwa dan terus menerus mengalami perubahan dari
jiwa yang lebih rendah naik menuju jiwa yang lebih tinggi, ini merupakan
konsekuensi logis dari kerangka pemikirannya mengenai teleologis Proses
perubahan itu terjadi karena setiap makhluk memiliki energi hidup yang
disebut “Entelechi”. Energi inilah yang sebenarnya merupakan substansi
kehidupan setiap makhluk atau jiwa dari badan yang selalu bergerak menuju
ke arah tujuan ( teleologis ).53
Macam-macam jiwa menurut Aristoteles ada 3 yaitu :
1. Jiwa Tumbuhan ( Anima Vegetativa ) yaitu jiwa yang terdapat pada
tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk makan minum dan
berkembang biak.
2. Jiwa Hewan ( Anima Sentitiva ), yaitu jiwa yang terdapat pada hewan
yang disamping mempunyai kemampuan-kemampuan seperti pada anima
vegetativa juga mempunyai kemampuan-kemampuan untuk berpindah
tempat mempunyai nafsu, dapat mengamati, dapat menyimpan
pengalaman-pengalamannya.
52 Prof. Dr. Louis Leahy S.J., Manusia sebuah Misteri, Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993, hlm. 53 53 Akyas Azhari, Op. cit., hlm. 31 - 32
38
3. Jiwa Manusia ( Anima Intelektiva ) yaitu jiwa yang terdapat pada manusia
selain mempunyai kemampuan-kemampuan yang terdapat pada anima
vegetativa dan anima sentitiva, manusia masih mempunyai kemampuan
yang lebih tinggi lagi yaitu berpikir dan berkemauan dapat hidup dengan
lebih baik lagi.54
c. Rene Descartes ( 1596-1650 M )
Descartes adalah seorang filosof Prancis. Ia adalah peletak aliran
Rasionalisme. Tidak banyak ditemukan pemikiran Descartes yang khusus
membicarakan mengenai jiwa, namun demikian, diakui bahwa rasionalisme
descartes memiliki pengaruh yang sangat besar bagi ilmu jiwa, khususnya
ilmu jiwa metafisik yang mencoba berkelana untuk menemukan substansi
jiwa itu sendiri. Dalam hal ini descartes menyatakan bahwa pada hakekatnya
jiwa manusia itu terikat oleh prosedur dan aturan hukum alam.55
d. John Locke ( 1632-1704 M )
John Locke adalah putra seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris
yang menetap di Washington. Dalam ilmu jiwa ia sering disebut sebagai
peletak aliran ilmu jiwa asosiasi. Bukunya yang terkenal dalam psikologi
adalah Essay Concerning Human Understanding ( 1690 ). Dalam buku ini ia
berpendapat bahwa kalau suatu benda dapat dianalisa sampai sekecil-kecilnya.
Demikian pula halnya dengan jiwa manusia56 ,yang berisi unsur-unsur
pengalaman sederhana yang kemudian berasosiasi dan menjadi gejala-gejala
jiwa yang lebih rumit. Semua pengetahuan, respon dan ungkapan perasaan
jiwa manusia adalah hasil dari pengalaman melalui penangkapan panca
indera, ia juga berkeyakinan bahwa setiap anak yang lahir jiwanya kosong
bagai sehelai kertas putih bersih tidak tertulis ( tabularasa ).57
54 Prof. Dr. Bimo Walgito, Op. cit., hlm. 6 - 7 55 Akyas Azhari, Op. cit., hlm. 33-34 56 Prof. Dr. Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikologi, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1983,
Cet. II, hlm. 19 57 Akyas Azhari, Op. cit., hlm. 35
39
Tidak hanya para filosof dan psikolog saja yang memberikan perhatiannya
kepada masalah kejiwaan manusia, tetapi banyak pula cendekiawan muslim
yang memberi perhatian pada masalah tentang jiwa diantaranya :
a. Al-Kindi
Menurutnya jiwa tidak tersusun, mempunyai arti penting,
sempurna dan mulia selain jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan
berbeda dengan tubuh. Jiwa mempunyai 3 daya yaitu : daya bernafsu,
daya pemarah dan daya pikir. Pendapat al-Kindi lebih dekat pada
pemikiran Plato dari pada Aristoteles. Namun al-Kindi lebih sependapat
dengan Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide.
b. Ibnu Majjah
Ibnu Majjah memulai pembahasan mengenai jiwa dengan devinisi
jiwa dan menyatakan bahwa tubuh, baik yang alamiah atau tidak tersusun
dari materi dan bentuk. Bentuk merupakan perolehan permanen yang
merupakan kenyataan tubuh dengan fungsi-fungsinya tanpa harus
digerakkan. Jiwa dianggap sebagai pernyataan pertama dalam tubuh
alamiah yang teratur yang bersifat nutritif, sensitif dan imajinatif .
c. Nasir Al-Din Tusi
Nasir Al-Din Tusi dalam membuka karangannya tidak dengan
mengemukakan bukti esensi mengenai jiwa, tetapi dengan mengemukakan
asumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang dapat terbukti dengan
sendirinya dan memang tidak dapat dibuktikan.
Jiwa merupakan substansi yang sederhana dan immaterial yang
dapat merasa. Ia mengontrol tubuh melalui otot-otot dan alat perasa, tetapi
tidak dapat dirasakan melalui alat-alat tubuh dan jiwa tidak dapat dibagi.58
Sedangkan dalam kitab karangan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah
“ Ar-Ruh” ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan jiwa dan ruh.
d. Muqatil Bin Sulaiman mengatakan bahwa manusia itu mempunyai
kehidupan, ruh dan jiwa. Jika ia tidur, maka jiwanya yang digunakan
untuk memahami sesuatu itu keluar, namun ia tidak berpisah dengan
58 Abdul Rahman Saleh, Muhbib Abdul Wahab, Op. cit., hlm. 14 - 18
40
badan. Ia keluar seperti benang panjang dan memiliki sinar sehingga ia
bisa bermimpi ( melihat dalam tidur ) dengan jiwa ( nafs ) yang keluar dari
jasadnya, sedangkan kehidupan dan ruh masih berada dalam tubuh,
dengan jiwa inilah manusia bisa berbolak-balik dan bernafas. Jika manusia
bergerak, maka jiwa itu dengan secepatnya kembali ke dalam tubuh lebih
cepat dari kedipan mata. Apabila Allah menghendaki manusia itu mati,
maka Allah menahan jiwa ( nafs ) yang keluar itu.
e. Ahlul Atsar berpendapat bahwa ruh berbeda dengan jiwa ( nafs ). Jiwa
adalah gambaran hamba, hawa nafsu, syahwat dan ujian. Sedangkan ruh
itu mengajak kepada akhirat dan mempengaruhinya.
Yang lain berpendapat bahwa jiwa ( nafs ) adalah makna yang
memang ada memiliki batas, sendi, panjang, lebar dan kedalaman.
Ja’far bin Harb mengatakan bahwa nafs ( Jiwa ) merupakan
sesuatu yang bukan inti ( aradh ) yang terdapat di dalam jasad
( tubuh ) ini.
Kalangan lain berpendapat bahwa nafs ( jiwa ) adalah hembusan
yang keluar dan masuk dengan cara bernafas sedangkan ruh adalah
sesuatu yang bukan inti dan ia hanyalah kehidupan ini. Ia berbeda dengan
jiwa ( nafs ). Ini adalah pendapat al - Qadhi abu bakar bin Al-Baqilani dan
para pengikutnya dari kalangan asy’ariyah.
Ada pula yang berpendapat bahwa jiwa ( nafs ) itu bukan
merupkan badan ( jasad ) dan bukan sesuatu yang bukan inti. Ia tidak
berada disatu tempat, tidak punya ukuran panjang dan lebar, tidak punya
volume, tidak punya warna, bukan merupakan bagian, tidak berada dialam
dan tidak pula diluarnya, tidak bisa disamakan dan tidak bisa dibedakan.59
Sedangkan jiwa menurut al-Qur’an adalah suatu dzat yang bulat
( Totaliteit ) tercakup didalamnya ruh dan jasad atau dinyatakan kepada
jasad saja atau kepada ruh saja ( Q.S. al-Sajdah ( 32 ) : 9 ). Tetapi ruh
tidak dinyatakan kepada jasad saja dan tidak juga kepada jiwa saja. Ruh
59 Ibnu Qayyim al -Jauziyah, “ Menjelajah Alam Ruh” ( Terj, Salafudin Abu Sayid, Judul asli Mukhtashar Ar-Ruh li Ibnu Qyyim Al jauziyah ), Pustaka Arafah, Solo, 2005, cet. II, hlm. 134 -142
41
memberikan hidup kepada jasad dan jiwanya sekaligus. Dan ruh juga
diartikan wahyu atau al-Qur’an karena menghidupkan jiwa manusia.
Badan manusia disebut hidup karena ada ruhnya dan disebut berharga
( mulia ) karena ada jiwanya. Dengan ruh manusia hidup, dengan jiwa
manusia menjadi makhluk yang berharga mulia ( Q.S. al-Hijr ( 32 ) :
9 ). Jiwa yang dihidupi oleh ruh menjadi mulia.60
G. Hubungan Jiwa Dengan Badan ( Jasad )
Dewasa ini, kata “ jiwa ” dan “ Badan “ ( jasad ) sudah tidak asing lagi
ditelinga kita, kata-kata itu sudah menjadi bahasa sehari-hari. Kata badan sering
pula diganti dengan kata “raga” seperti yang nampak dalam kalimat “berkorban
jiwa dan raga demi membela tanah air dan bangsa”. Dalam kalimat tersebut
tersimpul adanya konsep kesatuan antara jiwa dan badan atau raga. Jika seseorang
mati maka badan akan dikubur dan hancur berkalang tanah. Tapi bersamaan itu
pula jiwanya melayang atau lenyap, karena orang tidak akan melihatnya lagi. Dia
berkorban jiwa dan raga, tapi dibalik pengertian formal itu sebenarnya
tersembunyi suatu pengertian lain yang diyakini oleh orang yang bersedia
berkorban itu yaitu bahwa sungguhpun raga dan nyawanya lenyap, jiwa
dipercayai tetap “hidup” , terutama bagi yang beragama. Jiwa itu ( berharap )
akan kembali kepada Tuhan dan hidup bahagia di sisi-Nya. Seperti yang
dijelaskan dalam firman Allah SWT surat Al-Baqarah : 154, “Dan janganlah
kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur dijalan Allah ( Bahwa
mereka itu ) telah mati, bahkan ( sebenarnya ) mereka itu tetap hidup, tetapi
kamu tidak menyadari”.
Pembicaraan tentang jiwa memang masih sedikit karena banyak dari ilmuwan
yang terjebak ayat al-Qur’an yang menerangkan bahwa ruh itu adalah urusan
Allah dan Kita hanya diberi sedikit sekali pengetahuan tentangnya ( QS. al-Isra :
85 ) padahal ayat itu mengisyaratkan bahwa masalah tentang ruh atau jiwa ( ruh
yang telah mempribadi ) itu adalah sesuatu yang dapat dipelajari.
60 Maftuh Ahnan, Op. cit., hlm. 27
42
Plato dapat disebut orang yang pertama yang memulai studinya dengan obyek
yang khusus ini. Ia mulai dengan membedakan antara jiwa dan raga ( badan ) itu
sedemikian rupa sehingga orang memperoleh pengertian mengenai adanya konsep
dualisme jiwa-raga ini.61 Dia mengatakan bahwa jiwa merupakan satu substansi
yang eksistensinya mendahului badan yang untuk sementara waktu tertutup di
dalam badan seperti dalam sebuah penjara, dan yang dapat menjadi dirinya secara
sempurna hanya setelah ia keluar dari badan itu. Ia adalah “ada” dan badan adalah
sesuatu yang lain dari “ada” sehingga bisa dikatakan bahwa Plato mengajarkan
tentang jiwa dan badan suatu ajaran yang dinamakan dualisme.
Dualisme itu ditolak oleh Aristoteles, seorang murid Plato. Dia berpendapat
bahwa setiap makhluk hidup adalah sesuatu yang satu yang merupakan satu
substansi saja, akibatnya jiwa bukanlah suatu substansi dia tidak bisa
bereksistensi terpisah dari badan.61
Pada masa menjelang abad modern, dalam kurun pencerahan Eropa Barat
tokoh yang tampil dalam pembahasan dualisme jiwa- badan adalah Rene
Descartes ( 1596-1660 M ) yang terkenal dengan perkataannya “Cogito Ergo
Sum” (Saya berfikir, karena itu saya ada). Descarter melihat kesalingterkaitan
jiwa–badan, dimana jiwa pada hakekatnya mengarah kepada badan. Kalau badan
sakit, jiwa turut merasakannya, tapi jiwalah yang memberi kesadaran dan arti
pada badan dan menunjukkan adanya “aku”. Keduanya berbeda, namun saling
berkaitan.
Dari pendapat Descartes ini melahirkan dampak pada penilaiaan filosof-
filosof sesudahnya, seperti Ludwig Feuerbach ( 1804-1872 ) dan George Berkeley
( 1685-1753 ). Ludwig Feuerbach, filosof Jerman pada pokoknya mengatakan
bahwa manusia itu pada hakekatnya adalah badan tubuh raga yang merupakan
bagian dari materi yang lebih luas. Dalam pandangan materialisme ini yang
rahani tidak ada, termasuk jiwa. Kalaupun terdapat gejala-gejala yang disebut dan
dianggap sebagai rahaniah, termasuk persepsi tentang Tuhan, maka hal itu adalah
61 M. Dawam Raharjo, “Nafs”, Jurnal Ulumul Qur’an No. 8, Vol. II, 1991, hlm. 53 62 Prof. Dr. Louis Leahy, SJ., Op. cit., hlm. 53 - 54
43
efek-efek saja dari materi, sebagaimana halnya banyak gejala timbul karena
proses kimiawi. Jiwa menurutnya hanyalah ekspresi dari tubuh.
Pendapat ini berlawanan dengan pandangan filosof Irlandia, George berkeley
(1685-1753 M) yang justru mengingkari adanya materi sebagai yang hakiki, tentu
saja kehadiran materi itu tidak bisa diingkari, tetapi materi itu ada karena
dipersepsikan oleh jiwa yang berisikan akal ( Being is Being perceived ). Semua
yang hadir hanyalah pengalaman jiwa. Ia sebenarnya tidak menyangkal adanya
tubuh, tapi tubuh itu sendiri pada hakekatnya adalah manifestasi dari kehadiran
ruh. Ruh adalah pusat segala sesuatu dalam kehidupan yang bertindak sebagai
subyek dan menempatkan yang lain sebagai obyek. Badan hanyalah cerminan dari
yang rahani. Yang hakekatnya adalah jiwa.63
Kedua pandangan ekstrem yang diwakili oleh Feuerback di satu kutub dan
Berkeley di lain kutub yang berlawanan itu mungkin saja cenderung untuk tidak
diterima oleh masyarakat ramai. Setidaknya tidak sepenuhnya dianggap benar.
Namun pandangan itu tetap bermanfaat bagi pemahaman tentang jiwa maupun
badan. Karena dengan mendasarkan diri dan bertolak dari salah satu aspek
manusia, yaitu badan atau jiwa, maka pengetahuan mengenai tiap-tiap hal itu akan
cenderung semakin mendalam.
Menurut al - Ghazali, seorang pemikir Islam berpendapat bahwa jiwa yang
bersih akan membawa dampak yang positif bagi perbuatan-perbuatan anggota
badan, karena jiwa dan badan itu dipandang memiliki hubungan saling menerima
kesan, seperti yang pernah diungkapkan dalam kitabnya bahwa jiwa itu apabila
telah menjadi sempurna dan telah bersih, maka perbuatan-perbuatan anggota
badan akan menjadi baik. Begitu juga badan, jika kesan-kesan yang telah
ditimbulkan itu baik, maka akan tumbuhlah dalam jiwa, tingkah laku yang baik
dan akhlak yang diridhai oleh Allah.
Dari ungkapan ini selain mengandung teori psikologi tentang hubungan jiwa
dan tingkah laku jasmani, juga memuat sebuah konsep, bahwa bahwa tingkah
laku manusia itu sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya dalam relasi
horisontalnya dengan alam atau lingkungan dan relasi transendentalnya dengan
63 M. Darwan Raharjo, Op. cit., hlm. 55
44
Tuhan. Ini berarti bahwa unsur ruhaniah ( kejiwaan ) manusia dipandang sangat
menentukan terhadap keadaan perbuatan jasmaninya sendiri.64
Teori Psikologi al-Ghazali tentang hubungan antara jiwa dan tingkah laku
lahiriah adalah sejalan dengan teori psikologi modern. Menurut Psikologi modern,
hubungan jiwa dan perbuatan lahiriah hampir tak bisa dipisahkan, karena tingkah
laku lahiriah ditentukan oleh keadaan psikologis yang ada dalam pikiran dan
perasaan.65
Sedangkan dalam al-Qur’an sendiri telah dijelaskan bahwa manusia adalah
makhluk biologis yang disebut al-Basyar sekaligus juga sebagai makhluk
rahaniah berikut karakteristik-karakteristik psikologisnya dengan sebut al-Insan
sebagaimana telah dijelaskan diatas.
64 Abdullah Hadziq, “ Kajian Psikologis Terhadap Tasyfiyat al - Nafs dalam Mizah al -
Amal Karya Al-Ghazali “, Teologia, Vol. 15, No.2, Juli, 2004, hlm. 231 65 H. Jalaluddin, Psikologi agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 156 -
157
Top Related