3
BAB II
LANDASAN TEORI
Prinsip kerja kolektor surya pelat penyerap adalah memindahkan radiasi
matahari ke fluida kerja. Radiasi matahari yang jatuh pada cover kaca sebagian akan
langsung dipantulkan, kemudian sebagiannya akan diserap, dan sebagiannya lagi
akan diteruskan ke pelat penyerap. Radiasi yang sampai pada pelat penyerap akan
diserap panasnya oleh pelat penyerap. Panas yang diserap oleh pelat penyerap akan
digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang berupa udara mengalir. Untuk proses
perpindahan panas dari radiasi matahari sampai pada fluida kerja terjadi melalui tiga
mekanisme perpindahan panas yaitu, konduksi, konveksi, dan radiasi. Secara
konduksi, terjadi pada udara yang diam dan pada pelat penyerap. Secara konveksi,
terjadi antara permukaan pelat penyerap dengan fluida kerja yang mengalir.
Kemudian pertukaran panas radiasi terjadi diatas penutup transparan, diantara
penutup transparan dengan pelat penyerap bagian atas, dan antara pelat penyerap
bagian bawah dengan permukaan isolasi.
2.1 Pengertian Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Dikatakan demikian
karena setiap kerja yang dilakukan membutuhkan energi. Energi merupakan bagian
dari suatu benda tetapi tidak terikat pada benda tersebut. Energi bersifat fleksible
yang artinya dapat berpindah dan berubah.
2.2 Konversi Energi
Konversi energi adalah perubahan bentuk energi dari yang satu menjadi
energi yang lain. Energi di dalam alam adalah suatu besaran yang kekal (hukum
termodinamika pertama). Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan, tetapi dapat dikonversikan/berubah dari bentuk energi yang satu ke
bentuk energi yang lain.
4
Hukum Termodinamika I
Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Kita hanya dapat mengubah
bentuk energi, dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain.
Apabila suatu sistem diberi kalor, maka kalor tersebut akan digunakan untuk
melakukan usaha luar dan mengubah energi dalam.
Hukum I Termodinamika menyatakan bahwa:
Untuk setiap proses, apabila kalor Q diberikan kepada sistem dan sistem
melakukan usaha W, maka akan terjadi perubahan energi dalam
∆U = Q – W ……………………………………………………………… (2.1)
Pernyataan ini dapat dituliskan secara matematis dalam persamaan (2.2)
dQ=dW+dU ……………………………………………………… (2.2)
2.3 Perpindahan Panas
Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu yang meramalkan
perpindahan energy yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur, dimana
energy yang berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas (heat). Panas akan
berpindah dari medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang
temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini berlangsung terus sampai ada
kesetimbangan temperature diantara kedua medium tersebut.
Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.3.1 Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi merupakan perpindahan panas yang terjadi pada
suatu media atau pada media fluida yang diam akibat adanya perbedaan temperature
antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada media tersebut.
Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu
dimensi seperti ditunjukan pada gambar 2.1
5
Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar
Sumber: (incropera, DeWitt, Bergman, Lavine. 1996 Halaman 14)
Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang Konduksi
(Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan matematikanya sebagai berikut:
dx
dTkAqkond ……...................................…………….......……......... (2.3)
Tanda negatif (-) diisi agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu
bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju media
yang temperaturnya lebih rendah. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 diatas,
bahwa kalor berpindah dari T1 ke T2 karena T2 temperaturnya lebih rendah dari T1.
Jika dilihat dari persamaan 2.3 diatas, dT adalah selisih antara T2 dan T1 sehingga
hasil yang didapat menjadi minus. Agar memperoleh hasil yang positif pada hasil
akhir perhitungan oleh karena itu ditambahkan tanda negatif (-), sehingga tanda
positif tersebut menunjukkan adanya kalor yang berpindah dari temperature tinggi
ketemperatur lebih rendah.
2.3.2 Perpindahan Panas konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari suatu
permukaan media padat atau fluida yang diam menuju fluida yang mengalir atau
bergerak atau sebaliknya akibatadanya perbedaan temperatur. Suatu fluida memiliki
temperatur, T, yang bergerak dengan kecepatan u, di atas permukaan media padat
Z
Y
X
6
(Gambar 2.2). Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka
akan terjadi perpindahan panas konveksi dari media padatke fluida yang mengalir.
Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir
Sumber: (Incropera dan De Witt, 3rd ed. halaman 7)
Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan hukum Newton tentang
pendinginan (Newton's Law of Cooling) yaitu:
TTAhq sskonv .. ……………………………...........………..........(2.4)
dimana :
= Laju perpindahan panas konveksi (W)
= Koefisien perpindahan panas konveksi (W/ .K)
= Luas permukaan perpindahan panas (
= Temperatur permukaan (K)
= Temperatur fluida (K)
Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya
disebabkan oleh gaya luar, seperti: blower, pompa, atau kipas angin.
b. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya
disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancyforced effect). Pada
fluida, temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis
(density). Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah
qkonv
7
massa jenis fluida tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka
makin tinggi massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan
menjadi lebih ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik
mengapung di atas fluida yang lebih berat.
2.3.3 Perpindahan Panas Radiasi
Energi dari medan radiasi ditransportasikan oleh pancaran atau gelombang
elektromagnetik (photon), dan asalnya dari energi dalam material yang memancar.
Transportasi energi pada peristiwa radiasi tidak harus membutuhkan media, justru
radiasi akan lebih efektif dalam ruang hampa. Berbeda dengan perpindahan panas
konduksi dan konveksi yang mutlak memerlukan media perpindahan.
Besarnya radiasi yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda riil (nyata),
(W), adalah :
................................................................................. (2.5)
Sedangkan untuk benda hitam sempurna (black body), dengan emisivitas
( ) memancarkan radiasi, (W). sebesar:
........…….......……… …………………................... (2.6)
Dan untuk laju pertukaran panas radiasi keseluruhan antara permukaan
dengan sekelilingnya (surrounding), dengan temperatur sekeliling, , adalah :
(
) ........................................................................ (2.7)
Dalam hal ini semua analisis tentang temperatur dalam pertukaran panas
radiasi adalah dalam temperatur absolut (mutlak) yaitu Kelvin (K).
2.4 Radiasi Matahari
Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu media, maka sebagian energi
radiasi tersebut akan di pantulkan (refleksi), sebagian akan diserap (absorpsi), dan
sebagian lagi akan diteruskan (transmisi), seperti ditunjukan pada gambar 2.3
dibawah ini:
8
Ф1= Ф2
Ф2
sumber Ф1 Ф2
Bayangan cermin
sumber
Sinar refleksi
(a) (b)
Gambar 2.3 Bagan pengaruh radiasi datang
Sumber: (Bejan, 1993 halaman 507)
Fraksi yang dipantulkan dinamakan refleksivitas (ρ), fraksi yang diserap
dinamakan absorsivitas (α), dan fraksi yang diteruskan dinamakan transmisivitas (τ).
Pada media bening seperti kaca atau media transparan lainnya, Maka:
ρ + α + τ = 1…………………………………………............................ (2.8)
Sedangkan untuk media padat lainnya yang tidak meneruskan radiasi termal
dan transmisivitas dianggap nol, sehingga:
ρ + α = 1…………………………………………………………....... (2.9)
Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu
permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dikatakan refleksi
itu spekular (speculer). Dilain pihak, apa bila berkas yang jatuh itu tersebar secara
merata kesegala arah sesudah refleksi, maka refleksi itu disebut refleksi baur (difuse).
Kedua jenis refleksi itu digambarkan seperti gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Fenomena refleksi (a) spekular (b) refleksi baur.
Sumber: (Holman, 1997 halaman 344)
Absorsivitas (α)
Radiasi
datang
Refleksivitas(ρ)
Transmisivitas (τ)
9
Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh karena penyerapan dan
pantulan oleh atmosfer, sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer
menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek (ultraviolet). Sedangkan
karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang
yang lebih panjang (inframerah). Selain pengurangan radiasi bumi langsung
(sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh
molekul-molekul gas, debu, dan uap air diatmosfer.
Radiasi ini akan mencapai bumi sebagai radiasi sebaran, seperti ditunjukan
gambar 2.5.
Gambar 2.5 Radiasi sorotan dan radiasi sebaran
Sumber: (Arismunandar, 1995 halaman 18)
Penjumlahan radiasi sorotan atau beam, Ib, dan radiasi sebaran atau difuse, Id,
merupakan radiasi total, I, pada permukaan horizontal per jam yang dapat
dirumuskan sebagai berikut :
I = Ib + Id…………………………………………………………...(2.10)
Harga I juga dapat diukur dengan menggunakan solarymeter.
2.4.1 Konstanta Matahari
Matahari merupakan sebuah bola gas yang berdiameter 1,39x109 m,
mempunyai massa sebesar 2x1030
Kg. Lapisan luar matahari disebut fotosfer
memancarkan suatu spectrum radiasi yang kontinu dengan temperatur permukaan
efektif sebesar 5762 K sedangkan intinya mencapai temperatur 8x106
K dan
densitasnya 105 Kg/m
3. Keseluruhan energi ditimbulkan karena adanya reaksi fusi
awan Radiasi sorotan
Radiasi sebaran
10
Ecliptic axis
1.521 X 1011
m
March 21
Polar Axis
1.471 X 1011
m
Sep. 21
June 21
Ecliptic
plane
Dec. 21
89.83 million
miles
95.9 million
miles
pada inti matahari, dan energi ditransimisikan secara radial sebagai radiasi
elektromagnetik dan disebut sebagai energi surya. Jarak rata-rata antara matahari
bumi adalah 1,495x1011
m, jarak terpendek dan terjauh adalah 1,47x1011
m dan
1,521x1011
m, yang masing-masing terjadi pada 21 Desember dan 21 Juni (Goswami
and Kreith, 2008).
Gambar 2.6 Hubungan Matahari dengan Bumi
Sumber :(Goswami and Kreith, 2008)
Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan
hasil perkalian konstanta Stefan-Boltzmann σ, temperatur absolute pangkat empat
, dan luas permukaan
, (Arismunandar, 1995).
( ) .................................................................................. (2.11)
Di mana ds adalah diameter matahari (m).
Konstanta surya didefinisikan sebagai energi dari matahari persatuan waktu
yang diterima oleh suatu unit luasan permukaan tegak lurus arah rambatan radiasi,
pada jarak rata-rata bumi dengan matahari diluar atmosfir bumi yang besarnya adalah
(Arismunandar, 1995):
( ⁄ ) .................................................................................. (2.12)
Di mana R adalah jarak rata-rata antara matahari ke bumi.
11
Dari persamaan di atas, maka diperoleh fluks radiasi per satuan luas dalam arah
yang tegak lurus pada radiasi tepat di luar atmosfer bumi adalah (Arismunandar,
1995):
( ) ( ) ( ) ⁄
( )
⁄ .................................................................................... (2.13)
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Matahari di
Bumi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi matahari pada suatu
permukaan bumi adalah:
a. Posisi matahari
Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang
berbentuk elips, yang biasanya disebut dengan bidang “Ekliptika”. Bidang ini
membentuk sudut 23,5 0 terhadap bidang equator. Akibat dari peredaran bumi
mengelilingi matahari menimbulkan perubahan-perubahan musim. Untuk di
Indonesia terjadi dua perubahan musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau.Musim hujan terjadi apabila kedudukan matahari paling jauh di
selatan untuk belahan bumi bagian utara, ini terjadi pada bulan desember.
Kedudukan musim panas yaitu pada waktu kedudukan matahari berada pada
titik paling utara, terjadi pada bulan juni.
b. Lokasi dan kemiringan permukaan
Lokasi dan kemiringan permukaan menentukan besarnya sudut datang
radiasi pada permukaan tersebut. Hubungan geometrik antara sebuah
permukaan dengan radiasi matahari yang datang dapat dinyatakan dalam
beberapa sudut seperti yang ditunjukan pada gambar 2.7.
12
Gambar 2.7 Sudut zenith, sudut kemiringan, sudut azimuth permukaan, sudut azimuth surya.
Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980 halaman 11)
Berikut ini adalah beberapa pengertian sudut-sudut dalam
hubungannya dengan posisi bumi-surya:
Ø = Sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat dipermukaan bumi terhadap
equator,dimana arah utara-selatan,-90 ≤ Ø ≤ 90 dengan utara positif.
θ = Sudut datang berkas sinar (angel of incident), sudut yang dibentuk antar
radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan
tersebut.
θz = Sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis
normal bidang horisontal.
β = Sudut kemiringan, yaitu sudut antara permukaan bidang yang dimaksud
terhadap horisontal: 00 ≤ β ≤ 180
0.
α = Sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung dari
matahari dengan bidang horizontal.
ω = Sudut jam (hour of angel), sudut antara bidang yang dimaksud dengan
horizontal, berharga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam
setara dengan 150, kearah pagi negatif dan kearah sore positif.
γ = Sudut azimuth permukaan, antara proyeksi permukaan pada bidang
horizontal dengan meridian, titik nol diselatan, negatif timur, positif
barat.
13
γs = Sudut azimuth surya, adalah pergeseran angguler proyeksi radiasi
langsung pada bidang datar terhadap arah selatan.
δ = Deklinasi, posisi anguler matahari dibidang equator pada saat jam 12.00
waktu matahari. Sudut deklinasi dapat juga ditentukan dengan rumus:
δ = 23,45 sin
365
284360
n
ini menurut Cooper (1969). Dimana n adalah nomer urutan hari dalam
satu tahun dimulai 1 januari.
Untuk sudut pada permukaan yang dimiringkan ke selatan maupun ke utara
mempunyai hubungan anguler pada seperti permukaan datar pada lintang ( ).
Untuk belahan bumi bagian utara hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Bagian bumi yang menunjukan β,θ,Ø dan (Ø-β) untuk belahan utara
Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980 halaman 14)
c. Waktu matahari
Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan
pada waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan
matahari yang didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
ts = waktu standart + E + 4 ( Lst – Lloc)…………………........................(2.14)
d. Keadaan cuaca
Jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dipengaruhi
oleh faktor transmisi kandungan atmosfer. Di atmosfer radiasi matahari diserap
14
oleh unsur-unsur Ozon, uap air, dan karbon dioksida. Disamping diserap,
radiasi matahari juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air,
dan debu.
Pada kenyataannya radiasi matahari sering dihalangi oleh bermacam-
macam tipe awan. Masing-masing tipe awan mempunyai koefisien transmisi
sendiri-sendiri. Jadi untuk meramalkan radiasi matahari di bumiper ludi ketahui
pula tipe awan dan ketebalannya.
2.5 Kolektor Pelat Datar Standar
2.5.1 Komponen dan Struktur
Komponen-komponen sebuah kolektor surya pelat datar terdiri dari penutup
tembus cahaya (transparan) yang berfungsi untuk menimbulkan efek rumah kaca.
Gelombang radiasi yang dipancarkan matahari memiliki panjang yang mampu
menembus penutup transparan, tetapi beberapa gelombang radiasi panas yang
dipantulkan oleh pelat penyerap lebih pendek, sehingga akan dapat dipantulkan
kembali. Perubahan sifat panjang gelombang ini sangat diharapkan, sebab dengan
demikian penutup tersebut akan menjadi penghalang radiasi antara pelat penyerap
dengan lingkungan yang lebih dingin, sementara masih meneruskan radiasi matahari.
Permukaan “hitam” sebagai penyerap energi radiasi matahari yang kemudian
dipindahkan ke fluida. Saluran fluida kerja berfungsi untuk mengalirkan fluida yang
akan dipanaskan serta isolasi untuk mengurangi kerugian panas (losses) ke
lingkungan. Skema kolektor surya pelat datar ditunjukkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Skema kolektor surya pelat datar standar
15
Adapun krakteristik bagian-bagian penting dari kolektor surya pelat datar
adalah sebagai berikut:
a. Penutup transparan
Penutup transparan di harapkan memiliki sifat transmisivitas yang tinggi dan
sifat absorsivitas serta refleksivitas serendah mungkin. Refleksivitas (daya
pantul) tergantung pada indek bias dan sudut datang yang dibentuk oleh sinar
datang terhadap garis normal permukaan. Sedangkan transmisivitas suatu
permukaan dapat mempengaruhi intensitas energi matahari yang diserap oleh
pelat penyerap. Transmisivitas kaca akan menurun bila sudut datangnya
melebihi 450 terhadap vertical. Sedangkan absorsivitas akan bertambah
sebanding dengan panjang lintasan pada penutup transparan, sehingga bagian
yang diteruskan menjadi berkurang.
b. Pelat penyerap
Pelat penyerap yang ideal memiliki permukaan dengan tingkat absorsivitas
yang tinggi guna menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan tingka
temisivitas yang serendah mungkin agar kerugian panas karena radiasi balik
sekecil mungkin disamping itu pelat penyerap diharapkan memiliki
konduktivitas thermal (K) yang tinggi.
c. Isolasi
Merupakan material dengan sifat konduktivitas termal (K) rendah,
dipergunakan untuk menghindari terjadinya kehilangan panas kelingkungan.
2.5.2 Radiasi yang Diserap Kolektor Surya
Pada kolektor surya untuk pemanas udara, radiasi matahari tidak akan
sepenuhnya diserap oleh pelat penyerap. Sebagian dari radiasi itu akan dipantulkan
(refleksi) menuju bagian dalam penutup transparan. Dari penutup transparan ini
beberapa akan dipantulkan kembali dan sebagian lainnya akan terbuang ke
lingkungan.
16
Proses penyerapan radiasi matahari oleh kolektor akan diperlihatkan pada
gambar 2.10.
Gambar 2.10 Penyerapan radiasi matahari oleh kolektor
Berkas radiasi matahari yang menimpa kolektor, pertama akan menembus
penutup transparan kemudian menimpa pelat penyerap. Sebagian radiasi akan
dipantulkan kembali menuju penutup dan sebagian lagi diserap pelat penyerap.
Radiasi yang menuju ke penutup kemudian dipantulkan kembali menuju penyerap,
sehingga terjadi proses pemantulan berulang. Simbul τ menyatakan transmisivitas
penutup, menyatakan absorsivitas anguler penyerap dan menyatakan
refleksivitas radiasi hambur dari penutup.
Dari energi yang menimpa masuk kolektor, maka ( ) adalah energi yang
diserap oleh pelat penyerap, dan sebesar ( ) dipantulkan menuju penutup.
Pantulan yang mengenai penutup tersebut merupakan radiasi hambur, sehingga
energi yang sebesar ( ) kemudian dipantulkan kembali oleh penutup
menuju pelat penyerap. Proses pemantulan tersebut akan berulang terus. Dan
besarnya energi maksimum yang diserap oleh kolektor adalah :
d
n
n
d
)1(1)1()(
0
…………………………….(2.15)
Radiasi
matahari
τ
Refleksi
(1-α)τ
(1-α) τ
ρd
α τ
Penutup
transparan
(kaca)
Pelat
Penyerap
17
Untuk mendekatkan perhitungan kolektor dapat digunakan:
( ) …………………..………………………….........(2.16)
Perkalian antara transmittance-absorptance product rata-rata ( ) ,
didefinisikan sebagai perbandingan radiasi matahari yang terserap , , terhadap
radiasi matahari yang menimpa kolektor , . Sehingga radiasi matahari yang diserap
oleh permukaan pelat penyerap adalah:
S = ( τα) ave .IT……………………………………................................(2.17)
Seorangilmuwan, Klein (1979) sepertidikutipdari Ref. [1], menyatakan hubungan
dengan sudut datang radiasi , θ, pada kolektor surya yang menggunakan penutup
kaca dengan indeks bias 1,526 seperti tampak pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Grafik hubungan antara sudut timpa dengan transmisivitas.
Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980 halaman 174)
2.6 Kolektor Surya Pelat Datar dengan Aliran Impinging Jet
Kolektor surya ini hampir sama dengan kolektor pelat datar standar. Bedanya
terdapat pada jenis aliran massa udara yang melewati kolektor. Pada kolektor surya
standar aliran massa udara secara paralel melewati kolektor dan langsung keluar
outlet sedangkan pada kolektor ini aliran massa udara menggunakan aliran impinging
jets yang dimana udara akan menimpa pelat penyerap terlebih dahulu sebelum keluar
melaui outlet. Untuk menciptakan aliran Impinging Jets sehingga menimpa pelat
18
penyerap tersebut maka pada kolektor surya ini ditambahkan pelat berlubang yang
berfungsi sebagai nosel diantara pelat penyerap dan pelat bagian bawah.
2.6.1 Aliran Impinging Jet
Perpindahan panas dengan menggunakan metoda aliran Impinging Jet,
merupakan perpindahan panas dimana fluida dipancarkan melalui lubang-lubang
menuju permukaan/pelat yang memiliki perbedaan temperatur. Metoda ini telah
diterapkan pada berbagai komponen seperti sudu turbin, dinding ruang pembakaran,
heat exchanger dan komponen elektronik. ”impinging” disini berarti ”tabrakan”,
dimana terjadi tabrakan antara fluida pendingin dengan permukaan suatu target
dalam kecepatan aliran yang tinggi. Sebaliknya, cara ini juga dapat digunakan untuk
memanaskan suatu komponen atau suatu bahan tertentu contohnya pada proses
pengeringan kertas dan pengeringan tekstil. Pada gambar 2.12 (a, b) ditunjukkan
visualisasi impinging jet, terlihat bahwa koefisien perpindahan panas akan menurun
seiring dengan meningkatnya radius (jarak dari inti jet), selain itu akan terjadi puncak
koefisien perpindahan panas yang kedua untuk jarak jet nosel yang cukup dekat
dengan permukaan target (H yang kecil).
(a)
19
(b)
Gambar 2.12 (a) Mekanisme perpindahan panas impinging jet (b) Visualisasi impinging jet
Sumber : (Bambang Yunianto, 2005 halaman 11)
Awalnya penelitian terhadap metoda peningkatan perpindahan panas
impinging jet ini terfokus pada penggunaan impinging jet tunggal, kemudian
berkembang pada penggunaan susunan impinging jet. Untuk impinging jet tunggal,
seperti gambar 2.12, aliran udara pendingin keluar melalui sebuah jet nosel dan
langsung menabrak permukaan target. Aliran udara yang memancar memiliki
kecepatan tertentu dan setelah terjadi tabrakan dengan permukaan target akan
mengakibatkan terjadinya aliran turbulen. Hal ini mengakibatkan adanya
peningkatan yang signifikan laju perpindahan panas yang terjadi. Koefisien
perpindahan panas (h) yang tertinggi dihasilkan pada inti jet (semburan) dan akan
menurun untuk daerah diluar inti jet (Bambang Yunianto, 2005).
a. Submerge Impinging Jet dan Free Impinging jet
Berdasarkan perbedaan bentuk aliran impinging jet ini terbagi dua yaitu,
submerge jet dan free impinging jet. Pada submerge impinging jet , fluida yang
digunakan dalam impinging jet sama dengan fluida yang terdapat disekeliling target.
Sedangkan untuk free impinging jet, fluida yang digunakan berbeda dengan fluida
disekeliling pelat target, contohnya air digunakan untuk pendinginan komponen yang
terdapat di udara bebas.
20
Gambar 2.13 (a) submerge impinging jet dan (b) free impinging jet
Sumber : (Bambang Yunianto, 2005 halaman 12)
b. Confined Impinging Jet dan Unconfined Impinging Jet
Dalam penerapannya, Impinging Jet terbagi menjadi confined impinging jet
dan unconfined impinging jet. Seperti terlihat pada gambar, untuk confined
impinging jet digunakan pembatas pada nosel keluaran jet.
Gambar 2.14 (a) Unconfined impinging jet dan (b) confined impinging jet
Sumber : (Bambang Yunianto, 2005 halaman 12)
2.6.2 Kolektor Surya Pelat Datar Menggunakan Aliran Impinging Jets dengan
Variasi Diameter Nosel
Kolektor surya ini memiliki rancangan yaitu menggunakan pelat berlubang
yang berfungsi sebagai nosel dengan diameter lubang yang bervariasi dari
diameter lubang besar (dekat inlet) ke diameter lubang kecil (dekat outlet).
Fluida yang mengalir pada kolektor ini berada didepan pelat berlubang,
sedangkan pada bagian atas pelat penyerap fluida dikondisikan diam. Pada
kolektor ini juga akan ditambahkan pelat bawah diatas permukaan isolasi
bagian bawah.
21
2.6.3 Skema Kolektor Surya
Skema kolektor surya menggunakan aliran impinging jet dengan diameter
nosel bervariasi ini ditunjukkan pada gambar 2.15 berikut ini :
Gambar 2.15 Kolektor surya aliran impinging jets dengan diameter nosel bervariasi
2.7 Energi Berguna dan Efisiensi Kolektor Surya
Energi berguna merupakan energi yang digunakan untuk menghitung berapa
besar panas yang berguna dan dihasilkan kolektor surya. Sedangkan efisiensi
digunakan untuk menghitung performansi atau unjuk kerja dari kolektor surya.
2.7.1 Energi berguna kolektor surya
Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi yang berguna pada
kolektor surya dapat digunakan persamaan :
= . ( ) ....................................................................................... (2.14)
dimana :
= energi berguna kolektor sebenernya tiap satuan luas (watt)
= laju aliran massa fluida yang keluar dari kolektor surya (kg/s)
= panas jenis fluida (J/kg.K), nilai didapat dari properties fluida
berdasarkan temperatur ( =
)
= temperatur fluida masuk (K)
= temperatur fluida keluar (K)
22
2.7.2 Analisa Performansi
Efisiensi kolektor surya merupakan perbandingan panas yang diserap oleh
fluida atau energi berguna dan intensits matahari yang mengenai kolektor.
Performansi dari kolektor dapat dinyatakan dengan efisiensi thermalnya. Akan tetapi,
intensitas radiasi matahari berubah terhadap waktu. Oleh karena itu efisiensi thermal
kolektor dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Instantaneous efficiency atau efisiensi sesaat adalah efisiensi keadaan steady
untuk selang waktu tertentu.
2. Long term atau all-day adalah efisiensi yang dihitung dalam jangka waktu yang
relatif lama (biasanadalah efisiensi yang dihitung dalam jangka waktu yang
relatif lama (biasanya per hari atau per bulan).
Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari
kolektor. Oleh karena itu, ada dua cara pengujian sistem kolektor surya, yaitu :
1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor.
2. Pengujian untuk menentukan sistem secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini pengujian dilakukan hanya untuk menentukan
performansi dari kolektor saja. Metode yang digunakan adalah Instantaneous
efficiency atau efisiensi sesaat adalah efisiensi keadaan steady untuk selang waktu
tertentu. Sehingga efisiensi aktual dari olektor dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
=
................................................................................................ (2.15)
Dimana :
= efisiensi aktual kolektor (%)
= energi berguna kolektor sebenrnya tiap satuan luas (watt)
= luas bidang penyerapan kolektor ( )
= radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (watt/ )
Top Related