5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,
yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik atau
kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum (Mardiasmo,2011:1). Banyak definisi pajak yang
dikemukakan oleh para ahli, menurut Sukardji (2009:2) pajak adalah peralihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang
dapat dipaksakan dengan tidak memdapat imbalan yang secara langsung dapat
ditunjukan , yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang dapat
digunakan sebagai alat pendorong,penghambat atau pencegah untuk mencapai
tujuan yang ada diluar bidang keuangan negara.
Definisi pajak lainya dikemukakan oleh Marihot (2010:7) mengatakan
bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah)
berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh
yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (
kontraprestasi / balas jasa ) secara langsung , yang hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan. Menurut Undang-undang nomor 16 Tahun 2009 mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib
6
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari beberapa definisi mengenai pajak tersebut dapat disimpulkan ciri-
ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu :
1. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara. Yang berhak memungut
pajak adalah negara, iuran tersebut berupa uang.
2. Pajak dapat dipaksakan.
3. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaanya.
4. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:1) pajak memiliki dua fungsi utama, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
7
Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaranya. Sebagai contoh, pajak dimasukan ke dalam
APBN sebagai sarana penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi mengatur (regulered)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, pajak yang
tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif.
2.1.3 Pengelompokan Pajak
Pajak dikelompokan menjadi tiga, yaitu menurut golonganya, menurut
sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya (Mardiasmo,2011:5).
1) Pajak menurut golonganya dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) .
2) Menurut sifatnya, pajak dibagi menjadi dua yaitu :
a. Pajak Subyektif , yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak. Contohnya Pajak penghasilan .
8
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3) Menurut lembaga pemungutnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya
adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah,dan Bea Materai.
b. Pajak daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas Pajak propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.
Yang termasuk Pajak Propinsi adalah Pajak Kendaraan Bermotor
dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, sedangkan Pajak
Kabupaten/Kota terdiri atas Pajak Hotel dan Restoran, Pajak
Hiburan, dan lain-lain.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak adalah metode atau cara bagaimana mengelola
utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas negara.
Menurut Mardiasmo (2011:7) terdapat tiga jenis sistem pemungutan pajak yang
berlaku di Indonesia yaitu :
1) Official Assessment System
9
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah ( fiskus ) untuk menentukan besarnya pajak
yang terhutang oleh Wajib Pajak. Adapun ciri-ciri dari Official
Assessment System ini adalah :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif .
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang. Sistem ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada Wajib Pajak sendiri.
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi .
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan
10
besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus
dan Wajib Pajak.
Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa sistem pemungutan
pajak yang digunakan di Indonesia adalah Self Assessment
System, namun dalam penerapanya di lapangan, ketiga sistem
tersebut digunakan oleh Wajib Pajak di Indonesia.
2.1.5 Tata Cara Penyetoran/Pembayaran Pajak
Tata cara pembayaran pajak dapat diklasifikasikan menjadi 4
(empat) jenis yaitu, membayar sendiri pajak yang terutang, membayar PPh
melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain, membayar PPN
kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk
pemerintah dan Pembayaran pajak-pajak lainnya. Pembayaran pajak
dilakukan di Bank Persepsi yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dan juga bisa dilakukan di Kantor Pos. Pembayaran pajak dilakukan
dengan cara mengisi 5 (lima) lembar Surat Setoran Pajak sesuai dengan
jenis pajak yang akan dibayarkan dan juga jumlah pajak yang akan
dibayarkan. Tanggal batas waktu penyetoran pajak berbeda-beda,
tergantung dari jenis pajak yang akan dibayarkan.
2.1.6 Sistem Pembayaran Pajak dengan Menggunakan SSP
Menurut Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Surat Setoran Pajak (SSP)
adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
11
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
Fungsi dari Surat Setoran Pajak menurut Mardiasmo ( 2011: 37 )
adalah sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi.
Terdapat dua jenis Surat Setoran Pajak, yaitu :
1) Surat Setoran Pajak (SSP) Standar
SSP Standar adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau
berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang
ke Kantor Penerima Pembayaran dan digunakansebagai bukti pembayaran
dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak (Per-01/PJ./2006)
SSP Standar dapat digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak
yang dibayar melalui Kantor Penerima Pembayaran yang belum terhubung
secara on line tapi masih berhak menerima pembayaran pajak, dan untuk
penyetoran/pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan dan atau PPN
Bendaharawan.
SSP Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima), yang peruntukannya sebagai
berikut :
a) Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak
12
b) Lembar ke-2 : Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
c) Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP
d) Lembar ke-4 : Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran
e) Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
SSP Standar diisi sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SSP
sebagaimana ditetapkan dalam lampiranII Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No. Per-01/PJ./2006
Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri SSP Standar sepanjang bentuk, ukuran
dan isinya sesuai dengan lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
2) SSP Khusus
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran
dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai
dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-
01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam
administrasi perpajakan. SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima
Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Monitoring Pelaporan
Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
SSP Khusus dicetak pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran
pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1
dan lembar ke-3 SSP Standar, terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang
13
berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke
KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
Kelima lembar SSP Standar tersebut harus diisi sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam buku panduan pengisian SSP. Berikut
adalah bentuk dari SSP sesuai dengan peraturan Dirjen Pajak no PER-
38/PJ/2009 sebagaimana diubah dengan PER-23/PJ/2010 dan terakhir
diubah dengan PER-31/PJ/2013:
Gambar : 2.1
Surat Setoran Pajak dibagi kedalam beberapa bagian yang harus
diisi oleh wajib pajak, tata cara pengisian SPT juga diatur dalam PER-
38/PJ/2009 sebagaimana diubah dengan PER-23/PJ/2010 dan terakhir
diubah dengan PER-31/PJ/2013 , yaitu :
14
1) NPWP, Nama WP dan Alamat
Gambar 2.2
Bagian pertama dalam SSP ini diisi dengan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) yang dimiliki Wajib Pajak, nama wajib pajak
diisi dengan nama wajib pajak sesuai yang tercantum pada Kartu
Tanda Penduduk ( KTP ) atau tanda pengenal yang sah , dan
alamat sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat
Keterangan Terdaftar (SKT) atau sesuai dengan Kartu Tanda
Penduduk (KTP).
2) Kolom NOP
Pada bagian kedua Surat Setoran Pajak terdapat kolom
NOP, Bagian ini diisi hanya jika pembayaran pajak berhubungan
dengan transaksi atas tanah dan atau bangunan, misal pembayaran
pajak atas penjualan, hibah atau waris tanah dan atau bangunan. isi
kolom NOP dengan nomor Objek pajak PBB. Nomor NOP dapat
dilihat pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB
tanah.
15
3) Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
Gambar 2.3
Dalam bagian ini wajib pajak harus mengisi Kode
Akun Pajak dengan angka Kode Akun Pajak untuk setiap jenis
pajak yang akan dibayar atau disetor yang tertera di Tabel
Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran yang terdapat pada
lampiran Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-
38/PJ/2009 sebagaimana diubah dengan PER-23/PJ/2010 dan
terakhir diubah dengan PER-31/PJ/2013 . Dan juga mengisi
kolom Kode Jenis Setoran dengan angka dalam kolom “Kode
Jenis Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau
disetor pada Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran yang
sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan” pada
Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran. Kedua kode
tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban
perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan
tepat.
16
4) Uraian Pembayaran ( Untuk SSP Standar )
Gambar 2.4
Kolom ini diisi sesuai dengan uraian dalam kolom
“Jenis Setoran” yang berkenaan dengan Kode Akun Pajak dan
Kode Jenis Setoran pada Tabel Kode Akun Pajak dan Jenis
Setoran pada PER-38/PJ/2009 sebagaimana diubah dengan
PER-23/PJ/2010 dan terakhir diubah dengan PER-31/PJ/2013.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan
Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan nama
pembeli dan lokasi objek pajak. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat
(2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh
yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan
lokasi objek sewa.
5) Masa Pajak dan Tahun Pajak
Gambar 2.5
17
Kolom masa pajak diisi dengan memberi tanda silang
pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar
atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu
masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk
setiap masa pajak.
Gambar: 2.6
Kolom Tahun Pajak diisi dengan tahun terhutangnya pajak.
6) Nomor Ketetapan
Gambar : 2.7
Kolom Nomor Ketetapan diisi dengan nomor ketetapan
yang tercantum pada Surat Ketetapan Pajak yaitu Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau Surat Tagihan
Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar
atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan
Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak ketika wajib
pajak telah menerima surat tersebut.
18
7) Jumlah Pembayaran dan terbilang
Gambar: 2.8
Bagian ini diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar
atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak dengan
menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP
yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata
uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai
dengan sen. Untuk bagian terbilang diisi jumlah pajak yang
dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan
bahasa Indonesia.
8) Tanda Tangan
Gambar 2.9
Bagian ini diisi dengan tanggal penerimaan pembayaran atau
setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank
Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan,
19
dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran,
serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.
Gambar: 2.10
Bagian ini diisi dengan tempat dan tanggal pembayaran
atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib
Pajak/Penyetor serta stempel usaha.
9) Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran
Gambar: 2.11
Bagian ini diisi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Pajak
(NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor
Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran
yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara
(MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
20
Setelah mengisi Surat Setoran Pajak dengan lengkap dan benar,
selanjutnya pembayaran bisa dilakukan di Bank Persepsi atau di Kantor
Pos, jumlah pajak yang dibayarkan sesuai dengan jumlah pajak terhutang.
2.1.7 Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System)
Sistem pembayaran pajak secara elektronik adalah bagian dari sistem
Penerimaan Negara secara elektronik yang diadministrasikan oleh Biller
Direktorat Jenderal Pajak dan menerapkan Billing System. Billing System
adalah metode pembayaran elektronik dengan menggunakan Kode Billing.
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran/penyetoran pajak dengan
sistem pembayaran pajak secara elektronik. Pembayaran/penyetoran pajak
meliputi seluruh jenis pajak, kecuali Pajak dalam rangka impor yang
diadministrasikan pembayarannya oleh Biller Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dan Pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus.
Untuk dapat melaksanakan pembayaran dengan menggunakan E-
billing terlebih dahulu Wajib Pajak harus mendaftarkan diri. Wajib pajak
dapat mendaftarkan diri dengan cara membuka halaman web Direktorat
Jenderal Pajak dengan alamat web http://sse.pajak.go.id . Setelah proses
pendaftaran selesai, setelah pendaftaran selesai konfirmasi aktivasi untuk
mengaktifkan akun billing wajib pajak akan dikirim ke alamat e-mail
wajib pajak yang telah di daftarkan pada saat melakukan pendaftaran, pada
email tersebut akan tertera user ID yang telah didaftarkan dan link aktivasi,
klik link aktvasi tersebut untuk mengaktifkan akun billing.
21
Setelah mendaftarkan akun billing, tahap selanjutnya adalah
membuat kode billing. Kode Billing adalah kode yang akan diperoleh wajib
pajak setelah memasukan data transaksi perpajakan secara elektronik yang
akan digunakan sebagi kode pembayaran pajak di teller Bank atau Kantor
Pos, mesin ATM, atau internet banking. Untuk membuat kode billing, wajib
pajak harus mengakses situs Billing System dengan alamat
http://sse.pajak.go.id , setelah itu wajib pajak harus melakukan login dengan
memasukan User ID dan PIN yang dimiliki. Setelah proses login selesai,
wajib pajak dapat memasukan informasi mengenai detail pembayaran pajak
yang akan dilakukan, informasi tersebut mencangkup :
1) Jenis pajak yang akan dibayarkan
2) Jenis setoran pajak
3) Nomor Objek Pajak (NOP), untuk pembayaran pajak terkait
dengan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dan kegiatan membangun sendiri
4) Masa pajak
5) Tahun pajak
6) Nilai rupiah pembayaran
7) Nomor surat ketetapan pajak bila ada.
Setelah semua informasi tersebut diisi, klik kolom simpan. Wajib
pajak hendaknya memeriksa kembali detail informasi yang telah diinput,
jika informasi sudah sesuai klik “Terbitkan Kode Billing” untuk
menerbitkan kode billing. Setelah proses penerbitan kode billing selesai,
22
wajib pajak dapat mencetak Surat Setoran Elektronik (SSP) tersebut
sebagai referensi untuk pembayaran di loket Bank, Kantor pos, ATM,
ataupun melalui Internet Banking. Kode Billing berlaku dalam waktu 48
(empat puluh delapan) jam sejak diterbitkan dan setelah itu secara
otomatis terhapus dari sistem dan tidak dapat dipergunakan lagi. Wajib
pajak dapat membuatnya kembali apabila kode Billing telah terhapus
secara system. Kode Billing berlaku sampai dengan jatuh tempo
pembayaran pajak, dan tidak dapat dipergunakan setelah melewati jangka
waktu dimaksud. Apabila terdapat perbedaan data antara data elektronik
dengan hasil cetakan, maka yang dijadikan pedoman adalah data yang
terdapat pada data eletronik yang berada di Kementerian Keuangan.
Apabila wajib pajak telah menyelesaikan proses pembayaran pajak
dengan menggunakan E-Billing,maka wajib pajak akan menerima Bukti
Penerimaan Negara atau BPN. BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh
Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank
(NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP) sebagai sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan surat setoran. BPN dapat diterbitkan
dalam beberapa bentuk, tergantung dimana wajib pajak membayarkan
pajaknya. BPN dapat diterbitkan dalam bentuk Dokumen bukti
pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk
pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing, Struk bukti
transaksi, untuk pembayaran melalui ATM , Dokumen elektronik, untuk
23
pembayaran/penyetoran melalui internet banking, dan juga Teraan BPN
pada Surat Setoran Pajak (SSP)/SSP PBB, untuk pembayaran melalui
Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
BPN termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya, kedudukannya
disamakan dengan SSP dan SSP PBB dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal terdapat perbedaan
antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan data pembayaran
menurut sistem Penerimaan Negara secara elektronik, maka yang
dianggap sah adalah data sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
Sebagaimana halnya dengan Surat Setoran Pajak, BPN dapat digunakan
sebagai sarana pelaporan dan keperluan administrasi lain di Kantor
Pelayanan Pajak.
Top Related