16
BAB II
LATAR BELAKANG INDUSTRI SENJATA PINDAD
A. Kondisi Pertahanan & Keamanan Negara
Sejarah pertahanan negara tidak jauh dari sejarah perang negara tersebut
bagaimana negara itu lahir. Industri pertahanan maupun alutista Indonesia lahir
dari perang masa Hindia Belanda hingga perjuangan fisik Indonesia menghadapi
ancaman luar seperti saat Agresi Militer Belanda. Berkembangnya alutista
maupun Industri senjata di Indonesia mulai terjadi semenjak penyerahan Leger
Produktie Bedrejven (LPB) kepada Pemerintahan Republik Indonesia Serikat.
Namun industri ini belum mengalami perkembangan yang pesat hingga
akhirnya mampu memproduksi senjata sampai peralatan militer yang dibutuhkan
TNI-AD. Sebelum hingga tahun 1983 semenjak industri ini mengalami
perkembangan dan dimasukan ke dalam Badan Usaha Milik Negara Indonesia
Industri Strategis ( BUMNIS ). Pindad sebagai badan dari industri pertahanan
negara dan dikelola oleh TNI-AD sebagai kepala direksi maupun struktur
organisasi membuat Pindad menjadi salah satu industri penting dalam pertahanan.
1. Era Orde Lama
Pertahanan negara sejatinya adalah elemen terpenting bagi kelangsungan
negara. Terlebih lagi di Indonesia sebagai negara dengan struktur geografis negara
kepulauan, dan memiliki sumber daya alam serta manusia yang besar, tentu
pertahanan negara menjadi hal yang mutlak untuk dijalankan dan harus diatur
secara tepat dan. Pertahanan negara sendiri menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 3
Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara adalah Segala Usaha Untuk
Mempertahankan Kedaulatan Negara, Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan
17
Republik Indonesia, dan Keselamatan Segenap Bangsa Dari Ancaman dan
Gangguan Terhadap Keutuhan Bangsa dan Negara.1
Pertahanan negara adalah tanggung jawab setiap warga negara. Dan
sesungguhnya dengan sumber daya yang besar yang dimiliki, Indonesia dapat
membentuk kekuatan pertahanan yang besar pula. Untuk membentuk kekuatan
pertahanan yang baik tentu harus terlebih dahulu dibentuk sistem pertahanan yang
komprehensif, agar dapat mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan dapat menangkal segala bentuk ancaman, baik dari dalam maupun
luar negara.
Pada masa Orde Lama kondisi pertahanan dan keamanan negara masih
belum stabil akibat Revolusi Nasional Indonesia. Dalam masa perjuangan
Indonesia untuk merebut kemerdekaan dengan jalan diplomasi maupun perang.
Walaupun perjuangan melalui dengan diplomasi berjalan namun tanpa perang,
Indonesia tidak bisa meraih kemerdekaan. Indonesia adalah negara yang lahir dari
suatu perjuangan melepaskan diri dari kolonialisme negara lain. Perjuangan yang
dilakukan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya tidak hanya
berbentuk perjuangan damai melalui jalur diplomasi, tapi juga perjuangan fisik
melalui perang atau perjuangan bersenjata.2
Karena kondisi keamanan negara yang tidak stabil dalam masa awal
kemerdekaan, pemerintah membutuhkan angkatan bersenjata untuk melindungi
dan menjaga keamanan negara. Namun karena Republik Indonesia baru terbentuk
1 UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.
2 Silmy Karim., Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia,
(Jakarta : PT. Gramedia, 2014), hlm. 8.
18
dan masih belum ada tentara resmi untuk menjaga pertahanan dan kemanan
negara.
Di periode perang kemerdekaan, pengembangan prinsip-prinsip dasar
tentang pertahanan Indonesia tidak terlepas dari kebutuhan Indonesia untuk
mengembangkan diri sebagai negara baru. Sesudah proklamasi kemerdekaan,
pemerintah tidak segera membentuk angkatan bersenjata seperti yang telah
diputuskan oleh sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18
Agustus 19453, melainkan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang
merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang yang dibentuk
pemerintah pada 22 Agustus 1945.4 Seusai dengan Pasal 8 Putusan PPKI 22
Agustus 1945, BKR bukanlah tentara, tetapi korps rehabilitasi perang BKR
dibentuk mengingat pendirian para pemimpin nasional yang berpendapat bahwa
perjuangan kemerdekaan bukanlah dengan jalan pemberontakan bersenjata,
melainkan dengan jalan diplomasi.5 Pembentukan BKR dimaksudkan untuk
menghindari segala tindakan perlawanan militer yang dapat mempersulit
perundingan diplomasi dengan Sekutu.
Periode ini, doktrin pertahanan disesuaikan dengan kondisi Indonesia
sebagai negara yang baru terbentuk. Pasca proklamasi, dibentuk Badan Keamanan
Rakyat (BKR). BKR bukanlah tentara atau angkatan bersenjata, melainkan korps
rehabilitasi perang. Tidak dibentuknya angkatan bersenjata disebabkan oleh
3 Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 antara lain memutuskan untuk
membubarkan Tentara Peta di Jawa dan Bali serta Lasykar Rakyat di Sumatera,
membubarkan Heiho, dan memerintahkan Presiden selekas mungkin mendirikan
Tentara Nasional Indonesia untuk kepentingan mempertahankan kedaulatan
Republik Indonesia. http://www.id.m.wikipedia. diakses pada 30 Juli 2015. 4 A.H. Nasution., TNI Jilid I, (Bandung: Ganaco N.V, 1963), hlm. 109.
5 Ibid.
19
prinsip para pemimpin nasional Indonesia bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai
dengan jalan diplomasi, bukan dengan jalan pemberontakan bersenjata.6
Tentara reguler baru dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan nama
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR kemudian berganti nama menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) pada tanggal 7 Juni 1947. Transformasi angkatan
bersenjata ini menunjukkan bahwa pembentukan organisasi militer moderen
sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik pemerintah untuk menjalankan
diplomasi perjuangan.7
Peran serta TNI dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan
membuahkan hasil hingga saat ini yaitu kemerdekaan bagi Republik Indonesia.
Indonesia meraih kemerdekaan bukan hanya dari jalur perang melalui angkatan
bersenjatanya, namun hasil dari jalur diplomasi juga sama penting dengan
perjuangan melalui perang. Walaupun Indonesia akhirnya mendapat kedaulatan
pada tanggal 27 Desember 1949 dari Kerajaan Belanda, tetapi keadaan kondisi
keamanan negara masih jauh dari stabil. Pemberontakan-pemberontakan terjadi
karena kondisi kemanan negara yang masih belum stabil. Pemberontakan ini
umumnya bersifat gerakan dari daerah yang masuk ke dalam provinsi Republik
Indonesia. Seperti pemberontakan Madiun di Jawa Tengah, DI/TII di Jawa Barat,
hingga PRRI/PERMESTA di Riau.
Tidak hanya ancaman dari dalam negeri namun ancaman dari luar juga
berwujud nyata seperti saat Agresi Militer Belanda. Hal ini yang menyebabkan
pemerintah mulai memikirkan untuk membenahi kondisi persenjataan bagi
6 Andi Widjajanto., Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia , Jurnal Pro
Patria, 2005, hlm. 2. 7 Ibid.
20
angkatan bersenjata republik untuk tidak kalah unggul untuk melawan senjata-
senjata yang digunakan oleh militer asing.
Maka pada pemerintahan Soekarno masa Orde Lama, pemerintah banyak
melakukan import senjata dari negara asing. Ini untuk mengurangi kekurangan
senjata maupun peralatan perang saat Indonesia sedang mengalami ancaman
keamanan dari luar.
2. Era Orde Baru
Kondisi keamanan yang tidak stabil akibat pemberontakan dalam negeri
seperti Gerakan Komunis yang berujung pada Gerakan 30 September yang
mengancam kondisi keamanan dan stabilitas negara menyebabkan Presiden
Soekarno menyerahkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) kepada Mayor
Jenderal Soeharto sebagai Panglima Kostrad (Komando Strategis Angkatan Darat)
yang bertugas untuk mengembalikan kondisi stabilitas dan keamanan negara.
Pada awal pemerintahan Orde Baru tahun 1965, Indonesia benar-benar
dalam keadaan nasional yang porak-poranda. Untuk mengatasi masalah nasional
tersebut pemerintah kemudian merumuskan kebijakan di bidang ideologi,
psikologi, politik, ekonomi, keuangan, bidang rohani, sosial dan budaya serta
pertahanan keamanan. Kesemuanya dibahas secara serius dalam Seminar
Pertahanan Keamanan yang diikuti oleh 220 orang terpilih yang terdiri dari
perwira dan para pakar dari disiplin ilmu.8
8 Connie Rahakundini Bakrie., Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007), hlm. 83.
21
Kebijakan di bidang Pertahanan Keamanan kemudian dirumuskan dalam
bentuk:
a) Doktrin Pertahanan dan Keamanan Nasional dilampiri dengan Doktrin
Pertahanan Darat Nasional , Doktrin Pertahanan Maritim Nasional dan
Doktrin Pertahanan Keamanan dan Ketertiban.9
b) Doktrin Pembinaan Pertahanan Keamanan Nasional dilampiri dengan
Doktrin Pembinaan Pertahanan Darat Nasional, Pembinaan
Pertahanan Maritim Nasional, Pembinaan pertahanan Udara Nasional
dan pembinaan Kamtibmas (Keamanan ketertiban masyarakat).10
c) Konsep Pertahanan Keamanan Nasional. Hasil rumusan seminar ini
menjadi dasar kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan
landasan wawasan dengan sebutan “Wawasan Nusantara” berdasarkan
Keputusan Menteri Utama Hankam No. Kep B/177/1966 tanggal 21
November 1966.11
Selanjutnya berdasarkan Doktrin tersebut, Menhankam atau Pangab
menyusun komando utama operasional Hankam atau ABRI yang mempunyai
fungsi melaksanakan operasi defensif strategis yang merupakan mandala atau
kompartemen strategis dengan tugas defensif yang luas dan berlanjut sebagai
komando gabungan. Komposisi yang diatur terdiri dari Komando Antar Daerah
(Koandahan), Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dan Komando
Pertahanan Maritim Nasional (Koppanmarnas). Pada periode ini juga dibentuk
9 Ibid.
10 Ibid., hlm. 84.
11 Ibid.
22
Kowilhan (Komando Wilayah Pertahanan) dan Komando Strategi Nasional
(Kostranas).12
Sedangkan dari aspek strategi pertahanan keamanan nasional, Dewan
Pertahanan Keamanan Nasional juga merumuskan pembentukan Sishankamrata13
yang meliputi wilayah perang, wawasan nusantara dan masalah teritorial. Ini
meliputi visualisasi pola operasi keamanan dalam negeri dalam rangka Pertahanan
Keamanan Rakyat Semesta serta visualisasi pola operasi pertahanan dalam rangka
pertahanan keamanan rakyat semesta. Adapun isinya meliputi pola operasi,
visualisasi serangan musuh hingga bilamana musuh menguasai wilayah nasional,
ofensif14
balas, konsolidasi dan rehabilitasi wilayah.15
Sistem Pertahanan Peamanan Rakyat Semesta kemudian mendapat bentuk
operasional saat Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani menetapkan Keputusan
Panglima Angkatan Bersenjata No: Kep/04/II/1988 tentang Doktrin Perjuangan
TNI-ABRI “Catur Darma Eka Karma (CADEK)”. Dalam Doktrin CADEK 1988
ini, penyelenggaraan pertahanan keamanan negara dilakukan dengan
mengembangan suatu kemampuan pertahanan keamanan negara yang diwujudkan
dalam suatu sishankamrata. Sishankamrata dikembangkan dengan
mendayagunakan segenap sumber daya nasional dan prasarana nasional secara
menyeluruh, terpadu, dan terarah. Doktrin CADEK 1988 juga menetapkan bahwa
12
Ibid. 13
Pengertian Sishankamrata adalah sistem pertahanan yang menyeluruh
untuk melindungi kesatuan dan kesatuan NKRI. http://www.pengertian menurut
para ahli.com/pengertian-sishankamrata-dan-komponennya, diakses pada 22 Juni
2015. 14
Pengertian ofensif adalah serangan: negara itu sedang dalam keadaan
siaga menghadapi militer dari negara lawannya. http://kbbi.web.id/ofensif,
diakses pada 22 Juni 2015. 15
Ibid.
23
politik pertahanan keamanan negara adalah “defensif-aktif serta preventif aktif
yang diarahkan untuk menjamin keamanan dalam negeri, turut serta memelihara
perdamaian dunia pada umumnya dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.”16
Pada masa Orde Baru kondisi pertahanan dan keamanan negara mulai
stabil akibat berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui
Menhankam atau Pangab. Meskipun kemudian terjadi perang saudara di Timor-
Timor yang kemudian berujung pada intervensi militer Indonesia di Negara
tersebut untuk masuk ke dalam NKRI.
B. Latar Belakang Kebutuhan Industri Senjata Dalam Negeri
Dalam memenuhi kebutuhan alutista maupun peralatan militer Indonesia
lebih banyak menempatkan anggaran untuk pembelian luar negeri. Sedangkan
produksi belum dapat berkembang secara maksimal akibat kurangnya sumber
daya manusia dan kurangnya anggaran untuk pemenuhan produksi senjata dalam
negeri. Karena biaya produksi lebih besar dibandingkan dengan pembelian maka
pemerintah lebih mengutamakan pada pembelian senjata maupun alutsita asing.
Setiap operasi militer yang dilakukan oleh TNI-AD dalam upaya
pertahanan dan keamanan negara masa Orde Lama dan Orde Baru pemenuhan
kebutuhan suplai militer melalui impor. Tanpa persenjataan yang lengkap tentara
tidak mampu melakukan operasi militer secara efektif. Padahal dalam setiap
operasi militer yang dilakukan oleh angkatan bersenjata biasanya menelan biaya
yang tidak sedikit dimana untuk memastikan keberhasilan dalam berlangsungnya
16
Andi Widjajanto., Op.Cit., hlm. 16.
24
operasi. Namun setiap akhir dari pembelian persenjataan asing negara biasa
menelan kerugian devisa karena pembelian yang terkadang kurang efisien.
Kebutuhan akan industri pertahanan dalam rangka melindungi kesatuan
dan persatuan Republik Indonesia mulai disadari pemerintah sejak masa
perjuangan fisik Indonesia saat menghadapi Agresi Militer Belanda juga dalam
operasi-operasi militer seperti penumpasan G30S, DWIKORA dan TRIKORA.
1. Aspek Pertahanan
Pada masa perjuangan fisik Indonesia kalah dalam persenjataan dan
kelengkapan militer oleh Belanda. Keunggulan tentara republik terdapat pada
jumlah dan moral prajurit. Namun karena hal ini lah selama masa perjuangan
korban pihak Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan korban dari pihak
Belanda maupun Sekutu. Tentara Belanda dan Sekutu yang lebih lengkap dalam
persenjataan militernya mampu menrenggut nyawa banyak pejuang pemuda
Indonesia. Dimana saat pertempuran tidak banyak terjadi kekurangan senjata
maupun amunisi bagi tentara pejuang. Sehingga harus menggunakan senjata
tradisional seperti bambu runcing.
Perebutan Papua Barat dari tangan Belanda juga kemudian dimasukan ke
wilayah NKRI langsung menjadi agenda kepentingan nasional. Di sinilah
nantinya penguatan persenjataan di Indonesia kemudian menjadi jelas akibat dari
kebijakan yang bersifat ofensif Soekarno. Ketika sebuah pemerintahan
menyatakan perang, maka persiapan alat utama sistem persenjataan menjadi
sangat krusial. Pada masa itulah Presiden Soekarno kemudian meminta bantuan
asing dalam hal untuk memenuhi kebutuhan pasokan senjata guna menghadapi
25
perang perebutan wilayah Papua Barat. Negara yang kemudian menjadi pemasok
tunggal senjata untuk tentara Indonesia adalah Uni Soviet.
Pada masa itu Indonesia memiliki banyak persenjataan mutakhir pada
zamanya, sebut saja pesawat-pesawat pembom tercanggih zaman itu seperti MiG
15, MiG 17, MiG 19, dan tipe yang paling canggih saat itu MiG 21, Pesawat
Seperti Tupolev, Antonov dan beberapa alutsista yang berasal dari Uni Soviet,
namun bukan berarti Indonesia pada masa itu tidak mendapat pasokan dari
Amerika Serikat sendiri. Amerika Serikat juga memasuk beberapa alutsista seperti
pesawat Hercules, tank atau panser buatan Inggris (Saladin, Ferret, Saracen) dan
Perancis (AMX-13/75), yang notabene adalah blok Barat. Dapat dilihat bahwa
kebijakan Soekarno yang cenderung ke Blok Timur kemudian menjadi anti Barat,
namun hal tersebut hanya pada tataran politis saja dan konfrontatif membawa
dampak pada pengembangan sistem persenjataan militer pada masa itu.17
Sikap ofensif Soekarno ini memang kemudian dapat dilihat merujuk pada
politik luar negeri yang bebas aktif, dimana walaupun dunia tengah terbelah
menjadi dua kubu dalam Perang Dingin, Indonesia tetap menjalin kerjasama
dengan dua belah blok, namun kecenderungan kedekatan lebih ke Russia. Dengan
ini apa yang diinginkan Soekarno yakni penguatan sektor militer berupa suplai
persenjataan akan tetap terpenuhi, sebab kedua belah blok juga bersaing dalam
perluasan ideologi dan pengaruhnya dimana pasokan persenjataan menjadi salah
satu mekanisme terhadap visi tersebut.
Selain dari Konfrontasi yang bertujuan untuk merebut Irian Barat dari
tangan Belanda dan implikasinya terhadap pengembangan persenjataan dari
17 Baskara T Wardaya., Indonesia Melawan Amerika Konflik Perang
Dingin 1953-1963 , (Jakarta : Galang Press, 2009), hlm. 266.
26
bantuan Uni Soviet, serta beberapa diantara suplai persenjataan juga dari Amerika
Serikat adalah adanya kejadian lain yang juga mempengaruhi pengunaan
persenjataan yakni konfrontasi dengan Malaysia di masa-masa akhir
kepemimpinan Soekarno.18
Konfrontasi ini juga mendorong pembangunan alat persenjataan di
kalangan militer Indonesia, walaupun nantinya hal ini tidak mendapatkan bantuan
langsung seperti halnya yang didapat ketika perang untuk merebut Papua Barat.
Pengaruh Uni Soviet pada pembangunan sistem persenjataan di Indonesia
kemudian menjadi hilang pada masa setelah lengsernya Presiden Soekarno dan
runtuhnya Orde Lama. Hal ini nantinya dikarenakan peristiwa G30S/PKI yang
sebelumnya terjadi di Jakarta yang ditengari merupakan sebuah gerakan kudeta
PKI terhadap pemerintah. Setelah itu hal-hal yang berbau komunisme menjadi
sesuatu yang haram di Indonesia terlebih ketika rezim baru yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto tumbuh dan menjadi penguasa baru di perpolitikan Indonesia
yakni rezim Orde Baru.
2. Aspek Ekonomi
Awal masa kemerdekaan, Indonesia berulang mengalami berbagai macam
krisis ekonomi yang menyebabkan tekendalanya pembangunan industri-industri
pertahanan. Sepert: Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950) Pada masa awal
kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk. Rekonstruksi dan
Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan
perang ke bidang-bidang produktif. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalah ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti
18
Ibid.
27
sebelumnya. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967) Sebagai akibat dari dekrit
presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin
dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya
diatur oleh pemerintah).
Faktor negara dalam usahanya membangun industri pertahanan maupun
sipil lainya tanpa harus mengandalkan bantuan asing. Anggaran yang besar dalam
pertahanan tetapi tidak untuk meningkatkan industri Hankam melainkan untuk
belanja alutsista membuat Indonesia menjadi negara yang ketergantungan akan
kebutuhan impor senjata maupun peralatan perang lainnya.
Berusaha memperbaiki perekonomian dalam negeri serta mengembangan
industri dalam negeri merupakan tujuan yang di terapkan melalui kebijakan
pemerintah melalui Repelita. Hutang negara yang sudah ada sejak Orde Lama
membuat keterbatasan dalam pemberian modal untuk industri Hankam.
Peran pemerintah adalah sebagai pelanggan barang dan jasa yang
diproduksi industri pertahanan. Bagi industri pertahanan, yang menawarkan
produk yang sangat spesifik, pemerintah negaranya adalah costumer yang paling
utama mungkin satu-satunya. Maka karateristik sektor pertahanan adalah
monopsoni.19
Setiap negara ingin alat peralatan pertahanan dan keamanan
(alpalhankam) mereka adalah buatan dalam negeri sendiri.20
19 Monopsoni berarti pasar dikuasai satu pembeli. Lawannya adalah
monopoli, ketika hanya ada satu penjual di pasar.
20 Silmy Karim., Op.Cit., hlm. 154.
28
C. PT Pindad Sebagai Industri Senjata Nasional
1. Perencanaan Perusahaan PT Pindad
Pindad memasuki era 80, keinginan pemerintah untuk alih teknologi
semakin bulat. Sesuai fungsi dan tugas pokoknya seperti tertuang di Keputusan
Presiden RI No. 47 tahun 1981, maka Badan Pengkajian Penerapan Teknologi
(BPPT) harus memperhatikan transformasi teknologi yang ditetapkan pemerintah
Indonesia. Termasuk pencapaian pengadaan mesin-mesin untuk keperluan
industri. Maka ketua BPPT melalui Surat Keputusan Nomor :
SL/084/KA/BPPT/VI/81 membentuk tim guna : menyusun Corporate Plan
(rencana perusahaan) Pindad untuk jangka waktu 10 tahun. Tim ini selanjutnya
disebut Team Corporate Plan (Tim Perencanaan Perusahaan) Pindad yang
anggotanya terdiri dari unsur BPPT dan Departemen Pertahanan dan Keamanan
(Dephankam). Dalam penyusunan Corporate Plan perusahaan, disesuaikan dengan
arah pengembangan Pindad yaitu 20% produksi militer dan 80% produsi
komersial. Target ini tetap mengandalkan teknologi dan fasilitas yang ada.21
Tim Corporate Plan Pindad yang dinahkodai Prof. Dr. Ing B.J. Habibie
(juga menjabat Ketua BPPT) menetapkan perencanaan itu secara seksama.
Sebelum tahun 1983 Pindad adalah singkatan Perindustrian Angkatan Darat
merupakan instalasi produksi Angkatan Darat. Tugas pokoknya memproduksi
peralatan militer yang diperlukan Angkatan Darat maupun Departemen
Pertahanan dan Keamanan. Dengan status jawatan, pada saat kurun waktu
sebelum 1983, maka ruang gerak Pindad sangat dibatasi peraturan yang berlaku.
Seperti saat perusahaan ini masih berbentuk A.C.W. akibatnya, meskipun sebuah
21 Sutarto., Prabu Kresna di Pindad , (Bandung : PT. Pindad, 2006), hlm. 33.
29
instalasi produksi, tapi karena dibatasi oleh peraturan tadi, maka Pindad tidak
dapat bekerja secara ekonomis layaknya perusahaan.
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan produksi hanya didapat dari
anggaran tahunan Departemen Hankam. Pendanaan itu juga harus dipertanggung
jawabkan setiap tahun berdasarkan pembukuan kas negara. Hal seperti itu
membatasi perkembangan Pindad sebagai sebuah industri, sehingga pelaksanaan
produksi menjadi kurang efisien karena prinsip-prinsip ekonomi perusahaan dan
manajemen perusahaan tidak dapat dijalankan. Di samping itu Pindad sangat
membebani anggaran Departemen Hankam, karena Dephankam di samping harus
mengeluarkan biaya produksi, dibebani juga biaya penelitian dan pengembangan
serta biaya investasi yang jumlahnya yang cukup besar.
Dephankam menyarankan agar “war making activities” dipisahkan
dengan kegiatan “war support activities” juga diarahkan untuk dipisahkan dari
kegiatan perang. Atas pemikiran tersebut Pindad yang melakukan kegiatan
produksi alat perang, harus lepas dari pengelolaan Departemen Hankam dan
selanjutnya dikelola terpisah sebagai sebuah Persero milik Pemerintah.22
Dasar pemikiran demikian diharapkan akan dapat menberi keuntungan
sebagai berikut:
a. Dapat memproduksi peralatan militer yang dibutuhkan secara
efisien.
b. Dapat juga berfungsi sebagai industri yang menghasilkan produk
komersial.
c. Dapat bekerja sebagai industri yang profit making.
d. Dapat membiayai sendiri penelitian pengembangan dan biaya
investasi.
22 Ibid., hlm 34.
30
e. Mengembangkan profesionalisme industri.23
Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam Pelita IV, khususnya
dalam pengembangan sektor industri logam dan mesin, maka dirasakan perlu
memberikan perhatian langsung terhadap pengembangan sektor industri. Sebagai
instalasi produksi yang memiliki fasilitas dan keterampilan di bidang tempa dan
pemeliharaan perkakas, maka Pindad selanjutnya diarahkan untuk menghasilkan
produk komersial, seperti produk-produk tempa, mesin perkakas, rem angin,
peralatan proses produksi komponen dan produk stamping (cetakan). Hal ini
sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam pengembangan sektor
industri logam dan mesin, Pemerintah turun langsung karena sekor ini
membutuhkan teknologi investasi tinggi. Atas dasar itu maka tim yang dibentuk
menyusun Corporate Plan Pindad untuk sepuluh tahun.24
Tugas Tim Corporate Plan meliputi :
a. Menetapkan produk-produk yang akan dihasilkan dan fasilitas
pendukungnya.
b. Menyusun jadwal dan program.
c. Menyusun anggaran untuk pengembangan perusahaan.25
Akhirnya, tim memutuskan Corporate Plan Pindad 10 tahun, yakni 20%
produk militer dan 80% produk komersial. Program ini harus tetap memanfaatkan
dan mengembangkan teknologi serta fasilitas yang tersedia.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai berikut :
a. Menyediakan/memproduksi produk-produk keperluan Dephankam
yang terdiri dari munisi ringan, munisi berat, senjata dan peralatan
23 Ibid., hlm 35.
24 Ibid.
25 Ibid.
31
militer lainnya, diwajibkan juga untuk menghilangkan ketergantungan
dari pihak manapun.
b. Memproduksi produk-produk komersial yang meliputi mesin perkakas,
produk tempa, air brake system, perkakas, peralatan proses, peralatan
komponen da pesanan khusus.26
Keputusan tim ini diterima semua pihak terkait. Selanjutnya ini dijadikan
pedoman mengembangkan Pindad ke depan sebagai sebuah persero.
Gambar 3.
Serah Terima PT. PINDAD (Persero) dari Kasad Jend. Rudini kepada Prof. Dr.
B.J. Habibie tanggal 29 April 1983
Repro : Buku 50 Tahun ABRI
Sumber : Disjarah AD Tahun 1983
Pada 29 April 1983, Perindustrian Angkatan Darat resmi beralih status dari
institusi yang sebelumnya di bawah naungan Departemen Pertahanan dan
Keamanan menjadi Perseroan Terbatas (PT). Nama barunya PT. Pindad (Persero).
Pindad dibelakang kata PT bukan merupakan singkatan lagi melainkan utuh
sebagai sebuah nama. Selaku direktur utama, menteri keuangan menunjuk Prof.
Dr. Ing. B.J. Habibie. Kala itu Habibie merangkap jabatan sebagai ketua BPPT.
26 Ibid., hlm 36.
32
Sejak itu, secara efektif peran BPPT dalam mengkaji dan menerapkan teknologi di
Pindad mulai dilaksanakan.27
2. Tahapan Teknologi
Empat tahapan yang harus dilalui dalam penguasaan teknologi sebetulnya
sudah digariskan sejalan dengan pelaksanaan industrialisasi terutama di
lingkungan BUMNIS. Pertama, belajar dari membeli lisensi (membeli desain).
Kedua, memilih disain sendiri. Ketiga, pengembangan (development). Dan
keempat, yaitu penelitian dan pengembangan (Research & Development).
Seperti halnya anggota Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) lainnya ,
Pindad menjalankan misi utama sebagai wahana transformasi industri.
Terapannya melalui implementasi rencana yang spesifik dan juga sebagai wahana
alih teknologi, Pindad mengembangkan produk melalui program produksi yang
menjadi inti dari langkah penguasaan teknologi dan penguasaan pangsa pasar
yang ada.28
Program produksi pindad dibagi menjadi produk militer dan produk
komersial. Produk militer dikembangkan untuk mendukung kebutuhan militer
melalui program senjata. Program mortir dan pendayagunaan fasilitas dalam
produksi munisi berbagai tipe. Sebagai wacana transformasi industri, Pindad
menerapkan implementasi secara bertahap meliputi :29
Tahap pertama, tahap dasar penggunaan teknologi yang sudah ada untuk
proses nilai tambah. Wujudnya produksi barang-barang yang telah ada di pasaran
melalui proses alih teknologi. Pelaksanaan produksinya atas dasar lisensi. Pada
27 Ibid., hlm 37.
28 Ibid., hlm 38.
29 Ibid., hlm 39.
33
tahap ini, penerapannya didasarkan pada rencana produksi progresif (Progressive
Manufaktur Plan/ PMP).
Tahap Kedua adalah integrasi teknologi yang telah dikuasai ke desain
dan produksi barang-barang baru sama sekali atau belum ada di pasaran.
Kelebihannya dengan menyertakan elemen-elemen penciptaan disertai
pengembangan keahlian desain dan peningkatan keahlian lainnya. Program pada
tahap ini seperti program senjata FNC dengan telah diproduksi varian yang
disesuaikan dengan postur TNI dan POLRI. Tak ketinggalan produksi amunisi
lainnya.
Tahap Ketiga adalah pengembangan teknologi. Teknologi yang telah
dikuasai dikembangkan lebih lanjut dengan menyertakan teknologi baru yang
dikembangkan secara mandiri. Dalam usaha ini diperlukan penciptaan teknologi
baru sama sekali. Dengan melakukan riset dan pengembangan teknologi untuk
mendukung program-program melalui proyek-proyek penelitian.
Tahap Keempat merupakan pelaksaan penelitian dasar bidang ilmu dan
teknologi. Untuk kegiatan ini kerjasama Pemerintah dengan Puspitek, LIPI,
Perguruan Tinggi dan lembaga-lembaga penelitian lain. Bahkan kerjasama
penelitian dengan luar negeri juga dikembangkan.30
30 Ibid.
34
3. Beberapa Catatan Penting Untuk Mengenal Aktivitas PT. Pindad
a) Business Description
Memproduksi senjata, munisi dan peralatan sistem senjata untuk
kebutuhan Hankam.31
b) Vital Mission Rule
Keputusan Presiden RI No. 59 tahun 1983, sejak 29 April 1983 Pindad
(Perindustrian Angkatan Darat) telah beralih status menjadi Badan Usaha Milik
Negara Industri Strategis (BUMNIS) dengan pemegang saham 100% adalah
pemerintah RI.32
c) Tujuan
Melaksanakan serta menunjang kebijaksanaan program pemerintah di
bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, dan khususnya
dalam bidang industri peralatan militer, industri manufktur, energi dan
transportasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan
terbatas.33
d) Strategi
PT. Pindad konsisten berkelanjutan melakukan pembaharuan dan
pengembangan fasilitas serta kemampuan yang telah dimiliki. Seperti memenuhi
perlengkapan mesin serta peningkatan budaya kerja perusahaan, targetnya dapat
memenuhi standar pasar industri.
e) Produksi
31 Ibid., hlm 41.
32 Ibid.
33 Ibid.
35
PT. Pindad telah membangun dan menerapkan sistem manajemen mutu
sesuai standar penilaian internasional. Melakukan pembaharuan berkelanjutan
dalam perancangan produksi, proses produksi, pengendalian mutu dan teknik
memproses data setiap langkah produksi. PT. Pindad dapat memenuhi rasio
kualitas, harga yang paling optimal serta memprioritaskan fungsi dan
kehandalan.34
f) Pemasaran
Memberikan konsultasi teknik ke pelanggan mengenai pemilihan produk
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya secara khusus.
Memberikan pelayanan purna jual cepat dan efisien, guna menjamin fungsi
produk secara maksimal.35
g) Teknologi
Melakukan pengembangan dan penyesuaian jenis produk agar dapat
memenuhi berbagai kebutuhan baru yang terus meningkat seiring dengan
kemajuan perkembangan teknologi.36
h) Sumber Daya
Guna menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tinggi, PT. Pindad
menerapkan program pengembangan personil yang berkesinambungan. Mereka
dilatih di instansi dan industri dalam maupun luar negeri, seperti : Austria, Jepang,
Swiss, Belgia serta universitas dalam dan luar negeri.
34 Ibid., hlm 42.
35 Ibid.
36 Ibid.
36
PT. Pindad juga memiliki Departemen Pendidikan dan Pelatihan
(Depdiklat) yang tidak hanya melatih personil perusahaan saja tetapi juga untuk
melatih pelanggan dalam berbagai keterampilan dan pengetahuan. 37
i) Kemitraan
Bekerja sama dengan perusahaan maupun instansi lain dalam rangka
memperoleh keuntungan bagi kedua belah pihak.
Pengabdian Masyarakat
- Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)
- Pelayanan kesehatan kepada masyarakat (RS. PINDAD)
j) Komunitas
Program Bina Lingkungan (BILIK)
k) Peduli Lingkungan
PT. Pindad menerapkan kebijakan untuk melaksanakn pembangunan,
pengembangan perusahaan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan
dengan menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman serta bebas dari
kecelakaan, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan.
Unsur lingkungan yang dikelola meliputi :38
- Pengelolaan sampah dan limbah
- Pelestarian lingkungan, seperti Flora & Fauna
- Kawasan dan lahan penelitian Flora & Fauna
l) Layanan
Memberikan konsultasi teknik kepada para pelanggan mengenai pemilihan
produk yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan yang sesungguhnya dari tiap-tiap
37 Ibid., hlm 43.
38 Ibid., hlm 44.
37
kasus. Memberikan pelayanan purna jual yang cepat dan efisien yang dapat
menjamin fungsi produk secara maksimal.39
D. Senjata Pertama 100 Persen Buatan Indonesia
SS1 adalah Senjata 100 persen buatan Pindad muncul.40
Melalui proses
panjang dan keinginan untuk menghilangkan ketergantungan pada negara lain.
Senjata yang berhasil menjadi produk penting dalam produksi militer PT. Pindad
adalah SS1. Dengan awal kemunculan produk senjata asli Pindad kemudian
Pindad menjadi salah satu industri strategis yang diperhitungkan oleh pemerintah.
Sebelumnya Pindad hanya mampu memproduksi senjata luar negeri dari dalam
negeri dengan lisensi dari negara terkait, untuk mengurangi biaya pembelian
senjata dalam memenuhi kebutuhan Hankam.
1. Perakitan Senjata Dalam Negeri
Senapan SS77 kaliber 223 atau 5,56 mm merupakan desain yang dibuat
Pindad sebelumnya. Senapan SS77 mengadopsi senapan AR-18 Rifle yang Frame
dan Receiver (rumah mekanik dan dudukan pasir) dibuat dari plat yang di
stamping, sehingga memudahkan produksi. Keuntungan lain, senapan berkualitas
lebih baik. Pada tahun 1978 dibuatlah prototipe sebanyak 150 pucuk dengan tipe
popor lipat dan diserahkan ke Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang
AD) sebanyak 30 pucuk untuk diuji coba. Perintah Menhankam Pangab tahun
1978 kepada Kasad untuk memilih Senapan Serbu Kaliber 5,56 mm yang handal
39 Ibid.
40 Ibid., hlm 51.
38
untuk dijadikan senapan standar TNI yang akan diproduksi di dalam negeri. Maka
didatangkan senapan-senapan dari berbagai negara yaitu :41
a) Senapan M16-A1 dari negara Amerika Serikat
b) Senapan HK.33 dari negara Jerman Barat
c) Senapan FNC dari negara Belgia
d) Senapan AR.70 dari negara Italia
e) Senapan Styer dari negara Austria
f) Senapan SG.540 dari negara Swedia
I. Perintah Kasad pada Bulan Mei 1978 kepada Danjen Kobangdiklat42
untuk
membentuk tim uji coba, yang terdiri dari unsur-unsur terkait yaitu :
Dirlitbang43
Kobangdiklat sebagai Ketua
Lakgiat dilaksanakan oleh :Kol. Inf. Alex Suseno
Pussenif dari Departemen Teknik :Mayor Inf. Pieter Hermanus
Pindad dari Kabanglitbangjat44
dan Almil : Mayor CPL. Sutarto
Sedangkan pelaku dari pasukan adalah satu Kompi Yonif 328 LINUD KOSTRAD
dengan Komandan Batalyon Mayor Inf, Bambang Sembodo, uji coba meliputi :45
- Kemudahan bongkar pasang senjata di lapangan
- Kemudahan baris berbaris
- Kehandalan uji tempur di lapangan
41 Ibid., hlm 18.
42 Danjen Kobangdiklat adalah Komandan Jenderal (Danjen) Komando
pembina doktrin, pendidikan dan latihan. http://www.pengertian menurut
paraahli.com, diakses pada 22 Juli 2015.
diakses pada 22 Juli 2015.
43 Dirlitbang adalah Direktur Penelitian dan Pengembangan. http://www.pengertian menurut para ahli.com
diakses pada 22 Juli 2015.
44 Kabanglitbangjat adalah Kepala bagian pengembangan dan penelitian pengembangan senjata. http://www.pengertian menurut para ahli.com
diakses pada 22 Juli 2015.
45 Sutarto., Op.Cit., hlm. 20.
39
II. Hasil uji coba berdasarkan kriteria penilaian maka mendapatkan urutan
penilaian sebagai berikut :46
1. HK 33
2. M16-A1
3. FNC
4. AR-70
5. SG 540
6. Styer
Kemudian dievaluasi lanjutan kemungkinan untuk diproduksi di Pindad :
Gambar 3.
Senjata HK 33 serta Spesifikasinya
Sumber : Buku Prabu Kresna di Pindad
a) HK 33 dinilai bagus no.1 tetapi tidak diproduksi karena :47
- Prinsip kerja bukan gas operated
- Teknologi pembuatan komponen lebih sulit dan masih ada
komponen yang didatangkan dari Jerman terutama roller
- Pengalaman Thailand tidak melanjutkan produksi senjata
tersebut karena harganya relatif maha
46 Ibid.
47 Ibid., hlm 21.
40
Gambar 4.
Senjata M.16 A1 serta Spesifikasinya
Sumber : Buku Prabu Kresna di Pindad
b) M16-A1 nilai no.2 disukai oleh para prajurit karena ringan tetapi
tidak diproduksi karena :
- Sebagian komponen harus didatangkan dari Amerika (rumah
mekanik atas dan bawah, juga laras)
- Peluru harus menggunakan peluru buatan Amerika
- Penggunaan di luar Indonesia harus seizin kongres Amerika
- Produksi dibatasi maksimal 150.000 pucuk.
41
Gambar 5.
Senjata FNC serta Spesifikasinya
Sumber : Buku Prabu Kresna di Pindad
c) FNC nilai no.3 Senapan diadopsi untuk diproduksi di Pindad
dengan pertimbangan sebagai berikut :
- Sudah menggunakan laras kisar 7 inchi dengan peluru SS. 109
(peluru inti baja)
- Semua komponen dapat dibuat di Pindad
- Penyerapan teknologi 100% diberikan ke Indonesia
- Pembuatan produksi minimal 200.000 pucuk
2. Lahirnya SS1
a) Diawali dengan surat perintah kepala BPPT Nomor :
059/KA/BPPT/V/1982 tanggal 18 Mei 1982, tentang pembentukan
tim negosiasi untuk mengadakan perundingan dengan pihak FN
Herstal Belgia. Dalam rangka bantuan teknis pengembangan desain
dan produksi Senapan Serbu (SS).
b) Hasil laporan ketua tim negosiasi pengembangan desain dan
produksi senapan serbu, pada rapat tim industri Hankam tanggal 3
Juni 1982 telah disepakati bahwa FNC ciptaan pabrik FN Herstal SA
42
dari Belgia menjadi calon tunggal senjata yang diproduksi dalam
negeri.
c) Laporan Senior Scientist/Asren UPT Industri Hankam BPPT Brigjen
TNI (Purn) Ir. R.M. Abdi Krim Kusumo Putra, bahwa untuk
produksi senjata SS memerlukan waktu lama yaitu 6 hingga 8 tahun.
Rentang waktu bisa dicapai pabrikan senjata yang berpengalaman
dan menggunakan sistem komputer sebagai alat bantu desain.48
Mengacu kesepakatan antara BPPT dan FN Herstal SA pada tanggal 17
Februari 1983 setelah 200.000 pucuk senapan yang diproduksi Pindad tidak perlu
bayar Royalti49
Surat Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan kepada B.J
Habibie Dierktur Utama Pindad tanggal 25 Juli 1984 yang
ditandatangani Yogi Supardi tentang rencana produksi sejumlah
200.000 pucuk senapan SS1 selama 10 (sepuluh) tahun.
Surat Assistem Logistik Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat ke Kadislitbang tanggal 6 Agustus 1984 tentang
saran modifikasi senjata FNC sesuai kebutuhan operasional TNI-
AD yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal TNI Ishak Odang.
Surat Menteri/Sekretaris Negara selaku ketua Tim Pengendali
Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah yang ditandatangani
Sudharmono, SH tanggal 18 Juni 1984 tentang persetujuan
pembukaan LC untuk program produksi senjata ringan FNC.
48 Ibid., hlm 51.
49 Ibid., hlm 52.
43
3. Program Retrofit (Perbaikan)
a) Pindad mendapatkan kesempatan memperbaiki ribuan FNC yang
dibeli Dephankam 20.000 pucuk langsung dari Belgia. Senjata
ini banyak mengalami kendala saat digunakan. Sesuai
kesepakatan, FN Herstal selaku produsen bersedia membiayai
perbaikan FNC. Tiap pucuknya mendapat talangan 12 USD.
Sesuai dengan surat perintah Kasad kepada Kajanpalad yang
ditandatangani Asisten Logistik Kasad Mayor Jenderal TNI
Ishak Odang tanggal 12 Oktober 1984, untuk melaksanakan
retrofit senapan FNC di Pindad.
b) Untuk kelancaran alih teknologi SS1 di Pindad, maka dibentuk
suatu tim proyek SS1. Tim dipimpin Kepala Divisi Perakitan
Kol. CPL. Ir. Yuwono S dan sebagai wakil Letkol CPL. Sutarto
yang juga kepala Departemen Perakitan Senjata. Dan tim ini
bertugas menyusun realisasi pelaksanaaan retrofit senapan FNC
yang ada di pasukan yang dilakukan dengan 5 (lima) lokasi
pelaksanaan retrofit.
Pelaksanaan Retrofit dilaksanakan di Kodam-kodam dan di PT. Pindad
dengan jumlah sebagai berikut :50
a) PT. Pindad Bandung sebanyak 13.221 pucuk.
b) Paldam IV/Diponegoro Semarang sebanyak 1.533 pucuk.
c) Paldam V/Brawijaya Surabaya :
- TNI AD : 1.631 pucuk
50 Ibid., hlm 53.
44
- TNI AU : 480 pucuk
- TNI AL : 750 pucuk
Totak : 2.861 pucuk.
d) Paldam I/Bukit Barisan di Medan 572 pucuk.
e) Paldam VII/Wirabuana Makasar 1.774 pucuk Jumlah : 19.961
pucuk
Bagan 2.
KRONOLOGIS RETROFIT
Sumber: Buku Prabu Kresna di Pindad.
Pelaksanaan produksi SS1 sesuai dengan program dilakukan dengan alih
teknologi PMP (Progressive Manufakturing Plan) dalam pelaksanaaan produksi
SS1 mengalami penyempurnaan product development 4 tahap yaitu :51
1. Temuan hasil Litbang Pindad dan FN.
2. Keinginan pengguna atas dasar temuan pemakai di lapangan.
3. Perkembangan teknik manufaktur dan penyempurnaan SS1.
4. Perkembangan kebutuhan operasi di lapangan.
51 Ibid., hlm 51.
PT PINDAD
PROGRAM FNC
SURVEY
KODAM-KODAM
1. KONDISI
SENJATA
2.KELUHAN/
SARAN
PRAJURIT
PT PINDAD
F.N
1. RETROFIT
MEKANIK
2.SURFACE
TRATMENT
45
Untuk memenuhi kebutuhan pasukan yang sangat mendesak,
maka dalam menuunggu persiapan produksi di PT. Pindad pada
September 1984 Departemen Hankam mendatangkan 8.000
pucuk senjata terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu :52
- SS1 - V1 sebanyak 4.000 pucuk
- SS1 - V2 sebanyak 4.000 pucuk
Senapan tersebut sebagian sudah menggunakan komponen yang sudah mengalami
perubahan dan sebagian masih asli FNC, khusus SS1- V2 masuk ke Pindad bulan
Agustus 1986 dalam pelaksaan produksi dibuat phase sebagai berikut :53
Pelaksanaan phase tersebut disesuaikan dengan tahap PMP dari
kemampuan produksi Pindad antara lain :
Phase 1 : sebanyak 21 macam komponen dibuat di PT. Pindad
Phase 2 : sebanyak 61 komponen
Phase 3a : sebanyak 79 komponen
Phase 3b : sebanyak 76 komponen
Phase 3c : 6 assembling group adalah 13 komponen
Phase 4 : 2 komponen block support dan frame trigger
E. Pengembangan Industri Hankam
1. Proyeksi Kondisi Pengembangan Industri Hankam
Dengan memperhatikan kedudukan dan peranan industri Hankam sebagai
komponen pendukung kekuatan pertahanan keamanan negara dan sebagai
komponen atau bagian dari industri nasional, maka dalam upaya pengembangan
industri Hankam terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhinya yaitu :
Pertama, ciri-ciri dari industri Hankam yang memproduksi alat utama Hankam
yang terdiri dari : (1) pengembangannya memerlukan invertasi yang cukup besar ;
52 Ibid., hlm 53.
53 Ibid.
46
(2) perannya sebagai pendukung alat utama Hankam yang bersifat canggih, maka
dituntut bahwa industri Hankam harus selalu menggunakan teknologi canggih.
Oleh karena itu pada dasarnya industri Hankam bersifat padat modal; (3)
membutuhkan tenaga ahli yang berkualitas tinggi dan (4) perlu didukung oleh
kemampuan penelitian dan pengembangan yang tinggi pula ; (5) mampu
memproduksi alat utama Hankam dan alat komersial.54
Kedua, karena industri Hankam merupakan komponen atau bagian dari industri
nasional, maka industri Hankam turut mewujudkan pencapaian sasaran industri
nasional. Oleh karena itu melali pembahasan terhadap sasaran industri nasional
dengan pola pikir ketahanan nasional, akan dapat diturunkan proyeksi sasaran
industri Hankam mencakup :
1. Ideologi-politik.
a) Dilingkungan industri Hankam harus dapat terbina dan terciptanya
suasana dan hubungan kerja yang mencerminkan penghayatan dan
pengamalan pancasila secara nyata.
b) Pengelolaan dan pengembangan industri Hankam harus dilandasi
oleh semangat dan jiwa Pasal 33 UUD 1945.
2. Ekonomi.
a) Upaya pembangunan pabrik dan peningkatan kasitas produksi.
Upaya dibidang ini sejak dari awal Pelita IV telah dilakukan.
Karena pembangunan industri Hankam memerlukan investasi yang
besar, perkembangannya masih sangat tergantung dari
perkembangan penerimaan pemerintah dari dalam negeri maupun
54 Chaidir Basrie, “Pembangunan Industri Pertahanan Keamanan Untuk Memenuhi Kebutuhan Peralatan Hankam”, Tesis, (Jakarta : UI, 1987), hlm, 176.
47
dari luar negeri. Disamping itu perluasan kapasitas produksi masih
tergantung dari luasnya pemasaran baik didalam maupun diluar
negeri.
b) Upaya untuk mempercepat pertumbuhan lapangan kerja, karena
ciri industri Hankam pada dasarnya padat modal, sulit diharapkan
untuk dapat memberikan lapangan kerja yang luas didalam industri
Hankam itu sendiri. Tetapi melalui kebutuhan bahan baku, sarana
dan prasarana produksi maupun sarana prasarana pendistribusian
hasil-hasil produksi serta kebutuhan lainnya, yang dikerjakan oleh
kontraktor atau oleh industri lainnya secara berantai, akan
menumbuhkan lapangan kerja yang cukup banyak.
c) Upaya untuk mendorong dan meningkatkan pembagian pendapatan
yang makin merata. Dalam upaya dibidang ini, industri Hankam
dapat melaksanakan perannya seperti halnya dengan upaya
mempercepat pertumbuhan lapangan kerja.
d) Upaya meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Penguasaan dan pengembangan teknologi dan industri yang
canggih oleh industri Hankam serta kemampuannya untuk
mendukung dan menyebarluaskan penggunaan teknologi maju
pada industri nasional lainnya serta kemampuan industri Hankam
untuk mengeksport hasil-hasil produksinya, akan turut
mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
e) Mendorong pengembangan eksport non-migas. Industri Hankam
yang memiliki potensi untuk memproduksi alat utama Hankam dan
48
alat peralatan komersial, harus berusaha memperluas
pemasarannya kenegara-negara lain, baik peralatan komersial
maupun peralatan Hankam.
3. Sosial budaya.
a) Mendorong peningkatan, kualitas dan kemampuan manusia
Indonesia untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja, penguasaan
rancang bangun dan perekayasaan, manajemen, kejuruan.
b) Terbinanya kerjasama dibidang teknologi dan industri dengan
negara-negara-negara lain melalui kegiatan penelitian dan
pengembangan, maupun dibidang pemasaran.
c) Mendorong dan menggerakan bangsa Indonesia untuk
menggunakan hasil produksi dalam negeri.
d) Terbinanya pemanfaatan dan kelestarian lingkungan.
4. Pertahanan keamanan.
a) Terbinanya industri Hankam, khususnya industri yang tetapkan
berdasarkan Kep Pres No. 59 Tahun 1983, untuk mendukung
kebutuhan alat utama Hankam.
b) Terbinanya industri nasional lainnya yang tersebar diseluruh
wilayah nusantara untuk mewujudkan kemampuan sistem logistik
wilayah.
49
c) Terbinannya kemampuan dan kesiap-siagaan mobilisasi industri
Hankam dan industri nasional lainnya yang dapat dikonversikan
menjadi industri Hankam, bila keadaan negara membutuhkan.55
Ketiga, sebagai komponen pendukung kekuatan pertahanan keamanan, maka dari
sasaran atau tingkat kondisi ketahanan nasional dibidang Hankam, dapat
diturunkan sasaran industri Hankam sebagai berikut :
1. Ideologi politik
Terbinannya suasana dan kondisi, pengelolaan dan pengembangan
industri Hankam dilandasi oleh sikap mental, semangat kejuangan
sapta marga dan sumpah prajurit serta makin mantapnya penerapan
demokrasi ekonomi.
2. Ekonomi.
Terbinannnya kemampuan industri Hankam semaksimal mungkin
memenuhi kebutuhan alat utama Hankam atau setidak-tidaknya
memiliki kemampuan membuat desain dan protype alat utama
Hankam.
3. Sosial budaya.
a) Terbinannya kesadaran para karyawan bahwa tugas pengabdiannya
dilingkungan industri Hankam merupakan bagian penunaian hak
dan kewajibannya turut serta dalam usaha pembelaan negara.
b) Terbinanya kelestarian lingkungan dari pencemaran yang
diakibatkan oleh industri Hankam.
55
Ibid., hlm. 181.
50
4. Pertahanan keamanan.
a) Terwujudnya kemampuan industri Hankam untuk mendukung
kemandirian dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan,
terutama dalam upaya mendukung pengembangan kekuatan ABRI
yang tangguh dan modern.
b) Terbinanya kemampuan dan kesiapan pelaksanaan mobilisasi
industri Hankam untuk mendukung kepentingan penyelenggaraan
Hankam dalam keadaan darurat atau bahaya.
c) Terbinannya kemampuan industri Hankam untuk mendukung
perwujudan sistem logistik wilayah, terutama dalam upaya
menunjang kemampuan bengkel-bengkel untuk melakukan
pemeliharaan, perbaikan-perbaikan alat utama Hankam.56
Pindad sebagai salah satu industri Hankam yang turut berperan dalam
pertahankan dan keamanan negara diwujudkan melalui pengembangan teknologi
maupun alat Hankam. Pengembangan senjata untuk perlengkapan militer TNI
khususnya Angkatan Darat merupakan faktor penting dalam mewujudkan visi dan
tujuan Pindad.
2. Pembinaan Industri Hankam.
Dalam rangka mengembangkan industri Hankam, pemerintah telah menata
organisasi pembinaan industri Hankam yaitu dengan membentuk “Team
pengembangan Industri Hankam” dan “Dewan pembina dan pengelola industri-
industri strategis dan industri Hankam”. Team pengembangan industri Hankam
56
Ibid., hlm. 182.
51
dibentuk dengan Kep. Pres no. 40 tahun 1980 bertugas membantu Presiden untuk
merumuskan kebijaksanaan Pemerintah guna pengembangan industri Hankam
secara terpadu, efektif dan efisien, dengan memanfaatkan industri nasional yang
telah ada milik Pemerintah serta menyiapkan rencana pelaksanaannya dan
mengawasi pelaksanaan program pengembangan industri Hankam. Team
pengembangan industri Hankam terdiri dari Menteri Negara Ristek/ Ketua Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai ketua merangkap anggota
serta Menteri Hankam dan Menteri Perindustrian sebagai anggota, dan dibantu
oleh seorang Sekretaris yang diangkat oleh Presiden. Dewan Pembina dan
Pengelola Industri Strategis dan Industri Hankam dibentuk dengan Kep. Pres no.
59 tahun 1983 bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan
mengenai pengembangan jangka panjang industri-industri strategi serta
mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan dari pembinaan dan
pengelolaan industri-industri strategis.57
Dewan ini terdiri dari Menteri Negara Ristek selaku Ketua merangkap
anggota, serta Menteri Perindustrian, Menteri Hankam, Menteri Perhubungan,
Menteri Parpostel, Menteri Sekneg dan Pangab, masing-masing sebagai anggota.
Untuk kelancaran tugas Dewan Pembina Industri Strategis sehari-hari, dengan
Kep. Pres dibentuk suatu Badan Pelaksana Pengelola Industri Strategis (BPPIS).
Sebagai Ketua Dewan merangkap Ketua BPPIS adalah Menteri Negara
Ristek/Ketua BPPT. Sebelum terbentuknya BPPIS , maka tugas sehari-hari
Dewan dilakukan oleh BPP Teknologi. Untuk melaksanakan tugas tersebut oleh
Ka BPPT dibentuk Tim Pelaksana Pengelola Industri Strategis dan Industri
57
Ibid., hlm. 197.
52
Hankam (TPPIS). Tim ini tampaknya merupakan embrional pembentukan BPPIS.
Baik Team Pengembangan Industri Hankam maupun Dewan Pembina Industri
Strategis pembinaanya dibebankan kepada anggaran BPPT.58
Kebijaksanaan dalam upaya pengembangan industri strategis ada 3
kendala yang dihadapi yaitu : (1) kelangkaan dana; (2) kelangkaan tenaga ahli
(didalam segala bidang dan tingkatan); (3) penguasaan teknologi. Kendala-
kendala ini pemecahannya berkaitan erat dengan tugas dan program yang
dilaksanakan oleh BPPT. Berhubung dengan adanya kenyataan kendala-kendala
tersebut dan adanya keterkaitan dengan industri strategis dengan industri-industri
nasional lainnya serta sasaran industri Hankam yang berkaitan pula dengan
ideologi-politik, ekonomi, sosial-budaya, maka hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam upaya memantapkan koordinasi dan pengendalian industri Hankam :
a) Keanggotaan Dewan Pembinaan Industri Strategis diperluas
dengan Menteri Keuangan, Menteri Dikbud, Menteri Bappenas dan
Ketua LIPI.
b) BPPIS yang dibentuk dengan Keppres di dalam pelaksanaan
kegiatannya merumuskan program-program pengembangan
industri Hankam harus selalu dilandasi pola pikir
pendekatanketahanan nasional serta meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan produktivitas industr-industri strategis selaku
BUMN.59
58
Ibid., hlm. 198.
59
Ibid., hlm. 199.
53
3. Perangkat Lunak Pedoman/Pengarah Koordinasi dan
Pengendalian.
Politik dan strategi Hankam merupakan salah satu perangkat lunak yang
pokok, untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan upaya pengembangan
industri Hankam. Politik dan strategis Hankam isinya melingkupi (1) Penilaian
terhadap ancaman yang diperkirakan akan dihadapi bangsa dan negara Indonesia
dalam jangka sedang; (2) Rumusan sasaran, kebijaksanaan dan strategi serta
pengembangan kemampuan komponen kekuatan pertahanan keamanan jangka
sedang dalam upaya pertahanan keamanan dan mendukung serta mengamankan
kebijaksanaan pembangunan nasional, dan (3) penentuan Pola Umum
pembangunan kemampuan dan kekuatan pertahanan keamanan.60
Politik dan strategi Hankam merupakan pedoman bagi Pemerintah dan
masyarakat bangsa Indonesia dalam upaya membangun dan menggunakan
komponen kekuatan Hankam. Oleh karena itu Politik dan Strategi Hankam bukan
semata-mata pedoman bagi Departemen Hankam dan ABRI beserta segenap
jajarannya dalam melaksanakan pembangunan dan penggunaan kekuatan
Hankam, tetapi juga merupakan podoman bagi segenap Departemen/Aparatur
negara dan segenap masyarakat yang turut serta melaksanakan dan mendukung
penyelenggaraan Hankam. Karena Politik dan Strategi Hankam merupakan
pedoman baik dilingkungan Departemen Hankam/ABRI maupun di lingkungan
Departemen/Instansi Pemerintrah lainnya dan masyarakat, maka Politik dan
Strategi Hankam merupakan produk yang dikeluarkan oleh Presiden (Keppres).
60
Ibid., hlm. 200.
54
Berdasarkan ketentuan UU Pertahanan Keamanan, rancangan Politik dan Strategi
Hankam disusun oleh Dewan Pertahanan Keamanan Nasional.61
F. Realisasi Pembangunan Pertahanan Keamanan Dalam
Kebijakan Pemerintah
1. Repelita I-III
Usaha pembanugunan dibidang pertahanan keamanan sebelumnya masih
sangat terbatas. Keadaan ini tercermin dalam proyeksi anggaran pembangunan
Repelita, bidang Hankam mendapat tempat prioritas yang paling rendah, yaitu
sebesar2, 64% dari seluruh anggaran pembangunan dalam Repelita I. Usaha
peningkatan daya tahan dan tingkat kesiap-siagaan serta peremajaan material
Hankam selama Repelita I dilakukan sangat terbatas dan selektif berdasarkan
skala yang tajam dan mutlak.62
Kedudukan dan peranan sektor Hankam pada kurun waktu Pelita II tetap
tidak berubah ialah membangun dan memantapkan sektor Hankam untuk
menunjang pelaksanaan Repelita II secara optimal. Disamping itu sektor Hankam
harus juga ikut berperan meningkatkan usaha ketahanan nasional di segala aspek
kehidupan nasional. Dari 17 sektor pembangunan dalam Repelita II,
pembangunan sektor Hankam menempati urutan prioritas ke-9 dengan anggaran
pembangunan yang diproyeksi sebesar 2,4 % dari seluruh rancangan anggaran
61
Ibid.
62
Buku III, Rencana Pembangunan Lima Tahun Kedua (Repelita II,
lampiran Keppres nomor 11 tahun 1974, Bab 28, hlm 333.
55
Repelita II. Penjabaran pembangunan sektor Hankam dalam Repelita II,
dituangkan dalam “Rencana Sasaran Strategi Hankam I (1974-1978).63
Renstra Hankam ke-II, dalam penjabarannya sudah mulai memperbesar
lingkup kegiatan dengan memanfaatkan hasil-hasil Renstra Hankam I. Satuan
kekuatan tempur mulai digarap secara instensif dengan program pemantapan
batalion yang berintikan kekuatan tempur darat. Dibidang pembekalan dan
pemeliharaan dalam Repelita III, memberikan prioritas pada peningkatan atau
perwujudan kemampuan produksi senjata ringan. Biaya pembangunan disektor
Hankam yang diproyeksikan dalam Repelita III adalah 7,3 %dari rancangan
anggaran Repelita III. Maka dari itu, hasil produksi Pindad ditingkatkan dalam
Renstra II untuk produksi senjata ringan.
2. Repelita IV
Pembangunan pertahanan keamanan dalam Repelita IV yang
penjabarannya pada Renstra Hankam III, kegiatan pembangunan Hankam
ditingkatkan baik dalam intensitas maupun dalam ruang lingkupnya. Renstra
Hankam ini diwarnai oleh UU nomor 20 tahun 1982. Prinsip-prinsip
penyelenggaraan pertahanan keamanan yang berkaitan dan memberikan gaya
pertahanan keamanan serta menentukan pengembangan kekuatan ABRI. Prinsip-
prinsip yang dimaksud adalah pertama pertahanan defensif aktif yang
menggambarkan pandangan bangsa Indonesia tentang perang dan damai, kedua
hakekat pertahanan keamanan adalah perlawanan rakyat semesta dengan
mendayagunakan segenap sumber daya nasional dan prasarana nasional, yang
63
Rencana Sasaran Strategis (RENSTRA) Hankam adalah Program Lima
Tahun dibidang Hankam yang memuat pokok-pokok rencana pencapaian sasaran
program pembangunan Hankam secara bertahan dalam waktu lima tahun beserta
proyeksi alokasi anggarannya.
56
dilaksanakan dengan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta dan ketiga
penerapan nyata dari wawasan nusantara menjadi kepentingan pertahanan
keamanan yang harus ditegakkan. Sasaran pembangunan Hankam khususnya
pengembangan penyusunan pengikutsertaan rakyat dalam Hankam dititik
beratkan pada bidang perangkat lunaknya yaitu landasan peraturan perundang-
undangnya sebagai penjabaran dari ketentuan UU nomor 20 tahun 1982.64
Sasaran pembangunan pertahanan keamanan pada aspek material
diarahkan pertama kepada memperpanjang usia pakai alat utama ABRI yang
belum mungkin diganti dengan alat utama jenis baru, melalui renovasi,
rehabilitasi, refit, kedua upaya untuk memproduksi paling tidak peralatan dan
bahan-bahan lain yang dianggap sebagai kebutuhan minimum untuk
menyelenggarakan pertahanan keamanan. Oleh karena itu perhatian utama harus
ditumpahkan kepada pengembangan industri senjata ringan, bahan peledan dan
munisi, alat optik militer, alat elektronik dan peralatan lain yang sederhana tetapi
dapat diproduksi di dalam negeri. Satu hal yang mendasar yang diletakkan oleh
Renstra Hankam III dalam pembangunan pertahanan keamanan yang modern
yaitu adanya sasaran pengembangan partisipasi ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam upaya pertahanan keamanan. Dan oleh karenanya upaya pengalihan
teknologi harus mendapatkan prioritas dalam pembangunan pertahanan
keamanan. Apabila sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstra Hankam
III, baik pada aspek perangkat lunaknya, dihubungkan dengan strategi Hankam
yang diisyaratkan UU no. 20 tahun 1982 yaitu “penangkalan”, maka Renstra
64
Chaidir Basrie., Op.Cit., hlm. 73.
57
Hankam III akan meletakkan landasan bagi perwujudan penangkalan melalui
Renstra-Renstra berikutnya.65
Dari rangkaian pembangunan pertahanan sejak Pelita I sampai Pelita III,
sebagian besar dari Alat Utama Hankam masih bergantung pada import dari
berbagai negara. Sebagai akibatnya banyak macam tipe alat utama Hankam yang
dimiliki berasal dari Amerika, Russia, Inggris, Belgia, Australia, Jerman Barat,
Korea dan lain-lain. Keadaan demikian menimbukan kerwanan. Kerawanan ini
mulai dari hal yang bersifat teknis dibidang penyediaan suku cadang dan material
bekal yang khusus, sampai pada hal yang bersifat strategis perkembangan alat
utama yang baru akibat dari perkembangan teknologi, yang membuat alat utama
lama yang dimiliki menjadi kurang efektif.
Sasaran pokok dari pembangunan Hankam yang dilakukan dalam Renstra
Hankam III untuk merealisir unsur pokok kedua dari konsepsi penangkalan.
Sedangkan penyiapan perangkat lunak merupakan landasan bagi realisasi unsur
pokok pertama dari konsepsi penangkalan. Biaya pembangunan pertahanan dalam
Repelita IV, diproyeksikan sebesar 6,66 % dari anggaran Repelita tersebut.
65 Ibid., hlm. 75.
Top Related