Download - BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pencemaran Udaradigilib.unimus.ac.id/files/disk1/143/jtptunimus-gdl-arieflukma... · komposis tersebutlah yang dibutuhkan dalam kehidupan makhluk hidup.

Transcript

http://digilid.unimus.ac.id

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pencemaran Udara

Salah satu kebutuhan yang penting bagi kehidupan di bumi yaitu

udara dimana terkandung sejumlah oksigen yang dan merupakan kebutuhan

baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Udara terdiri dari campuran

dari gas, sekitar 78 % Nitrogen, 20 % Oksigen, 0,93 % Argon, 0,03 %

Karbon Dioksida (CO2) dan sisanya terdiri dari Neon (Ne), Helium (He),

Metan (CH4) dan Hidrogen (H2). Udara dikatakan normal dan dapat pada

komposis tersebutlah yang dibutuhkan dalam kehidupan makhluk hidup.

Apabila terjadi penambahan gas-gas lain yang menimbulkan gangguan serta

perubahan komposisi tersebut, maka udara sudah mengalami pencemaran

(Soedomo 2001).

2.1.1 Penyebab Pencemaran Udara

Berbagai sumber pncemaran yang bersifat alami, seperti contoh

sumber alami adalah akibat letusan gnung merapi, kebakaran hutan

dekomposisi biotik, debu dan lain sebagainya. Katagori pencemaran dibagi

dalam pencemaran akibat transportasi, industri, dari persampahan baik

akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah tangga. Berikut

adalah tabel 2.1 jumlah presentasenya (Soedomo 2001).

Tabel 2.1 pencemaran udara

Sumber Pencemaran Jumlah Komponen Pencemar, juta ton/tahun

CO NOX SOX HC Part Total

Transportasi 63,8 8,1 0,8 16,6 1,2 90,5

Industri 9,7 0,2 7,3 4,6 7,5 29,3

Pembuangan Sampah 7,8 0,6 0,1 1,6 1,1 11,2

Pembakaran Stasioner 1,9 10.0 24,4 0,7 8.9 45,9

Lain-lain 16,9 1,7 0,6 8,5 9,6 37,3

(Sumber : Wardhana, 2004)

http://digilid.unimus.ac.id

2.1.2 Komponen dan Dampaknya Pencemaran Udara

Beberapa dampak pencemar udara (CO, HC, NO, Partikulat) yang

diakibatkan oleh masing-masing komponen pencemar udara yaitu :

a) Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida merupakan pencemar udara paling besar

dan umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses

pembakaran bahan-bahan karbon yang di gunakan sebagai bahan bakar

secara tidak sempurna, misal pembakaran bahan bakar minyak,

pemanas, industri dan pembakaran sampah.

Pada konsentrasi 12 sampai 17 miligram per meter kubik (10-

15) Efek yang ditimbulkan bagi manusia telah di amati paparan CO

akan menimbulkan penyakit jantung, keracunan darah, pada

konsentrasi 30 ppm CO menimbulkan efek meningkatnya kematian

pada penderita infak kardiak di rumah sakit. (Soedomo. 2001)

b) Hidrokarbon (HC)

Hidro karbon berperan dalam atmosfer pembentukan ozon dan

fotooksidan lainya, bersama-sama dengan adanya oksida dan sinar

ultra violet. Umumnya hidro karbon terdiri atas methana, ethan dan

turunan-turuna senyawa alifatik dan aromatik Hidro karbon merupakan

teknologi umum yang digunakan untuk beberapa senyawa organik

yang diemisikan bila bahan bakar minyak dibakar.

Pada konsentrasi antara 0,15 – 0,25 ppm dapat menyebabakan

gangguan perih pada mata, untuk konsentrasi lebih dari itu dapat

menyebabakan gangguan pernapasan. Variable yang dapat menyatakan

dampak hidro karbon diukur sebagai rata-rata tahunan dari rata-rata 3

jam harian (06.00-09.00, variable tersebut memberikan konsentrasi

atmosferik puncak pada jam sibuk pagi hari. (Soedomo. 2001)

c) Nitrogen Oksida

Bagian terbesar nitrogen oksida terbentuk di daerah perkotaan

yang paling utama dari senyawa ini, NO biasanya digunakan satuan

komposit. NO diemisikan dari pembuangan pembakaran (kombusi)

pada temperatur tinggi, sebagai hasil dari reaksi Nitrogen dengan

http://digilid.unimus.ac.id

oksigen, pada siang hari akibat adanya foto ultra violet senyawa ini

akan membentuk ozon fotokimia. (Soedomo. 2001)

Tabel 2.2 Dampak pencemaran udara berupa gas

(Sumber : Soedomo, 2003)

Pencemar Sumber Dampak Yang Ditimbulkan

Sulfur Dioksida (SO2) Batu bara atau bahan

bakar minyak yang

mengandung Sulfur.

Pembakaran limbah

pertanah.

Menimbulkan efek iritasi

pada saluran nafas sehingga

menimbulkan gejala batuk

dan sesak nafas.

Hidrogen Sulfa (H2S) Dari kawah gunung

yang masih aktif

Menimbulkan bau yang

tidak sedap, dapat merusak

indera penciuman (nervus

olfactory)

Nitrogen Oksida

(N2O)

Nitrogen Monoksida

(NO) Nitrogen

Dioksida (NO2)

Berbagai jenis

pembakaran.

Gas buang kendaran

bermotor.

Peledak, pabrik pupuk

Menggangu sistem

pernapasan.

Melemahkan sistem

pernapasan paru dan saluran

nafas sehingga paru mudah

terserang infeksi.

Karbon Dioksida

(CO2)

Karbon Monoksida

(CO)

Hidro karbon

Semua hasil

pembakaran.Proses

Industri

Menimbulkan efek

sistematik, karena meracuni

tubuh dengan cara

pengikatanhemoglobin yang

amat vital bagi oksigenasi

jaringan tubuh akaibatnya

apabila otak kekurangan

oksigen dapat menimbulkan

kematian.

Dalam jumlah kecil dapat

menimbulkan gangguan

berfikir, gangguan jantung.

http://digilid.unimus.ac.id

2.2 Proses Pembakaran Dalam Motor Bensin 4 Langkah

Untuk proses pembakaran motor bensin campuran perbandingan

bensin dan udara terbakar dengan menggunakan percikan busi, kemudian

dimampatkan dan terjadi ledakan menjadi tenaga untuk menggerakan mobil,

untuk proses tersebut memerlukan 4 langkah tahapan.(New Step Toyota,

1995)

Gambar 2.1 Proses kerja mesin 4 langkah Otto

2.2.1 Langkah Kerja Motor Bakar Bensin

1. Langkah Hisap

Langkah pertama udara dan bensin dihisap kedalam silinder,

kemudian katup hisap terbuka sedangkan katup buang tertutup, saat torak

bergerak ke bawah menyebabkan ruang silinder menjadi vakum,

masuknya udara dan bensin ke dalam silinder disebabkan adanya tekanan

udara luar.

2. Langkah Kompresi

Pada langkah kompresi untuk campuran udara dan bensin

dikompresikan atau dengan kata lain katup hisap dan katup buang

tertutup. saat torak mulai naik dari titik mati bawah (TMB) ke titik mati

atas (TMA) campuran yang dihisap selanjutnya di kompresikan.

Akibatnya tekanan dan temperturnya menjadi naik. Poros engkol berputar

satu kali ketika torak mencapai TMA.

http://digilid.unimus.ac.id

3. Langkah Kerja

Berikutnya adalah langkah kerja , dimana mesin menghasilkan

tenaga untuk menggerakkan kendaraan. Sesaat sebelum torak mencapai

TMA pada langakah kompresi, busi memercikan loncatan api pada

loncatan bakaran, kekuatan dari tekanan gas pembakaran yang tinggi

mendorong torak kebawah, usaha ini yang menjadi tenaga mesin.

4. Langkah Buang

Pada langkah buang gas yas yang terbakar dibuang dari dalam

silinder. Dalam posisi ini katup buang terbuka dan torak akan bergerak

dari TMB ke TMA di sertai dorongan gas bekas luar dari silinder. Saat

torak pada posisi TMA, maka mulai bergerak lagi untuk langkah

berikutnya, yaitu langkah hisap.

2.3 Siklus Aktual

Pada umumnya pembakaran dalam ruang bakar sebenarnya tidak

pernah terjadi pembakaran dengan sempurna bahkan mesin dengan sistem

pengonontrol yang canggih. Kenyatannya tiada satupun yang merupakan

siklus volume - konstan, siklus takanan – konstan, atau siklus tekanan

terbatas. Penyimpangan dari siklus udara (ideal) itu terjadi karena dalam

keadaannya yang sebenarnya terjadi kerugian yang antara lain disebabkan

oleh hal-hal berikut (Arismunandar, W., 2005) :

1. Katup tidak dibuka dan tertutup tepat di TMA dan TMB.

2. Beberapa kebocoran yang terjadi pada fluida kerja karena penyekatan oleh

cincin torak dan katup tak dapat sempurna.

3. Pada proses kerja fluida bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas

ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus

berlangsung.

4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di

TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara.

Kenaikan tekanan dan temperatur fluida disebabkan oleh proses

pembakaran bahan bakar.

http://digilid.unimus.ac.id

5. Proses pembakaran berlangsung pada volume yang berubah-ubah maka

pembakaran memerlukan waktu. Disamping itu pada kenyataanya tidak

pernah terjadi pembakaran sempurna.

6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari

fluida kerja ke fluida pendingin Perpindahan kalor tersebut terjadi karena

perbedaan temperatur antera fluida kerja dan fluida pendingin untuk

mendinginkan mesin.

7. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan

dinding salurannya

2.4 Proses pembentukan Carbon Monoksida dalam Gas Buang

Menurut teori bila terdapat oksigen yang melebihi perbandingan

campuran teori (campuran terlalu kurus) maka tidak akan terbentuk CO

tetapi kenyataanya juga di hasilkan pada saat kondisi campuran kurus pada

proses CO akan berubah menjadi CO2. Bila hasil pembakaran diruang bakar

tidak sempurna di akibatkan campuran bahan bakar dengan udara yang

terlalu kaya, maka pada proses tersebut menghasilkan gas karbon monoksida.

Maka terbentuknya polutan CO sangat tergantung dari perbandingan bahan

bakar dan udara yang masuk kedalam ruang bakar.

2C + O2 2CO

2CO + O2 CO2

Akan tetapi reaksi ini lambat dan tidak dapat merubah seluruh sisa CO

menjadi CO2. Akibatnya campuran yang kurus sekalipun masih juga

menghasilkan emisi CO. .(Irawan. B.2003)

2.5 Perbandingan udara dan bahan bakar

Perbandingan udara dan bahan bakar dinyatakan dalam volume atau

berat dai bagian udara dan bahan bakar. Bensin harus terbakar didalam ruang

bakar untuk menghasilkan tenaga yang besar pada mesi. Perbandingan udara

dan bahan bakar dalam teorinya adalah 14,7 : 1, yaitu 14,7 untuk udara

berbanding 1 untuk bensin. Tetapi pada kenyataanya, mesin menghendaki

campuran udara dan bahan bakar dalam perbandingan yang berbeda-beda

http://digilid.unimus.ac.id

tergantung pada temperatur, kecepatan mesin, beban dan kondisi lainya.(New

Step Toyota, 1995)

Kadar emisi gas buang pada kendaraan sangat dipengaruhi oleh

perbandingan campuran antara bahan bakar dengan udara, maka alat uji emisi

dilengkapi dengan pengukur nilai λ (lambda) atau AFR (air-fuel ratio) yang

dapat mengindikasikan campuran tersebut.

Didalam proses pembakaran diruang bakar memerlukan campuran 1

gram bahan bakar dengan sempurna dang diperlukan 14,7 gram untuk oksigen

(udara). Perbandingan campuran tersebut disebut juga AFR atau perbandingan

udara dan bensin (bahan bakar). Untuk membandingkan antara teori dan

kondisi nyata, dirumuskan suatu perhitungan yang disebut dangan istilah

lambda (λ), secara sederhana, dituliskan sebagai berikut :

𝜆 = 14,7

1 (2.1)

Keterangan :

14,7 = jumlah udara.

1 = jumlah bahan bakar.

Jumlah perbandingan bahan bakar dengan udara sesungguhnya 14,7 maka :

λ = 14,7 / 14,7 :1

λ = 14,7 / 14,7

λ = 1

di asumsikan :

λ = 1 ( dimana campuran bahan bakar dengan udara menunjukan ideal)

λ > 1 ( dimana menunjukan campuran bahan bakar dengan udara)

λ < 1 ( campuran bahan bakar menunjukan kaya atau basah, bahan bakar

berlebih).

Dalam teori diatas adalah menunjukan perhitungan perbandingan

bahan bakar dengan udara yang disebut juga dengan teori stoichiometric.

(Irawan. B.2003).

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.2 Hubungan AFR dan Lamda

(Sumber : Irawan. B.2003)

Tabel 2.3 Pengaruh A/F pada daya, bahan dan emisi.

Parameter A/F > 14,7 A/F = 14,7 A/F < 14,7

Daya Kecil Rata - rata Tertinggi

Konsumsi bahan bakar Terbaik Rata -rata Tertinngi

CO Rendah Medium Tinggi

HC Rendah Medium Tinggi

NOx Tinggi Medium Rendah

(Sumber : Irawan. B.2003)

Upaya untuk penurunan emisi CO, HC dan NOx pada selang waktu

yang bersamaan Pada mesin bensin sangat sulit untuk dicari, campuran bahan

bakar dengan udara sering kali berubah. Untuk menjaga dari emisi gas buang

yang tinggi selain itu juga mudah untuk perawatan dan pemeliharaan

mesinnya. Maka campuran bahan bakar dengan udara itu harus selalu

mendekati 1. Selanjutnya di tunjukan persamaan AFR dan λ (lambda)

ditabelkan pada tabel 2.4.

http://digilid.unimus.ac.id

Hubungan antara AFR dengan gas buang, diasumsikan mesin dalam

kondisi normal dengan kecepatan konstan, pada kondisi AFR kurus dimana

konsentrasi CO dan HC menurun pada saat NOx meningkat, sebaliknya AFR

kaya NOx menurun tetapi CO dan HC meningkat.

Tabel 2.4 Persamaan AFR dan Lambda (λ)

AFR Lambda

(λ)

AFR Lambda

(λ)

5 0,340 15 1,020

6 0,408 15,5 1,054

7 0,476 16 1,088

8 0,544 16,5 1,122

9 0,612 17 1,156

10 0,680 17,5 1,190

11 0,748 18 1,224

12 0,816 18,5 1,259

13 0,884 19 1,293

14 0,952 19,5 1,327

14,7 1,000 20 1,361

(Sumber : Syahrani, A. 2006)

2.6 Teknologi Pengontrol Emisi

Cara mengontrolan emisi gas buang yang berbahaya pada kendaran

bermotor sudah banyak dilakukan, terutama di negara-negara maju. Metode

dan teknik yang digunakan ada beberapa macam, antara lain dengan jalan

melakukan pemilihan bahan bakar, pemilihan proses dan perawatan mesin.

untuk mereduksi emisi gas buang kendaraan bermotor tersebut terdapat

beberapa metode yang bisa digunakan antara lain :

1. Melakukan perawatan mesin dengan rutin.

2. Memodifikasi pada knalpot (saluran gas buang).

3. Penggunaan bahan bakar kinerja mesin.

http://digilid.unimus.ac.id

Metode dalam tugas akhir ini katalis Cu*Mn yang digunakan untuk

mereduksi emisi gas buang pada kendaraan bermotor yaitu dengan

perancangan dan pemasangan system catalytic converter pada saluran gas

buang.

2.7 Definisi Catalytic Converter

2.7.1 Katalis

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya

(mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu

reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. (New Step Toyota,

1995). Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang

sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Dalam dunia otomotif, katalis

juga dapat digunakan terutama untuk menangani masalah emisi gas buang.

dalam catalytic converter, katalis yang digunakan berupa katalis Cu*Mn.

2.7.2 Catalytic Converter

Catalytic Converter adalah untuk mengatasi pencemaran zat-zat

berahaya tersebut dengan proses konversi, yaitu mereduksi dan

mengoksidasi. Katalis akan mengoksidasi gas CO dan HC menjadi CO2

dan H2O, mereduksi gas NOx menjadi N2, O2 dan NO2 dengan bantuan

sebuah pengemban (media/support) dari bahan alam yang ada di

Indonesia, seperti batuan alam Zeolit yang memiliki ketahan termal yang

tinggi sehingga tahan pada proses bersuhu tinggi.

Unsur logam sebagai katalis meliputi Pt, Pd, Ru, Mn, Cu, Ni,

Fe.dan lainnya. Selain dibantu dengan adanya pengemban (support),

katalis konverter juga terdiri senyawa pereduksi (reduction agent) yang

akan bereaksi dengan gas CO, HC dan NOx, sehingga dihasilkan gas-gas

yang ramah lingkungan (H2O, CO, NO2). Reduction agent tersebut bisa

berupa senyawa NH3, CH4 atau senyawa hidro karbon lainnya.

(Dowden.1970)

Secara teknis catalytic converter akan di letakkan pada saluran

pembuangan gas hasil pembakaran pada kendaraan bermotor, yaitu pada

http://digilid.unimus.ac.id

bagian knalpot. Pada knalpot tersebut gas-gas hasil pembakaran sebelum

keluar ke lingkungan, akan melewati catalytic converter, sehingga terjadi

reaksi oksidasi CO dan HC menjadi CO2 dan H2O, mereduksi NOx

menjadi NO2. Dengan demikian gas berbahaya hasil pembakaran tak

sempurna mesin kendaraan bermotor dapat diminimalisir, sehingga

komposisinya di udara menjadi lebih sedikit. Hal ini tentunya akan

mengurangi jumlah polutan di udara dan menjadikan lingkungan menjadi

lebih bersih dan sehat tidak berpolusi. (Syahrani, A. 2006)

2.7.3 Prinsip Kerja Catalytic Converter

Gambar 2.3 Prinsip kerja Catalytic Converter

Catalytic converter ditempatkan di belakang exhaust manifold atau

diantara muffler dengan header. Alasannya, catalytic converter cepat

panas ketika mesin dinyalakan. Selain itu, sensor bisa segera bekerja untuk

menginformasikan kebutuhan campuran bahan bakar udara yang tepat ke

Engine Control Machine (ECM). Penggunaan catalytic converter baru

bekerja efektif ketika kondisinya panas.

Khusus untuk jenis TWC, prosedur kerjanya dibagi menjadi tiga

bagian. Tahap pertama disebut dengan reduction catalyst. Molekul NOx

disaring dan direaksikan menjadi atom nitrogen dan oksigen. Atom

nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom

nitrogen lainnya, sehingga berubah menjadi N2. Sementara oksigen yang

ada diubah menjadi O2. Rumus kimianya sebagai berikut:

Exhaust

Catalytic

Converter

Muffler

http://digilid.unimus.ac.id

2NO => N2 + O2 atau 2NO2 => N2 + 2O2.

Proses kerja kedua disebut oxidization catalyst. Tujuannya

mengurangi kadar hidrokarbon juga mengubah CO menjadi gas CO2 yang

tidak berbahaya. Adapun mekanisme kerja ketiga adalah pengendalian

yang memonitor arus gas buang. Informasi yang diperoleh dipakai untuk

mengatur campuran bahan bakar dengan udara agar selalu berada dalam

komposisi yang ideal. (Warju.2006)

Setiap mobil memiliki jumlah alat sensor yang berbeda,

bergantung pada kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya mobil

injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda tempat. Ketika

sensor, misalnya, mendeteksi temperatur gas buang terlalu tinggi akibat

jumlah bahan bakar yang sedikit dibandingkan udara, maka air-fuel ratio

(AFR) menjadi miskin. Informasi inilah yang akan diteruskan ke ECM.

Peranti ECM pun segera bekerja melakukan penyetelan ulang komposisi

bahan bakar dan udara sehingga proses pembakaran menjadi ideal.

(Syahrani, A. 2006)

Pipa buang adalah pipa baja yang mengalirkan gas sisa

pembakaran dari exhaust manifold ke udara bebas. Konstruksinya dibagi

menjadi beberapa bagian, yaitu pipa bagian depan, tengah, dan belakang.

Susunannya sengaja dibuat demikian untuk mempermudah saat

penggantian catalytic converter atau muffler, tanpa perlu melepas

keseluruhan konstruksi sistem pembuangan.

Muffler berfungsi untuk mengurangi tekanan dan mendinginkan

gas sisa pembakaran. Ini karena gas sisa pembakaran yang dikeluarkan

dari mesin memiliki tekanan cukup tinggi, sekira 3 hingga 5 kg/cm2.

Sedangkan suhunya bisa mencapai 600 hingga 800 derajat Celsius.

Besaran panas ini kira-kira 34% dari energi panas yang dihasilkan mesin.

Kalau gas ini langsung disalurkan ke udara luar tanpa muffler, gas

akan mengembang dengan cepat diiringi dengan suara ledakan yang cukup

keras.

http://digilid.unimus.ac.id

2.8 Proses Reaksi Catalitytic Converter

Polutan Karbon monoksida diproses reaksi oksidasinya terjadi di

permukaan katalis dengan cara menggunakan oksigen sebagai oksidator

dengan capuran katalis oksida dari logam yang ditransisikan. Proses reaksi

oksida pada polutan Karbon monoksida dipermukaan katalis ada beberapa

asumsi yaitu menurut :

2.8.1 Proses Reaksi Menurut Mars-Van Krevelen

Reaksi oksidasi ini terjadi pada permukaan bagian dalam, ketika

berlangsung polutan Karbon monoksida yang melalui adsorpsi CO pada

permukaan katalis, disertai terjadinya reaksi CO dengan molekul atom

Oksigen dari permukaan katalis kemudian desorpsi sebagai hasil reaksi

menjadi CO2. (Razif, M. 2005).

2.8.2 Proses Reaksi Menurut Langmuir-Hinshelwood

Proses reaksi kondensasi yang dialami polutan Karbon monoksida

yang teroksidasi di atas permukaan katalis dengan molekul atom oksigen

yang berada disamping, saat itu molekul oksigen dan polutan Karbon

monoksida akan saling berinteraksi. Dan teradsorpsi di permukaan

katalis. (Razif, M. 2005)

Gambar 2.4 Proses reaksi oksidasi CO menurut Langmuir-Hinshelwood.

(Razif, M. 2005).

Keterangan :

= Karbon monoksida (CO)

= Oksigen (O2)

= Air (CO2)

= Katalis

http://digilid.unimus.ac.id

2.8.3 Proses Reaksi Menurut Eley-Rideal

Pada proses permukaan katalis ini dilakukan dengan oksigen yang

teradsorpsi, oleh karena itu selama proses tumbukan ikatan polutan

karbon monoksida mengalami reaksi dengan oksigen. Yang terlihat pada

gambar 2.6. (Razif, M. 2005).

Gambar 2.5 Skema proses reaksi oksidasi CO menurut Eley-Rideal.

(Razif, M. 2005).

Keterangan :

= Karbon monoksida (CO).

= Air (CO2).

= Karbon monoksida (CO).

= Katalis.

2.9 Tipe Catalytic Converter

Berbagai variasi tipe dan bentuk Cataytic converter banyak dipasaran,

namun dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

2.9.1 Cataytic Converter Oksidasi

Pada tipe Cataytic Converter Oksidasi berfungsi mengubah CO

dan hidro karbon menjadi CO2 dan air dalam uap gas buang. Udara

berlebih yang digunakan untuk proses oksidasi dapat melaui pengaturan

campuran miskin (λ > 1). Catalytic jenis ini beroperasi pada kendaraan

udara berlebih. Tipe ini hanya mampu mengoksidasi zat – zat dan patikel

dengan mudah seperti mesin diesel. (Irawan, B. 2003)

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.6 Cataytic Converter Oksidasi. (Irawan, B. 2003)

2.9.2 Two-way Cataytic Converter

Pada Proses Two-way Cataytic Converter memakai sistem gas

buang melalui dua Catalyti :

1. Sistem pertama merupakan catalytic reduksi yang akan berperan dalam

menurunkan emisi NOx dan kemudian catalytic oksida.

2. Sedangkan sistem kedua merupakan catalytic oksida yang dapat

menurunkan emisi HC dan CO. Mesin yang dilengkapi dengan sistem

ini biasanya dioperasikan dengan campuran kaya (λ < 1). (Irawan, B.

2003)

Gambar 2.7 Two-way Cataytic Converter. (Irawan, B. 2003).

http://digilid.unimus.ac.id

2.9.3 Three-way Cataytic Converter

Pada sistem three-way cataytic converter dirancang untuk

mengurangi gas-gas polutan seperti CO, HC dan NOx yang keluar dari

sistem gas buang dengan cara mengubah melalui reaksi kima sehingga

menjadi CO2 , uap air (H2O) dan Nitrogen (N2). Sistem ini menggunakan

kontrol (lamda sensor) yang dapat mengatur nilai λ sehingga dapat

berfungsi secara optimal. (Irawan, B. 2003)

Gambar 2.8 Three-way Cataytic Converter. (Irawan, B. 2003).

2.10 Katalis

2.10.1 Tembaga (Cu)

Logam Cu merupakan unsur logam transisi yang berwarna coklat

kemerahan. Cu adalah salah satu dari sederetan logam yang mempunyai

konduktifitas termal terbaik. Cu adalah termasuk logam mulia dengan

logam yang cukup lama dikenal manusia. Yang mempunyai sifat-sifat

tahan karat non asam, mampu mengalirkan panas serta listrik dengan baik.

(Suharto, 1995)

Cu mempuyai titik lebur pada 1083° C, titik didih 2567° C,

kapasitas panas 0,385 j/g K serta mempunyai kemampuan St 37.

(Sunardi, 2006)

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.9 Katalis Tembaga (Cu). (Irawan., B. 2012).

2.10.2 Mangan (Mn)

Mn berwarna putih keabu-abuan, dengan sifat yang keras tapi

rapuh. Mn sangat reaktif secara kimiawi, dan terurai dengan air dingin

perlahan-lahan. Mn digunakan untuk membentuk banyak alloy yang

penting. Dalam baja, Mn meningkatkan kualitas tempaan baik dari segi

kekuatan, kekerasan, dan kemampuan pengerasan. Dengan aluminum dan

bismut, khususnya dengan sejumlah kecil Cu, membentuk alloy yang

bersifat ferromagnetik.

Logam Mn bersifat ferromagnetik setelah diberi perlakuan. Logam

murninya terdapat sebagai bentuk allotropik dengan empat jenis. Salah

satunya, jenis alfa, stabil pada suhu luar biasa tinggi; sedangkan Mn

jenis gamma, yang berubah menjadi alfa pada suhu tinggi, dikatakan

fleksibel, mudah dipotong dan ditempa.

Kekerasan Pada paduan Mn (mangan steel) sering dipakai sebagai

bahan pembuatan dari setiap bagian mesin karena memiliki Kekerasan

yang bagus dan tahan panas/gesek. Mn mempunyai titik lebur 1245° C,

titik didih 2508° C serta kapasitas panas 0,48 j/g K. (Sunardi, 2006)

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.10 Serbuk Mangan (Mn)

(Irawan., B. 2012)

2.11 Pelapisan Tembaga dengan Mangan (mn)

Proses pelapisan Cu dengan Mn terdapat 2 proses, yaitu ;

2.11.1 Persiapan Bahan

Proses ini plat tembaga agar dibersihkan dari minyak dan kotoran-

kotoran lainya dengan air dan degresing (air sabun), dengan perbandingan

antara 1 : 10,. 1 untuk dan 10 degresing (air sabun).

2.11.2 Persiapan pelapisan

Mn serbuk dilarutkan kedalam air dengan perbandingan 1 : 1

kemudian dipanaskan sampai dengan temperatur 100 °C hingga larutan

sampai tercampur dengan baik.

Kemudian larutan Mn di campur dengan tiner dengan perbandingan

1 : 1. plat tembaga yang sudah kering dan bersih dari kotoran. Semprotkan

larutan Mn dengan bantuan kompresor ke seluruh permukaan Cu dan di

jemur sinar matahari hingga larutan bisa melekat dengan baik.

2.12 Orifice Plate Flowmeter

2.12.1 Pengertian Orifice

Pengukuran aliran adalah untuk mengukur kapasitas aliran, massa

laju aliran, volume aliran. Pemilihan alat ukur aliran tergantung pada

ketelitian, kemampuan pengukuran, harga, kemudahan pembacaan,

kesederhanaan dan keawetan alat ukur tersebut. Dalam pengukuran fluida

http://digilid.unimus.ac.id

termasuk penentuan tekanan, kecepatan, debit, gradien kecepatan,

turbulensi dan viskositas. Terdapat banyak cara melaksanakan

pengukuran-pengukuran.

Orifice adalah salah satu alat pengukur aliran fluida yang

menghasilkan perbedaan tekanan udara untuk menentukan laju aliran masa

dari aliran.

Concentric Orifice merupakan jenis orifice yang paling banyak

digunakan. Profil lubang orifice ini mempuyai takik (bevel) dengan

kemiringan 45° pada tepi bagian downstream (lihat gambar 2.12 di

bawah). Hal ini akan mengurangi jarak tempuh dari aliran tersebut

mengalami perbedaan tekanan melintang. Setelah aliran melewati orifice

akan terjadi penurunan tekanan dan kemudian mencoba kembali ke

tekanan semula tetapi terjadi sedikit tekanan yang hilang permanen

(permanent pressure loss) sehingga perbedaan tekanan upstream dan

downstream tidak terlalu besar.

Perbandingan diameter orifice dan diameter dalam pipa

dilambangkan dengan “β”. Orifice jenis ini memiliki ketentuan untuk nilai

β = d / D yaitu antara 0.2-0.7 karena akurasinya akan berkurang untuk

nilai diluar batas tersebut. (Retrieved 08 April, 2013)

Gambar 2.11 Concentric Orifice

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.13 memperlihatkan piranti dasar dari orfice yang

pemakaiannya disarankan oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi

(ISO). (White, F. M. 1986)

Gambar 2.12 Profil lubang plat tipis / plat Orifice

(Victor L Streeter, E. B. W. 1995.)

2.12.2 Prinsip dan Persamaan Dasar

Pada dasarnya orifice berupa plat tipis dengan lubang di bagian

tertentu (umumnya di tengah). Fluida yang mengalir melalui pipa ketika

sampai pada orifice akan dipaksa untuk melewati lubang pada orifice. Hal

itu menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan dan tekanan. Titik

dimana terjadi kecepatan maksimum dan tekanan minimum disebut vena

contracta. Setelah melewati vena contracta kecepatan dan tekanan akan

mengalami perubahan lagi. Dengan mengetahui perbedaan tekanan pada

pipa normal dan tekanan pada vena contracta, laju aliran volume dan laju

aliran massa dapat diperoleh dengan persamaan bernoulli dan persamaan

kontinuitas.

D

d

Arah Aliran

45°-60° Sudut Lereng

Tebal pinggiran:

≤ 0,02D

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.13 Perubahan kecepatan dan tekanan melalui meteran penghalang

Bernoulli. (White, F. M. 1986)

Beda tekanan pada manometer pipa (P1 – P2)

P1 – P2 = ρhg . g. ∆h (2.2)

Persamaan Bernouli :

2

2

221

2

11

22gz

VPgz

VP

(2.3)

2

1

2

2

221 1

2 V

VVPP

(2.4)

Subtitusi persamaan :

2

1

2

2

221 1

2 A

AVPP

Sehingga 2V teoritis :

𝑉2 = 2(𝑃1 − 𝑃2)

𝜌. 1 − 𝛽4 (2.5)

http://digilid.unimus.ac.id

Persamaan Kontinuitas :

CV CSAdVd

t

.0

2221110 AVAV

2211 AVAV

4

1

2

2

1

2

2

2

1

D

D

A

A

V

V (2.6)

Dimana :

𝑄1 = 𝑄2

𝑉1𝐴1 = 𝑉2 𝐴2

𝑉1 = 𝑉2 𝐴2

𝐴1

𝑉1 = 𝑉2 𝛽2 (2.7)

𝑉1 = 𝑉2 𝐷2

𝐷1

2

𝑅𝑒 = 𝜌 𝑉1 𝐷1

𝜇 =

𝑉1 𝐷1

𝛾 (2.8)

Persamaan diatas kurang akurat karena diabaikan bebeperapa faktor

seperti gaya gesek, oleh karena itu untuk mengurangi ketidaksesuaian

tersebut ditambahkan satu koefisien baru yaitu Cd (discharge coefficient), dan

𝐷2/𝐷1 = β sehingga 𝐴2/𝐴1 2 = 𝐷2/𝐷1

4 = 𝛽4

Untuk nilai Cd ASME merekomendasikan persamaan yang

dikembangkan oleh ISO adalah sebagai berikut.

𝐶𝑑 = 0,5959 + 0,0312 𝛽2,1 − 0,184𝛽2,1 + 91,71 𝛽2,5 𝑅𝑒1−0,75 +

0,09𝛽4

1 − 𝛽4 𝐹1

− 0,0337𝛽3𝐹2

http://digilid.unimus.ac.id

Gambar 2.14 Berbagai tipe taping pada Orifice Flowmeter.

Nilai 1F dan 2F berdasar pada posisi tap seperti pada Gambar 2.15

adalah sebagai berikut:

Corner taps : 1F =0 2F =0

D; 1/2D taps : 1F =0,4333 2F =0,47

Flange taps : 1F =1/D (in) 2F =1/D (in)

Dan 𝑚 teoritis adalah :

22

1

2

21

22

1

2A

A

A

PPAVmteoritis

214

2 21

PPAC

m d

ṁ =𝐶𝑑 𝛽 𝜋 (𝑑)2

1 − 𝛽4 2 𝜌 (𝑃1 − 𝑃1)