16 Universitas Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Lembaga Keuangan
Perkembangan kelembagaan keuangan sebagai lembaga intermediasi, baik
bank maupun lembaga keuangan bukan bank yang mengalami pasang surut sesuai
dengan perkembangan kondisi keuangan dan moneter yang dialami suatu negara.
Lembaga keuangan terdiri dari beraneka ragam bentuk lembaga yang bergerak
pada sektor finansial. Dengan demikian, konsep lembaga keuangan dapat
dirumuskan dalam beberapa definisi tergantung dari sudut mana melihatnya
(Rivai, dkk, 2007, Hal.15).
Lembaga keuangan dalam sistem perbankan adalah lembaga keuangan yang
menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1,
”adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
banyak.”
Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain
bank yang dalam kegiatannya tidak diperkenankan menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yang meliputi perusahaan
asuransi, dana pensiun, pasar modal, leasing, modal ventura, pegadaian, serta
perusahaan pembiayaan lainnya.
Dilihat dari sifat operasinya, suatu lembaga atau organisasi dapat dibagi
menjadi dua macam. Pertama, lembaga yang berorientasi untuk mendapatkan
keuntungan (profit institution). Kedua, lembaga yang dalam menjalankan
aktivitasnya tidak berorientasi mengumpulkan keuntungan (non-for-profit
institution) yang dalam bahasa lain sering disebut organisasi nirlaba.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
17
Kelangsungan hidup organisasi nirlaba sangat tergantung dari berbagai
sumbangan yang diberikan oleh pihak-pihak yang percaya kepada organisasi
tersebut.
Di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dan Eropa, organisasi nirlaba
berkembang sangat pesat. Secara umum, pengertian organisasi nirlaba adalah
institusi yang dalam menjalankan operasinya tidak berorientasi mencari laba.
Namun demikian, bukan berarti organisasi nirlaba tidak dibolehkan menerima
atau menghasilkan keuntungan dari setiap aktivitasnya. Hanya biasanya jika
memperoleh keuntungan, keuntungan tersebut dipergunakan untuk menutupi
biaya operasional atau kembali disalurkan untuk kegiatan utamanya lagi (Widodo
dan Kustiawan, 2001, Hal 4).
Karakteristik yang biasanya melekat pada organisasi nirlaba adalah:
♦ Sumber daya organisasi berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding
dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
♦ Menghasilkan barang dan atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan jika
organisasi menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak untuk dibagikan kepada
para pendiri atau pemilik organisasi tersebut.
2.2 Keuangan Mikro dan LKM
Keuangan mikro (microfinance) merupakan alat yang penting dan strategis
dalam mewujudkan pembangunan dalam tiga hal sekaligus, yaitu: menciptakan
lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mengentaskan
kemiskinan. Akses terhadap jasa keuangan yang berkelanjutan merupakan
prasyarat bagi masyarakat miskin dan pengusaha mikro untuk meningkatkan
kemampuan dan kapasitas ekonominya.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
18
Asian Development Bank mendefinisikan microfinance sebagai penyediaan
layanan keuangan yang seluas-luasnya, seperti deposito, pinjaman, jasa
pembayaran, transfer uang dan asuransi bagi orang miskin dan rumah tangga
berpenghasilan rendah dan kepada usaha-usaha kecil/mikro.
Dalam handbook yang dikeluarkan Bank Dunia disebutkan bahwa
microfinance adalah penyediaan jasa keuangan bagi nasabah berpenghasilan
rendah, yang umumnya berupa pemberian kredit dan menerima tabungan. Dalam
konteks lembaga keuangan di Indonesia, microfinance biasa diterjemahkan
sebagai pembiayaan mikro atau kredit mikro, yaitu aktivitas pembiayaan yang
ditujukan bagi nasabah berpenghasilan rendah di mana pada umumnya belum
terjangkau oleh bank umum, seperti sektor informal, usaha rumah tangga, serta
para petani kecil di pedesaan.
Salah satu pendekatan yang dipergunakan dalam aplikasi konsep keuangan
mikro adalah diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan melalui instrumen
kredit yang biasanya disertai dengan layanan tambahan, seperti pelatihan baca
tulis, menghitung, penyuluhan kesehatan dan gizi, kegiatan keagamaan dan lain
sebagainya. Melalui pendekatan ini, pemerintah dan atau pihak donor membiayai
kredit untuk orang miskin, dengan bunga di bawah suku bunga pasar. Sasarannya
adalah orang miskin, untuk membantu keluar dari jerat kemiskinan serta
memberdayakan mereka.
Prinsip umum pengelolaan microfinance antara lain: a) Pelayanan dan
pengembangan produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi nasabah
mikro; b) Pelayanan terbuka bagi seluruh lapisan (sektor) melalui pendekatan
sistem dan prosedur yang sederhana, persyaratan yang mudah, lokasi yang
strategis, sehingga gampang dijangkau dan mengurangi ongkos transaksi bagi
nasabah; c) Organisasi, sistem operasional, administrasi, pengawasan serta sistem
informasi didesain secara sederhana, mudah, dengan memperhatikan efisiensi dan
efektivitas; d) Sistem kegiatannya terbuka (transparan); dan e) Kelangsungan
kegiatan didukung oleh sistem yang berjalan dengan baik, serta menjamin
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
19
keberlanjutan pelayanan bagi nasabah potensial dan menyumbang manfaat bagi
pengembangan kinerja pelayanan itu sendiri, sehingga tercipta sistem keuangan
mikro yang berkesinambungan.
Aktivitas keuangan mikro dilakukan oleh lembaga-lembaga pembiayaan mikro
(microfinance institution) yang selama ini sudah cukup dikenal oleh masyarakat,
seperti Bank Perkreditan Rakyat, Koperasi Simpan Pinjam, Baitul Maal wat
Tamwil, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta berbagai kelompok arisan. Selain
itu, BRI Unit Desa sebagian besar pembiayaannya juga dapat digolongkan dalam
kredit mikro.
Pada intinya, layanan microfinance dapat dilakukan baik oleh pemerintah,
swasta, LSM, lembaga keuangan formal ataupun informal, bahkan oleh
perseorangan. Layanan microfinance yang dilakukan oleh perbankan disebut
microbanking. Konsep microbanking adalah bagaimana perbankan dapat
melayani sektor usaha mikro yang umumnya bersifat informal.
Namun, di balik peranannya yang strategis dalam pemberdayaan ekonomi
kerakyatan itu, tidak sedikit lembaga pembiayaan mikro yang menghadapi
kendala, sehingga tidak mampu menjalankan peranan dan fungsinya secara
optimal. Kendala itu baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kendala
internal mencakup lemahnya kualitas sumber daya manusia serta terbatasnya
sumber pendanaan. Sedangkan kendala eksternal yaitu rendahnya kepedulian
masyarakat dan pemerintah terhadap lembaga keuangan mikro ini.
Sementara, pada saat yang sama, keberadaan lembaga keuangan mikro juga
belum mendapat tempat yang jelas dalam konstelasi perekonomian nasional
sebagaimana lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, asuransi, dan
perusahaan pembiayaan. Keberadaan perbankan telah diatur secara jelas dalam
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dengan Bank Indonesia sebagai motor
penggeraknya, bahkan terdapat penjaminan oleh pemerintah berupa Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) yang semakin mengukuhkan keberadaan perbankan.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
20
Kondisi ini akan jauh berbeda bila dibandingkan dengan keberadaan LKM yang
telah jelas mempunyai kontribusi pada pelaku UKM yang peranannya dalam
Produk Domestik Bruto sangat besar (Wijono, 2005, Hal.2).
Segmen masyarakat di Indonesia berdasarkan strata ekonomi masih didominasi
kelompok ekonomi lemah, di mana kelompok tersebut relatif tidak banyak
memiliki pilihan dalam menggunakan jasa lembaga keuangan. Sementara
kehadiran lembaga keuangan mikro kenyataannya belum mampu berbuat banyak
dalam mengatasi persoalan perekonomian masyarakat. Di sisi lain, lembaga
keuangan yang telah berkembang lebih dahulu seperti perbankan cenderung
memanjakan kelompok kaya dan mengesampingkan (kepentingan) kelompok tak
berpunya.
Baik di negara-negara kaya maupun miskin, lembaga-lembaga kredit lebih
memihak kaum kaya dan dengan demikian mereka memaklumkan lonceng
kematian bagi kaum miskin. Dalam teori ekonomi, kredit dipandang hanya
sebagai alat untuk melumasi roda-roda perdagangan, bisnis, dan industri.
Kenyataannya, kredit menciptakan kekuatan ekonomi yang dengan cepat berubah
menjadi kekuatan sosial. Ketika lembaga-lembaga perkreditan serta perbankan
membuat ketentuan yang menguntungkan sektor (kelompok) tertentu, maka sektor
(kelompok) itu akan menigkat status sosial ekonominya (Yunus, 2007, Hal.151).
Menurut Robinson (2000) seperti dikutip Wijono (2005, Hal.4), pinjaman
dalam bentuk micro credit merupakan salah satu upaya yang ampuh dalam
mengatasi kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa pada masyarakat miskin
sebenarnya terdapat perbedaan klasifikasi yang mencakup: pertama, masyarakat
yang sangat miskin (the extreme poor) yakni mereka yang tidak berpenghasilan
dan tidak memiliki kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang dikategorikan
miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor),
dan ketiga, masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income) yakni mereka
yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
21
Semakin tinggi taraf hidup dan tingkat sosial suatu masyarakat, maka semakin
banyak tingkat pilihan masyarakat tersebut untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya (Assauri, 1987, Hal.17). Dalam konteks penggunaan jasa keuangan,
semakin rendah taraf hidup seseorang, maka semakin sedikit pilihan untuk dapat
menikmati jasa keuangan yang ada.
Dalam kaitan akses masyarakat terhadap jasa dan layanan keuangan, lembaga
keuangan mikro dapat menjadi pilihan bagi kelompok masyarakat yang tidak
terlayani oleh lembaga perbankan karena keterbatasannya, serta seperangkat
peraturan juga persyaratan bank yang ketat, bahkan bagi sebagian masyarakat
dirasakan terlalu rumit.
Keuangan mikro, termasuk lembaganya, adalah sebuah konsep yang berangkat
dari pengalaman riil masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh
karena itu, lembaga keuangan mikro memiliki karakteristik khusus yang sesuai
dengan segmen sasarannya, yaitu: 1) Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan
keuangan, terutama simpan dan pinjam, 2) Diarahkan untuk melayani masyarakat
berpenghasilan rendah, dan 3) Menggunakan sistem serta prosedur yang
sederhana (Ginanjar, 2003, Hal.26).
Menurut Rancangan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro (RUU LKM),
Keuangan Mikro didefinisikan sebagai layanan jasa keuangan berupa
penghimpunan dana dan pemberian pinjaman dalam jumlah kecil, penyediaan
jasa-jasa keuangan terkait yang ditujukan untuk kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah. Sedangkan pengertian umum LKM adalah lembaga
keuangan penyedia jasa keuangan mikro (Salam, 2008, Hal.9).
Menurut Bank Indonesia (2006), lembaga keuangan mikro (LKM) dalam
pengertian yang umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: (1) LKM
berbentuk bank, yaitu BPR dan Unit Mikro dari Bank Umum; (2) LKM berbentuk
koperasi, yaitu KSP, USP, KJKS, UJKS; serta (3) LKM Bukan Bank Bukan
Koperasi (LKM B3K) seperti BKD dan LPKD yang tidak memenuhi syarat dalam
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
22
UU Perbankan, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dan Koperasi Kredit yang tidak
memiliki izin pendirian koperasi, dan sebagainya. LKM B3K selanjutnya dikenal
sebagai LKM Informal.
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan lembaga keuangan mikro
sebagai lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposit), kredit atau
pembiayaan (loan/financing), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment
services) serta money transfer yang ditujukan bagi masyarakat miskin atau
pengusaha kecil. Dengan demikian LKM memiliki fungsi sebagai lembaga jasa
keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro (Wijaya,
2007, Hal.32).
Konstelasi LKM di Indonesia masih didominasi lembaga keuangan perbankan
seperti BRI Unit dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dominasi LKM perbankan
tersebut mengindikasikan bahwa LKM yang memiliki keterkaitan dengan sistem
keuangan nasional memiliki kesempatan untuk berkembang lebih baik dibanding
LKM koperasi dan LKM bukan bank bukan koperasi (Salam, 2008, Hal.10)
Kehadiran lembaga keuangan mikro diharapkan dapat lebih membuka akses
jasa keuangan bagi masyarakat yang terkatagori tidak bankable, sehingga mereka
mendapat manfaat dalam memenuhi kebutuhan serta melangsungkan kegiatan
ekonominya. Littlefield (2003) seperti dikutip Salam (2008, Hal.3), menegaskan
bahwa pendapatan keluarga miskin mengalami perkembangan seiring keberadaan
lembaga keuangan mikro.
Kredit mikro membangkitkan mesin ekonomi kecil dari masyarakat kelas
bawah yang tersingkir. Ketika sejumlah besar mesin-mesin kecil mulai bekerja,
panggung bisa dibentuk untuk hal-hal yang lebih besar (Yunus, 2007, Hal.212).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
23
2.3 Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
2.3.1 Definisi dan Fungsi BMT
Pengertian BMT atau padanan kata dari Balai-usaha Mandiri Terpadu adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, untuk
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat
derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin (PKES, 2006,
Hal.1).
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi, yaitu baitul maal (bait = rumah,
maal = harta) yang menerima titipan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya, dan
fungsi baitut tamwil (bait = rumah, at-tamwil = pengembangan harta) untuk
melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya
(Aziz, 2004, Hal.1).
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang memadukan kegiatan ekonomi
berupa simpanan dan pembiayaan dalam berbagai jenis akad, serta kegiatan sosial
melalui penggalangan titipan dana sosial untuk kepentingan masyarakat, seperti
zakat, infaq, dan shadaqoh serta mendistribusikannya dengan prinsip
pemberdayaan masyarakat sesuai peraturan dan amanahnya (Aziz, 2005, Hal.1).
Dalam menjalankan fungsi sosialnya, BMT dapat berperan sebagai outlet bagi
lembaga baitul maal. Pengajuan pembiayaan atau peminjaman yang tidak layak
kepada BMT, dapat dipertimbangkan untuk diambil alih baitul maal
(Widyaningrum. 2002).
Sedangkan misi ekonomi BMT sebagai baitul tamwil dilakukan melalui
berbagai pembinaan yang menyertai pembiayaan yang diberikan kepada pelaku
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
24
usaha mikro. Dalam banyak kisah sukses BMT, kedekatan LKM tersebut dengan
masyarakat serta pelaku usaha mikro yang dibiayainya dibangun melalui
pembinaan berbasis kelompok yang materinya mencakup tata kelola usaha, teknis,
dan spiritual secara berkelompok. Pembinaan berbasis kelompok ini di satu sisi
sangat mendukung performa kolektibilitas pembiayaan dengan penerapan
tanggung jawab bersama, dan di sisi lain meningkatkan efisiensi BMT dalam
melakukan pengawasan dan penyuluhan atau pembinaan.
Tujuan BMT adalah terciptanya sistem, lembaga, dan kondisi kehidupan
ekonomi rakyat banyak yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar salaam: keselamatan
yang berintikan keadilan, kedamaian, serta kesejahteraan berwujud pada tiga
perempat usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia sebelum tahun 2014 (Aziz,
2004, Hal.2).
2.3.2 Sejarah BMT
Inspirasi kelembagaan BMT merupakan perpaduan ideal praktik muamalah
dalam Islam, di mana didalamnya terkandung misi bisnis sekaligus misi sosial
(keumatan). Implementasinya telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabat dalam konteks yang lebih luas, di mana praktik bisnis pada masa itu tidak
pernah tercerai dari semangat beramal (ibadah) dan berbuat adil kepada sesama.
Baitul maal yang mulai dilembagakan pada masa Umar bin Khattab dalam
konteks kekhalifahan merupakan manifestasi tanggung jawab negara terhadap
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar rakyatnya.
Cikal bakal BMT di Indonesia muncul pertama kali pada awal 1980 dengan
berdirinya Baitut Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta
(Ascarya. 2007). Namun kedua lembaga tersebut tidak sempat berkembang. BMT
perintis yang masih bertahan hingga kini adalah BMT Bina Insan Kamil yang
berdiri pada awal 1992 (Widyaningrum. 2002).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
25
Dalam praktiknya, BMT lebih mudah menjangkau pengusaha mikro dan kecil
serta masyarakat miskin di daerah-daerah karena lebih memiliki kedekatan dengan
lingkungannya daripada lembaga perbankan dengan seperangkat peraturan yang
membatasinya. Statusnya sebagai lembaga keuangan nonbank melepaskan BMT
dari kewajiban perbankan, selain memberikan kemudahan untuk pendirian BMT,
dan transaksi dengan nasabah menjadi lebih fleksibel.
Pada akhir 2006 sedikitnya terdapat 3.400 BMT di Indonesia, dengan total aset
lebih dari Rp2,2 trilyun. Arsitektur BMT diarahkan pada usaha penyebaran yang
diharapkan tumbuh menjadi 10.000 BMT pada 2010. Keberadaan BMT-BMT ini
perlu diperkuat untuk berperan sebagai agen pengembangan jasa keuangan Islam
yang menyentuh segmen usaha mikro (Ascarya dan Yumanita, 2007, Hal.2).
Di Provinsi Lampung, sejarah pendirian BMT tidak lepas dari inisiasi Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dan lembaga swadaya masyarakat
lainnya, yang dimulai pada awal 1990-an, di mana cikal bakal BMT di Lampung
diawali sejak 1993 dan terus bertumbuh hingga sekarang, meski banyak
diantaranya yang tidak mampu mempertahakan apalagi mengembangkan
usahanya, sehingga saat ini tinggal nama dalam catatan saja.
2.3.3 Operasional Baitul Maal
Praktik baitul maal secara esensi dan aplikasi sebenarnya telah dicontohkan
oleh Rasulullah SAW, dan secara formal mulai ada pada masa Khulafaur
Rasyidin. Baitul maal merupakan lembaga keuangan Islam yang strategis dalam
tatanan sistem ekonomi Islam. Lembaga ini banyak memberikan kontribusi dalam
membangun perekonomian umat Islam bahkan mampu menyejahterakan umat.
Sejarah Islam menjadi saksi akan hal tersebut (Fikri, 1997, Hal.207).
Dalam konteks lain yang lebih sempit yaitu lembaga BMT, fungsi baitul maal
dapat diimplementasikan tidak saja terbatas pada penggalangan dana dan
penyaluran yang bersifat sesaat, tetapi juga penggalangan dan penyaluran dana
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
26
yang berkesinambungan untuk kegiatan-kegiatan produktif masyarakat kelompok
fakir miskin dalam rangka pemberdayaan, yang diharapkan akan dapat
berkembang menjadi usaha yang lebih mandiri.
Gambar 2.1 Manajemen Baitul Maal
BAITUL MAAL SUMBER DANA PENGGUNA DANA (DONATUR/MUZAKKI) (MUSTAHIQ) Uang, emas P PEMBEBASAN GHARIMIN Dan perak E UTANG M U Z Simpanan L Dan saham I A H PEMENUHAN A KEBUTUHAN A Profesi dan N POKOK K Pendapatan S FAKIR P MODAL DAN N A Perdagangan E KERJA DAN MISKIN Dan Industri N INVESTASI A T G U F Pertanian dan A MANAJEMEN Peternakan T USAHA A MIKRO U N T Infaq dan shadaqah P PEMBINAAN S A E KADER A N M B M O Wasiat B PEMBINAAN I N I MASYARAKAT L A N I Z Waqaf A KELEMBAGAAN L A A MASYARAKAT L K N A A Hibah H T BIAYA MANAJEMEN DAN Lainnya OPERASIONAL BAITUL MAAL ‘AMIL
Sumber: Diolah (2008)
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
27
Gambar 2.1 menunjukkan mekanisme pengelolaan baitul maal BMT yang
terdiri dari penghimpunan dana dari para muzaki atau donatur dan penyalurannya
kepada mustahiq sesuai syariah dan batasan yang diberikan oleh muzaki atau
donatur. Sifat sumber dana dibagi menjadi dana zakat yang memiliki sifat dan
syarat tertentu, dan sumber dana nonzakat. Sedangkan peruntukannya dapat
disalurkan dalam bentuk zakat, hibah, dana bergulir, qordul hasan, dan
pembiayaan.
Dalam Quran surah at-Taubah: 60 disebutkan mereka yang berhak menerima
zakat, yaitu golongan delapan asnaf yang terdiri dari orang fakir, miskin,
pengurus zakat (amil), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang yang berutang (gharimin), untuk jalan Allah (fisabilillah), dan orang
yang sedang dalam perjalanan. Sasaran penggunaan dana baitul maal BMT untuk
asnaf utama (Gambar 2.1.)—dengan tidak mengurangi hak kelompok asnaf
lainnya—sesuai dengan konteks waktu dan kebutuhan terhadap dana zakat
tersebut.
Aplikasi fungsi sosial BMT adalah mengelola dana-dana kebajikan yang terdiri
dari zakat, infaq, shadaqah (ZIS) dan lainnya, baik dalam hal penghimpunan
maupun pendistribusiannya secara syariah dan amanah, diarahkan bukan untuk
menghasilkan laba. Organisasi pengelola zakat adalah lembaga pemberdayaan
yang mempunyai tujuan besar, yaitu merubah keadaan sebagai mustahiq menjadi
muzaki. Di sisi lain, organisasi pengelola zakat adalah lembaga keuangan syariah
karena menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat berupa
ZIS atau dana-dana lainnya (Widodo dan Kustiawan, 2001, Hal.73).
Organisasi pengelola zakat harus dapat membuktikan bahwa dana ZIS apabila
dikelola dengan benar dan baik akan dapat mengatasi permasalahan ekonomi
masyarakat bahkan negara sebagai mana terjadi pada masa khulafaurrasyidin.
Peran yang demikian besar, yang diemban oleh organisasi pengelola zakat, tidak
mungkin tercapai tanpa adanya profesionalitas dalam pengelolaannya. Salah satu
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
28
wujud profesionalitas adalah adanya manajemen yang sehat dalam segala sisi,
baik itu sumber daya manusia, perencanaan strategis, operasional, maupun
keuangan.
Baitul maal dalam BMT berperan dalam beberapa hal, antara lain:
1. Mengelola dana ZIS dari lembaga, anggota, maupun masyarakat disekitarnya.
2. Membantu baitul tamwil dalam menyediakan kas untuk alokasi pembiayaan
nonkomersial qardul hasan.
3. Menyediakan cadangan penyisihan penghapusan pembiayaan macet akibat
kebangkrutan usaha nasabah baitul tamwil yang berstatus ghorimin.
4. Dengan kiprahnya yang nyata dalam usaha-usaha peningkatan bidang
kesejahteraan sosial, seperti pemberian beasiswa, santunan kesehatan,
sumbangan pembangunan sarana umum dan peribadatan, serta lainnya, ia
dapat membantu baitul tamwil dalam menyukseskan kegiatan promosi
produk-produk penghimpunan dana (funding) dan penyalurannya kepada
masyarakat (financing).
Dengan pengelolaan dana-dana kebajikan tersebut, diharapkan dapat menjadi
sarana untuk menumbuhkan usahawan-usahawan baru yang memulai usahanya
dari awal, sehingga kemudian menjadi mitra BMT yang siap dan layak untuk
mendapatkan pembiayaan berikutnya dengan akad komersiil melalui fungsi
tamwil-nya.
BMT idealnya mampu menjalankan dua peran tersebut secara sinergis.
Alternatif lain, BMT dapat bekerja sama secara sinergis dengan lembaga lain
dalam mengelola potensi filantrophi umat Islam yang dirasakan mengalami
peningkatan dari waktu-ke-waktu. Dengan seiring berjalannya dua fungsi
muamalah tersebut, diharapkan melahirkan umat yang semakin berdaya secara
ekonomi dengan taraf kesejahteraan yang semakin baik.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
29
2.3.4 Kinerja Baitul Maal BMT
Dalam kaitan akses terhadap layanan BMT, masyarakat berpendapatan rendah
(kelompok defisit) memiliki kepentingan berbeda dengan para aghnia (kelompok
surplus) dalam berhubungan dengan lembaga keuangan mikro syariah tersebut.
Kelompok defisit dalam menggunakan jasa BMT antara lain untuk kepentingan
pembiayaan seperti modal usaha, jual beli, atau berkaitan dengan masalah
pemenuhan kebutuhan pokok. Sementara kelompok surplus atau orang yang
berharta, dapat menggunakan jasa BMT antara lain sebagai tempat penyimpanan
(penitipan) hartanya, atau lembaga penyaluran zakat, infaq, shadaqah (ZIS) untuk
kemudian didistribusikan kepada yang berhak menerimanya.
Kedua kelompok kepentingan tersebut perlu diakomodasi oleh BMT, dengan
sekaligus memainkan peran secara kaffah sebagai lembaga baitul maal dan juga
sebagai lembaga tamwil. BMT sebagai lembaga keuangan mikro diharapkan dapat
lebih fokus pada kelompok sasaran masyarakat miskin dan usaha mikro-kecil.
Kedua fungsi BMT tersebut hendaknya saling menopang, apalagi mengingat
potensi zakat yang cukup besar dan dapat dikelola untuk memberdayakan umat
yang masih mengalami kesulitan dalam memperoleh sumber penghidupan dan
pemenuhan kebutuhan pokok.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki
kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. Kedua, untuk
menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung
untuk menerima zakat dari muzaki. Ketiga, untuk mencapai efisiensi dan
efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala
prioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam
dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami (Hafidhuddin, 2002,
Hal.126).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
30
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, berkembang dan berkah (HR.At Tirmidzi),
atau dapat berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At Taubah:10). Seorang
yang berzakat karena keimanannya, nicaya akan mendapat kebaikan yang banyak.
Allah SWT berfirman : “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS : At Taubah : 103).
Zakat merupakan sebagian dari harta yang wajib untuk dikeluarkan oleh
muzaki (pembayar zakat) dan diserahkan kepada mustahiq (penerima zakat) sesuai
dengan ketentuan syariah. Laporan sumber dan penggunaan dana ZIS adalah
untuk menunjukkan sumber dan penggunaan ZIS dalam suatu jangka tertentu,
serta saldo ZIS pada tanggal tertentu (Aziz dan Hatta, 2006, Hal.45).
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan
manfaat demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang
berzakat (muzaki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya,
maupun bagi masyarakat keseluruhan (Hafidhuddin, 2002, Hal.9).
Salah satu hikmah zakat adalah, karena merupakan hak mustahiq, maka zakat
berfungsi menolong, membantu, dan membina mereka terutama fakir miskin, ke
arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah,
terhindar dari bahaya kekufiran dan sifat buruk lainnya.
Sementara pengertian infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat
dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib antara lain,
zakat, kafarat, nadzar. Infak sunnah diantaranya, infak kepada fakir miskin sesama
muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan dan lain-lain. Terkait infak ini,
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah berilah
orang yang berinfak, gantinya”.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
31
Adapun shadaqoh dapat bermakna infak, zakat, serta kabaikan nonmateri.
Dalam hadits Rasulullah SAW memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang
cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqoh dengan hartanya, beliau
bersabda : "Setiap tasbih adalah shadaqoh, setiap takbir shadaqoh, setiap tahmid
shadaqoh, setiap tahlil shadaqoh, amar ma'ruf shadaqoh, nahi munkar shadaqoh
dan menyalurkan syahwatnya kepada istri adalah shadaqoh".
Mengenai pengertian shadaqah dan infaq ini, sebagian ulama fiqh berpendapat
bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq.
Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq
sunnah dinamakan shadaqah (www.pkpu.or.id).
Sumber dana ZIS berasal dari:
a. Zakat BMT berasal dari keuntungan bersih BMT selama periode satu tahun.
b. Zakat dari nasabah BMT yang dipotong dari rekening atas perintah nasabah
tersebut.
c. Zakat dari pihak luar BMT adalah dana yang disetor atau dititipkan oleh pihak
luar ke rekening ZIS BMT.
d. Infaq didapatkan dari pihak luar atau diterima dari nasabah BMT dengan
memotong dari rekening atas perintah nasabah tersebut.
e. Shadaqah didapatkan dari pihak luar atau diterima dari nasabah dengan
memotong dari rekening atas perintah nasabah tersebut (Aziz dan Hatta, 2006,
Hal.45).
Sedangkan pengertian qardul hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang
memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu
tertentu dan wajib mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode
yang telah disepakati. Laporan sumber dan penggunaan qardul hasan merupakan
laporan yang menunjukkan sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu
tertentu, serta saldo qardul hasan pada tanggal tertentu (Aziz dan Hatta, 2006,
Hal.46).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
32
Dana qardul hasan bersumber dari:
a. Infaq yang didapatkan dari pihak luar atau diterima dari nasabah BMT dengan
memotong dari rekening atas perintah nasabah tersebut.
b. Shadaqah yang didapatkan dari pihak luar atau diterima dari nasabah BMT
dengan memotong dari rekening atas perintah nasabah tersebut.
c. Denda yang berasal dari keterlambatan pelunasan piutang maupun
pembiayaan yang diberikan oleh BMT kepada debiturnya yang diakibatkan
karena kelalaian debitur yang bersangkutan.
d. Sumbangan yang didapatkan dari nasabah atau pihak luar.
e. Hibah.
f. Penerimaan nonsyariah, misalnya yang berasal dari penerimaan jasa giro BMT
pada bank konvensional atau penerimaan lainnya yang tidak dapat dihindari
dari kegiatan operasional BMT.
Khusus penyaluran dana nonsyariah diarahkan untuk membantu pembangunan
fasilitas atau infrastruktur publik, seperti jalan dan jembatan, dan bukan untuk
bantuan konsumtif atau untuk perseorangan.
Dana qardul hasan dapat disalurkan untuk dana kebajikan dan sebagai dana
bergulir dan/atau pinjaman sosial. Laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan merupakan laporan yang memberikan informasi agar pemakai dapat
mengevaluasi aktivitas BMT dalam mengelola dana tersebut, atau berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi sosial BMT yang bersangkutan.
2.3.5 Sejarah BMT di Lampung
Di Lampung, cikal-bakal BMT dimulai sekitar tahun 1993. Sejumlah pegiat
sosial di Ibu Kota Provinsi mendirikan Forum Ekonomi Syariah Lampung (Fesla)
dengan didukung Dompet Dhuafa (DD) Republika, dan mulai mengawali
mendirikan Baitul Maal wat-Tamwil Sunduqul Ummah di Bandar Lampung.
Namun, BMT tersebut tidak berumur panjang.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
33
Pada 1995, PINBUK Provinsi Lampung bekerja sama dengan Dinas Koperasi
mengadakan serangkaian pelatihan dan memberikan dukungan pendanaan kepada
kelompok-kelompok masyarakat potensial diantaranya dari tokoh agama, tokoh
masyarakat, serta kalangan aktivis organisasi Islam dan pesantren untuk
menginisiasi pendirian lembaga keuangan mikro syariah. Upaya PINBUK melalui
program pelatihan dan dukungan pendanaan tercatat telah berhasil melahirkan
lebih dari seratus BMT di Provinsi Lampung, meski sebagian besar diantaranya
tidak mampu mempertahakan kelanjutan hidupnya hingga hari ini.
Geliat lembaga keuangan mikro syariah terus berlangsung di Provinsi
Lampung. Tahun 1998 sejumlah yayasan lokal yang konsern pada perkembangan
perekonomi rakyat dan lembaga keuanga mikro atau koperasi mulai intens
melakukan pelatihan-pelatihan serta pendampingan terhadap keberadaan BMT
khususnya, yang bekerja sama dengan lembaga swadaya nasional seperti Dompet
Dhuafa Jakarta dan Yayasan Peramu Bogor, dengan program pemberdayaan
kelompok mustadhafin.
Sekitar tahun 2002 Baitul Maal Muamalat yang dipayungi Bank Muamalat
Indonesia (BMI) melaksanakan program penguatan kelembagaan (capacity
building) serta bantuan permodalam bagi BMT-BMT di Lampung. Diperkuat
selanjutnya dengan dukungan pendanaan dari pemerintah, lembaga-lembaga
swadaya nasional, baik dalam bentuk hibah atau dana bergulir, termasuk dari bank
syariah dalam bentuk kerja sama bagi hasil kepada BMT.
Diantaranya dari Mercy Corp, Jakarta, yang memberikan dana hibah pada
tahun 2003-2004 kepada BMT-BMT yang dinilai layak menerima, di samping
penguatan kelembagaan dan juga asistensi atau pendampingan manajemen. Selain
itu, lembaga Microfin, melalui cabangnya di Lampung, sejak pertengahan 2004
menyalurkan program dana bergulir untuk usaha mikro melalui BMT, serta
program pendampingan dan transfer software IT komputer untuk laporan
keuangan BMT, yang masih berlanjut hingga saat ini.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
34
BMT di Lampung pada umumnya berstatus badan hukum koperasi, baik dalam
bentuk Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), maupun Unit Jasa Keuangan
Syariah (UJKS) yang menjadi bagian dari koperasi induknya, dan sebagian kecil
berbentuk Koperasi Serba Usaha (KSU). KJKS dan UJKS dalam operasionalnya
fokus pada penyediaan jasa keuangan dengan prinsip syariah, di samping
penampungan dana zakat, infaq, shadaqah (ZIS). Namun status hukum tersebut
tidak mengurangi ruh pendirian BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah
yang filosofi dasarnya adalah mengemban fungsi sosial (baitul maal) sekaligus
fungsi bisnis (tamwil) sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2.3.6 Kelembagaan BMT di Lampung
Kelembagaan BMT yang ada di Provinsi Lampung pada umumnya berbadan
hukum koperasi, baik sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Koperasi
Serba Usaha, atau Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) yang menjadi unit usaha
dari koperasi induknya. Operasional KJKS secara spesifik diatur dalam Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Nomor 91 Tahun 2004
tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Sejak terbit SK Menteri tersebut, sejumlah BMT menyesuaikan legalitas lembaga
dengan merubah statusnya menjadi KJKS. Sebelum berbadan hukum koperasi,
sejumlah BMT memakai label Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Struktur
BMT menurut standar Pinbuk dapat dilihat dalam Gambar 2.3.
Di Provinsi Lampung perkembangan BMT cukup menggembirakan. Sejumlah
ormas belakangan ini juga mulai menyadari pentingnya keberadaan LKM dalam
mengatasi problem ekonomi masyarakat dan mulai menginisiasi pembentukan
BMT-BMT baru. Saat ini di Provinsi Lampung sedikitnya terdapat sekitar 50
BMT yang tercatat menjadi anggota pendampingan lembaga Microfin dalam
aspek manajerial, IT, dan permodalan.
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
35
Gambar 2.3 Struktur BMT
Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok
Dewan Syariah Pembina Manajemen
Manajer
Maal Tamwil Pemasaran Kasir Pembukuan
Anggota dan Nasabah Sumber: Pinbuk (2004). Dalam besaran aset, BMT di Lampung cukup bervariasi mulai dari yang
memiliki aset sekitar Rp50 juta, hingga yang paling besar dengan aset sekitar Rp6
miliar. BMT-BMT tersebut tersebar di Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten
Tanggamus, Tulangbawang, Way Kanan, Lampung Tengah, Lampung Selatan,
Lampung Utara, Lampung Barat, dan Lampung Timur.
2.4 Penelitian Terdahulu
Peran strategis sektor keuangan mikro telah dibuktikan Grameen Bank yang
mampu mengatasi kemiskinan penduduk di wilayah Bangladesh melalui kredit
tanpa agunan. Pengalaman Grameen menunjukkan bahwa sekecil apa pun
dukungan modal keuangan yang diberikan, kaum miskin sepenuhnya mampu
meningkatkan kehidupan mereka (Yunus, 2007, Hal.204).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
36
Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan dan
melaksanakan pembangunan oleh pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus,
yaitu: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
mengentaskan kemiskinan (Mulyadi, 2006, Hal.37).
BMT merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang memiliki dua peran
asasi, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal BMT adalah jenis lain dari
baitul maal pada masa khulafaurrasyidin yang memiliki cakupan kegiatan lebih
sempit, yakni sebatas menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah (ZIS) yang
dimungkinkan dalam kerangka manajemen BMT (Ilmi, 2002, Hal.67).
Baitul maal BMT sebagai pengelola ZIS yang menyatu dalam lembaga
keuangan mikro syariah dan pemberdayaan masyarakat, harus menerapkan
manajemen yang baik terhadap keuangannya, sehingga kepercayaan muzaki
kepada lembaga tersebut akan semakin besar dan peningkatan kesejahteraan
dikalangan ummat menjadi suatu kenyataan.
Melihat pengelolaan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat,
penyaluran zakat dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu bantuan sesaat dan
pemberdayaan. Bantuan sesaat berarti penyaluran kepada mustahiq yang tidak
disertai target terjadinya kemandirian ekonomi (pemberdayaan) pada diri si
mustahiq, karena ia tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada orang tua yang sudah
jompo, penyandang cacat yang sulit untuk mandiri, atau orang gila. Adapun
pemberdayaan adalah penyaluran zakat atau dana lainnya yang disertai target
merubah keadaan penerima (lebih dikhususkan kepada golongan fakir miskin)
dari kondisi katagori mustahiq menjadi katagori muzakki. Untuk bantuan sesaat
sifat penyaluran idealnya adalah hibah. Adapun untuk pemberdayaan sifat
penyalurannya dapat berupa hibah, dana bergulir, qardul hasan, dan pembiayaan
(Widodo dan Kustiawan, 2001, Hal.85).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
37
Penelitian Nurul Widyaningrum (2002) tentang Model Pembiayaan BMT dan
Dampaknya bagi Pengusaha Kecil; Studi Kasus BMT Dampingan Yayasan
Peramu Bogor, membuktikan bahwa mayoritas mitra BMT mengalami kenaikan
produktivitas usahanya, di mana peran BMT adalah:
a. Membuka akses terhadap sumber permodalan di luar akumulasi
keuntungannya sendiri.
b. Membantu menjaga keberlangsungan usaha. Sebagai penyedia modal kerja,
BMT membantu menjaga sustainability usaha. Bahkan dalam kondisi tertentu,
misalnya modal tersedot oleh kebutuhan keluarga, BMT dapat memberikan
pinjaman tanpa bagi hasil dengan akad qardul hasan.
c. Pada mitra lama dan mitra usaha dengan tahapan akumulasi modal, BMT
dapat menjadi sumber modal untuk investasi atau diversifikasi usaha.
Widyaningrum, dalam rekomendasi penelitian tersebut menyatakan, terkait
upaya pemberdayaan kelompok usaha mikro dan kecil yang menjadi sasaran
BMT, menghadapi kendala karena dalam pelaksanaan operasional sehari-hari staf
BMT sudah cukup sibuk menyelenggarakan kegiatan administrasi, sementara
kegiatan pemberdayaan (sosial) kurang mendapat perhatian. Untuk keperluan
tersebut, BMT perlu menjalin kerja sama dengan lembaga lain, sehingga dapat
mendorong tercapainya tujuan pemberdayaan.
Pada tingkat usaha produktif penerima zakat (mustahiq), penelitian yang
dilakukan Ibnu Siena (2005) membuktikan bahwa dana zakat, infaq, shadaqah
berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan usaha. Peningkatan
pendapatan usaha ini adalah peningkatan antara sebelum mengikuti program dan
setelah mengikuti program Yayasan Peramu dalam pengelolaan dana zakat, infaq,
dan shadaqah untuk kegiatan produktif mustahiq.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi sosial BMT
dengan pengelolaan dana ZIS secara benar dan baik, merupakan potensi tersendiri
bagi LKM ini dalam melakukan pembinaan dan pengembangan usaha-usaha
produktif sektor informal, sehingga para mustahiq dapat ditingkatkan menjadi
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Universitas Indonesia
38
muzaki, juga kapasitas ekonominya untuk memperoleh pembiayaan dari BMT
dengan usaha yang lebih maju dan mandiri.
Fungsi sosial perusahaan dalam konteks industri modern dewasa ini dikenal
dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Aplikasi CSR merupakan
bentuk kesadaran bahwa pembangunan ekonomi adalah satu kesatuan dengan
pembangunan lingkungan sosial. Jika salah satu tertinggal, maka yang lain akan
menerima dampaknya. CSR didasarkan pada konsep bahwa bisnis bersifat
acountable terhadap berbagai pihak (pemangku kepentingan atau stakeholders),
tidak hanya kepada para pemegang saham/investor (shareholders). CSR memiliki
fokus sosial, selain pandangan ekonomi dan keuntungan tradisional dari
kebanyakan perusahaan.
CSR memiliki banyak manfaat bagi perusahaan, karyawan, masyarakat, dan
lingkungan, serta bagi khalayak pada umumnya. CSR dapat membantu
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, menurunkan biaya operasinya,
meningkatkan citra dan reputasi, meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan,
menghasilkan produktivitas dan kualitas produk yang lebih tinggi, menarik dan
mempertahankan karyawan, mengakses modal, dan membantu memastikan
keselamatan produk serta menurunkan kewajiban legal suatu organisasi. Di
samping itu, CSR juga memberikan manfaat kepada masyarakat dan khalayak,
misalnya, berupa dana, pekerja atau pelatih sukarela, keterlibatan dan dukungan
perusahaan bagi pendidikan masyarakat, program ketenagakerjaan dan program-
program serupa lainnya, demikian pula memberikan produk yang aman dan
berkualitas (Yusuf dan Williams, 2007, Hal.242).
Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008
Top Related